• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI SUBSURFACE WETLAND PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RPH DAN INDUSTRI TAHU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODIFIKASI SUBSURFACE WETLAND PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RPH DAN INDUSTRI TAHU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MODIFIKASI SUBSURFACE WETLAND PADA

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RPH DAN INDUSTRI TAHU

MODIFICATION OF SUBSURFACE WETLAND FOR SLAUGHTER

HOUSE’S AND TOFU INDUSTRY’S WASTEWATER TREATMENT

Rakhmi Sonie1) dan Prayatni Soewondo2)

Program Studi Teknik Lingkungan ITB, Jalan Ganesha 10 Bandung Email: 1)blue_sonie@yahoo.com; 2)prayatnisoe@yahoo.com

Abstrak: Industri tahu dan RPH (Rumah Potong Hewan) ayam merupakan salah satu jenis industri rumah

tangga yang memiliki limbah cair dengan kandungan organik yang tinggi. Salah satu pengolahan biologis yang dapat digunakan untuk mengolah limbah cair serta dapat diaplikasikan pada daerah suburban yang masih memiliki lahan yang cukup luas yaitu menggunakan constructed wetland. Constructed wetland merupakan sistem pengolahan terencana atau terkontrol yang didesain dan dikonstruksi untuk mengolah limbah cair dengan memanfaatkan proses alami yang melibatkan vegetasi wetland, tanah dan mikroorganisme. Constructed wetland yang digunakan pada penelitian ini, yaitu jenis horizontal flow system; yang dilakukan modifikasi aliran dengan penambahan sekat vertikal. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh sekat pada reaktor wetland untuk penyisihan pencemar limbah cair industri rumah tangga. Dua jenis tanaman, yaitu Cyperus flabelliformis dan Sagittaria lancifolia; yang mana keduanya berasal dari class yang sama. Wetland ini digunakan sebagai pengolahan tingkat pertama dengan pembebanan konsentrasi COD sedang (500-600 mg/l) dan juga sebagai pengolahan tingkat kedua dengan pembebanan COD ringan (50-300 mg/l) yang mana anaerobic baffled reactor (ABR) sebagai pengolahan tingkat pertama. Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa penggunaan sekat dapat meningkatkan effisiensi penyisihan kadar COD dan NTK sebesar 7% dan 11%. Efisiensi penyisihan COD tercapai sebesar 83% dengan beban influen 128mg/l atau 26,3 g/m3/hari.

Kata kunci: biologis, industri tahu, limbah cair industri, rumah potong hewan, dan wetland.

Abstract: Tofu Industry and poultry slaughter house are two kinds of home industry that generate wastewater

with characteristic content of high organic concentration. One of alternative biological treatment for this matter and can be applicated for sub urban area which still has large area is by applying constructed wetland. Constructed wetland is a well planned and controlled treatment system , which is designed and constructed to convert liquid waste by using natural process and involves wetland vegetation, soil and microorganism. The type of wetland being used is horizontal flow system which has vertical baffle on it’s reactor to modify it’s flow. The objectives of this research is to identify the influence of baffled reactor towards the pollutants removal that contained in home industry wastewater. This research use two type of vegetation are Cyperus flabelliformis and Sagittaria lancifolia which have same class. Wetlands are applicated as primary treatment at medium COD concentration level (500-600mg/l) and also as secondary treatment at low COD concentration level (50-300mg/l) which is anaerobic baffled reactor (ABR) as primary treatment. The laboratory analysis results show that baffled application increase efficiency of COD and NTK removal up to 7% and 11%. COD removal efficiency at 83% with loading rate 26,3 g/ m3/day.

Keywords: biological, tofu industry, industry’s wastewater, poultry slughter house, and wetland.

PENDAHULUAN

Industri kecil Rumah Pemotongan Hewan dan industri Tahu saat ini berkembang cukup pesat, umumnya berada pada daerah pinggiran perkotaan (sub urban). Industri kecil ini menyerap tenaga kerja yang cukup besar, tetapi penanganan limbah cairnya masih sangat langka ditangani.

