• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci : Perencanaan, Alat kesehatan, Poliklinik gigi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci : Perencanaan, Alat kesehatan, Poliklinik gigi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

22

PROSES PERENCANAAN PENGADAAN KEBUTUHAN ALAT KESEHATAN DI UNIT KERJA POLIKLINIK GIGIN RUMAH SAKIT ANGKATAN DARAT ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO

Sondakh G. H*, Massie R. G**

* Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Pascasarjana UNSRAT ** Kementerian Kesehatan Indonesia

ABSTRAK

Salah satu komponen penting dalam mendukung upaya penyembuhan adalah peralatan kesehatan. Rumah Sakit Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi merupakan rumah sakit tipe C yang berusaha memenuhi pelayanan sesuai dengan standar pelayanan klasifikasinya. Data awal yang diperoleh dari laporan tahunan Rumah Sakit Robert Wolter Mongisidi Teling terdapat 67 pasien yang dirujuk ke rumah sakit lain. Berdasarkan observasi yang menyatakan beberapa peralatan tidak berfungsi, jumlah dental unit yang kurang, tidak tersedianya peralatan bedah mulut dan rontgen foto menyebabkan pasien dirujuk dan jumlah kunjungan pasien menurun. Hal tersebut dapat dikarenakan proses perencanaan yang berjalan tidak optimal. Tujuan penelitian ini yaitu diketahuinya proses perencanaan pengadaan kebutuhan alat kesehatan di unit kerja poliklinik gigi Rumah Sakit Robert Wolter Mongisidi Manado. Jenis penelitian menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang proses perencanaan pengadaan alat kesehatan di unit kerja Poliklinik Gigi Rumah Sakit Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi Manado. Informan dalam penelitian ini berjumlah 9 informan yang merupakan pihak yang terlibat langsung dalam perencanaan kebutuhan alat kesehatan di Poliklinik Gigi RSAD Mongisidi Manado. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan kebutuhan alat kesehatan di RSAD Robert Wolter Mongisidi didasari oleh data pasien, jumlah kunjungan, jenis penyakit dan tindakan perawatan, namun belum sesuai dengan pedoman teknis standarisasi alat kesehatan untuk rumah sakit tingkat III. Kompilasi pemakaian dilakukan dengan rekapitulasi data pemakaian perbekalan kesehatan yang bersumber dari laporan pemakaian dan lembar permintaan untuk memperoleh informasi pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan. Dalam menentukan dan menghitung kebutuhan alat kesehatan di poliklinik gigi didasarkan pada data pemakaian yang lalu, data alat yang rusak dan alat yang baru diajukan sesuai kebutuhan dan standar rumah sakit, namun hal tersebut belum berdasarkan analisis dan metode perhitungan yang baku.Tahap proyeksi kebutuhan alat kesehatan dan penyesuaian dengan alokasi dana dilakukan dengan melakukan rekapitulasi data serta perkiraan kebutuhan yang akan datang berdasarkan pemakaian lalu namun tidak melakukan analisa sesuai dengan pedoman baku untuk menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan perbekalan kesehatan. Untuk itu disarankan agar kinerja dari pihak yang terkait dalam kegiatan perencanaan kebutuhan alat kesehatan ini terus ditingkatkan dengan melaksanakan tugas pokok masing-masing sehingga perencanaan berjalan optimal sesuai prosedur dan alat dapat diadakan dengan efektif dan efisien.

Kata Kunci : Perencanaan, Alat kesehatan, Poliklinik gigi

Abstract

One of the important component to supporting the healing is medical equipments. Law of the Republic of Indonesia Number 44th in 2009 stated that hospitals must ensure the availability of medical equipment. The availability of equipments by the hospital will greatly affect the quality of health services provided, including the satisfaction of the patient. Therefore, the equipment must be complete and the condition and function of the physical means of medical devices must be in a good condition and can support health care, which require the good management in particular to seek the optimal planning process. Army Hospital of Robert Wolter Mongisidi is the C type hospital which gives the standard service accordingly to its classification. Preliminary data was obtained from the annual report which consist of 67 patients referred to other hospitals.

Based on the observation, the number of dental units was less, no X-ray photograph, no set oral surgery equipments and some equipments are not functioning that may cause the patients referred to another hospitals and number of patients visits decrease. This may be because the planning process is not running optimally. The purpose of this study is knowing the process of planning for the procurement needs of medical equipments in the dental polyclinic of the Robert Wolter Mongisidi Hospital Manado. The type of research is qualitative method aiming to obtain a more in-depth information about the planning process procurement of medical equipment in the Dental Polyclinic of the Army Hospital Robert Wolter Mongisidi Manado. Data were collected from interviews, reduction of the perform data, data presentation in narrative form and check the validity of the data with triangulation source and triangulation methods. Data were analyzed using content analysis to compare the results with existing theories. Informants in this study amounted to 9 informants who

(2)

23

are the parties directly involved in the planning needs of medical equipment Dental Polyclinic RSAD Mongisidi Manado.

The results showed that the selection of medical equipment needs in RSAD Robert Wolter Mongisidi based on the patient data, the number of visits, type of illness and treatment measures, but not in accordance with the technical guidelines for the standardization of medical equipments regarding to the hospital of 3rd level. Compilation is done with the use of health supplies usage data summary from the reports on usage and sheets requests to obtain user information for each type of medical supplies. In determining and calculating the needs of medical equipment in the dental clinic were based to the past consumption data, number of damaged tools and the new tools in proposed according to the needs and standards of the hospital, but it is not based on the analysis and standard methods of calculation. Projection stage needs medical devices and adjustments to the allocations made by the recapitulation data and forecasts future needs compared to the past usage without the analysis in accordance with standard guidelines for calculating budget estimates for the total needs of medical supplies.

From the result, it can be concluded that there are weakness of logistic management esspescially the process of planning for the procurement needs of medical equipment in the dental polyclinic of the Robert Wolter Mongisidi Hospital Manado. For that, the suggestions are enhance the performance of peoples who related for planning process the procurement needs of medical equipment in the dental polyclinic with theirs own assignment, so it can be optimized the planning process as the procedure and get the efficiency of the medical equipments.

(3)

24 PENDAHULUAN

Salah satu komponen penting dalam mendukung upaya penyembuhan adalah peralatan kesehatan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 bahwa rumah sakit menjamin ketersediaan alat kesehatan maka ketersediaan peralatan oleh pihak rumah sakit ini akan sangat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang diberikan, termasuk kepuasan terhadap pasien. Oleh karena itu, peralatan haruslah lengkap serta kondisi maupun fungsi dari sarana fisik alat kesehatan tersebut harus dalam keadaan baik dan dapat mendukung pelayanan kesehatan. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan manajemen yang baik pada instansi terkait yaitu bagian logistik mulai dari perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian, serta pemeliharaan dan penghapusan (Anonim, 2009a).

Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan perbekalan kesehatan yaitu pengadaan obat dan alat kesehatan. Pada pasal 98 dan 104 menyebutkan bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, bermanfaat, bermutu dan terjangkau bagi masyarakat serta pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan manfaatnya (Anonim, 2009b). Rumah Sakit Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi merupakan rumah sakit tipe C yang berusaha memenuhi pelayanan sesuai dengan standar pelayanan klasifikasinya. Pada tahun 2015 rumah sakit angkatan darat ini akan meningkatkan standar klasifikasinya menjadi rumah sakit tingkat

II atau setara kelas B, sehingga perlu dilakukan peningkatan kualitas dari setiap unit pelayanan termasuk unit rawat jalan. Data awal yang diperoleh dari laporan tahunan Rumah Sakit Robert Wolter Mongisidi Teling terdapat 67 pasien yang dirujuk ke rumah sakit lain. Hal ini disebabkan karena kepentingan medis, peralatan yang kurang menunjang ataupun permintaan pasien.

Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan petugas medis di bagian poliklinik gigi, persediaan alat masih kurang dan belum terlengkapi sesuai dengan pedoman yang ada. Kebutuhan alat di poli gigi ini seharusnya dilengkapi guna menunjang kelancaran pelayanan yang diberikan. Peralatan yang minim ini sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang diberikan termasuk waktu tunggu pasien yang menjadi cukup lama. Beberapa peralatan seperti dental unit, handpiece dan light curing dalam keadaan rusak dan belum segera diperbaiki ataupun belum dilakukan pengadaan alat baru. Peralatan bedah mulut dan beberapa fasilitas penunjang seperti rontgen radiografi dan set laboratorium belum tersedia. Kasus spesialistik yang harus dilayani oleh pihak rumah sakit pada umumnya membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk kepentingan diagnosa. Oleh karena belum tersedianya alat penunjang tersebut, maka pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain untuk mendapatkan pemeriksaan penunjang.

Data yang diambil di bagian pelayanan medik Rumah Sakit Robert Wolter Mongisidi, memperlihatkan bahwa dari keseluruhan jumlah kunjungan pasien di setiap unit rawat jalan, bagian poliklinik gigi memiliki jumlah pasien yang cukup banyak sehingga perlu diperhatikan kualitas pelayanannya. Dilihat dari beberapa tahun terakhir jumlah kunjungan pasien di poliklinik gigi

(4)

25 menurun. Jumlah kunjungan pasien dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berturut-turut 1749, 1720 dan 860 pasien. Hal ini dapat dikarenakan oleh diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada fasilitas kesehatan tingkat kedua yang hanya menerima pelayanan berdasarkan sistem rujukan dan hanya menerima pelayanan medik spesialistik sesuai INA-CBG’s (Indonesia Case Based Groups). Selain itu, sebagaimana observasi awal yang menyatakan beberapa peralatan tidak berfungsi, jumlah dental unit yang kurang, tidak tersedianya peralatan bedah mulut dan rontgen foto menyebabkan pasien dirujuk dan jumlah kunjungan pasien menurun.

Beberapa penelitian terkait yang dilakukan oleh Yuliningsih (2001), Angkasawati (2008) dan Kalterina (2002) menunjukkan bahwa permasalahan manajemen logistik khususnya obat dan alat kesehatan merupakan masalah yang kompleks dan saling terkait antar fungsi-fungsinya. Perencanaan dan pengelolaan yang baik diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu pada masyarakat. Pentingnya pelaksanaan manajemen logistik yang baik untuk menunjang pelayanan kesehatan pada masyarakat, mendorong peneliti untuk melakukan evaluasi tentang hal ini, yaitu mengenai manajemen logistik alat kesehatan khususnya dalam hal perencanaan pengadaan alat kesehatan tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1121 Tahun 2008 dan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, maka tahapan yang perlu dievaluasi dalam proses perencanaan yaitu tahap pemilihan, kompilasi pemakaian, metode yang digunakan dalam menghitung kebutuhan alat dan proyeksi kebutuhan serta penyesuaian dengan anggaran.

Kewajiban rumah sakit adalah untuk menyediakan fasilitas peralatan kesehatan, sumberdaya manusia dan dapat menjanjikan

keselamatan pasien, sehingga menjadi tantangan bagi rumah sakit untuk dapat menyediakan pelayanan yang terjangkau, tepat dan bermutu tinggi. Pada kenyataannya, peralatan yang belum memadai menyebabkan terdapatnya beberapa kendala dan hambatan dalam proses pelayanan pasien rawat jalan khususnya di poliklinik gigi Rumah Sakit Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi Teling Manado. Perencanaan dan pengadaan alat yang tepat dan berfungsi dengan baik akan memperlancar kegiatan pelayanan pasien sehingga berdampak bagi peningkatan kualitas pelayanan secara umum. Merujuk pada hal ini dan besar dampak serta pentingnya efektivitas dalam pengelolaan suatu organisasi rumah sakit agar mampu mencapai sasaran atau tujuannya serta mencapai target menjadi rumah sakit tipe B tahun 2015, maka permasalahan tersebut perlu dikaji pada bagian logistik rumah sakit khususnya pada proses perencanaan pengadaan alat kesehatan yang dibutuhkan unit kerja poliklinik gigi dan menemukan upaya pemecahannya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana proses perencanaan pengadaan kebutuhan alat kesehatan di unit kerja Poliklinik Gigi Rumah Sakit Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi Manado? Tujuan penelitian ini adalah Diketahuinya proses perencanaan pengadaan kebutuhan alat kesehatan di unit kerja poliklinik gigi Rumah Sakit Robert Wolter Mongisidi Manado.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang proses perencanaan pengadaan alat kesehatan di unit kerja Poliklinik Gigi Rumah Sakit Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi Manado.

(5)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tahap Pemilihan Kebutuhan

Setiap rumah sakit memiliki pedoman dari kementerian kesehatan Republik Indonesia dalam memenuhi sarana dan prasarana sesuai standar klasifikasi rumah sakitnya. RSAD Robert Wolter Mongisidi Manado merupakan rumah sakit tingkat tiga atau setara dengan rumah sakit tipe C yang wajib memenuhi ketersediaan alat kesehatan sesuai standar klasifikasinya. Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa ketersediaan alat kesehatan yang menjadi kebutuhan unit kerja poliklinik gigi di RSAD Mongisidi Teling masih belum sesuai dengan pedoman teknis sarana dan prasarana kementerian kesehatan. Hal ini mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan rumah sakit khususnya unit kerja poliklinik gigi yang seharusnya memberikan pelayanan maksimal dengan ketersediaan alat kesehatan yang lengkap dan sesuai fungsinya. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Rumbay (2012) tentang analisis perencanaan obat dan alat kesehatan dimana didapati proses perencanaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara belum sesuai dengan pedoman teknis pengelolaan dan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Berdasarkan hal ini, maka proses perencanaan alat kesehatan di rumah sakit perlu dioptimalkan.

Hasil wawancara tentang pengetahuan akan sistem perencanaan kebutuhan alat kesehatan di poliklinik gigi, hampir semua informan mengetahui alur dalam melakukan perencanaan kebutuhan alat di poliklinik gigi dan secara jelas menggambarkan bagaimana dilakukannya perencanaan di Rumah Sakit TNI Angkatan Darat tersebut. Berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam buku manajemen

logistik farmasi rumah sakit oleh Febriawati (2013), perencanaan dan penentuan kebutuhan obat dan alat kesehatan merupakan fungsi yang pertama dalam logistik farmasi karena perencanaan merupakan langkah nyata pertama dalam usaha mencapai tujuan. Untuk itulah tahap-tahap perencanaan kebutuhan alat kesehatan perlu dioptimalkan dan dilakukan dengan baik oleh pihak-pihak yang terlibat.

Beberapa informan yang menjadi sumber triangulasi mengakui masih terdapatnya kelemahan pada sistem perencanaan yang ada, sehingga perlu dilakukan pembenahan. Perencanaan yang dilakukan dengan tidak mengikuti teori dan panduan yang ada, maka sistemnya menjadi kurang efektif. Diakui pula oleh sumber triangulasi yaitu kepala Instalasi Farmasi, bahwa sistemnya perlu diperbaharui, prosedur pelaksanaannya harus dibuat dan dijalankan serta petugas-petugas terkait harus mengetahui tugas pokoknya masing-masing. Pernyataan tersebut didukung oleh observasi dokumen yang menyatakan bahwa tidak adanya dokumen perencanaan dan prosedur tetap (Protap) dalam melakukan perencanaan kebutuhan alat. Dalam hal ini, perencanaan harus terlihat dengan jelas apa yang harus dikerjakan dalam kurun waktu tertentu sebagaimana telah dijelaskan oleh Febriawati (2013) dalam bukunya tentang manajemen logistik farmasi rumah sakit.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, menyatakan perlu adanya standar dokumen pengadaan yang merupakan bagian dari peraturan Presiden. Dalam hal ini pengadaan alat kesehatan di setiap rumah sakit mengacu pada pedoman teknis sarana prasarana

(6)

27 rumah sakit yang disusun oleh Kementerian Kesehatan sesuai dengan kelas rumah sakitnya (Anonim, 2010b). Sebagian besar informan menyatakan bahwa pedoman yang dipakai sebagai acuan perencanaan kebutuhan alat kesehatan untuk unit poliklinik gigi adalah standarisasi rumah sakit TNI dengan berdasarkan jumlah anggota TNInya. Berdasarkan observasi dokumen didapati banyak ketidaklengkapan dokumen dan pedoman yang digunakan dalam merencanakan kebutuhan alat kesehatan. Standarisasi alat kesehatan rumah sakit Tingkat III di RSAD Mongisidi inipun masih banyak yang belum terpenuhi. Namun perencanaan telah mulai dilakukan untuk memenuhi standarisasi rumah sakit tingkat II.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1173 tahun 2004 menyatakan bahwa kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan lainnya, yang sangat membutuhkan sarana pelayanan kesehatan khusus yang komprehensif (Anonim, 2004b). Telah disebutkan sebelumnya bahwa rumah sakit TNI memiliki daftar standarisasi sendiri sebagai acuan dalam memenuhi alat kesehatan rumah sakit tingkat III dan berdasarkan observasi lapangan ditemukan banyak alat yang belum terpenuhi. Dental unit, air turbine handpiece, mata-mata bur dan alat-alat untuk bedah mulut, dental x-ray, rontgen foto periapikal, rontgen foto panoramik serta set laboratorium gigi merupakan nama-nama alat yang belum terpenuhi dan paling banyak disebutkan oleh informan di poliklinik gigi RSAD Robert Wolter Mongisidi Teling Manado. Dari hasil wawancara dan observasi langsung didapati pula bahwa alat set bedah mulut untuk tindakan spesialistik oleh dokter gigi spesialis bedah mulut juga tidak tersedia dan menjadi hambatan bagi petugas medis tersebut dalam memberikan pelayanannya.

Berdasarkan observasi dokumen tentang kelengkapan alat yang harus dipenuhi berdasarkan

standarisasi alat kesehatan rumah sakit tingkat III, masih terdapat banyak alat yang kurang. Namun pengakuan dari Kepala Rumah Sakit, RSAD Robert Wolter Mongisidi ini telah direncanakan dari setahun yang lalu akan meningkat klasifikasinya menjadi rumah sakit TNI Tingkat II dan peningkatan ini sementara dilakukan dalam semua aspek termasuk standarisasi alatnya. Dalam dokumen standarisasi alat kesehatan tersebut tercantum alat-alat yang harus dipenuhi antara lain air turbine handpiece, amalgamator, autoklaf, dental unit, dental x-ray, diamond bur high and low speed, lightcuring apparatus, operating lamp, orthodontic set, portable dental unit, set bedah minor, set konservasi, set laboratorium gigi, set pencabutan, set prosto, sterilisator kering, suction pum, UV lamp, ultrasonic scaller. Ketersediaan alat yang masih kurang merupakan akibat dari proses perencanaan yang tidak optimal. Perencanaan dan pengelolaan yang baik diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu pada masyarakat. Pernyataan tersebut didukung pula oleh Angkasawati (2006) dalam penelitiaannya tentang kajian pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan alat kesehatan di rumah sakit dan puskesmas yang menyimpulkan bahwa proses perencanaan pengadaan peralatan yang tidak optimal menghasilkan pengadaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi alat yang dibutuhkan. Untuk itu perlu dilakukan analisis terlebih dahulu dalam merencanakan kebutuhan alat kesehatan yang efektif dan efisien.

Dari hasil wawancara, sebagian besar alat sudah sangat lama dan perlu direncanakan untuk diadakan kembali. Dari banyak kekurangan ini maka dapat dikatakan perlu dilakukan evaluasi pada manajemen logistik terutama mengetahui proses perencanaan pengadaan alat kesehatan di poliklinik gigi. Menurut Tjandra Yoga Aditama

(7)

28 (2003), fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan mencakup aktivitas dalam menetapkan sasaran, pedoman, pengukuran penyelenggaraan bidang logistik. Penentuan kebutuhan merupakan perincian dari fungsi perencanaan, bilamana perlu semua faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan.

Setiap informan telah mengetahui peran dan tugas masing-masing dalam sistem perencanaan pengadaan alat kesehatan yang menjadi kebutuhan di poliklinik gigi. Hasil wawancara terhadap triangulasi sumber menyatakan perlu adanya peran aktif dari setiap user dan pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan tersebut agar terpenuhi persediaan yang dibutuhkan. Subagya (1994) yang tercantum dalam teori manjemen logistik juga mempertegas bahwa perencanaan adalah hasil rangkuman dari kaitan tugas pokok, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan atau lingkungan yang merupakan cara terencana dalam memuat keinginan dan usaha merumuskan dasar dan pedoman tindakan.

Dari hasil wawancara, semua informan juga mengetahui semua pihak yang terlibat dan berwenang dalam proses perencanaan pengadaan alat kesehatan di poli gigi. Diantaranya dokter, perawat, kepala ruangan, kepala departemen yang bertindak sebagai user. Selain itu bagian logistik, kabina yanmasum, kepala instalasi farmasi dan kepala rumah sakit juga memegang peranan penting dalam perencanaan alat kesehatan. Dalam suatu perencanaan harus didukung oleh semua pihak, rencana yang dipaksakan akan sulit mendapatkan dukungan bahkan sebaliknya akan berakibat tidak lancar dalam pelaksanaannya.

Penelitian serupa oleh Yuliningsih (2001) tentang sistem pengelolaan perbekalan obat atau alat kesehatan persediaan ruangan di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita menyebutkan bahwa ketidaktersediaan obat/alkes persediaan

ruangan tergantung pada sistem pengelolaan yang sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur manajemen yaitu kebijakan pelayanan, organisasi, sumber daya manusia, sarana/prasarana, metode dan sistem informasi serta aspek logistik yang salah satunya adalah proses perencanaan. Berdasarkan penelitian ini maka ketersediaan alat yang kurang merujuk pada masalah tidak optimalnya proses perencanaan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaan logistik alat kesehatan sehingga diharapkan adanya peningkatan kinerja dari setiap pihak yang terlibat.

Berdasarkan teori yang tercantum dalam manajemen logistik farmasi rumah sakit, Subagya (1994) menggambarkan bagan kerjasama antara pimpinan, perencana, pelaksana dan pengawas. Dalam bagan tersebut menjelaskan bahwa suatu kegiatan dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai dengan pencapaian tujuan atau sasaran diperlukan kerja sama yang terus menerus antara pimpinan, perencana, pelaksana dan pengawas dengan masing-masing kegiatan yang dilakukan sesuai dengan uraian tugas masing-masing. Seluruh kegiatan diarahkan pada pencapaian tujuan atau sasaran organisasi. RSAD Mongisidi Manado memiliki struktur organisasi yang jelas, namun pada kenyataannya banyak jabatan yang tidak diisi dan dibutuhkan peran yang aktif dari setiap pihak yang terlibat dalam proses perencanaan pengadaan kebutuhan alat kesehatan terutama di poliklinik gigi. Dengan demikian, keterlambatan pengadaan alat kesehatan dapat dibenahi karena selalu dilakukan evaluasi atau kontrol dan segera melakukan perencanaan untuk alat kesehatan yang dibutuhkan.

Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 pasal 16, suatu peralatan medis dan non medis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan dan layak pakai. Berdasarkan hasil penelitian, cara memilih kebutuhan di poliklinik

(8)

29 gigi RSAD Mongisidi Manado didasari pada data pasien termasuk diagnosa penyakit terbanyak dan jumlah kunjungan yang akan disesuaikan dengan inventarisasi alat yang ada. Perencanaan yang dibuat harus terlihat dengan jelas apa yang harus dikerjakan dalam kurun waktu tertentu. Perencanaan dan penentuan kebutuhan alat kesehatan mutlak diperlukan agar terpenuhi tingkat persediaan yang telah ditetapkan (Febriawati, 2013).

Dari hasil wawancara dengan informan, didapati banyak terdapat kesulitan dan hambatan dalam perencanaan dan penentuan kebutuhan alat kesehatan. Hal ini diakibatkan perlu koordinasi dengan bagian pengadaan dan instalasi farmasi rumah sakit untuk mencari suplier yang menyediakan alat kesehatan yang dibutuhkan tersebut. Peran yang kurang aktif dari berbagai pihak yang terlibat menyebabkan perencanaan terhambat dan keterlambatan pengadaan barang. Dalam hal ini, kebutuhan alat poliklinik gigi harus direncanakan jauh sebelumnya karena mengingat suplier yang masih jarang di Manado dan harus dilakukan pemesanan di luar kota.

Sebagian besar informan mengakui semua keputusan untuk perencanaan dan pengadaan alat kesehatan ditentukan oleh pimpinan yang dalam hal ini adalah kepala rumah sakit sebagai pemegang kebijakan. Dalam penelitian serupa yang dilakukan oleh Kalterina (2002) menyebutkan, bahwa perencanaan obat dan alat kesehatan kebutuhan dasar ruangan pada instalasi rumah sakit yang tidak akurat disebabkan adanya hambatan yang terjadi pada sumber daya manusia, organisasi, kebijakan pimpinan, prosedur, laporan pemakaian obat dan alat kesehatan, penentuan perencanaan jumlah obat dan alat kesehatan dasar ruangan.

2. Tahap Kompilasi Pemakaian

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121 Tahun 2008 menjelaskan perencanaan dimulai dengan tahap kompilasi pemakaian perbekalan kesehatan yaitu rekapitulasi data pemakaian perbekalan kesehatan disetiap unit kerja pelayanan rawat jalan rumah sakit yang bersumber dari laporan pemakaian dan lembar permintaan untuk memperoleh informasi pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan pada masing-masing unit kerja pelayanan rawat jalan rumah sakit. Jadi, perencanaan pengadaan perbekalan kesehatan diawali dengan kompilasi data yang disampaikan tiap kepala unit kerja kemudian oleh Instalasi Farmasi dan bagian logistik rumah sakit diolah menjadi rencana kebutuhan perbekalan kesehatan dengan menggunakan teknik-teknik perhitungan (Anonim, 2008).

Pada tahap kompilasi pemakaian alat kesehatan diperlukan kelengkapan dari dokumen-dokumen yang terkait. Data tersebut adalah data pasien dan inventaris alat beserta dengan keterangan kondisi alat tersebut. Begitu juga dengan laporan-laporan dalam melakukan permintaan barang harus ada dan lengkap. Hasil wawancara, hampir semua informan yang adalah dokter, perawat, kepala ruangan dan kepala departemen mengetahui data dasar yang digunakan dalam perencanaan alat kesehatan di poliklinik gigi. Hasil reduksi triangulasi metode dengan observasi dokumen pada tahap kompilasi ini seperti data pasien yang direkap setiap bulannya, inventaris alat, buku pengajuan alat unit poli gigi dan laporan permintaan barang telah berada pada kategori cukup lengkap.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mangindara (2012) mengenai analisis pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas Kumpala, tercantum pula bahwa dalam penyusunan rencana kerja operasional salah satu kegiatan

(9)

30 penting yang dilakukan adalah melakukan kompilasi data pemakaian obat dari seluruh unit pelayanan kesehatan dari lembar pemakaian obat. Hal ini membuktikan, kegiatan perencanaan sangat mengambil peranan penting dalam manajemen logistik alat kesehatan rumah sakit untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis alat kesehatan.

Seperti halnya tercantum pada penelitian terkait yang dilakukan oleh Kalterina (2002) menyebutkan bahwa perencanaan obat dan alat kesehatan kebutuhan dasar ruangan pada instalasi rumah sakit yang tidak akurat disebabkan juga ada hambatan dan ketidaklengkapan laporan pemakaian obat dan alat kesehatan. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, maka kelengkapan terhadap data-data yang terkait dengan perencanaan alat kesehatan harus dioptimalkan.

Dalam teori perencanaan Henni Febriawati (2013) memberikan pendapatnya bahwa salah satu tahap perencanaan adalah tahap kompilasi pemakaian alat kesehatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan pertahun, persentase pemakaian tiap jenis obat dan perbekalan kesehatan terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan, pemakaian rata-rata untuk setiap jenis alat kesehatan. Berdasarkan hal ini, maka setiap pengguna di poliklnik gigi wajib melengkapi data-data dasar yang ada untuk perencanaan alat kesehatan yang efektif dan efisien.

3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Alat Kesehatan

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dalam tahap perhitungan kebutuhan alat kesehatan hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan dan menghitung kebutuhan alat kesehatan di poliklinik gigi Rumah Sakit Angkatan

Darat Robert Wolter Mongisidi hanya berdasarkan data alat yang rusak dan kebutuhan akan alat yang diperlukan. Dari hasil wawancara didapati juga kepala ruangan, kepala departemen, petugas logistik dan kepala instalasi farmasi tidak melakukan perhitungan dengan menggunakan analisa baku yang telah ditetapkan. Hal ini dapat menyebabkan tdak efektif dan efisiennya pengadaan alat kesehatan tersebut. Penelitian terkait yang dilakukan Angkasawati (2007) tentang kajian pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan alat kesehatan di rumah sakit dan puskesmas yang mendapati bahwa dalam proses perencanaan pengadaan peralatan tidak dilakukan perhitungan yang baku dan hanya berdasarkan tarif kompetitor dan biaya-biaya tidak terkoordinir pada pintu pengelolaannya sehingga menyebabkan perhitungan yang tidak efisiensi dan tidak teridentifikasi kebutuhan optimal pemanfaatan alat dan pemeliharaannya. Berdasarkan hal ini maka perlu dilakukan analisis terlebih dahulu dalam merencanakan kebutuhan alat kesehatan yang efektif dan efisien dengan perhitungan yang jelas.

Berdasarkan hasil wawancara, perhitungan kebutuhan alat kesehatan di poliklinik gigi RSAD Robert Wolter Mongisidi Manado, telah diakui bahwa perhitungan hanya berdasarkan perbandingan jumlah pasien dengan kebutuhan perawatannya dan menyesuaikan dengan standar alkes rumah sakitnya. Sedangkan metode perhitungannya diakui oleh Kepala Intalasi Farmasi masih belum ditemukan dan dijadikan pedoman. Penelitian yang sama dilakukan oleh Mangindara (2012) menyimpulkan perencanaan obat dan alat kesehatan yang dilakukan di Puskesmas Kampala mengacu pada kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan sebelumnya. Jadi, dalam merencanakan permintaan obat untuk periode berikutnya berdasarkan pada penyakit ataupun kebutuhan obat sebelumnya. Hasil penelitian lain yang dilakukan

(10)

31 Joko Puji Hartono (2007) mendapati bahwa metode yang digunakan untuk merencanakan kebutuhan obat di Puskesmas Dinas kesehatan kota Tasikmalaya adalah metode konsumsi. Namun, terjadi ketidaktepatan perencanaan kebutuhan obat yang pada umumnya disebabkan oleh data dasar yang kurang akurat, pelaksanaan pengobatan yang tidak rasional dan belum memahami cara merencanakan kebutuhan obat yang tepat.

Dalam hasil penelitian didapati perencanaan kebutuhan alat kesehatan yang tidak memakai perhitungan analisa kebutuhan alat yang tidak jelas maka menyebabkan pengadaan alat yang tidak efisien dan efektif. Hasil penelitian kesehatan terkait yang dilakukan oleh Tri Juni Angkasawati (2007) mengenai kajian pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan alat kesehatan di Rumah sakit dan Puskesmas menunjukkan proses perencanaan pengadaan alat peralatan kesehatan di rumah sakit berdasarkan analisa kebutuhan secara klinis dengan studi kelayakan dan sesuai kebijakan namun tidak sesuai dengan spesifikasi alat yang dibutuhkan. Dalam hal ini, perhitungan tarif menjadi tidak terkoordinir dan pengadaan menjadi tidak efektif.

Dalam buku manajemen logistik farmasi rumah sakit oleh Febriawati (2013), penentuan dan perhitungan kebutuhan logistik ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan yaitu berdasarkan pemakaian lalu, perkiraan dengan menggunakan analisa SWOT, statistik dan anggaran serta epidemiologi yang mencakup tren penyakit dan informasi catatan medik, sisa persediaan, rekomendasi dari komite medis dan prioritas berdasarkan pedoman teknis rumah sakit yang berlaku. Dengan demikian, perencanaan dan pengadaan kebutuhan alat kesehatan menjadi efektif dan efisien.

Berdasarkan pedoman yang ada perhitungan kebutuhan alat kesehatan harus menggunakan

beberapa metode diantaranya metode konsumsi yang dilakukan dengan memperhatikan pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan dan penyesuaian jumlah kebutuhan dengan alokasi dana. Namun pada kenyataannya, dalam tahap perencanaan, perhitungan kebutuhan alat kesehatan di poliklinik gigi tidak menggunakan metode khusus yang baku. Dalam hal ini, pihak terkait telah mengakui belum mendapat pedoman baku untuk metode perhitungan kebutuhan alat kesehatan. Hal ini menyebabkan data tidak bisa dikumpulkan untuk menghitung efisiensi dan mengidentifikasi kebutuhan optimal pemanfaatan alat dan pemeliharaannya.

Observasi dokumen pada tahap ini menunjukkan adanya petunjuk operasional sistem informasi data logistik RS TNI AD yang menjadi pedoman dalam pengadaan logistik dari rumah sakit tersebut. Namun didapati ketidaklengkapan pada observasi dokumen lain yang terkait seperti dokumen analisa kebutuhan yang digunakan, metode baku untuk perhitungan dan prosedur tetap dalam perhitungan kebutuhan alat kesehatan. Penelitian yang terkait dilakukan oleh Fauzar, Hazah dan Darmawansyah (2013) tentang pengelolaan obat di Puskesmas Mandai Kabupaten Maros didapati bahwa perencanaan kebutuhan di Puskesmas Mandai menggunakan metode konsumtif untuk menghitung jumlah dan jenis kebutuhan. Dalam hal ini perencanaannya menjadi optimal dan pengadaan kebutuhan alat kesehatan menjadi efektif dan efisien.

4. Tahap Proyeksi kebutuhan dan Penyesuaian rencana pengadaan dengan anggaran Tahap proyeksi kebutuhan dan penyesuaian dengan alokasi dana, memerlukan rekapitulasi data serta perkiraan kebutuhan yang akan datang. Berdasarkan hasil wawancara, pihak terkait yaitu

(11)

32 kepala ruangan dan kepala departemen poliklinik gigi mengakui bahwa telah rutin melakukan rekapitulasi data-data yang diperlukan dalam perencanaan kebutuhan alat kesehatan. Kelengkapan dokumen mengenai data pasien di poliklinik gigi RSAD Mongisidi Manado telah sesuai, namun dokumen perencanaan tidak didapati. User di poliklinik gigi beserta kepala instalasi farmasi dan kabina yanmasum tidak melakukan analisa terlebih dahulu untuk merencanakan kebutuhan alat kesehatan.

Menurut keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Dan Perbekalan Kesehatan harus dilaksanakan sesuai pedoman dan memakai analisa baku terhadap penyesuaian dengan anggaran. Mengacu pada keputusan tersebut, kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam proyeksi kebutuhan adalah menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang, menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan alat kesehatan periode tahun yang akan datang, menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan perbekalan kesehatan dengan melakukan analisis ABC dan menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia, pengalokasian kebutuhan perbekalan kesehatan berdasarkan sumber anggaran dengan menetapkan kebutuhan anggaran dan menghitung persentase belanja untuk masing-masing perbekalan kesehatan terhadap masing-masing sumber anggaran, serta menghitung persentase anggaran masing-masing perbekalan kesehatan terhadap total anggaran dari semua sumber, mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan perbekalan kesehatan (Anonim, 2008).

Hal diatas sangat berbeda dengan hasil penelitian yang didapatkan dilapangan. Kepala ruangan dan kepala departemen poliklinik gigi sebagai user serta kepala instalasi farmasi yang

bertanggungjawab dalam perencanaan kebutuhan alat kesehatan mengaku kegiatan yang dilakukan dalam proyeksi kebutuhan ini hanya mencatat apa yang dibutuhkan sesuai jenis penyakit terbanyak dan pemakaian sebelumnya. Sementara menghitung presentase anggaran terhadap masing-masing perbekalan kesehatan tidak diberdasarkan analisis perhitungan yang sesuai dengan standar baku yang ada. Dalam teori yang tercantum dalam buku manajemen logistik farmasi rumah sakit oleh Febriawati (2013), penyesuaian rencana pengadaan dapat menggunakan teknik analisa ABC, dengan langkah, menghitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing perbekalan kesehatan dengan mengalikan kuantum perbekalan kesehatan dengan harga, menentukan rankingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil, menghitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan, menghitung akumulasi persennya yaitu perbekalan kesehatan kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%, perbekalan kesehatan kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s.d 90% dan perbekalan kesehatan kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s.d 100% (Febriawati, 2013).

Pada kenyataannya, berdasarkan observasi dokumen pada triangulasi sumber tidak adanya buku petunjuk pelaksanaan beserta prosedur tetap dalam melaksanakan kegitan-kegiatan ini. Hasil observasi dokumen juga menunjukan tidak adanya pedoman dalam melakukan analisa terhadap penyesuaian rencana pengadaan dengan anggaran yang tersedia. Begitu juga ditemukan ketidaklengkapan dengan lembar perencanaan dalam observasi yang dokumen yang dilakukan. Berdasarkan hal ini maka perlu dilakukan pembenahan pada sistem ini sesuai dengan prosedur tetap yang akan dibuat.

Yuliningsih (2001) dalam penelitiannya mengenai sistem pengelolaan perbekalan alat kesehatan persediaan ruangan di Rumah Sakit

(12)

33 Anak dan Bersalin Harapan Kita menyebutkan bahwa ketidaktersediaan alat kesehatan persediaan ruangan tergantung pada sistem pengelolaan yang sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur manajemen yaitu kebijakan pelayanan, organisasi, SDM, metode dan sistem informasi, serta aspek logistik yang meliputi proses perencanaan. Penelitan ini mendukung hasil penelitian yang ada dimana tidak adanya analisa dan metode yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan sangat mempengaruhi ketersediaan alat kesehatan yang dibutuhkan poliklinik gigi RSAD Mongisidi Manado.

Hasil wawancara dengan beberapa informan lain menyebutkan salah satu hambatan yang didapat dalam perencanaan dan pengadaan kebutuhan alat kesehatan adalah penyesuaian dengan anggaran yang ada dan semua tergantung kebijakan pimpinan dalam merumuskan kebutuhan yang menjadi prioritas. Dalam wawancara dengan kepala instalasi farmasi dan kepala rumah sakit, menyebutkan bahwa ada tiga sumber dalam penganggaran alat kesehatan Rumah Sakit TNI yaitu hibah, dukungan dari pusat direktorat kesehatan angkatan darat melalui kesdam dan pengadaan sendiri oleh rumah sakit.

Dari sumber-sumber dana yang ada disesuaikan dengan menggunakan teknik analisa yang sesuai dengan pedoman, maka seharusnya tidak ada hambatan dalam perencanaan dan pengadaan alat kesehatan yang dibutuhkan untuk pelayanan setiap unit pelayanan termasuk poliklinik gigi. Pengelolaan logistik cenderung semakin kompleks dalam pelaksanaannya sehingga akan sangat sulit dalam pengendalian apabila tidak didasari oleh perencanaan yang baik. Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi dan reporting yang memadai dan berfungsi sebagai umpan balik untuk tindakan pengendalian terhadap devisi yang terjadi.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, proses perencanaan pengadaan alat kesehatan yang dilakukan poliklinik gigi Rumah Sakit Angkatan Darat Mongisidi Manado, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tahap pemilihan kebutuhan alat kesehatan di RSAD Robert Wolter Mongisidi didasari oleh data pasien, jumlah kunjungan, jenis penyakit dan tindakan perawatan, namun belum sesuai dengan pedoman teknis standarisasi alat kesehatan untuk rumah sakit tingkat III.

2. Tahap kompilasi pemakaian perbekalan kesehatan adalah dengan rekapitulasi data pemakaian perbekalan kesehatan di Poliklinik Gigi RSAD Mongisidi Manado yang bersumber dari laporan pemakaian dan lembar permintaan untuk memperoleh informasi pemakaian tiap jenis perbekalan kesehatan.

3. Dalam menentukan dan menghitung kebutuhan alat kesehatan di poliklinik gigi RSAD Mongisidi Manado didasarkan pada data pemakaian yang lalu, data alat yang rusak dan alat yang baru diajukan sesuai kebutuhan dan standar rumah sakit, namun hal tersebut belum berdasarkan analisis dan metode perhitungan yang baku.

4. Tahap proyeksi kebutuhan alat kesehatan dan penyesuaian dengan alokasi dana dilakukan dengan melakukan rekapitulasi data serta perkiraan kebutuhan yang akan datang berdasarkan pemakaian lalu namun tidak melakukan analisa sesuai dengan pedoman baku untuk menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan perbekalan kesehatan.

