• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNSUR-UNSUR APORIA DALAM NASKAH DRAMA MEGA- MEGA KARYA ARIFIN C. NOER (SUATU PENDEKATAN DEKONSTRUKSI JACQUES DERRIDA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UNSUR-UNSUR APORIA DALAM NASKAH DRAMA MEGA- MEGA KARYA ARIFIN C. NOER (SUATU PENDEKATAN DEKONSTRUKSI JACQUES DERRIDA)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Hardiyansa H. Bogodad¹, Juanda², Hajrah³

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar

Jalan Daeng Tata, Makassar, Sulawesi Selatan, 0895806653222 e-mail: hardiyansabogodad1@gmail.com

Informasi Artikel:

Dikirim: 10 November 2021; Direvisi: 19 November 2021; Diterima: 26 November 2021 DOI: -

NEOLOGIA: Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia berada di bawah lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.

ISSN: 2087-2496 (cetak), ISSN: - (daring) http://ojs.unm.ac.id/neologia

Abstract: Aporia Elements in Arifin C. Noer's Mega-Mega Drama Script (An Approach to Jacques Derrida's Deconstruction). This study aims to reveal the elements of aporia contained in the play Mega-Mega by Arifin C. Noer. The type of research used is descriptive qualitative. The results of this study indicate that there is a reversal of the domination of the characters in the text which is influenced by four forms of binary opposition reading, namely character, attitude, story, and status. The characters of the two different characters, namely Mae and Retno in the drama script, which include affection and selfishness are reversed by identifying the element of aporia. In conclusion, reading the meaning of the paradox or element of aporia in a text proves the opposite fact from what is built in the play's script.

Keywords: Aporia, Deconstruction, Mega-Mega drama script.

Abstrak: Unsur-Unsur Aporia dalam Naskah Drama Mega-Mega karya Arifin C. Noer (Suatu Pendekatan Dekonstruksi Jacques Derrida). Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap unsur-unsur aporia yang terdapat dalam naskah drama

Mega-Mega karya Arifin C. Noer. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif

yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pembalikan dominasi tokoh dalam naskah tersebut yang dipengaruhi oleh empat bentuk pembacaan oposisi biner, yaitu karakter, sikap, kisah, dan status. Karakter kedua tokoh yang berbeda yaitu Mae dan Retno dalam naskah drama tersebut yang meliputi rasa kasih sayang dan keegoisan dibalikkan dengan identifikasi unsur aporia. Pada kesimpulannya, pembacaan makna paradoks atau unsur aporia terhadap sebuah teks membuktikan fakta sebaliknya dari apa yang terbangun dalam naskah drama tersebut.

Kata kunci: Aporia, Dekonstruksi, Naskah drama Mega-Mega.

(2)

PENDAHULUAN

Sastra merupakan ciptaaan, sebuah hasil kreasi, olahan imajinasi dan ciplakan yang indah dari kehidupan di sekitar pengarang yang direalisasikan melalui karya sastra. Sastra juga merupakan luapan emosi yang spontan untuk menyampaikan suatu ide atau gagasan yang menyangkut dengan keyakinan, nilai-nilai, dan norma-norma yang disepakati dalam masyarakat.

Sastra menjadi sebuah kawan atau bagian dalam sebuah hidup atau kehidupan bermasyarakat memiliki sifat yang universal. Hai ini sejalan dengan pendapat Chamamah (1994:12) bahwa istilah Sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaannya bukan sebuah keharusan.

Wadah yang digunakan untuk menggambarkan unsur-unsur budaya dan kemasyarakatan itu disebut karya sastra.

Karya Sastra merupakan sesuatu yang hidup yang kaya akan makna serta dapat mencerminkan segala kondisi yang melingkupinya baik dari aspek sosial

maupun budaya sehingga

memungkinkan pembaca untuk memberi makna sesuai latar belakang masing- masing. Hal ini sejalan dengan pendapat Saryono (Saragih, 2018: 4) yang mengatakan bahwa sastra bukan sekedar artefak (barang mati) tetapi sastra merupakan sosok yang hidup dengan karakternya sendiri.

Karya sastra pada umumnya terbagi menjadi puisi, prosa drama. Salah satu bentuk karya sastra yaitu drama, yakni merupakan salah satu genre karya sastra yang biasanya memberikan persoalan lebih kompleks dalam suatu peristiwa. Karya sastra adalah fenomena unik. Di dalamnya penuh dengan serangkaian makna dan fungsi serta syarat dengan imajinasi (Endraswara, 2013: 7).

Perkembangan penulisan naskah drama pada zaman sekarang telah

memiliki varian yang sesuai dengan latar belakang pengarang dalam proses penyadaran kepada pembaca melalui pembentukan pola pikir, kebiasaan, dan sikap masyarakat dari keadaan zamannya. Bahkan juga mampu menciptakan ketegangan antara individu dengan dirinya sendiri. Ketegangan tersebut, sering kali justru dipandang sebagai cermin kehidupan masyarakat yang di dalamnya terkandung akar budaya dan semangat sebuah masa atau zaman. Konflik yang dapat tertangkap dalam naskah drama adalah gambaran ketegangan antara individu dengan individu, lingkungan sosial, alam, dan Tuhan. Beberapa naskah drama yang memberikan gambaran tentang realitas zaman tertentu yang pernah terjadi terkhusus di Indonesia diantaranya naskah drama Mega-Mega karya Arifin C. Noer.

