• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum - Evaluasi Tingkat dan Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Menggunakan Metode PCI (Pavement Condition Index) Pada Ruas Jalan Jatilawang – Rawalo - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum - Evaluasi Tingkat dan Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Menggunakan Metode PCI (Pavement Condition Index) Pada Ruas Jalan Jatilawang – Rawalo - repository perpustakaan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Pada awalnya jalan hanya berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup termasuk sumber air. Setelah manusia mulai hidup berkelompok, jejak-jejak itu berubah menjadi jalan setapak. Dengan digunakanya hewan sebagai alat transportasi, permukaan jalan dibuat rata dan diperkeras dengan batu.

Teknologi perkerasan jalan berkembang pesat sejak dtemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum masehi di Mesopotamia dan pada jaman keemasan romawi. Pada saat itu jalan dibangun dalam beberapa lapisan perkerasan terutama dari pasangan batu, yang secara keseluruhan lebih tebal dari struktur perkerasan jalan saat ini, walaupun belum menggunakan aspal ataupun semen sebagai bahan pengikat.

(2)

2.2 Konstruksi Perkerasan

pada umumnya pembangunan jalan menempuh jarak beberapa kilometer sampai ratusan kilometer bahkan melewati medan yang berbukit, berkelok-kelok dan masalah lainnya. Oleh karena it jenis perkerasan harus disesuaikan dengan kondisi tiap tempat dan daerah ang akan dibangun jalan tersebut sehingga dapat disesuaikan denga kebutuhan matrial dan anggaran biaya yang tersedia.

Silvia Sukirman (1999) menyatakan bahwa berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi jalan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adlah lapis perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan ikat antar matrial. Lapisan-lapisan perkerasanya bersifat memikul dan meneruskan beban lalu lintas ke tanah dasar.

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) adalah lapis perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikat antar matrialnya. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi lapis bawah. Beban lalu intas dilimpahkan ke plat beton, konstruksi ini jarang digunakan karena biayanya cukup mahal, tetapi biasanya digunakan pad proyek-proyek jalan layang.

(3)

Dari ketiga jenis perkersan tersebut, perkerasn lentur yang paling sering digunakan dibandingkan dengan perkerasan kaku ataupun perkerasan komposit karena tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur dan lebiha aman serta biaya yang relatif hemat.

2.3 Kinerja Struktur Perkerasan Jalan

Struktur perkerasan jalan sebagai komponen dari prasarana transportasi yang berfungsi sebagai :

1. Penerimaan beban lalulintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan. Oleh karena itu struktur perkerasan perlu memiliki stabilitas yang tinggi, kokoh selama masa pelayanan jalan dan tahan terhadap pengaruh lingkungan dan atau cuaca. Kelelahan (fatigue resistance), kerusakan perkerasan akibat berkurangnya kekokohan jalan seperti retak (crackinf), lendutan sepanjang lintasan kendaraan(rutting), bergelombang, dana atau berlubang, tidak dikehendaki terjadi pada perkerasan jalan.

(4)

Agar struktur perkerasan jalan kokoh selama masa pelayanan, aman dan nyaman bagi penguna jalan, maka :

1. Pemilihan jenis kendaraan dan perencanaan tebal perkerasan perlu memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalulintas, keadaan lingkungan, masa pelayana atau umur rencana, ketersedian dan karakteristik material pembentuam perkerasan jalan di sekitas lokasi. 2. Analisis dan rancangan campuran dari bahan yang tersedia perlu

memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat sehingga sesuai dengan spesifikasi pekerjaan dari jenis lapisan perkerasan yang dipilih.

3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuia prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan sistem penjaminan mutu pelaksanaan jalan sesuai spesifikasi pekerjaaan. Pemilihan jenis lapisan perkerasan dan perencanaan tebal perkerasan, analisi campuran yang baik, belum menjamin dihasilkanya perkerasan yang memenuhi apa yang diinginkan, jika pelaksanaan dan pengawasa tidak dilakukan dengan cermat, sesuai prosedur dan spesifikasi pekerjaan.

4. Pemeliharaan jalan selama masa pelayanan perlu dilakukan secara periodik sehingga umur rencana dapat tercapai. Pemeliharaan meliputi tidak saja struktur perkerasan jalan, tetapi juga sistem drainase di sekitar lokasi jalan tersebut.

(5)

2.4 Lapisan Perkerasan 2.4.1 Perkerasan kaku

Perkerasan kaku cocok digunakan untuk jalan dengan volume lalulintas tinggi yang didominasi oleh kendaraan berat, di sekitar pintu tol, jalan yang melayani kendaraan berat yang melintas dengan kecepatan rendah, atau di daerah jalan keluar atau masuk ke jalan berkecepatan tinggi yang didominasi oleh kendaraan berat.

Keuntungan meggunakan perkerasan kaku adalah

1. Umur pelayanan panjang dengan pemeliharaan yang sederhana 2. Durabilitas baik

3. Mampu bertahan pada banjir yang berulang, atau genangan air tanpa terjadinya kerusakan yang berarti

Kerugian menggunakan perkerasan kaku adalah :

1. Kekesatan jalan kurang baik dan sifat kekasaran permukaan dipengaruhi oleh prose pelaksanaan

2. Memberikan kesan silau bagi pengguna jalan

(6)

Struktur perkerasn kaku terdiri dari plat beton sebagai lapis permukaan, lapis pondasi bawah sebagi lapis bantalan yang homogen, dan lapis tanah dasar tempat struktur perkerasan diletakan. Plat beton memiliki sambungan memanjang dan sambungan melintang.

Gambar 2.1 perkerasan kaku

2.4.2 Perkerasan lentur

Pada umumnya perkerasan lentur baik digunakan untuk jalan yang melayani beban lalulintas ringan sampai sedang, seperti jalan perkotaan, jalan dengan sistem utilitas terletak dibawah perkerasn jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap.

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan- lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalulintas dan menyebarkannya kelapisan bawah.

(7)

 Keuntungan menggunakan perkerasan lentur adalah :

1. Dapat digunkan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential settlement) terbatas.

2. Mudah diperbaiki.

3. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja. 4. Memiliki tahanan geser yang baik.

5. Warna perkerasan memiliki kesan tidak silau bagi pemakai jalan.

6. Dapat dilaksankan bertaha, terutama pada kondisi biaya pembanguna terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan.

 Kerugian menggunakan perkerasan lentur adalah :

1. Tebal total perkerasan lebih tebal dari perkerasan kaku.

2. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan.

