• Tidak ada hasil yang ditemukan

REALITAS SOSIAL MASYARAKAT MISKIN KOTA DALAM NASKAH DRAMA MADEKUR DAN TARKENI ATAWA ORKES MADUN 1 KARYA ARIFIN C. NOER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REALITAS SOSIAL MASYARAKAT MISKIN KOTA DALAM NASKAH DRAMA MADEKUR DAN TARKENI ATAWA ORKES MADUN 1 KARYA ARIFIN C. NOER"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM NASKAH DRAMA

MADEKUR DAN TARKENI ATAWA

ORKES MADUN 1

KARYA ARIFIN C. NOER

Dorince Doriana Nainggolan Universitas Pamulang dorincenainggolan11@gmail.com

Abstrak

Salah satu faktor penyebab kemiskinan masyarakat Indonesia adalah tidak berkembangnya sebuah kultur etos kerja. Selain itu hilangnya hak-hak yang seharusnya di dapat oleh masyarakat melalui kesempatan yang ada di dalam industri lapangan pekerjaan sudah terenggut sejak zaman pendelegasian kekuasaan politik yang dijalankan di kalangan penguasa atau bangsawan untuk mengendalikan wilayah dengan cara bekerja sama dengan pemimpin sebagai mitra kerja sehingga berdampak kepada masyarakat miskin di Ibukota. Hal tersebutlah yang menjadi alasan mendasar mengapa realitas masyarakat miskin kota menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menggambarkan realitas sosial dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer, 2) Mendeskripsikan gambaran masyarakat miskin kota dalan naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer, dan 3) Faktor penyebab terjadinya masyarakat miskin kota dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah dialog dan narasi. Data yang digunakan berjumlah 82 data dan diperoleh menggunakan teknik dasar berupa teknik baca dan catat. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi dengan teori Georg Lukacs. Hasil penelitian, yakni (1) Realitas sosial dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C. Noer, yang terdiri dari; a. Realitas Sosial – Keagamaan, b. Realitas Sosial – Pendidikan, dan c. Realitas Sosial – Ekonomi (2) gambaran masyarakat miskin kota dalam naskah Drama Madekur dan Tarkeni karya Arifin C. Noer, yang terdiri dari; a. Kualitas kesehatan, b. Rendahnya motivasi untuk berprestatsi, c. Tingkat depresi, d. Tidak adanya akses dalam mencari pekerjaan dengan penghasilan tetap dan modal dan e. Tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok (sandang, papan dan papan) Dan (3) faktor penyebab terjadinya masyarakat miskin kota, yakni; a. Tingkat pendidikan yang Rendah, b. Ilegalitas pekerjaan, c. Tidak memiliki keterampilan dan d. Tingginya tingkat kekerasan dalam naskah drama.

Kata kunci: realitas sosial, masyarakat miskin kota, Madekur dan Tarkeni, sosiologi sastra.

Abstract

One of the factors causing poverty in Indonesian society is the lack of a culture of work ethic. In addition, the loss of rights that should be obtained by the community through opportunities in the employment industry has been taken away since the era of delegation of political power exercised by the rulers or aristocrats to control the territory by working with leaders as partners so that it has an impact on the poor in the capital. This is the fundamental reason why the reality of the urban poor is the focus of study in this study. This study aims to: 1) Describe social reality in the drama script Madekur and Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 by Arifin C Noer, 2) Describe the picture of the urban poor in the drama script Madekur and Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 by Arifin C Noer, and 3) The factors causing the urban poor in the drama script Madekur and Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 by Arifin C Noer. This research uses descriptive qualitative research methods. The object of this research is dialogue and narrative. The data used are 82 data and obtained using basic techniques in the form of reading and note-taking techniques. This study uses a sociological approach with Georg Lukacs theory. The results of the research were (1) social reality in the drama script Madekur and Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 by Arifin C. Noer, which consisted of; a. Social Reality - Religious, b. Social Reality - Education, and c. Social - Economic Reality (2) a description of the urban poor in the script of Drama Madekur and Tarkeni by Arifin C. Noer, which consists of; a. Health quality, b. Low motivation to excel, c. Depression level, d. Lack of access to finding work with fixed income and capital and e. Not being able to meet basic needs (clothing, boards and boards) and (3) the factors causing the urban poor, namely; a. Low level of education, b. The illegality of work, c. Do not have skills and d. The high level of violence in drama scripts.