Mega-Mega adalah kisah keluarga, persahabatan, cinta, dan

penghianatan. Mega-Mega

mengungkapkan sebuah tema yang lahir dari lingkungan yang secara sosial- ekonomi merupakan masyarakat minoritas sesuai dengan latar yang dipakai yaitu gelandangan dengan pola kehidupan yang tak pasti. Akan tetapi, dari ketakpastian itu manusia bisa menjadi apa saja. Mega-Mega adalah naskah drama yang mengajak kita untuk melihat masyarakat yang kurang beruntung menjalani kehidupan, yang biasanya di sebut gelandangan sehingga mereka yang hidup dijalanan seringkali dianggap meresahkan karena menghalalkan segala cara untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kaitan naskah drama Mega- Mega karya Arifin C. Noer dengan penelitian ini adalah bahwa analisis unsur aporia yang dilakukan peneliti bersumber pada naskah tersebut. Unsur-unsur aporia akan diungkapkan dengan teori dekonstruksi Derrida.

(3)

Dekonstruksi merupakan teori keilmuwan yang muncul di zaman postrukturalisme. Postrukturalisme memandang bahwa teori terdahulu memiliki sejumlah kelemahan dan dipandang sangat perlu untuk diperbaiki (Zulfadli, 2009 : 132)

Postrukturalisme dan post- modernisme berkembang dengan sngat pesat, dipicu paling sedikit oleh tiga indikator yang saling melengkapi yakni sebagai kecenderungan mutakhir peradaban manusia berkembang dalam situasi dan kondisi yang serba cepat, perkembangan pesat kajian wacana, dan perkembangan pesat interdisipliner yang memungkinkan berbagai disiplin dalam kajian tunggal. Ciri khas postrukturalisme adalah ketidak- mantapan teks. Makna karya ditentukan oleh apa yang dilakukan teks, bukan apa yang dimaksudkan, sehingga terjadi pergeseran dari estetika produksi ke estetika konsumsi, penerima menjadi pencipta (Ratna, 2004:147).

Dari sisi tertentu, dekonstruksi dapat dilihat sebagai reaksi “pasang kuda-kuda” dalam menghadapi pemikiran strukturalis, yang cenderung bersikukuh membela dan menjinakkan pemahamannya sendiri. Sebagian essai- essai Jacques Derrida sebagai pencetus dekonstruksi, mengemban tugas untuk menelanjangi konsep “struktur” yang menghalangi permainan makna didalam teks dan membatasi ruang jelajahnya (Norris, 2008: 28).

Teori dekonstruksi dianggap sebagai pembedah yang tepat untuk mengungkap fakta yang autentik dari kebenaran yang terbangun. Dalam penelitian ini, dekonstruksi Derrida mengungkap kebenaran mengenai dominasi antartokoh dengan aspek-aspek aporia atau makna paradoks yang tercipta pada tiap bagian dialog dalam naskah tersebut.

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini Maulidiana yang mengkaji tentang

konflik batin tokoh Mae dalam drama Mega-Mega karya Arifin C. Noer (Kajian Psikologi Sastra) dalam penelitian ini terdapat kesamaan dalam naskah yang dikaji. Fokus dalam penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra.

Kemudian penelitian yang sama dari segi teori selanjutnya dikaji oleh Sri Rahayu Andira dengan judul unsur-unsur aporia dalam novel pulang karya Leila S.

Chudori (suatu pendekatan dekonstruksi Jacques Derrida) tahun 2016. Hal yang sama dilakukan oleh Muh. Iqbal dengan judul unsur aporia dalam novel seperti dendam rindu harus dibayar tuntas karya Eka Kurniawan (suatu tinjauan dekonstruksi jacques derrida) tahun 2019. Kedua penelitian ini memiliki kesamaan teori dekonstruksi oleh Jacques Derrida yang juga mengungkap unsur-unsur aporia dalam karya sastra.

Meskipun karya sastra yang menjadi objeknya berbeda antara novel dengan naskah drama, tetapi pada penelitian ini memiliki pisau bedah yang relevan.

Adanya makna-makna dalam agenda tersembunyi, adanya permainan perbedaan-perbedaan atau penolakan terhadap makna absolut. Sangat sinkron dengan teori dekonstruksi Jacques Derrida yang bertugas menangguhkan kebenaran absolut dalam naskah drama, menilik tentang unsur-unsur aporia seperti makna paradoks, kontradiktif, dan makna ironi dalam kisah yang dihasilkan Arifin C. Noer. Terlebih lagi penulis belum menemukan adanya penelitian dekonstruksi yang menjadikan naskah drama ini sebagai objek penelitian.

Adapun dalam penelitian kali ini akan khusus membahas mengenai tokoh dominan dalam naskah drama dengan menganalisis beberapa hal yang menyangkut tokoh utama dan tokoh sekunder serta unsur aporia yang ada dalam naskah tersebut.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini

(4)

bertujuan untuk menjelaskan makna paradoks atau unsur aporia yang termuat dalam teks dialog antartokoh naskah

drama Mega-Mega dengan

memperhatikan aspek sikap, karakter, kisah, dan status.

Desain penelitian ini adalah deskriptif. Setiap data yang sesuai dengan perumusan masalah yang dituju akan dideskripsikan secara cermat. Data- data berupa dialog antartokoh yang membangun satu baris kebenaran akan diteliti makna paradoks yang termuat di dalamnya mengikut pada konteks peristiwa dalam naskah tersebut demi mendapatkan fakta baru. Untuk mencapai tujuan terebut, peneliti menggunakan metode oposisi biner dalam kajian dekonstruksi.