3. Frekuensi pemeliharaan lebih sering daripada menggunakan perkerasan kaku.

4. Tidak baik digunakan jika sering tergenang air. 5. Membutuhkan agregat lebih banyak.

Menurut konstruksi jalan terdiri dari tiga bagian yang penting, yaitu :

1. Lapisan penutup atau lapisan aus. 2. Lapisan perkerasan.

(8)

Gambar 2.2 Lapisan Konstruksi Pekerjaan Jalan

Sedangkan lapisan konstruksi perkerasan secara umum yang biasa digunakan di Indonesia menurut Sukirman (1999) terdiri dari :

1. Lapisan permukaan (surface course) 2. Lapisan pondasi atas (base course) 3. Lapisan pondasi bawah (subase course) 4. Lapisan tanah bawah (subgrade)

(9)

Beban lalulintas yang bekerja diatas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas : 1. Muatan kendaraan berupa gaya vertikal

2. Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal 3. Pukulan roda kendaraan berupa getaran- getaran

Sesuai dengan penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing- masing lapisan akan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil. Lapsa permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapisan pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja.

Akibat adanya beban yang bekerja pada jalan, konstruksi perkerasan jalan yang meliputi lapisan permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), lapisan pondasi bawah (subbase course) harus dibuat sedemikian rupa

sehingga mampu menahan beban yang bekerja diatasnya dalam jangka waktu sesuai dengan umur rencana.

1. Lapisan permukaan (surface course)

Lapis permukaan merupakan lapis paling ats dari struktur perkerasan jalan, fungsi utamanya sebagai :

a. Lapis penahan beban vertikal dari kendaraan, oleh karena itu lapisa harus memiliki staabilitas tinggi selama masa pelayanan.

(10)

c. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatas lapisan permukaan tidak meresap ke lapis bawahnya yang berakibat rusaknya struktur perkerasan jalan.

d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi.

Lapis permukaan perkerasan lentur menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapis yang kedap air, berstabilitas tinggi, dan memiliki daya tahan selama masa pelayanan. Namun demikian, aibat kontak langsung dengan roda kendaraan, hujan, dingin, dan panas, lapis paling atas cepat menjadi aus dan rusak, sehingga disebu lapis aus.

Lapisan dibawah lapis aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, disebut lapis permukaan antara (binder course), berfungsi memikul beban lalulintas dan mendistribusikanya ke lapis pondasi.

Dengan demikian lapis permukaan dapat dibedakan menjadi :

a. Lapis aus (wearing course), merupakan lapisan permukaan yang kontak langsung roda kendaraan dan perubahan cuaca.

b. Lapis permukaan antara(binder course), merupakan lapisan permukaan yang terletak di bawah lapis aus dan di atas lapis pondasi.

Bebagai jenis lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia adalah lapisan bersifat non struktural dan bersifat struktural:

Lapisan bersifat non struktural

(11)

a. Laburan aspal lapis satu (burtu = surface dressng), terdiri dari lapis aspal yang ditaburi dengan satu lapisan agregat bergradasi seragam dengan ukuran nominal maksimum 13 mm. Burtu memiliki ketebalan maksimum 2 cm.

b. Laburan aspal lapis dua (burda = surfacedressing), terdiri dari lapis aspal ditaburi agregat, dikerjakan dua kali secara berurutan, dengan tebal padat maksmum 3,5cm. Lapis pertama burda adalah lapis burtu dan lapis keduanya menggunakan agregat penutup dengan ukuran maksimum 9,5cm (3/8 inchi).

c. Lapis tipis aspal pasir (latasir = sand sheet), merupakan lapis penutup permukaan jalan yang menggunakan agregat halus atau pasi atau campuran keduanya, dicampur dengan aspal, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Ada dua jenis latasir yaitu latasir kelas A dan latasir kelas B. Latasir kelas A dengan tebal minimum 15mm, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum no 4, sedangkan latasir B dengan tebal minimum 20mm, menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 9,5mm (3/8inchi) d. Laburan aspal (buras), merupakan lapisan penutup dari aspal

lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inchi.

(12)

Lapisan bersifat struktural

Lapisan bersifat struktural berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, antara lain :

a. Penetrasi macadam (lapen), merupakan lapisan perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas lapen ini biasanya diberi laburan aspal agregat penutup. Tebal satu lapisan dapat bervariasi antara 4 – 10 cm.

b. Lasbutag, merupak suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal pada tiap lapisanya antara 3 – 5 cm.

c. Lapisan aspal beton (laton), merupakan satu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu.

2. Lapisan pondasi atas (base course)

(13)

a. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertikala dari beban kendaraan dan disebarkan ke lapis bawahnya

b. Lapis peresap untuk lapis pondasi bawah c. Bantalan atau perletakan lapis permukaan.

Material yang digunakan untuk lapisan pondasi adalah material yang cukup kuat dan awet sesuai syarat teknik dalam spesifikasi pekerjaan.

3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)

Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi bawah berfungsi sebagai :

a. Bagian dari struktur perkerasa untuk mendukung dan menyebarkan bebabn kendaraan ke lapis tanah dasar

b. Effisiensi penggunaan material yang relatif murah, agar lapis diatasnya dapat dikurangi tebalya

c. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi

d. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancar

e. Lapisan filter untuk mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi.

4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

(14)

a. Lapis tanah dasar asli adalah tanah dasar yang merupakan muka tanah asli di lokasi jalan tersebut. Pada umumnya lapis tanah dasar ini disiapkan hanya dengan membersihkan, memadatkan lapis atas setebal 30 – 50cm dari muka tanah dimana struktur perkerasan direncanakan akan diletakan.

b. Lapis tanah dasar urug atau tanah timbunan adalah lapis tanah dasar yang lokasinya terletak d atas uka tanah asli. Pada pelaksanaan membuat lapis tanah dasar tanah urug perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapakan.

c. Lapis tanah dasar tanah galian adalah lapis tanah dasar yang lokasinya terletak dibawah mua tanah asli. Dalam kelompok ini termasuk pula penggantian tanah asli setebal 50 – 100cm akibat daya dukung tanah asli yang kurang bbaik. Pada pelaksanaan membua tanah dasar tanah galian perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapakan.

Daya dukung dan ketahanan struktur perkerasn jalan sangat ditentukan oleh daya dukung tanah dasar. Masalah- masalah yang sering terjadi terkait dengan lapisan tanah dasar adalah :

1. Perubahan bentuk tetap dan rusaknya struktur perkerasan jalan secara menyeluruh

(15)

3. Perbedaan daya dukung tanah akibat oerbedaan jenis tanah. Penelitian yang seksama akan jenis dan sifat tanah dasar disepanjang jalan dapa mengurangi dampak akibat tidak meratnya daya dukung tanah dasar. 4. Perbedaan penuruanan(differential settlement), akibat terdapatnya lapis

lunak dibawah lapisan tanah dasar. Penyelidikan jenis dan karakteristik lapisan tanah yang terletak dibawah lapisan tanah daar sangat membantu mengatasi masalah ini.

5. Kondisi geologi yang daoat nerakibat terjadinya patahan, geseran dari lempeng bumi perlu diteliti dengan seksama terutama pada tahap penentuan trase jalan.

6. Kondisi geologi disekitar trase pada lapisan tanah dasar di atas tanah galian perlu diteliti dengan seksama, termasuk kestabilan lereng dan rembesan air yang mungkin terjadi akibat dilakukanya galian.

