UMANG-UMANG ATAWA ORKES MADUN II
KARYA ARIFIN C. NOER
Tuti1, Zamzam Nurhuda2 1,2Universitas Pamulang, 1[email protected]
Abstrak
Berkomunikasi dapat dikatakan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh penutur dapat diterima dengan baik oleh mitra tutur. Namun, yang menjadi persoalan apabila maksud tuturan dari penutur tidak dapat diterima dengan baik oleh mintra tutur. Hal tersebutlah yang menjadi alasan mendasar mengapa tindak tutur eksprsif yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan fungsi tindak tutur ekspresif dalam naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer, (2) Mendeskripsikan bentuk tindak tutur ekspresif dalam naskah drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II karya Arifin C. Noer. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang digunakan berjumlah 62 data yang diperoleh dengan menggunakan teknik dasar berupa membaca naskah drama dalam hal pengumpulan data, menentukan data tertulis, memindahkan data tersebut ke dalam catatan, mengumpulkan sumber data pustaka dan data sumber lain, serta membaca sumber data pustaka. Acuan teori yang digunakan untuk meneliti data terkait tindak tutur ekspresif adalah teori Searle. Hasil penelitian : (1) Fungsi tindak tutur ekspresif meliputi: mengkritik, memuji, meminta maaf, mengejek, menyindir, menyalahkan, terima kasih, keputusasaan, kekecewaan, kemarahan, belasungkawa, kebahagiaan. (2) Bentuk tindak tutur ekspresif terdiri dari: bentuk tindak tutur langsung dan bentuk tindak tutur langsung literal.
Kata kunci:tindak tutur, ekspresif, pragmatik, drama.
Abstract
Having communication is successfully considered if the speaker’s message can be well understood by the partner. As a matter of fact, there can frequently happen misunderstanding in the communication. The misunderstanding in communication is the main reason why this research discusses speech act. The goal of this research are: (1) to describe the function of expressive speech act in script Umang-umang Atawa Orkes Madun II written by Arifin C. Noer; (2) to describe the forms of expressive speech act in the sript Umang-umang Atawa Orkes Madun II written by Arifin C. Noer. This research uses qualitative descriptive methode. The observed object in this research is Umang-umang Atawa Orkes Madun II written by Arifin C. Noer. The data used in this reseach are 62, collected by using basic technic, reading the script, defining written data, tranferring the data to notes, collecting bibliographies and other sources of data, as well as the source of bibliography. The reference of theory to research the expressive speech act related-data is Searle’s theory. The result of this research are: (1)function of expressive speech act of: critisizing, praising, apolgizing, mocking, satirizing, blaming, gratifying, disillusionment, dissapointment, anger, condolence, and happiness. The form of expressive speech act consists of: (1) form of direct speech act, (2) form of literal speech act.
A. PENDAHULUAN
Bahasa digunakan manusia sebagai media alat komunikasi dalam segala aktivitas kehidupan. Di dalam berkomunikasi manusia memberikan informasi yang berupa pikiran, gagasan, dan maksud baik secara langsung maupun tidak langsung. Berkomunikasi dapat dikatakan berhasil apabila pesan yang diberikan oleh penutur dapat diterima dengan baik oleh mitra tutur.
Menurut Chaer (2010: 15), bahasa digunakan oleh penutur untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan. Dalam berkomunikasi manusia menggunakan tuturan-tuturan untuk mengutarakan apa yang ingin disampaikan.
Kegiatan berkomunikasi dapat terlihat dalam wujud kegiatan bertutur yang selalu hadir dalam kehidupan bermasyarakat. Pada hakekatnya komunikasi bukan hanya sekedar penyampaian bahasa melalui kata-kata melainkan selalu disertai dengan prilaku atau tindakan. Tindakan manusia ketika melakukan tuturan atau ujaran disebut dengan tindak tutur.
Fungsi-fungsi bahasa bisa dijalankan jika adanya kerjasama antara penutur dan mitra tutur. Kerjasama antara penutur dan mitra tutur dapat dilakukan dengan cara penutur harus memiliki kemampuan memilih kata-kata yang akan diujarkan kepada mitra tutur, sedangkan mitra tutur harus memiliki kemampuan untuk menerima dan memaknai kata-kata tersebut. Pemilihan kata-kata yang akan digunakan sangat berkaitan
dengan konteks yang
melatarbelakanginya.
Menurut Nurgiyantoro (1995: 310) mengatakan bahwa sebuah teks fiksi umunya dikembangkan dalam dua bentuk penuturan yaitu narasi dan dialog. Kedua bentuk tersebut hadir secara bergantian sehingga cerita yang ditampilkan menjadi tidak monoton, terasa variatif, dan segar. Drama merupakan salah satu jenis karya fiksi berupa kumpulan dialog yang berirama keseharian. Melalui drama pengarang bisa mengkomunikasikan gagasan, pikiran, dan perasaannya.
Bahasa yang digunakan sangat bermacam-macam dan dapat memberikan potret-potret kehidupan masyarakat sehari-hari. Menurut Luxemburg dalam Wiyatmi (2006: 46) mengatakan bahwa drama merupakan teks yang unsur dialog menjadi hal terpenting didalamnya dibandingkan dengan jenis karya sastra lainnya. Drama terdiri atas teks-teks para aktor, dimana para aktor saling menyapa sesuai dengan perannya masing-masing.
Leech dan Short (dalam Nurgiyantoro, 1995: 314) menyatakan bahwa untuk memahami sebuah percakapan yang melalui konteks tertentu, kita tidak hanya mengandalkan pengetahuan leksikal dan sintaksis saja melainkan harus disertai dengan interpretasi pragmatik. Di dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari penggunaan tuturan ekspresif dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Hal ini juga dijumpai di dalam drama karena pengarang mencoba membuat cerita dengan menggunakan tuturan ekspresif agar ceritanya menarik dan menjadi monoton.
