• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASOSIASI FAUNA KRUSTASEA DENGAN POTONGAN-POTONGAN LAMUN DI LAUT DALAM. Oleh. Indra Aswandy l) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASOSIASI FAUNA KRUSTASEA DENGAN POTONGAN-POTONGAN LAMUN DI LAUT DALAM. Oleh. Indra Aswandy l) ABSTRACT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XXVIII, Nomor 4, 2003: 25-30 ISSN 0216-1877

ASOSIASI FAUNA KRUSTASEA DENGAN POTONGAN-POTONGAN LAMUN DI LAUT DALAM

Oleh Indra Aswandy l)

ABSTRACT

CRUSTACEAN ASSOSIATED WITH SEAGRASS FRAGMENTS IN THE DEEP SEA. Based on the Russian deep sea expedition and several American cruises in the Caribbean and adjacent seas or photographic evidence, found some associated fauna, especially crustacean with seagrass in the deep sea. The seagrass materials have been transported from the shallow eater to deep sea. Some scientists examined that turbidity currents are responsible for the transport of shallow water sediments and vegatal matter (seagrass) to the great depths. The materials of seagrass in the deep sea have been used animal associated as a substrate, shelter and food.

PENDAHULUAN

Pada akhir abad 20, telah dilakukan beberapa ekspedisi oseanografi yang cukup besar dan prestisius. Salah satu hasil penelitian yang terungkap dari ekspedisi tersebut adalah bahwa pada laut dalam (deep sea) dengan kedalaman lebih dari 3000 meter, ditemukan sejumlah material tanaman yang berasal dari daratan, antara lain kayu, daun dan sabuk kelapa. Selanjutnya dilaporkan bahwa pada kedalaman tertentu, beberapa material terbungkus oleh tumbuhan lamun yang masih hijau (segar) dan tertimbun pada area tertentu. Proses terbawanya material lamun tersebut adalah berasal dari perairan dangkal kemudian masuk ke laut dalam, serta tertimbunnya material tersebut disebabkan karena adanya arus turbiditas (HEEZEN, 1955).

Lebih lanjut dilaporkan, oleh (PRATT, 1962: MOORE, 1963) bahwa berdasarkan hasil fotografi di perairan Puerto Rico ditemukan beberapa material Thalassia pada kedalaman 7800 meter. MENZIES et al. (1967) juga mengungkapkan bahwa di perairan Florida antara Miami dan Charleston, Carolina Selatan ditemukan timbunan potongan-potongan Thalassia dengan diameter lebih 50 meter setelah terjadi angin topan. Mereka juga mempublikasikan tentang foto-foto dari lamun yang ditemukan di perairan Florida dan Caro-lina Utara pada kedalaman antara 500-3200 meter. Hasil survai fotografi pada perairan tersebut kemudian digunakan untuk menganalisis distribusi Thalassia secara kuantitatif pada kedalaman tertentu (MENZIES & ROWE, 1969).

(2)

Selain itu, hasil fotografi dari perairan Carolina Utara tersebut juga memperlihatkan adanya material Thalassia yang ditemukan disekitar sponge pada kedalaman 3000 m (ROWE & MENZES, 1968). Di perairan Teluk Meksiko pada kedalaman 3250 meter, bahkan dibuktikan oleh adanya 1-3 tanaman dari jenis

Thalassia, yang panjangnya lebih dari 25 cm

(PEQUEGNAT, 1972: PEQUEGNAT, et al., 1972). Pada tahun 1972 telah dilakukan survai fotografi di Pulau Virgin, Pulau Roper dan Pulau Brundage. Material lamun diamati pada setiap foto pada kedalaman antara 3900 - 5300 meter. Hasil pengamatan tersebut, teridentifikasi adanya potongan lamun yang berupa pita pan jang dan tipis dengan lebar rata-rata 1,5 mm dan beberapa potongan lamun lainnya yang lebih kecil dengan lebar antara 6-12 mm. Dari hasil foto tersebut dapat teridentifikasi 2 jenis lamun yaitu Syringodium filiforme dan Thalassia testudinum. Selanjutnya pada sejumlah foto yang diambil dari perairan pada kedalaman sekitar 5000 m memperlihatkan adanya tipe vegetasi tunggal (mono spesific) dari lamun jenis Thalassia (ROPER & BRUNDAGE, 1972). LEMCHE et al., (1976) meneliti foto yang diambil dari perairan barat dan selatan Lautan Pasifik, tepatnya di perairan Palau, diperoleh gambaran tentang kelimpahan material lamun, yaitu satu jenis tanaman lamun per 30 m2. Dari sejumlah hasil penelitian fotografi lainnya pada kedalaman tertentu, ditemukan beberapa material yang kadang-kadang tercampur dengan Sargassum atau Halimeda. Pada beberapa lembar daun lamun tersebut ditemukan beberapa fauna yang berasosiasi pada kedalaman lebih dari 1000 meter (OKUTANI, 1969).

Terkait dengan berbagai informasi tersebut di atas, maka pada tulisan ini akan membahas adanya fauna krustasea yang berasosiasi dengan potongan-potongan lamun di laut dalam yang data-datanya sebagian besar merupakan fakta-fakta dari hasil fotografi, pengambilan sampel dengan "dredge" dan pukat (trawl) di perairan laut dalam.

PENELITIAN TENTANG PENEMUAN LAMUN DI LAUT DALAM

Pembahasan pada tulisan ini berdasarkan koleksi lamun dari "Ekspedisi Laut Dalam" yang dilakukan oleh peneliti Rusia dan Amerika di perairan Karibia dan sekitarnya. Pada tahun 1973, Kapal Riset "Akademik Kurchatov" telah melakukan penelitian lamun dengan menggunakan "dredge" di laut dalam, khususnya di Palung Cayman dan Puerto Rico. Dengan menggunakan alat pukat (trawl), pada penelitian tersebut ditemukan adanya material lamun yang didominasi oleh jenis Thalassia testudinum (80-90 %) dengan total berat basah 1600 gram, selebihnya adalah material yang terdiri dari potongan kayu, daun dan sabuk kelapa, buah-buahan yang berasal dari daratan. Di samping itu, pada penelitian tersebut juga ditemukan material Sargassum, tetapi jumlahnya tidak begitu banyak (WOLFF, 1976; 1980).

Pada tahun 1964-1971 Kapal Penelitian "Pillsbury", juga telah melakukan penelitian diperairan Karibia pada kedalaman sekitar 1200 meter. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa dari 10 liter sampel yang diambil adalah terdiri dari; rhizome dan daun lamun, yang sebagian besar adalah dari jenis Thalassia (5,1 liter), dengan total berat basah 631 gram, kayu (2,7 liter), buah (0,6 liter) dan Sargassum (0,05 liter) (WOLFF 1980).

Pada penelitian lamun di laut dalam tersebut, semua biota epifauna yang hidup berassosiasi dengan material lamun (rhizome dan daun lamun) diteliti secara mikroskopis. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa beberapa potongan rhizome yang ditemukan masih segar dan semuanya masih keras (solid). Dari semua potongan material rhizome lamun yang diamati hampir semuanya adalah berassosiasi dengan fauna Xylophaga. Data beberapa assosiasi fauna krustasea dengan lamun disajikan pada Tabel 1.

(3)

Tabel 1. Spesimen fauna krustasea pada rhizome dan daun lamun Thalassia (WOLFF, 1980)

TRANSPORTASI DAN PENIMBUNAN MATERIAL DI DASAR LAUT DALAM

Padang lamun (seagrass bed) yang luas dapat ditemukan di perairan pesisir, sepanjang pantai Karibia. Telah diketahui bahwa dalam keadaan normal, hanya sejumlah kecil dari Thalassia dan jenis lamun lainnya dapat tercabut dari subtratnya, tetapi pada cuaca angin kencang atau badai, banyak ditemukan daun lamun yang patah bahkan tegakan lamun dapat tercabut bersama dengan akar-akarnya (MOORE, 1963). Pada pengamatan di pantai Florida menunjukkan bahwa timbunan material dari Thalassia dengan diameter sekitar 50 m muncul setelah terjadinya angin ribut (MENZIES et al, 1976). Pada dasar perairan di Karolina Utara ditemukan serasah Thalassia dalam jumlah besar yang berasal dari perairan Florida, Bahama atau Bermuda yang berjarak antara 500-1000 km.

ERICSON et al. (1952) mengatakan bahwa arus turbiditas (turbidity current) merupakan salah satu faktor utama dalam proses transportasi sedimen dan material tumbuhan dari laut dangkal menuju laut dalam. Pada daerah dasar tubir di perairan Karolina Utara ditemukan adanya konsentrasi sedimen dan material lamun yang tinggi sebagai akibat terjadinya angin ribut (topan). Peneltian juga menunjukkan bahwa adanya material Thalassia yang ditemukan di perairan Pulau Virgin adalah disebabkan oleh arus turbiditas, peristiwa alam, seperti adanya angin topan yang menimbulkan sirkulasi air, juga turut berperan terhadap konsentrasi serasah lamun di Pulau Virgin. Informasi tersebut di atas diperoleh dari beberapa foto yang menunjukkan adanya akumulasi material sepanjang daerah pinggiran tubir di perairan tersebut.

MOORE (1963) menyebutkan bahwa sejumlah lamun yang terbawa dan tenggelam

(4)

di laut dalam disebabkan oleh karena terjadinya badai topan atau angin ribut yang menyapu sejumlah material di pantai pesisir. Konsentrasi material lamun tertinggi ditemukan pada kedalaman 2700-3200 meter. Lebih lanjut dikatakan bahwa dari 100 foto yang diteliti, rata-rata ditemukan lebih dari 10 tegakan lamun untuk setiap foto. Walaupun demikian tidak ada informasi tentang rata-rata luas lamun pada foto-foto tersebut. Pada satu foto ditemukan sekitar 20 daun lamun dengan luas area 40 m2. Setelah terjadi topan, ditemukan 48 helai daun perfoto di Laut Blake Plateau pada kedalaman 516 meter.

Sejumlah sampel lamun dalam jumlah besar ditemukan di perairan laut dalam Puerto Rico, Cayman dan Yucatan. Informasi tersebut tidak mengherankan, karena daerah tersebut sangat berdekatan dengan daerah padang lamun, dari jenis Talassia di pesisir pantai Mexico. Menurut para peneliti, bahwa adanya material lamun tersebut merupakan refleksi transportasi dan penimbunan yang disebabkan oleh arus turbiditas (WOLFF, 1980).

LAMUN SEBAGAI SUBSTRAT Substrat keras umumnya jarang ditemukan di perairan laut dalam, sehingga tidak begitu aneh bila lamun menjadi pilihan utama untuk dijadikan substrat oleh beberapa biota yang berasosiasi termasuk fauna krustasea. Hal ini didasarkan atas ditemukannya sejumlah bentuk yang berbeda dari cangkang fauna pada material lamun yang disampel.

Beberapa organisme krustasea yang ditemukan, sebagian besar adalah bukan merupakan taxa utama. Pada bagian daun lamun ditemukan potongan-potongan kecil dari biota yang menempel pada lapisan substrat yang tebal. Lebih kurang 100 organisme dengan panjang antara 5-15 mm ditemukan pada mate-rial lamun. Dari hasil pengamatan, fauna krustasea yang teridentifikasi antara lain adalah:

1. Cirripedia; biota ini ditemukan pada rimpang lamun yang menyerupai sebuah tabung polikhaeta. Teridentifikasi bahwa pada satu teritip dengan panjang 5,2 mm, ditemukan lebih dari 300 jenis yang termasuk marga Arcoscalpellum.

2. Tanaidacea; biota assosiasi ini ditemukan pada daun Thalassia dengan panjang spesimen 2-3 mm. Biota ini termasuk famili Paratanaidae.

LAMUN SEB AGAI TEMPAT BERLINDUNG

Sejumlah spesimen dari Echino-thambema ditemukan pada rizhome lamun. Biota tersebut menggunakan rhizome lamun hanya sebagai tempat berlindung. Kondisi ini juga ditemukan pada beberapa jenis biota dari Isopoda. Spesimen Isopoda ada yang ditemukan pada bagian dalam dan luar dari rhizoma Thalassia (WOLFF, 1975).

Fauna krustasea yang menggunakan lamun sebagai tempat berlindung diantaranya adalah:

1. Isopoda; Dari 55 spesimen yang diteiiti dalam rhizome lamun tersebut ada sekitar 8-9 jenis Isopoda, biota ini mempunyai kelimpahan lebih tinggi di dalam rhizome lamun Thalassia. Jenis umum dari Isopoda yang teridentifikasi adalah dari jenis Echinothambema sp. dengan panjang 4-5 mm yang ditemukan sekitar 80% dalam rhizome dan 20% diluar rhizome. Kadang-kadang pada satu rhizome ditemukan jenis jantan dan betina. Pada beberapa spesimen teridentifikasi biota Katianira sp. dengan ukuran sekitar 3 mm pada rhizome Thalassia. Diduga pada spesimen tersebut juga ada genus Heteromesus yang termasuk suku Ischnomesidae pada beberapa material rhizome lamun dari Thalassia tersebut. Di perairan Puerto Rico ditemukan enam marga

(5)

yang salah satunya merupakan marga baru dari suku Nannoniscidae, mungkin termasuk marga Austroniscus. Spesimen tersebut yang panjangnya sekitar 1,3-2 mm ditemukan dalam material rhizome Thalassia. Kemudian satu jenis baru dari marga Macrostylis yang panjangnya 3 mm juga ditemukan dalam rhizome dan jenis dari marga Haploniscus juga ditemukan pada sejumlah rhizome.

2. Amphipoda; Berdasarkan pengamatan ada satu jenis baru dari marga Onesimoides dari suku Lyasinassidae yang ditemukan pada bagian pangkal rhizome dan daun dari lamun Thalassia.

LAMUN SEBAGAI MAKANAN

Telah diketahui bahwa bahan organik merupakan sumber energi untuk beberapa fauna laut dalam (WOLFF, 1962; SCHOENER & ROWE, 1969; MOORE, 1963; ROPER & BRUNDAGE, 1972). Di sepanjang perairan Carolina ditemukan adanya hubungan antara konsentrasi detritus organik dari material Thalassia dengan distribusi dari beberapa biota pemakan suspensi (suspension feeders). Lebih lanjut dikatakan bahwa di perairan Puerto Rico dan Cayman di temukan fauna Amphipoda dari jenis Onesimoides sp. yang menggunakan Thalassia sebagai sumber makanan. Biasanya fauna ini ditemukan dalam potongan-potongan kayu yang didalamnya terdapat detritus lamun.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lamun merupakan makanan dari fauna herbivorous di perairan laut dalam yang berdekatan dengan daerah padang lamun yang padat di daerah laut dangkal. Hal ini membuktikan bahwa walaupun tidak ada angin topan atau badai, potongan lamun dapat saja terbawa dan terjebak dilaut dalam. Biasanya daun, seludang atau rhizome dari lamun dijadikan makanan bagi fauna herbifora di laut dalam dalam waktu yang relatif lama,

berdasarkan kondisi lingkungan yang biasanya menurun secaraperlahan (JANNASCH et al. 1971; JANNASCH & WIRSEN, 1973).

WOLFF (1975) mengemukakan bahwa ada indikasi biota Isopoda memakan jenis lamun Thalassia. Hal ini berdasarkan material lamun yang berwarna coklat kekuning-kuningan yang diindikasikan sebagai jaringan lamun Thalassia. Pada material tersebut ditemukan bagian mulut dari Krustasea bersama spikula dari sponge dan kista dari alga kuning. Pada material yang lebih lebar, ditemukan Echinothambema yang merupakan pemakan deposit (deposit feeder). Biota tersebut sangat selektif pada ukuran partikel dan kadang-kadang juga dapat berubah menjadi biota karnivora (WOLFF, 1962; MENZIES, 1962).

DAFTAR PUSTAKA

ERICSON, D.B., M. EWING and B.C. HEEZENBERTRAM, 1952.Turbidity currents and sediment in the North Atlantic. Bull. Am. Assoc. Petrol. Geo1. 36:489-511.

HEEZEN, B.C., 1955. Turbidity currents from the Magdalena River, Colombia. Bull. Geol. Soc. Am. 66:15 -72.

JANNASCH, H. W., K. EIMHJELLEN, CO. WIRSEN and A f ARMANFARMIAN, 1971. Microbial degradation of organic matter in the deep sea. Science 171: 672-682.

JANNASCH, H. W. and CO. WIRSEN, 1973. Deep-sea microorganisms: In situ response to nutrient enrichment. Science 180:641-643.

LEMCHE, K., B. HANSEN, F.H. MADSEN, O.S. TENDAL and T. WOLFF, 1976. Hadal life as analyzed from photographs. VidenskMeddr dansk naturh.Foren. 139:263-336

(6)

MENZIES, RJ., 1962. On the food and feeding habits of abyssal organisms as exem-plified by the Isopod. Int. Revue ges. Hydrobiol. 47:339-358.

MENZIES, RJ. and G.T. ROWE, 1969. The distribution and significance odf detrital turtle grass, Thalassia testudinum, on the deep-sea floor off North Carolina. int. Revue ges. Hydrobiol 54 : 217-222. MENZIES, R.J., J.S. ZANEVELD and R.M.

PRATT,. 1967. Transported turtle grass as source of organic enrichment of abyssal sediment off North Carolina. Deep-Sea Res. 14:111-112.

MOORE, D. R.,. 1963. Turtle grass in the deep-sea. Science. 139:1234-1235 OKUTANI, T, 1969. Synopsis of bathyal and

abyssal megalo-invertebrates from Sagami Bay and south off Boso Penin-sula trawled by the R/V Soyomaru. Bull. Tokai Reg. Fish Res. Lab. 50:1-61. PRATT, R.M., 1962. The ocean bottom.

Science 138:492-495.

PEQUEGNAT, W.E., 1972. A deep bottom current on the Mississippi Cone. Texas A & M Univ. Oceanogr. Stud. 2:65-87.

PEQUEGNAT, W.E., B.M. JAMES,. A.H. BOUMA,. W.R. BRYANT AND A.D. FREDERICKS, 1972. Photographic study of deep-sea environments of the Gulf of Mexico. Texas A & M Univ. Oceanogr. Stud. 2:67-128.

ROPER, C.P.E. and W.L. Jr. BRUNDAGE, 1972. Cirrate octopods with associated deep-sea organisms: New biological data based on deep bentithic photo-graphs (Chepalopoda). Smithhson. Contr. Zool. 21:1-46.

SCHOENER, A. and G.T. ROWE, 197O.Pelagic Sargassum and its presence among the deep-sea benthos. Deep-Sea Res. 17: 923-925.

WOLFF, T., 1962. The systematic and biology of bathyal and abyssal Isopoda Assellota. Galathea Rep. 6:1-320. WOLFF, T, 1975. Deep-sea Isopoda from the

Carribean Sea and Puerto Rico Trench. Trudy Inst. Okeanol 100:275-232 (in Russian).

WOLFF, T. 1980. Animals associated with seagrass in the deep sea. In: Handbook of seagrass biology (R.C. Phillips and P.C. McRoy, eds.). Garland STPM Press, New York, p. l99-2.24.

Gambar

Tabel 1. Spesimen fauna krustasea pada rhizome dan daun lamun Thalassia (WOLFF, 1980)

Referensi

Dokumen terkait

: Kegiatan ini berupa penyuluhan mengenai pendidikan seks dasar meliput pengarahan akan persepsi tentang seks, perbedaan antara laki-laki dan perempuan, pengenalan

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI KOTA BANDUNG..

kematian hero dapat dikurangi secara signifikan sekaligus meningkatkan kesempatan memenangi pertempuran. Terkait kalimat interogatif “ana sing gawe orchid pora ta?”,

Diharapkan dari penelitian ini pengalokasian IP, pembangunan jaringan di ICT center bisa terprogram dengan baik dan bisa dimanfaatkan secara maksimal sehingga biaya pendidikan yang

Berdasarkan hasil penelitian, simpulan yang dapat diambil bahwa ‘starfungs’ mampu mempengaruhi keberadaan Escherichia coli, akan tetapi tidak dapat mempengaruhi

Dalam hal ini sesak nafas dapat berupa : exertional dyspnea dimana sesak muncul jika pasien beraktifitas, orthopnea dimana sesak yang muncul berkurang dengan mengambil posisi

Misalnya dalam upacara Karo atau tradisi lainnya di setiap wilayah hampir sama tetapi ada sedikit yang membedakan, itu terkait dengan desakalapatra-nya (Wawancara Pak Kariadi pada

Observasi memiliki pengertian yang berbeda antara sumber satu dengan yang lain walau pada dasarnya memiliki prinsip yang sama, dapat disimpulkan bahwa observasi adalah