• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU RIVERFRONT CITY FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU RIVERFRONT CITY FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU

RIVERFRONT CITY

FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH. The Strategy of the Development of Jambi City Towards a Riverfront City. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and

SUPRIHATIN

.

The development of social, culture and economic at Jambi City is inseparable with Batanghari River. The existence of Batanghari river plays important role in economic development at Jambi City. The aims of this research were to identify the potential of Batanghari River as well as its problems, to identify and analyze stakeholders that have roles in the development of Jambi City towards a riverfront city, and to formulate the strategy of the development of Jambi City towards a riverfront city. The results of this research showed that Batanghari River has potentials to be developed as a riverfront city. The development is devided into three zone including natural zone, semi-natural zone, and multi-purpose zone. There were twenty one stakeholders that have roles in the development of Batanghari River. The hierarcy strategies of the development of Jambi City towards a riverfront city are as follows emproving the coordination among the stakeholders, community development, law enforcement, making perfect the watershed of Batanghari River, revitalizing of Batanghari River and developing the eco-industrial park.

(3)

RINGKASAN

FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH. Strategi Pengembangan Kota

Jambi Menuju Riverfront City. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI

dan SUPRIHATIN.

Perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi Kota Jambi tidak dapat

dipisahkan dari keberadaan dan peran Sungai Batanghari. Sungai

Batanghari merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Sumatera.

Sungai ini melintasi sepuluh kabupaten dan kota di dalam Provinsi Jambi,

mulai dari Kabupaten Kerinci hingga Kota Jambi yang membentuk Daerah

Aliran Sungai (DAS). Secara geografis sungai Batanghari membagi Kota

Jambi menjadi dua bagian yaitu dua kecamatan dibagian utara sungai

Batanghari dan enam kecamatan di sisi selatannya. Sungai Batanghari

yang melintasi Kota Jambi merupakan bagian dari sub DAS Batanghari

hilir yang masih berada dalam kesatuan DAS Batanghari, dengan panjang

sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi yaitu sekitar 18 km. Hasil

monitoring Sungai Batanghari di Kota Jambi yang dilakukan oleh Badan

Lingkungan Hidup (BLH) Kota Jambi selama tahun 2007 menunjukkan

kualitas air Sungai Batanghari telah mengalami penurunan yang cukup

mengkhawatirkan. Maka perlu dirumuskan suatu strategi dan pola

kebijakan pengelolaan penataan kawasan Sungai Batanghari untuk

memperbaiki dan meningkatkan vitalitas kawasan Sungai Batanghari

khususnya yang berada di Kota Jambi sehingga keberadaan Sungai

Batanghari bukan menjadi ‘halaman belakang’ tetapi dapat menjadi

‘halaman depan’ bagi Kota Jambi (

riverfront city

).

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Sungai Batanghari; 2)Mengidentifikasi dan menganalisis stakeholders yang berperan dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city; 3) Formulasi strategi implementasi pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah dan masukan bagi Pemerintah Daerah Jambi serta stakeholders yang berkepentingan dalam merumuskan arah kebijakan pengelolaan Kota Jambi dan Sungai Batanghari yang berkelanjutan.

Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian ini di Sungai Batanghari Kota Jambi. Daerah penelitian dibagi dalam 4 segmen yaitu: a) segmen 1 meliputi meliputi Kecamatan Telanai Pura (Kelurahan Penyengat Rendah); b) segmen 2 meliputi Danau Teluk (Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang dan Tanjung Pasir) dan Kecamatan Telanaipura (Kelurahan Buluran Kenali, Legok, dan Teluk Kenali); c) segmen 3 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Arab Melayu, Tahtul Yaman, Jelmu, Mudung Laut dan Tengah), Kecamatan Pasar Jambi (Kelurahan Pasar Jambi), dan Kecamatan Jambi Timur (Kasang); d) segmen 4 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Tanjung Johor) dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Sijenjang dan Pulau Sijenjang). Data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Responden stakeholders yang terkait penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yang berasal dari kelompok Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, LSM, Perguruan Tinggi, swasta dan masyarakat.

(4)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa arah pengembangan yang didasarkan pada penilaian dari aspek legal, biofisik, ekologis, sosial, dan persepsi serta preferensi stakeholders, pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront di bagi dalam tiga zona pengembangan, yaitu:

1) Zona Alami. Termasuk dalam zona alami adalah Kelurahan Penyengat Rendah, Teluk Kenali dan Pulau Sijenjang.

2) Zona Semi Alami. Termasuk dalam zona semi alami adalah Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang, Tanjung Pasir, Buluran Kenali, Legok, Arab Melayu, Tengah, Jelmu, Mudung Laut, Tahtul Yaman, Tanjung Johor dan Sijenjang.

3) Zona Multi Fungsi. Termasuk dalam zona multi fungsi adalah Pasar Jambi dan Kasang

Berdasarkan analisis stakeholders, terdapat sepuluh institusi sebagai subjects yaitu Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI), Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Batanghari, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Jambi, Dinas Perikanan Kota Jambi, Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah Prov. Jambi (BAPEDALDA), Balai Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Jambi, Pusat Penelitian dan Manajemen-Daerah Aliran Sungai Universitas Jambi (PPM-DAS Unja), masyarakat sekitar sempadan sungai, industri crumbrubber dan sawmill, lima institusi sebagai key players yaitu Bada Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Jambi, Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Jambi, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Jambi, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. Jambi, tiga institusi sebagai context setters yaitu Bappeda Prov. Jambi, PU Prov. Jambi, dan Lembaga Adat Jambi, dan tiga institusi sebagai crowd yaitu Dinas Kehutanan Prov Jambi, Warsi dan Walhi. Adapun alternatif strategi dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city adalah: a) peningkatan koordinasi antar stakeholders; b) pemberdayaan masyarakat; c) penegakan hukum beserta regulasinya; d) penyempurnaan database DAS; e) revitalisasi sungai; serta f) pengembangan Kawasan Industri Hijau.

(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(6)

STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU

RIVERFRONT CITY

FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City Nama : Fitriyah Irmawati Elyas Saleh

NRP : P052090241

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti Prof. Dr.Ir. Suprihatin, Dipl-Eng.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, M.S. Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Tesis berjudul “Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City” ini disusun berdasarkan atas keprihatinan terhadap sumberdaya air khususnya sungai di Indonesia yang belum optimal dan belum mampu menyelaraskan antara pembangunan dan sumberdaya air yang di miliki. Tesis ini menguraikan tentang analisis pengembangan riverfront city, stakeholders, dan alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city.

Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga hasil-hasil penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat dimanfaatkan.

Bogor, Agustus 2011

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Jambi Provinsi Jambi.

Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan Bapak Prof. Dr. Ir. Suprihati, Dipl-Eng selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas curahan waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan kepada penulis selama pembimbingan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dinas dan instansi baik Provinsi maupun Kota Jambi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar Datuk Yakin di Jambi dan seluruh rekan-rekan Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan Tahun 2009 serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini.

Akhirnya, ucapan terima terimakasih penulis sampaikan kepada abi dan umi tercinta dan kedua adikku atas seluruh cinta, pengorbanan dan doanya sehingga saya dapat menyelesaikan Sekolah Pascasarjana di IPB . Kepada teman kamar kos yang penuh pengertian, keluarga besar El-Diina terutama mba Zahro dan bu Sri, keluarga besar Hizbut Tahrir Indonesia serta seluruh teman-teman seperjuangan dalam dakwah kepada syariah dan khilafah atas dukungan dan semangat yang diberikan.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sorong pada tanggal 15 Juli 1983 dari ayah Elyas dan Ibu Maryam Saleh. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri I Sorong dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor dengan biaya mandiri.