Dengan demikian, jelas bahwa drama berisi banyak percakapan dapat diteliti tindak tuturnya. Penelitian ini akan membahas tindak tutur yang terdapat dalam karya sastra dengan pendekatan pragmatik. Di dalam komunikasi kita sering menggunakan berbagai macam tindak tutur. Searle dalam Kuswara, dkk (2014: 2) mengelompokan tindak tutur ilokusi ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif, yaitu tuturan asertif, direktif, ekspresif, komisif dan deklarasi.
Searle dalam Kuswara, dkk (2014: 3) menyatakan bahwa
“Expressives, to express the
psychological state specified in the sincerity condition about a state of affairs specified in the propositional
content.” Ilokusi ekspresif
merupakan ilokusi yang bertujuan mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan yang disampaikan dalam tuturannya. Menurutnya, tindak tutur ekspresif memiliki beberapa fungsi, yaitu: mengucapkan terima kasih, mengkritik, menyindir, menyanjung, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, memberi maaf, memuji, mengucapkan belasungkawa.
Naskah Drama berjudul
Umang-umang Atawa Orkes Madun II karya
Arifin C. Noer mengisahkan sekumpulan perampok yang dipimpin oleh seorang penjahat besar bernama Waska. Semua harta benda dari hasil rampokannya itu ia bagikan kepada seluruh warga miskin. Namun, walaupun Waska seorang penjahat besar ia merasa takut jika pacarnya yang bernama Bigayah memintanya untuk
menikahinya. Banyaknya masalah dan konflik di dalam naskah menyebabkan banyaknya tuturan ekspresif di dalam naskah drama tersebut. Di dalam penelitian ini penulis mengambil tuturan pada dialog naskah drama Umang-umang
Atawa Orkes Madun II karena di
dalamnya banyak tuturan ekspresif yang menarik untuk diteliti lebih dalam. Berikut ini contoh tindak tutur ekspresif dalam naskah drama
Umang-umang Atawa Orkes Madun II:
Data (001)
Konteks : Semua orang dilanda kesedihan dan kecemasan. Mereka bingung dan khawatir, menangis, mencemaskan pimpinan mereka. Yaitu Waska. Di saat genting tersebut, Gustav mengira bahwa Waska telah mati, dikarenakan banyaknya orang yang menangis, meraung-raung sambil mengucapkan
nama “Waska”.
Gustav : “Maaf, Buang, saya hilap. Soalnya kalian bersedih sedemikian rupa sehingga kayaknya Waska sudah menjadi mayat.”
Ranggong: “Berhentilah menangis,
berhentilah menangis.”
(UU:134) Data (001) di atas terdapat percakapan antara Gustav dan keempat orang temannya yaitu Buang, Ranggong, Borok dan Japar di dalam sebuah gerbong tua. Mereka sedang dilanda kecemasan dikarenakan pemimpin mereka yang bernama Waska yang sedang sakit tiba-tiba menghilang begitu saja. Di tengah kecemasan tersebut tiba-tiba Gustav mengatakan bahwa Waska telah mati. Serta merta keempat temannya marah, terutama Buang,
lalu Gustav pun langsung meminta maaf kepada Buang dan ketiga orang
teman lainnya “Maaf, Buang saya
hilap. Soalnya kalian bersedih sedemikian rupa sehingga kayaknya
Waska sudah menjadi mayat.” Yang
menggunakan modus kalimat berita. Penutur menuturkan permintaan maaf dengan nada serius karena merasa bahwa situasi yang ia hadapi sekarang menunjukkan Waska telah mati. Tuturan tersebut disampaikan dengan bahasa tulisan. Tuturan diucapkan dengan menggunakan norma kesopanan dan penuh penyesalan antara si penutur dengan mitra tutur karena pada data di atas Ranggong memerintahkan Gustav untuk berhenti menangis karena saat itu Gustav sambil menangis. Berdasarkan uraian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa data (001) merupakan fungsi tindak tutur ekspresif permintaan maaf.
Data (002)
Konteks : Pada suatu malam, Waska dan Ranggong sedang memperbincangkan hal yang sangat serius. Waska mengutarakan cita-citanya yang selama ini mengganggu pikirannya. Yaitu merampok semesta. Waska merasa Ranggonglah orang yang tepat untuk menjadi tangan kanannya melakukan perampokan tersebut. Waska : “Kamu gagah laksana
golok. Tapi kamu juga indah laksana fajar. Kamu memang golokku dan fajarku. Sudah berapa lama kamu jadi perampok?”
Ranggong : “Tepatnya lupa, Waska.
Seingat saya lepas sekolah dasar saya sudah mulai mencuri kecil-kecilan dan sekarang umur saya lebih
empat puluh.”
(UU:125 )
Data (002) terjadi percakapan serius di malam hari antara Waska dan Ranggong. Waska saat itu menyanjung Ranggong, dengan
mengucapkan “Kamu gagah laksana
golok. Tapi kamu juga indah laksana fajar. Kamu memang golokku dan fajarku. Sudah berapa lama kamu
jadi perampok?”. Waska bernada
bangga. Dalam mengungkapkan kebanggannya terhadap Ranggong. Artinya secara tidak langsung bagi Waska Ranggong merupakan tangan kanannya yang luar biasa. Tuturan diucapkan dengan metafora, sehingga menambah keindahan dalam tuturan tersebut. Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa data (002) merupakan bentuk tindak tutur tidak langsung literal.