Sistem wetland telah banyak digunakan oleh negara-negara yang ada di dunia untuk mengolah limbah baik limbah domestik maupun limbah industri. Pada awalnya untuk

(2)

mengolah limbah digunakan natural wetland, kemudian dilakukan penelitian untuk menghasilkan effluent yang diinginkan sehingga di desain suatu wetland sesuai dengan yang diinginkan (constructedwetland).

Constructed wetland adalah sistem pengolahan terencana atau terkontrol yang telah

didesain dan dikonstruksi dengan memanfaatkan proses alami yang melibatkan vegetasi

wetland, tanah dan mikroorganisme untuk mengolah limbah cair. Sistem pengolahan ini

cocok digunakan untuk daerah yang masih memiliki lahan yang cukup luas.

SFS-h (Subsurface flow system-horizontal) atau HF (horizontal flow) system berupa kolam atau reservoir yang berisi material dasar yang dipilih secara granulometry dengan tujuan untuk memastikan hydraulic conductivity (media yang digunakan umumnya pasir dan kerikil). Fungsi dari material dasar tersebut untuk mendukung pertumbuhan akar. Dasar kolam harus kedap air dengan tujuan untuk mencegah terjadinya presipitasi ke dalam tanah sebelum sempat diolah dalam reaktor wetland. Bahan yang dapat digunakan sebagai lapisan

dasar adalah tanah liat atau membran sintetis (HDPE atau LDPE 2 mm). Dasar wetland

biasanya diberi slope (sekitar 1-3%) untuk memastikan pada wetland terjadi aliran dari inlet ke outlet.(USEPA, 1988)

Selama limbah cair melewati ryzosphere dari tanaman, materi organik akan terdekomposisi akibat aktivitas mikroba, nitrogen terdenitrifikasi, jika tersedia materi organik yang cukup, phosphor dan logam berat akan teradsorpsi oleh media. Vegetasi berperan sebagai tempat terjadinya proses penguraian dengan pengembangan mikroba aerobik pada ryzosphere dan transfer oksigen dari atmosfer ke bagian akar serta mengisi pori-pori tanah dengan oksigen, dengan mengakibatkan terjadi proses oksidasi yang baik pada limbah cair dan menciptakan zona aerobic, anoxic, dan anaerobic. Sehingga memberikan kesempatan bagi mikroba yang berbeda dapat berkembang dengan baik. Submerged flow system sangat baik dalam thermal protection pada limbah cair, terutama pada saat musim dingin.

Jika dibandingkan dengan FWS (Free Water System), HF (Horizontal Flow) system tidak begitu potensial bagi terbentuknya habitat baru karena air yang mengalir berada di bawah permukaan media sehingga tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh burung-burung dan binatang lainnya. Untuk meningkatkan nilai habitat atau nilai estetika dapat dilakukan dengan pemilihan jenis tanaman yang ditanam pada bagian luar wetland atau di sekeliling

wetland. Biasanya tanaman yang digunakan yaitu tanaman yang memiliki bunga. Umumnya

berumur pendek dan memiliki jaringan yang lunak. Untuk jenis tanaman yang digunakan

dalam wetland dipilih jenis tanaman keras yang berumur panjang dan tidak memerlukan

panen rutin. Tanaman yang memiliki jaringan lunak tidak digunakan dalam wetland karena proses dekomposisi yang terjadi cukup cepat dapat meningkatkan kadar BOD dan nitrogen pada wetland. (Rehm et all, 1999)

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen analitis, yaitu dengan melakukan percobaan skala laboratorium untuk mengamati proses penyisihan parameter-parameter pencemar yang selanjutnya dianalisa untuk mengetahui efisiensi penyisihan. Limbah cair yang digunakan merupakan limbah asli yang berasal dari limbah industri rumah tangga, yaitu industri tahu dan RPH (rumah potong hewan) ayam yang terletak di daerah Dago Bengkok, Bandung. Pengambilan kedua jenis limbah ini dilakukan secara grab sampling, hanya menunjukkan kondisi limbah pada saat itu saja. Pengambilan sampel untuk industri tahu dilakukan pada pagi hari sedangkan untuk limbah RPH pengambilan sampel dilakukan pada dini hari. Seluruh percobaan penelitian dilakukan di Laboratorium penelitian Kualitas Air, Program Studi Teknik Lingkungan , FTSL, ITB.

