• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Nanopartikel Arang Bambu Wulung Menggunakan High Energy Milling Model Shaker Mill

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Produksi Nanopartikel Arang Bambu Wulung Menggunakan High Energy Milling Model Shaker Mill"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI NANOPARTIKEL

ARANG BAMBU WULUNG

MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING

MODEL SHAKER MILL

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada Jurusan Magister Teknik Mesin Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :

Johanes Wawan Joharwan U100150006

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK MESIN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

PRODUKSI NANOPARTIKEL

ARANG BAMBU WULUNG

MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING

MODEL SHAKER MILL

PUBLIKASI ILMIAH

oleh :

JOHANES WAWAN JOHARWAN U100150006

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh : Dosen Pembimbing I

Dr. Supriyono, DIC

Dosen Pembimbing II

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

PRODUKSI NANOPARTIKEL

ARANG BAMBU WULUNG

MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING

MODEL SHAKER MILL

OLEH

JOHANES WAWAN JOHARWAN U100150006

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Program Studi Magister Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada tanggal 22 Juli 2017 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

DEWAN PENGUJI

1. Dr. Supriyono, DIC (...)

(Ketua Dewan Penguji)

2. Ir. Ngafwan, MT (...)

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Tri Widodo Besar Riyadi, ST, M.Sc, Ph.D (...)

(Anggota II Dewan Penguji)

Direktur,

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu peguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, Juli 2017

Penulis

Johanes Wawan Joharwan U100150006

(5)

PRODUKSI NANOPARTIKEL ARANG BAMBU WULUNG

MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING MODEL SHAKER MILL

Abstrak

Arang bambu wulung sebagai karbon nanopartikel memiliki berbagai keunggulan dari segi sifat fisika dan kimia. Pada penelitian ini, nanopartikel arang bambu wulung diproduksi dengan menggunakan High Energy Milling (HEM) model shaker mill. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara siklus, bola baja, dan rata-rata diameter partikel yang dihasilkan serta mengetahui distribusi diameter partikel dan komposisi kimia. Karakterisasi nanopartikel dengan PSA untuk menganalisa diameter partikel, sedangkan SEM dan EDX untuk menganalisa distribusi diameter partikel dan komposisi kimia yang terkandung dalam material hasil tumbukan. Siklus yang digunakan adalah 2 juta, 3 juta, dan 4 juta, dengan panjang langkah 54 mm dan putaran 233 rpm. Diameter bola baja yang digunakan adalah 1/8 inchi, 5/32 inchi, 3/16 inchi, dan 1/4 inchi. Tabung terbuat dari silinder stainless steel dengan diameter 2 inchi dan panjang 120 mm. Tabung diisi dengan perbandingan volume 1:3 dimana 1/3 arang bambu wulung, 1/3 bola baja dan 1/3 ruang kosong. Hasil produksi menunjukkan bahwa semakin lama siklus, rata-rata diameter partikel akan menurun hingga mencapai 273,8 nm pada bola baja diameter 1/4 inchi. Distribusi diameter partikel pada 4 juta siklus menunjukkan bahwa diameter partikel tidak homogen pada bola baja diameter 1/4 inchi, 1/8 inchi, 5/32 inchi, dan 3/16 inchi. Komposisi kimia pada 4 juta siklus menunjukkan bahwa pada bola baja diameter 1/4 inchi menghasilkan unsur karbon yang paling banyak sebesar 93,03%. Unsur kimia yang paling dominan adalah karbon, sehingga arang bambu wulung merupakan sumber potensial untuk menghasilkan karbon nanopartikel.

Kata kunci : arang bambu wulung, High Energy Milling (HEM), shaker mill, karbon

nanopartikel

Abstract

Wulung bamboo charcoal as carbon nanoparticles has various advantages in terms of physical and chemical properties. In this study, wulung bamboo charcoal nanoparticles were manufactured using the High Energy Milling (HEM) shaker mill model. The purpose of this study was to determine the relationship between cycles, steel balls, and the average diameter of the particles produced and to know the distribution of particle diameter and chemical composition. Characterization of nanoparticles with PSA to analyze particle diameter, whereas SEM and EDX to analyze particle diameter distribution and chemical composition contained in the impact material. The cycle used is 2 million, 3 million, and 4 million, with a step length of 54 mm and a round of 233 rpm. The diameter of the steel balls used are 1/8 inch, 5/32 inch, 3/16 inch, and 1/4 inch. The tube is made of a stainless steel cylinder with a diameter of 2 inches and a length of 120 mm. The tube is filled with a volume ratio of 1: 3 where 1/3 bamboo wulung charcoal, 1/3 steel balls and 1/3