Selain alasan tersebut di atas, pertimbangan lainnya adalah seni drama merupakan alat pendidikan bagi masyarakat, yaitu sebagai penyampai pesan dan petuah. Sebagai penyampai kritik sosial, penyampaian kritik dan protes harus melalui cara yang baik dan dapat diterima oleh semua pihak, diantaranya melalui seni drama. Selain itu seni drama modern termasuk jenis karya sastra yang belum banyak disentuh atau dibahas oleh kalangan akademisi. Dibandingkan dengan jenis karya sastra lainnya, puisi dan prosa. Dalam konteks inilah penulis merasa penting untuk mengkaji lebih dalam naskah drama karya Arifin C. Noer tersebut dengan memusatkan
penelitian pada “Tindak Tutur
Ekspresif dalam Naskah
Umang-umang Atawa Orkes Madun II karya
B. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini penulis akan menggunakan penggolongan penelitian berdasarkan tujuannya yaitu deskriptif, dan penggolongan penelitian berdasarkan sifat datanya, yaitu kualitatifю Metode Penelitian dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang harus ditempuh untuk menjawab masalah penelitian. Masalah penelitian ini adalah tindak tutur ekspresif dalam naskah drama
Umang-umang Atawa Orkes Madun II. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik penarikan kesimpulan secara induktif yaitu berangkat berdasarkan konsepsi teori yang sudah ada menuju ke analisis data.
Kajian dalam penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan fungsi tindak tutur ekspresif dalam naskah drama Umang-umang Atawa Orkes
Madun II karya Arifin C. Noer, (2)
mendeskripsikan bentuk tindak tutuyr ekspresif dalam naskah drama
Umang-umang Atawa Orkes Madun II
karya Arifin C. Noer.
Penelitian sebelumnya yang meneliti indak tutur ekspresif objek kajian naskah drama Umang-umang
Atawa Orkes Madun II belum
dilakukan. Adapaun Salamah (2013) dari Universitas Sebelas Maret. Dengan judul “Tindak Tutur
Ekspresif dalam Naskah Drama Berjudul Kali Ciliwung karya Moch.
Nursyahid P.”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) dalam naskah drama Kali Ciliwung
ditemukan tiga struktur tindak tutur ekspresif, yaitu: kalimat berita (deklaratif) yang membagi dua struktur yaitu deklaratif langsung literal dan deklaratif tidak langsung literal; kalimat tanya (interogatif)
yang dibagi menjadi dua struktur yaitu: introgatif langsung literal dan introgatif tidak langsung literal; serta kalimat perintah (imperatif) yaitu imperatif langsung literal. (2) Dalam naskah drama berjudul Kali Ciliwung ditemukan 20 fungsi tindak tutur ekspresif, yaitu fungsi meminta maaf, memuji, mengejek, mengeluh, mengkritik, mengungkapkan rasa bersalah, mengungkapkan rasa gugup, mengungkapkan rasa heran, mengungkapkan rasa iba, mengungkapkan rasa kaget atau terkejut, mengungkapkan rasa kecewa, mengungkapkan rasa malas, mengungkapkan rasa malu, mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa sedih, mengungkapkan rasa takut, menolak, menyalahkan, menyetujui dan menyindir. (3) Faktor yang melatarbelakangi adanya tindak tutur ekspresif adalah penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, dan tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Perbedaan dengan penelitian tersebut diatas, yaitu peneliti melakukan penelitian dengan objek yang berbeda. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama menentukan fungsi tindak tutur ekspresif.
Selanjutnya Setyaningrum (2017) dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, melakukan penelitian dalam skripsinya berjudul “Tindak Tutur
Ekspresif dalam Naskah Drama
Laron Karya Gepeng Nugroho
sebagai Inovasi Pembelajaran Bahasa
Indonesia”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bentuk tindak tutur ekspresif dalam naskah drama
Laron karya Gepeng Nugroho terbagi
menjadi 8 kategori, yakni: (1) tindak tutur langsung, (2) tindak tutur tidak
langsung, (3) tindak tutur literal, (4) tindak tutur tidak literal, (5) tindak tutur langsung literal, (6) tindak tutur tidak langsung literal, (7) tindak tutur tidak langsung literal, (8) tindak tutur tidak langsung tidak literal. Ada 7 maksud tindak tutur ekspresif dalam naskah drama laron meliputi: mengeluh, mengkritik, memuji, menyalahkan, meminta maaf, mengucapkan selamat, dan mengucapkan terima kasih. Perbedaan dengan penelitian keempat adalah peneliti melakukan penelitian dengan objek yang berbeda dan penelitian tersebut disertai Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan persamaannya adalah sama-sama menentukan fungsi dan bentuk tindak tutur ekspresif.
Data primer yang penulis gunakan adalah naskah drama
Umang-umang Atawa Orkes Madun II
karya arifin C. Noer, yang diterbitkan oleh Pustaka Firdaus, Jakarta, tahun 1999, dengan tebal 95 halaman, mulai halaman 115 sampai halaman 210, kode ISBN 979 541 119 5. Sumber data sekunder penelitian ini didapat dari beberapa jurnal, skripsi, tesis, buku serta situs internet yang yang terkait dengan pembahasan
‘Tindak Tutur Ekspresif”, sebagai
bahan referensi penulis menyelesaikan penulisan ini.
Teknik pengumpulan data hal pertama yang dilakukan adalah membaca naskah drama untuk mengetahui seberapa banyak data yang merujuk pada jenis-jenis tindak tutur ekspresif di dalam naskah drama Umang-umang Atawa Orkes
Madun II. Lalu melakukan
pencatatan data-data mentah yang terdapat tindak tutur ekspresif dalam setiap percakapan antar
tokoh. Setelah diperoleh data mentah, langkah selanjutnya yaitu melakukan pengelompokkan data tersebut. Kemudian untuk data dari sumber lain seperti, membaca buku pedoman pragmatik, skripsi, tesis, dan jurnal penelitian. Selanjutnya Teknik analisis data yang berfokus pada tindak tutur ekspresif menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan memilah unsur tertentu sebagai pembanding yang melputi tindak tutur meminta maaf, ucapan selamat, mengeluh, memuji, dan lain-lain.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif pada Naskah
Drama Umang-umang Atawa
Orkes Madun II Karya Arifin C.