2.5 Klasifkasi Jalan

Klasifikasi jalan dapat dapat dikelompokan menjadi beberapa hal menurut keperluanya, yaitu :

A. Menurut Manfaat dan Peruntukanya

1. Jalan umum, diperuntuan bagi lalulintas umum dan berlaku undang – undang tentang lalulintas dan angkutan jalan raya.

2. Jalan khusus, tidak diperuntukan bagi lalulintas umum, teta[i bila dinyatakan oleh pemiliknya terbuka untuk umum dan diatur perundang

(16)

3. Jalan tol, jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan wajib membayar tol. Tol yaitu sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian jalan tol.

B. Menurut Peranan Pelayanan Jasa Distribusi

1. Sistem jaringan jalan primer, sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota.

2. Sitem jaringan jalan sekunder, sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat yang ada didalam kota (lokal/setempat).

C. Menurut Fungsi dan Peranannya

1. Jalan arteri, jalan yang melayani angkutan jara jauh dengan kecepatan rata – rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

2. Jalan kolektor, jalan yang melayani angkutan penumpang atau pembagian dengan ciri –ciri perjalanan jarak sedang, keceptan rata – rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

(17)

D. Menurut Kaitanya Sitem Jaringan Jalan dan Peranannya (undang – undang tentang jalan No. 13 tahun 1980)

1. Jalan arteri primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan jenjang kota kedua.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh jalan arteri primer adalah : a. Kecepatan rencana >60km/jam

b. Lebar jalan > 8m

c. Kapasitas jalanlebih besar dari volume jalan laulintas rata-rata d. Jalan masuk dibatasi secara efisien, sehingga kecepatan rencana

dan kapasitas jalan dapaat tercapai

e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalulintas lokal, lalulintas ulang alik

f. Jalan arteri primer tidak terputus wallaupun memasiki kota

g. Tingkat kenyamanan yang dinyatakan dengan indeks permukaan tidak kurang dari dua

2. Jalan kolektor primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.

Persyratan yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer adalah : a. Kecepatan >40km/jam

b. Lebar badan jalan >7m

(18)

d. Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota

e. Jalan masu dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu

f. Indeks permukaan tidak kurang dari dua

3. Jalan lokal primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga sampai persil.

Persyaratan yang harus dipenuhi jalan lokal primer adalah : a. Kecepatan rencana > 20 km/jam

b. Lebar badan jalan > 6m

c. Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki kota d. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,2

4. Jalan arteri sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atu menghubungkan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

Persyaratan jalan arteri sekunder adalah : a. Kecepatan rencana > 30 kn/jam b. Lebar badan jalan > 8m

(19)

d. Tidak boleh diganggu oleh lalulintas lambat e. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5

5. Jalan kolektor sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawsan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.

Persyaratan jalan kolektor sekunder adalah : a. Kecepatan rencana > 20km/jam

b. Lebar badan jalan > 7m

c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5

6. Jalan lokal sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawsan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

Persyaratan jalan lokal sekunder adalah : a. Kecepatan rencana > 10km/jam b. Lebar badan jalan > 5 m

c. Indeks permukaan tidak kurang dari 1

E. Menurut Status dan Wewenang Pembinaanya

(20)

2. Jalan daerah meliputi :

a. Jalan propinsi, yang termasuk jalan propinsi adalah jalan kolekor primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota Kabupaten/Kotamadya. Penetapan status jalan propinsi dilakukan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri atau usula Pemda Tk1, dengan memperhatikan pendapat Menteri.

b. Jalan Kabupaten, yang termasuk jalan kabupaten adalah jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi, jalan lokal primer, jalan sekunder. Penetapan status suatu jalan sebagai jaln kabupaten dilakukan dengan Keputusan Gubernur KD 1 atas usulan Pemda Tk II.

c. Jalan kotamadya, yang termasuk kelompok jalan kotamadya adalah jalan sekunder didalam kotamadya. Penetapan status suatu jlan sebagai jlan kotamadya dilakukan dengan keputusan Gubernur KDH Tk I atas usulan Pemda Kotamadya.

d. Jalan desa : Pemerintah Desa/ Kelurahan.

(21)

F. Menurut Standar Perancangan Geometri (Kelas Teknik Jalan Kota)

Sumber dari Dit.BINKOT 1990 : 1. Tipe I

a. Kelas I : kecepatan rencana 80 -100 km/jam(arter primer) b. Kelas II : kecepatan rencana 60 – 80 km/jam (kolektor primer) 2. Tipe II

a. Kelas I : kecepatan rencana 60 km/jam (arteri sekunder) b. Kelas II : kecepatan rencana 50 - 60 km/jam (kolektor primer) c. Kelas III : kecepatan rencana 30 – 40 km/jam

d. Kelas IV : kecepatan rencana 20 – 30 km/jam (lokal sekunder)

G. Menurut Muatan Sumbu Terberat Dalam PP No.43 tahun 1992 jalan dibagi menjadi :

Tabel 2.1 Kelas Jalan

No Kelas Jalan Beban Muatan

1. Kelas I > 10 ton

2. Kelas II 10 ton

3. Kelas IIIA 8 ton

4. Kelas IIIB 8 ton

(22)

2.6 Sifat Perkerasan Lentur

Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai: a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat

dan antara aspal itu sendiri.

b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)

terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.

a. Daya tahan (durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.

b. Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya setelah terjadi pengikatan.

c. Kepekaan terhadap temperatur

(23)

berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.

d. Kekerasan aspal

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi).

Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

2.7 Jenis Kerusakan Jalan

Menurut Shanin. M.Y, PCI (Pavement condition index) adalah petunjuka penilaian untuk kondisi perkerasan. Kerusakan jalan dapat dibedakan menjadi 19 kerusakan, yaitu sebagai berikut :

1. Retak kulit buaya (Aligator Cracking)

(24)

atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik).

Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya untuk sementara dapat dipelihara dengan mempergunakan lapis urda, burtu, ataupun lataston jika celah ≤ 3 mm.

Level :

Tabel 2.2 Tingkat Kerusakan Aligator Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

perkerasan baik, retak rambut pararel satu dengan lainnya

M

retakan sedikit terbuka dan membentuk jaringan, partikel ada yang lepas

H

jaringan retakan terbuka dan dalam, partikel pada retakan sudah terlepas

(25)

Gambar 2.4 Tingkat Low Kerusakan Alligator cracking ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.5 Tingkat Medium Kerusakan Alligator cracking ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.6 Tingkat High Kerusakan Alligator cracking ( Department of the

(26)

2. Kegemukan (Bleeding)

Kegemukan adalah lapisan bitumen yang tipis pada permukaan aspal yang kelihatan seperti permukaan gelas (mengkilat). Hal ini disebabkan pemakaian kadar aspal yang tingi pada campuran aspal atau tar pada waktu proses pencampuran.dapat diatasi dengan menaburkan agregat panas dan keudian dipadatkan atau lapis aspal diangka dan kemudian diberi lapis penutup.