(2)

A. PENDAHULUAN

Salah satu faktor penyebab kemiskinan masyarakat Indonesia adalah tidak berkembangnya sebuah kultur etos kerja. Selain itu hilangnya hak-hak yang seharusnya di dapat oleh masyarakat melalui kesempatan yang ada di dalam industri lapangan pekerjaan sudah terenggut sejak zaman pendelegasian kekuasaan politik yang dijalankan di kalangan penguasa atau bangsawan untuk mengendalikan wilayah dengan cara bekerja sama dengan pemimpin

sebagai mitra kerja sehingga

berdampak kepada masyarakat

miskin di Ibukota. Sejak zaman itu sampai saat ini masih sering kali ditemukan ketidakadilan atas hak masyarakat untuk bisa menerima fasilitas umum ataupun fasilitas sosial, hak untuk berpendapat,

berinteraksi dengan sesama,

mendapatkan keamanaan atas

kebebasan dan untuk hidup yang lebih baik.

Kemiskinan merupakan faktor utama di seluruh dunia yang mencetak angka persentase tertinggi. Kemiskinan menjadi hal yang penting untuk dapat diperhatikan bersama salah satunya mengkaji usaha yang perlu dilakukan untuk membuat sebuah negara menjadi berkembang. Indonesia merupakan

salah satu contoh Negara

berkembang di Asia Tenggara. Sangat mudah untuk mencermati

permasalahan kemiskinan di

berbagai belahan kota di Indonesia. Masalah kemiskinan di Indonesia bagaikan sebuah realitas yang wajar.

Jakarta merupakan pusat

ibukota yang menjadi titik fokus

perbandingan seseorang untuk

berlomba-lomba mendapatkan

pekerjaan yang layak. Masalah

kemiskinan di Indonesia kerap dijumpai juga di Surabaya, Bandung, Bekasi, dan lain-lain. Kota-kota besar atau metropolitan adalah salah satu

kota yang memiliki masalah

kemiskinan akibat terjadi proses

urbanisasi. Urbanisasi dikenal

memiliki pengertian yang beragam. Namun pada umumnya urbanisasi diartikan sebagai suatu proses

pengkotaan, yakni proses

berkembangnya suatu daerah (desa). Realitas sosial muncul karena dampak atas perubahan tingkah laku

manusia sebagai masyarakat.

Perubahan tingkah laku manusia menimbulkan dampak negatif yang

mengakibatkan meningkatnya

tingkat kriminalitas, tingkat depresi dan tingkat kekerasan. Sebagian kelompok masyarakat berusaha untuk mengubah perilaku itu agar lebih peduli pada kesenjangan-kesenjangan yang ada di lingkungan bermasyarakat.

Salah satu sastrawan yang menggambarkan realitas sosial yakni Arifin C Noer dalam trilogi naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa

Orkes Madun 1 menceritakan

Madekur sebagai pencopet dan Tarkeni seorang pelacur. Keduanya sama-sama perantau dari desa. Saling bertatap muka tepat di atas ranjang kemudian menikah. Kedua orang tua mereka, yang begitu kolot tentu tidak mengijinkan anak-anak mereka menikah dengan pencopet maupun pelacur. Impian besar kedua orang tua Madekur dan Tarkeni yang menginginkan anaknya di kota sudah sukses menjadi orang penting, katakanlah gubernur. Namun, pada akhir cerita Madekur dan Tarkeni

meninggal dalam keadaan

(3)

Bertitik tolak dari cerita dalam naskah tersebut, sangat banyak

sekali realitas sosial yang

digambarkan Arifin. Kecemerlangan sebuah naskah drama merupakan cermin kepiawaian pengarang. Arifin

mempertaruhkan seluruh

pengetahuan dan kecakapan

sastrawinya sehingga naskah drama

Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes

Madun 1 karya Arifin C Noer menjadi

cermin bagi pembaca mengenai

potret kemiskinan masyarakat

perkotaan. Berdasarkan hal tersebut sosiologi sastra menjadi payung keilmuan dalam penelitian ini.

Salah satu hal menarik dari naskah drama Madekur dan Tarkeni

adalah pengambaran dari

masyarakat miskin perkotaan yang diwakili oleh tokoh Madekur dan

Tarkeni. Mereka selain

memperjuangkan kehidupannya juga

memperjuangkan kehidupan

ekonomi keluarganya di kampong tanpa persiapan, serta pendidikan yang rendah sulit untuk hidup yang layak dan memadai.

Selain alasan tersebut di atas, pertimbangan lainnya adalah seni drama merupakan alat pendidikan bagi masyarakat, yaitu sebagai penyampai pesan dan petuah. Sebagai penyampai kritik sosial, bentuk protes yang di gambarkan oleh seniman dalam karya naskah dramanya bertujuan untuk membela

dan memperjuangkan hak

masyarakat miskin kota yang

mengalami ketimpangan sosial

melalui seni drama. Selain itu seni drama modern termasuk jenis karya sastra yang belum banyak disentuh

atau dibahas oleh kalangan

akademisi. Dibandingkan dengan jenis karya sastra lainnya, puisi dan prosa. Dalam konteks inilah penulis

merasa penting untuk mengkaji lebih dalam naskah drama karya Arifin C. Noer tersebut dengan memusatkan penelitian pada Realitas Sosial Masyarakat Miskin Kota dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni

Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C.