Noer.
Di bawah ini merupakan hasil
penelitian “Tindak Tutur Ekspresif
dalam Naskah Drama Umang-umang
Atawa Orkes Madun II” yang berfokus
pada tindak tutur ekspresif. Sesuai dengan fokus penelitian penulis yaitu tuturan antar tokoh, maka pembahasan dalam penelitian ini mencakup fungsi dan bentuk tuturan ekspresif menggunakan objek karya sastra berupa naskah drama. Berikut fungsi dan bentuk tindak tutur ekspresif dalam naskah drama
Umang-umang Atawa Orkes Madun II:
1.1 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif Mengkritik
Data (001)
Konteks : Semua orang menangis, ketika Waska jatuh sakit. Menurut Gustav menangis adalah segala-galanya, namun berbeda dengan Seniman ia mempunyai pendapat sendiri tentang arti
Gustav : “Menurut pendapat saya
pribadi dengan menangis kita sudah melakukan
segala-galanya.”
Seniman : “Karena saat ini menangis hampir merupakan sesuatu atau salah satu bentuk ekspresi yang jarang digunakan atau disukai orang, belakangan ini kita lebih senang mengetawai daripada menangisi. Barangkali kita terlalu jenuh menangis, terlalu jenuh menderita atau apalah dan kita lebih suka ketawa habis-habisan. Dan keadaan ini telah didukung secara mutlak dan merata dikalangan para seniman. Tetapi kita semua tahu bagi seniman menangis memang suatu sikap yang kurang ‘agung’, kecuali jika
tangis itu disaring sedemikian rupa dan sebaliknya ketawa tanpa batas bagi mereka merupakan bentuk pernyataan perasaan yang lebih terhormat, lebih intelek. Dan kita memang sama tahu seniman-seniman adalah golongan semau gue
sementara mereka
menganggap diri mereka adalah segala-galanya. Dan dalam beberapa hal – kalau mereka mau mengakui – sikap seniman-seniman ini pada hakekatnya nyaris suatu sikap kebangsawanan yang kenes dengan sedikit unsur kebuasan
yang terselubung.”
(UU: 139-140) Data pada dialog di atas, terjadi perbedaan pendapat antara Gustav dan Seniman. Gustav merasa bahwa dengan menangis ia dapat mewakili segala-galanya ketika Waska sakit, namun tidak seperti itu dengan Seniman, ia lebih menganggap
‘menangis’ merupakan sikap yang
kurang disukai oleh orang lain dan tidak menunjukkan sikap intelek. Penulis menganggap bahwa kalimat
“Karena saat ini menangis hampir
merupakan sesuatu atau salah satu
bentuk ekspresi yang jarang
digunakan atau disukai orang, belakangan ini kita lebih senang
mengetawai daripada menangisi.”
mengkritisi sikap manusia pada era sekarang, dengan kemajuan teknologi manusia lebih cenderung bersikap tidak mempedulikan keadaan sekitar. Apakah di sekitar kita ada orang yang sedang kelaparan atau terkena musibah, kita cenderung acuh tak acuh. Manusia cenderung senang dengan penderitaan orang lain dan menertawakan mereka, karena mereka yang menertawakan itu sudah merasa tercukupi kebutuhan hidupnya. Seniman mengkritisi sikap Gustav dengan nada bersahaja. Tuturan penutur dan mitra tutur diucapkan dengan norma kesopanan dalam berkomunikasi. Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa data di atas merupakan tindak tutur ekspresif fungsi mengkritik.
Seniman mengkritik Gustav karena Seniman merasa tuturan Gestav kurang diterimanya yaitu menangis bukan merupakan segala-galanya. Kritikan Seniman terhadap Gustav merupakan tuturan langsung literal karena di dalam tuturan tersebut menggunakan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk mengkritik mitra tutur.
1.2 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif Memuji
Data (002)
Konteks : Waska sedang bersama Ranggong, menerima perintah untuk mengumpulkan seluruh pengikut Waska. Namun, sebelum itu Waska berbincang dengan Ranggong.
Waska : “Ranggong.” Ranggong: “Ya Waska.”
Waska : “Kamu gagah laksana golok. Tapi juga kamu indah laksana fajar. Kamu memang golokku dan fajarku. Sudah berapa lama kamu jadi perampok?”
(UU: 125) Data di atas terdapat percakapan antara Ranggong dan Waska. Waska sebagai penutur dan Ranggong sebagai mitra tutur. Waska memuji Ranggong dengan kalimat metafora. Penutur mengibaratkan Ranggong segagah golok, dan indah seperti fajar dalam pujiannya. Terlihat
dalam tuturan “Kamu gagah laksana
golok. Tapi juga kamu indah laksana fajar. Kamu memang golokku dan fajarku. Sudah berapa lama kamu
jadi perampok?” menggunakan
modus kalimat tanya. Tuturan diucapkan dengan norma kesopanan dan penuh pujian. Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa data di atas merupakan tindak tutur ekspresif fungsi memuji.
Tuturan yang dituturkan Waska merupakan tindak tutur ekspresif fungsi memuji. Tuturan tersebut dituturkan dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita dan kalimat tanya yang berfungsi untuk memuji mitra tutur.
1.3 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif Meminta Maaf
Data (003)
Konteks: Semua orang dilanda kesedihan dan kecemasan. Mereka bingung dan khawatir, menangis, mencemaskan pimpinan mereka. Yaitu Waska. Di saat genting
tersebut, Gustav mengira bahwa Waska telah mati, dikarenakan banyaknya orang yang menangis, meraung-raung sambil mengucapkan
nama “Waska”.
Gustav : “Maaf, Buang, saya hilap. Soalnya kalian bersedih sedemikian rupa sehingga kayaknya Waska sudah menjadi mayat.”