Level :

Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Bleeding

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

bleeding sedikit, aspal tidak melekat pada sepatu atau kendaraan

M

bleeding cukup luas, aspal mulai nemempel pada sepatu atau kendaraan

H

bleeding luas, aspal sangat menempel pada sepatu atau kendaraan

(sumber : Department of the Army 1982)

(27)

Gambar 2.8 Tingkat Medium Kerusakan Bleeding ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.9 Tingkat High Kerusakan Bleeding ( Department of the Army 1982)

3. Retak kotak – kotak (Block Cracking)

(28)

Retak kotak – kotak iasanya di tandai oleh aspal atau perkerasan retak halus dan juga biasanya terjadi pada bagian yang lebih halus dipermukaan tersebut, tetapi kadang – kadang terjadi bukan pada jalur lalulintas tetapi diseluruh badan jalan, tepi ini bebrbeda dengan rtak kulit buaya yang bentuknya lebih kecil dan sisi bersudut tajam, retak kulit buaya hanya disebabkan repetisi beban lalulintas saja.

Level :

Tabel 2.4 Tingkat Kerusakan Block Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

lebar retakan < ¼ inci, partikel tidak ada yang lepas

M

lebar retakan > ¼ inci, sedikit kehilangan partikel pada retakan

H

retakan membentuk blok-blok, kehilangan partikel pada retakan

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.10 Tingkat Low Kerusakan Block cracking ( Department of the Army

(29)

Gambar 2.11 Tingkat Medium Kerusakan Block cracking ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.12 Tingkat High Kerusakan Block cracking ( Department of the Army

1982)

4. Cekungan (Bumb and sags)

Bendul kecil yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan perkerasan itu disebabkan pererasan stabil. Bendul uga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

(30)

3. Perkerasan yang menjembul keatas pada material disertai retakan yang ditambah denga beban lalulintas.

Longsor kecil dan retak kebawah atau pemindahan pada lapisan perkerasan membentuk cekungan. Longsor itupun terjadi pada arean yang lebih luas dengan banykanya cekungan dan cembungan pada permukaan perkerasan bias disebut juga gelombang.

Level :

Tabel 2.5 Tingkat Kerusakan Bumb and Sags

Tingkat Kerusakan Keterangan

L kendaraan ringan dapat melambung

M

Cekungan dengan lembah yang kecil disertai retak.kendaraan dapat melambung

H kendaraan sangat melambung (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.13 Tingkat Kerusakan Low Kerusakan Bums and sag

(31)

Gambar 2.14 Tingkat Kerusakan Medium Kerusakan Bums and sag

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.15 Tingkat Kerusakan High Kerusakan Bums and sag

( Department of the Army 1982)

5. Keriting (Corrugation)

Gelombang pada lapisan perkerasan adalah rangkaian tertutup lembah dan puncak dengan jarak yang teratur. Hal ini biasanya berukuran panjang lebih dari 10 kaki (3 m) pada panjang perkerasan.

(32)

Level :

Tabel 2.6 Tingkat Kerusakan Corrugation

Tingkat Kerusakan Keterangan

L kendaraan terasa bergetar, tetapi tidak perlu mengurangi kecepatan yang diinginkan

M

kendaraan terasa bergetar, perlu mengurangi kecepatan yang diinginkan untuk menjamin keselamatan

H

kendaraan terasa sangat bergetar, dan perlu sekali mengurangi kecepatan yang diinginkan untuk menjamin keselamatan

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.16 Tingkat Low Kerusakan Corrugation ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.17 Tingkat Medium Kerusakan Corrugation ( Department of the Army

(33)

Gambar 2.18 Tingkat High Kerusakan Corrugation ( Department of the Army

1982)

6. Amblas (Depression)

Amblas adalah penurunan pada daerah perkerasan dengan tinggi yang kecil, atau rendah, itu terjadi pada sekeliling perkerasan dan banyak contoh dapat dilihat pada waktu setelah hujan sehingga akan tercapai kolam air. Penurunan juga dapat disebabkan lapisan dasar pondasi atau kesalhan konstruksi.

Penurunan jua bisa disebabkan perencanaan dan pembangunan – pembangunan yang salah. Amblas tidak seperti penurunan dikeseluruhan badan jalan pada suau evaluasi.

Perbaikan pada amblas dapat dilakukan dengan cara antara lain :

1. Untuk amblas dengan kedalaman ≤ 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan sesuai seperti lapen, lataston, laston.

(34)

Level :

Tabel 2.7 Tingkat Kerusakan Depression

Tingkat Kerusakan Keterangan

L kedalaman 0,5 – 1 inch (13-25 mm) M kedalaman 1 – 2 inch (25 – 50 mm)

H kedalaman > 2 inch (>50 mm) (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.19 Tingkat Low Kerusakan Depression ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.20 Tingkat medium Kerusakan Depression ( Department of the Army

(35)

Gambar 2.21 Tingkat High Kerusakan Depression ( Department of the Army

1982)

7. Retak samping jalan (Edge Cracking)

Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalulintas dan uga biasanya berukuran 1 – 2 kaki (0,3 – 0,6m) dai pinggir perkerasan. Ini biasanya disebabakan oleh beban lalulintas atau cuaca yang memperlemah pondasi atas maupun pondasi bawah yang dekat dengan pinggir perkerasan atau jugaa bisa disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase yang kurang baik, terjadi penyusutan tanah, atau terjadi settlement di bawah daerah tersebut.

(36)

Level :

Tabel 2.8 Tingkat Kerusakan Edge Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Retakan tanpa pengelupasan M Retakan dengan pengelupasan

H

Retakan dengan pengelupasan yang jelas di sekitar tepi jalan

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.22 Tingkat Low Kerusakan Edge cracking ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.23 Tingkat Medium Kerusakan Edge cracking ( Department of the

(37)

Gambar 2.24 Tingkat High Kerusakan Edge cracking ( Department of the Army

1982)

8. Retak sambung (Joint Reflec Cracking)

Kerusakan ini bsa disebabkan oleh aspal pada lapisan perkerasan yang umurnya sudah melebihi umur rencana atau bisa disebabkan juga oleh kondisi drainase dibawah bahu jalan lebih buruk daripada dibawah perkerasan, terjadi settlement dibawah bahu jalan, penyusutan material bahu jalan, atau akibat lintasan truk/kendaraan berat di bahu jalan.

Level :

Tabel 2.9 Tingkat Kerusakan Joint Reflec Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Retak dengan lebar 10 mm.

M Retak dengan lebar 10 mm – 76 mm. H Retak dengan lebar > 76 mm.