Noer (Kajian Sosiologi Sastra)”. B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif

kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi dan makna ungkapan. Kualitatif adalah penelitian yang

memamparkan analisis secara

deskriptif dan bukan prosedur menggunakan angka atau statistik atau cara kuantitatif lainnya.

Metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari objek yang dapat diamati. Penelitian kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa.

Pada penelitian ini penulis akan

menggunakan penggolongan

penelitian berdasarkan tujuannya yaitu deskriptif, dan penggolongan

penelitian berdasarkan sifat

datanya, yakni kualitatif artinya

menggambarkan bagaimana

realitas sosial masyarakat miskin kota. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif, yaitu dengan cara

mengumpulkan data-data,

menganalisis dan mengklarifikasi data dengan cara membaca naskah

drama, mencermati dan

menyimpulkan penelitian sehingga menghasilkan data berupa

(4)

kata-kata tertulis. Dengan demikian, laporan penelitian ini akan berisi

kutipan-kutipan data untuk

memberi gambaran penyajian

laporan tersebut.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini,

menggunakan teori realitas sosial dari Georg Lukacs yang digunakan sebagai pisau bedah. Lukacs

mengungkapkan bahwa cara

berfikir Marx jelas menggambarkan keadaan tentang hubungan antara teori dan praktik. “Tidaklah cukup jika pikiran harus merealisasikan dirinya; kenyataan juga harus berjuang menuju pikiran.” Maka, dunia akan mengambil bentuk sebuah mimpi yang hanya dikuasai secara sadar untuk mengungkapkan sebuah realitas (Lukacs, 2011: 24).

Karya sastra merupakan fakta dan pemikiran yang dialami oleh pengarang, dalam fakta tersebut

wujud dari pemikirannya

menciptakan realitas sosial yang dituangkan ke dalam karyanya. Salah satu karya sastra yang menggambarkan realitas sosial yakni naskah drama Madekur dan Tarkeni yang terdiri dari realitas keagamaan, realitas pendidikan dan realitas sosial-ekonomi.

1. Realitas Sosial dalam Naskah Drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer.

1.1 Realitas Sosial - Keagamaan

IBU & IBU : “(KEPADA PENONTON)

Sebenarnya mulut saya mau bilang setuju tapi mata suami saya terlalu besar. Tapi percayalah, nanti saya akan bilang juga.

AYAH & AYAH : Persoalan cinta tidak sesepele seperti yang banyak diduga orang dan memahaminya lebih sukar daripada memotong kuku dengan golok, namun percayalah saya menyintai kamu sekaligus kehormatan kamu dan hari depan kamu. Janganlah sekali-kali kamu kawin dengan... anak perempuan/lelaki keluarga itu. jangan juga kamu mengira saya tidak memahami niatmu yang suci, saya paham dan saya menaruh hormat,

tapi rupanya kamu lupa bahwa sesuatu yang suci memerlukan tempat yang suci juga.

Juga rupanya kamu tidak menyadari betapa banyak pilihan yang bisa kamu lakukan, dan kamu cukup mengerti bahwa yang terbaik adalah memilih yang terbaik. Tahu kalau kamu masih belum bisa yakin juga, cobalah tanya para penonton (KEPADA PENONTON) Setujukah anda kalau anak anda kawin dengan seorang pelacur/pencopet? Kalau anda bilang setuju artinya anda munafik sejati. Karena anda telah mengkhianati hati anda sendiri. Marilah kita akui sama-sama bahwa pada dasarnya kita menyukai kebangsawanan

sekalipun perut kita kosong. Dengan mengatakan setuju berarti anda telah sempurna dalam mengobral kata-kata muluk berbunga kebajikan, sementara dalam perbuatan nyata anda kurang lebih sepaham dengan saya. Tapi anda saksikan sendiri saya satu tingkat lebih tinggi dari anda lantaran saya satu antara kata dan perbuatan.