(6)

empty space. The results show that the longer the cycle, the average particle diameter will decrease up to 273.8 nm in the 1/4 inch diameter steel ball. Distribution of particle diameters at 4 million cycles indicates that the particle diameters are not homogeneous in a 1/4 inch, 1/8 inch, 5/32 inch, and 3/16 inch steel balls. The chemical composition of 4 million cycles shows that in the 1/4-inch diameter steel balls produce the most carbon element of 93.03%. The most dominant chemical element is carbon, so wulung bamboo charcoal is a potential source for producing carbon nanoparticles.

Keywords : wulung bamboo charcoal, High Energy Milling (HEM), shaker mill, carbon nanoparticles

1. PENDAHULUAN

Karbon merupakan suatu material yang memiliki berbagai keunggulan dari segi sifat fisika dan kimia, sehingga banyak dikembangkan oleh para peneliti saat ini. Keunggulan yang dimiliki oleh karbon ini menjadikannya sebagai material dengan aplikasi, seperti elektroda baterai, penyerap limbah, dan sensor antibodi [1].

Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel dari 1 sampai 100 nm [2]. Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena nanopartikel menunjukkan sifat yang benar-benar baru atau lebih baik berdasarkan karakteristik spesifik (ukuran, distribusi, morfologi, fasa, dll.), jika dibandingkan dengan partikel

bulk yang lebih besar [3]. Secara umum, produksi nanopartikel masuk dalam dua

pendekatan. Dua pendekatan dalam produksi nanopartikel yaitu top-down dan bottom-up [4]. Di antara semua pendekatan top-down, High Energy Milling (HEM),

telah banyak digunakan untuk produksi nanopartikel [5].

Sampai saat ini, produksi nanopartikel dari berbagai sumber karbon telah dilakukan oleh banyak peneliti, seperti gula, glukosa, siklodekstrin, fruktosa, selulosa, sukrosa, amilopektin, tepung, molekul organik, dan limbah biomassa (monosakarida, heksosa, dan pentosa) dengan menggunakan metode karbonisasi, metode hidrotermal, dan metode template untuk sintesis karbon berpori [1]. J. Ryu

et al., [6] telah melakukan sintesis karbon mikrosperik dari senyawa monosakarida (xylosa dan fruktosa) dan fenolik (fenol, resersinol, dan floroglusinol) dengan metode hidrotermal. Q. Wang et al., [7] telah melakukan sintesis karbon dengan ukuran yang homogen dari larutan gula sebagai sumber karbon. Proses sintesis dilakukan dalam reaktor autoclave. S. Ratchahat et al., [8] telah melakukan sintesis

(7)

diiringi karbonisasi. R. Cui dan J. Zhu, [9] telah melakukan sintesis material karbon yang digunakan sebagai komposit Au nanopartikel-karbon dalam sensor antibodi. Karbon koloidal berhasil dibentuk dengan metode hidrotermal gelombang mikro dari larutan glokosa. J. Pang et al., [10] telah melakukan sintesis karbon berpori dengan menggunakan bahan baku karbon dari sukrosa dan template merupakan Tetra Etil Orto Silikat (TEOS) dengan metode karbonisasi. J. Schuster et al., [11]

telah melakukan sintesis karbon nanopartikel berpori yang bersumber dari Poli Metil Meta Akrilat (PMMA) dan silika sebagai pembentuk pori dengan metode

karbonisasi. M. Liu et al., [12] telah mensintesis karbon berpori yang bersumber dari parafin cair, silika sebagai pengatur porositas karbon, dan surfaktan sebagai pendispersi parafin dalam medium air dengan metode karbonisasi. N. Brun et al., [13] telah membuat karbon berpori dengan metode hidrotermal didukung oleh karbonisasi menggunakan monosakarida (xylosa dan glukosa) sebagai sumber karbon dan silika yang berasal dari sintesis metode stober dari TEOS sebagai template. J. Liu et al., [14] telah membuat partikel karbon mikropori dari poli

(furfuril alkohol) dengan metode karbonisasi. C. Falco et al., [15] telah melakukan sintesis karbon berpori dengan metode hidrotermal. Sumber karbon yang digunakan adalah hemiselulosa yang dihidrolisis, bonggol jagung, dan glukosa. Template pori

yang digunakan adalah silika nanopartikel. Z. Shuo et al., [16] telah melakukan fabrikasi karbon berbentuk bulat dari tepung kentang dengan metode karbonisasi. A. N. Mohan dan B. Manoj [17] telah melakukan sintesis karbon nanosperik dari jelaga yang diperoleh dari hasil dekomposisi termal bensin, diesel, parafin, dan pelumas.

Produksi nanopartikel dengan menggunakan High Energy Milling (HEM)

dari berbagai sumber juga telah dilakukan oleh banyak peneliti. Beragam sumber seperti silikon karbida, Fe203, zeolit, Na-zeolitic tuff, Fe2TiO5, Co-Cr-Mo, dan kulit

kayu akasia. J. B. Rao et al., [18] telah melakukan penelitian untuk memodifikasi serbuk silikon karbida berukuran mikro menjadi serbuk silikon karbida terstruktur nano dengan menggunakan High Energy Milling (HEM). T. B. Waluyo et al., [19]

telah melakukan penggabungan ball-milling dan ultrasonic-milling untuk

pembuatan nanopartikel Fe203. M. Muhriz et al., [20] telah melakukan pembuatan

zeolit nanopartikel dari zeolit alam dengan menggunakan High Energy Milling

(8)

dan mengkarakterisasi Na-zeolitic tuff dalam nanorange, menstabilkan nanotuff

dalam suspensi, dan menyelidiki efek Na-zeolitic nanotuff pada penyerapan Cadmium dengan menggunakan High Energy Milling (HEM) model planetary ball mill. R. Fajarin et al., [22], telah melakukan penelitian pada Fe2TiO5 yang

merupakan salah satu jenis titanate MxTiyOz serta memiliki sifat elektrik dan

magnetik dengan menggunakan mechanical alloying model planetary ball mill. S.

G. Sukaryo dan W. A. Adi, [23] telah melakukan penelitian pada paduan Co-Cr-Mo dengan proses milling basah dengan metode pemaduan mekanik menggunakan High Energy Milling (HEM) PW700i mixer/mill. Herminiwati et al., [24] telah

melakukan penelitian yang bertujuan untuk membuat bahan penyamak nano nabati dari ekstrak kulit kayu akasia dengan pengecilan ukuran menggunakan High Energy Milling (HEM) model planetary ball mill.

Produksi karbon hitam dari bambu juga telah dilakukan oleh peneliti. F. G. Salihati dan H. Ardhyananta, [25] telah melakukan penelitian pembuatan karbon hitam dari bambu ori (Bambusa arundinacea) dan bambu petung (Dendrocalamus asper) dapat dihasilkan dari pemanasan dengan furnace dengan temperatur

pemanasan 300° C, 500° C, 800° C dengan waktu tahan 1 jam.

Salah satu sumber karbon yang juga dapat digunakan untuk produksi nanopartikel dan belum banyak diteliti oleh para peneliti adalah bambu. Bambu memiliki kadar karbon dan oksigen melebihi 90% dari berat keseluruhan. Bambu merupakan alternatif penghasil karbon yang tepat karena merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui [25]. Keberadaan bambu banyak dijumpai di berbagai tempat, baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja dibudidayakan. Populasi bambu di dunia diperkirakan ada 1200-1300 jenis. Jumlah 143 jenis bambu tersebut terdapat di Indonesia, yang 60 jenisnya ada di pulau Jawa termasuk di dalamnya adalah bambu wulung [26]. Di dunia ini, bambu merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat. Karena memiliki sistem rhizoma -dependen unik, dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60 cm (24 inchi)

bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat bambu ditanam [27].

Pada penelitian ini dilakukan produksi nanopartikel arang bambu wulung dengan menggunakan High Energy Milling (HEM) model shaker mill. Diameter

(9)

Siklus HEM model shaker mill yang digunakan adalah 2 juta siklus, 3 juta siklus,

dan 4 juta siklus, dengan panjang langkah 54 mm dan putaran 233 rpm. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara siklus, bola baja, dan rata-rata diameter partikel yang dihasilkan serta mengetahui distribusi diameter partikel dan komposisi kimia. Karakterisasi nanopartikel dengan PSA untuk menganalisa diameter partikel, sedangkan SEM dan EDX untuk menganalisa distribusi diameter partikel dan komposisi kimia yang terkandung dalam material hasil tumbukan.

2. METODE PENELITIAN

2.1. Bahan penelitian

1. Arang bambu wulung lolos ukuran 200 mesh 2. Bola baja diameter 1/8 inchi

3. Bola baja diameter 5/32 inchi 4. Bola baja diameter 3/16 inchi 5. Bola baja diameter 1/4 inchi

6. Aqua dest 2.2. Alat penelitian 1. Shaker mill 2. Tabung 3. Ayakan 2.3. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan arang bambu wulung 2. Penghancuran arang bambu wulung 3. Pengayakan arang bambu wulung 4. Pengisian tabung

5. Produksi nanopartikel 6. Pengambilan hasil

7. Pemisahan partikel padat dalam cairan 8. Pengujian hasil dengan PSA

9. Pengeringan hasil

10. Pengujian hasil dengan SEM dan EDX 11. Karakterisasi nanopartikel

(10)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Particle Size Analyzer (PSA) berupa rata-rata diameter partikel

ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Particle Size Analyzer (PSA)

Siklus (juta)

Rata-rata diameter partikel (nm) Bola baja

1/8 inchi 5/32 inchiBola baja 3/16 inchiBola baja Bola baja 1/4 inchi

2 - 265,4 374,9 476,9

3 242,2 551,3 240,0 439,6 4 490,1 575,3 515,2 273,8

Dari Tabel 1 dapat dibuat grafik siklus, diameter bola baja dan rata-rata diameter partikel ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Grafik siklus, diameter bola baja dan rata-rata diameter partikel Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin lama siklus dari 2 juta, 3 juta, dan 4 juta, rata-rata diameter partikel akan menurun hingga mencapai 273,8 nm pada bola baja diameter 1/4 inchi sesuai dengan hasil PSA ditunjukkan dalam Tabel 1, hal ini disebabkan oleh daerah aglomerasi dan fraktur yang lebih luas ditunjukkan dalam Gambar 2. 0 100 200 300 400 500 600 700 2 3 4 Rata ‐ rata   diameter   partikel   (nm) Siklus (juta)

(a) Bola baja 1/8 inchi (b) Bola baja 5/32 inchi (c) Bola baja 3/16 inchi (d) Bola baja 1/4 inchi

(b) 

(a) (c) 

(11)

Gambar 2. Daerah aglomerasi dan fraktur

Pengurangan diameter partikel pada proses High Energy Milling model shaker mill juga diakibatkan oleh energi milling yang besarnya tergantung pada

diameter bola baja ditunjukkan dengan rumusan energi kinetik : Ek = Iω2R [28].

Jadi Ek tergantung pada fungsi R pada bola baja (1/4 inchi > 3/16 inchi > 5/32 inchi > 1/8 inchi). Iω2 dianggap tetap pada siklus yang sama.

Namun bertambahnya siklus dari 2 juta, 3 juta, dan 4 juta membuat diameter partikel membesar pada bola baja diameter 1/8 inchi, 5/32 inchi, dan 3/16 inchi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Radyum Ikono et al., [29] dan Yan Jian-wu et al., [30] bahwa waktu milling yang terlampau lama akan membuat

nanopartikel mengalami aglomerasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Young Do Kim et al., [31] menunjukkan bahwa ada batas milling dimana kenaikan jumlah waktu milling tidak berpengaruh

terhadap ukuran partikel. Dalam penelitian mereka, setelah milling serbuk Fe-Co

selama 30 jam, proses milling mencapai keadaan steady state dimana

(12)

lain, menunjukkan batas milling dilakukan oleh J. Eckert dan I. Borner [32]. Setelah milling bubuk Ni-Al selama 100 jam, ukuran dan bentuk partikel menjadi homogen.

M. Umemoto et al., [33] melakukan penelitian milling Fe-C. Setelah 500 jam waktu milling batas milling tercapai dan ukuran partikelnya adalah 4,7 nm dengan bentuk

homogen.

Dalam penelitian ini, dapat dikatakan bahwa setelah 4 juta siklus proses milling (setara dengan 303,03 jam proses milling), batas milling belum tercapai. Distribusi diameter partikel menunjukkan bahwa diameter partikel tidak homogen pada bola baja diameter 1/4 inchi, 1/8 inchi, 5/32 inchi, dan 3/16 inchi, sesuai dengan hasil SEM ditunjukkan dalam Gambar 3.

1 um 5 um

b

1 um

b1

a1

1 um

a

5 um 1 um

(13)

Gambar 3. Hasil SEM pada 4 juta siklus berupa distribusi diameter partikel : (a). Bola baja 1/4 inchi (b). Bola baja 3/16 inchi (c). Bola baja 5/32 inchi (d). Bola

baja 1/8 inchi

Hasil EDX pada 4 juta siklus ditunjukkan dalam Tabel 2 berupa komposisi kimia yang terkandung dalam material hasil tumbukan. Komposisi kimia pada 4 juta siklus menunjukkan bahwa pada bola baja diameter 1/4 inchi menghasilkan unsur karbon yang paling banyak sebesar 93,03% sesuai dengan hasil EDX ditunjukkan dalam Tabel 2, ini dimungkinkan terjadi pemisahan unsur karbon dengan unsur kimia lainnya yang diakibatkan oleh terjadinya daerah aglomerasi lebih besar. Unsur kimia yang paling dominan adalah karbon, sehingga arang bambu wulung merupakan sumber potensial untuk menghasilkan karbon nanopartikel. 5 um 1 um

c1

c

1 um 5 um

d1

d

5 um 1 um

(14)

Tabel 2. Hasil EDX pada 4 juta siklus Unsur

kimia

Komposisi kimia (% berat) Bola baja 1/8 inchi Bola baja 5/32 inchi Bola baja 3/16 inchi Bola baja 1/4 inchi C 80,27 59,94 66,39 93,03 K2O 8,07 20,41 14,47 0,55 SiO2 5,66 7,9 10,99 4,19 P2O5 1,37 6,19 2,64 0 Na2O 0,26 1,02 0,44 0 SO3 0,4 0 2,64 0 Cl 1,07 3,28 0,93 0 FeO 0,76 0,87 0,89 0,57 CuO 0,68 0 0,59 0,95 ZnO 0,62 0 0 0,55 ZrO2 0,84 0 0 0 MgO 0 0,2 0 0 Al2O3 0 0,2 0 0,16 4. KESIMPULAN

Hubungan antara siklus, bola baja, dan rata-rata diameter partikel yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin lama siklus dari 2 juta, 3 juta, dan 4 juta, rata-rata diameter partikel akan menurun hingga mencapai 273,8 nm pada bola baja diameter 1/4 inchi sesuai dengan hasil PSA, ini disebabkan oleh daerah aglomerasi dan fraktur yang lebih luas serta energi kinetiknya lebih besar dibandingkan dengan bola baja diameter 1/8 inchi, 5/32 inchi, dan 3/16 inchi.

Distribusi diameter partikel pada 4 juta siklus menunjukkan bahwa diameter partikel tidak homogen sesuai dengan hasil SEM pada bola baja diameter 1/4 inchi, 1/8 inchi, 5/32 inchi, dan 3/16 inchi.

Komposisi kimia pada 4 juta siklus menunjukkan bahwa pada bola baja diameter 1/4 inchi menghasilkan unsur karbon yang paling banyak sebesar 93,03% sesuai dengan hasil EDX, ini dimungkinkan terjadi pemisahan unsur karbon dengan

(15)

unsur kimia lainnya yang diakibatkan oleh terjadinya daerah aglomerasi lebih besar. Unsur kimia yang paling dominan adalah karbon, sehingga arang bambu wulung merupakan sumber potensial untuk menghasilkan karbon nanopartikel.

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan penambahan variasi parameter seperti putaran motor, siklus, dan diameter bola baja untuk mencapai keadaan steady state dimana partikel memiliki distribusi diameter partikel yang

homogen.

DAFTAR PUSTAKA

[1] T. Rahman, M. A. Fadhlulloh, A. B. D. Nandiyanto, and A. Mudzakir, “Review : Sintesis Karbon Nanopartikel,” Integr. Proses, vol. 5, pp. 120–

131, 2015.

[2] M. Hosokawa, K. Nogi, M. Naito, and T. Yokoyama, Nanoparticle Technology Handbook. .

[3] J. Perez, L. Bax, and C. Escolano, “Roadmap Report on Nanoparticles,”

Willems van Wildenb., pp. 1–57, 2005.

[4] M. Abdullah, Y. Virgus, Nirmin, and Khairurrijal, “Review : Sintesis Nanomaterial,” Nanosains & Nanoteknologi, vol. 1, pp. 33–57, 2008.

[5] T. Prasad Yadav, R. Manohar Yadav, and D. Pratap Singh, “Mechanical Milling: a Top Down Approach for the Synthesis of Nanomaterials and Nanocomposites,” Nanosci. Nanotechnol., vol. 2, pp. 22–48, 2012.

[6] J. Ryu, Y. W. Suh, D. J. Suh, and D. J. Ahn, “Hydrothermal preparation of carbon microspheres from mono-saccharides and phenolic compounds,”

Carbon N. Y., vol. 48, no. 7, pp. 1990–1998, 2010.

[7] Q. Wang, H. Li, L. Chen, and X. Huang, “Monodispersed hard carbon spherules with uniform nanopores,” Carbon N. Y., vol. 39, no. February, pp.

2211–2214, 2001.

[8] S. Ratchahat, N. Viriya-empikul, K. Faungnawakij, T. Charinpanitkul, and A. Soottitantawat, “Synthesis of Carbon Microspheres from Starch by Hydrothermal Process,” Sci. J. Ubon Ratchathani Univ., vol. 1, no. 2, pp.

40–45, 2010.

[9] R. Cui and J. Zhu, “Fabrication of a novel electrochemical immunosensor based on the gold nanoparticles / colloidal carbon nanosphere hybrid

(16)

material,” Electrochim. Acta J., vol. 55, pp. 7814–7817, 2010.

[10] J. Pang et al., “Silica-Templated Continuous Mesoporous Carbon Films by

a Spin-Coating Technique,” Adv. Mater., vol. 16, no. 11, pp. 884–886, 2004.

[11] J. Schuster et al., “Spherical Ordered Mesoporous Carbon Nanoparticles

with High Porosity for Lithium – Sulfur Batteries,” Angew. Chemie Int. Ed.,

vol. 51, pp. 3591–3595, 2012.

[12] M. Liu, L. Gan, Y. Li, D. Zhu, Z. Xu, and L. Chen, “Synthesis and electrochemical performance of hierarchical porous carbons with 3D open-cell structure based on nanosilica-embedded emulsion-templated polymerization,” Chinese Chem. Lett., pp. 3–7, 2014.

[13] N. Brun, K. Sakaushi, L. Yu, L. Giebeler, J. Eckert, and M. M. Titirici, “Hydrothermal carbon-based nanostructured hollow spheres as electrode materials for high- power lithium-sulfur batteries,” Phys. Chem. Chem. Phys., vol. 15, pp. 6080–6087, 2013.

[14] J. Liu, J. Yao, H. Wang, and K.-Y. Chan, “Highly Dispersible Microporous Carbon Particles from Furfuryl Alcohol,” NSTI-Nanotech, vol. 2, pp. 171–

174, 2005.

[15] C. Falco et al., “Hydrothermal Carbons from Hemicellulose-Derived

Aqueous Hydrolysis Products as Electrode Materials for Supercapacitors,”

ChemSusChem, vol. 6, pp. 374–382, 2013.

[16] Z. Shuo, W. Cheng-yang, C. Ming-ming, S. Zhi-qiang, and L. Na, “Preparation of carbon spheres from potato starch and its stabilization mechanism,” New Carbon Mater., vol. 25, no. 6, pp. 438–443, 2010.

[17] A. N. Mohan and B. Manoj, “Synthesis and Characterization of Carbon Nanospheres from Hydrocarbon Soot,” Int. J. Electrochem. Sci., vol. 7, pp.

9537–9549, 2012.

[18] J. B. Rao, G. J. Catherin, I. N. Murthy, D. V. Rao, and B. N. Raju, “Production of nano structured silicon carbide by high energy ball milling,”

Int. J. Eng. Sci. Technol., vol. 3, pp. 82–88, 2011.

[19] T. B. Waluyo, Suryadi, and N. T. Rochman, “Pembuatan Partikel Nano Fe2O3 dengan Kombinasi Ball-Milling dan Ultrasonic-Milling,” Pros. Pertem. Ilm. XXVII HFI Jateng DIY, pp. 48–51, 2013.

(17)

dengan Metode High Energy Milling,” Sains dan Mat., vol. 19, pp. 11–17,

2011.

[21] A. M. Ghrair, J. Ingwersen, and T. Streck, “Nanoparticulate Zeolitic Tuff for Immobilizing Heavy Metals in Soil: Preparation and Characterization,”

Water. Air. Soil Pollut., vol. 203, no. 1–4, pp. 155–168, 2009.

[22] R. Fajarin, H. Purwaningsih, Widyastuti, D. Susanti, and R. K. Helmy, “Milling Time and Temperature Dependence on Fe2TiO5 Nanoparticles Synthesized by Mechanical Alloying Method,” 3rd Int. Conf. Theor. Appl. Phys., pp. 63–66, 2014.

[23] S. G. Sukaryo and W. A. Adi, “Pembentukan Nanopartikel Paduan CoCrMo dengan Metoda Pemaduan Mekanik,” Maj. Metal., vol. 27, pp. 51–58, 2012.

[24] Herminiwati, S. Waskito, C. M. H. Purwanti, Prayitno, and Dwi Ningsih, “Pembuatan Bahan Penyamak Nano Nabati dan Aplikasinya dalam Penyamakan Kulit,” Maj. Kulit, Karet dan Plast., vol. 31, pp. 15–22, 2015.

[25] F. G. Salihati and H. Ardhyananta, “Studi Pembuatan Karbon Hitam dari Bambu Ori (Bambusa arundinacea) dan Bambu Petung (Dendrocalamus asper),” Tek. Pomits, vol. 1, pp. 1–6, 2013.

[26] E. A. Widjaja, Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa. 2001.

[27] D. Farrelly, The Book of Bamboo. 1984.

[28] Y. Bai, F. He, B. Fu, and X. Han, “Energy Calculation Model of Ball Kinematics Based on Ball Mill Coal Load,” Int. J. Innov. Comput. Inf. Control, vol. 10, no. 5, pp. 1715–1725, 2014.

[29] R. Ikono et al., “Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode

Mechanochemical Milling,” Pros. Pertem. Ilm. Ilmu Pengetah. dan Teknol. Bahan, pp. 60–62, 2012.

[30] Y. Jian-wu, L. Ying, P. A-fang, and L. Quan-guo, “Fabrication of nano-crystalline W-Ni-Fe pre-alloyed powders by mechanical alloying technique,” Trans. Nonferrous Met. Soc. China, vol. 19, no. 2006259, pp.

s711–s717, 2009.

[31] Y. Do Kim, J. Y. Chung, J. Kim, and H. Jeon, “Formation of nanocrystalline Fe – Co powders produced by mechanical alloying,” Mater. Sci. Eng., vol.

A291, pp. 17–21, 2000.

(18)

ball-milled NiAl intermetallic compound,” Mater. Sci. Eng., vol. A239-240, pp.

619–624, 1997.

[33] M. Umemoto, Z. G. Liu, K. Masuyama, X. J. Hao, and K. Tsuchiya, “Nanostructured Fe-C Alloys Poduced by Ball Milling,” Scr. mater, vol. 44,

Gambar

Gambar 1. Grafik siklus, diameter bola baja dan rata-rata diameter partikel
Gambar 2. Daerah aglomerasi dan fraktur
Gambar 3. Hasil SEM pada 4 juta siklus berupa distribusi diameter partikel :  (a).
Tabel 2. Hasil EDX pada 4 juta siklus

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan

Berdasarkan penjelasan para ahli dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menelitidan menganalisis bagaimana tingkat efektivitas dan kontribusi Pajak Air Permukaan (PAP), dimana pada

Gambar 3. Proses Klasifikasi Neural Network Menggunakan Aplikasi Rapidminer 9.7. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah menyiapkan dataset, selanjutnya di spilt

Merujuk pada kondisi tersebut, maka komunitas pers Indonesia yang terdiri dari organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers bersepakat membuat Pedoman Pemberitaan

Seluruh data dan informasi yang tercantum dalam Dokumen ini sesuai dengan LHKPN yang diisi dan dikirimkan sendiri oleh Penyelenggara Negara yang bersangkutan melalui

Bagi yang memiliki asuransi, persepsi nilai kebutuhan proteksi mereka adalah 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memiliki – hal ini sangat

perkembangan anak. Bangunan yang humanis bagi anak harus bisa mencerminkan seluruh karakter anak agar anak bisa lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar,