DALAM NASKAH DRAMA
MADEKUR DAN TARKENI ATAWA
ORKES MADUN 1
KARYA ARIFIN C. NOER
Dorince Doriana Nainggolan Universitas Pamulang dorincenainggolan11@gmail.com
Abstrak
Salah satu faktor penyebab kemiskinan masyarakat Indonesia adalah tidak berkembangnya sebuah kultur etos kerja. Selain itu hilangnya hak-hak yang seharusnya di dapat oleh masyarakat melalui kesempatan yang ada di dalam industri lapangan pekerjaan sudah terenggut sejak zaman pendelegasian kekuasaan politik yang dijalankan di kalangan penguasa atau bangsawan untuk mengendalikan wilayah dengan cara bekerja sama dengan pemimpin sebagai mitra kerja sehingga berdampak kepada masyarakat miskin di Ibukota. Hal tersebutlah yang menjadi alasan mendasar mengapa realitas masyarakat miskin kota menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menggambarkan realitas sosial dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer, 2) Mendeskripsikan gambaran masyarakat miskin kota dalan naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer, dan 3) Faktor penyebab terjadinya masyarakat miskin kota dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Objek penelitian ini adalah dialog dan narasi. Data yang digunakan berjumlah 82 data dan diperoleh menggunakan teknik dasar berupa teknik baca dan catat. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi dengan teori Georg Lukacs. Hasil penelitian, yakni (1) Realitas sosial dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C. Noer, yang terdiri dari; a. Realitas Sosial – Keagamaan, b. Realitas Sosial – Pendidikan, dan c. Realitas Sosial – Ekonomi (2) gambaran masyarakat miskin kota dalam naskah Drama Madekur dan Tarkeni karya Arifin C. Noer, yang terdiri dari; a. Kualitas kesehatan, b. Rendahnya motivasi untuk berprestatsi, c. Tingkat depresi, d. Tidak adanya akses dalam mencari pekerjaan dengan penghasilan tetap dan modal dan e. Tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok (sandang, papan dan papan) Dan (3) faktor penyebab terjadinya masyarakat miskin kota, yakni; a. Tingkat pendidikan yang Rendah, b. Ilegalitas pekerjaan, c. Tidak memiliki keterampilan dan d. Tingginya tingkat kekerasan dalam naskah drama.
Kata kunci: realitas sosial, masyarakat miskin kota, Madekur dan Tarkeni, sosiologi sastra.
Abstract
One of the factors causing poverty in Indonesian society is the lack of a culture of work ethic. In addition, the loss of rights that should be obtained by the community through opportunities in the employment industry has been taken away since the era of delegation of political power exercised by the rulers or aristocrats to control the territory by working with leaders as partners so that it has an impact on the poor in the capital. This is the fundamental reason why the reality of the urban poor is the focus of study in this study. This study aims to: 1) Describe social reality in the drama script Madekur and Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 by Arifin C Noer, 2) Describe the picture of the urban poor in the drama script Madekur and Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 by Arifin C Noer, and 3) The factors causing the urban poor in the drama script Madekur and Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 by Arifin C Noer. This research uses descriptive qualitative research methods. The object of this research is dialogue and narrative. The data used are 82 data and obtained using basic techniques in the form of reading and note-taking techniques. This study uses a sociological approach with Georg Lukacs theory. The results of the research were (1) social reality in the drama script Madekur and Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 by Arifin C. Noer, which consisted of; a. Social Reality - Religious, b. Social Reality - Education, and c. Social - Economic Reality (2) a description of the urban poor in the script of Drama Madekur and Tarkeni by Arifin C. Noer, which consists of; a. Health quality, b. Low motivation to excel, c. Depression level, d. Lack of access to finding work with fixed income and capital and e. Not being able to meet basic needs (clothing, boards and boards) and (3) the factors causing the urban poor, namely; a. Low level of education, b. The illegality of work, c. Do not have skills and d. The high level of violence in drama scripts.
A. PENDAHULUAN
Salah satu faktor penyebab kemiskinan masyarakat Indonesia adalah tidak berkembangnya sebuah kultur etos kerja. Selain itu hilangnya hak-hak yang seharusnya di dapat oleh masyarakat melalui kesempatan yang ada di dalam industri lapangan pekerjaan sudah terenggut sejak zaman pendelegasian kekuasaan politik yang dijalankan di kalangan penguasa atau bangsawan untuk mengendalikan wilayah dengan cara bekerja sama dengan pemimpin
sebagai mitra kerja sehingga
berdampak kepada masyarakat
miskin di Ibukota. Sejak zaman itu sampai saat ini masih sering kali ditemukan ketidakadilan atas hak masyarakat untuk bisa menerima fasilitas umum ataupun fasilitas sosial, hak untuk berpendapat,
berinteraksi dengan sesama,
mendapatkan keamanaan atas
kebebasan dan untuk hidup yang lebih baik.
Kemiskinan merupakan faktor utama di seluruh dunia yang mencetak angka persentase tertinggi. Kemiskinan menjadi hal yang penting untuk dapat diperhatikan bersama salah satunya mengkaji usaha yang perlu dilakukan untuk membuat sebuah negara menjadi berkembang. Indonesia merupakan
salah satu contoh Negara
berkembang di Asia Tenggara. Sangat mudah untuk mencermati
permasalahan kemiskinan di
berbagai belahan kota di Indonesia. Masalah kemiskinan di Indonesia bagaikan sebuah realitas yang wajar.
Jakarta merupakan pusat
ibukota yang menjadi titik fokus
perbandingan seseorang untuk
berlomba-lomba mendapatkan
pekerjaan yang layak. Masalah
kemiskinan di Indonesia kerap dijumpai juga di Surabaya, Bandung, Bekasi, dan lain-lain. Kota-kota besar atau metropolitan adalah salah satu
kota yang memiliki masalah
kemiskinan akibat terjadi proses
urbanisasi. Urbanisasi dikenal
memiliki pengertian yang beragam. Namun pada umumnya urbanisasi diartikan sebagai suatu proses
pengkotaan, yakni proses
berkembangnya suatu daerah (desa). Realitas sosial muncul karena dampak atas perubahan tingkah laku
manusia sebagai masyarakat.
Perubahan tingkah laku manusia menimbulkan dampak negatif yang
mengakibatkan meningkatnya
tingkat kriminalitas, tingkat depresi dan tingkat kekerasan. Sebagian kelompok masyarakat berusaha untuk mengubah perilaku itu agar lebih peduli pada kesenjangan-kesenjangan yang ada di lingkungan bermasyarakat.
Salah satu sastrawan yang menggambarkan realitas sosial yakni Arifin C Noer dalam trilogi naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa
Orkes Madun 1 menceritakan
Madekur sebagai pencopet dan Tarkeni seorang pelacur. Keduanya sama-sama perantau dari desa. Saling bertatap muka tepat di atas ranjang kemudian menikah. Kedua orang tua mereka, yang begitu kolot tentu tidak mengijinkan anak-anak mereka menikah dengan pencopet maupun pelacur. Impian besar kedua orang tua Madekur dan Tarkeni yang menginginkan anaknya di kota sudah sukses menjadi orang penting, katakanlah gubernur. Namun, pada akhir cerita Madekur dan Tarkeni
meninggal dalam keadaan
Bertitik tolak dari cerita dalam naskah tersebut, sangat banyak
sekali realitas sosial yang
digambarkan Arifin. Kecemerlangan sebuah naskah drama merupakan cermin kepiawaian pengarang. Arifin
mempertaruhkan seluruh
pengetahuan dan kecakapan
sastrawinya sehingga naskah drama
Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes
Madun 1 karya Arifin C Noer menjadi
cermin bagi pembaca mengenai
potret kemiskinan masyarakat
perkotaan. Berdasarkan hal tersebut sosiologi sastra menjadi payung keilmuan dalam penelitian ini.
Salah satu hal menarik dari naskah drama Madekur dan Tarkeni
adalah pengambaran dari
masyarakat miskin perkotaan yang diwakili oleh tokoh Madekur dan
Tarkeni. Mereka selain
memperjuangkan kehidupannya juga
memperjuangkan kehidupan
ekonomi keluarganya di kampong tanpa persiapan, serta pendidikan yang rendah sulit untuk hidup yang layak dan memadai.
Selain alasan tersebut di atas, pertimbangan lainnya adalah seni drama merupakan alat pendidikan bagi masyarakat, yaitu sebagai penyampai pesan dan petuah. Sebagai penyampai kritik sosial, bentuk protes yang di gambarkan oleh seniman dalam karya naskah dramanya bertujuan untuk membela
dan memperjuangkan hak
masyarakat miskin kota yang
mengalami ketimpangan sosial
melalui seni drama. Selain itu seni drama modern termasuk jenis karya sastra yang belum banyak disentuh
atau dibahas oleh kalangan
akademisi. Dibandingkan dengan jenis karya sastra lainnya, puisi dan prosa. Dalam konteks inilah penulis
merasa penting untuk mengkaji lebih dalam naskah drama karya Arifin C. Noer tersebut dengan memusatkan penelitian pada “Realitas Sosial Masyarakat Miskin Kota dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni
Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C.
Noer (Kajian Sosiologi Sastra)”. B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif
kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi dan makna ungkapan. Kualitatif adalah penelitian yang
memamparkan analisis secara
deskriptif dan bukan prosedur menggunakan angka atau statistik atau cara kuantitatif lainnya.
Metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari objek yang dapat diamati. Penelitian kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa.
Pada penelitian ini penulis akan
menggunakan penggolongan
penelitian berdasarkan tujuannya yaitu deskriptif, dan penggolongan
penelitian berdasarkan sifat
datanya, yakni kualitatif artinya
menggambarkan bagaimana
realitas sosial masyarakat miskin kota. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif, yaitu dengan cara
mengumpulkan data-data,
menganalisis dan mengklarifikasi data dengan cara membaca naskah
drama, mencermati dan
menyimpulkan penelitian sehingga menghasilkan data berupa
kata-kata tertulis. Dengan demikian, laporan penelitian ini akan berisi
kutipan-kutipan data untuk
memberi gambaran penyajian
laporan tersebut.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini,
menggunakan teori realitas sosial dari Georg Lukacs yang digunakan sebagai pisau bedah. Lukacs
mengungkapkan bahwa cara
berfikir Marx jelas menggambarkan keadaan tentang hubungan antara teori dan praktik. “Tidaklah cukup jika pikiran harus merealisasikan dirinya; kenyataan juga harus berjuang menuju pikiran.” Maka, dunia akan mengambil bentuk sebuah mimpi yang hanya dikuasai secara sadar untuk mengungkapkan sebuah realitas (Lukacs, 2011: 24).
Karya sastra merupakan fakta dan pemikiran yang dialami oleh pengarang, dalam fakta tersebut
wujud dari pemikirannya
menciptakan realitas sosial yang dituangkan ke dalam karyanya. Salah satu karya sastra yang menggambarkan realitas sosial yakni naskah drama Madekur dan Tarkeni yang terdiri dari realitas keagamaan, realitas pendidikan dan realitas sosial-ekonomi.
1. Realitas Sosial dalam Naskah Drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer.
1.1 Realitas Sosial - Keagamaan
IBU & IBU : “(KEPADA PENONTON)
Sebenarnya mulut saya mau bilang setuju tapi mata suami saya terlalu besar. Tapi percayalah, nanti saya akan bilang juga.
AYAH & AYAH : Persoalan cinta tidak sesepele seperti yang banyak diduga orang dan memahaminya lebih sukar daripada memotong kuku dengan golok, namun percayalah saya menyintai kamu sekaligus kehormatan kamu dan hari depan kamu. Janganlah sekali-kali kamu kawin dengan... anak perempuan/lelaki keluarga itu. jangan juga kamu mengira saya tidak memahami niatmu yang suci, saya paham dan saya menaruh hormat,
tapi rupanya kamu lupa bahwa sesuatu yang suci memerlukan tempat yang suci juga.
Juga rupanya kamu tidak menyadari betapa banyak pilihan yang bisa kamu lakukan, dan kamu cukup mengerti bahwa yang terbaik adalah memilih yang terbaik. Tahu kalau kamu masih belum bisa yakin juga, cobalah tanya para penonton (KEPADA PENONTON) Setujukah anda kalau anak anda kawin dengan seorang pelacur/pencopet? Kalau anda bilang setuju artinya anda munafik sejati. Karena anda telah mengkhianati hati anda sendiri. Marilah kita akui sama-sama bahwa pada dasarnya kita menyukai kebangsawanan
sekalipun perut kita kosong. Dengan mengatakan setuju berarti anda telah sempurna dalam mengobral kata-kata muluk berbunga kebajikan, sementara dalam perbuatan nyata anda kurang lebih sepaham dengan saya. Tapi anda saksikan sendiri saya satu tingkat lebih tinggi dari anda lantaran saya satu antara kata dan perbuatan.
Sungguh-sungguh kita ini ningrat yang terselubung. (MT: 35-36)
Terjadi percakapan pada Ayah & Ayah dengan Ibu & Ibu yang dimana dalam dialog tersebut nampak sedang membicarakan keputusan anak mereka yang ingin melakukan pernikahan, namun karena di ketahui pilihan dari anak-anak
mereka adalah seorang
pencopet/pelacur tentu nya Ayah & Ayah ini tidak ingin anaknya memiliki pasangan hidup yang salah. Penulis menganggap dalam kalimat “tapi rupanya kamu lupa bahwa sesuatu yang suci memerlukan
tempat yang suci juga.” Dalam
tuturan yang disampaikan oleh Ayah & Ayah adalah bentuk penyampaian dari Seniman yang mewakili seluruh
orang tua bahwasanya setiap
pernikahan merupakan salah satu ibadah kepada Tuhan, namun seharusnya dalam memilih pasangan juga harus dapat dikenali betul bibit, bebet dan bobot nya. Karena restu dari orang tua dalam sebuah
pernikahan anaknya sangat
berpengaruh penting terhadap
kesejahteraan rumah tangga nya kelak. Berdasarkan uraian di atas,
penulis menafsirkan bahwa
percakapan tersebut mengandung realitas sosial keagamaan.
SESEORANG :“Bapa, murid-murid telah datang semua dan pelajaran boleh dimulai.
WASKA TIBA-TIBA BANGKIT DAN MENYEMBUNYIKAN TANGISNYA, TANGIS TUA. SEMUA MURIDNYA HANYA MENUNDUKAN KEPALA MASING-MASING LALU TIBA-TIBA IA MERAUNG. DAN BERSAMAAN DENGAN ITU TERDENGAR SUARA DENTANG BESI YANG MEMEKAKAN.
WASKA : “Kita berdoa dan
sembahyang dulu”.
LALU SEMUANYA MELAKUKAN UPACARA SEMBAHYANG DENGAN CARA MASING-MASING. ADEGAN INI SUNGGUH SANGAT SEREMONIAL SEKALI.
(MT: 69)
Terjadi percakapan antara
seseorang dengan waska, yang
dimana seseorang tersebut
memberitahukan bahwasanya semua
murid yang akan melakukan
kegiatan beribadah telah berkumpul semua dan pelajaran yang diberikan oleh Waska dapat dimulai. Lalu terdengarlah suara tangisan dari Waska yang seketika membuat suasana hening serta diam membisu semua murid yang sudah berkumpul tak dapat memberikan respon apapun selain menundukkan kepala mereka, dan tak lama dari itu, meraunglah Waska yang di barengi oleh suara denting besi. Kemudian Waska mengajak semua murid-muridnya itu untuk mengambil posisi berdoa dan sembahyang kepada Sang Pencipta, di tengah kemelut hati yang dialami oleh Waska ia ingin mengajarkan kepada
murid-muridnya untuk tetap
memprioritaskan Tuhan melalui panggilanNya. Dalam hal ini terlihat pada kalimat “Kita berdoa dan
sembahyang dulu”.
Dalam percakapan yang di ujarkan oleh Waska kepada murid-muridnya sudah jelas betul bahwa Waska adalah sosok yang taat dalam hal keagamaan, menjadi sosok yang di segani dan di patuhi dalam lingkungan sekitarnya, tidak luput dari sifatnya yang taat beragama. Waska banyak menjadi panutan bagi
murid-muridnya yang sedang
mendalami sisi keagamaan. Dalam hal ini seniman menyampaikan pesan nya secara bersahaja melalui
tokoh Waska kepada
murid-muridnya. Berdasarkan uraian
diatas, tuturan antara seseorang dengan Waska mengandung realitas sosial keagamaan yang mengajarkan kepada sesama untuk selalu tetap mengingat Tuhan dalam keadaan apapun.
1.2 Realitas Sosial – Pendidikan
WASKA : “Ada murid baru?”
SESEORANG : “Banyak, bapa. Sebagian mereka adalah anak-anak tanggung yang putus sekolah karena biaya dan sebagian lagi lantaran tidak merasa cocok dengan orang tuanya.
(MT: 69)
Waska dan Seseorang, yang terjadi seusai sembahyang dan
berdoa bersama-sama. Setelah
Waska menangis dan tiba-tiba ia meraung, setelah itu bertanyalah
Waska kepada seseorang
memastikan apakah ada murid baru, dan jawaban seseorang tersebut berkata demikian Banyak, bapa. Beberapa dari mereka adalah anak malang yang harus putus sekolah lantaran biaya dan ketidakcocokan
dengan orang tua mereka dalam
percakapan ini memaparkan tentang sebuah sebab-akibat, yang dimana banyak murid baru berdatangan untuk menjadi murid Waska di
karenakan mereka anak-anak
tanggung yang putus sekolah dan tidak merasa cocok dengan orang tuanya, tentunya hal ini jelas menggambarkan sebuah sebab dari ketidak cocokan antara orang tua dan anak yang mengakibatkan anak tersebut putus sekolah dikarenakan adanya keterbatasan ekonomi yang dialami orang tuanya sehingga orang tua tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk meneruskan pendidikan
anaknya. Berdasarkan uraian di atas,
penulis menafsirkan dalam
gambaran percakapan mengandung realitas sosial pendidikan.
1.3 Realitas Sosial – Ekonomi
MADEKUR : “Buat saya sangat gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah memperhatikan saya kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya lain dan saya menunjang biaya rumah tangganya secara tetap.
TARKENI : “Kamu pahit sekali”.
(MT: 44)
Dalam percakapan antara
Madekur dan Tarkeni diatas terlihat jelas dalam ujaran Madekur adalah
bentuk kekesalannya terhadap
kedua orang tuanya. Hal ini tergambar dalam percakapan “Buat saya sangat gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah memperhatikan saya kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya lain dan saya menunjang biaya rumah tangganya
secara tetap.” pada isi percakapan
Madekur jelas sekali terlihat bahwa Madekur adalah tulang punggung bagi kedua orang tuanya itu. Penulis
menafsirkan dalam percakapan
diatas terdapat realitas sosial ekonomi yang dijalani Madekur selaku anak satu-satunya yang menjadi tumpuan orang tuanya. 2. Gambaran Masyarakat Miskin Kota dalam Naskah Drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa gambaran masyarakat miskin
kota merupakan suatu
pengarang dalam naskah drama guna memaparkan realitas sosial yang terdapat di dalamnya. Mengacu pada teori yang telah dibahas, peneliti dapat mengemukakan aspek pendapatan, kesehatan, keamanan dan ilegalitas pekerjaan yang di alami oleh Madekur dan Tarkeni dalam naskah drama “Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya
Arifin C Noer” muncul ketika
Madekur dan Tarkeni berinteraksi maupun dengan tokoh lain.
2.1 Kualitas Kesehatan
IBU : “Apa sebab kamu mati?”
BAPAK :“Mungkin lantaran TBC.
Mungkin lantaran aku tak tahan menanggung malu terus-terusan akibat anak kita Tarkeni (BATUK) Batukku enteng dan tidak berdarah
lagi”
(MT: 74-75)
Golongan ekonomi kelas bawah sangat rentan dengan penyakit-penyakit yang bersumber dari kebersihan diri, mulai dari makanan yang di konsumsi, kebersihan tangan sebelum mengkonsumsi makanan
bahkan kurangnya kepedulian
menggunakan peralatan makan yang digunakan secara bersama-sama. dalam kalimat “mungkin lantaran TBC” memaparkan bahwa Penyakit TBC terhitung banyak di derita oleh kaum bawah yakni masyarakat miskin kota, minimnya pengetahuan dan kesadaran untuk menjaga kesehatan dengan baik menjadi salah satu faktor utama terjangkit oleh bakteri mycobacterium tuberculosis dan tidak boleh di anggap enteng karena akan berdampak kepada kematian. Pada data ini penulis menyimpulkan bahwa dialog di atas
merupakan salah satu ciri kualitas kesehatan.
2.2 Rendahnya Motivasi untuk Berprestasi
AYAH & AYAH : “Ya, dan sekarang akankah ia kita biarkan memilih jalan yang salah kawin dengan seorang pelacur/pencopet? Apakah akan kita biarkan ia melumuri wajahnya dengan lumpur aib seorang pelacur/pencopet?
IBU & IBU : “(KEPADA SUAMI)
Tapi ia bilang ia cinta.”
AYAH & AYAH :“Tidak kurang
gadis/jejaka di desa ini untuk di cintai. Dan demi segala kehormatan saya tidak akan mau dan sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu. Sebelum lahir saya sudah membenci keluarga yang sok suci itu. Tingeling!
(MT: 29-30)
Setiap orang tua pasti ingin mendapat yang terbaik bagi anaknya terutama dalam keputusan untuk memilih pasangan, namun dukungan yang diberikan oleh orang tua dari Madekur menjadi salah arti, terlihat dalam dialog berikut “Dan demi segala kehormatan saya tidak akan mau dan sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu” pada dialog tersebut terlihat bahwa ada maksud lain yang di selipkan oleh Ayah & Ayah bukan dukungan ke arah yang lebih baik, namun untuk menjaga nama baik dirinya di mata masyarakat. Penulis menyimpulkan bahwa dialog di atas merupakan ciri
rendahnya motivasi untuk
berprestasi dalam aspek lingkup keluarga.
2.3 Tingkat Depresi
IBU : “Akuilah dirimu
gubernur, nak, nanti kami akan menerima kamu kembali sebagai anak. Akuilah, nak. Berikan
kehormatan pada kami karena kehormatan adalah mahkota kebahagian kami.”
TARKENI : “Apa fikiranmu?”
MADEKUR (kemelut sekali fikirannya) Kita harus tetap berusaha agar mereka mau menerima kita sebagai pencopet dan pelacur.
(MT: 86)
Dalam tuturan Ibu “Akuilah dirimu gubernur, nak, nanti kami akan menerima kamu kembali sebagai anak. Akuilah, nak. Berikan kehormatan pada kami karena
kehormatan adalah mahkota
kebahagian kami.” Terlihat dalam
dialog diatas bahwa realitas yang ada
mengalahkan kegengsian yang
dimiliki oleh kedua orangtua
Madekur, sehingga sudah tidak dapat berpikir secara jernih dan waras, bahkan tak disangka, dalam dialog Ibu diatas ia menyuruh anaknya untuk berbohong menyatakan diri Madekur sebagai Gubernur Jakarta hanya demi membuat kehormatan kedua orangtuanya tetap terjaga di depan banyak orang. Dalam hal ini, bentuk ‘tidak memiliki harapan’ dijadikan sebagai data yang layak dalam tingkat depresi.
2.4 Tidak Adanya Akses dalam Mencari Pekerjaan dengan Penghasilan Tetap dan Modal
NABI PERTAMA : “Tapi sambil lalu,
masih kamu
menjadi tukang penjaja mainan.”
BADUT PERTAMA : “Masih,
Tuanku, dan
akan tetap begitu. Maafkan, tuanku. (KEPADA SEMUA) Perlu kalian ketahui bahwa rombongan orkes ini terdiri dari
para nabi. Harap beri
tabe’.”
(MT: 15)
Pertanyaan yang di ujarkan Nabi Pertama kepada Badut Pertama yakni “masih kamu menjadi tukang
penjaja mainan” dalam dialog ini
menggambarkan sukarnya akses pekerjaan yang di dapati bagi masyarakat miskin kota yang tidak memiliki penghasilan tetap serta modal. Kurangnya informasi dari masyarakat luas tentang akses pekerjaan menjadikan hambatan bagi sebagian besar masyarakat yang memiliki keterbelakangan dalam sisi ekonomi.
2.5 Tidak Bisa Memenuhi
Kebutuhan Pokok
(Sandang, Pangan, Papan)
BAPAK : “Saya sudah tahu. Ya, kenapa dan dengan tujuan apa saya ingin ketemu dengan anak saya alias gubernur? Sebab sudah bertahun-tahun Gubernur itu tidak pernah lagi mengirimkan wesel kepada saya. Coba tahu nona alasan apa dia tidak mengirimkan lagi wesel-wesel kepada saya?”
RES : “Saya kira tidak ada Alasan untuk melupakan orang tuanya.”
(MT: 79)
Dapat dilihat secara jelas bahwa ia kesal karena Madekur (anaknya) sudah lama sekali tidak memenuhi kewajibannya dengan mengirimkan wesel. Karena sebab itulah berakibat pada datangnya orang tua Madekur ke Kantor Gubernur untuk menemui nya. Realitas sosial yang terkandung dalam dialog ini yakni korelasi antara kehidupan sosial dengan pikiran manusia dijelaskan oleh
mengalami perubahan atas
pemikiran yang kemudian
berdampak kepada kehidupan
sosialnya. Kemudian terbelah
menjadi bagian secara keseluruhan, kemudian dipadukan menjadi satu keseluruhan di dalam pikiran.
3. Faktor Penyebab Terjadinya Masyarakat Miskin Kota dalam Naskah Drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C Noer.
Kemiskinan merupakan suatu keadaan ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan sandang,
pangan dan papan. Dalam sub bab ini, setelah dipaparkan tentang bagaimana realitas sosial dan gambaran masyarakat miskin kota,
maka akan di sajikan pada
pembahasan ini mengenai faktor penyebab masyarakat miskin kota yang ada dalam naskah drama “Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes
Madun 1karya Arifin C Noer”.
3.1 Tingkat Pendidikan yang Rendah
MAD & TAR : “Dan saya sendiri memang pencopet/pelacur tapi ibu bapak tidak tahu dan tidak percaya.”
ORANG TUA : “Kami... MAD & TAR “Pencopet/pelacur.”
(MT: 53)
Lukacs mengatakan bahwa
hubungan antara fakta dalam pikiran saling berkaitan dengan fakta dalam dunia nyata, dalam dialog diatas terlihat jelas bahwasanya kedua orang tua Madekur dan Tarkeni tidak
mempercayai akan realitas
pekerjaan yang dijalani oleh kedua anak mereka. Terlihat dalam kalimat berikut ini “Dan saya sendiri memang
pencopet/pelacur tapi ibu bapak tidak tahu dan tidak percaya.”
3.2 Ilegalitas Pekerjaan
AYAH & AYAH : “Saya pikir saya juga bisa mencuri”
IBU & IBU : “Kamu ingat mayat
mukidi yang berlumur darah karena mencuri di rumah Ki
Warad.”
AYAH & AYAH : “Orang-orang tidak akan memukuli saya karena saya sudah tua. Mereka akan jatuh kasihan dan kemudian membiarkan saya memiliki barang curian saya dan bukan tidak mungkin saya mendapat pula tambahan uang.
(MT: 52)
“Saya pikir saya juga bisa
mencuri” dalam kalimat yang di
katakan ayah & ayah tersebut,
menurut teori Lukacs bahwa
idealisme menguasai pikiran yang
tidak berlandas kemudian
mencampuradukkan pengembangan ilmu pengetahuan atas realitas dengan struktur aktual realitas tersebut. Yang dimana kalimat ayah di atas, jelas menjelaskan gambaran masyarakat miskin kota yang terbelakang baik dari sisi pendidikan
ataupun ekonomi, karena
seharusnya ayah bisa mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang yang halal dan berkah untuk dirinya dan istrinya.
Adapun Tarkeni seorang pelacur
Lantaran di Jakarta yang mau dikubur
Bulan dari Jatibarang yang ia bawa Bersama kertas ijasah dalam kertas plastiknya
Lusuh dan kehilangan cahaya Bulan itu mengapung-apung bersama tai
Dan kertas-kertas rencana negara yang terbengkalai
Pegawai negeri (MT: 23-24)
Pelacur merupakan pekerjaan yang illegal, artinya bukan pekerjaan yang dibolehkan untuk negara Indonesia. Menjadi pelacur bagi
Tarkeni merupakan pencarian
nafkah untuk kelangsungan
hidupnya sehari-hari. Bagi Tarkeni yang berpendidikan rendah dan tidak punya keterampilan menjadi pelacur merupakan jalan keluarnya. Tarkeni merupakan wakil dari pelacur-pelacur kota yang terhimpit ekonomi. Berdasarkan hal inilah penulis menyimpulkan bahwa salah satu gambaran dari masyarakat miskin kota adalah pekerjaan illegal. 3.3 Tidak Memiliki
Keterampilan
BAPAK : “Kau pelupa. Tidak mungkin.
Coba, darimana kita dapat uang seminggu yang lalu untuk
naik bus?”
IBU : “Kamu yang lupa. Seminggu
yang lalu kita resmi jadi pengemis.”
(MT: 80)
Pengarang menggambarkan
bahwa dengan tidak adanya
keterampilan (skill) yang memadai mereka (Bapak dan ibu) akan
kesulitan untuk mendapatkan
pekerjaan sehingga terpaksa menjadi pengemis. Mengemis merupakan realitas sosial bagi seseorang yang tidak memiliki pekerjaan tetap,
mendapat penghasilan dengan
meminta minta di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasih dari orang lain. Berdasarkan pada dialog di atas maka penulis menyimpulan tokoh Bapak dan Ibu merupakan wakil dari masyarakat miskin kota
yang tidak memiliki keterampilan (skill) yang memadai.
3.4 Tingginya Tingkat
Kekerasan
LALU IA BERKELAHI
DENGAN MASKAT SAMPAI MASKAT BABAK BELUR SEMENTARA ORANG-ORANG MELERAIKAN.
(MT: 65)
Berfokus kepada “maskat
babak belur” dalam kalimat ini
terjadi karena Madekur cemburu terhadap Maskat, karena ia menjadi salah satu pelanggan Tarkeni. Tidak terima akan hal itu, madekur kehilangan kendali dan akal sehingga ia memukuli Maskat sampai babak
belur, ketidaksukaan Madekur
terhadap Maskat menjadi satu
bentuk kekerasan masyarakat
miskin kota yang tidak memiliki pendidikan yang baik, karena jika Madekur cukup berintelek sudah pasti hal tersebut tidak akan terjadi. Dalam hal ini, penulis menarik kesimpulan bahwa dialog di atas merupakab bentuk tingginya tingkat kekerasan.
D. SIMPULAN DAN SARAN
Pada penelitian ini, dialog dan narasi pada naskah drama Madekur dan Tarkeni atau Orkes Madun 1 diterbitkan pada tahun 2000 oleh Pustaka Firdaus berperan sebagai objek penelitian. Kemudian analisis data dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) pembahasan, yakni (1)Realitas sosial dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C. Noer, yang terdiri dari; a. Realitas Sosial – Keagamaan, b. Realitas Sosial – Pendidikan, dan c. Realitas Sosial – Ekonomi (2)
Gambaran masyarakat miskin kota dalam naskah Drama Madekur dan Tarkeni karya Arifin C. Noer, yang terdiri dari; a. Kualitas kesehatan, b.
Rendahnya motivasi untuk
berprestatsi, c. Tingkat depresi, d. Tidak adanya akses dalam mencari pekerjaan dengan penghasilan tetap dan modal dan e. Tidak bisa
memenuhi kebutuhan pokok
(sandang, papan dan papan) Dan (3)
Faktor penyebab terjadinya
masyarakat miskin kota, yakni; a. Tingkat pendidikan yang Rendah, b. Ilegalitas pekerjaan, c. Tidak memiliki keterampilan dan d. Tingginya tingkat kekerasan dalam naskah drama Madekur dan Tarkeni
Atawa Orkes Madun 1 karya Arifin C.
Noer.
DAFTAR PUSTAKA
Achsani, F. (2019). Realitas Sosial
Masyarakat Perkampungan
dalam Naskah Drama H.A.H Karya Putu Wijaya. Jurnal Bahasa dan Sastra, Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2019 Arifin, M. Z. (2019). Realitas Sosial
dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori: Perspektif Realisme Sosialis Georg Lukacs. Jurnal Vol. 6, No.1, edisi Juni 2019: 13-24.
Bungin, B. (2006). Sosiologi
Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Departemen Pendidikan Nasional. 2015. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi keempat.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Faruk. (2010). Pengantar Sosiologi Sastra Edisi Revisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faruk. (2017). Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme
Genetik sampai
Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
fkip.unram.ac.id,
Gasong, D. (2019). Apresiasi Sastra
Indonesia. Yogyakarta:
Deepublish.
Harahap, N. (2008). Analisis
Pragmatik Wacana Iklan Surat
Kabar. Medan. Universitas
Sumatra Utara, yang diakses
dalam repository.usu.ac.id› bitstream › handle. http://eprints.unm.ac.id/1469 3/1/ARTIKEL%20JURNAL_ARF IAN%20CATUR%20JULIARFAN _%201351141021_PERILAKU %20MASYARAKAT%20URBAN %20DALAM%20NASKAH%20 DRAMA%20ORKES%20MADU N%20I%20ALIAS%20MADEKU ~1.pdf,
Irawansyah, Dony. 2020. yang di akses dalam jurnal skripsi Kritik Sosial dalam Naskah Drama Pesta Terakhir Karya Ratna Sarumpaet: Perspektif
Hippolyte Taine dan
Relevansinya sebagai
Pembelajaran di Sekolah.
Juliarfa, Ar C. 2019. Perilaku
Masyarakat Urban dalam
Naskah Drama Orkes Madun 1 alias Madekur dan Tarkeni Karya Arifin C Noer Kajian Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann
Lukacs, G. (2010). Dialektika Marxis: Sejarah dan Kesadaran Kelas. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Mahu, O. J. (2018). Pengembangan
Buku Ajar Pragmatik
Edukasional terintegrasi
konteks intralingual dan
Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, yang diakses dalam
repository.usd.ac.id ›
161232003_full
Nurgiyantoro, B. (2015). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Putra. B. A. (2018). Drama Teori dan
Pementasan. Yogyakarta: PT
Citra Aji Parama.
Putri, L. & Eka, S. (2007). Metodologi Penelitian untuk Bidang Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan Jakarta Press.
Rahardi, K., dkk. (2019). Pragmatik:
Fenomena Ketidaksantunan
Berbahasa. Jakarta: Erlangga. Ratna, N. K. (2011). Antropologi
Sastra. Peranan Unsur-unsur
Kebudayaan dalam proses
Kreatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Rosidi, A. (2013). Ikhtisar Sejarah
Sastera Indonesia. Bandung:
Dunia Pustaka Jaya
Salamah, U. (2013). Tindak Tutur Ekspresif dalam Naskah Drama Berjudul Kali Ciliwung Karya
Muhammad Nyrsyahid P.
(Suatu Kajian Pragmatik).
Surakarta. Universitas Sebelas Maret, yang diakses dalam https://eprints.uns.ac.ad.
Sarwanti, Putri Anggit. 2013. Analisis
Tindak Tutur MS.B. “Will U
Marry Me” karya Fira Basuki
(Suatu Kajian Pragmatik).
Universitas Negeri Yogyakarta,
yang diakses dalam
eprints.uny.ac.id› Anggit Putri S 08210144009
Searle. (1968). Speech Acth An Essay in The Phylosophy of Language. Oxford: Brasil Bachwell.
Silaen, S. (2014). Metodologi
Penelitian Sosial untuk
Penulisan Skripsi dan Tesis. Bogor: In Media
Sujarwa. (2019). Model dan
Paradigma Teori Sosiologi
Sastra. Yogyakarya: Pustaka Pelajar.
https://ejournal.iainsurakarta. ac.id/index.php/leksema/articl e/download/1769/660
Verhaar. (2010). Asas-asas Lingustik
Umum. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Wiyatmi. (2006). Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.
Yule, G. (2017). Pragmatik.
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.