(5)

Sungguh-sungguh kita ini ningrat yang terselubung. (MT: 35-36)

Terjadi percakapan pada Ayah & Ayah dengan Ibu & Ibu yang dimana dalam dialog tersebut nampak sedang membicarakan keputusan anak mereka yang ingin melakukan pernikahan, namun karena di ketahui pilihan dari anak-anak

mereka adalah seorang

pencopet/pelacur tentu nya Ayah & Ayah ini tidak ingin anaknya memiliki pasangan hidup yang salah. Penulis menganggap dalam kalimat “tapi rupanya kamu lupa bahwa sesuatu yang suci memerlukan

tempat yang suci juga.” Dalam

tuturan yang disampaikan oleh Ayah & Ayah adalah bentuk penyampaian dari Seniman yang mewakili seluruh

orang tua bahwasanya setiap

pernikahan merupakan salah satu ibadah kepada Tuhan, namun seharusnya dalam memilih pasangan juga harus dapat dikenali betul bibit, bebet dan bobot nya. Karena restu dari orang tua dalam sebuah

pernikahan anaknya sangat

berpengaruh penting terhadap

kesejahteraan rumah tangga nya kelak. Berdasarkan uraian di atas,

penulis menafsirkan bahwa

percakapan tersebut mengandung realitas sosial keagamaan.

SESEORANG :“Bapa, murid-murid telah datang semua dan pelajaran boleh dimulai.

WASKA TIBA-TIBA BANGKIT DAN MENYEMBUNYIKAN TANGISNYA, TANGIS TUA. SEMUA MURIDNYA HANYA MENUNDUKAN KEPALA MASING-MASING LALU TIBA-TIBA IA MERAUNG. DAN BERSAMAAN DENGAN ITU TERDENGAR SUARA DENTANG BESI YANG MEMEKAKAN.

WASKA : “Kita berdoa dan

sembahyang dulu”.

LALU SEMUANYA MELAKUKAN UPACARA SEMBAHYANG DENGAN CARA MASING-MASING. ADEGAN INI SUNGGUH SANGAT SEREMONIAL SEKALI.

(MT: 69)

Terjadi percakapan antara

seseorang dengan waska, yang

dimana seseorang tersebut

memberitahukan bahwasanya semua

murid yang akan melakukan

kegiatan beribadah telah berkumpul semua dan pelajaran yang diberikan oleh Waska dapat dimulai. Lalu terdengarlah suara tangisan dari Waska yang seketika membuat suasana hening serta diam membisu semua murid yang sudah berkumpul tak dapat memberikan respon apapun selain menundukkan kepala mereka, dan tak lama dari itu, meraunglah Waska yang di barengi oleh suara denting besi. Kemudian Waska mengajak semua murid-muridnya itu untuk mengambil posisi berdoa dan sembahyang kepada Sang Pencipta, di tengah kemelut hati yang dialami oleh Waska ia ingin mengajarkan kepada

murid-muridnya untuk tetap

memprioritaskan Tuhan melalui panggilanNya. Dalam hal ini terlihat pada kalimat “Kita berdoa dan

sembahyang dulu”.

Dalam percakapan yang di ujarkan oleh Waska kepada murid-muridnya sudah jelas betul bahwa Waska adalah sosok yang taat dalam hal keagamaan, menjadi sosok yang di segani dan di patuhi dalam lingkungan sekitarnya, tidak luput dari sifatnya yang taat beragama. Waska banyak menjadi panutan bagi

murid-muridnya yang sedang

mendalami sisi keagamaan. Dalam hal ini seniman menyampaikan pesan nya secara bersahaja melalui

(6)

tokoh Waska kepada

murid-muridnya. Berdasarkan uraian

diatas, tuturan antara seseorang dengan Waska mengandung realitas sosial keagamaan yang mengajarkan kepada sesama untuk selalu tetap mengingat Tuhan dalam keadaan apapun.

1.2 Realitas Sosial – Pendidikan

WASKA : “Ada murid baru?”

SESEORANG : “Banyak, bapa. Sebagian mereka adalah anak-anak tanggung yang putus sekolah karena biaya dan sebagian lagi lantaran tidak merasa cocok dengan orang tuanya.

(MT: 69)

Waska dan Seseorang, yang terjadi seusai sembahyang dan

berdoa bersama-sama. Setelah

Waska menangis dan tiba-tiba ia meraung, setelah itu bertanyalah

Waska kepada seseorang

memastikan apakah ada murid baru, dan jawaban seseorang tersebut berkata demikian Banyak, bapa. Beberapa dari mereka adalah anak malang yang harus putus sekolah lantaran biaya dan ketidakcocokan

dengan orang tua mereka dalam

percakapan ini memaparkan tentang sebuah sebab-akibat, yang dimana banyak murid baru berdatangan untuk menjadi murid Waska di

karenakan mereka anak-anak

tanggung yang putus sekolah dan tidak merasa cocok dengan orang tuanya, tentunya hal ini jelas menggambarkan sebuah sebab dari ketidak cocokan antara orang tua dan anak yang mengakibatkan anak tersebut putus sekolah dikarenakan adanya keterbatasan ekonomi yang dialami orang tuanya sehingga orang tua tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk meneruskan pendidikan

anaknya. Berdasarkan uraian di atas,

penulis menafsirkan dalam

gambaran percakapan mengandung realitas sosial pendidikan.