Ranggong: “Berhentilah menangis, berhentilah menangis.”
(UU:134) Data di atas terdapat percakapan antara Gustav dan keempat orang temannya yaitu Buang, Ranggong, Borok dan Japar di dalam sebuah gerbong tua. Mereka sedang dilanda kecemasan dikarenakan pemimpin mereka yang bernama Waska yang sedang sakit tiba-tiba menghilang begitu saja. Di tengah kecemasan tersebut tiba-tiba Gustav mengatakan bahwa Waska telah mati. Serta merta keempat temannya marah, terutama Buang, lalu Gustav pun langsung meminta maaf kepada Buang dan ketiga orang teman
lainnya “Maaf, Buang saya hilap. Soalnya kalian bersedih sedemikian rupa sehingga kayaknya Waska
sudah menjadi mayat.” Yang
menggunakan modus kalimat berita. Penutur menuturkan permintaan maaf dengan nada serius karena merasa bahwa situasi yang ia hadapi sekarang menunjukkan Waska telah mati. Tuturan tersebut disampaikan dengan bahasa tulisan. Tuturan diucapkan dengan menggunakan norma kesopanan dan penuh penyesalan antara si penutur dengan mitra tutur karena pada data di atas Ranggong memerintahkan Gustav untuk berhenti menangis karena saat itu Gustav sambil menangis. Berdasarkan uraian tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa data di atas merupakan fungsi tindak tutur ekspresif permintaan maaf.
Tuturan permintaan maaf tersebut dituturkan Gustav terhadap buang dengan menggunakan tuturan langsung literal. Tuturan Gustav menggunakan tuturan langsung literal dikarenakan dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk menyatakan permintaan maaf kepada mitra tutur.
1.4 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif Mengejek
Data (004)
Konteks : situasi saat itu sangat menegangkan. Waska selaku pimpinan rampok tiba-tiba sakit, membeku. Gustav dan Ranggong mencemaskan keadaan Waska, mereka memperbincangkan penerus Waska untuk menjalankan rencana-rencana besarnya jika Waska meninggal dunia.
Ranggong: “Lalu yang akan melaksanakan
rencana besarnya siapa?
kamu?”
Gustav : “Kamu kira siapa?”
Ranggong: “Kamu tahu rencana besarnya?”
Gustav : “Nggak.”
Ranggong : “Tahu saja nggak, mana bisa mengerjakan rencana besar itu.”
(UU: 128-129) Data di atas terdapat percakapan antara Ranggong dan Gustav. Ranggong mengejek Gustav bahwa suatu saat nanti jika Waska meninggal dunia ia akan menggantikan kedudukan Waska sekaligus menjalankan semua rencana-rencana besar Waska. Namun, Gustav tidak yakin atas pernyataan Ranggong, sehingga ia mengejek Gustav dengan tuturan
“Tahu saja nggak, mana bisa
mengerjakan rencana besar itu.”
Yang menggunakan modus kalimat berita. Penutur menuturkan tuturannya dengan penuh ejekan. Berdasarkan uraian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa data di atas merupakan fungsi tindak tutur ekspresif mengejek.
Tuturan yang dituturkan Ranggong merupakan tindak tutur ekspresif fungsi mengejek. Tuturan tersebut dituturkan Ranggong terhadap Gustav mengenai pergantian pemimpin jika Waska meninggal dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk mengejek.
1.5 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif Menyindir
Data (005)
Konteks : Pada suatu saat Debleng berkomentar tehadap Waska, Waska yang tidak pernah berniat menikahi pacarnya yang bernama Bigayah. Debleng menyebut Waska sebagai seniman yang tak terjelaskan.
Debleng : “Seniman besar memang tak terjelaskan.”
Ranggong : “Debleng, kalau kamu tidak mampu menahan diri untuk tidak berkomentar, saya bisa membuat kamu pingsan untuk beberapa jam.”
(UU: 151) Data di atas terdapat percakapan antara Debleng dan Ranggong. Debleng mendengar kabar dari Bigayah bahwa Waska tidak pernah mau menikahinya sekalipun Waska sangat menyukai Bigayah. Debleng tidak mengerti tentang keutusan Waska itu, sehingga Debleng menyindir Waska dengan sebutan
seniman yang tidak jelas. Terlihat
dalam tuturannya “Seniman besar
memang tak terjelaskan.” Yang
menggunakan modus kalimat berita. Penutur menuturkan sindiran dengan nada penuh ketidakjelasan. Berdasarkan uraian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa data di atas merupakan fungsi tindak tutur ekspresif menyindir.
Tuturan yang dituturkan Ranggong merupakan tindak tutur ekspresif fungsi menyindir. Tuturan tersebut dituturkan Ranggong terhadap Debleng yang berkomentar buruk terhadap Bigayah mengenai Waska dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk menyindir.
1.6 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif Menyalahkan
Data (006)
Konteks : Waska punya kebiasaan meludahi anak buahnya, apalagi anak buahnya yang bernama Engkos. Seperti saat itu, Semar menyalahkan Waska karena sudah meludahi Engkos. Ia bertutur kepada penonton, Semar sendiri sebenarnya tokoh yang memerankan Waska.
Semar : “Yang maki-maki dan meludahi tadi Waska bukan saya. Terus terang saya pribadi nggak suka pada Waska.”
(UU: 121) Data di atas terdapat tuturan dari Semar yang menyalahkan Waska. Waska mempunyai kebiasaan memarahi dan meludahi anak buahnya ketika anak buahnya bersalah. Hal tersebut mengusik hati Semar, sehingga ia bertutur dengan
nada menyalahkan bahwa ia tidak menyukai Waska. Terlihat dalam
tuturan Semar “Yang maki-maki dan meludahi tadi Waska bukan saya. Terus terang saya pribadi enggak
suka pada Waska.” Yang
menggunakan modus kalimat berita. Semar menyalahkan Waska dengan nada kesal sekaligus kecewa, karena Semar merupakan tokoh yang memerankan Waska. Berdasarkan uraian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa data di atas merupakan fungsi tindak tutur ekspresif menyalahkan.