(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Kerangka Pemikiran ... 2 1.3. Tujuan Penelitian ... 3 1.4. Manfaat Penelitian ... 3 1.5. Penelitian Terdahulu ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Waterfront City ... 6

2.1.1. Pengertian Waterfront City ... 6

2.1.2. Pengembangan Kawasan Tepi Air ... 6

2.1.3. Konsep Waterfront City ... 7

2.1.4 Konsepsi Dasar Kota Sungai ... 8

2.1.5 Tipologi Pengembangan Waterfront City ... 9

2.2. Analisis Stakeholders ... 13

2.3. Analisis AHP ... 14

III. METODE PENELITAN ... 16

3.1. Tempat dan Waktu ... 16

3.2. Rancangan Penelitian ... 16

3.2.1. Jenis dan Sumber Data ... 16

3.2.2. Teknik Penentuan Contoh ... 16

3.3. Metode Analisis Data ... 17

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28

4.1. Umum ... 28

4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi. ... 28

4.1.2. Iklim dan Curah Hujan ... 29

4.1.3. Topografi ... 30

4.1.4. Kondisi Hidrogeologi ... 30

4.2. Penggunaan Lahan dan Ruang ... 34

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.1. Analisis Rencana Pengembangan ... 38

5.1.1. Aspek Legal ... 38 5.1.2. Aspek Ekologis... 45 5.1.3. Aspek Biofisik ... 46 5.1.4. Aspek Sosial ... 52 5.2. Analisis Stakeholders ... 56 5.2.1. Identifikasi Stakeholders ... ` 56

5.2.2. Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders ... 58

5.2.3. Persepsi dan Preferensi Stakeholders ... 65

5.3. Analisis SWOT ... 67

(13)

ii

5.4.1. Level Aspek dan Kriteria ... 77

5.4.2. Level Alternatif Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City ... 78

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(14)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Indikator elemen pembentuk riverfront city ... 9

2. Instansi/lembaga/individu terkait penelitian ... 17

3. Standar penilaian peubah pada luas RTH, land cover dan sinousitas ... 19

4. Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders ... 23

5. Skala banding berpasangan ... 25

6. Matrik pendapat individu ... 26

7. Luas daerah dan pembagian administratif menurut kecamatan tahun 2009 ... 28

8. Nama sungai dengan luas daerah aliran, panjang sungai dan muaranya ... 34

9. Penggunaan lahan (urban dan non urban) di Kota Jambi tahun 2009 ... 35

10 Struktur ruang Kota Jambi ... 37

11. Kondisi aktual tiap segmen berdasarkan aspek legal ... 43

12. Nilai sinousitas tiap segmen ... 45

13. Perkembangan luas hutan dan erosi yang terjadi di DAS Batanghari ... 48

14. Kualitas lingkungan alami tiap segmen ... 49

15. Persepsi dan preferensi masyarakat ... 54

16. Kepentingan (interest) stakeholders terkait dengan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 59

17. Pengaruh stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 60

18. Persepsi dan preferensi stakeholders ... 66

19. Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen ... 68

20. Hasil analisis AHP alternatif kebijakan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 75

(15)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian. ... 3

2. Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover ... 20

3. Perhitungan sinousitas sungai ... 21

4. Matriks pengaruh dan kepentingan ... 23

5. Struktur AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 27

6. Peta administrasi Kota Jambi ... 29

7. GSS menurut PP Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai pasal 5 ... 38

8. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (1) ... 39

9. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (2) ... 39

10. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (3) ... 39

11. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (1) ... 40

12. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (2) ... 40

13. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (1) ... 40

14. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (2) ... 41

15. GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (1) ... 41

16. GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (1) ... 41

17. GSS bertanggul dan tidak bertanggul ... 45

18. Posisi stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 61

19. Hasil AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 76

20. Prioritas masing-masing aspek dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 77

21. Nilai bobot alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 79

22. Rencana koordinasi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 81

(16)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta lokasi penelitian dan titik sinousitas tiap segmen. ... 97

2. Hasil pemeriksaan air Sungai Batanghari tahun 2010 (hulu) ... 98

3. Hasil pemeriksaan air Sungai Batanghari tahun 2010 (hilir) ... 99

4. Keterkaitan analisis SWOT dan AHP ... 100

(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sungai adalah elemen yang penting bagi manusia. Sejak dahulu manusia mempunyai hubungan yang erat dengan sungai karena sungai memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Begitu pula dengan Sungai Batanghari yang berada di Kota Jambi memiliki perananan yang penting dalam perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi Kota Jambi. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Sumatera. Sungai ini melintasi sepuluh kabupaten dan kota di dalam Provinsi Jambi, mulai dari Kabupaten Kerinci hingga Kota Jambi yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Luas DAS Batanghari bagian hilir sekitar 861.904 ha dengan panjang 2.287,33 km serta keliling 630.693,80 km. Bagian hilir DAS ini terdiri dari 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kabupaten Muara Jambi, Tanjung Jabar Timur, Tanjung Jabar Barat serta Kota Jambi. Sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi merupakan bagian dari sub DAS Batanghari hilir dengan panjang Sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi yaitu sekitar 18 km. Secara geografis Sungai Batanghari membagi Kota Jambi menjadi dua bagian yaitu dua kecamatan dibagian utara dan enam kecamatan di sisi selatan.

Pembangunan yang baik seharusnya mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi untuk mencapai tujuan pembangunan yang berimbang antara growth, equality dan sustainaibility (Rustiadi et al. 2009). Akan tetapi pembangunan yang berlangsung di Kota Jambi belum dapat mengintegrasikan antara pembangunan Kota Jambi dengan Sungai Batanghari sebagai sumberdaya air yang memiliki peranan penting bagi masyarakat Kota Jambi. Sungai Batanghari bukan sebagai halaman depan akan tetapi lebih sebagai halaman belakang. Sepanjang Sungai Batanghari ini berkembang berbagai jenis industri antara lain industri crumbrubber, sawmill, dermaga pengangkutan pasir, penampungan BBM (Bahan Bakar Minyak) Pertamina yang banyak terdapat di sisi selatan sempadan Sungai Batanghari. Sedangkan di sisi utara banyak berkembang commercial area, seperti pasar, pemukiman penduduk, bengkel motor, tempat pencucian motor serta berbagai aktivitas lainnya.

Berbagai aktivitas tersebut memberikan kontribusi bagi masuknya polutan di Sungai Batanghari. Di sisi lain Sungai Batanghari masih digunakan sebagai

(18)

2

sumber air minum bagi masyarakat Kota Jambi khususnya dan Provinsi Jambi pada umumnya. Sulistiawati (2007) menyatakan bahwa tingkat pencemaran perairan Sungai Batanghari berada pada tingkat pencemaran sedang hingga berat. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Batanghari oleh Balai Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Jambi (2010) menunjukkan bahwa Sungai Batanghari telah tercemar berat.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dirumuskan suatu strategi dan pola kebijakan penataan kawasan Sungai Batanghari untuk agar dapat terintegrasi dengan pembangunan di Kota Jambi. Perencanaan dan pengelolaan sungai perlu dilakukan agar tercipta harmonisasi kepentingan pembangunan dan pelestarian sumberdaya alam yang dimiliki. Saat ini telah banyak negara dan kota yang membuat prinsip perancangan penataan untuk kawasan tepi air yang meliputi pantai, sungai maupun danau dalam menunjang pembangunan kotanya. Oleh karena itu Kota Jambi memiliki potensi yang dapat dikembangkan agar dapat menjadi kota tepian air (waterfront city) dengan landmark Sungai Batanghari (riverfront).