(38)

Gambar 2.25 Tingkat Low Kerusakan Joint reflection cracking

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.26 Tingkat Medium Kerusakan Joint reflection cracking

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.27 Tingkat High Kerusakan Joint reflection cracking

(39)

9. Pinggiran jalan turun vertikal (Lane/Shoulder dropp off)

Jalur atau pinggir jalan yang turun vertikal adalah tidak sama pada elevasi diantara perkerasan pinggir dan bahu jalan. Kerusakan ini disebabkan oleh bahu yang terkena erosi, terkena beban bangunan yang ada dipinggir jalan atau bekas jalur atau bekas jalur roda yang keluar dari pinggiran lapisan perkerasan, sehingga ada beban roda pada bahu dan membuat bahu akan turun.

Level :

Tabel 2.10 Tingkat Kerusakan Lane/Shoulder dropp off

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Turun sampai 1 – 2 inch (25 – 50 mm) M Turun sampai 2 – 4 inch (50 – 102 mm)

H Turun sampai > 4 inch ( >102 mm) (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.28 Tingkat Low Kerusakan Lane/ shoulder drop off

(40)

Gambar 2.29 Tingkat Medium Kerusakan Lane/ shoulder drop off

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.30 Tingkat High Kerusakan Lane/ shoulder drop off

( Department of the Army 1982)

10.Retak memanjang (Longitudinal/Trasverse Craking)

Retak memanjang adalah retak yang sejajar denga perkerasan (garis tengah perkerasan) dan biasa disebabkan oleh :

a. Kurang baiknya konstruksi perkerasan pada jalur sambungan.

(41)

c. Retak yang disebabkan oleh retakan dibawah permukaan lapisan permukaan .

Retak melintang sepanjang jarak lalulinas perkerasan kira – kira tegak lurus dengan garis tengah pada perkerasan. Tipe retakan ini biasanya tidak disebabkan oleh beban laulintas.

Level :

Tabel 2.11 Tingkat Kerusakan Longitudinal/Trasverse Craking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Lebar retak <3/8 inch (10 mm)

M Lebar retak 3/8 inch – 3 inch (10mm – 76 mm) H Lebar retak >3 inch (76 mm)

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.31 Tingkat Low Kerusakan Longitudinal and transverse cracking (

(42)

Gambar 2.32 Tingkat Medium Kerusakan Longitudinal and transverse cracking (

Department of the Army 1982)

Gambar 2.33 Tingkat High Kerusakan Longitudinal and transverse cracking (

Department of the Army 1982)

11.Tambalan (Patching end Utiliti cut Patching)

(43)

Level :

Tabel 2.12 Tingkat Kerusakan Patching end Utiliti cut Patching

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

Tambalan baik, sama dengan tingkatan kerusakan low pada Bums and sag, and corrugation

M

Tambalan kurang baik, sama dengan tingkat kerusakan medium Bums and sag, and corrugation

H

Tambalan tidak baik, sama dengan tingkat kerusakan high pada Bums and sag, and corrugation

(sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.34 Tingkat Low Kerusakan Patching and utility cut patching

(44)

Gambar 2.35 Tingkat Medium Kerusakan Patching and utility cut patching (

Department of the Army 1982)

Gambar 2.36 Tingkat High Kerusakan Patching and utility cut patching

( Department of the Army 1982)

12.Pengausan Agregat (Polises Agregat)

Kerusakn ini disebabkan oleh penerapan lalulintas yang berulang- ulang dimana agregat pada perkerasan menjadi licin dan perekatan dengan permukaan roda pada tekstur perkerasan yang mendistribusikannya tidak sempurna.

(45)

Kerusakan ini dapat diindikasikan dimana pada nomor skid resistance test adalah rendah.

Gambar 2.37 Kerusakan Polished aggregrate ( Department of the Army 1982)

13.Lubang (Photole)

Lubang biasanya kurang dari 3 kaki (0,9 m) pada diameter mangkuk tajam. Penurunan pada lapisan perkerasan pada umumnya dapat bersudut tajam pada sisi yang yang mendekati atas lubang. Pada perkembangannya adalah mempercepat terjadinya kerusakan pada keadaan lembab yang berkumpul diatas lubang.

(46)

Level :

Tabel 2.13 Tingkat Kerusakan Photole Kedalaman

maksimal lubang (inchi)

Diameter lubang rata- rata(inchi)

4-8 8-18 >18

½ - 1 Low Low Medium

1 – 2 Low Medium High

>2 Medium Medium High

(sumber : department of the army 1982)

Gambar 2.38 Tingkat Low Kerusakan Potholes ( Department of the Army 1982)

(47)

Gambar 2.40 Tingkat High Kerusakan Potholes ( Department of the Army 1982)

14.Rusak Perpotongan rel (Railroad Crossing)

Jalan rel atau persilangan rel dan jalan raya, kerusakan pada perpotongan rel adalah penurunan atau benjol sekeliling atau diantara rel yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik bahan. Tidak bisanya menyatu antara rel dengan lapisan perkerasan dan juga bisa disebabkan oleh lalulintas yang melintasi antara rel dan perkerasan.

Level :

Tabel 2.15 Tingkat Kerusakan Railroad Crossing

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

Kendaraan terasa bergetar, tetapi tidak perlu mengurangi kecepatan yang diinginkan

M

Kendaraan terasa bergetar, perlu mengurangi kecepatan yang diinginkan untuk menjamin keselamatan

H

Kendaraan terasa sangat bergetar, dan perlu sekali mengurangi kecepatan yang diinginkan untuk menjamin keselamatan

(48)

Gambar 2.41 Tingkat Low Kerusakan Railroad Crossing ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.42 Tingkat Medium Kerusakan Railroad Crossing ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.43 Tingkat High Kerusakan Railroad Crossing ( Department of the

(49)

15.Alur (Rutting)

Depresi permukaan perkerasan pada jejak roda, terjadi jembulan sepanjang sisi yang beralur tersebut, alur akan tampak setelah turun hujan dan terisi air, ada dua jenis rutting yaitu rutting campuran dan rutting subgrade. Rutting campuran terjadi bila subgrade belum rutting, tetapi terjadi depresi permukaan pada jejak roda sebagi akibat maslah pemadatan/ disain campuran. Subgrade rutting terjadi bila menunjukan subgrade depresi akibat beban, dalam hal ini perkerasan settle pada subgrade yang diikuti oleh depresi permukaan pada jejak roda.

Alur yang terisi air akan menyebabkan vechile hydroplaning, dapat berbahaya karena akan menarik kendaraan tetap berada pada jalur alur. Penyebabnya yaitu deformasi permanen pada suatu lapisan perkerasan atau subgrade biasanya disebabkan konsolidasi atau pergerakan lateral material akibat beban lalulintas. Level :

Tabel 2.16 Tingkat Kerusakan Rutting

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Kedalaman alur rerata ¼-½ inci M Kedalaman alur rerata ½ -1 inci

(50)

Gambar 2.44 Tingkat Low Kerusakan Rutting (Shahin1982)

Gambar 2.45 Tingkat Medium Kerusakan Rutting ( Department of the Army 1982)

(51)

16.Sungkur (shoving)

Sungkur adalah perpindahan lapisan perkerasan pada bagian tertentu yang disebabkan oleh beban lalulintas. Beban lalulintas akan mendorong berlawanan dengan perkerasan dan akan menghasilkan ombak pada lapisan perkerasan. Kerusakn ini biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil dan terangkat ketika menerima beban dari kendaraan.