Tuturan yang dituturkan Semar merupakan tindak tutur ekspresif fungsi menyalahkan. Tuturan tersebut dituturkan Semar terhadap penonton yang memerankan dirinya dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk menyalahkan.
1.7 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif Terima Kasih
Data (007)
Konteks : Embah Putri saat itu memberikan resep untuk membuat jamu penangkal kematian. Embah Putri merasa ragu, apakah Ranggong dan Borok akan tega memngambil jantung bayi, mengeringkan, dan meminumnya. Ternyata Ranggong dan Borok berani melakukannya. Embah Putri tak berdaya dengan keputusan mereka, ia hanya bisa mengatakan bahwa Ranggong dan Borok terlalu gagah. Embah Putri : “Kalian memang terlalu
gagah. Dan Embah tak punya daya apa-apa kecuali hanya mengemukakan segala
sesuatunya. Saying sekali tapi
beginilah lakonnya.”
Ranggong : “Terima kasih, Mbah, permisi.”
Borok : “Permisi, Mbah. Terimakasih.”
(UU: 175) Data di atas terdapat percakapan antara Embah Putri, Ranggong, dan Borok. Embah Putri menuturkan bahwa Ranggong dan Borok terlalu gagah, sehingga sanggup melakukan hal yang luar biasa. Hal luar biasa itu adalah membunuh bayi dan mengambil jantungnya untuk dijadikan jamu penangkal kematian. Ranggong dan Borok mengucapkan terima kasih atas bersedianya Embah Putri untuk memberitahukan resep jamu tersebut, dan memujinya dengan dengan mengatakan mereka terlalu gagah. Ranggong mengatakan
“Terima kasih, Mbah, permisi.” Dan
Borok mengatakan “Permisi, Mbah.
Terimakasih.” Yang menggunakan
modus kalimat berita. Ranggong dan Borok mengucapkan rasa terima kasihnya dengan nada senang dan menggunakan norma kesopanan. Berdasarkan pada uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa data di atas merupakan tindak tutur ekspresif fungsi terima kasih.
Tuturan yang dituturkan Ranggong dan Borok merupakan tindak tutur ekspresif fungsi terima kasih. Tuturan tersebut dituturkan Ranggong dan Borok terhadap Embah Putri dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk mengucapkan terima kasih.
1.8 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif Keputusasaan
Data (008)
Konteks : Bigayah menangis karena Waska sakit keras. Bigayah merasa putus asa atas keadaan tersebut.
Bigayah : “Tujuh hari tujuh malam sudah saya menangis meraung-raung bagaikan seekor kucing betina di suatu wuwungan rumah tuakala dinihari yang dingin dan sepi. Tujuh hari tujuh malam sudah sehingga saya persiapkan segala sesuatunya, asam sianida, air keras, silet, pil tidur, belati, pistol, bahkan tali plastik merah untuk sewaktu-waktu diperlukan kalau-kalau saya bermaksud bunuh diri.”
Debleng : “Sampai sebegitu jauh
jugakah tekad percintaan
pasangan tua kaya kalian.”
(UU: 149-150) Data di atas terdapat percakapan antara Bigayah dan Debleng. Bigayah merasa putus asa atas sakitnya Waska yang tak kunjung sembuh. Bigayah terus menangis meraung-raung, dan menuturkan bahwa ia akan bunuh diri “Tujuh hari tujuh
malam sudah saya menangis
meraung-raung bagaikan seekor kucing betina di suatu wuwungan rumah tuakala dinihari yang dingin dan sepi. Tujuh hari tujuh malam sudah sehingga saya persiapkan segala sesuatunya, asam sianida, air keras, silet, pil tidur, belati, pistol, bahkan tali plastik merah untuk sewaktu-waktu diperlukan
kalau-kalau saya bermaksud bunuh diri.”
Yang menggunakan kalimat berita. Bigayah mengungkapkan rasa keputusasaannya itu dengan nada penuh kekhawatiran. Berdasarkan
uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa data di atas merupakan tindak tutur ekspresif fungsi keputusasaan.
Tuturan yang dituturkan Waska merupakan tindak tutur ekspresif fungsi keputusasaan. Tuturan tersebut dituturkan Bigayah terhadap Debleng dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk menyatakan putus asa.
1.9 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tututr Ekspresif Kekecewaan
Data (009)
Konteks : Semar mengungkapkan rasa kecewanya terhadap Waska. Sejalan dengan Nabi, ia juga merasa kecewa dengan Waska yang keras kepala. Kemudian, terjadi perbincangan antara Semar dengan Nabi.
Semar : “Waska memang keras kepala.”
Nabi : “Betul-betul putra Nuh. Saya harap saja pada akhir sandiwara ini, ia akan
mendapatkan karunia cahaya.”
Semar : “Saya sendiri juga mengharapkan itu, tapi sayangnya, seperti pengarang sendiri, kita hampir tidak pernah bisa menduga akhir kisah seseorang. Benih peristiwa selalu luput dari tangan kita.”
(UU: 156) Data di atas terdapat percakapan antara Nabi dan Semar. Mereka memperbincangkan kekecewaannya terhadap Waska. Waska yang berkeinginan kuat untuk menjalankan rencana besarnya untuk merampok semesta. Kekecewaan Semar tergambar dalam
tuturan “Saya sendiri juga
mengharapkan itu, tapi sayangnya, seperti pengarang sendiri, kita hampir tidak pernah bisa menduga
akhir kisah seseorang. Benih
peristiwa selalu luput dari tangan
kita.” Yang menggunakan modus
kalimat berita. Penutur menuturkan rasa kecewanya dengan nada penuh penyesalan, menggunakan norma kesopanan mengingat mitra tuturnya adalah Nabi. Berdasarkan pada uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa data di atas merupakan tindak tutur ekspresif fungsi kekecewaan.
Tuturan yang dituturkan Semar merupakan tindak tutur ekspresif fungsi kekecewaan. Tuturan tersebut dituturkan Semar terhadap Nabi yang memerankan dirinya dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk mengungkapkan kekecewaan.
1.10 Fungsi dan Bentuk Tindak Tutur Ekspresif Kemarahan
Data (010)
Konteks : Waska dan Engkos sedang mengintip sesuatu, namun Engkos tidak sabar dan pegal karena sudah 7 jam ia mengendap-ngendap.
Engkos : “(Yang sedang mengintip) Waska, kita sudah tujuh jam mengintip nonstop. Bagaimana
seterusnya?”
Waska : “Betul-betul anjing kurapan budak setan itu. Nggak sabaran. Mana bisa dia menjadi penjahat besar tanpa memiliki ketahanan menghadapi waktu.”
(UU: 120) Data di atas terdapat percakapan antara Engkos dan Waska. Engkos
tidak sabar karena sudah tujuh jam mengintip. Namun, saat itu Waska marah, memaki-maki Engkos. Waska mengatakan bahwa untuk menjadi penjahat besar harus mampu menghadapi waktu. Tergambar dalam tuturan “Betul-betul anjing kurapan budak setan itu. Nggak sabaran. Mana bisa dia menjadi penjahat besar tanpa memiliki
ketahanan menghadapi waktu.” Yang
menggunakan modus kalimat berita. Penutur menuturkan kemarahannya dengan kesal. Berdasarkan pada uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa data di atas merupakan tindak tutur ekspresif fungsi kemarahan.
Tuturan yang dituturkan Waska merupakan tindak tutur ekspresif fungsi kemarahan. Tuturan tersebut dituturkan Waska terhadap Engkos yang tidak sabar mengintip setelah tujuh jam dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk mengekspresikan kemarahan.
1.11 Fungsi dan Bentuk Tindak
Tutur Ekspresif Belasungkawa
Data (011)
Konteks : Waska berjuang melawan batuknya. Waska merasa kelelahan, Japar mengucapkan rasa belasungkawanya terhadap Waska.
Japar : “Penyesalan saya tak pernah berujung atas tangis cengeng saya yang sekarang kalau ternyata kemudian kamu adalah seorang lelaki tua yang pengecut dan takut akan mati. Dan bukan mustahil penyesalan saya akan menghasilkan kutuk atas dirimu, atas badanmu,
keyakinanmu, atas pikiranmu, atas impian-impianmu, atasmu!”
Waska : “Saya tidak pernah takut mati.
Masalahnya saya tidak pernah
mau mati. (Berseru) Borok!”
(UU: 145) Data di atas terdapat percakapan antara Japar dan Waska. Jpar mengungkapkan belasungkawanya dengan penuh motivasi. Ia mengatakan bahwa tangisannya akan sia-sia jika Waska menjadi pengecut dan takut mati atas sakitnya itu. Japar menuturkan
“Penyesalan saya tak pernah
berujung atas tangis cengeng saya yang sekarang kalau ternyata kemudian kamu adalah seorang lelaki tua yang pengecut dan takut akan mati. Dan bukan mustahil penyesalan saya akan menghasilkan kutuk atas dirimu, atas badanmu, atas rohmu, atas keyakinanmu, atas pikiranmu,
atas impian-impianmu, atasmu!”
yang menggunakan modus kalimat perintah. Japar menuturkan rasa belasungkawanya dengan penuh motivasi, ia berharap Waska terus bertahan atas sakitnya. Berdasarkan pada uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa data di atas merupakan tindak tutur ekspresif fungsi kemarahan.
Tuturan yang dituturkan Japar merupakan tindak tutur ekspresif fungsi belasungkawa. Tuturan tersebut dituturkan Japar terhadap Waska atas sakinya Waska dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk mengungkapkan rasa belasungkawa.
Tutur Kebahagiaan
Data (012)
Konteks : Saat itu Waska mengatakan rencananya kepada Ranggong dan Ranggong menyukai rencana Waska.
Waska : “Kamu suka rencana itu?”
Ranggong : “Suka sekali, Waska, suka sekali. Sekarang bahkan saya sudah membayangkan bagaimana saya melaksanakan tugas-tugas saya.”
(UU: 126) Data (012) di atas terdapat percakapan antara Waska dan Ranggong. Ranggong sangat Bahagia sekali dengan tuturan Waska tentang rencana itu. Bahkan, Ranggong sudah
membayangkan ketika
melaksanakan tugas-tugas tersebut.
Ranggong menuturkan “Suka sekali,
Waska, suka sekali. Sekarang bahkan saya sudah membayangkan bagaimana saya melaksanakan tugas-tugas saya.” Yang
menggunakan modus kalimat berita.
Ranggong menuturkan “Suka sekali, Waska, suka sekali. Sekarang bahkan
saya sudah membayangkan
bagaimana saya melaksanakan
tugas-tugas saya.” Yang
menggunakan modus kalimat berita. Ranggong menuturkan tuturannya dengan nada penuh kebahagiaan dan keyakinan. Berdasarkan pada uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa data (012) merupakan tindak tutur ekspresif fungsi kebahagiaan.
Tuturan yang dituturkan Ranggong merupakan tindak tutur ekspresif fungsi kebahagiaan. Tuturan tersebut dituturkan Ranggong terhadap Waska dengan menggunakan tuturan langsung literal karena dalam dialog tersebut
penutur menggunakan tuturan dengan kalimat berita yang berfungsi untuk mengekspresikan rasa bahagia.