(13)

34 B. Saran

1. Bagi rumah sakit :

a. Perlu adanya standarisasi atau pedoman baku dalam memilih alat kesehatan yang dibutuhkan sesuai dengan standar klasifikasi rumah sakit.

b. Data-data dasar yang digunakan dalam perencanaan pengadaan alat kesehatan perlu dilengkapi dan rutin dilakukan rekapitulasi.

c. Perlu mengoptimalkan kinerja setiap sumber daya manusia di semua lini terkait yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi khususnya dalam perencanaan pengadaan alat kesehatan di poliklinik gigi RSAD Mongisidi Manado.

d. Perlu memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO) dan Prosedur Tetap (Protap) dalam mengoptimalkan kegiatan perencanaan pengadaan kebutuhan alat kesehatan.

e. Dalam proyeksi kebutuhan perlu dilakukan analisa sesuai dengan pedoman yang baku untuk menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan perbekalan kesehatan. 2. Bagi Institusi Pendidikan Ilmu Kesehatan

Masyarakat (IKM) : peneltian ini dapat menjadi bahan referensi untuk menunjang proses belajar mengajar dalam kepentingan pendidikan dan dapat dilakukan penelitian selanjutnya mengenai manajemen logistik rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. 2014. Sistem Kesehatan. Edisi ke-2. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Aditama, T. Y. 2006. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi ke-2. Universitas Indonesia. Jakarta.

Alamsyah, D. 2012. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Cetakan ke-2. Nuha Medika. Yogjakarta.

Angkasawati, Astuti dan Arifin. 2008. Perspektif Provider Terhadap Manajemen Alat Kesehatan. Buletin Panel Kesehatan Vol. 36. No. 4.

Angkasawati, T. J. 2007. Kajian Pemanfaatan dan Pemeliharaan Sarana dan Alat Kesehatan di Rumah Sakit dan Puskesmas. Penelitian Kesehatan Seri 24, Tahun 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Anonim. 2007. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa.

Anonim. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Anonim. 2011. Manajemen Alat Kesehatan.

Tersedia pada :

http://www.fik.ui.ac.MANAJEMEN-LOGISTIK-KEPERAWATAN.doc. Di Akses Tanggal 30 Oktober 2014.

Anonim. 2004a. Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Anonim. 2004b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1173 Tahun 2004 tetang Rumah Sakit Gigi Dan Mulut.

(14)

35 Anonim. 2004c. Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Anonim. 2006. Standar Kompetensi Dokter Gigi. Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta.

Anonim. 2007. Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Pusat Sarana, Prasarana dan Perlatan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI Sekretariat Jendral. Jakarta.

Anonim. 2009a. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit.

Anonim. 2009b. Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Anonim. 2009c. Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 pasal 98 Tentang Farmasi Dan Alat Kesehatan.

Anonim. 2010a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147 tetang Rumah Sakit.

Anonim. 2010b. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Anonim. 2010c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 Tahun 2010.

Anonim. 2011a. Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Pelaksanan Jaminan Sosial.

Anonim. 2011b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 2011 pasal 1.

Anonim. 2012a. Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan (RISFASKES) 2011 Rumah Sakit. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 2012b. Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019. Dewan Jaminan Sosial Nasional. Jakarta.

Anonim. 2013a. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan Repubik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 2013b. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 2013. Panduan Umum Penyusunan Proposal, Protokol dan Laporan Akhir Penelitian. Komisi Ilmiah Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 2013d. Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit.

Fannya, P. 2011. Evaluasi Pelaksanaan Manajemen Logistik Alat Kesehatan Di Puskesmas Biaro Kabupaten Agam. Universitas Andalas. Padang.

(15)

36 Febriawati, H. 2013. Manajemen Logistik Farmasi

Rumah Sakit. Gosyen Publising. Yogyakarta.

Fauzar, M. dan A. Hamzah. 2013. Studi tentang Pengelolaan Obat Di Puskesmas Mandai Kabupaten Maros. Universitas Hasanudin. Makasar.

Hasymim, A. 2014. Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Labuha Kabupaten Halmahera Selatan. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Hartono, J. 2007. Metode Perencanaan Di Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya. Universitas Diponegoro. Semarang.

Herlambang, S dan A. Murwani. 2012. Manajemen Kesehatan dan Rumah sakit. Yogyakarta. Gosyen Publising. Jakarta.

Kandou, G. D. 2014. Manajemen Data dan Analisis Data Penelitian. Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi.

Mangindara. 2011. Analisis Pengelolaan Obat Di Puskemas Kumpala Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Jurnal AKK Vol. I. No. I. 2012.

Massie, R. G. A. Panduan Proposal Penelitian. Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Mubin, L. 2012. Prediksi Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Jalan Menggunakan Metode Genetic Fuzzy Systems, Study Kasus Rumah

Sakit Usada Sidoarjo. Jurnal Teknik Vol. 1. No. 1. 2012.

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

Pohan, I. S. 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan – Dasar Pengertian. Cetakan ke-1. Kesaint Blanc. Jakarta.

Rumbay, I. 2015. Analisis Perencanaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Vol. 5. No. 2b. 2015.

Sinaga, R. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Ulang Pasien Gigi Peserta Askes Di Poliklinik Gigi Rumah Sakit Umum Dr. Djasamen Saragih. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Yuliningsih. 2001. Analisa Sistem Pengelolaan Perbekalan Obat Dan Alat Kesehatan Persediaan Ruangan Di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita. Universitas Indonesia. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

 Menjawab pertanyaan tentang materi  Konfigurasi elektron dan bilangan kuantum yang terdapat pada buku pegangan peserta didik atau lembar kerja yang telah disediakan.

Semarang yang telah mengikuti mata kuliah Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran dan mengambil minimal 110 sks tanpa nilai E sebagai bentuk penerapan dari teori yang

BODY IMAGE PADA REMAJA PUTRI PENGGEMAR GIRL BAND K-POP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ketika ada chat dan pesan yang masuk maka setiap saat Anda akan mengecek smartphone Anda, sehingga hal tersebut akan mengganggu tidur Anda, pastinya Anda akan kurang tidur

[r]

Model pembelajaran menjadi salah satu faktor utama dalam proses pembelajaran karena ketika menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran dan kondisi

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam tulisan ini akan dikaji mengenai penerapan klasifikasi putusan arbitrase internasional menurut Hukum Indonesia ditinjau dari

Promoting writing experiences mean that each students in learning community share their writing experiences so that each of them can learn each other relating to