Level :

Tabel 2.17 Tingkat Kerusakan shoving

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Kendaraan terasa bergetar, tetapi tidak perlu mengurangi kecepatan yang diinginkan

M

Kendaraan terasa bergetar, perlu mengurangi kecepatan yang diinginkan untuk menjamin keselamatan

H

Kendaraan terasa sangat bergetar, dan perlu sekali mengurangi kecepatan yang

diinginkan untuk menjamin keselamatan (sumber : Department of the Army 1982)

(52)

Gambar 2.48 Tingkat Medium Kerusakan Shoving ( Department of the Army

1982)

Gambar 2.49 Tingkat High Kerusakan Shoving ( Department of the Army 1982)

17.Patah slip (Slippage Cracking)

(53)

Level :

Tabel 2.18 Tingkat Kerusakan Slippage Cracking

Tingkat Kerusakan Keterangan

L Lebar retak < 3/8 inch (10 mm)

M Lebar retak 3/8 – 1,5 inch (10 – 38 mm) H Lebar retak > 1,5 inch (> 38 mm) (sumber : Department of the Army 1982)

Gambar 2.50 Tingkat Low Kerusakan Slippage cracking ( Department of the

Army 1982)

Gambar 2.51 Tingkat Medium Kerusakan Slippage cracking

(54)

Gambar 2.52 Tingkat High Kerusakan Slippage cracking ( Department of the

Army 1982)

18.Mengembang jembul (swell)

Mengembang jembul mempunyai ciri menonjol keluar seoanjang lapisan perkerasan yang berangsur – angsur mengombak kira – kira panjangnya 10 kaki. Mengembang jembul dapat disertai dengan retak lapisan perkerasan dan biasanya disebabkan oleh perubahan cuaca atau tanah yang menjembul keatas.

Level :

Tabel 2.19 Tingkat Kerusakan swell

Tingkat Kerusakan Keterangan

L

Perkerasan mengembang yang tidak selalu dapat terlihat oleh mata.

M

Perkerasan mengembang dan adanya gelombang yang kecil.

H

Perkerasan mengembang dengan adanya gelombang yang besar.

(55)

Gambar 2.53 Kerusakan Swell ( Department of the Army 1982)

19.Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)

Pelepasan butiran disebabkan oleh lapisan perkerasan yang kehilangan aspal atau tar pengikatnya dan tercabut partikel – partikel agregat. Kerusakn ini menunjukan salah satu pada aspal pengikat tidak kuat untuk menahan gaya dorong roda kendaraan atau presentasi kulaitas campuran jelek. Hal ini dapat disebabkan oleh tipe lalulintas tertentu, melemahnya sapal pengikat lapisan perkerasan dan tercabutnya agregat yang sudah lemah karena terkena tumpahan minyak bahan bakar.

Level :

Tabel 2.20 Tingkat Kerusakan Weathering/Raveling Tingkat

Kerusakan

Keterangan

L Pelepasan butiran yang ditandai lapisan kelihatan agregat.

M Pelepasan agregat dengan butiran – butiran yang lepas.

H

(56)

Gambar 2.54 Tingkat Low Kerusakan Weathering and Raveling

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.55 Tingkat Medium Kerusakan Weathering and Raveling

( Department of the Army 1982)

Gambar 2.56 Tingkat High Kerusakan Weathering and Raveling

(57)

2.8 Faktor Penyebab Kerusakan

Menurut Silvia Sukirman (1999) kerusakan – kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan dapat disebabkan oleh :

1. Lalulintas, dapat beruapa peningkatan dan repetisi beban.

2. Air, yang dapat berupa air hujan, sistem drainase yang tidak baik, naiknya air akibat kapilaritas.

3. Material konstruksi perkerasan, dalam hal ini disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula dsebabkan uleh sistem pengelolaan yang kurang baik.

4. Iklim. Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang merupakan salah satu penyebab kerusakn jalan. 5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, kemungkinan disebabkan oleh

sistem pelkasnaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasar yang tidak baik.

6. Proses pemadatan lapisan diatas tanah yang kurang baik.

(58)

2.9 Penanganan Kerusakan Jalan

Kondisi perkerasan yang telah mengalami kerusakan sebaiknya segera dilakukan perbaikan. Metode perbaikan yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis kerusakannya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kondisi perkerasan jalan tersebut. Berikut ini penanganan kerusakan untuk setiap jenis kerusakan menurut Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Petunjuk Praktis Pemeliharaan Rutin Jalan Upr. 02.1 Tentang Pemeliharaan Rutin Perkerasan Jalan :

1. Penutupan Retak (crack sealing)

Penutupan retak adalah proses pembersian dan penutupan atau penutupan ulang retakan dalam perkerasan aspal, yang dimaksud untuk memperbaiki kerusakan dengan penutupan retakan yang meliputi : retak memanjang, retak melintang, retak diagonal, retak reflektif, retak sambungan pelaksanaan, pelebaran retak reflektif, retak pinggir. Menurut Asphalt Institute MS-16 mengenai penutupan retak, cara yang disarankan adalah :

a) Retak rambut (hairline crack) : retak yang lebar celahnya kurang dari 6 mm dan terlalu kecil untuk diisi secara efektif. Oleh karena itu, biasanya dibiarkan saja kecuali kalau sudah meluas. Jika retak rambut dalam area perkerasan banyak, maka perawatan permukaan penutup larutan (slury seal) atau penutup keping (chip seal) dapat digunakan.

(59)

material penyangga (backer rod) dapat dipasang untuk mengawetkan penutup.

c) Retak sedang (medium crack) : retak yang lebar celahnya antara 20-25mm, biasanya hanya membutuhkan pembersian dan penutupan dengan penutup larutan (slury seal). Jika kedalaman retakan lebih besar dari 20 mm, material penyangga (backer rod) dapat dipasang untuk mengawetkan penutup.

d) Retak besar (large crack) : retak yang lebar celahnya lebih besar dari 25 mm. Perbaikan dilakukan dengan larutan aspal emulsi atau campuran aspal panas (HMA) bergradasi halus.

Adapun prosedur penutupan retak adalah sebagai berikut :

a. Retakan dibersihkan dengan menggunakan salah satu alat, seperti : alat semprot bertekanan tinggi, ledakan pasir (sond blasting), sikat kawat, ledakan udara panas (hot airblasting) atau air bertekanan tinggi.