Dalam penelitian ini, naskah drama Mega-Mega karya Arifin C. Noer dijadikan sumber penelitian dengan dialog atau kalimatnya sebagai objek penelitian. Setelah melakukan pem- bacaan naskah, peneliti melakukan identifikasi objek penelitian, kate- gorisasi data sesuai rumusan masalah, melakukan interpretasi terhadap data yang ditemukan, serta mendeskripsikan data tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penyajian hasil analisis menyajikan deskripsi singkat mengenai data yang akan dianalisis. Data diperoleh dari pembacaan naskah drama Mega- Mega karya Arifin C. Noer dengan kajian Dekonstruksi. Kajian dekonstruksi yang diteliti dalam penelitian ini adalah unsur aporia yang meliputi karakter, sikap, kisah, dan status.

Oposisi Biner

Kecenderungan utama oposisi biner adalah unsur yang pertama yaitu pusat, asal-usul, dan prinsip, dengan konsekuensi logis unsur lain menjadi sekunder dan padanan pelengkap lainnya. Cara-cara pemecahannya pun

dilakukan secara khas oleh Derrida, yaitu melalui difference/difference, yaitu berarti membedakan dan menunda.

(Ratna, 2004 : 222).

Derrida menghadirkan dua makna yang berbeda atau bertolak belakang serta menentukan satu posisi dominan diantara keduannya. Perbedaan makna dalam naskah drama Mega-Mega dapat dilihat dalam kutipan disetiap kategori berikut.

Karakter

Dalam naskah drama Mega- Mega, Mae digambarkan sebagai karakter yang setia dan juga penyayang, kesetiaannya mampu memberikan kesabaran dan kerelaan pada dirinya merawat anak-anak gelandangan yang sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri.

[Data 1]

Retno, Mae sayang sekali padamu.

Pada Hamung, pada Tukijan, pada Koyal, pada Panut dan siapa saja yang memandang Mae sangat sayang pada Mas Ronggo. (diam) Ia kena lahar. (diam) Retno, diam- diam perasaan Mae remuk waktu Tukijan pamit tadi pagi. Tambah lagi Hamung... dan Panut (Noer, 1999: 26).

[Data 2]

Waktu adzan subuh tadi pagi untul pertama kalinya saya menangis seperti seorang ibu yang melepas anaknya pergi jauh (Noer, 1999: 21).

Kutipan (1) dan (2) mewakili kestiaan Mae terhadap anak-anak gelandangan yang dia rawat di alun-alun kota. Penggunaan kata”sayang sekali”

menggambarkan besarnya rasa kepedulian terhadap Retno dan lainnya, dan kata “remuk” mewakili makna kesakitan ataupun kehilangan jika salah satu anak-anak angkatnya pergi meninggalkan Mae. Dan kalimat “seperti

(5)

seorang ibu” menggambarkan keseriusan sosok orang tua yang tak mudah melepas pergi anaknya untuk merantu padahal mae bukanlah ibu kandungnya.

Tokoh yang memiliki karakter kontardiktif dengan Mae adalah Retno.

Dia seorang wanita yang bekerja sebagai pelacur, sekaligus anak angkat dari Mae sendiri. Namun Retno sendiri dengan profesi nya sebagai pelacur sering bergonta-ganti pasangan.

[Data 3]

Tidak Cuma itu. Montok. (teryawa lalu meludah). Kadang-kadang saya ingin berpidato di alun-alun ini.

Pidato dihadapan berjuta-juta laki- laki. Telanjang. Kalau tidak, -- sebentar! Pemuda itu berdiri saja di pojok di jalan itu. (membetulkan letak kutangnya) rezeki tidak boleh terbuang begitu saja. (pergi menyusup gelap) (Noer 1999: 3).

Dari kutipan (3) berisi kata

“berjuta-juta laki-laki” menggambarkan bahwa Retno senang jika banyak pria yang berhubungan dengannya, dan kata

“telanjang” mewakili makna kesenangan tersendiri Retno yang ingin memper- lihatkan tubuhnya ke semua pria.

Terdapat 2 data yang mewakili karakter dominan Mae, dan 1 data mewakili karakter dominan Retno.

Kisah

Arifin C. Noer menghadirkan alur susup-menyusup serta pembauran kisah dalam naskahnya. Selain itu beberapa tokoh penting memiliki bagian menceritakan kisahnya masing-masing.

[Data 4]

Semua meninggalkan Mae pada akhirnya. Suamiku yang pertama pun berkata begitu dulu tapi akhirnya ia pun mengusirku juga.

Dan kemudian suamiku yang bernama Sutar meninggalkan aku.

Malah suamiku yang paling setia

dan paling tua pergi juga, dimakan gunung merapi. (Noer, 1999: 25)

[Data 5]

Perempuan seperti mae. Ya, tidak.

Tidak semua perempuan. Saya telah menjalani hidup kurang dari lima puluh tahun, panjang dan lengang.

Tidak pernah sekalipun melahirkan anak (Noer, 1999: 18).

Pada kutipan (4) dan (5) mewakili kisah asmara yang dialami oleh Mae pada masa hidupnya, kata “Semua meninggalkan Mae pada akhirnya”

menggambarkan kisah asmara Mae bersama suaminya tidak harmonis sehingga semua orang meninggalkan Mae. Kutipan tersebut juga menjelaskan Mae yang telah ditinggalkan oleh suaminya berkali-kali. Tokoh lainnya yang memiliki kisah yang berlawanan dengan Mae adalah Retno yang dijelaskan pada kutipan berikut.

[Data 6]

Sejak gadis dulu aku mengidamkan anak laki-laki. Anak itu laki-laki dengan mata teduh seperti kolam.

Hatiku selalu bergetaran menyanyi setiap kali bertemu dengan mata itu.

Tapi makin lama mata itu makin kering sebab bapaknya tidak pernah melakukan apa-apa (Noer, 1999:

16).

Seperti pada kutipan (6) menggambarkan kisah Retno memiliki anak yang dia inginkan, berbeda dengan Mae yang telah lama menjalani hidup tanpa di karunai seorang anak yang telah lama diinginkannya. Retno juga memiliki suami yang hidup bersamanya. Terdapat 2 data mewakili kisah dominan Mae, dan 1 data mewakili kisah dominan Retno.

Sikap [Data 7]

Apa kata Mae? Nguli saja, kau nekad coba-coba nyopet. Nguli lebih

(6)

baik dari apa pun yang dapat kau lakukan. Mae juga ingin nguli saja kalau ada orang yang suka. Tapi Mae sudah terlalu tua. Cari kerja untuk orang semacam Mae yang tidak punya tempat tinggal tentu sangat sukar. Orang takut kepada kita. Orang sukar percaya.

Percayalah Panut. Kalau nguli kau bisa merasa senang (Noer, 1999: 6).

[Data 8]

Kalau kau anak saya kupingmu saya jewer. Urat-uratmu masih keras dan bulat. Tubuh masih utuh. Kau akan minta-minta serupa si tua bangka yang tersia sebatang kara. Panut, Panut. Astaga, dagingmu akan busuk kalau tak kau manfaatkan dengan kerja (Noer, 1999: 8).

Pada (7) kutipan diatas terlihat betapa sayang dan pedulinya seorang Mae kepada salah satu anak jalanan yang hidup bersamanya, anak itu berniat untuk mengemis dan tak ingin mencari kerja yang lebih baik, tapi Mae mengingatkan dan menasehati anak gelandangan itu tetap berusaha mencari kerja. Terlihat pada kalimat “Mae ingin nguli saja kalau ada yang suka” memiliki makna yang ingin memotivasi kepada Panut alah satu anak jalanan yang tinggal bersamanya untuk menjadi kuli bangunan namun melihat kondisi serta usia Mae yang sudah tidak bisa bekerja berat, tapi rasa kepedulian seorang Mae yang ingin melihat Panut salah satu anak gelandangan itu mempunyai kerja yang layak dan juga disukai olah banyak orang dengan bekerja sebagai kuli bukannya berpura-pura menjadi pengemis untuk mendapatkan uang. Kutipan juga menggambarkan sikap Mae yang peduli dengan Panut, ia akan memberikan hukuman kepadanya jika Panut masih ngotot untuk berpura-pura menjadi pengemis.

[Data 8]

Apa kau fikir kau juga mencintai saya? Omong kosong! Kau Cuma mencintai dirimu sendiri. Saya akui yang paling saya cintai tentu diri saya sendiri, sebab tak ada orang mencintai orang lain lebih daripada mencintai dirinya sendiri (Noer 1999, 117).

Berbeda dengan Mae yang memiliki rasa kasih sayang dan kepedulian kepada anak-anak gelandangan yang tinggal bersamanya meskipun bukan anak kandungnya sendiri, tapi tetap memberikan kasih sayang sebagaimana ia mengganggap anak kandungnya sendiri. Pada kutipan (8) terlihat bahwa Retno yang mementingkan dirinya sendiri, mengungkapkan kalimat bahwa dia lebih mencintai dirinya sendiri. Dari pemaknaan secara absolut tersebut, disimpulkan bahwa Mae tipe wanita yang penyayang dan peduli layaknya seorang ibu sementara Retno yang lebih mencintai dirinya sendiri.

Status

Adapun status mereka yang juga menjadi titik fokus dalam analisis ini, hal ini menyangkut tentang kenapa mereka berdua bisa menjadi seorang gelandangan dan dibuang oleh keluarga.

[Data 9]

Setiap orang. Jagat raya. Semuanya.

Seluruh isi jagat raya. Semut-semut pun tahu saya perempuan mandul.

Tapi tidak sepatutnya kau berkata begitu dihadapan saya (Noer, 1999:

18).

[Data 10]

Saya kesepian. Saya sungguh- sungguh kesepian sebagai perempuan. Tidak itu saja. Bahkan saya sangat kesepian sebagai manusia. Sampai-sampai saya sangsi pada diri saya sendiri.

(7)

Sampai-sampai saya tidak lagi tahu dimana saya ini berada. Betul-betul seperti mimpi. Mimpi yang sangat buruk! Kalau sampai pada tempat itu alangkah ngerinya. Saya tidak lagi dapat melihat apa-apa. Saya mulai menyangsikan semuanya. Saya sangsi apakah say ada atau tidak ada.

Atau apakah yang ada dan apakah yang tidak ada. Apakah saya ada dan yang lain tidak ada. Atau apakah yang lain ada dan saya yang tidak ada. Apakah... yak tahulah!

Seluruhnya hanyalah jalanan panjang yang lenggang tak berujung. Sementar tapak kaki mulai kabur. Segala yang hidup disibuki oleh tugas kewajibannya masing-masing. Tapin saya....

perempuan kertas yang dipinjami nyawa Cuma. Tersia dan disingkirkan dimana-mana (Noer, 1999: 19).

Kutipan (9) berisi pengakuan Mae sebagai perempuan yang mandul dan mengungkapkan bahwa tidak ada yang tidak mngetahui bahwa dirinya memang mandul. Kutipan (10) menjelaskan tentang kepasrahan dirinya yang hidup sendiri, serta curahan hatinya apakah sosok dirinya betul-betul dianggap ada oleh orang-orang. Karena segala keterbatasan yang dimilikinya dia pun rela dan pasrah akan kemungkinan dirinya akan ditinggalkan pula oleh anak- anak gelandangan yang hidup bersamanya demi malanjutkan hidup lebih baik.

[Data 11]

Sebagian di musium. Biar saya saja yang berkemas. Tapi nanti dulu. Kau tahu aku tak akan memberi kau anak? (Noer, 1999: 115).

Kutipan (11) menggambarkan Retno tidak akan tinggal lagi di alun-alun kota bersama Mae dan anak gelandangan lainnya. Kata “berkemas” bermakna akan

kesiapan Retno untuk pergi menilkan alun-alun kota. Retno pergi mengikuti Tukijan yang mengajaknya merantau dan hidup bersama di perantauan. . Terdapat 2 data yang mewakili status dominan Mae, dan 1 data mewakili status dominan Retno.

Unsur-Unsur Aporia yang Menangguhkan Kebenaran Absolut

Penangguhan kebenaran absolut merupakan tahapan memutarbalikkan makna yang diperoleh sebelumnya, mencari makna lain yang berbeda bahkan bertolak belakang dengan kebenaran absolut. Penangguhan kebenaran absolut dapat digambarkan melalui peruntuhan hierarki dan membalik posisi dominan.

Peruntuhan hierarki sebagai memahaman awal dapat dilakukan dengan metode pembacaan postrukturalisme khususnya dekonstruksi. Berikut peruntuhan makna kebenaran absolut dalam kutipan naskah drama Mega-Mega karya Arifin C. Noer.

Karakter

Kutipan yang berisi kalimat

“sayang sekali” dan kutipan yang berisi kalimat “seperti seorang ibu”

sebelumnya menggambarkan besarnya rasa kepedulian terhadap Retno dan lainnya. Kutipan tersebut juga menggambarkan keseriusan sosok orang tua yang tak mudah melepas pergi anaknya untuk merantu padahal Mae bukanlah ibu kandungnya. Namun demikian, kata “sayang sekali” pada kutipan mewakili makna yang ambigu,

“sayang sekali” dapat diartikan perasaan suka, ingin memiliki dan tidak merelakan sesuatu yang disayangi pergi atau menghilang. Pada kutipan selain kata

“seperti seorang ibu” yang menjadi bukti bahwa Mae menempatkan dirinya sebagai seorang ibu, dikutipan tersebut terdapatat kata “seperti” yang juga merupakan metafor yang ambigu,

“seperti” dapat dimaknai serupa, seakan- akan, berarti Mae tidak sepenuhnya

(8)

memposisikan dirinya sebagai ibu, padahal makna pada kutipan “sayang sekali” sebelumnya menggambarkan rasa sayang serta kepedulian layaknya seorang ibu kandung. Kutipan yang bisa menguatkan pendapat ini sebagai brikut.

[Data 12]

Siapa bilang? Mae tak bertanggung jawab. Sekarang disini Mae berusaha jadi ibu kalian. Salah satu dari kalian sedang menuju ke penjara tanpa disadarinya (Noer, 1999: 25).

Kata “berusaha” diartikan sebagai suatu tindakan melakukan suatu usaha, sedangkan Mae sudah memposisikan dirinya sebagai seorang ibu, dan kata berusaha yang menggambarkan suatu tindakan melakukan suatu usaha membuat dirinya seolah-olah menjadi seorang ibu, segalanya terkesan seolah-olah menjadi seorang ibu.

Dengan pemaknaan yang paradoks ini, maka kebenaran absolut yang menyampaikan makna bahwa Mae adalah seorang wanita yang memiliki kasih sayang dan kepedulian yang tinggi akan kesetiaannya kepada anak-anak gelandangan itu telah runtuh sekaligus menambah frekuensi dominan Retno.

Retno digambarkan sebagai sosok yang tidak setia dan tidak memiliki rasa kasih sayang dan kepedulian sebab gemar menjajakan tubuhnya dihdapan laki-laki. Namun pada kutipan tersebut terdapat kalimat “rezeki tidak boleh terbuang percuma” dapat dimaknai dengan keseriusan dan keteguhan seorang Retno untuk mencari nafkah meskipun dia seorang pelacur.

Dibandingkan dengan Mae yang dalam pembahasan sebelumnya ditemukannya makna lain yang menggambarkan Mae seolah-olah menjadi seorang ibu untuk anak-anak jalanan yang tinggal bersamanya salah satunya Mae, sedangkan Retno dengan keseriusannya

yang tidak ingin kehilangan rezeki karena mengingat mereka adalah gelandangan yang tinggal di alun-alun kota mengalami krisis ekonomi atau bahkan sulit mencari nafkah yang sepadan. Secara pasrah mereka mencari nafkah dengan menghalalkan segala cara umtuk bisa melanjutkan hidup, meskipun dengan cara menjadi pelacur. Karena mereka tinggal bersama dan sama-sama tidak mempunyai pekerjaan yang menjamin hidupnya maka pasti mereka berbagi makanan antar sesamanya. Mae yang usianya sudah tidak bisa untuk bekerja berat untuk mencari nafkah tidak bisa memnghidupi anak gelandangan lainnya. Penjelasan sebelumnya juga yang menggambarkan Mae yang seolah- olah menjadi seorang ibu meruntuhkan karakter Mae yang memilki rasa kasih sayang dan kepedulian karena terkesan seolah-olah. Retno yang memiliki keseriusan dalam mencari nafkah meskipun ia menjadi pelacur, tapi ini menggambarkan rasa kasih sayang, kepedulian dan kesetiaan pada anak gelandangan itu. Retno yang ingin membantu sesaman gelandangan untuk melanjutkan hidup terutama Mae sendiri karena ia sadar Mae sudah tidak bisa mencari nafkah untuk dirinya sendiri.

Sebuah kesetiaan, kepedulian dan rasa kasih sayang dari seorang anak angkat ataupun sesama gelandangan yang begitu besar.