1.3 Realitas Sosial – Ekonomi

MADEKUR : “Buat saya sangat gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah memperhatikan saya kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya lain dan saya menunjang biaya rumah tangganya secara tetap.

TARKENI : “Kamu pahit sekali”.

(MT: 44)

Dalam percakapan antara

Madekur dan Tarkeni diatas terlihat jelas dalam ujaran Madekur adalah

bentuk kekesalannya terhadap

kedua orang tuanya. Hal ini tergambar dalam percakapan “Buat saya sangat gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah memperhatikan saya kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya lain dan saya menunjang biaya rumah tangganya

secara tetap.” pada isi percakapan

Madekur jelas sekali terlihat bahwa Madekur adalah tulang punggung bagi kedua orang tuanya itu. Penulis

menafsirkan dalam percakapan

diatas terdapat realitas sosial ekonomi yang dijalani Madekur selaku anak satu-satunya yang menjadi tumpuan orang tuanya. 2. Gambaran Masyarakat Miskin Kota dalam Naskah Drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa gambaran masyarakat miskin

kota merupakan suatu

(7)

pengarang dalam naskah drama guna memaparkan realitas sosial yang terdapat di dalamnya. Mengacu pada teori yang telah dibahas, peneliti dapat mengemukakan aspek pendapatan, kesehatan, keamanan dan ilegalitas pekerjaan yang di alami oleh Madekur dan Tarkeni dalam naskah drama “Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya

Arifin C Noer” muncul ketika

Madekur dan Tarkeni berinteraksi maupun dengan tokoh lain.

2.1 Kualitas Kesehatan

IBU : “Apa sebab kamu mati?”

BAPAK :“Mungkin lantaran TBC.

Mungkin lantaran aku tak tahan menanggung malu terus-terusan akibat anak kita Tarkeni (BATUK) Batukku enteng dan tidak berdarah

lagi”

(MT: 74-75)

Golongan ekonomi kelas bawah sangat rentan dengan penyakit-penyakit yang bersumber dari kebersihan diri, mulai dari makanan yang di konsumsi, kebersihan tangan sebelum mengkonsumsi makanan

bahkan kurangnya kepedulian

menggunakan peralatan makan yang digunakan secara bersama-sama. dalam kalimat “mungkin lantaran TBC” memaparkan bahwa Penyakit TBC terhitung banyak di derita oleh kaum bawah yakni masyarakat miskin kota, minimnya pengetahuan dan kesadaran untuk menjaga kesehatan dengan baik menjadi salah satu faktor utama terjangkit oleh bakteri mycobacterium tuberculosis dan tidak boleh di anggap enteng karena akan berdampak kepada kematian. Pada data ini penulis menyimpulkan bahwa dialog di atas

merupakan salah satu ciri kualitas kesehatan.

2.2 Rendahnya Motivasi untuk Berprestasi

AYAH & AYAH : “Ya, dan sekarang akankah ia kita biarkan memilih jalan yang salah kawin dengan seorang pelacur/pencopet? Apakah akan kita biarkan ia melumuri wajahnya dengan lumpur aib seorang pelacur/pencopet?

IBU & IBU : “(KEPADA SUAMI)

Tapi ia bilang ia cinta.”

AYAH & AYAH :“Tidak kurang

gadis/jejaka di desa ini untuk di cintai. Dan demi segala kehormatan saya tidak akan mau dan sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu. Sebelum lahir saya sudah membenci keluarga yang sok suci itu. Tingeling!

(MT: 29-30)

Setiap orang tua pasti ingin mendapat yang terbaik bagi anaknya terutama dalam keputusan untuk memilih pasangan, namun dukungan yang diberikan oleh orang tua dari Madekur menjadi salah arti, terlihat dalam dialog berikut “Dan demi segala kehormatan saya tidak akan mau dan sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu” pada dialog tersebut terlihat bahwa ada maksud lain yang di selipkan oleh Ayah & Ayah bukan dukungan ke arah yang lebih baik, namun untuk menjaga nama baik dirinya di mata masyarakat. Penulis menyimpulkan bahwa dialog di atas merupakan ciri

rendahnya motivasi untuk

berprestasi dalam aspek lingkup keluarga.

2.3 Tingkat Depresi

IBU : “Akuilah dirimu

gubernur, nak, nanti kami akan menerima kamu kembali sebagai anak. Akuilah, nak. Berikan

(8)

kehormatan pada kami karena kehormatan adalah mahkota kebahagian kami.”

TARKENI : “Apa fikiranmu?”

MADEKUR (kemelut sekali fikirannya) Kita harus tetap berusaha agar mereka mau menerima kita sebagai pencopet dan pelacur.

(MT: 86)

Dalam tuturan Ibu “Akuilah dirimu gubernur, nak, nanti kami akan menerima kamu kembali sebagai anak. Akuilah, nak. Berikan kehormatan pada kami karena

kehormatan adalah mahkota

kebahagian kami.” Terlihat dalam

dialog diatas bahwa realitas yang ada

mengalahkan kegengsian yang

dimiliki oleh kedua orangtua

Madekur, sehingga sudah tidak dapat berpikir secara jernih dan waras, bahkan tak disangka, dalam dialog Ibu diatas ia menyuruh anaknya untuk berbohong menyatakan diri Madekur sebagai Gubernur Jakarta hanya demi membuat kehormatan kedua orangtuanya tetap terjaga di depan banyak orang. Dalam hal ini, bentuk ‘tidak memiliki harapan’ dijadikan sebagai data yang layak dalam tingkat depresi.

2.4 Tidak Adanya Akses dalam Mencari Pekerjaan dengan Penghasilan Tetap dan Modal

NABI PERTAMA : “Tapi sambil lalu,

masih kamu

menjadi tukang penjaja mainan.”

BADUT PERTAMA : “Masih,

Tuanku, dan

akan tetap begitu. Maafkan, tuanku. (KEPADA SEMUA) Perlu kalian ketahui bahwa rombongan orkes ini terdiri dari

para nabi. Harap beri

tabe’.”

(MT: 15)

Pertanyaan yang di ujarkan Nabi Pertama kepada Badut Pertama yakni “masih kamu menjadi tukang

penjaja mainan” dalam dialog ini

menggambarkan sukarnya akses pekerjaan yang di dapati bagi masyarakat miskin kota yang tidak memiliki penghasilan tetap serta modal. Kurangnya informasi dari masyarakat luas tentang akses pekerjaan menjadikan hambatan bagi sebagian besar masyarakat yang memiliki keterbelakangan dalam sisi ekonomi.

2.5 Tidak Bisa Memenuhi

Kebutuhan Pokok

(Sandang, Pangan, Papan)

BAPAK : “Saya sudah tahu. Ya, kenapa dan dengan tujuan apa saya ingin ketemu dengan anak saya alias gubernur? Sebab sudah bertahun-tahun Gubernur itu tidak pernah lagi mengirimkan wesel kepada saya. Coba tahu nona alasan apa dia tidak mengirimkan lagi wesel-wesel kepada saya?”

RES : “Saya kira tidak ada Alasan untuk melupakan orang tuanya.”

(MT: 79)

Dapat dilihat secara jelas bahwa ia kesal karena Madekur (anaknya) sudah lama sekali tidak memenuhi kewajibannya dengan mengirimkan wesel. Karena sebab itulah berakibat pada datangnya orang tua Madekur ke Kantor Gubernur untuk menemui nya. Realitas sosial yang terkandung dalam dialog ini yakni korelasi antara kehidupan sosial dengan pikiran manusia dijelaskan oleh

(9)

mengalami perubahan atas

pemikiran yang kemudian

berdampak kepada kehidupan

sosialnya. Kemudian terbelah

menjadi bagian secara keseluruhan, kemudian dipadukan menjadi satu keseluruhan di dalam pikiran.

3. Faktor Penyebab Terjadinya Masyarakat Miskin Kota dalam Naskah Drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer.

Kemiskinan merupakan suatu keadaan ketidakmampuan dalam

memenuhi kebutuhan sandang,

pangan dan papan. Dalam sub bab ini, setelah dipaparkan tentang bagaimana realitas sosial dan gambaran masyarakat miskin kota,

maka akan di sajikan pada

pembahasan ini mengenai faktor penyebab masyarakat miskin kota yang ada dalam naskah drama “Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes

Madun 1karya Arifin C Noer”.

3.1 Tingkat Pendidikan yang Rendah

MAD & TAR : “Dan saya sendiri memang pencopet/pelacur tapi ibu bapak tidak tahu dan tidak percaya.”

ORANG TUA : “Kami... MAD & TAR “Pencopet/pelacur.”

(MT: 53)

Lukacs mengatakan bahwa

hubungan antara fakta dalam pikiran saling berkaitan dengan fakta dalam dunia nyata, dalam dialog diatas terlihat jelas bahwasanya kedua orang tua Madekur dan Tarkeni tidak

mempercayai akan realitas

pekerjaan yang dijalani oleh kedua anak mereka. Terlihat dalam kalimat berikut ini “Dan saya sendiri memang

pencopet/pelacur tapi ibu bapak tidak tahu dan tidak percaya.”

3.2 Ilegalitas Pekerjaan

AYAH & AYAH : “Saya pikir saya juga bisa mencuri”

IBU & IBU : “Kamu ingat mayat

mukidi yang berlumur darah karena mencuri di rumah Ki

Warad.”

AYAH & AYAH : “Orang-orang tidak akan memukuli saya karena saya sudah tua. Mereka akan jatuh kasihan dan kemudian membiarkan saya memiliki barang curian saya dan bukan tidak mungkin saya mendapat pula tambahan uang.

(MT: 52)

“Saya pikir saya juga bisa

mencuri” dalam kalimat yang di

katakan ayah & ayah tersebut,

menurut teori Lukacs bahwa

idealisme menguasai pikiran yang

tidak berlandas kemudian

mencampuradukkan pengembangan ilmu pengetahuan atas realitas dengan struktur aktual realitas tersebut. Yang dimana kalimat ayah di atas, jelas menjelaskan gambaran masyarakat miskin kota yang terbelakang baik dari sisi pendidikan

ataupun ekonomi, karena

seharusnya ayah bisa mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang yang halal dan berkah untuk dirinya dan istrinya.

Adapun Tarkeni seorang pelacur

Lantaran di Jakarta yang mau dikubur

Bulan dari Jatibarang yang ia bawa Bersama kertas ijasah dalam kertas plastiknya

Lusuh dan kehilangan cahaya Bulan itu mengapung-apung bersama tai

Dan kertas-kertas rencana negara yang terbengkalai

(10)

Pegawai negeri (MT: 23-24)

Pelacur merupakan pekerjaan yang illegal, artinya bukan pekerjaan yang dibolehkan untuk negara Indonesia. Menjadi pelacur bagi

Tarkeni merupakan pencarian

nafkah untuk kelangsungan

hidupnya sehari-hari. Bagi Tarkeni yang berpendidikan rendah dan tidak punya keterampilan menjadi pelacur merupakan jalan keluarnya. Tarkeni merupakan wakil dari pelacur-pelacur kota yang terhimpit ekonomi. Berdasarkan hal inilah penulis menyimpulkan bahwa salah satu gambaran dari masyarakat miskin kota adalah pekerjaan illegal. 3.3 Tidak Memiliki

Keterampilan

BAPAK : “Kau pelupa. Tidak mungkin.

Coba, darimana kita dapat uang seminggu yang lalu untuk

naik bus?”

IBU : “Kamu yang lupa. Seminggu

yang lalu kita resmi jadi pengemis.”

(MT: 80)

Pengarang menggambarkan

bahwa dengan tidak adanya

keterampilan (skill) yang memadai mereka (Bapak dan ibu) akan

kesulitan untuk mendapatkan

pekerjaan sehingga terpaksa menjadi pengemis. Mengemis merupakan realitas sosial bagi seseorang yang tidak memiliki pekerjaan tetap,

mendapat penghasilan dengan

meminta minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasih dari orang lain. Berdasarkan pada dialog di atas maka penulis menyimpulan tokoh Bapak dan Ibu merupakan wakil dari masyarakat miskin kota

yang tidak memiliki keterampilan (skill) yang memadai.

3.4 Tingginya Tingkat

Kekerasan

LALU IA BERKELAHI

DENGAN MASKAT SAMPAI MASKAT BABAK BELUR SEMENTARA ORANG-ORANG MELERAIKAN.

(MT: 65)

Berfokus kepada “maskat

babak belur” dalam kalimat ini

terjadi karena Madekur cemburu terhadap Maskat, karena ia menjadi salah satu pelanggan Tarkeni. Tidak terima akan hal itu, madekur kehilangan kendali dan akal sehingga ia memukuli Maskat sampai babak

belur, ketidaksukaan Madekur

terhadap Maskat menjadi satu

bentuk kekerasan masyarakat

miskin kota yang tidak memiliki pendidikan yang baik, karena jika Madekur cukup berintelek sudah pasti hal tersebut tidak akan terjadi. Dalam hal ini, penulis menarik kesimpulan bahwa dialog di atas merupakab bentuk tingginya tingkat kekerasan.

D. SIMPULAN DAN SARAN

Pada penelitian ini, dialog dan narasi pada naskah drama Madekur dan Tarkeni atau Orkes Madun 1 diterbitkan pada tahun 2000 oleh Pustaka Firdaus berperan sebagai objek penelitian. Kemudian analisis data dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) pembahasan, yakni (1)Realitas sosial dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C. Noer, yang terdiri dari; a. Realitas Sosial – Keagamaan, b. Realitas Sosial – Pendidikan, dan c. Realitas Sosial – Ekonomi (2)

(11)

Gambaran masyarakat miskin kota dalam naskah Drama Madekur dan Tarkeni karya Arifin C. Noer, yang terdiri dari; a. Kualitas kesehatan, b.