(60)

c. Segera sesudah penutupan, periksa retakan untuk menyakinkan kebersihannya, kering dan material penyangga telah terpasang dengan baik.

d. Penutupan harus dilakukan dari bawah ke atas retakan untuk mencegah udara terperangkap, supaya tidak terbentuk bagian yang lemah pada penutup. Untuk mencegah adanya tanda bekas jejak roda, penutup harus dipasang 2-6 mm di bawah puncak dari permukaan retakan.

2. Perawatan Permukaan (Surface Treatment)

Perawatan permukaan adalah istilah yang mencakup beberapa tipe penutup aspal dan ter batu bara (coal tar) atau gabungan agregate aspal. Perawatan permukaan tebalnya umumnya tidak lebih dari 25 mm, dan dapat diletakan pada sembarang permukaan perkerasan.

Aspal untuk perawatan permukaan terdiri dari lapis tipis beton aspal yang terbentuk dari penerapan emulsi aspal, cut back atau pengikat aspal ditambah dengan agregate untuk melindungi atau memulihkan kondisi permukaan yang telah ada. Tipe dan nama perawatan permukaan termasuk diantaranya adalah :

(61)

agregate sedangkan chip seal dan slurry seal berisi agregate dengan porsi yang signifikan.

a. Penutup Perkerasan (pavement sealer) Penutup perkerasan dapat digunakan untuk pemeliharaan yang sifatnya pencegahan atau perbaikan, seperti :

1) Fog seal : lapis penutup yang berupa fog seal adalah aspal emulsi tipis dengan tipe ikatan lambat yang biasanya tanpa agregate penutup dan cocok digunakan untuk memperbaharui permukaan aspal yangtelah menjadi kering dan menjadi getas oleh umur,mengisi retak kecil dan rongga permukaan serta melapisi permukaan partikel aggregate agar tidak terjadi lepasnya butiran (raveling).

2) Penutup aspal (asphalt sealers) dan ter batu bara (coal tar) : penutup aspal (asphalt sealers) atau lapis penutup (seal coat) terdiri dari material dasar seperti hasil penyulingan ter batu baru (coal tar) atau semen aspal dan air. Lapisan ini tidak menambah

kekuatan struktur perkerasan dan umumnya digunakan untuk menutup retak rambut, mengikat bersama-sama permukaan yang mengalami butiran lepas (raveling) ringan serta membuat oksidasidan memperlambat penetrasi air.

(62)

berupa agregate batu pecah. Chip seal ini cocok digunakan pada jalan raya dengan volume rendah untuk penanganan kerusakan pada area luas dengan keretakan kecil yang rapat (alligator cracking), pelapukan (weathering) atau butiran lepas (raveling), agregate licin (polished

aggregate), dan retak block (block cracking).

c. Penutup Larutan (slurry seal) Penutup larutan (slurry seal) adalah perawatan yang dapat digunakan untuk pemeliharaan yang sifatnya pencegahan atau perbaikan. Penutup larutan adalah suatu campuran yang terdiri dari aspal emulsi ikatan lambat, agregate halus, mineral pengisi dan air. Dalam kasus khusus, dalam larutannya ditambahkan material tambah (additive) untuk memodifikasi karakteristik lamanya waktu perawatan. Material ini biasanya dikombinasikan dalam mesin spesial yang dirancang untuk pencampuran dan peletakan penutup larutan. Penghamparan larutan dilakukan satu tahap, dengan ketebalan antara 3 -10 mm. Karena tipisnya, ukuran maksimum agregate umumnya tidak lebih dari 9-10 mm dan dapat sekecil 4,75 atau 5 mm. Penutup larutan berfungsi untuk menutup retakan, menghentikan pelepasan butiran, dan memperbaiki kesesatan permukaan.

3. Penambalan (patching)

(63)

kerusakan Alligator cracking, pothole, patching, corrungation, shoving, depression, slippage cracking, dan rutting.

a. Penambalan permukaan

Penambalan permukaan umumnya hanya bersifat sementara untuk memperbaiki kerusakan, shoving, corrugation, depression, weathering and raveling dan alligator cracking. Penambalan permukaan dapat dilakukan dengan tanpa melakukan penggalian untuk menyamakan permukaan yang telah ada, atau dapat dilakukan dengan cara mengupas sebagian atau seluruh campuran perkerasan aspal yang telah ada untuk memperbaiki kerusakan. Penambalan permukaan dilakukan sebagai berikut :

1. Tandai area yang akan diperbaiki. Jika yang akan diperbaiki berupa kerusakan depression atau ruting, perbaikan harus dikerjakan sedemikian rupa sehingga elevasi area perbaikan sama dengan perkerasan sekitarnya.

2. Jika penambalan dilakukan dengan cara membongkar perkerasan, upas sampai kedalaman yang cukup untuk membongkar material yang rusak. 3. Sesudah membongkar perkerasan, bersihkan area ini dengan semprotan

bertekanan udara tingggi, dan selanjutnya setelah kering, gunkakan tack coat pada bagian pinggir dan dasar dari area tambalan.

(64)

5. Untuk penambalan tanpa pengupasan perkerasan yang telah ada sebaiknya menggunakan campuran aspal dan pasir halus.

6. Padatkan aspal dengan alat pemadat yang disesuaikan dengan ukuran tambalan. Hal penting yang harus diperhatikan tambalan harus diratakan sesuai dengan permukaan perkerasan disekitarnya.

b. Penambalan Diseluruh Kedalaman

Penambalan diseluruh kedalaman dilakukan denga cara membongkar seluruh material yang berada di area yang mengalami kerusakan dan digantikan dengan campuran aspal yang masih segar. Perbaikan ini bertujuan untuk memperbaiki kerusakan struktural dan material yang terkait dengan kerusakan ruting, alligator cracking, dan corrugation. Penambalan dilakukan sebagai berikut :

1. Area tambalan sebaiknya dilebihkan sekitar 15-30 cm diluar area yang rusak. Perkerasan digali sesuai kebutuhan termasuk lapis pondasi granuler dan tanah dasar untuk memperoleh dukungan yang kuat. Untuk kerusakan seperti retak akibat penggelinciran (slippage cracking) perbaikan hanya dilakukan pada lapis aspal yang rusak

sedangkan untuk kerusakan alligator cracking perlu pembongkaran material pondasi granuler atau tanah dasar yang lemah.

(65)

3. Hamparkan tack coat untuk tepi vertikal galian dan prime coat atau tack coat untuk dasar galian.

4. Urug galian dengan campuran aspal dan tuangkan campuran lebih dahulu pada tepi galian. Hamparkan campuran dengan hati-hati untuk menghindari pemisahan campuran. Material untuk menambal harus cukup, supaya setelah dipadatkan tidak menghasilkan cekungan atau cembungan pada tambalan. Campuran aspal panas harus diletakan perlapis, untuk menambahkan tahanan panas dan kepadatan yang cukup. 5. Padatkan tiap lapis tambalan dengan baik dan setalah pemadatan,

permukaan tambalan harus pada elevasi yang sama dengan perkerasan.

Urutan prioritas penanganan kerusakan jalan dilaksanakan berdasarkan nilai PCI, dimana pada unit penelitian yang memiliki nilai PCI terkecil memperoleh prioritas penanganan terlebih dahulu.

2.10 Pavement Condition Index (PCI)

(66)

Oleh karena itu Pavement Condition Index (PCI) suatu jalan haruslah ditentukan. Pavement Condition Index(PCI) adalah perkiraan kondisi jalan dengan sistem rating untuk menyatakan kondisi perkerasan yang sesungguhnya dengan data yang dapat dipercaya dan obyektif.

Metode PCI dikembangkan di Amerika oleh U.S Army Corp of Engineers untuk perkerasan bandara, jalan raya dan area parkir, karena dengan metode ini diperoleh data dan perkiraan kondisi yang akurat sesuai dengan kondisidi lapangan. Tingkat PCI dituliskan dalam tingkat 0 – 100. Menurut Shahin (1994) kondisi perkerasan jalan dibagi dalam beberapa tingkat sperti berikut :

Tabel 2.21 Nilai Rating PCI

No Kondisi Nilai PCI

1 Sempurna (Exellent) 85 % - 100 % 2 Sangat Baik (very ggod) 70% - 85%

3 Baik (Good) 55% - 70%

4 Cukup (Fair) 40 % - 55%

5 Jelek (Poor) 25%- 40%

6 Sangat Jelek (Very Poor) 10% - 25 %

7 Gagal (Failed) 0-10 %

(sumber : Department of the Army 1982)

(67)

L = Rusak ringan

M = Rusak sedang

H = Rusak parah

Sehingga macam kerusakannya adalah sebagai berikut : 1. Retak kulit buaya (Aligator Cracking)

2. Kegemukan (Bleeding)

3. Retak kotak – kotak (Block Cracking) 4. Cekungan (Bumb and sags)

5. Keriting (Corrugation) 6. Amblas (Depression)

7. Retak samping jalan (Edge Cracking) 8. Retak sambung (Joint Reflec Cracking)

9. Pinggiran jalan turun vertikal (Lane/Shoulder dropp off) 10. Retak memanjang (Longitudinal/Trasverse Craking) 11. Tambalan (Patching end Utiliti cut Patching)

12. Pengausan Agregat (Polises Agregat) 13. Lubang (Photole)

14. Rusak Perpotongan rel (Railroad Crossing) 15. Alur (Rutting)

16. Sungkur (shoving)

17. Patah slip (Slippage Cracking) 18. Mengembang jembul (swell)

(68)

2.11 Penentuan Sampel Unit

Panjang luas jalan yang akan di survey dibagi menjadi beberapa segmen (N). Selanjutnya panjang ruas jalan yang akan disurvey diplotkan pada grafik sampel unit, dan diperoleh jumlah sampel unit minimum (n).

Setelah jumlah sampel unit didapatkan, kemudian langkah selanjutnya adalah membagi jumlah segmen dengan jumlah sampel unit untuk menentkan interfal sampel unit.

Interfal Sampel Unit = N/n...(1)

Gambar 2.57 Grafik Sampel Unit

2.12 Rumus Menentukan Pavement Condition Index (PCI)

(69)

1. Mencari Presentase Kerusakan (Density)

Density adalah presentase luas kerusakan terhadap luas sampel unit yang ditinjau, density diperoleh dengan car membagi luas kerusakan dengan luas sampel unit. Menghitung density yang merupakan persentase luasan kerusakan terhadap luasan unit penelitian,

Density =

...(1)

atau

Density =

...(2)

dengan

Ad = luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkatan kerusakan (m²) Ld = panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m) As = luas total unit segmen (m²)

2. Menentukan Deduct Value

Setelah nilai density diperoleh, kemudian masing – masing jenis kerusakan diplotkan ke grafik sesuai dengan tingkat kerusakannya untuk mencari nilai deduct value.

3. Mencari Nilai q

Syarat untuk mencari nilai q adalah nilai deduct value lebih besar dari 2 dengan menggunakan interasi. Nilai deduct value diurutkan dari yang besar sampai yang kecil. Sebelumnya dilakukan pengecekan nilai deduct value dengan rumus :

Mi = 1 + (9/98) * ( 100 – HDVi )....(3) Mi = Nilai koreksi untuk deduct value

(70)

Jika nilai deduct value lebih besar dari nilai Mi maka dilakukan pengurangan terhadap nilai deduct value dengan nilai Mi tapi jika nilai deduct value lebih kecil dari nilai Mi maka tidak dilakukan penguruangan terhadap nilai deduct value tersebut.

4. Mencari Nilai CDV

Nilai CDV dapat dicari setelah nilai q diketahui dengan cara menjumlah nilai deduct value selanjutnya mengeplotkan jumlah deduct value tadi pada grafik CDV

sesuai dengan nilai q.

Gambar 2.58 Grafik CDV

5. Menentukan Nilai PCI

Setelah nilai CDV diketahui maka dapat ditentukan nilai PCI dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(71)

Setelah nilai PCI diketahui, selanjutna dapat ditentukan rating dari sampel unit yang ditinjau dengan mngeplotkan grafik. Sedang untuk menghitung nilai PCI secara keseluruhan dalam satu ruas jalan dapat dihitung dengan menggnakan rumus sebagai berikut :

PCIS = ( )

PCIS = Nilai PCI dalam satu ruas jalan

PCIr = Nilai PCI rata- rata sampel unit dalam satu ruas jalan

PCIa = Nilai PCI rata – rata dalam sampel unit tambahan

N = Jumlah sampel unit yang disurvey

Gambar

Tabel 2.2 Tingkat Kerusakan Aligator Cracking
Gambar 2.4 Tingkat Low Kerusakan Alligator cracking ( Department of the Army
Gambar 2.8 Tingkat Medium  Kerusakan Bleeding ( Department of the Army
Tabel 2.4 Tingkat Kerusakan Block  Cracking
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil’alamin, Segala Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, hidayah dan karunia-Nya kepada penulis,

Terlihat bahwa siklus II kegiatan guru dan siswa sudah melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model kontekstual dengan berbantuan media benda konkret secara

Berdasarkan seluruh analisis di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan metode pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dengan media LKS dan molymod dapat

Tujuan penelitian ini adalah melakukan evaluasi permasalahan yang terjadi di lapangan dengan dilaksanakan perencanaan bangunan groundsill di bagian hilir Bendung

It is necessary to investigate the learning styles at the eighth grade students in Junior High School 20 Pekanbaru based on Visual, Auditory and Kinesthetic

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa pembentukan produk hukum adalah lahir dari pengaruh kekuatan politik melalui proses politik dalam institusi negara yang diberikan

Implikasi dari hasil penelitian yaitu dalam hal mengurangi tindak pidana, menurut penyusun perlu adanya perhatian yang lebih dari pemerintah terkait

pembuluh darah. - Meningkatkan mutu rumah sakit umum kelas B sesuai. standard