1.2. Kerangka Pemikiran

Berbagai aktivitas yang telah ada di sepanjang sungai sebagaimana diuraikan pada sub bab latar belakang di atas akan berakibat buruk dan tidak mampu memberikan jaminan keberlanjutan ekologi, ekonomi dan sosial. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut terlebih dahulu perlu diketahui kondisi aktual Sungai Batanghari baik potensi yang dimiliki dan permasalahan yang tengah dihadapi dari aspek ekologi, biofisik, legal, dan sosial. Selanjutnya berdasarkan potensi dan permasalahan dari aspek ekologi, biofisik, legal dan sosial dilakukan sintesis untuk memperoleh zonasi ruang pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city. Agar hasil dari konsep dan zonasi ruang dapat digunakan dalam pertimbangan penataan ruang Kota Jambi, maka perlu dilakukan analisis terhadap stakeholders. Analisis stakeholders dilakukan untuk mengetahui stakeholders yang terkait, posisi dan persepsi stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city sehingga dapat diperoleh alternatif strategi yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam mengembangkan riverfront city. Secara skematik, kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

(19)

3

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

1.3.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Sungai Batanghari untuk pengembangan riverfront city.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis stakeholders yang berperan dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city.

3. Formulasi strategi pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah dan masukan bagi Pemerintah Daerah Jambi serta stakeholders yang berkepentingan dalam merumuskan arah kebijakan pengelolaan Kota Jambi dan Sungai Batanghari yang berkelanjutan.

Alternatif Starategi Pengembangan Kota Jambi

Menuju Riverfront City Sungai Batanghari Kota Jambi Permasalahan Aktual Sungai Batanghari Potensi Aktual Sungai Batanghari

Zonasi Ruang Pengembangan

(20)

4

1.5. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap Sungai Batanghari antara lain:

1. Prediksi Erosi di Sub-Sub Daerah Aliran Sungai Batanghari Hulu Jambi oleh Syah, (1993).

2. Formulasi Strategi Pengelolaan Sungai Batanghari di Kota Jambi oleh Susilawati (2007). Penelitian ini menghasilkan 4 (empat) strategi dalam pengelolaan Sungai Batanghari yaitu: a) dukungan dana dari pemerintah pusat dan sumberdaya manusia yang berkualitas; b) meningkatkan koordinasi antar sektor dan wilayah (BPDAS Batanghari) dalam upaya penguatan kelembagaan dan hukum guna pengelolaan perairan; c) pemerintah kota menjadikan Sungai Batanghari sebagai kawasan wisata perairan; d) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan koordinasi antar dinas/instansi dalam upaya pencegahan pencemaran limbah di Sungai Batanghari.

Penelitian yang membahas waterfront city antara lain:

1. Pengembangan dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota Makassar Sebagai Waterfront City oleh Nurfaida (2009). Hasil penelitian pengembangan dan rencana pengelolaan lanskap Pantai Kota Makassar ialah: a) pantai Kota Makassar memiliki potensi dikembangkan sebagai waterfront city dengan prioritas utama pengembangan sebagai kawasan rekreasi; b) zona pengembangan kawasan pantai Kota Makassar terbagi tiga zona yaitu zona pemanfaatan wisata, multi-pemanfaatan dan konservasi.

2. Pengelolaan Bersama Berbasis Masyarakat dalam Penataan dan Pengembangan Kawasan Sungai Siak Sebagai Waterfront City oleh Muhammad (2003). Hasil penelitian ini ialah: a) Pemerintah Provinsi Riau disarankan merubah atau menyusun kembali konsep pembangunan waterfront city dari kebijakan pembangunan yang bersifat top down menjadi kebijakan pembangunan partisipatif; b) untuk mengoptimalkan maksud dan tujuan pembangunan, efektifitas program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan melaksanakan program pembangunan

(21)

5

partisipatif dan melakukan pendekatan sosial budaya terhadap masyarakat yang menolak waterfront city adalah dengan membentuk lembaga penngelola bersama dalam penataan kawasan. Lembaga ini berfungsi sebagai fasilitator dan katlisator antara stakeholders, masyarakat dan investor.

3. Prinsip Perancangan Pusat Kota Banjarmasin Sebagai Kota Sungai oleh Mursalianto (2002). Hasil penelitian ini yaitu bahwa prinsip perancangan pusat Kota Banjarmasin sebagai kota sungai adalah penerapan elemen-elemen pembentuk identitas sungai yang meliputi aspek sungai, tata guna lahan, tata guna sungai, akses, sirkulasi, visual dan lansekap.

4. Perancangan Waterfront Pekanbaru Sebagai Kawasan Pengembangan Wisata Kota (Studi Kasus : Pelabuhan Pelindo Dan Pelita Pantai Sungai Siak) oleh Rizal, (2005).

Hasil penelitian ini ialah menciptakan kawasan bantaran sungai sebagai kawasan wisata belanja, wisata air, wisata sejarah, dan wisata aktifitas malam. Perencanaan ini diiringi dengan penataan sirkulasi yang menerus ke bantaran dan berorientasi kepada kenyamanan pedestrian di sepanjang bantaran Sungai Siak.

5. Persepsi Masyarakat Sekitar Sungai Siak dalam Menghadapi Pekanbaru Sebagai Waterfront City oleh Fachruddin (2004). Hasil penelitian ini ialah masyarakat di bantaran sungai Siak setuju dengan dibangunnya waterfront city baik ditinjau dari latar belakang pendidikan maupun jenis pekerjaannya. Keinginan masyarakat terhadap ganti rugi, relokasi dan keterlibatan dalam pembangunan sangat tinggi, sehingga sangat diperlukan transparansi dalam setiap proses baik pada saat perencanaan ataupun pada saat pelaksanaan. Dengan pola keterbukaan dan kejelasan akan status dan atas solusi-solusi yang diberikan kepada masyarakat dengan penuh keseimbangan dan kewajaran, peran masyarakat dalam pembangunan bisa diarahkan sebagai pemodal dalam pelaksanaan pembangunan.

(22)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Waterfront City

2.1.1 Pengertian Waterfront City

Kawasan tepian air atau lebih dikenal waterfront merupakan lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap laut, sungai, danau atau sejenisnya. Waterfront secara harfiah dapat diartikan sebagai tepi air (water edges) atau badan air (water body). Kota (city) dan waterfront merupakan dua hal yang selalu digunakan secara bersamaan dan tidak dapat dipisahkan pengertiannya. Hal ini dikarenakan suatu kota memiliki potensi air baik berupa sungai, danau, laut dan sebagainya dimana secara geografis membentuk suatu batas peralihan antar daerah perairan dengan daratan yang dikenal sebagai daerah tepi air (water edges), (Breen dan Rigby, 1994).