(3)

Pada percobaan ini digunakan 4 buah reaktor wetland horizontal subsurface flow

system, yaitu: Reaktor A (tanaman Cyperus flabelliformis + sekat); Reaktor B (tanaman

Cyperus flabelliformis); Reaktor C (Sagittaria lancifolia + sekat) dan Reaktor D (tanaman

Sagittaria lancifolia).Ukuran reaktor A dan B yaitu 120x50x60 cm3, sedangkan ukuran

reaktor C dan D yaitu 69x35x28 cm3. Tabel 1 memperlihatkan kerangka percobaan yang

dilakukan dan tabel 2 memperlihatkan metode analisis yang digunakan.

Tabel 1. Kerangka Percobaan.

Tahap Reaktor Debit (L/h)

CODin

(mg/L)

HRT

(hari) Parameter Analisa lab *ABR CW

Tahap I - A dan B 54,8 540 – 600 3 COD Setiap hari - C dan D 14,4

Tahap II ABR C dan D 14,4 50 – 300 3 BOD, NTK,

phospat, TS Tunak

ABR C dan D 7,2 5

Ket: *Dibahas dalam TA Leila Yuniarti

Tabel 2. Metode Analisis Parameter Pencemar.

Parameter Metode Analisis COD SMEWW-5220-B

BOD SMEWW 5210-B

NTK SMEWW-4500-Norg-B

Total Phosphat SMEWW-4500-P-B-D Total Solid SMEWW-2540-B

HASIL DAN PEMBAHASAN

Limbah yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah cair industri tahu dan RPH ayam yang memiliki karakteristik seperti terlihat pada tabel 3. Disini terlihat bahwa hampir semua parameter melebihi baku mutu menurut PP no: 82/2001 kelas III, sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air.

Tabel 3. Karakterisitik limbah dan perbandingan dengan baku mutu.

Parameter Satuan Limbah Tahu Limbah RPH (ayam) Baku mutu *)

pH 4,1 – 5,15 6,64 – 7,9 6-9 Suhu oC 25 - 41 27 – 33 - BOD mg/l 3400 - 3650 1165 – 3740 6 COD mg/l 8333,4 – 8409,6 2451 – 9344 50 TSS mg/l 460 - 1272 20 – 1492 400 Total P mg/l 0,523 – 2.998 19,72 - 27,231 1 Total N mg/l 26,6 – 202,48 39,2 – 214,36 - Oil & Grease mg/l 10,52 – 30 29,4 – 41 1

*)

(4)

Penyisihan COD

Penyisihan COD yang terjadi pada reaktor wetland baik sebagai 1st stage maupun 2nd stage memiliki pola yang sama, yaitu efisiensi pada reaktor bersekat memiliki efisiensi yang lebih besar (lihat tabel 4). Pada saat sebagai 2nd stage, efisiensi penyisihan COD meningkat seiring dengan waktu detensi yang semakin besar. Hal ini disebabkan oleh waktu kontak antara limbah dengan mikroorganisme, media dan akar tanaman akan semakin lama, sehingga memudahkan proses degradasi oleh bakteri, penyerapan oleh tanaman dan proses adsorpsi oleh media tanah. Penggunaan sekat juga lebih menjamin kadar effluent dibawah baku mutu (< 50 mg/L COD).

Jika dilihat berdasarkan konsentrasi influen, maka efisiensi pada wetland meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi influen. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan wetland yang dapat menghasil efluen yang bagus, sehingga wetland tidak efektif untuk penyisihan COD dengan konsentrasi yang rendah.

Tabel 4. Data penyisihan COD pada wetland sebagai 1st stage dan 2nd stage.

Jenis CW

Wetland (1st stage) Wetland (2nd stage) Influen (mg/l) Effluen (mg/l) Efisiensi (%) Influen (mg/l) Effluen (mg/l) Efisiensi (%) Cyperus flabelliformis Sekat 500-620 18-50 91,94-96,9 - - - Cyperus flabelliformis 480-580 36-56 89,6-93,79 - - - Sagittaria lancifolia Sekat

(ABR batok kelapa)

500-600 38-56 90,34-93,21 112-120 1) 30-38 68,33-75 46-78 2) 8-16 77,14-84,62 154-178 3) 30-42 76,4-82,95 106-128 4) 18-20 81,82-84,38 Sagittaria lancifolia

(ABR batu apung) 520-600 54-70 87,69-90

150-160 1) 42-50 68,75-72 68-100 2) 16-20 76,47-80 244-302 3) 62-84 71,32-74,59 204-240 4) 34-38 81,37-85,83

Keterangan: 1) COD influen 400, td 3 hari; 2) COD influen 400, td 5 hari; 3) COD influen 600, td 3 hari; 4) COD influen 600, td 5 hari

Penyisihan BOD

Untuk penyisihan BOD baik sebagai 1st stage maupun 2nd stage memiliki pola yang sama dengan penyisihan COD (lihat tabel 5). Efisiensi terbesar terjadi pada waktu detensi yang lebih lama yaitu 5 hari yang berarti juga memperpanjang waktu kontak antara limbah dengan media dan mikroorganisme. Pada penyisihan BOD, mikroorganisme sangat berperan dalam mendegradasi senyawa organik. Tumbuhan juga berperan secara tidak langsung dalam penyisihan BOD yaitu tumbuhan menyediakan tempat (akar) bagi mikroorganisme untuk dapat hidup. Sedangkan jika dilihat berdasarkan peningkatan konsentrasi influen maka efisiensi penyisihan BOD juga meningkat. Akan tetapi effluen BOD yang dihasilkan belum memenuhi baku mutu (<6mg/l). Jika dibandingkan dengan pengolahan limbah cair lainnya, maka wetland memiliki perbedaan pada penyisihan BOD. Sistem ini dapat menambah beban BOD ketika beroperasi yang berasal dari proses dekomposisi tanaman dan bahan organik lainnya. Dengan demikian sistem tidak akan pernah menghasilkan penyisihan BOD 100% dan residu BOD yang terdapat pada effluent wetland umumnya berkisar 2-7 mg/l. (USEPA, 1993)

(5)

Tabel 5. Data penyisihan BOD pada wetland sebagai 1st stage dan 2nd stage.

Jenis CW Wetland (1

st

stage) Wetland (2nd stage)

Influen Effluen Efisiensi Influen Effluen Efisiensi Cyperus flabelliformis Sekat 232 8,57 96,31 - - - Cyperus flabelliformis 241,67 16,98 92,97 - - - Sagittaria lancifolia Sekat

(ABR batok kelapa) 233,33 7,27 92,6

52,7 1) 13,63 73,86 26,7 2) 4,63 82,66

75 3) 15,5 80,61 58,5 4) 8,7 85,14 Sagittaria lancifolia

(ABR batu apung) 224 26,42 88,21

50,97 1) 20 60,76 32,85 2) 6,95 78,84 114,67 3) 30,44 73,46 93,62 4) 17,44 81,69

Keterangan: 1) COD influen 400, td 3 hari; 2) COD influen 400, td 5 hari; 3) COD influen 600, td 3 hari; 4) COD influen 600, td 5 hari

Penyisihan NTK

Untuk penyisihan NTK baik pada wetland sebagai 1st stage maupun 2nd stage efisiensi terbesar dimiliki oleh reaktor bersekat. Sama halnya dengan penyisihan COD pada 2nd stage, efisiensi penyisihan NTK meningkat dengan waktu detensi yang semakin besar (lihat tabel 6). Akan tetapi bukan berarti semakin besar waktu detensi maka semakin besar juga penyisihan NTK. Waktu detensi pada wetland untuk penyisihan NTK memiliki waktu optimum. Jika waktu detensi yang digunakan pada wetland terlalu lama maka akan mengakibatkan terciptanya kondisi anaerob, sehingga kandungan amonium meningkat dalam limbah. Serta proses nitrifikasi dapat terganggu karena proses ini membutuhkan oksigen.

Tabel 6. Data penyisihan NTK pada wetland sebagai 1st stage dan 2nd stage.

Jenis CW Wetland (1

st

stage) Wetland (2nd stage)

Influen Effluen Efisiensi Influen Effluen Efisiensi Cyperus flabelliformis Sekat 15,4 0,14 99,09 - - - Cyperus flabelliformis 15,4 0,56 96,36 - - - Sagittaria lancifolia Sekat (ABR batok kelapa) 16,8 0,98 94,17 1 4,256 0,84 80,26 2 1,792 0,084 95,31 3 5,88 1,512 74,29 4 3,612 0,252 93,02 Sagittaria lancifolia

(ABR batu apung)

16,8 2,8 83,33 1 2,184 1,4 35,9 2 0,942 0,056 94,06 3 6,44 1,68 73,91 4 3,584 0,644 82,03

Keterangan: 1) COD influen 400, td 3 hari; 2) COD influen 400, td 5 hari; 3) COD influen 600, td 3 hari; 4) COD influen 600, td 5 hari

Penyisihan NTK menurun seiring dengan kenaikan konsentrasi COD. Secara umum tanaman menyerap nitrogen, namun peranan tanaman pada wetland secara langsung dalam penyisihan senyawa nitrogen relatif kecil. Nitrogen terlarut yang dapat diserap oleh tanaman

pada wetland berkisar 10%-16% (Gersbeg,1985 dalam Pardosi, 2004). Penyisihan nitrogen

yang terjadi pada wetland sebagian besar dilakukan oleh bakteri melalui proses amonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi yaitu sebesar 25-85%. Akan tetapi peranan tanaman secara tidak

(6)

langsung cukup besar yaitu menyediakan tempat hidup bagi mikroba aerob yaitu di daerah sekitar akar (rizosfer). Jika akar tanaman panjang maka daerah rizosfer akan semakin luas sehingga jumlah mikroorganisme yang dapat mendegradasi senyawa nitrogen semakin besar dan jumlah polutan yang dapat diserap oleh akar tanaman juga akan semakin besar. Meningkatnya konsentrasi COD memungkinkan terciptanya suasana anaerob yang dapat mengganggu proses nitrifikasi. Hal ini juga dapat menurunkan peranan tanaman, karena tanaman mudah menyerap nitrogen anorganik yang dihasilkan melalui proses nitrifikasi.

Penyisihan Total Phosphat

Penyisihan TP baik pada wetland sebagai 1st stage maupun 2nd stage, efisiensi terbesar dimiliki oleh reaktor bersekat (lihat tabel 7). Fosfor tidak seperti nitrogen yang memiliki komponen di atmosfer. Siklus pada fosfor merupakan siklus tertutup atau fosfor yang terdapat dalam sistem tidak dapat keluar dari sistem ke atmosfer. (Bernard and Solsky, 1976; Guntensbergen, 1989 dalam wikipedia). Penyisihan fosfor terjadi melalui penyerapan oleh tanaman dan absorpsi oleh media yang dilewatinya. Sehingga, cara untuk mengeluarkan fosfor dari sistem yaitu dengan melakukan panen. Jika penyisihan utama yang diinginkan yaitu penyisihan fosfor maka dibutuhkan luas area yang cukup besar.

Jika dilihat berdasarkan waktu detensi terdapat pola yang sama dengan penyisihan COD. Akan tetapi pada reaktor yang bersekat dengan konsentrasi COD 400 mg/l terlihat bahwa efisiensi penyisihan TP yang besar terjadi pada waktu detensi 3 hari bukan 5 hari. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tanaman yang mati dan membusuk di dalam reaktor yang mengakibatkan lepasnya kembali fosfor ke dalam sistem.