Dari peruntuhan hierarki tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh Mae adalah tipe Wanita yang tidak penyayang atau peduli, sementara Retno sangat penyayang dan peduli terhadap Mae dan sesamanya gelandangan. 2 data yang sebelumnya mewakili karakter dominan Mae ditangguhkan dan justru mewakili karakter dominan Retno, ditambah lagi 1 data yang menguatkan karakter dominan Retno sehingga data dominan Retno adalah 2+1=3, adapun 1 data yang sebelumnya mewakili karakkter dominan Retno justru memiliki

(9)

makna yang bertolak belakang dan mewakili karakter dominan Mae.

Kisah

Pada pembahasan kebenaran absolut diungkapkan bahwa. Mae menghadirkan kisahnya dalam cerita masa lalunya yang ditinggalkan oleh suaminya, sementara Retno menyajikan kisahnya dengan bahasa yang menghujat karena ia sekarang adalah seorang pelacur dan hidup bersama suaminya.

Sungguh dua hal yang berbeda.

Pada kutipan kisah sebelumnya mewakili kisah asmara yang dialami oleh Mae pada masa hidupnya, kata “Semua meninggalkan Mae pada akhirnya”

memiliki makna yang menggambarkan kisah asmara Mae bersama sauminya tidak harmonis. Kutipan menjelaskan Mae yang telah ditinggalkan oleh suaminya berkali-kali. Namun kutipan bermakna ambigu sehingga menimbulkan unsur aporia. Kalimat

“Semua meninggalkan Mae pada akhirnya” tidak kuat karena terdapat kalimat lain dari kutipan ,yakni “tidak pernah sekalipun melahirkan anak” yang menggambarkan Mae yang selama hidupnya tidak dikaruniai anak karena Mae mandul. Dalam penjelasan kebenaran absolut menjelaskan bahwa kisah asmara Mae pada masa lalunya tidak harmonis dan ditinggalkan oleh suaminya. Di sisi lain pengaruh yang membuat Mae tidak dapat membangun keluarga yang harmonis karena dirinya tidak dapat memberikan keturunan atau mandul, sehingga suami Mae memutuskan untuk meninggalkan Mae.

Karena, dari sudut pandang lain, suami Mae berfikir untuk masa depannya dalam menjalani hidup dengan keluarganya sendiri, sedangkan dirinya mengetahui bahwa wanita yang dijadikan istri itu tidak dapat memberikannya keturunan atau mandul. Ini menjadi alasan yang kuat untuk suami Mae bisa meninggalkannya demi membangun kelurga yang harmonis.

Pada kebenaran absolut Retno menggambarkan kisahnya yang memiliki anak dan yang dia inginkan serta memiliki suami yang bersamanya, berbeda dengan Mae yang memiliki nasib sebaliknya Namun di sisi lain peneliti dapat memaknai bahwa, meskipun Retno dapat mempunyai keturunan itu tidak membuat hidup Retno bersama kelurganya harmonis. Pada akhirnya Retno memutuskan untuk menjadi pelacur dikarenakan suaminya yang tak dapat melakukan apa-apa dan gemar mabuk-mabukkan sehingga tidak dapat mencari nafkah untuk keluarga.

Retno sendiri memutuskan untuk bekerja mencari nafkah karena tuntutan anak yang harus ia nafkahi, dan pada akhirnya suami Retno pun meninggalkannya dan karena tidak dapat memenuhi kebutuhan atau kesenangan dari suaminya yaitu mabuk-mabukkan. Pada akhirnya anak Retno pun meninggal karena tidak sanggupnya Retno menafkahi anaknya yang memiliki kebutuhan yang banyak karena masih bayi. Pada akhirnya Retno mengalami putus asa karena menjalani hidupnya sendiri dan membuatnya tanpa tujuan sehingga menjadi gelandangan.

Melihat dari nasibnya yang sudah sangat kacau karena tuntutan harus menghidupi dirinya sendiri ia pun memutuskan menjadi pelacur demi melanjutkan hidup bersama gelandangan yang tinggal bersamanya.

Dari unsur aporia tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa alasan Mae tidak dapat membangun keluarga yang harmonis dikarenakan Mae mandul sehingga ditinggalkan oleh suaminya, sementara Retno yang awalnya mempunyai anak dan suami pada akhirnya menjadi hancur karena pengaruh suaminya yang tidak dapat melakukan apa-apa untuk kelurga karena hanya mementingkan kesenangannya sendiri, dan suaminya pun meninggalkan Retno karena tidak dapat memenuhi kesenangan suaminya.

(10)

Sikap

Pada kebenaran absolut, dijelaskan bahwa Mae adalah sosok yang peduli dan Retno adalah sosok yang egois. Mae yang menasehati Panut yang ingin berpura-pura menjadi pengemis demi mendapatkan uang. Di sisi lain peneliti mendapatkan makna lain, yakni Mae tidak sepenuhnya peduli karena telah dijelaskan pada peruntuhan karakter sebelumnya Mae terkesan seolah-olah memposisikan dirinya sebagai ibu.

Sehingga bisa dikatakan bahwa Mae terkesan seolah-olah merasa peduli terhadap Panut. Terdapat kalimat “kalau kau anak saya kupingmu saya jewer”.

Kalimat ini jika dihubungkan dengan peruntuhan makna sebelumnya, menguatkan bahwa Mae terkesan seolah- olah menjadi ibu meskipun dia hanya menganggap anak jalanan itu sebagai anak angkatnya. Penggunaan kata

“kalau” seakan Mae yang bisa saja membuat dirinya tidak menjadi seorang ibu atau bahkan bisa menjadi orang lain dari anak jalanan yang tinggal bersamanya.

Pada kutipan sikap sebelumnya digambarkan sikap egois dari Retno yang hanya mencintai dirinya sendiri dengan mengungkapkan kalimat bahwa dia lebih mencintai dirinya sendiri. Namun sebenarnya Retno mengungkapkan kalimat itu untuk Tukijan yang mengajak ia pergi merantau dan menolak untuk berangkat bersamanya. Hal ini disebabkan karena Retno tidak ingin meninggalkan Mae jika dirinya juga ikut berangkat bersama Tukijan maka Mae akan hidup sendirian di alun-alun kota.

Terlihat sisi kepedulian Retno yang tidak ingin meninggalkan Mae dengan ikut berangkat bersama Tukijan. Dari unsur- unsur aporia tersebut, maka kebenaran absolut dapat diruntuhkan. Mae adalah sosok yang tidak peduli, sedangkan Retno adalah sosok yang peduli.

Status

Dalam pembacaan secara struktural, status Mae yang akan tinggal

sendirian di alun-alun kota dan Retno yang akan ikut berangkat bersama Tukijan. Pada kutipan sebelumnya Mae menceritakan dirinya yang sudah lama hidup sendiri dan tinggal oleh suaminya bahkan keluarganya dikarenakan dirinya yang tidak dapat memiliki keturunan atau mandul. Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa alasan Mae hidup sendiri karena dirinya yang tidak dapat memberikan keturunan atau mandul.

Mae pada akhirnya tidak hidup sendiri selama menjadi gelandangan karena hadirnya para gelandangan yang menganggap Mae adalah ibu nya.

Pada kutipan status sebelumnya Retno terpaksa ikut berangkat bersama Tukijan karena ia merasa niat dari Tukijan untuk memperbaiki hidup di perantauan bisa menjamin hidup Retno.

Tapi penjelasan sebelumnya menggambarkan bahwa kepedulian Retno kepada Mae dan tidak ingin meninggalkan Mae sendiri di alun-alun kota. Kutipan yang juga dapat menguatkan Retno yang tidak ingin pergi meninggalkan Mae dalah berikut.

[Data 13]

Saya bingung karena terlampau banyak yang saya cintai. Dan, O Gusti, saya tidak bisa melupakannya. Saya sangat mencintai perempuan tua itu juga (Noer 1999:117).

[Data 14]

Justru karena itu saya tidak tega.

Saya tidak bisa. Sudahlah. Kau nanti terlambat. Pergilah kau. Kalau mungkin saya akan menyusul kelak.

Percayalah, saya mencintai kau sampai kapan saja. Saya akan selalu mengenangkan kau (Noer, 1999:118).

Pada dua kutipan diatas menggambarkan bahwa Retno yang sangat mencintai dan menyayangi Mae, ia tak rela meninggalkan Mae hidup

(11)

sendirian. Retno juga mengungkapkan perasaanya yang tidak bisa melupakan sosok Mae yang hidup bersamanya sebagai gelandangan di alun-alun kota.

Dari makna-makna paradoks tersebut, dapat disimpulkan bahwa Mae tidaklah hidup sendiri, sementara Retno akan hidup kesepian tanpa adanya Mae.

Fakta ini menambah frekuensi dominan Retno.

Pembahasan

Naskah drama Mega-Mega mengisahkan tentang Mae dan para gelandangan yang tinggal bersama di alun-alun kota. Mereka memiliki banyak kekurangan yang membuat mereka hidup dengan segala keterbatasan. Mae yang menjadikan dirinya sebgai ibu dari para gelandangan yang tinggal bersamanya di alun-alun kota. Retno seorang pelacur yang juga gelandangan yang tinggal bersama Mae ingin ikut merantau bersama Tukijan salah satu dari gelandangan lainnya yang juga adalah kekasih datri Retno, namun karena Retno yang menyayangi Mae merasa berat untuk mmeninggalkan Mae tinggal sendiri di alun-alun kota sebagai gelandangan. Dan para gelandangan lainnya yang juga ingin memperbaiki kehidupannya dengan mencari pekerjaan yang lebih layak dan cukup untuk kebutuhan hidup yang cukup, berniat untuk pergi dari alun-alun kota. Kisah kekeluargaan dan asmara ini berjalan secara simultan dan paralel dalam naskah drama Arifin C. Noer. Sehingga muncullah unsur-unsur aporia yang mengakibatkan tidak konsistennya tokoh dominan dalam naskah. Terlebih lagi beberapa tokoh penting menjadi pembicara disetiap bagian cerita.

Menimbulkan adanya kesempatan bagi para tokoh untuk merekayasa pernyataannya secara egois, menyembunyikan fakta penting, sehingga terdapat makna-makna ambigu yang menimbulkan makna paradoks (aporia).

Dalam naskahnya, Arifin menceritakan tokoh-tokoh dengan karakter, ideologi, percintaan, sikap, dan status yang berbeda. Terdapat dua tokoh yang menunjukkan perbedaan yang bertolak belakang. Mae dan Retno.

Secara struktural, Mae digambarkan sebagai tokoh yangsetia, penyayang, dan memiliki kepdulian yang tinggi, meski demikian Mae adalah tokoh yang pasrah dengan keadaannya sebagai gelandangan di saat dirinya akan ditinggalkan oleh gelandangan lainnya yang merupakan anak angkatnya sendiri. Sementara Retno digambarkan sebagai tokoh tidak setia yang gemar bermain bersama pria dikarenakan profesinya sebagai pelacur, egois dan mementingkan diri sendiri.