Rendahnya motivasi untuk

berprestatsi, c. Tingkat depresi, d. Tidak adanya akses dalam mencari pekerjaan dengan penghasilan tetap dan modal dan e. Tidak bisa

memenuhi kebutuhan pokok

(sandang, papan dan papan) Dan (3)

Faktor penyebab terjadinya

masyarakat miskin kota, yakni; a. Tingkat pendidikan yang Rendah, b. Ilegalitas pekerjaan, c. Tidak memiliki keterampilan dan d. Tingginya tingkat kekerasan dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni

Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C.

Noer.

DAFTAR PUSTAKA

Achsani, F. (2019). Realitas Sosial

Masyarakat Perkampungan

dalam Naskah Drama H.A.H Karya Putu Wijaya. Jurnal Bahasa dan Sastra, Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2019 Arifin, M. Z. (2019). Realitas Sosial

dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori: Perspektif Realisme Sosialis Georg Lukacs. Jurnal Vol. 6, No.1, edisi Juni 2019: 13-24.

Bungin, B. (2006). Sosiologi

Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Departemen Pendidikan Nasional. 2015. Kamus Besar Bahasa

Indonesia Edisi keempat.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Faruk. (2010). Pengantar Sosiologi Sastra Edisi Revisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Faruk. (2017). Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme

Genetik sampai

Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

fkip.unram.ac.id,

Gasong, D. (2019). Apresiasi Sastra

Indonesia. Yogyakarta:

Deepublish.

Harahap, N. (2008). Analisis

Pragmatik Wacana Iklan Surat

Kabar. Medan. Universitas

Sumatra Utara, yang diakses

dalam repository.usu.ac.id› bitstream › handle. http://eprints.unm.ac.id/1469 3/1/ARTIKEL%20JURNAL_ARF IAN%20CATUR%20JULIARFAN _%201351141021_PERILAKU %20MASYARAKAT%20URBAN %20DALAM%20NASKAH%20 DRAMA%20ORKES%20MADU N%20I%20ALIAS%20MADEKU ~1.pdf,

Irawansyah, Dony. 2020. yang di akses dalam jurnal skripsi Kritik Sosial dalam Naskah Drama Pesta Terakhir Karya Ratna Sarumpaet: Perspektif

Hippolyte Taine dan

Relevansinya sebagai

Pembelajaran di Sekolah.

Juliarfa, Ar C. 2019. Perilaku

Masyarakat Urban dalam

Naskah Drama Orkes Madun 1 alias Madekur dan Tarkeni Karya Arifin C Noer Kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann

Lukacs, G. (2010). Dialektika Marxis: Sejarah dan Kesadaran Kelas. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Mahu, O. J. (2018). Pengembangan

Buku Ajar Pragmatik

Edukasional terintegrasi

konteks intralingual dan

(12)

Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, yang diakses dalam

repository.usd.ac.id ›

161232003_full

Nurgiyantoro, B. (2015). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Putra. B. A. (2018). Drama Teori dan

Pementasan. Yogyakarta: PT

Citra Aji Parama.

Putri, L. & Eka, S. (2007). Metodologi Penelitian untuk Bidang Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan Jakarta Press.

Rahardi, K., dkk. (2019). Pragmatik:

Fenomena Ketidaksantunan

Berbahasa. Jakarta: Erlangga. Ratna, N. K. (2011). Antropologi

Sastra. Peranan Unsur-unsur

Kebudayaan dalam proses

Kreatif. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Rosidi, A. (2013). Ikhtisar Sejarah

Sastera Indonesia. Bandung:

Dunia Pustaka Jaya

Salamah, U. (2013). Tindak Tutur Ekspresif dalam Naskah Drama Berjudul Kali Ciliwung Karya

Muhammad Nyrsyahid P.

(Suatu Kajian Pragmatik).

Surakarta. Universitas Sebelas Maret, yang diakses dalam https://eprints.uns.ac.ad.

Sarwanti, Putri Anggit. 2013. Analisis

Tindak Tutur MS.B. “Will U

Marry Me” karya Fira Basuki

(Suatu Kajian Pragmatik).

Universitas Negeri Yogyakarta,

yang diakses dalam

eprints.uny.ac.id› Anggit Putri S 08210144009

Searle. (1968). Speech Acth An Essay in The Phylosophy of Language. Oxford: Brasil Bachwell.

Silaen, S. (2014). Metodologi

Penelitian Sosial untuk

Penulisan Skripsi dan Tesis. Bogor: In Media

Sujarwa. (2019). Model dan

Paradigma Teori Sosiologi

Sastra. Yogyakarya: Pustaka Pelajar.

https://ejournal.iainsurakarta. ac.id/index.php/leksema/articl e/download/1769/660

Verhaar. (2010). Asas-asas Lingustik

Umum. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Wiyatmi. (2006). Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.

Yule, G. (2017). Pragmatik.

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait