• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Uraian hasil penelitian pada bab IV dilaksanakan berdasarkan pembagian daerah (kecamatan) sesuai dengan lokasi ditemukannya pusat game online tersebut. Analisis yang diuraikan melalui sub bab berikut terdiri dari analisis tindak tutur, jenis dan fungsinya, cara penyampaiannya, serta prinsip kerja sama dan kesantunan yang ditemukan pada saat terjadi tuturan antar gamer di permainan game online.

1. Jenis dan Fungsi Tindak Tutur yang Ditemukan dan Paling Dominan pada Komunitas Gamer di Kota Solo

a. Tindak Tutur pada Komunitas Gamer Kecamatan Laweyan

Tindak tutur yang ditemukan pada bagian ini menggunakan Bahasa Jawa karena ketiga penutur tinggal di daerah Solo dengan latar belakang identitas Suku Jawa. Ragam bahasa yang digunakan dalam tindak tutur ini adalah tidak resmi (Bahasa Jawa Ngoko) untuk menunjukkan keakraban antar penutur satu dengan lainnya. Penutur A dan B mempunyai hubungan teman sekelas sedangkan penutur C adalah kakak kelas mereka pada Sekolah Menengah Atas yang sama.

Setting

Lokasi : Bumble (Laweyan) Waktu : Minggu, 16.10 WIB Tanggal : 10 Maret 2013 Game : Point Blank

Informasi Penutur

A: SMA kelas 1/15 tahun/Suku Jawa/Laki-laki/Nickname „RedBaron999‟ B: SMA kelas 1/14 tahun/Suku Jawa/Laki-laki/Nickname „ProfessorHode‟ C: SMA kelas 2/16 tahun/Suku Jawa/Laki-laki/Nickname „GrimReaper‟

(2)

commit to user (1)

Konteks: Percakapan antara penutur A dan B berlangsung pada saat mode pembuatan

room pada game online Point Blank. Terjadi dialog antara penutur A yang bertugas

sebagai pembuat room dengan penutur B yang akan memasuki room tersebut. Bentuk tuturan:

(1.1) A: Aku wis, kaya biasane ta? Heh (B), ayo, iki lho room-e. Cepet! (Saya sudah, seperti biasanya kan? Hei (B), ayo, ini lho room-nya. Cepat! ) (1.2) B: Wols wols, ki lho lagi searching. Room pira mau?

(Wols wols, ini lho baru mencari. Room berapa tadi?) (1.3) A: Ah, pekok tenan. Suwe! Pindah weh pindah. Kebak. (Ah, bodoh sekali. Lama! Pindah saja pindah. Penuh.)

Data tuturan (1.1) diawali dengan kalimat afirmatif “aku wis” oleh penutur A untuk menyatakan bahwa dirinya sudah dalam keadaan siap untuk mulai memasuki

room atau „ruangan‟ dan memilih tipe permainan selanjutnya. Kalimat dari penutur A

dengan jenis tindak tutur asertif dan mengandung fungsi mengatakan perihal kondisi penutur A tersebut diikuti oleh kalimat tanya “kaya biasane ta?” sebagai jenis tindak tutur komisif. Kalimat interogatif itu, selain berfungsi sebagai pertanyaan, juga mengandung implikatur bahwa penutur A meminta persetujuan kepada penutur B dan C untuk memilih tipe permainan yang mereka biasa mainkan, yaitu tipe deathmatch atau permainan untuk menentukan pemenang dengan jumlah nilai tertinggi. Kalimat imperatif pada tuturan berikutnya memiliki jenis tindak tutur direktif beserta fungsinya untuk memerintah, yaitu pada “heh (B), ayo” dan “cepet!” Konteks yang terjadi akibat munculnya tuturan tersebut dikarenakan penutur B yang terlambat menemukan room dimana penutur A dan C sudah siap di dalamnya. Penutur A mengucapkan tuturan tersebut dengan intonasi tinggi karena penutur A sudah menentukan room yang dipilih dan tidak sabar menunggu penutur B yang terlambat masuk. Keputusan penutur A yang diucapkan pada kalimat afirmatif “iki lho room-e” tergolong ke dalam jenis tindak tutur asertif sekaligus berfungsi untuk menunjukkan karena di dalam tuturannya terdapat satu petunjuk terkait room yang akan dipakai.

Tuturan selanjutnya dari penutur B berwujud respon bagi kalimat sebelumnya. Penutur B pada data (1.2) menggunakan kalimat imperatif sebagai jenis tindak tutur direktif dengan fungsi menganjurkan penutur A agar tetap sabar menunggu penutur B

(3)

commit to user

bergabung pada room yang sudah ditentukan sebelumnya. Permintaan penutur B ini dijelaskan pada tuturan “wols wols” yang diadaptasi dari Bahasa Inggris slow „pelan‟ dan dijadikan slang dengan cara membalik fonem pada katanya. Makna pada slang wols sama dengan makna pada kata „tenang‟ atau „santai‟. Tuturan B dilanjutkan dengan kalimat yang berfungsi untuk mengatakan pada penutur A dengan tuturan “ki lho lagi

searching” untuk menjelaskan alasan penutur B belum juga bergabung dengan penutur

A dan C di room yang sudah ditentukan. Konteks yang mendasari terjadinya tuturan “ki

lho lagi searching” sesuai dengan keadaan server game Point Blank yang penuh dengan

pemain online sehingga mengakibatkan jumlah room yang mencapai 215 buah pada saat terjadinya tuturan. Kalimat afirmatif pada tuturan “ki lho lagi searching” berjenis tindak tutur asertif. Lain halnya pada tuturan yang mengikutinya “room pira mau?”, karena berwujud kalimat interogatif, dapat dimasukkan ke dalam kelompok jenis tindak tutur komisif. Fungsi bertanya yang melekat pada tuturan B tersebut mengandung makna meminta konfirmasi letak room yang digunakan oleh penutur A dan C.

Respon tuturan A kepada penutur B yang terdapat selanjutnya dalam data (1.3) menunjukkan terjadinya konflik yang diakibatkan oleh keterlambatan penutur B untuk menemukan dan memasuki room seperti yang sudah diuraikan sebelumnya. Penutur A mengawali tuturan dengan interjeksi “ah” sambil menuturkannya dengan intonasi tuturan yang meninggi untuk menunjukkan emosi penutur A kepada penutur B. Emosi ketidaksabaran penutur A diutarakan lebih jelas di tuturan selanjutnya “pekok tenan,

suwe!” untuk merujuk pada penutur B yang pada saat terjadi tuturan masih berkutat

pada pencarian room permainan meskipun penutur A dan C sudah siap di dalam room tersebut. Jenis tindak tutur pada kalimat “pekok tenan, suwe!” adalah verdiktif fungsi menyalahkan karena mengandung makian “pekok” yang timbul akibat tindakan tak responsif penutur B sebelumnya yang membuat penutur A hilang kesabaran. Kalimat imperatif “pindah weh pindah” muncul berikutnya sebagai jenis tindak tutur direktif untuk memerintah penutur B dan C mengganti room semula yang sudah penuh dengan pemain lainnya tanpa kehadiran penutur B. Penjelasan konteks tersebut sesuai dengan pernyataan pada tuturan “kebak” yang diucapkan oleh penutur A sebagai laporan kepada penutur B dan C. Oleh karena itu, jenis tindak tutur pada tuturan “kebak” adalah asertif dengan fungsinya untuk mengatakan.

(4)

commit to user (2)

Konteks: Percakapan antara penutur A, B, dan C terjadi akibat penutur A meminta suatu

item berwujud senjata dari penutur C. Penutur B bergabung di tengah percakapan yang

sedang berlangsung antara penutur A dan C untuk ikut berkomentar tentang permintaan penutur A.

Bentuk tuturan:

(2.1) A: (C), senjatamu sida tuku ra wingi? Sing lawas gift-en aku ndang!

((C), kamu jadi beli senjata atau tidak kemarin? Senjatamu yang lama gift ke saya buruan!)

(2.2) B: Ra modal le. (Kamu tidak modal)

(2.3) C: Ra sudi! Tukunen dewe! (Tidak sudi! Beli saja sendiri!)

(2.4) A: Ah, te! Pelitmen kowe karo kanca. (Ah, te! Pelit sekali kamu sama teman) (2.5) C: Kanca kere!

(Teman miskin!)

(2.6) B: {tertawa}, Wis, ki room-e 108. Tero? Ya, tero. (sudah, ini roomnya 108. Tero? Ya, tero.)

Data nomor (2.1) mengandung konteks pembicaraan yang melibatkan penutur A dan C mengenai jual beli senjata yang digunakan dalam game Point Blank. Lawan bicara penutur A yang sebelumnya adalah penutur B berubah menjadi penutur C pada tuturan “(C), senjatamu sido tuku ra wingi? Sing lawas gift-en aku ndang!” Jenis tindak tutur komisif dengan fungsinya untuk bertanya ditemukan pada kalimat interogatif di tuturan “(C), senjatamu sida tuku ra wingi?” karena penutur A ingin menanyakan informasi perihal keputusan penutur C untuk membeli senjata pada satu hari sebelum terjadinya tuturan. Jual beli senjata pada permainan Point Blank dapat dilakukan dengan menggunakan mata uang pada permainan tersebut yang diperoleh dari upah setelah menyelesaikan suatu misi. Namun, penutur C menggunakan fitur jual beli lainnya untuk melakukan pembelian senjata, yaitu dengan mata uang Rupiah dalam wujud voucher yang dapat dikonversikan menjadi mata uang pada permainan Point Blank setelah penutur C memasukkan serangkaian kode yang terdapat pada voucher tersebut. Tuturan

(5)

commit to user

dengan wujud kalimat imperatif “sing lawas gift-en aku ndang!” termasuk dalam jenis tindak tutur direktif karena penutur A memerintahkan penutur C untuk memberikan senjata lamanya kepada penutur A melalui fitur gift. Fitur gift yang ada pada permainan

Point Blank memungkinkan terjadinya pengiriman barang yang dapat dilakukan oleh

para pemain online. Kata gift yang dapat juga digolongkan ke dalam istilah khusus komunitas gamer ini berasal dari Bahasa Inggris yang berarti „hadiah‟ sebagai nomina atau „menghadiahkan‟ sebagai verba.

Respon penutur B pada data (2.2) yang diutarakan berikutnya “ra modal le” tergabung dalam jenis tindak tutur verdiktif dengan fungsi untuk menghina. Hinaan tersebut ditujukan kepada penutur B yang terkesan tidak mau rugi atau hanya ingin mendapatkan keuntungan berupa senjata gratis pemberian dari penutur C. Kata sapaan “le” di akhir tuturan berasal dari Bahasa Jawa sebagai bentuk sapaan dari seseorang yang lebih tua kepada anak kecil laki-laki. Kata sapaan “le” dalam konteks itu memiliki fungsi yang bergeser menjadi sapaan untuk menunjukkan keakraban karena penutur B yang pada saat terjadi tuturan berumur 14 tahun menyapa penutur A yang lebih tua umurnya, yaitu 15 tahun. Dapat ditemukan implikatur bahwa hinaan penutur B kepada penutur A diutarakan sebagai balasan untuk makian “pekok” yang telah disampaikan penutur A kepada penutur B di data nomor (1).

Penutur C dengan tuturannya pada data nomor (2.3) “ra sudi! Tukunen dewe!” disampaikan untuk penutur A guna menanggapi permintaan penutur A yang menyuruh penutur C memberikan senjata bekas kepadanya. Tuturan dengan bentuk kalimat negatif “ra sudi!” sebagai wujud tanggapan penutur C untuk tidak memenuhi permintaan penutur A termasuk ke dalam jenis tindak tutur komisif sekaligus memiliki fungsi sebagai penolakan. Sedangkan tuturan “tukunen dewe!”, karena berwujud kalimat imperatif, termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif dengan fungsinya untuk memberi perintah.

Tuturan selanjutnya dalam (2.4) oleh penutur A masih terkait dengan konteks pembicaraan sebelumnya. Penutur A menyebut penutur C dengan sapaan yang bersifat juga sebagai umpatan “te” (akronim dari lonte dalam Bahasa Jawa) karena penolakan penutur C yang sudah diutarakan sebelumnya. “Te” atau “lonte” yang bermakna „pelacur‟ dalam Bahasa Indonesia sering digunakan sebagai umpatan atau kata panggilan oleh para pemain game online apabila terjadi konteks tuturan yang merujuk

(6)

commit to user

pada situasi yang mengecewakan, penolakan, kemarahan, dan kebohongan. Meskipun penutur C disebut dengan kata sapaan yang tidak baik, tak terjadi konflik antar penutur karena masing-masing sudah memahami makna kata “te” pada konteks tuturan ini dengan schemata yang sama pula. Tuturan selanjutnya pada kalimat afirmatif “pelitmen

kowe karo kanca” memiliki makna tak langsung sebagai keluhan yang disampaikan

penutur A kepada penutur C karena telah memutuskan untuk menolak memberikan senjata bekasnya. Melalui penjelasan konteks tersebut, tuturan yang bersifat keluhan itu dapat digabungkan ke dalam jenis tindak tutur asertif fungsi menyebutkan. Implikatur yang dapat diungkapkan pada tuturan “pelitmen kowe karo kanca” yaitu penutur A masih berusaha mendapatkan keinginannya untuk memperoleh senjata bekas penutur C. Implikatur ini dikuatkan melalui kata Bahasa Jawa “kanca” yang diartikan „teman‟ untuk mengingatkan hubungan pertemanan antar penutur sehingga penutur C dapat merubah keputusannya dan akhirnya menuruti permintaan penutur A atas dasar hubungan pertemanan tersebut.

Berbeda dengan maksud penutur A yang sudah ditemukan dalam implikatur data sebelumnya, respon penutur C dalam tuturan (2.5) “kanca kere!” mengindikasikan bahwa keputusan untuk tidak memberikan senjata kepada penutur A tetap tidak berubah. Jenis tindak tutur verdiktif dengan fungsi untuk menghina ditemukan pada data tersebut dengan petunjuk dari kata “kere” yang dalam Bahasa Indonesia berarti „miskin‟.

Rangkaian debat yang terjadi antara penutur A dan C pada sejumlah tuturan data nomor (1) diakhiri oleh penutur B dengan tuturannya di data nomor (2.6). Tuturan “wis, ki room-e 108” memiliki implikatur bahwa penutur B yang sejak semula memperhatikan konflik pembicaraan antara penutur A dan C bermaksud untuk menyudahi dan melerai mereka dengan cara memberikan informasi mengenai room permainan yang sudah ditentukan dengan nomor 108. Melalui informasi yang disampaikan oleh penutur B tersebut, tuturan yang saling melanggar prinsip kesantunan, khususnya pada maksim simpati dapat dihentikan demi menghindari konflik selanjutnya yang dapat terjadi antara penutur A dan C. Jenis tindak tutur performatif dengan fungsinya untuk mengumumkan ditemukan pada data nomor (2.6) sesuai dengan maksud penutur B yang sudah membuat room baru dan memutuskan letak room tersebut pada nomor 108. Terkait dengan keputusan penutur B tersebut, data tuturan

(7)

commit to user

nomor (2.6) mempunyai fungsi menyuruh yang ditujukan kepada penutur A dan C untuk mengikuti penutur B memasuki room 108. Tuturan “tero? Ya, tero” mengandung istilah khusus khas game online Point Blank dengan kelas kata nomina “tero” yang berwujud akronim untuk kata „teroris‟. „Tero’ dan „CT’ (counter terorist „pelawan teroris‟) adalah dua kelompok yang saling berperang dalam permainan Point Blank sebagai analogi dari pertikaian teroris dan polisi pada dunia nyata. Sebelum memulai permainan, para pemain online diharuskan memilih antara dua karakter berbeda tersebut untuk menyelesaikan suatu tugas yang berbeda pula. Tuturan “Tero? Ya, tero” yang disampaikan oleh penutur B dan ditujukan pada penutur A dan C mempunyai konteks bahwa kebiasaan mereka memilih karakter teroris di permainan Point Blank akan dilakukan lagi pada saat itu. Jenis tindak tutur komisif dapat ditemukan pada tuturan tersebut dengan dua fungsi yang berbeda. Fungsi pertama adalah untuk menanyakan karena di awal tuturan, penutur B menanyakan terlebih dahulu kepada penutur A dan C perihal penentuan karakter yang akan digunakan. Sedangkan fungsi kedua untuk persetujuan melekat pada tuturan “ya, tero” yang disampaikan penutur B setelah penutur A dan C menunjukkan sikap setuju dengan kode anggukan kepala.

(3)

Konteks: Percakapan antara penutur A, B, dan C berlangsung ketika game sedang berlangsung. Peserta tutur saling memberitahukan strategi permainan untuk memenangkan pertempuran yang terjadi di dalam game.

Bentuk tuturan:

(3.1) A: Double kill! Modara! Ah, asu! Balik markas, (B) markas! (Double kill! Matilah! Ah, anjing! Kembali ke markas, (B) markas!) (3.2) B: Iya. La iki, la iki!

(Iya. La ini, la ini) (3.3) C: Mbokong (B)? (Mbokong (B)?)

(3.4) A: Ah, cacad! (C), uncali telek wae! Ndelik kuwi buri markas.

(Ah, cacad! (C), lempar telek saja! Bersembunyi itu di belakang markas.) (3.5) C: Cerewet! (B), bareng, cover ya.

(8)

commit to user (3.6) B: Ayo! Modara!

(Ayo! Matilah!)

(3.7) A: {tertawa} Diamond cacad!

Untaian tuturan pada data nomor (3) terjadi pada saat peserta tutur berada dalam kondisi permainan yang sedang berlangsung, berbeda dengan data nomor (1) dan (2) yang diambil ketika peserta tutur berada dalam mode mempersiapkan permainan. Konteks tuturan yang terjadi pada data nomor (3) lebih berwujud tuturan ringkas karena peserta tutur lebih disibukkan dengan permainan mereka yang harus berkonsentrasi dengan layar monitor sambil mengkoordinasikan kemampuan motorik menggunakan

keyboard dan mouse. Meskipun tidak terjadi kontak mata antar peserta tutur, dapat

diketahui secara tersirat arah tuturan antara penutur dan lawan tuturnya karena mereka duduk berdekatan satu dengan lainnya.

Awal mula tuturan pada data nomor (3.1) dimulai oleh penutur A dengan tuturan yang berjenis tindak tutur asertif “double kill” untuk memberitahukan sebutan yang disandang penutur A karena dapat membunuh dua musuh secara berturut-turut dalam satu ronde permainan sebelum terbunuh oleh musuh lainnya. Fungsi tindak tutur mengatakan ditemukan pada tuturan tersebut sebagai pemberitahuan terhadap penutur B dan C.

Tuturan dalam bentuk imperatif “modara!” sebagai bentuk ekspresi ancaman dari Bahasa Jawa memiliki jenis tindak tutur direktif dan berfungsi untuk memerintahkan lawan tuturnya, yaitu karakter CT, di dalam permainan untuk “modar” atau „mati‟ akibat tembakan dari penutur A kepadanya. Penutur A mendapatkan nilai dan sejumlah experience „pengalaman‟ sesuai dengan jumlah musuh yang dapat dibunuh. Sebaliknya, apabila terbunuh, pengalaman yang seharusnya didapatkan secara penuh akan berkurang. Situasi terbunuh oleh musuh yang dialami oleh penutur A tersebut mengakibatkan terjadinya umpatan pada tuturan selanjutnya “ah, asu!” sebagai jenis tindak tutur verdiktif sekaligus fungsinya untuk mengumpat. Melalui tuturan “balik markas, (B) markas!”, penutur A kemudian memberikan perintah kepada penutur B untuk membalaskan kematiannya dengan cara memberitahu letak CT musuh yang berada di kawasan markas tero. Kalimat perintah yang terkandung dalam tuturan tersebut terkait dengan jenis tindak tutur direktif dan fungsi memberi perintah.

(9)

commit to user

Penutur B, yang pada saat itu sedang berusaha mencari posisi musuh, langsung menuruti perintah yang diberikan oleh penutur A dan kembali ke markas untuk melakukan kill. Tuturan “iya” dalam (3.2) sebagai bentuk respon melaksanakan perintah termasuk dalam klasifikasi jenis tindak tutur komisif yang memiliki fungsi menyetujui. Selain jenis tindak tutur komisif tersebut, ditemukan juga jenis asertif yang berfungsi untuk menunjukkan pada tuturan “la iki, la iki!” Kata “iki” merujuk pada musuh yang telah ditemukan keberadaannya dengan posisi yang membelakangi penutur B. Posisi penutur B yang berada tepat di belakang musuh memberikan keuntungan besar karena musuh tersebut tidak dapat melihat dan menyadari keberadaan penutur B sehingga kill mudah untuk dilakukan. Istilah khusus untuk posisi membunuh tersebut dipahami oleh komunitas gamer dengan sebutan mbokong yang berasal dari kata dalam Bahasa Jawa

bokong atau „pantat‟. Penjelasan konteks situasi tersebut sesuai dengan fungsi

pertanyaan yang diajukan oleh penutur C pada tuturan (3.3) “mbokong (B)?” yang berwujud kalimat interogatif dengan jenis tindak tutur komisif fungsi bertanya.

Meskipun penutur B memiliki situasi yang sangat menguntungkan dengan cara

mbokong musuh, bukan berarti musuh tersebut tidak punya kesempatan untuk

menghindari kematiannya. Konteks ini mendasari terjadinya tuturan selanjutnya dalam (3.4) “ah, cacad! (C), uncali telek wae! Ndelik kuwi buri markas” yang diucapkan penutur A untuk memberikan komentar dengan nada menghina pada penutur B. Hinaan yang dimaksud adalah tuturan “ah, cacad!” sebagai jenis tindak tutur verdiktif karena musuh yang seharusnya sudah tewas terkena tembakan penutur B ternyata masih dapat berlari dan bersembunyi. Lokasi keberadaan musuh yang hampir tewas tersebut diberitahukan penutur A dengan kalimat berjenis tindak tutur asertif “ndelik kuwi buri markas” untuk menunjukkan bahwa musuh sedang bersembunyi di bagian belakang markas tero. Oleh karena itu, strategi yang lebih mudah digunakan untuk membunuh musuh tersebut disampaikan kembali oleh penutur A kepada penutur C melalui perintah “(C), uncali telek wae!” yang mengandung istilah khusus kelas kata nomina telek atau „tahi kotoran‟ untuk menyebut granat tangan sebagai salah satu senjata permainan Point

Blank. Tuturan “(C), uncali telek wae!” termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif

dengan fungsinya untuk memberi perintah.

Pada tuturan berikutnya pada (3.5), tampak jelas bahwa penutur C merasa terganggu dengan perintah yang diberikan sebelumnya karena konteks yang mendasari

(10)

commit to user

adalah penutur A berprofesi sebagai adik kelas penutur C. Perintah yang diberikan oleh penutur A kepada penutur C dengan usia yang lebih tua menimbulkan kesan tidak menghargai kedudukan sosial, sehingga timbul tuturan “cerewet!” dengan jenis tindak tutur verdiktif guna fungsi menghina atas perintah sebelumnya yang disampaikan penutur A. Dengan adanya ekspresi hinaan tersebut, penutur C memilih tidak menuruti perintah penutur A untuk menggunakan granat tangan melainkan mengajak penutur B bersama-sama membunuh musuh melalui tuturan “(B), bareng, cover ya”. Jenis tindak tutur direktif fungsi memerintah yang melekat pada tuturan tersebut memberikan perintah supaya penutur B menyerang bersama sekaligus memberikan „perlindungan‟ pada penutur C yang disampaikan sesuai dengan istilah khusus verba cover yang ditemukan di dalamnya.

Penutur B dalam data (3.6) memutuskan untuk menyetujui perintah dari penutur C untuk melakukan penyerangan bersama dengan menuturkan “ayo!” sebagai jenis tindak tutur komisif dengan fungsinya untuk menyetujui. Tuturan “modara!” memiliki penjelasan serupa dengan tuturan yang sama persis di awal data nomor (3.1), yaitu jenis direktif fungsi memberi perintah.

Akhir tuturan pada data nomor (3.7) diawali dengan ekspresi tawa penutur A untuk menunjukkan perasaan senang karena kerja sama antara penutur B dan C akhirnya berhasil. Strategi menyerang secara bersama-sama tersebut dapat menewaskan musuh yang ternyata diketahui berikutnya memiliki pangkat tinggi dalam permainan

Point Blank dengan sebutan istilah khusus komunitas gamer diamond. Diamond atau

dalam Bahasa Indonesia diartikan „berlian‟ adalah pangkat yang diberikan kepada

gamer online Point Blank karena tidak hanya telah menyelesaikan misi-misi sukar tetapi

juga memiliki banyak pengalaman bermain. Kepuasan telah berhasil membunuh musuh setingkat diamond yang terdapat pada tuturan “diamond cacad!” memiliki jenis tindak tutur verdiktif dengan fungsinya untuk menghina.

(4)

Konteks: Penutur A, B, dan C melakukan percakapan tentang kegiatan di sekolah mereka. Percakapan berlangsung di mode tunggu setelah menyelesaikan pertempuran sebelumnya dan mempersiapkan pertempuran berikutnya.

(11)

commit to user C: Sisuk ana upacara pa ra?

(besok ada upacara apa tidak?)

A: Mboh. Eh (B), wingi Pak Biologi iso nesu-nesu dewe ta ning kelasku.

(Tidak tahu. Eh (B), kemarin Pak Biologi bisa marah-marah sendiri di kelasku.) B: Pa iya? La ngapa

(Apa iya? Kenapa?)

A: Sak kelas sing garap PR wong telu tok.

(Satu kelas yang mengerjakan PR hanya tiga orang.) B: Serius lo? Trus gue harus bilang wow gitu?

A: Tekke! Alay le le. Atase wali kelasku melu nesu-nesu yo an. (Pikirannya! Alay. Sampai wali kelasku ikut marah-marah juga.)

Meskipun terdapat berbagai macam jenis tindak tutur dengan fungsinya yang berbeda-beda pada data nomor (4), penulis tidak melakukan analisis lebih lanjut lagi karena pembatasan data yang diambil adalah yang terkait dengan aktivitas permainan

game online terhadap game itu sendiri. Pada kenyataannya, konteks pembicaraan yang

terdapat di dalam rangkaian data nomor (4) hanya berkutat pada tuturan terkait kehidupan nyata peserta tutur di sekolah, antara lain perihal upacara bendera, pekerjaan rumah, dan guru mata pelajaran. Untuk membantu pembaca mengerti tindak tutur dalam Bahasa Jawa tersebut, penulis menambahkan transkrip Bahasa Indonesia agar pemahaman terkait tidak ditemukannya tuturan game online yang dimainkan dapat dibuktikan. Dengan adanya penjelasan konteks tindak tutur sebelumnya, data nomor (4) digolongkan ke dalam data residu.

(5)

Konteks: Dialog antara penutur A dan C berlangsung saat mereka sedang melakukan pertempuran dalam tim yang sama. Penutur C yang melakukan kesalahan mendapatkan kritikan oleh penutur A.

Bentuk tuturan:

(5.1) A: Asu! Flashbangmu le! (Anjing! Flashbangmu!)

(5.2) C: Kena ta, sori jek! {tertawa} (Kena ya, maaf jek!)

(12)

commit to user

Data terkait tindak tutur yang berhubungan dengan game online Point Blank kembali ditemukan di data nomor (5) setelah terjadi fenomena munculnya data residu di data nomor (4). Meskipun hanya terdiri dua tuturan antara penutur A dan C, terdapat istilah khusus baru yang belum muncul sebelumnya, yaitu flashbang pada tuturan (5.1) “asu! Flashbangmu le!” Penutur A yang memaki penutur C dengan sebutan “asu” disebabkan oleh konteks tuturan yang merugikan karena penutur C tidak sengaja melemparkan flashbang di dekat penutur A. Flashbang yang dimaksud dalam tuturan ini mengacu pada salah satu macam granat tangan yang fungsinya membutakan penglihatan musuh karena flashbang menghasilkan kilatan yang sangat menyilaukan. Dalam Point Blank, flashbang sangat efektif untuk melumpuhkan musuh karena apabila terkena, layar monitor akan menjadi putih selama beberapa detik sehingga menyebabkan pemain tidak dapat melakukan apa-apa. Dalam kurun waktu beberapa detik itu, pihak yang melemparkan flashbang dapat dengan mudah melakukan kill kepada musuhnya. Walaupun demikian, efek silau tidak hanya dirasakan oleh musuh, tetapi juga rekan satu tim yang juga dialami oleh penutur A. Tuturan “asu!

Flashbangmu le!” terklasifikasi ke dalam jenis tindak tutur verdiktif dan berfungsi

untuk mengumpat dan menyalahkan.

Konteks situasi tuturan A yang merasa dirugikan tersebut menimbulkan kalimat permintaan maaf oleh penutur C pada (5.2) dengan mengucapkan “kena ta, sori

jek!” Terdapat dua bagian dari tuturan itu, bagian pertama “kena ta” mengandung jenis

tindak tutur asertif karena fungsi dalam tuturannya untuk mengatakan. Sedangkan bagian selanjutnya “sori jek!” berjenis tindak tutur ekspresif fungsi meminta maaf. Terkait fungsi tuturan “sori jek!”, penulis mengambil kesimpulan bahwa penutur C tidak benar-benar meminta maaf kepada penutur A meskipun terdapat kata “sori” pada kalimatnya. Fungsi tuturan tersebut lebih mengarah pada menyindir karena penutur C menertawakan makian yang sudah diucapkan penutur A pada tuturan sebelumnya. Pelanggaran maksim simpati jelas terjadi di tuturan ini meskipun hal tersebut tidak terlalu berpengaruh kepada hubungan pertemanan antara penutur A dan C. Kata sapaan untuk menunjukkan keakraban “jek” berwujud variasi bahasa slang dan sering digunakan oleh komunitas gamer.

(13)

commit to user (6)

Konteks: Penutur A dan B berada dalam akhir pertempuran game online Point Blank ketika dialog terjadi. Kedua penutur saling memberikan selamat karena mereka berhasil memenangkan pertempuran dengan kerja sama yang baik.

Bentuk tuturan:

(6.1) B: Sip! GG everybody! (Bagus! GG semuanya!) (6.2) A: Yoi coy.

(Iya coy.)

Penutur B mengucapkan “sip! GG everybody!” pada (6.1) dengan intonasi meninggi guna memberikan pujian kepada permainan keseluruhan tim yang dapat memenangkan pertandingan deathmatch. Kata “sip” yang dapat juga diartikan „bagus‟ ditambahkan dengan keterangan GG yang berwujud singkatan dari Bahasa Inggris good

game „permainan bagus‟. Istilah khusus GG seringkali dituturkan oleh para komunitas

pemain game online dengan perasaan senang apabila dapat meraih kemenangan pada suatu pertempuran atau pertandingan. Kalimat pada tuturan “sip! GG everybody!”, yang tergolong ke dalam jenis tindak tutur verdiktif dengan fungsi memuji, langsung disetujui oleh penutur A dengan menuturkan kalimat dengan jenis tindak tutur komisif pada (6.2) “yoi coy!” Kata “yoi” adalah variasi dari kata “ya” untuk mengiyakan suatu keadaan. Berikutnya, kata “coy” adalah kata sapaan untuk menunjukkan keakraban dan berfungsi sama seperti kata sapaan “jek” yang telah ditemukan sebelumnya.

b. Tindak Tutur Komunitas Gamer Kecamatan Banjarsari

Data tindak bagian ini melibatkan empat penutur yang semuanya berprofesi sebagai mahasiswa semester II di salah satu universitas swasta di wilayah kota Solo. Para penutur mempunyai latar belakang pendidikan sama, yaitu mahasiswa Fakultas Ekonomi dengan hubungan kedekatan yang akrab satu sama lainnya. Peserta tutur yang berjumlah empat tersebut terdiri dari tiga orang yang berasal dari suku Jawa dan satu orang suku Betawi, seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Dengan perbedaan umur yang hanya selisih satu tahun, peserta tutur menggunakan berbagai macam jenis tindak tutur dan fungsi yang berbeda-beda melalui tuturan dengan sifatnya yang tidak resmi dan santai. Penggunaan tuturan semacam itu sangat tepat demi tersampaikannya maksud

(14)

commit to user

dari masing-masing penutur yang membutuhkan wujud tuturan singkat, lugas, dan sederhana ketika mereka memainkan game online.

Setting

Lokasi : Wiz (Banjarsari) Waktu : Rabu, 19.25 WIB Tanggal : 13 Maret 2013 Game : Avalon

Informasi Penutur

A: Universitas semester II/19 tahun/Suku Betawi/Laki-laki/Nickname „RockValcony‟ B: Universitas semester II/19 tahun/Suku Jawa/Laki-laki/Nickname „66Devil66‟ C: Universitas semester II/20 tahun/Suku Jawa/Laki-laki/Nickname „SanatsukeSagara‟ D: Universitas semester II/20 tahun/Suku Jawa/Laki-laki/Nickname „VanDerRugrat‟

(7)

Konteks: Percakapan antara penutur B dan C terjadi di pusat game online Wiz. Topik pembicaraan berpusat pada password dalam game online Avalon.

Bentuk tuturan:

(7.1) C: Ndes, ra isa login ki piye? Asem ik, piye jal?

(Ndes, tidak bisa login ini bagaimana? Asem, bagaimana ini?) (7.2) B: Passwordmu bar mbok ganti ta. Eling-elingen.

(passwordmu baru saja diganti kan. Diingat-ingat dulu.) (7.3) C: Oh, la iya. Isa wis an ndes. {tertawa}

(Oh iya. Sudah bisa ini ndes)

Topik pembicaraan yang terjadi pada data nomor (7) adalah password „kata sandi‟ penutur C yang sudah dirubah sehingga menimbulkan ketidakmampuan penutur C untuk memasuki permainan. Password dan username „nama pengguna‟ adalah dua syarat yang harus disertakan untuk berhasil memasuki permainan pada semua macam

game online.

Jenis tindak tutur pertama yang ditemukan pada data nomor (7.1) adalah komisif di kalimat interogatif “ndes, ra isa login ki piye?” Bentuk tuturan yang

(15)

commit to user

mengandung kata tanya “bagaimana” tersebut memiliki fungsi tindak tutur bertanya yang ditujukan kepada penutur B. Penggunaan kata sapaan “ndes” sebagai akronim dari

gondes (Jawa: gondrong desa/ Indonesia: seorang laki-laki yang berasal dari desa dan

memiliki model rambut panjang) menimbulkan implikatur bahwa penutur C memiliki hubungan akrab dengan penutur B. Implikatur tersebut muncul karena penutur B tidak merasa tersinggung meskipun penutur C telah melanggar maksim penghargaan ketika menyapa penutur B dengan kata sapaan bersifat negatif. Pada tindak tutur yang masih sama juga, ditemukan istilah khusus komunitas gamer login yang berasal dari Bahasa Inggris. Kelas kata verba login adalah istilah yang digunakan para gamer untuk merujuk tindakan memasuki permainan setelah username dan password berhasil dituliskan.

Tuturan selanjutnya oleh penutur C pada kalimat tanya “asem ik, piye jal?” muncul setelah beberapa kali penutur C mencoba memasukkan username dan password meskipun selalu gagal. Jenis tindak tutur dan fungsinya sama dengan tuturan sebelumnya, yaitu komisif dan bertanya untuk meminta jawaban. Sikap tidak sabar digambarkan oleh penutur C karena selalu gagal login dengan ujaran “asem”. Oleh penutur Bahasa Jawa, kata “asem” tepat mengekspresikan perasaan jengkel, kecewa, tidak sabar, atau marah.

Penutur B menerapkan tindakan yang sesuai dengan maksim pemufakatan untuk membantu memecahkan masalah penutur C yang sudah diuraikan sebelumnya dengan kalimat afirmatif pada (7.2) “passwordmu bar mbok ganti ta. Eling-elingen”. Jenis tindak tutur asertif kembali ditemukan dalam tuturan tersebut dengan fungsinya untuk memberikan penjelasan. Penjelasan yang dimaksud oleh penutur B mengenai

password yang sudah diganti ditekankan lagi kepada penutur C dengan kalimat

imperatif “eling-elingen” sebagai jenis tindak tutur direktif sekaligus berfungsi untuk memberi perintah.

Jenis tindak tutur asertif pada kalimat terakhir data nomor (7.3) oleh penutur C menunjukkan bahwa login sudah dapat dilakukan. Tuturan tersebut memiliki fungsi memberikan penjelasan sesuai dengan implikatur yang tersirat pada kalimat “oh, la iya.

Isa wis an ndes”. Penggalan kalimat “isa wis an” berimplikatur bahwa penutur C

berhasil login ke dalam permainan. Perasaan lega penutur C atas keberhasilannya itu ditunjukkan juga dengan ekspresi tawa di akhir tuturannya.

(16)

commit to user (8)

Konteks: Seluruh peserta tutur, yaitu penutur A, B, C, dan D terlibat dalam percakapan. Penutur A menawarkan membelikan minuman untuk rekan-rekannya sebelum mulai memainkan game online Avalon.

Bentuk tuturan:

A: Ntar ya gua beliin minum dulu. Mas, mas, empat dong. Kaya biasanya ya. Eh, masnya sekalian mau ga? OK deh.

D: OK bro, thanks ya. B: Sip sip, makasih (A). C: Matur suwun! {tertawa} (Terima kasih!)

A: Santai aja dah sama gua. Sami-sami nggih. (Sama-sama ya.)

C: Wah, udah bisa Bahasa Jawa?

A: Dikit-dikit sih. Ga enak lu lu ngibulin gua melulu pakai Bahasa Jawa. (Tidak enak kamu semua membohongi saya terus pakai Bahasa Jawa.) Udah mulai bisa nih. {tertawa}

Tindak tutur yang ditemukan pada data nomor (8) digolongkan ke dalam data residu karena topik yang dibicarakan oleh peserta tutur tidak terkait dengan aktifitas

gamer yang berhubungan dengan permainan game online. Meskipun ditemukan

berbagai jenis dan fungsi tindak tutur di dalam tuturan data nomor (8), penulis tidak akan melakukan analisis lebih lanjut dikarenakan alasan yang sudah diuraikan sebelumnya.

(9)

Konteks: Tema percakapan yang terjadi antara penutur A, B, C, dan D berhubungan dengan proses pembuatan room atau ruang permainan yang disiapkan oleh penutur B.

Room dibutuhkan oleh gamer yang memainkan game online Avalon sebelum mereka

dapat memulai pertandingan. Bentuk tuturan:

(9.1) D: Gawe room wae, (B) gawenen, 4x4 ya. (Buat room saja, (B) buat ya, 4x4 ya.)

(17)

commit to user (9.2) B: Hem. 57 masuko.

(Iya. 57 masuklah.)

(9.3) A: Anjrit! Napa gua sendirian? (B), buang satu gabungin gua. (Anjing! Kenapa saya sendirian? (B), buang satu gabungkan saya.) (9.4) B: Sabar napa. Bentar ni baru mau tak gabungin.

(9.5) C: Ayo! Rede. (9.6) B: Sip.

(Bagus.)

Rangkaian tindak tutur di dalam data nomor (9) terjadi pada saat peserta tutur berada pada suatu bagian ruang tunggu virtual sebelum memulai permainan yang disebut longue. Di tempat ini, terdapat juga sejumlah gamer yang melakukan obrolan melalui fitur chat sambil menunggu atau beristirahat sebelum memasuki permainan selanjutnya.

Penutur D mengawali percakapan pada (9.1) dengan kalimat imperatif “gawe

room wae”. Kalimat tersebut, sebagai jenis tindak tutur direktif, mempunyai fungsi

tuturan untuk memberi perintah membuat room setelah beberapa menit sebelumnya telah dilakukan pencarian room kosong dengan hasil nihil. Meskipun demikian, penutur D bukanlah pihak yang membuat room, tetapi sebagai pihak yang menentukan pembuatan room yang dikerjakan oleh penutur B. Sesuai dengan konteks bahwa penutur D adalah yang paling tua diantara peserta tutur lain pada komunitasnya, kalimat perintah “(B), gawenen, 4x4 ya” layak ditujukan kepada penutur B dengan usia lebih muda. Penjelasan “4x4” pada tuturan tersebut merujuk pada model permainan Avalon yang memungkinkan pertandingan dilakukan oleh dua tim dengan jumlah pemain masing-masing adalah empat orang. Jadi, “4x4” memiliki arti empat pemain melawan empat pemain.

Respon penutur B pada tuturan (9.2) sebagai jawaban atas permintaan penutur D ditemukan pada kata “hem” yang berfungsi sebagai persetujuan atau mengiyakan. Jawaban penutur B tersebut dilanjutkan dengan memberikan informasi nomor room yang sudah dibuat sesuai dengan kalimat “57, masuko”. Berbeda dengan tuturan “hem” yang memiliki jenis tindak tutur komisif, tuturan “57, masuko” lebih mengarah pada jenis tindak tutur direktif sebagai penanda untuk fungsi tindak tutur memberi perintah.

(18)

commit to user

Penutur A yang bergabung pada room yang sudah ditentukan bermaksud untuk menjadi satu tim dengan peserta tutur lainnya. Harapan penutur A berbeda dengan kenyataan yang ada di dalam room karena penutur A berada di kelompok pihak lawan. Hal ini terjadi karena tempat yang seharusnya disediakan oleh penutur A telah terisi oleh pemain online lainnya. Oleh karena itu, penutur A menunjukkan ekspresi kekesalannya dengan tuturan (9.3) “anjrit! Napa gua sendirian?” Kata “anjrit” sebagai jenis tindak tutur verdiktif dengan wujud slang dari umpatan „anjing‟ diucapkan untuk tidak ditujukan kepada lawan tutur manapun, melainkan murni bentuk ekspresi kekesalan penutur A terkait konteks situasi yang disebutkan sebelumnya. Selanjutnya, penutur A mengajukan tuturan dalam jenis komisif pada kalimat interogatif “napa gua sendirian?” dengan fungsinya untuk bertanya guna meminta keterangan. Pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban dari peserta tutur lainnya sehingga penutur A mengambil keputusan untuk memecahkan masalahnya dengan tuturan “(B), buang satu

gabungin gua”. Tuturan yang ditujukan kepada penutur B ini memiliki satu maksud

untuk memerintahkan penutur B supaya mengeluarkan pemain online asing yang ada pada tim mereka sehingga penutur A dapat bergabung. Penutur B memiliki kemampuan untuk membuang atau mengusir pemain lain dengan menggunakan fitur kick atau dalam Bahasa Indonesia berarti „tendang‟ karena penutur B berperan sebagai room master atau „tuan rumah‟. Jenis tindak tutur direktif dan fungsi tindak tutur memberi perintah ditemukan pada tuturan tersebut.

Penutur B merespon penutur A dengan kalimat pada (9.4) “sabar napa. Bentar ni baru mau tak gabungin”. Pernyataan dari penutur B agar penutur A lebih sabar dan tidak terburu-buru pada tuturan “sabar napa” selayaknya terjadi karena pada tuturan sebelumnya, penutur A terkesan emosi dengan menggunakan intonasi gaya bicara tinggi dan mengumpat. Ditemukan jenis tindak tutur direktif pada kalimat penutur B “sabar napa” yang berfungsi untuk memberi anjuran. Sedangkan jenis tindak tutur lainnya, yaitu asertif, ditemukan di dalam tuturan selanjutnya “bentar ni baru mau tak gabungin”. Tuturan yang terakhir disebutkan itu mengandung implikatur pernyataan yang berfungsi mengiyakan terkait tuturan yang bersifat suruhan oleh penutur A sebelumnya. Ditilik dari fungsinya, penutur B bermaksud menjelaskan kepada penutur A bahwa permintaan penutur A untuk bergabung menjadi satu tim sedang dilaksanakan oleh penutur B.

(19)

commit to user

Jenis tindak tutur direktif dan fungsinya untuk memberikan perintah ditemukan sekaligus dalam kalimat imperatif (9.5) “ayo! Rede”. Penutur C yang sejak semula sudah berada di room yang ditentukan bermaksud mengajak seluruh peserta tutur lainnya untuk rede dan segera memulai permainan. Rede adalah istilah khusus komunitas gamer yang merujuk kata Bahasa Inggris ready dengan arti „siap‟ dalam Bahasa Indonesia. Di dalam permainan Avalon, permainan dapat dimulai apabila semua pemain online sudah menyatakan siap dengan cara menekan fitur ready pada room permainan.

Setelah semua peserta tutur menyatakan siap, penutur B yang bertugas sebagai

room master mengucapkan “sip” pada (9.6) sebagai jenis tindak tutur verdiktif dengan

raut muka gembira. Fungsi tindak tutur dalam tuturan “sip” adalah memberikan pujian karena permainan dapat segera dimulai. Ekspresi “sip” yang digunakan oleh penutur B memiliki makna yang mirip dengan ekspresi “bagus” untuk mengucapkan selamat.

(10)

Konteks: Peserta tutur melakukan diskusi dalam percakapan yang terjadi di data berikut. Diskusi yang dilakukan dilaksanakan oleh peserta tutur pada tahap pemilihan hero atau karakter yang akan dimainkan dalam game online Avalon. Semua peserta tutur terlibat dalam dialog untuk menemukan strategi bermain paling bagus melalui pemilihan hero tersebut.

Bentuk tuturan:

(10.1) C: Teol apa Keias enake? (Enaknya Teol apa Keias?)

(10.2) B: Aku Teol. Kowe Keias wae, fokus TB! (Saya Teol. Kamu Keias saja, fokus TB!) (10.3) C: Keias maneh, bosen ndes.

(Keias lagi, bosen ndes.)

(10.4) A: Udah buruan. Nih gua pake Benti colok dua. Amanlah ntar. (Sudah ayo cepat. Ini saya pakai Benti colok dua. Aman nanti.) (10.5) B: (D), apa kowe? Golek support wae, Adel Adel.

((D), apa kamu? Cari support saja, Adel Adel.) (10.6) D: Pilihna, nguyuh sik. {tertawa}

(20)

commit to user (Pilihkan, kencing dulu.)

(10.7) B: Ah, wong edan. (Ah, orang gila.)

Penjelasan konteks yang mendasari terjadinya rangkaian tindak tutur pada data nomor (10) terjadi pada saat semua peserta tutur berada dalam mode pemilihan hero atau „pahlawan‟ yang akan digunakan pada permainan. Hero yang dapat dipilih oleh pemain dibagi menjadi dua bangsa, yaitu Oriens dan Aeonia. Pada saat pengambilan data berlangsung, seluruh peserta tutur berada di pihak Aeonia dan mendiskusikan strategi tentang hero yang akan dipakai dalam batasan waktu dua menit. Penentuan hero tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan sesuai yang tertulis pada transkrip data tindak tutur data nomor (10).

Jenis tindak tutur komisif sebagai permulaan rangkaian tindak tutur data nomor (10.1) oleh penutur C mengandung kalimat tanya perihal penentuan hero yang akan dipakai penutur C. Dua hero berbeda dengan nama Teolia dan Keias muncul pada tuturan “Teol apa Keias enake?” karena penutur C meminta pendapat kepada penutur B perihal penggunaan hero. Berdasarkan maksud penutur C untuk meminta pendapat tersebut, fungsi tindak tutur bertanya meminta pendapat layak untuk disertakan pada tuturan ini.

Respon penutur B di kalimat afirmatif data (10.2) “aku Teol” terkait pertanyaan dari penutur C sebelumnya memiliki jenis tindak tutur asertif beserta fungsinya untuk mengatakan informasi. Informasi yang dimaksud adalah bahwa penutur B memilih untuk menggunakan Teolia sebagai hero untuk permainan selanjutnya, sedangkan penutur C diputuskan untuk menggunakan hero Keias. Pertimbangan yang disertakan penutur C sebagai alasan penentuan keputusan tersebut karena Keias adalah tipe hero yang mempunyai daya pertahanan lebih dari hero lainnya dan memungkinkan menjadi pelindung bagi seluruh tim. Sebutan untuk hero tersebut dalam istilah khusus komunitas

gamer adalah TB yang berupa singkatan dari „tahan badan‟, seperti yang disebutkan

penutur B pada tuturan berikutnya “kowe Keias wae, fokus TB!” Kalimat “kowe Keias

wae, fokus TB!” memiliki jenis tindak tutur direktif karena berfungsi untuk

memerintahkan penutur C terkait hero yang harus dipilih dan perannya sebagai hero TB. Penutur C menyampaikan penolakan atas keputusan yang ditentukan oleh penutur B sesuai dengan jenis tindak tutur komisif pada kalimat dalam data (10.3)

(21)

commit to user

“Keias maneh, bosen ndes”. Implikatur yang ditarik dari tuturan tersebut menunjukkan bahwa penutur C sering menggunakan Keias pada permainan sebelumnya sehingga menimbulkan kejenuhan. Meskipun demikian, penutur B tetap menggunakan Keias karena strategi yang sudah disepakati oleh peserta tutur lainnya. Fungsi tindak tutur menolak ditemukan pada tuturan tersebut.

Pemilihan hero oleh penutur B dan C yang sudah ditentukan dilanjutkan oleh penutur A yang kemudian memilih hero dengan nama Bentilus. Keterangan ini diperoleh melalui pernyataan penutur A di kalimat (10.4) “udah buruan. Nih gua pake

Benti colok dua. Amanlah ntar”. Bagian pertama dari kalimat tersebut “udah buruan”

merujuk pada jenis tindak tutur direktif yang ditujukan kepada penutur C dan berfungsi sebagai perintah supaya penutur C segera memutuskan penggunaan Keias sebagai

heronya. Bagian berikutnya pada kalimat “nih gua pake Benti colok dua” berjenis

tindak tutur asertif dan berfungsi untuk mengatakan informasi perihal keputusan penutur A yang menggunakan Bentilus. Istilah khusus komunitas gamer colok dua adalah sebutan bagi hero yang sudah memiliki fitur khusus tambahan sehingga mengakibatkan

hero yang dimaksud lebih kuat dari hero lainnya tanpa colok. Oleh karena itu, penutur

A melanjutkan tuturannya dengan janji “amanlah ntar” untuk mengukuhkan keistimewaan hero pilihannya yang dapat diandalkan oleh pemain lainnya dalam satu tim. Kalimat “amanlah ntar” termasuk dalam jenis tindak tutur ekspresif dengan fungsinya untuk menyatakan janji.

Interaksi dialog selanjutnya terjadi antara penutur B dan penutur D. Kalimat tanya yang dilontarkan penutur B dalam (10.5) “(D), apa kowe?” berhubungan dengan konteks kondisi penutur D yang masih belum menentukan hero pilihannya. Terkait situasi tersebut, penutur B menyarankan penutur D untuk memilih tipe hero yang berperan sebagai pendukung, dalam istilah khusus komunitas gamer disebut sebagai

hero support. Saran penutur B seperti yang ditranskripkan pada tuturan “golek support wae, Adel Adel” menunjukkan bahwa pilihan hero akhirnya ditetapkan pada Adelia,

yaitu tipe hero pendukung yang mempunyai kemampuan menyembuhkan luka atau memberi perlindungan kepada anggota tim. Sesuai dengan konteks dari tuturan B tersebut, jenis tindak tutur yang cocok adalah komisif pada kalimat “(D), apa kowe?” dan direktif pada kalimat “golek support wae, Adel Adel”. Berikutnya terkait dengan fungsi tindak tutur, terdapat dua fungsi berbeda yang ditemukan antara lain fungsi

(22)

commit to user

bertanya guna meminta keterangan pada kalimat “(D), apa kowe?” dan fungsi anjuran untuk menetapkan pilihan pada “golek support wae, Adel Adel” untuk memutuskan bahwa hero yang dipakai oleh penutur D adalah Adelia.

Anjuran penutur B yang telah diuraikan sebelumnya diterima oleh penutur D dengan kalimat pada data (10.6) “pilihna, nguyuh sik”. Tuturan yang diakhiri ekspresi tawa oleh penutur D tersebut mengandung dua jenis tindak tutur sekaligus, yaitu direktif dan asertif. Disebut direktif karena penutur D memberikan perintah kepada penutur B untuk memilihkan hero seperti yang sudah ditentukan sebelumnya; sedangkan disebut asertif karena penutur D memberitahukan bahwa dirinya akan ke kamar kecil untuk buang air kecil. Fungsi tindak tutur memerintah terdefinisikan dengan jelas melalui tuturan “pilihna” dan fungsi lainnya untuk mengatakan informasi layak disandingkan dengan tuturan “nguyuh sik”.

Respon yang diberikan penutur B “ah, wong edan” pada data (10.7) terjadi akibat sikap penutur D yang tampak menganggap penutur B sebagai bawahannya dan pantas untuk disuruh karena umurnya yang lebih muda. Jenis dan fungsi tindak tutur dari respon penutur B tersebut adalah verdiktif dan menghina.

(11)

Konteks: Dialog antara penutur A dan B terjadi sesaat sebelum permainan dimulai. Penutur A menanyakan maksud dari penutur B yang tiba-tiba meninggalkan ruangan karena ingin pergi ke kamar kecil.

Bentuk tuturan:

A: Eh, kemana tuh (D), main kagak? (Eh, kemana tuh (D), main tidak?) B: Kencing dulu.

Data nomor (11) termasuk ke dalam data residu karena topik tuturan yang terjadi antara penutur A dan B tidak sesuai dengan masalah yang dianalisis pada penelitian ini. Layaknya data residu lain, jenis dan fungsi tindak tutur yang ditemukan pada data residu tidak akan dibahas lebih lanjut.

(23)

commit to user (12)

Konteks: Peserta tutur melakukan percakapan ketika permainan sedang berlangsung. Topik pembicaraan berkutat pada strategi bermain dan pembagian tugas hero yang dimainkan untuk menciptakan hasil yang baik antar anggota komunitas gamer tersebut. Bentuk tuturan:

(12.1) B: Aku tengah. Leveling ya, fokus tower sisan. (Saya tengah. Leveling ya, fokus tower sekalian.)

(12.2) D: Ya. Sip sip. Tenanan lho (B), tower sik wae urusi, ra sah war.

(Ya. Bagus bagus. Bersungguh-sungguh lho (B), tower saja dulu yang diurus, tidak usah war.)

(12.3) B: Cerewet! (Banyak omong!)

(12.4) A: (C) bawah aja, gua mau farming hutan. Adel atas kan? ((C) bawah saja, saya mau farming hutan. Adel atas kan?) (12.5) C: Iya. Udah atas Adel. Aku bawah.

(12.6) A: Yo, hajar! (Ayo, hajar!)

(12.7) C: Woi begok-bengok. (Hei teriak-teriak.)

(12.8) A: {tertawa} Biarin.

Di dalam tindak tutur data nomor (12), para peserta tutur sudah berada di mode permainan inti dimana pemenang ditentukan apabila salah satu pihak yang bersaing, yaitu Oriens dan Aeonia, dapat menghancurkan markas lawan. Awal mula permainan inti melibatkan pembagian tugas yang diawali oleh penutur B dengan kalimat pada (12.1) “aku tengah. Leveling ya, fokus tower sisan”. Kata tengah yang dimaksud penutur B adalah bagian tengah dari daerah pertempuran yang berpotensi untuk menaikkan level „tingkat kemampuan‟ secara cepat dengan cara membunuh lawan atau

hero dari pihak Oriens. Penutur B memutuskan untuk memilih tugas tersebut karena

salah satu kemampuan yang dimiliki oleh Teolia sebagai hero dari penutur B adalah menghancurkan bangunan musuh secara efektif apabila level yang dimiliki minimal enam. Level dapat ditingkatkan dengan lebih cepat apabila pemain memilih daerah pertempuran bagian tengah. Keterangan penutur B mengenai rencana yang dipilihnya

(24)

commit to user

dikuatkan oleh tuturan “fokus tower sisan”. Tuturan itu berimplikatur bahwa penutur B memiliki rencana untuk berkonsentrasi menghancurkan tower „menara‟, sebagai salah satu syarat memenangkan permainan, saat levelnya sudah mencukupi. Jenis dan fungsi tindak tutur yang melekat pada tuturan pada kalimat “aku tengah” adalah jenis asertif dan fungsi mengatakan informasi. Begitu juga pada kalimat afirmatif “leveling ya, fokus

tower sisan” ditemukan jenis tindak tutur asertif beserta fungsinya untuk mengatakan

informasi.

Tuturan B pada uraian data sebelumnya mendapatkan respon dari penutur D dalam (12.2) yang mengandung jenis tindak tutur komisif melalui respon “ya” dan verdiktif pada tuturan “Sip sip”. Pernyataan penutur D tersebut juga berwujud fungsi tindak tutur menyetujui dan memuji terkait rencana penutur B yang dinilai baik dan sesuai dengan strategi permainan tim. Berikutnya, masih pada tuturan yang sama, terdapat anjuran yang diberikan oleh penutur D kepada B “tenanan lho (B), tower sik

wae urusi, ra sah war”. Anjuran itu disampaikan untuk mengingatkan kembali bahwa

penutur B hanya bertugas menghancurkan tower musuh dan tidak mengikuti rekan satu tim yang melakukan war „perang‟ kepada hero musuh. Jenis tindak tutur direktif dan fungsi tindak tutur menganjurkan beserta melarang pada bagian kalimat “ra sah war” tepat disandangkan pada tuturan tersebut.

Meskipun pemberian anjuran oleh penutur D ditujukan untuk kemenangan seluruh tim, penutur B menilai bahwa penutur D sudah terlalu banyak mengatur sehingga menyebutkan kata “cerewet” pada (12.3) sebagai respon terhadap tuturan D sebelumnya. Kata “cerewet” pada konteks tuturan ini menegaskan bahwa penutur B sudah paham tentang apa yang harus dilakukannya meskipun tanpa perintah dari penutur D. Oleh karena itu, tuturan dengan kata “cerewet” berjenis tindak tutur verdiktif dengan fungsinya untuk menghina.

Strategi selanjutnya yang disusun oleh tim peserta tutur di dalam mode permainan inti berlanjut pada peran penutur C yang disarankan oleh penutur A melalui tuturan data (12.4) dalam kalimat “(C) bawah aja, gua mau farming hutan. Adel atas kan?” Melalui tuturan tersebut, dapat ditarik implikatur bahwa penutur A mendahului perannya yang akan melakukan farming „berkebun‟ sebagai peran yang lebih menguntungkan daripada peran penutur C yang bertugas di peta pertempuran bagian bawah atau penutur D di peta pertempuran bagian atas. Istilah khusus farming kerap

(25)

commit to user

digunakan komunitas gamer untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya secara cepat sekaligus resiko kecil terbunuh dalam game Avalon melalui perburuan musuh yang ada di dalam hutan. Terdapat dua macam jenis tindak tutur dan fungsi tindak tutur yang berbeda, yaitu direktif dalam “(C) bawah aja” sebagai fungsinya untuk memberi perintah, asertif “gua mau farming hutan” sebagai fungsinya untuk mengatakan informasi, dan komisif “Adel atas kan?” sebagai fungsinya untuk memberikan pertanyaan.

Tuturan selanjutnya dalam (12.5) “iya. Udah atas Adel. Aku bawah” adalah respon dari penutur C terkait pertanyaan yang diajukan penutur A sebelumnya. Jenis tindak tutur asertif pada kalimat “iya. Udah atas Adel” berfungsi untuk menunjukkan bahwa Adelia, hero yang digunakan oleh penutur D, sudah berada di peta pertempuran bagian atas sesuai dengan yang diharapkan penutur A. Keputusan penutur C untuk bertugas di peta bagian bawah guna menuruti strategi penutur A, ditunjukkan melalui tuturan pada kalimat “aku bawah”, menimbulkan jenis tindak tutur asertif beserta fungsinya untuk mengatakan informasi.

Setelah semua peserta tutur mendapatkan peran dalam permainan inti, penutur A mengucapkan tuturannya dengan intonasi tinggi untuk memberikan semangat pada rekannya satu tim dengan ekspresi pada (12.6) “yo, hajar!” Intonasi tuturan yang terlalu tinggi tersebut menimbulkan respon dari penutur C yang merasa terganggu dengan mengucapkan “woi begok-bengok” dalam data (12.7). Kata sapaan tidak resmi woi sebagai bentuk sapaan untuk menunjukkan keakraban dengan teman sebaya tepat digunakan sesuai dengan konteks percakapan dalam data ini. Penutur A yang mendengar keluhan penutur C untuk tidak terlalu bersemangat sehingga menggunakan intonasi tuturan tinggi meresponnya dengan tuturan “biarin” yang diwali tawa untuk menunjukkan situasi percakapan santai. Jenis tindak tutur direktif dan fungsi tindak tutur memberikan perintah terdapat pada tuturan “yo, hajar!” sedangkan jenis lainnya yaitu verdiktif ditemukan pada tuturan selanjutnya “woi begok-bengok” dan komisif pada tuturan “biarin”. Fungsi tindak tutur tampak berbeda sesuai konteksnya, yaitu fungsi menyalahkan untuk tuturan “woi begok-bengok” dan penolakan untuk tuturan “biarin”.

(26)

commit to user (13)

Konteks: Dialog yang melibatkan penutur A dan B dilakukan ketika mereka masih dalam permainan. Waktu yang sudah berlalu sejak permainan dimulai adalah sekitar delapan menit. Tema pembicaraan membahas tentang hero musuh yang berusaha untuk menyerang tim.

Bentuk tuturan:

(13.1) B: Tower tengah rata satu.

(13.2) A: Makuma-nya anjrit bener dah. Lanjut (B)! Gua aja masih level lima. Awas awas awas. Raiksha siap ulti. Ah. Anjrit!

(Makuma-nya benar-benar anjing. Lanjut (B)! Saya saja masih level lima. Awas awas awas. Raiksha siap ulti. Ah. Anjing!)

(13.3) B: Colok dua Benti cacad! {tertawa}

(13.4) A: Gua bales lu ntar Raiksha. Anjrit! Songong! (Saya bales kamu nanti Raiksha. Anjing! Bodoh!)

Permainan yang sudah berjalan beberapa menit tanpa ada tuturan apapun akhirnya dibuka oleh penutur B dengan memberikan informasi pada (13.1) “tower tengah rata satu”. Konteks dari penutur B melalui tuturannya tersebut bahwa yang bersangkutan telah berhasil menghancurkan atau meratakan satu tower bagian tengah dengan heronya yang bernama Teolia. Keseluruhan jumlah tower yang ada pada game

Avalon terdiri dari enam buah dan dibagi dua buah untuk masing-masing bagian atas,

tengah, dan bawah. Penutur B berkonsentrasi menghancurkan tower terlebih dahulu karena untuk memenangkan permainan, keseluruhan enam tower harus dihancurkan supaya pertempuran dapat dilanjutkan pada bangunan utama di markas musuh. Terkait fungsi mengatakan informasi yang diberikan penutur B tersebut, tuturan “tower tengah

rata satu” dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi jenis tindak tutur asertif.

Permainan bagus yang ditunjukkan penutur B karena telah mampu menghancurkan tower dalam kurun waktu yang tidak lama diapresiasi secara tidak langsung oleh penutur A dengan ucapan pada (13.2) “Makuma-nya anjrit bener dah.” Istilah khusus Makuma mengarah pada anak buah Teolia yang dapat dipanggil sebagai

skill „kemampuan‟ utamanya apabila telah mencapai level enam. Apresiasi atau pujian

tersebut tidak secara langsung diberikan karena tak ditemukan kata yang mengandung makna pujian di dalam tuturan. Situasi ini biasa terjadi pada komunitas gamer karena

(27)

commit to user

ekspresi pujian yang disampaikan lebih bersifat umpatan seperti pada kata anjrit. Meskipun kata anjrit sering digunakan untuk mengumpat, implikatur memberikan pujian tampak jelas ada melalui konteks percakapan yang telah tersaji sebelumnya. Jenis tindak tutur verdiktif layak disandangkan pada tuturan tersebut bersamaan dengan fungsinya untuk memuji.

Rangkaian tuturan berikutnya oleh penutur A “lanjut (B)! Gua aja masih level lima” bermaksud untuk memberikan motivasi, sesuai dengan maksim kesederhanaan, supaya penutur B melanjutkan kerja bagusnya dalam bermain. Kalimat imperatif yang terkandung di dalam tuturan “lanjut (B)!” sebagai jenis tindak tutur direktif dengan fungsi memberi perintah juga berimplikatur bahwa penutur B diharapkan untuk tetap melanjutkan peran dan tugasnya sebagai hero penghancur tower. Jenis dan fungsi tindak tutur berbeda ada pada kalimat “gua aja masih level lima”, yaitu asertif dengan fungsi mengatakan informasi. Berselang beberapa saat, penutur A menambahkan tuturan dengan jenis direktif dan fungsi memperingatkan, melalui kalimat “awas awas awas.

Raiksha siap ulti”. Kata “awas” yang direpetisi sebanyak tiga kali mengandung

implikatur mengenai situasi yang penting untuk diperhatikan oleh rekan satu tim lainnya. Situasi penting yang dimaksud oleh penutur A dijelaskan lebih lanjut pada tuturan berikutnya dengan memberikan keterangan bahwa salah satu hero dari pihak musuh, yaitu Raiksha melakukan jurus mematikan yang biasa disebut ulti atau ultimate „pamungkas‟ sebagai istilah khusus komunitas gamer. Informasi penutur A yang bersifat peringatan tersebut ternyata malah menimbulkan kematian hero Bentilus sebagai hero yang digunakan penutur A karena ulti hero Raiksha mengenainya. Konteks situasi tersebut adalah alasan timbulnya makian “ah. Anjrit!” oleh penutur A untuk menunjukkan ekspresi kemarahan. Sesuai dengan penjelasan tersebut, penulis mengklasifikasikan tuturan terkait ke dalam jenis tindak tutur verdiktif dan fungsi tindak tutur mengumpat.

Kematian hero penutur A yang terjadi tiba-tiba mengakibatkan hinaan yang diucapkan oleh penutur B pada tuturan (13.3) “colok dua Benti cacad!” Hinaan pada tuturan tersebut terkait pada kondisi hero Bentilus yang memiliki dua fitur khusus tambahan yang seharusnya menimbulkan kemampuan lebih baik dibandingkan hero lainnya, tetapi malah berperan sebagai hero yang tewas pertama kali dalam tim. Ekspresi tawa yang melengkapi hinaan penutur A pada akhir tuturan menimbulkan

(28)

commit to user

implikatur bahwa ungkapan yang dimaksud lebih bersifat canda atau gurauan tanpa mengakibatkan konflik selanjutnya antara penutur A dan B. Berdasarkan konteks yang telah diuraikan, tuturan “colok dua Benti cacad!” dapat digolongkan ke dalam jenis tindak tutur verdiktif yang memiliki fungsi tindak tutur untuk menghina.

Keadaan emosi penutur A yang tersulut akibat hinaan dari penutur B dan kenyataan bahwa hero miliknya menjadi yang pertama tewas mengakibatkan terjadinya tuturan selanjutnya pada kalimat dalam (13.4) “gua bales lu ntar Raiksha. Anjrit!

Songong!” Tuturan tersebut berimplikatur bahwa penutur A berusaha menyangkal

tuduhan penutur B pada tuturan sebelumnya yang berisi hinaan terhadap cara permainan penutur A yang kurang bagus. Melalui tuturan tersebut, penutur A menunjukkan pada teman satu tim mengenai kemampuan bermainnya yang baik dengan mengeluarkan janji bahwa penutur A dapat membalas kekalahannya terhadap hero musuh Raiksha. Implikatur tersebut dikuatkan dengan makian “anjrit! Songong!” guna melengkapi ekspresi kemarahan penutur A pada Raiksha. Jenis tindak tutur beserta fungsinya sesuai dengan uraian konteks dan implikatur di atas, mengakibatkan pengklasifikasian kalimat “gua bales lu ntar Raiksha” ke dalam ekspresif untuk menyatakan janji dan verdiktif fungsi mengumpat pada tuturan “anjrit! Songong!”

(14)

Konteks: Dialog antara penutur B, C, dan D terjadi pada saat tim mereka sudah memimpin pertempuran dalam permainan Avalon dengan berhasil menghancurkan

tower musuh. Topik percakapan yang mengikutinya adalah strategi untuk mewujudkan

kerjasama tim yang baik. Bentuk tuturan:

(14.1) B: OK, tower beres. (D), tak urusane towere sisan ya. ((D), saya urusi towernya sekalian ya.)

(14.2) D: Ya, reneo, bareng. Wis siap heal support aku. (Ya, sini, bersama-sama. Sudah siap heal support saya.)

(14.3) C: Heal aku ndes! Ah, Golem asu! Sori-sori ndes kesampluk. (Heal saya ndes! Ah, Golem anjing! Maaf maaf ndes kena pukul.) (14.4) B: Tenanan ta le. Awas nganti kalah neh gara-gara kowe. (Serius kamu. Awas kalau sampai kalah lagi gara-gara kamu.)

(29)

commit to user

Tautan data nomor (14) masih terkait pada keadaan peserta tutur yang berusaha memenangkan permainan dengan berbagai strategi sesuai dengan uraian melalui tindak tutur berikut. Penutur B mengawali tuturannya dengan kalimat pada (14.1) “OK, tower beres. (D), tak urusane towere sisan ya” untuk menunjukkan kondisi tower kedua pada peta bagian tengah pertempuran yang sudah hancur. Informasi yang diberikan penutur B sangat berguna bagi peserta tutur lain sebagai teman satu tim untuk merencanakan strategi selanjutnya. Dengan adanya informasi tentang penghancuran tower tersebut, kalimat penutur B “OK, tower beres” layak diklasifikasikan ke dalam jenis tindak tutur asertif dan fungsi tindak tutur mengatakan informasi. Sedangkan pada tuturan selanjutnya, “(D), tak urusane towere sisan ya” terkandung jenis tindak tutur komisif beserta fungsi tindak tutur menawarkan bantuan. Disebut sebagai jenis komisif karena penutur B bermaksud untuk memutuskan langkah starategi permainan selanjutnya dengan cara menawarkan bantuan kepada penutur D untuk menghancurkan tower pada peta pertempuran bagian atas. Meskipun keputusan telah diambil, penutur B tetap meminta pendapat terlebih dahulu kepada penutur D terkait tindakan yang akan diambilnya.

Respon penutur D terhadap tawaran dari penutur B sebelumnya tersurat pada kalimat (14.2) “ya, reneo, bareng. Wis siap heal support aku”. Konteks situasi yang mendasari terjadinya tuturan tersebut adalah kondisi peta pertempuran bagian atas yang menjadi bagian hero penutur D Adelia masih menyisakan dua tower yang masih utuh.

Tower dengan fungsinya untuk menghalau hero agar tidak dapat melanjutkan

pertempuran ke markas utama dirasa berat bagi Adelia karena kemampuan utamanya adalah sebagai healer „penyembuh‟ dan support „pendukung‟. Oleh karena itu, dengan adanya rencana penutur B yang akan menghancurkan tower bagian atas, penutur D merasa setuju dan menawarkan untuk bertempur bersama-sama dengan dibantu skill

support Adelia, yaitu heal „menyembuhkan‟. Bagian awal tuturan dari penutur D “ya, reneo, bareng” termasuk jenis tindak tutur komisif dan memiliki fungsi tindak tutur

menyetujui. Sedangkan bagian akhir “wis siap heal support aku” sesuai dengan jenis tindak tutur asertif dengan fungsinya untuk mengatakan informasi.

Dalam proses perpindahan hero penutur B menuju peta pertempuran bagian atas, penutur C menyela komunikasi dua arah antara penutur B dan D dengan tuturan pada (14.3) “heal aku ndes!” yang ditujukan kepada penutur D. Maksud penutur C

Gambar

Tabel 1: Tindak Tutur Komunitas Gamer dalam Game Online
Tabel 2: Cara Penyampaian Tuturan oleh Komunitas Gamer dalam Game Online
Tabel 3: Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kerja sama  No  Prinsip

Referensi

Dokumen terkait

Penggantian meja dan kursi yang rusak di kelas b.. Internet Hot Spot

[r]

Menurut Sukarsini Arikunto (1990:2) pengelolaan kelas adalah pengadministrasian, pengaturan dan penataan suatu kegiatan dan uraian tersebut dapatlah dipahami, bahwa

Kemampuan untuk mengenetepikan segala perbezaan yang kecil serta menyatukan perjalanan matlamat yang sama mampu memperlihatkan kesungguhan setiap organisasi dalam

Untuk kasus skripsi ini, penulis akan membahas seberapa kuat status wakaf dengan peruntukan untuk pembangunan perumahan atau kepentingan bisnis di atas tanah wakaf

10. Dalam membuat peraturan dirumah biasanya orang tua saya akan melibatkan anak-anakya, jadi peraturan tersebut terjalin atas kesepakatan bersama. Dalam membuat peraturan apapun di

power point. Pengembangan perangkat pembelajaran dilakukan dengan berbagai model. Penelitian ini menggunakan model 4 D, karena lebih tepat digunakan sebagai dasar