D. SIMPULAN DAN SARAN
Pada penelitian ini, tuturan pada naskah drama Umang-umang Atawa
Orkes Madun II karya Arifin C. Noer
yang diterbitkan pada tahun 1999 oleh Pustaka Firdaus berperan sebagai objek penelitian. Kemudian analisis data dalam penelitian ini meliputi dua pembahasan, yaitu fungsi tindak tutur ekspresif dan bentuk tindak tutur ekspresif dalam naskah drama Umang-umang Atawa
Orkes Madun II karya Arifin C. Noer.
Hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ekspresif dalam naskah drama
Umang-umang Atawa Orkes Madun II
karya Arifin C. Noer ditemukan 12 fungsi tindak tutur ekspresif yaitu: (1) Fungsi tindak tutur ekspresif mengkritik (2) fungsi tindak tutur ekspresif memuji (3) fungsi tindak tutur ekspesif meminta maaf (4) fungsi tindak tutur mengejek (5) fungsi tindak tutur ekspresif menyindir (6) fungsi tindak tutur ekspresif menyalahkan (7) fungsi tindak tutur ekspresif terima kasih (8) fungsi tindak tutur ekspresif keputusasaan (9) fungsi tindak tutur ekspresif kekecewaan (10) fungsi tindak tutur ekspresif kemarahan (11) fungsi tindak tututr ekspresif belasungkawa (12) fungsi tindak tutur ekspresif kebahagiaan. Hal ini menunjukkan bahwa penutur (para tokoh) dalam naskah drama
Umang-umang Atawa Orkes Madun II lebih
banyak mengekspresikan fungsi tindak tutur ekspresif mengkritik dan fungsi tindak tutur ekspresif kemarahan.
Penelitian ini tentu masih banyak kekurangan. Dengan demikian diharapkan proses penelitian kedepannya dapat dikembangkan lebih luas lagi terutama menyangkut pragmatik.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, A. (2010). Kesantunan
Berbahasa. Jakarta: Rineka
Cipta.
Chaer, A. (2013). Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian
dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Cummings, L. (2007). Pragmatik:
Sebuah Perspektif
Multidisipliner. Judul asli,
Pragmatics, A Multidiciplinary Perspective. Terj. Abdul Syukur Ibrahim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dewan Kesenian Jakarta, (1999).
Teater Indonesia, Konsep,
Sejarah, Problematika.
Jakarta: DKJ.
Departemen Pendidikan Nasional, 2015. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Edisi keempat).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Dahana, R. P. (2001). Ideologi Politik
dan Teater Modern Indonesia.
Magelang: Indonesiatera. Geria, A. A., & Alit, G. (2014). Yajna
Sang Puput: Telaah Sruktur
dan Makna. Jakarta:
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, yang ditulis dalam Jumantara (Jurnal Manuskrip Nusantara) Vol. 5 No. 2.
Hardiman. B. (2003). Heidegger dan
Mistik Keseharian. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Kartika, dkk. (2002). Analisis Semiotika Teks Drama Kau Kutunggu Siapa Nilo Karya
Wisran Hadi. Program Studi
Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia. Universitas Negeri Padang. Yang diakses dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1. No. 1 September 2012; Seri A 1-86 Lapasau, M. & Arifin, Z. (2016).
Sosiolingistik. Tangerang:
Pustaka Mandiri.
Markoem, M. (2017). Semantik dan
Linguistik. Tangerang:
Pustaka Mandiri.
Muzairi. (2002). Eksistensialisme Jean
Paul Satre. Yogyakarta:
Pustakan Pelajar.
Nadar, F. X. (2009). Pragmatik dan
Penelitian Pragmatik.
Yogyakarta: Graha Ilm
Noer, A. C. (1999). Orkes Madun. Jakarta: Pustaka Firdaus. Nuryanto, T. (2014). Mari Bermain
Drama Kebahagiaan Sejati.
Cirebon: Syariah Nurjati Press. Diakses dalam
repository.syekhnurjati.ac.id
Nurgiyantoro, B. (2015). Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Putri, L. & Eka, S. (2007). Metodologi
Penelitian untuk Bidang Sains.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan Jakarta Press.
Rahardi, K., dkk. (2019). Pragmatik:
Fenomena Ketidaksantunan
Berbahasa. Jakarta: Erlangga.
Searle. 1968. Speech Acth An Essay in
The Phylosophy of Language.
Oxford: Brasil Bachwell.
Silaen, S. (2014). Metodologi
Penulisan Skripsi dan Tesis. Bogor: In Media
Verhaar. (2010). Asas-asas Lingustik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wiyatmi. (2006). Pengantar Kajian
Sastra. Yogyakarta: Pustaka.
Yule, G. (2017). Pragmatik. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Mahu, O. J. (2018). Pengembangan
Buku Ajar Pragmatik
Edukasional terintegrasi
konteks intralingual dan
Budaya Bagi Mahasiswa.
Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, yang diakses dalam repository.usd.ac.id › 161232003_full
Harahap, N. (2008). Analisis Pragmatik Wacana Iklan
Surat Kabar. Medan.
Universitas Sumatra Utara, yang diakses dalam
repository.usu.ac.id›
bitstream › handle.
Sarwanti, Putri Anggit. 2013. Analisis Tindak Tutur MS.B. “Will U
Marry Me” karya Fira Basuki
(Suatu Kajian Pragmatik).
Universitas Negeri Yogyakarta, yang diakses dalam eprints.uny.ac.id› Anggit Putri S 08210144009
Salamah, U. (2013). Tindak Tutur
Ekspresif dalam Naskah
Drama Berjudul Kali
Ciliwung Karya Muhammad Nyrsyahid P. (Suatu Kajian
Pragmatik). Surakarta.
Universitas Sebelas Maret, yang diakses dalam https://eprints.uns.ac.ad.