• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PESTISIDA ORGANIK DAN INTERVAL PENYEMPROTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS HIJAUAN PAKAN TANAMAN ALFALFA (Medicago sativa) ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PESTISIDA ORGANIK DAN INTERVAL PENYEMPROTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS HIJAUAN PAKAN TANAMAN ALFALFA (Medicago sativa) ABSTRAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PESTISIDA ORGANIK DAN INTERVAL

PENYEMPROTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS HIJAUAN

PAKAN TANAMAN ALFALFA (

Medicago sativa

)

Sajimin, N.D. Purwantari dan A. Fanindi Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor P.O. Box 221 Bogor Jawa Barat 16002

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pestisida organik dan interval penyemprotan terhadap produktivitas hijauan tanaman pakan ternak alfalfa (Medicago sativa). Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok menggunakan jenis pestisida organik dari tembakau dan cabai yang diinkubasikan 48 jam. Perlakuan percobaan dengan interval penyemprotan a). 0 hari (tanpa penyemprotan), b). 5 hari, c). 10 hari dan d). 15 hari. Pengamatan meliputi produktivitas hijauan segar dan kering dengan pengamatan produksi setiap 30 hari pemotongan/panen serta diamati tingkat kerusakan tanaman dan jenis hama yang menyerangnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan penyemprotan 10 pada tiga kali panen menunjukkan produksi hijauan berat segar dan berat kering adalah tertinggi. Hama yang menyerang dan ditemukan adalah jenis ulat jengkal, ulat penggulung daun dan belalang. Tingkat kerusakan tanaman 3,3 – 3,8 atau kerusakannya 14 - 29 % daun tanaman rusak.

Kata kunci : Alfalfa, pestisida organik, produksi, hijauan pakan ternak

PENDAHULUAN

Tanaman Alfalfa (Medicago sativa L) merupakan hijauan pakan ternak jenis Leguminosa perenial dan telah populer di dunia sebagai pakan ternak yang biasa tumbuh di daerah temperate dan berumur 8 -10 tahun (Hoy et al. 2002). Untuk perumbuhan optimal memerlukan drainase baik dan pH tanah 6,5 dan dapat beradaptasi pada daerah kering (curah hujan 200 mm/th) atau daerah basah 2500 mm/th (Radovic et al. 2009).

Potensi biomas tanaman alfalfa sebagai pakan ternak menguntungkan. Produsen terbesar alfalfa di dunia adalah Amerika Serikat diantaranya California, South Dacota dan Wisconsin. Tanaman alfalfa telah ditanam lebih dari 80 negara atau sekitar 35 juta ha (Steinbeck 2007). Menurut Radovic et al. (2009) produksinya mencapai 80 ton/ha bahan

(2)

segar dan 20 t/ha bahan kering. Menurut Markovic et al. (2007) alfalfa juga mengandung asam amino serta kaya vitamin serta unsur mineral penting untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak. Bahkan tanaman alfalfa telah dimanfaatkan sebagai konsumsi manusia untuk kesehatan sebagai sumber klorofil.

Sebagai tanaman Leguminosa, alfalfa mampu mengikat N dari udara sebesar 7,85 – 10,37 g N/m2 yang digunakan untuk pertumbuhan

sendiri dan lingkungannya (Matensson dan Ljunggren 1984). Menurut Russelle (2004) hasil fiksasi N tersebut berdampak positif pada lingkungan yang dapat menanggulangi polusi udara serta memperlambat kelarutannya dalam tanah sehingga meningkatkan bahan organik sehingga dapat menurunkan kebutuhan pupuk N tanaman. Tanaman alfalfa tidak memerlukan pupuk nitrogen, bahkan menyumbangkan N dalam tanah. Beberapa hasil penelitian, lahan yang setelah ditanami alfalfa selama 4 tahun kemudian ditanami jagung menjadi lebih efektif penggunaan urea, yaitu hanya berkisar 33 %. Keunggulan tanaman alfalfa tersebut telah menjadi popular di Indonesia dibandingkan dengan tanaman pakan jenis Leguminosa lainnya.

Hal ini mendorong upaya perluasan penanaman untuk memenuhi kebutuhan dan ini telah diintroduksikan jenis alfalfa pertama di Boyolali. Perkembangan tanaman alfalfa di Indonesia pertama dibudidayakan tahun 1996 di Boyolali hingga menyebar ke BPTU-Baturaden tahun 2004 sampai 2005 kemudian Ciawi 2007. Sebagaimana telah diketahui tanaman ini juga disukai oleh berbagai serangga hama yang menjadi penyebab utama penurunan produktivitasnya. Lebih dari 27 spesies serangga dilaporkan menyerang tanaman alfalfa sejak tumbuh hingga akhir pertumbuhannya (Randoph dan Garner 1997). Kehilangan hasil yang disebabkan oleh serangan hama telah dilaporkan di Amerika Serikat mencapai 6 ton bahan kering per ha (Aldryhin 1994).

Hama yang dominan menyerang alfalfa adalah jenis hama pemotong, pengisap dan pemakan daun, batang dan akar. Jenis hama yang paling serius adalah alfalfa weevil (Hypera postica) (Cook et al. 2004). Hama tersebut merupakan hama utama memakan daun dan batang dari mulai larva sampai dewasa. Serangan hama ini sangat nyata dapat

(3)

menurunkan hasil alfalfa hingga 50 %. Gejala serangan pada awalnya tidak jelas kemudian setelah terserang meninggalkan gejala seperti tanaman defisiensi boron yang membentuk huruf ‘V’ dari ujung daun. Gejalanya menjalar ke semua bagian tanaman dan menyebabkan kematian (Cook et al. 2004). Dari beberapa laporan siklus hidup serangga hama alfalfa relatif pendek yaitu satu bulan, sehingga selama pertumbuhan tanaman selalu ada hama yang menyerangnya. Hama tersebut juga di laporkan Sajimin dan Purwantari (2010) menyerang tanaman alfalfa yang dibudidayakan di Indonesia.

Akibat serangan hama tersebut mengakibatkan perkembangannya di daerah tropis masih terbatas sehingga perlu penanggulangan. Beberapa hasil penelitian luar negeri telah direkomendasikan menggunakan pestisida kimia untuk memberantas serangan hama. Namun pestisida kimia mempunyai dampak negatif seperti yang dikemukakan Kardinan (2001), yaitu dapat mengakibatkan resistensi hama dan terbunuhnya musuh alami dan masalah pencemaran lingkungan dan sangat berbahaya bagi manusia.

Melalui makalah ini dipelajari penggunaan pestisida organik untuk tanaman alfalfa sebagai pakan ternak agar tidak berpengaruh negatif terhadap ternak yang memakannya.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor dengan ketinggian tempat 500 m dpl. Pelaksanaan penelitian dimulai januari 2010/2011. Tanaman ditanam dari biji disemaikan dalam polibag 30 hari kemudian dipindah ke lapang setelah tiga bulan dilakukan pemotongan penyeragaman sebelum perlakuan penyemprotan.

Penelitian menggunakan bahan tanaman daun tembakau dan cabai rawit sebagai pestisida organik dengan perlakuan adalah: a). kontrol tanaman tanpat disemprot, b). penyemprotan setiap lima hari, c) penyemprotan setiap 10 hari, dan d) penyemprotan setiap 15 hari.

Pembuatan pestisida organik menggunakan bahan dari tembakau kering 200 gram kemudian dicampur dengan 1 kg cabai rawit yang dihaluskan kemudian ditambah air 1 l ditambah detergen 10 ml. Campuran

(4)

ini diendapkan selama 48 jam. Cairan hasil ekstrasi ini dicampur air dengan konsentrasi 10 % untuk penyemprotan tanaman. Penyemprotan dimulai pada umur lima hari setelah pemotongan dan aplikasi menggunakan sprayer dan waktu penyemprotan dilakukan pada pagi hari.

Pengamatan dilakukan pada umur 30 hari menjelang pemanenan hijauan dengan mengukur produksi hijauan segar dan kering serta pengukuran tinggi tanaman. Adapun parameter pengamatan meliputi : Intensitas serangan, dengan mengamati tingkat kerusakan tanaman pada tiap-tiap tanaman.

Penentuan tingkat kerusakan secara empioris dengan mengikuti metode kerusakan tanaman sayuran menurut Departemen Pertanian (2000) sebagai berikut :

1. Sangat berat, kerusakan > 50 % 2. Berat kerusakan 30 - 49 % 3. Cukup berat kerusakan 15 - 29 % 4. Ringan kerusakan 1 - 14 %

5. Tidak ada serangan, kerusakan 0 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas serangan hama

Hasil pengamatan tanaman alfalfa dengan perlakuan penyemprotan pestisida organik menunjukkan bahwa tingkat serangan hama kerusakannya bervariasi dari serangan ringan, sedang dan berat. Jenis hama yang teridentifikasi dan ditemukan setelah tertera pada Tabel 1.

Pada Table 1 tersebut menunjukkan bahwa tingkat serangan hama tiap perlakuan penyemprotan tidak banyak berbeda dengan kerusakan tanaman 3,3 – 3,8. Hasil ini diduga posisi plot percobaan yang berada satu petak percobaan sehingga pengaruh pestisida juga dapat mempengaruhi serangga di plot lainnya.

Perbedaan serangan ini nampaknya serangga dipengaruhi insektisida organik yang digunakan dapat menekan serangan hama. Selain itu bahan yang digunakan dari larutan tembakau dan cabai yang mengandung nikotin dan kapsaisin telah berpengaruh pada serangga yang

(5)

ada. Seperti yang dikemukakan Sukorini (2011) bahwa pestisida organik juga bersifat repelen sehingga menolak kehadiran serangga yang disebabkan baunya yang menyengat.

Table 1. Jenis hama yang menyerang tanaman alfalfa pada beberapa perlakuan penyemprotan pestiosida organik

Hasil pengamatan hama yang ditemukan menyerang adalah jenis ulat penggulung daun (Homona coffearia). Tanda-tanda tanaman yang terserang pada daun muda dan tua rombeng dari pinggir kemudian menyerang seluruh helai daun dan hanya tinggal tulang-tulang daun. Tingkat serangan hama dengan perlakuan penyemprotan lima hari dan 15 hari termasuk berat hampir sama dengan perlakuan tanpa penyemprotan. Hal ini diduga pengaruh pestisida yang diaplikasikan kurang efektif sehingga produksi hijauan rendah (Tabel 2).

Produktivitas hijauan Alfalfa

Pada Tabel 2 tersebut terlihat bahwa rataan produksi hijauan dengan perbedaan aplikasi insektisida organik tertinggi pada perlakuan penyemprotan 10 hari. Kemudian diikuti perlakuan penyemprotan 15 hari, 5 hari dan terendah perlakuan kontrol. Jika dibandingkan antar perlakuan dengan tanpa penyemprotan (0) peningkatan produksi 1,4 %, 9,7% dan 29,8 %. Sedangkan pada aplikasi setiap 15 hari peningkatan produksi hijauan terendah dibanding perlakuan 5 hari dan 10 hari penyemprotan.

Perlakuan Jenis hama Skala

kerusakan tanaman Tinggi tanaman (cm) Tanpa penyemprotan

Hyposidra talaca (ulat jengkal)

Cydia leucostoma (ulat penggulung pucuk) Hamona coffearia (ulat penggulung daun) Helopeltis antonii (kepik hijau penghisap daun) Helopeltis theivora

3,8 58,5

5 hari Cydia leucostoma (ulat penggulung pucuk)

Hamona coffearia (ulat penggulung daun) 3,5 61,3

10 hari Cydia leucostoma (ulat penggulung pucuk)

Hamona coffearia (ulat penggulung daun) 3,3 62,3

15 hari Hamona coffearia (ulat penggulung daun)

(6)

Keadaan ini diduga pestisida yang digunakan setiap 15 hari kurang efektif sehingga serangan hama telah mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hasil tersebut juga terlihat dari setiap panen 1 sampai ke 3, pada perlakuan penyemprotan 10 hari produksi hijauan segar maupun kering lebih tinggi. Sedangkan pada perlakuan 15 hari tidak berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan kontrol (Gambar 1 dan 2).

Tabel 2: Rataan poduksi hijauan berat segar dan berat kering (g/m2) per panen

Perlakuan

pestisida g/m2Berat segar Kg/ha g/mBerat kering 2 Kg/ha

Kontrol 66,9 a 669,9 16,3 a 162,9

5 hari 71,4 b 663,8 17,9 b 178,7

10 hari 88,5 b 884,5 21,1 b 211,4

15 hari 69,0 a 690,0 16,5 a 165,2

Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom sama tidak beda nyata P<0.05

(7)

Gambar 2. Produksi berat kering (gram/plot) pada tiga kali pemotongan Produksi tanaman kontrol (0 hari) dari panen 1 – 3 lebih rendah (Gambar 1 dan 2). Hal ini disebabkan serangan hama memakan daun dari daun tua sampai bagian pucuk/tunas. Bagian pucuk yang terpotong akan merangsang pertumbuhan tunas yang lebih banyak. Namun tunas yang baru tumbuh terus dimakan hama, sehingga produksi hijauannya tetap rendah.

Jika dibandingkan rataan produksi hijauan segar maupun kering selama tiga kali panen tidak banyak perbedaannya. Hal ini nampaknya tingkat serangan hama berkaitan dengan saat pelaksanaan percobaan yang dilakukan saat musim kering sehingga perkembangan hama rendah. Menurut Wiyono (2007) perkembangan hama penyakit tanaman dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Pada pelaksanaan percobaan ini selama tiga kali panen iklimnya cukup stabil dan curah hujan yang rendah sehingga perkembangan hama juga berkurang.

Selain faktor iklim pada percobaan ini menggunakan pestisida organik dari bahan larutan tembakau dan cabai yang memiliki bahan aktif

(8)

alkaloid dapat merangsang kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormone ekdison, peningkatan hormone tersebut dapat menyebabkan kegagalan metamorfosa (Aminah 2001). Sehingga diperkirakan penyemprotan pestisida organik dari bahan tembakau dan cabai dapat memutuskan atau mengagalkan metamorfosa hama yang menyerang tanaman alfalfa.

Tembakau yang mengandung nikotin menurut Siswandono dan Soekardjo (1995) merupakan insektisida kontak nikotin masuk kedalam tubuh serangga melalui spirakel dalam system trakea. Uap dari nikotin menembus dinding tubuh serangga dan dilarutkan dengan cepat dan menembus jaringan vital dan menyebabkan paralisis system saraf serangga. Kemudian cabai yang mengandung senyawa kimia, kapsaisin, flavanoid, alkaloid, senyawa polevenolad dan minyak atsiri mempunyai sifat lavarsida dan insektisida. Senyawa tersebut brfungsi menghalau kutu tungau, ulat sampai cacing tanah perusak akar. Kapsaisin memberikan rasa pedas dan serangga akan kepedasan hebat sampai mati mengering dengan membrane sel rusak kehabisan cairan. Penyemprotan pestisida organik dengan interval 5 hari 10 hari dan 15 hari telah memberikan hasil tertinggi pada interval penyemprotan 10 hari. Hal ini diduga serangga dalam siklusnya stadia larva banyak kena pestisida dan menghirup uap sehingga mati. Pada kondisi demikian serangga tidak dapat berkembang dengan baik.

KESIMPULAN

Penggunaan pestisida organic pada tanaman tanaman alfalfa telah dapat mengurangi serangan hama. Produksi hijauan tertinggi pada perlakuan pemberian pestisida 10 hari yang menghasilkan produksi hijauan tertinggi. Tingkat serangan setelah aplikasi pestisida organik rendah dan kerusakan tanaman rata-rata skor 3 – 4 (kerusakan tanaman kurang dari 50 %).

DAFTAR PUSTAKA

Aldryhim, Y.N. 1994. Seasonal abundance and biology of Hyera postica (Gyllenhal) (Coleoptera: Curculionidae) under irrigation from two different water sources. Arab Gulf J.Scient.res. 12 (3). Pp.479 –

(9)

488. http:// colleges.ksu.edu.sa/food and agriculture/plant protection/academic research//papers. Acces : 4/2/2011.

Aminah, N.S., Singgih H, Soetyono dan P, Chaorul. 2001. S. rarak, D. metel dan E. prostate sebagai Lavarsida Aedes aegypti. Cermin Dunia Kedokteran No. 131. In. Sukorini, H., 2011. Pengaruh Pestisida Organik dan Interval Penyemprotan Terhadap Hama Plutella xylostella pada budidaya tanaman kubis organic. Htt://research report.umm.ac.id 25/2/2011

Cook, K.A., S.T. Ratcliffe, M.F. Gray, dan K.L.steffey. 2011. Potato leafhopper (Empoasca fabae Harris). Integrated Pest Mangement. http://ipm.illionis.edu/field crops/insects/alfalfa weevil. acces: 5/2/2011

Departemen Pertanian. 2000. Teknologi produksi kubis bebas residu (bahan kimia). http://www.deptan .go.id/kubis-3.htm. 9/10/2011.

Hoy. D.M., K.J. Mooere, J. R. George dan E. C. Brummer. 2002. Alfalfa Yield and Quality as Influenced by Establishment Method. Agronomi J. 94: 65-71.

Kardinan, A. 2001. Pestisida Nabati, ramuan dan aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Marcovic, J., J. Radovic, J., Z.Lugic.Z. dan D. Sokolovic. 2007. The effect of development stage on chemical composition of alfalfa leaf and steam. Biotechnology in animal husbandry. 23 (5-6). Acces : 9/1/2011

Matensson, A.M. and H.D. Ljunggren. 1984. Nitrogen fixation in an establishing Alfalfa (M.sativa L) in Sweden, Estimated by three different methods. Applied and Environmental Microbiology. American Society for Microbiology . Vol 48: 702 – 707. http://ukpmc.ac.uk/articles/PMC241598. acces : 23/10/2010. Radovic, J., D. Sokovic dan J. Markovic. 2009. Alfalfa most important

perennial forage legume in Animal Husbandry. Biotechnology in Animal Husbandry. Belgrade-zemun. 25 (5-6) 465 -475. Acces : 9/1/2010

Sukorini, H. 2011. Pengaruh pestisida organik dan interval penyemprotan terhadap hama Plutella xylostella pada budidaya tanaman kubis organik. Htt://research report.umm.ac.id 25/2/2011

(10)

Wiyono, S. 2007. Perubahan iklim dan ledakan hama dan penyakit tanaman. Makalah seminar sehari tentang keanekaragaman hayati di tengah perubahan iklim. KEHATI. Jakarta. 9 hal.

Gambar

Table  1.  Jenis  hama  yang  menyerang  tanaman  alfalfa  pada  beberapa  perlakuan penyemprotan pestiosida organik
Gambar 1.  Produksi berat segar (gram/plot) pada tiga kali pemotongan
Gambar 2.  Produksi berat kering (gram/plot) pada tiga kali pemotongan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian pada skripsi ini ialah (1) mendeskripsikan kemampuan manusia berpikir secara luas untuk menentukan langkah bijaksana dalam menjalani hidup dalam novel Kembara

terhadap salah satu bakteri rongga mulut yang menyebabkan infeksi dan menghambat penyembuhan luka pasca prosedur dental, yaitu Porphyromonas gingivalis. Hal ini

Jika Menurut Perspektif Hukum Islam terdapat pada surat Al baqarah ayat 232 yang menjelaskan bahwasannya seorang wali dilarang untuk menghalangi perkawinan seorang wanita

Korelasi empiris yang diperoleh sangat bermanfaat untuk meramalkan kondisi proses di dalam pembuatan microsphere berdiameter sesuai yang diinginkan, misalnya sebagai

Jika volume data besar, yang dihasilkan oleh sebuah program dari 2 berkas sekuensial, maka akan menguntungkan bila berkas-berkas tersebut diletakkan pada saluran terpisah,

Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat

Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat, dengan melibatkan banyaknya unsur yang menjadi pemain di dalam teknologi tersebut, maka sistem keamanan