Hasil analisis unsur-unsur aporia dalam naskah Mega-Mega karya Arifin C. Noer tersebut mengakibatkan pertukaran posisi tokoh utama dan tokoh sekunder. Dalam kebenaran absolut, Mae lebih dominan sebagai tokoh utama, sementara Retno menjadi tokoh sekunder. Setelah hierarki diruntuhkan, maka disimpulkan bahwa Retno merupakan tokoh yang memegang peranan terpenting dalam membangun cerita. Mulai dari pengenalan, latar belakang konflik, hingga penyelesaian,.

Retno adalah tokoh utama dalam naskah.

Membalikkan posisi dominan didasarkan pada hasil peruntuhan hierarki, tokoh yang sebelumnya dianggap mendominasi atau memiliki peran penting dalam naskah drama atau dengan kata lain menjadi tokoh utama justru akan menjadi tokoh sekunder, dan tokoh sekunder menjadi tokoh dominan.

Mae yang sebelumnya menjadi tokoh dominan pada kebenaran absolut karena memiliki karakter setia, penyayang dan peduli kini menjadi tokoh sekunder, sebab berdasarkan analisis cara pustrukturalis dengan menggunakan unsur aporia dekonstruksi diungkap bahwa Mae bukanlah sosok yang setia, penyayang melainkan seseorang yang diterkesan seolah-olah melakukan semua

(12)

itu. Sedangkan Retno yang sebelumnya dianggap sebagai tokoh yang tidak setia dan egois, kini menjadi tokoh dominan berkat pemaknaan baru yang diperoleh dari hasil analisis unsur aporia dalam kutipan. Retno adalah tokoh setia, penyayang dan peduli. Semua paham yang sebelumnya dianut menjadi runtuh karena proses penangkapan tersebut.

Naskah drama Mega-Mega karya Arifin C. Noer memiliki teks-teks yang mengandung unsur-unsur aporia berupa makna paradoks, khususnya teks- teks yang menggambarkan karakter, kisah asmara, sikap, dan status tokoh utama yakni Mae, dan tokoh sekunder yaitu Retno.

Hasil penelitian ini dapat dilihat dengan jelas melalui persentase yang merupakan hasil klasifikasi data yang telah diperoleh dan diseleksi. Tokoh utama menjadi tokoh sekunder dengan ciri-ciri yang bertolak belakang dengan gambaran awal yang umum diketahui.

Sementara itu, tokoh sekunder yang awalnya hanya dianggap sebagai tokoh yang menjadi biang masalah dengan segala ciri-cirinya, berbalik menjadi tokoh utama yang tergambar melalui makna-makna tersembunyi yang coba dibongkar oleh peneliti.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan tentang unsur-unsur aporia yang terdapat dalam makna- makna teks naskah drama Mega-Mega karya Arifin C. Noer yang terdiri atas kebenaran absolut dan penangguhan kebenaran absolut. Naskah drama Mega- Mega karya Arifin C. Noer ditinjau khusus terhadap karakter, gambaran kisah, sikap, serta status tokoh utama dan tokoh sekunder yakni Mae dan Retno.

Berdasarkan pemaknaan secara struktural diketahui bahwa Mae merupakan karakter yang setia dan penyayang, dan peduli. Retno berkarakter tidak setia dan egois. Maka

posisi dominan dipegang oleh Tokoh Dimas Suryo dan posisi sekunder dipegang oleh Retno.

Unsur-unsur

aporia/paradoks/makna yang seolah bertentangan dengan pandangan umum yang sengaja ataupun tidak sengaja dihadirkan Arifin C. Noer dalam naskah drama Mega-Mega digambarkan dalam bentuk penangguhan kebenaran absolut dan membalikkan posisi dominan.

Setelah menganalisis dengan cara dekonstruksi, diperoleh makna yang bertolak belakang dengan kebenaran absolut. Diketahui bahwa Mae adalah tokoh yang tidak setia, penyayang dan peduli. Mae sosok yang penyayang dan peduli diselamatkan oleh Retno dari kesepian. Sementara Retno adalah tokoh yang setia, dan peduli Retno adalah sosok peduli dan penyayang yang sebenarnya.

Dengan unsur-aporia ini, mengakibatkan tokoh dominan dipegang oleh Retno, sedangkan Mae merupakan tokoh sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

Chamamah, Soeratno. 1994. Penelitian Sastra: Tinjauan Tentang Teori dan Metode Dalam Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service (CAPS).

Norris, Christopher. 2008. Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zulfadli dkk. 2009. Jurnal Bahasa dan Seni.

Padang: FBS UNP.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengurangi rasa sakit yang diakibatkan oleh infeksi tersebutc. Untuk membunuh atau menghentikan perkembangan kuman penyebab infeksi

Arah program kursus dan pelatihan tersebut adalah pembekalan kepada peserta didik dengan berbagai keterampilan untuk dapat bekerja (pekerja) atau usaha mandiri

Kecepatan awal paket adalah sama dengan balon dan menunjuk ke atas, yang diambil sebagai arah positif?. Percepatan gravitasi berada di arah

Untuk guru yang kinerjanya bagus bisa mencapai nilai 87,3 (baik) karena memiliki semangat mengajar, menggunakan metode tepat, pemilihan media dan alat bantu dapat

Dari hasil pencermatan dan pengawsan langsung yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat, tidak terdapat pelanggaran terhadap jumlah dan sumber penerimaan

Hasil dari sineresis ini berupa silika xerogel yang selanjutnya ditumbuk menjadi serbuk untuk memperluas permukaannya dan dilakukan proses pencucian kembali

Dalam kegiatan pembelajaran ataupun proses belajar mengajar, baik yang dilakukan di lembaga pendidikan formal maupun non formal sangat membutuhkan suatu cara atau

Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang diperoleh dari angket, wawancara dan observasi, maka peneliti selaku pengelola jurnal dan pimpinan perpustakaan