Menurut Carr (1992), bila dihubungkan dengan pembangunan kota, maka kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia yaitu melihat kebutuhan manusia akan ruang-ruang publik dan nilai alami. Dengan demikian, pembangunan atau penataan kawasan tepi air berkaitan dengan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan tepi atau badan air.

Menurut Nugroho (2000) diacu dalam Ayuputri (2006), waterfront merupakan penerapan konsep tepian air (laut, sungai/kanal, atau danau) sebagai halaman depan, tempat tepian air tersebut dipandang sebagai bagian lingkungan yang harus dipelihara, bukan halaman belakang yang dipandang sebagai tempat pembuangan. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan waterfront city adalah pengembangan kegiatan yang berorientasi ke badan air (waterfront), yang bertujuan untuk menampung aktivitas warga perkotaan dengan tetap melestarikan dan memberikan sumbangan pada kualitas lingkungan yang lebih baik dengan cara penataan ruang dan bangunan di tepi air.

2.1.2 Pengembangan Kawasan Tepi Air

Tsukio (1984) mengemukakan waterfront berdasarkan tipe pengembangannya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Konservasi adalah pengembangan yang bertujuan untuk memanfaatkan kawasan tua atau kuno yang berada di tepi air dimana masih terdapat potensi

(23)

7

yang dapat dikembangkan secara optimal sehingga dapat dinikmati masyarakat. Contoh Venice waterfront, Italia.

2. Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada seperti Memphis-Tennessee Riverfront Redevelopment.

3. Development adalah upaya menciptakan waterfront dengan cara penataan kawasan yang berada di tepian air yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan. Penataannya beriorientasi pada fungsi-fungsi yang mengarah kepada publik dalam skala dan konteks kota seperti Portland Waterfront Development.

2.1.3 Konsep Waterfront City

Berdasarkan konsep waterfront city, suatu kota dapat berada di tepi laut/pantai, di tepi sungai/kanal, atau di tepi danau ), (Breen dan Rigby, 1996). 1. Tepi laut/pantai. Toronto dan Yunani merupakan contoh kota yang berada di

tepi laut, Bangkok sebagai contoh kota yang berada di tepi sungai, dan Amsterdam merupakan contoh kota yang berada di tepi kanal. Menurut Laidley (2007), Kota Toronto yang direncanakan oleh Toronto Waterfront Revitalization Corporation merupakan pengembangan kota tepi laut yang memposisikan kawasan tepi laut sebagai bagian penting dalam perkembangan perekonomian kota dan menjadikan kawasan tepi laut Toronto sebagai pintu gerbang baru ke Canada. Kota-kota di Yunani juga merupakan contoh pengembangan kota dengan konsep waterfront city. Pengembangan kembali (redevelopment) bertujuan memperbaiki kualitas ruang inti dari kota-kota di Yunani dan mengembangkan pariwisata sesuai karakteristik waterfront (Gospodini, 2001).

2. Tepi sungai/riverfront. Menurut Wijanarka (2008), Bangkok sebagai kota tepi sungai didesain dengan konsep waterfront yang terlihat dari adanya tiga kanal yang menghubungkan Sungai Chao Phraya, adanya jalan darat di tepi Sungai Chao Phraya yang didesain mengikuti pola sungai, dan adanya reklamasi di tepi Sungai Chao Phraya yang dipersiapkan untuk lahan rumah tinggal bagi para pendatang.

3. Kota Amsterdam yang berawal dari permukiman nelayan yang terletak di muara Sungai Amstel didesain dengan sistem kanal. Selain itu, bangunan

(24)

8

kota juga didesain dengan setting mengikuti pola kanal dengan arah bangunan ke arah kanal.

2.1.4 Konsepsi Dasar Kota Sungai (Riverfront City)

Kota sungai (riverfront city) merupakan salah satu dari urban waterfront development. Riverfront city adalah kota atau kawasan yang berada pada ambang, dilalui dan mempunyai hubungan kuat dengan badan sungai di dalam ruang perkotaan. Elemen sungai merupakan bagian terpenting dalam bentukan riverfront city. Karakteristik dasar sungai sangat berpengaruh terhadap struktur kota secara keseluruhan. Dengan mengetahui bentuk dasar sungai akan membantu dalam menentukan arah perbaikan dan perkembangan sungai di kawasan yang mengalami degradasi fisik (Mursalianto, 2002).

Riverfront city dengan segala kekahasannya tidak terlepas dari aspek tata ruang perkotaan yang melingkupi ruang perkotaan tersebut. Tinjauan aspek fisik, fungsional dan normatif terhadap pengembangan riverfront city akan membantu dalam merumuskan elemen penting pembentuk riverfront city yang dikaitkan dengan elemen indentitas kota sungai tersebut. Perumusan kriteria dari elemen pembentuk identitas riverfront city didasari oleh perbedaan yang nyata antara kota yang satu dengan kota yang lain (Bishop, 2000 dalam Mursalianto 2002) yang meliputi fisik dasar sungai, budaya sungai dan peran fungsi penting sungai terhadap perkembangan riverfront city. Indikator kajian normatif pembentuk riverfront city dapat dilihat pada Tabel 1.

(25)

9

Tabel 1 Indikator elemen pembentuk riverfront city

Konteks Sungai

Kriteria Indikator Elemen Pengembangan Riverfront City

Fisik dasar sungai • Terdapatnya sungai yang masih aktif dan berperan dalam perkembangan kota.

• Elemen fisik dasar sungai terdiri dari badan sungai, sempadan, penghijauan dan daerah banjir.

Norma budaya sungai keruangan • Adanya kelompok-kelompok permukiman sesuai dengan budaya penghuni.

• Bangunan pemerintahan memeliki makna sejarah dan kultural yang berorientasi ke sungai.

• Adanya pasar yang merupakan wadah interaksi masyarakat yang berorientasi ke sungai.

• Bangunan ibadah sebagai landmark yang bernilai sejarah, kultural dan keagamaan yang berorientasi ke sungai.

Norma budaya sungai bukan keruangan

• Adanya komunitas pengguna sungai yang menjadikan sungai sebagai pemenuhan utama kebutuhan sehari-hari.

Perkembangan fisik kota • Tahap awal perkembangan kota, sungai merupakan sumber air untuk keperluan hidup masyarakat.

• Orientasi bangunan penduduk ke arah sungai, sempadan sungai, dan di atas air.

• Sungai berfungsi sebagai sarana pengangkutan (perdagangan).

• Tumbuhnya jaringan jalan sebagai alternatif, orientasi bangunan umum menghadap ke jalan.

Pola pemanfaatan sungai dalam kota

• Adanya pemanfaatan lahan dan air untuk permukiman di bantaran sungai, sepanjang sungai, dan di atas sungai.

• Adanya pelabuhan, terminal, dermaga, halte sungai, dengan berbagai skala pelayanan pengguna.

• Adanya ruas sungai yang berfungsi sebagai pengendali banjir.

• Adanya pabrik yang berlokasi di sepanjang sungai.

• Penggunaan air oleh rumah tangga dan industri yang masih aktif sampai sekarang. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori B.

• Masih adanya pemanfaatan sungai sebagai mata pencaharian nelayan sungai. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori C.

• Adanya obyek wisata di sepanjang sungai.

• Adanya fungsi sungai sebagai batasan wilayah administrativ.

Konteks Perkotaan

Pemanfaatan lahan • Sebagian peran dan fungsi sungai terkait erat dengan pemanfaatan lahan kota seperti pertokoan, pusat pemerintahan lokal, pusat jasa dan lain sebagainya.

Akses dan sirkulasi kota • Ragam pengguna diklasifikasikan menjadi dua yaitu komunitas darat dan komunitas sungai.

• Kemudahan pencapaian dikaitkan dengan jaringan jalan pusat kota menuju sungai dari berbagai arah.

• Moda angkutan. Tersedianya angkutan umum baik sungai maupun darat.

• Akses pedestrian. Adanya akses untuk pejalan kaki di sepanjang sungai dan menyeberangi sungai.

• Lalu lintas perdagangan. Adanya nilai-nilai ekonomi sungai sebagai bagian dari ekonomi kota.

• Perparkiran. Adanya parkir yang cukup pada kawasan pusat kota yang menunjang fungsi sungai.

Aspek visual • Mempunyai konsep panorama, vista, skyline, frame dan space series

yang berhubungan postif dengan sungai.

Aspek lansekap • Design penataan kota seperti penataan muka jalan, ketinggian dan masa bangunan memperhatikan daya dukung sungai.

Sumber: Basri (1994), White (1949), Rapaport (1977) dan Torre (1989) dalam Mursalianto (2002).

2.1.5 Tipologi Pengembangan Waterfront City

Menurut Breen dan Rigby (1996), waterfront berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational waterfront, residential waterfront, dan working waterfront. Mixed-used waterfront

(26)

10

adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational waterfront adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana dan prasana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. Working waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.

Waterfront terbagi menjadi beberapa tipologi berdasarkan fungsi utama kawasan), yaitu:

1. Kawasan Komersial (Commercial Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan komersial adalah:

a. Harus mampu menarik pengunjung yang akan memanfaatkan potensi kawasan pantai sebagai tempat bekerja, belanja maupun rekreasi/wisata b. Kegiatan diciptakan tetap menarik dan nyaman untuk dikunjungi /dinamis c. Bangunan harus mencirikan keunikan budaya setempat dan merupakan

sarana bersosialisasi dan berusaha/komersial

d. Mempertahankan keberadaan golongan ekonomi lemah melalui pemberian subsidi

e. Keindahan bentuk fisik (profil tepi sungai) diangkat sebagai faktor penarik bagi kegiatan ekonomi, sosial dan budaya

2. Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup (Cultural, Education dan Environmental Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan budaya, pendidikan dan lingkungan hidup adalah:

a. Memanfaatkan potensi alam sumber daya alam air untuk kegiatan penelitian budaya dan konservasi

b. Menekankan pada kebersihan badan air dan suplai air bersih yang tidak hanya untuk kepentingan kesehatan saja tetapi juga untuk menarik investor

c. Diarahkan untuk menyadarkan dan mendidik masyarakat tentang kekayaan alam yang perlu dilestarikan dan diteliti

d. Kebudayaan masyarakat harus dilestarikan dan dipadukan dengan pengelolaan lingkungan didukung kesadaran melindungi atau

(27)

11

mempertahankan keutuhan fisik badan air untuk dinikmati dan dijadikan sebagai wahana pendidikan

e. Perlu ditunjang oleh program-program pemanfaatan kawasan, seperti penyediaan sarana untuk upacara ritual keagamaan, sarana pusat-pusat penelitian yang berhubungan dengan spesifikasi kawasan tersebut

f. Perlu upaya pengaturan/pengendalian fungsi pemanfaatan air/badan air 3. Kawasan Peninggalan Sejarah (Historical/Herritage Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan peninggalan sejarah adalah:

a. Pelestarian peninggalan-peninggalan bersejarah (landscape, situs, bangunan, dll) dan/atau merehabilitasinya untuk penggunaan berbeda

b. Pengendalian pengembangan baru yang kontradiktif dengan pembangunan yang sudah ada guna mempertahankan karakter kota

c. Program-program pemanfaatan ruang kawasan ini dapat berupa pengamanan pantai dengan pemecah gelombang untuk mencegah terjadinya abrasi, pembangunan tanggul, polder dan pompanisasi untuk menghindari terjadinya genangan pada bangunan bersejarah, dll

4. Kawasan Rekreasi/Wisata (Recreational Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan rekreasi adalah:

a. Memanfaatkan kondisi fisik pantai, sungai untuk kegiatan rekreasi (indoor/outdoor)

b. Pembangunan diarahkan di sepanjang badan air dengan tetap mempertahankan keberadaan terbuka

c. Perbedaan budaya dan geografi diarahkan untuk menunjang kegiatan pariwisata terutama pariwisata perairan

d. Kekhasan arsitektur lokal dapat dimanfaatkan secara komersial guna menarik pengunjung

5. Kawasan Pemukiman (Resedential Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan pemukiman adalah:

a. Perlu keselarasan tata air, budaya lokal serta kepentingan umum

b. Pengembangan kawasan permukiman dapat dibedakan atas kawasan permukiman penduduk asli dan kawasan permukiman penduduk baru

(28)

12

c. Pada permukiman/perumahan nelayan harus dilakukan upaya penataan

dan perbaikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kawasan. Penempatan perumahan nelayan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumber daya sekitar dan market hasil budaya perikanan

d. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman penduduk asli (lama) antara lain dengan revitalisasi bangunan, penyediaan utilitas, sarana air bersih, air limbah dan persampahan, penyediaan dramaga perahu serta pemeliharaan drainase e. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan

permukiman baru antara lain adalah dengan memberi ruang untuk public access ke badan air, pengaturan pengambilan air tanah, reklamasi, pengaturan batas sempadan dari badan air, serta program penghijauan sempadan

6. Kawasan Pelabuhan dan Transportasi (Working and Transportation Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan pelabuhan dan transportasi adalah:

a. Pemanfaatan potensi pantai dan sungai sebagai kegiatan transportasi, pergudangan dan industri

b. Pengembangan kawasan diutamakan untuk menunjang program ekonomi kota (negara) dengan memanfaatkan kemudahan transportasi air dan darat

c. Pembangunan kegiatan industri harus tetap mempertahankan kelestarian lingkungan hidup

d. Program pemanfaatan ruang yang dapat diterapkan adalah pembangunan dermaga, sarana penunjang pelabuhan (pergudangan), dan pengadaan fasilitas transportasi

7. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (Defence Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan pertahanan dan keamanan adalah:

a. Dipersiapkan khusus untuk kepentingan pertahanan dan keamanan bangsa/negara

b. Perlu dikendalikan untuk alasan hankam dengan dasar peraturan khusus c. Pengaturan tata guna lahan untuk kebutuhan dan misi hankam negara

(29)

13

2.2. Analisis Stakeholders

Stakeholders merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan taman nasional, yang mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh tujuan pengelolaan taman nasional tersebut, baik individu, kelompok ataupun organisasi. Sementara itu, Eden and Ackermann dalam Bryson (2004) menyebutkan bahwa stakeholders merupakan orang atau kelompok yang mempunyai power (kekuatan) untuk mempengaruhi secara langsung masa depan suatu organisasi.

Dalam menentukan para stakeholders, harus dilakukan secara teliti. Hal ini dikarenakan berpotensi mengesampingkan kelompok yang sebenarnya relevan dengan permasalahan utama, yang berakibat pada biasnya hasil penelitian. Oleh karena itu Reed et al. (2009) menyebutkan bahwa analisis stakeholders perlu dilakukan dengan: 1) mendefinisikan aspek-aspek fenomena alam dan sosial yang dipengaruhi oleh suatu keputusan atau tindakan; 2) mengidentifikasi individu, kelompok dan organisasi yang dipengaruhi atau mempengaruhi fenomena tersebut; dan 3) memprioritaskan individu dan kelompok untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Lebih lanjut, analisis stakeholders mempelajari bagaimana manusia berhubungan satu sama lain dalam pemanfaatan suberdaya alam dengan cara memisahkan peran stakeholders ke dalam rights (hak), responsibilities (tanggung jawab), revenues (pendapatan) serta relationship (menilai hubungan antar peran tersebut) (Mayers 2005; Reed et al. 2009).

Menurut Groenendijk (2003) keberhasilan suatu kegiatan sangat bergantung pada keterlibatan stakeholders kunci pada saat perancangan dan perencanaan. Kegagalan dari pengambil kebijakan dan perencana untuk mengenali perbedaan dan potensi konflik ketertarikan stakeholders sering mengarah pada perlawanan terhadap kebijakan kegiatan diakibatkan oleh kegagalan dalam mempertemukan tujuan mereka. Keterlibatan langsung dari stakeholders kunci yang memiliki hubungan dengan analisis masalah dan kegiatan perencanaan kedepan menciptakan rasa kepemilikan dan komitmen pada proses perencanaan yang akan berkontribusi terhadap keberhasilan suatu kegiatan. Analisis stakeholders memberikan hasil berupa pemahaman tentang tujuan dan ketertarikan dari berbagai macam stakeholders. Analisis ini menggunakan keragaman ketertarikan tersebut sebagai titik awal.

(30)

14

2.3. Analisis Hierarki Proses(AHP)

Analytical Hierachy Process yang dikenal dengan Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK), pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg, USA. Kelebihan dari AHP adalah kemampuannya jika dihadapkan pada situasi kompleks yang tidak terkerangka. Situasi ini terjadi jika data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat minim atau tidak ada sama sekali. Data yang diperlukan kalaupun ada hanya bersifat kuantitatif yang mungkin didasari oleh persepsi, pengalaman, ataupun intuisi. Permasalahan yang dihadapi dapat dirasakan dan dapat diamati, namun kelengkapan data numerik yang berupa angka-angka tidak menunjang untuk membetuk model secara kuatitatif.

Kekuatan AHP juga terletak pada pendekatannya yang bersifat holistik yang menggunakan logika, pertimbangan berdasarkan intuisi, data kuatitatif dan preferensi kualitatif (Saaty,1993). Sehingga AHP banyak digunakan untuk banyak kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penetuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki dalam suatu konflik (Saaty, 1991). Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah sebagai berikut (Saaty,1991):

1. AHP member model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur.

2. AHP memadukan ancaman deduktif dan rancangan berdasarkan system dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu system dan tidak memaksakan pemikiran linier.

4. AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk memilih elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkatan yang berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkatan.

5. AHP memberikan suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapat prioritas.

6. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang perbaikan setiap alternatif.

7. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam berbagai proiritas.

(31)

15

8. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor system dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.

9. AHP tidak memaksa konsensus tapi menganalisis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda.

10. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui pengulangan.

(32)

16

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sungai Batanghari, Kota Jambi, Provinsi Jambi. Panjang Sungai Batanghari yang melalui wilayah administratif Kota Jambi sekitar 18 km. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2011 hingga Juni 2011.

Daerah penelitian dibagi dalam 4 segmen yaitu: a) segmen 1 meliputi meliputi Kecamatan Telanai Pura (Kelurahan Penyengat Rendah); b) segmen 2 meliputi Danau Teluk (Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang dan Tanjung Pasir) dan Kecamatan Telanaipura (Kelurahan Buluran Kenali, Legok, dan Teluk Kenali); c) segmen 3 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Arab Melayu, Tahtul Yaman, Jelmu, Mudung Laut dan Tengah), Kecamatan Pasar Jambi (Kelurahan Pasar Jambi), dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Kasang); d) segmen 4 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Tanjung Johor) dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Sijenjang dan Pulau Sijenjang). Peta lokasi peneliltian tiap segmen tersaji pada Lampiran 1.

3.2. Rancangan Penelitian 3.2.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggabungkan 2 (dua) teknik pengumpulan data yaitu melalui observasi dan indepth-interview (Sugiyono, 2009) serta menggunakan kuisioner sebagai panduan (Colfer et al. 1999a).

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi dokumen yang dipublikasikan pihak-pihak terkait baik berupa buku, laporan hasil penelitian, data dari instansi terkait, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sungai.

3.2.2. Teknik Penentuan Contoh

Penentuan contoh atau sampling untuk aspek sosial dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu purposive sampling dan random sampling. Random sampling digunakan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat pada empat segmen penelitian yang diambil berdasarkan jumlah populasi di daerah

(33)

17

penelitian. Menurut Arikunto (2000), apabila jumlah populasi lebih dari 100, maka jumlah contoh yang dapat diambil adalah 10-15% dari populasi tersebut. Dalam penelitian ini jumlah contoh yang digunakan adalah 10% dari populasi.

Teknik pengambilan contoh yang digunakan untuk menganalisis kepentingan dan pengaruh stakeholders, dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih adalah pelaku baik individu maupun lembaga yang dinilai mengerti permasalahan penelitian. Keseluruhan responden yang diwawancarai untuk analisis stakeholders dan alternatif pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Instansi/lembaga/individu terkait penelitian No Kelompok Stakeholders

Jumlah Responden

(orang)

1. Pemerintah Pusat BWS Sumatera VI 1

BPDAS Batanghari 1

2. Pemerintah Provinsi Bappeda 1

BAPEDALDA 1

Dinas Kehutanan 1

Dinas PU 1

Dinas Pariwisata 1

3. Pemerintah Kota BAPPEDA 1

BLHD 1

Dinas Tata Ruang dan Perumahan 1

Dinas PU 1

Dinas Perindag 1

Dinas Pariwisata 1

Dinas Perikanan 1

4. Perguruan Tinggi Pusat Penelitian Manejemen Daerah Aliran Sungai Universitas Jambi (PPM DAS Unja)

1

5. Masyarakat Lembaga Adat Jambi 1

Masyarakat tiap segmen

6. LSM Walhi 1

Warsi 1

7. Swasta Industri crumb rubber 1

Industri saw mill 1

3.2.3. Metode Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang diperoleh dianalisis dengan beberapa alat analisis sesuai dengan karakteristik data yang tersedia dengan teknik analisis terdiri dari:

A. Analisis Pengembangan

Pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city agar dapat berjalan dengan berkesinambungan dan berkelanjutan (sustainable) maka pengembangannya harus memperhatikan beberapa hal agar dapat mewujudkan

(34)

18

keberadaan sungai bukan sebagai halaman belakang (back yard) akan tetapi sebagai halaman depan (riverfront), dengan konsep pengembangan sebagai berikut: (1) konsep dasar. Konsep dasar perencanaan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city yaitu meningkatkan kualitas lingkungan alami dan mengembalikan fungsi sempadan Sungai Batanghari sebagai kawasan ekologi yang dapat mendukung keberlangsungan kehidupan ekosistem Sungai Batanghari itu sendiri; (2) konsep ruang. Pembentukan dan pengembangan ruang dibuat berdasarkan karakter alami Sungai Batanghari. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi sangat tinggi tidak boleh dibangun karena harus dilindungi agar tidak rusak. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi tinggi boleh dibangun, tetapi harus diimbangi dengan penyediaan RTH kota. Sedangkan subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi kurang tinggi boleh dibangun dengan diselingi penanaman vegetasi di antara bangunan yang ada; (3) konsep tata hijau. Konsep tata hijau yang dipergunakan pada perencanaan pengembangan sempadan adalah penggunaan vegetasi yang diharapkan dapat menjaga keberlangsungan kualitas lingkungan alami sempadan melalui fungsi-fungsinya; (4) konsep infrastruktur sungai. Infrastruktur persungaian yang dibangun untuk mendukung karakter alami sungai adalah teknologi yang ramah lingkungan, seperti green building dan dinding penahan bioengineering yang direncanakan secara fungsional dan estetik serta mendukung keberlangsungan sungai.

Rencana pengembangan dalam penelitian ini akan dikaji dari aspek legal, aspek ekologis dan aspek fisik.

1) Aspek Legal

Aspek legal merupakan aspek yang dianalisis untuk menentukan batas kawasan perencanaan pengembangan. Aspek legal yang dinalisis adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah yang terkait masalah sungai, sempadan sungai dan Garis Sempadan Sungai (GSS).

2) Aspek Biofisik

Analisi aspek biofisik dengan dua cara yaitu analisis kualitas air sungai dan fisik sungai (sempadan). Analisis kualitas air sungai berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BLHD Kota Jambi tahun 2010 dan dibandingkan dengan PP. No. 82 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Adapun fisik sungai dilakukan analisis terhadap luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan jenis land cover yang ada

(35)

19

pada sempadan sungai tersebut. Klasifikasi skoring nilai pada luas RTH ditentukan berdasarkan persentase luas RTH pada tiap segmen sempadan sungai, yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang), dan 3 (tinggi). Luas RTH tersebut ditentukan berdasarkan rasio antara ketersediaan RTH dengan luas persegmen di setiap daerah penelitian. Analisis terhadap RTH ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kawasan alami yang terdapat pada sempadan Sungai Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut kemudian ditentukan intervalnya berdasarkan rentangan nilai persentase RTH yang diperoleh. Interval pada standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Standar penilaian peubah pada luas RTH, luas land cover dan sinousitas

Peubah Skor

1 (rendah) 2 (sedang) 3 (tinggi)

Luas RTH <23% 23-46% >46%

Land cover Vegetasi tidak

ada sampai jarang, dominasi ruang terbangun Vegetasi cukup rapat, diantara vegetasi terdapat bangunan individual Vegetasi sangat rapat (dominan vegetasi), tidak ada bangunan atau ruang kosong lainnya

Sinousitas 1,245-1,597 1,598-1,949 1,950-2,301

Sumber: Anisa, 2009

Klasifikasi skoring pada jenis land cover ditentukan berdasarkan perbandingan antara dominansi penutupan lahan oleh vegetasi dengan lahan kosong dan bangunan yang terdapat pada sempadan sungai, yaitu: 1 (kurang), 2 (sedang), dan 3 (baik). Analisis terhadap jenis land cover ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan sempadan pada tiap segmen Sungai Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan gambaran rasio standar penilaian peubah pada land cover dapat dilihat pada Gambar 2.

(36)

20

Gambar 2 Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover

Hasil analisis luas RTH dan jenis land cover kemudian di-overlay untuk menentukan nilai kualitas lingkungan alami. Sehingga, akan diperoleh pembagian ruang fisik sungai yang menggambarkan kondisi eksisting kualitas lingkungan alami yang dimiliki tiap segmennya.

3) Aspek ekologi

Dari aspek ekologis, proses analisis dilakukan terhadap data sinuositas untuk menentukan karakter alami sungai. Nilai sinuositas sungai dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak kelokan yang terdapat pada suatu sungai, menyebabkan semakin tingginya nilai sinuositas sungai. Hal ini menandakan semakin tingginya potensi sungai tersebut untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi ekosistem sungai. Standar penilaian pada sinuositas sungai pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tingkat kealamian karakter yang dimiliki tiap segmen sungai. Klasifikasi skoring nilai sinuositas yang diberikan b

erdasarkan

sinuosity

rasio

yaitu bentuk kelokan sungai dibagi menjadi 3 jenis, yaitu lurus

(

sinuosity rasio

≈1) dengan skor nilai kurang tinggi, sinuous (

sinuosity

rasio

antara 1-1.5) dengan skor nilai tinggi, dan meander (

sinuosity rasio

>1.5) dengan skor nilai sangat tinggi

(Allen, 1970 ). Perhitungan sinuositas sungai dapat dilihat pada Gambar 3 dan standar penilaian peubah pada sinousitas sungai disajikan pada Tabel 3. Untuk titik penentuan nilai sinousitas dalam penelitian ini tersaji pada Lampiran 1.

(37)

21

Gambar 3 Perhitungan sinousitas sungai

4) Aspek Sosial

Analisis aspek sosial dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat terhadap keberadaan Sungai Batanghari. Analisis aspek sosial diperoleh melalui indepth-interview dengan panduan kuisiner.

B. Analisis Stakeholders

1) Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders

Analisis dilakukan untuk mengetahui stakeholders yang berperan dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city serta melakukan penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholders. Menurut Reed et al. (2009), analisis stakeholders dilaksanakan dengan cara: 1) melakukan identifikasi stakeholders, 2) mengelompokkan dan membedakan antar stakeholders, dan 3) menyelidiki hubungan antar stakeholders.

Setelah para stakeholders teridentifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan dan membedakan antar stakeholder. Menurut Eden dan Ackermann (1998) yang dikutip oleh Bryson (2004) dan Reed et al. (2009) metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan matriks pengaruh dan kepentingan dengan mengklasifikasikan stakeholders ke dalam key players, context setters, subjects, dan crowd. Pengaruh (influence) merujuk pada kekuatan (power) yang dimiliki stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu keputusan. Kepentingan (importance) merujuk pada kebutuhan

Sinousitas =

Panjang kelokan sungai yang menghubungkan titik A-B Panjang garis lurus sungai yang menghubungkan titik A-B

(38)

22

stakeholders didalam pencapaian output dan tujuan (Hartrisari 2007; Reed et al. 2009).

Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada deskripsi pernyataan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor), dan selanjutnya dikelompokkan menurut kriterianya. Penetapan skoring pertanyaan mengacu pada model yang dikembangkan oleh Abbas (2005) yaitu pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 4.

Pengaruh stakeholders terhadap pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city diukur berdasarkan instrumen dan sumber kekuatan, sebagaimana yang disebutkan oleh Galbraith (1983) dalam Reed et al. (2009), sebagai berikut: a. Instrumen kekuatan:

i. Candign power; yaitu pengaruh stakeholders tertentu karena memiliki kemampuan memberikan hukuman/sanksi yang sepadan/selayaknya terhadap stakeholders lain karena stakeholders ini adalah pengambil kebijakan. Pengaruh ini diperoleh melalui emosi, keuangan, ancaman fisik, sanksi adat, sanksi hukum, atau sanksi lainnya.

ii. Compensatory power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui kemampuan dalam mengkompensasi stakeholders lainnya melalui simbolisasi, keuangan, serta penghargaan berupa materi, seperti pemberian gaji/ upah, bribes/sogokan, pemberian bantuan desa penyangga, atau pemberian sebidang lahan.

iii. Conditioning power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui manipulasi kepercayaan atau pembentukan opini dan informasi, misalnya melalui kelompok yang sepadan, norma budaya, pendidikan, atau propaganda. b. Sumber kekuatan:

i. Organisation power; yaitu pengaruh dari suatu organisasi karena memiliki massa, jejaring kerja, kesesuaian bidang tugas, atau kontribusi fasilitas. ii. Personality power dan property power; yaitu pengaruh yang diperoleh

berdasarkan kepribadian, kepemimpinan seseorang (karisma, kekuatan fisik, kecerdasan mental, atau pesona seseorang), atau kepemilikan/ kekayaan.

Berdasarkan data jawaban stakeholders yang teridentifikasi terhadap tingkat kepentingan dan pengaruhnya, dilakukan skoring menggunakan Microsoft Excel untuk menentukan angka pada setiap indikatornya yang kemudian

(39)

23

disandingkan sehingga membentuk koordinat. Hasil analisis ini diilustrasikan seperti Gambar 4.

Tabel 4 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan Stakeholders

5 21-25 Sangat tinggi Sangat Mendukung

4 16-20 Tinggi Mendukung

3 11-15 Cukup tinggi Cukup mendukung

2 6-10 Kurang tinggi Kurang mendukung

1 0-5 Rendah Tidak mendukung

Pengaruh Stakeholders

5 20-25 Sangat tinggi Sangat mampu mempengaruhi

4 16-20 Tinggi Mampu

3 11-15 Cukup tinggi Cukup mampu

2 6-10 Kurang tinggi Kurang mampu

1 0-5 Rendah Tidak mampu

Gambar 4 Matriks pengaruh dan kepentingan (diadaptasi dari Eden dan Ackermann 1998 dalam Bryson 2004 dan Reed et al. 2009).

2) Persepsi dan Preferensi Stakeholders

Setelah teridentifikasi dan diketahui posisi pengaruh dan kepentingan stakeholders yang terkait dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city selanjutnya adalah menngetahui persepsi dan preferensi stakeholders yang diperoleh melalui kuisioner dan indepth-interview.

C. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2008). Dalam penelitian ini analisis SWOT dilakukan secara deskriptif

(40)

24

untuk perencanaan pengembangan pada tiap segmen penelitian berdasarkan analisis ekologi, biofisik, legalitas, sosial serta persepsi dan preferensi stakeholders terkait.

D. Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City Metode analisis yang digunakan untuk pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city adalah metode Analisis Hierarchy Process (AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarki. AHP merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk kondisi ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi dan beragamnya kriteria suatu pengambilan keputusan (Saaty, 1993). Proses analisis dengan AHP dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparions) untuk mendapatkan tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan berpasangan ini dilakukan untuk setiap level/tingkat; tingkat 1 (tujuan umum), tingkat 2 (kriteria), tingkat 3 (sub kriteria), tingkat 4 (alternatif kegiatan). Dengan berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004). Pendekatan AHP menggunakan skala banding berpasangan menurut Saaty (1993) yang disajikan pada Tabel 5.

(41)

25

Tabel 5 Skala banding secara berpasangan

Tingkat

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar

terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting

daripada elemen lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting

daripada elemen lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting

daripada elemen yang lainnya

Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan

terlihat dalam praktek 9 Satu elemen mutlak lebih penting

daripada elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan reciprocals Jika aktivitas i mendapat suatu angka dan bila

dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i

Sumber : Saaty (1993)

Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1993) dilakukan sebagai berikut:

1) Identifikasi sistem, yakni mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para informan yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

2) Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan level fokus, dilanjutkan dengan level tujuan, level sasaran dan level alternatif kebijakan pada tingkatan paling bawah. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan penelitian di lapangan, dapat disusun struktur hirarki penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 5.

3) Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria di atasnya. Teknik ini yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para informan yang dianggap key person.

(42)

26

Tabel 6 Matrik pendapat individu

A=(aij)= A1 A2 ... An A1 1 A12 ... a1n A2 1/a12 1 ... a2n ... ... ... ... ... An 1/a1n A2n ... 1

Notasi A1, A2,..., An merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matrik berukuran n x n, nilai aij merupakan nilai matrik pendapat hasil komparasi berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj.

5) Matrik pendapat gabungan, merupakan matrik baru yang elemennya berasal dari rata-rata geometri elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat.

6) Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban informan.

7) Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama

Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (> 0,10). Penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Jika hasil perhitungan menunjukkan nilai consintency ratio (CR) < 0,1 artinya penilaian pada pengisian kuisioner tergolong konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Proses analisis AHP ini dilakukan dengan perangkat lunak Expert Choise versi 9.0.

(43)

27

Gambar 5 Struktur AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city

Penyempurnaan database DAS

Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City

Ekologi Sosial Budaya Ekonomi Kelembagaan Teknologi

Aspek Pilihan Strategi Kriteria Tujuan Penegakan hukum Pemberdayaan masyarakat Pengembangan kawasan industri hijau

M eni ngk at n y a i nf or m a s i tek n ol og i pe nge lol aan s un gai P enggu naa n t e k no logi r am ah ling k un gan T er pel ihar any a bu day a lo k al T er c ipt an y a l apa nga n k er ja T er jad in y a p er ub ahan per ila k u m as y ar a k at M eni ngk at n y a p end apat an m as y ar a k at M eni ngk at n y a P A D T er w uj u dny a s ink roni s a s i pr ogr a m an tar s ta k eho lder s T er w uj u dny a k epa s ti an h uk u m bes er ta r e gul a s iny a M eni ngk at n y a i ns ti tu s i penge lol a D A S M eni ngk at n y a k ua lit a s d an d a y a duk u ng s ung ai M enur unn y a k on s ent ras i penc em ar T e rs us u nn y a R T R W ber w aw as an l ing k un gan Revitalisasi sungai Peningkatan koordinasi antar stakeholders

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3   Standar penilaian peubah pada luas RTH, luas land cover   dan sinousitas
Tabel 7  Luas daerah dan pembagian daerah administrasi menurut  kecamatan tahun 2009
Gambar 6  Peta administrasi Kota Jambi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini, maka peneliti akan mencari dan mendiskripsikan implementasi Culturally Responsive Teaching pada mata pelajaran

Hasil penelitian menunjukkan nilai F = 3,664 dengan p = 0,028 (p&lt;0,05) yang berarti bahwa ada hubungan antara efikasi politik dan kepercayaan politik dengan partisipasi

Manusia harus mempunyai sikap adil sebagai pribadinya dalam masalah yang dihadapinya. Sikap ini berakibat akan dihormati oleh sesama manusia. Dari analisis di atas

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Manajemen pada Program Studi Magister Manajemen di Program

Berdasarkan penelitian hubungan hukum antara anak dengan orang tua setelah adanya pengangkatan wali di Panti Asuhan Gelora Kasih Sibolangit adalah tetap dapat

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus. © Leliana

juga Dinas Perhubungan kota Yogyakarta// Dalam acara ini/ Kepala Dinas Perhubungan. Kota menyatakan tujuan diresmikannya gedung ini adalah untuk menjaga

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini ialah penggunaan metode budidaya long-line vertical dan horizontal memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan harian rumput laut