Jika dilihat berdasarkan kenaikan konsentrasi COD maka efisiensi penyisihan TP juga meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa wetland tidak optimal digunakan untuk konsentrasi zat pencemar yang kecil.

Tabel 7. Data penyisihan TP pada wetland sebagai 1st stage dan 2nd stage.

Jenis CW Wetland (1

st

stage) Wetland (2nd stage)

Influen Effluen Efisiensi Influen Effluen Efisiensi Cyperus flabelliformis Sekat 0,901 0,051 94,33 - - - Cyperus flabelliformis 0,705 0,049 93,01 - - - Sagittaria lancifolia Sekat (ABR batok kelapa) 0,753 0,05 93,42 0,095 1) 0,047 51,22 0,068 2) 0,046 33,1 0,157 3) 0,088 43,85 0,21 4) 0,052 75,19 Sagittaria lancifolia

(ABR batu apung)

0,203 0,045 77,64

0,096 1) 0,059 38,74 0,11 2) 0,046 70,25 0,16 3) 0,089 44,46 0,194 4) 0,049 75,01

Keterangan: 1) COD influen 400, td 3 hari; 2) COD influen 400, td 5 hari; 3) COD influen 600, td 3 hari; 4) COD influen 600, td 5 hari

Penyisihan Total Solid

Tingkat penyisihan cenderung mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya konsentrasi COD (lihat tabel 8). Sedangkan jika dilihat berdasarkan waktu detensi maka waktu detensi 3 hari memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

(7)

waktu detensi 5 hari. Hal ini dapat disebabkan oleh terbentuknya biomassa yang lebih banyak pada saat waktu detensi 5 hari yang terdapat pada bagian outlet.

Jika dilihat berdasarkan penggunaan sekat pada reaktor wetland sebagai 2nd stage diketahui bahwa efisiensi penyisihan TS lebih bagus pada reaktor yang tidak bersekat. Berbeda halnya dengan penyisihan parameter lainnya dimana efisiensi terbesar terjadi pada reaktor yang bersekat. Hal yang memungkinkan rendahnya efisiensi pada reaktor bersekat yaitu influen yang berasal dari effluent ABR kemungkinan mengandung banyak biomassa berupa koloid serta lintasan yang dilalui oleh limbah pada reaktor bersekat lebih panjang dibandingkan reaktor tidak bersekat, sehingga kemungkinan limbah membawa biomassa yang berupa koloid yang tidak dapat tersaring oleh media semakin besar.

Jika dilihat pada reaktor wetland sebagai 1st stage, efisiensi terbesar terjadi pada reaktor bersekat. Perbedaan penyisihan TS pada 1st stage dan 2nd stage ini dapat disebabkan oleh

tidak adanya penggunaan ABR pada 1st stage yang memungkinkan jumlah solid dalam

bentuk koloid sedikit jika dibandingkan dengan menggunakan ABR.

Tabel 8. Data penyisihan TS pada wetland sebagai 1st stage dan 2nd stage.

Jenis CW Wetland (1

st

stage) Wetland (2nd stage)

Influen Effluen Efisiensi Influen Effluen Efisiensi Cyperus flabelliformis + Sekat 618 160 74,11 - - - Cyperus flabelliformis 642 257 59,97 - - - Sagittaria lancifolia + Sekat

(ABR batok kelapa)

620 266 62,42 374 1) 266 28,8 250 2) 214 14,4 550 3) 414 24,73 328 4) 272 17,07 Sagittaria lancifolia

(ABR batu apung) 618 277 55,18

378 1) 252 33,33 270 2) 196 27,41 556 3) 420 24,46

400 4) 258 35,5

Keterangan: 1) COD influen 400, td 3 hari; 2) COD influen 400, td 5 hari; 3) COD influen 600, td 3 hari; 4) COD influen 600, td 5 hari

Pengaruh Penggunaan Sekat pada Reaktor Wetland

Berdasarkan tingkat penyisihan untuk semua parameter pencemar yang diteliti pada wetland sebagai 1st stage (lihat gambar 2) maupun 2nd stage (lihat gamabar 3 dan gambar 4), diketahui bahwa penggunaan sekat dapat meningkatkan efisiensi suatu wetland baik yang menggunakan tanaman Cyperus flabelliformis dan Sagittaria lancifolia. Hal ini disebabkan oleh makin lamanya waktu kontak yang terjadi antara limbah dan akar tanaman yang merupakan tempat hidupnya mikroba-mikroba yang membantu terjadinya proses penguraian zat pencemar terutama zat organik. Dengan penggunaan sekat vertikal mengakibatkan aliran yang terjadi pada wetland bergerak turun naik (vertikal), sehingga waktu kontak dengan akar lebih lama dan semua limbah yang memasuki reaktor kemungkinan besar berkontak dengan akar tanaman.

(8)

0 20 40 60 80 100 E fis iens i ( % )

Cyperus flabellifo rmis, sekat 96.90 96.31 99.09 94.33 74.11

Cyperus flabellifo rmis 93.79 92.97 96.36 93.10 59.97

Sagittaria lancifo lia, sekat 93.21 92.60 94.17 93.42 62.42

Sagittaria lancifo lia 90.00 88.21 83.33 77.64 55.18

COD B OD NTK TP TS

Gambar 2. Grafik perbandingan efisiensi penyisihan pencemar pada reaktor wetland sebagai 1st stage.

0 20 40 60 80 100 Efisiensi (%) COD in ABR 400, td=3 72.88 73.87 80.26 50.53 28.88 COD in ABR 400, td=5 81.67 82.66 95.31 32.35 14.40 COD in ABR 600, td=3 80.61 79.33 74.29 43.95 24.73 COD in ABR 600, td=5 83.14 85.13 93.02 75.24 17.07 COD BOD NTK TP TS

Gambar 3. Grafik perbandingan efisiensi penyisihan pencemar pada reaktor wetland bersekat sebagai 2nd stage.

0 20 40 60 80 100 Efisiensi (%) COD in ABR 400,td=3 70.00 60.76 35.90 38.54 33.33 COD in ABR 400,td=5 78.92 78.84 94.06 58.18 27.41 COD in ABR 600,td=3 72.87 73.45 73.91 44.38 24.46 COD in ABR 600,td=5 83.33 81.69 82.03 74.74 35.50 COD BOD NTK TP TS

Gambar 4. Grafik perbandingan efisiensi penyisihan pencemar pada reaktor wetland tanpa sekat sebagai 2nd stage.

(9)

Peranan mikroba sangat penting pada penyisihan BOD, COD, dan nitrogen. Aktivitas mikroba tertinggi terjadi pada bagian rizosfer, sehingga ketika limbah melewati bagian akar maka akan terjadi tingkat penguraian yang tinggi. Secara tidak langsung tanaman memiliki peranan yang penting yaitu bagi terbentuknya rizosfer. Semakin panjang dan banyak jumlah serabut akar maka rizosfer yang terbentuk akan makin luas. Selain itu jumlah polutan yang dapat diadsorpsi oleh tanaman pun akan semakin besar. Untuk penyisihan nitrogen selain dapat terjadi melalui penguraian oleh mikroba juga dapat terjadi melalui presipitasi oleh media serta adsorpsi oleh tanaman. Begitu juga halnya dengan fosfor, penyisihannya terjadi melalui presipitasi oleh media dan adsorpsi oleh tanaman. Dengan penggunaan sekat mengakibatkan peluang tanaman untuk mengadsorpsi nitrogen dan fosfor semakin besar. Penyisihan TS untuk partikel yang dapat mengendap dapat tersisihkan melalui penyaringan ketika melewati media dan akar tanaman sedangkan partikel koloid dapat disisihkan oleh mikroba yang terlarut dalam air, serta mikroba nitrifikasi dan denitrifikasi. Namun pada 2nd stage terjadi perbedaan, efisiensi pada reaktor tidak bersekat lebih besar dibandingkan pada reaktor bersekat.

KESIMPULAN

Penambahan sekat pada reaktor wetland dengan menggunakan tanaman Cyperus flabelliformis dan Sagittaria lancifolia dapat meningkatkan effisiensi penyisihan dalam pengolahan limbah cair RPH dan tahu, dibandingkan tanpa menggunakan sekat. Wetland akan selalu menghasilkan residu BOD pada effluent sebesar 2-7mg/l. Peningkatan effisiensi untuk COD dan NTK adalah sebesar 7% dan 11%. Efisiensi penyisihan COD tercapai sebesar 83% pada reaktor bersekat dengan beban influen 128 mg/L atau 26,3 g/m3/hari. Selain itu, panjang akar juga mempengaruhi efisiensi penyisihan dengan terbentuknya rizosfer.

Ucapan terima kasih

Pendanaan penelitian ini diperoleh dari DIKTI dengan program Hibah Bersaing XIV tahun pertama (TA 2006) no kontrak 322/SP3/PP/DP2M/II/2006.

Daftar Pustaka

Pardosi, I. S. Wetland Buatan Sebagai Alternatif Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Aliran Bawah Permukaan Menggunakan Tanaman Cyperus Papyrus. Bandung, Tugas Akhir TL-ITB, 2004.

Reed, Sherwood C.; Crites, Ronald W.; Middlebrooks, E. Joe. Natural Systems for Waste Management and Treatment. McGraw-Hill, Inc.New York, 1995.

Rehm, H.-J.; Reed, G.; Puhler, A.; Stadler, P. Biotechnology. McGraw-Hill, Inc. New York, 1999

Sonie, R. Pengolahan Effluen Anaerob Baffled Reactor (ABR) dengan Rekayasa Aliran pada Constructed Wetland. Bandung, Tugas Akhir TL-ITB, 2007.

United States Environmental Protection Agency. Design Manual. Constructed Wetlands and Aquatic Plant Systems for Municipal Wastewater Treatment. EPA/625/1-88/022.USEPA, Cincinnati, 1988.

United States Environmental Protection Agency. Subsurface Flow Constructed Wetlands For WasteWater Treatment. A Technology Assessment, EPA 832-R-93-008, July 1993.

(10)

Gambar

Tabel 3. Karakterisitik limbah dan perbandingan dengan baku mutu.
Tabel 4.  Data penyisihan COD pada wetland sebagai 1 st  stage dan 2 nd  stage.
Tabel 5.  Data penyisihan BOD pada wetland sebagai 1 st  stage dan 2 nd  stage.
Tabel 7.  Data penyisihan TP pada wetland sebagai 1 st  stage dan 2 nd  stage.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu kami meminta kepada saudara untuk menunjukan asli dokumen yang sah dan masih berlaku ( beserta copynya ), sebagaimana yang terlampir dalam daftar

Perbedaan ini berpengaruh baik terhadap lingkungan pertanaman minapadi, karena pemberian pupuk anorganik yang terlalu banyak (padi konvensional) akan menyebabkan

5) Anjar Permana (2012) Pengaruh Dana Pihak Ketiga dan Kredit Yang Diberikan Terhadap Rentabilitas. Dari hasil Uji Hipotesis dapat ditarik kesimpulan bahwa Dana pihak

Lingkup pembahasan adalah hubungan hukum dalam penerbitan obligasi, bentuk perlindungan hukum dan upaya perlindungan yang dapat dilakukan oleh pemegang obligasi

Jadi, yang dimaksud dari judul di atas yaitu penelitian ilmiah yang bersifat membandingkan, apakah terdapat perbedaan dari hasil belajar dengan alat peraga corong berhitung dan

Melihat potensi ekonomi usaha ternak itik di Kecamatan Pagerbarang yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menghasilkan laba, ditandai oleh nilai profitabilitas yang

[r]

JUDUL : PAGI INI DI JALAN MALIOBORO JALAN SEHAT HARI DIABETES SEDUNIA. MEDIA