• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harga Sembako di Jabodetabek Melangit, Masyarakat Menjerit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Harga Sembako di Jabodetabek Melangit, Masyarakat Menjerit"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

http://www.suarapembaruan.com/home/harga-sembako-di-jabodetabek-melangit-masyarakat-menjerit/22390

Harga Sembako di Jabodetabek Melangit,

Masyarakat Menjerit

Rabu, 18 Juli 2012 | 12:09

Ilustrasi sembako [google]

[JAKARTA] Menjelang datangnya Ramadan, harga sembako di Jabodetabek melangit. Kondisi ini membuat masyarakat menjerit. Lusi, pedagang nasi sederhana di Pasar Baru Bekasi, mengeluhkan kenaikan harga kebutuhan pokok yang mencapai hampir 100 persen. Hal ini, sangat merugikan bisnis yang digelutinya sejak bertahun-tahun lama. "Harga selalu naik menjelang Lebaran. Ada yang naiknya sampai dua kali lipat (100 persen)," ujarnya kepada SP, Rabu (18/7).

Warga Margahayu Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, ini hampir setiap pagi belanja di Pasar Baru Bekasi. "Harga mulai terasa naik pas Senin kemarin padahal Lebaran masih sebulan lagi," ujarnya.

"Daging ayam yang semula harganya Rp 25.000 naik menjadi Rp 37.000 per ekor. Harga daging ayam sekarang ini, terasa sekali naiknya," kata Lusi.

Selain daging ayam, sambung Lusi, harga kentang juga mengalami kenaikan hampir 50 persen menjadi Rp 9.000 dari harga awal Rp 5.000 per kilo. Kenaikan harga juga terjadi saat membeli gula putih dari harga Rp 12.000 menjadi Rp 14.000 per kilo. Kemudian harga telur menjadi Rp 20.000 dari sebelumnya hanya Rp 16.000 per kilo. Diikuti harga cabe rawit menjadi Rp 22.000 sebelumnya Rp 18.000 per kilo. "Harga beras masih stabil belum ada kenaikan hingga saat ini," imbuh Lusi.

Bawang merah juga mengalami kenaikan harga, semula Rp 10.000 menjadi Rp 16.000 per kilo. Lalu diikuti harga buncis mengalami kenaikan sebesar Rp 1.000 dari harga awal hanya Rp 4.000 menjadi Rp 5.000 per kilo. Minyak sayur menjadi Rp 13.000 dari sebelumnya Rp 10.000 per kilo.

(2)

pedagang sayuran mengatakan tidak mengalami kenaikan menjelang Ramadan. "Dari awalnya, harga tidak ada yang naik. Pedagang disini kompak, tidak menaikkan harga seenaknya. Kalau dari Pasar Induk Cibitung harganya stabil, kami tidak menaikkan harga," papar Lisnawati, pedagang di Pasar Baru Bantar Gebang.

Dari Bogor, harga sembako kian hari kian meroket. Sejumlah ibu rumah tangga di Kota Bogor mengeluhkan kenaikan sejumlah harga sembako. Berdasarkan pantauan SP di sejumlah pasar tradisional di Kota Bogor, harga telur per kilonya kini mencapai Rp. 19.500. “Hari Senin (16/7) lalu harganya masih Rp 16.000, tapi kini sudah naik menjadi Rp 19.500 ,” ujar Sumiati, salah seorang penjual telur di Pasar Anyar, Kota Bogor, Jawa Barat saat ditemui SP, Rabu (18/7).

Harga Pangan Meroket, Pemerintah di Mana?

Wednesday, 18 July 2012 19:01

Kenaikan harga bahan pangan yang tinggi menjelang puasa sudah menjadi siklus tahunan. Namun selalu saja tak ada antisipasi jangka panjang. Antisipasinya jalan pintas, tapi bunuh diri, yaitu memperlebar keran impor pangan. Dalam setahun, Indonesia mengimpor pangan senilai Rp 125 trilyun. ---

"Naiknya nggak ketulungan begini, ya," kata Sri Niati kepada seorang penjual telur di Pasar Cipinang. Selasa pagi pekan lalu, perempuan 44 tahun itu berbelanja kebutuhan rumah tangga di pasar terbesar di Jakarta Timur itu. Pekan lalu, harga telur masih di kisaran Rp 17.000 per kilogram. Selasa lalu, harganya melonjak menjadi Rp 21.000 per kilogram. "Nggak bener kalau naiknya tinggi banget seperti ini," ia menggerutu.

Gerutu Sri Niati itu menjadi semacam paduan suara yang keluar dari mulut para ibu rumah tangga menjelang bulan puasa ini. Sebab tak hanya telur yang naik, hampir semua harga bahan pangan meroket. Mulai cabe, bawang putih, gula pasir, daging sapi, hingga daging ayam. Harga daging ayam, misalnya, naik dari Rp 26.000 per kilogram menjadi Rp 31.000 per kilogram.

Tingginya persentase kenaikan harga pangan ini tak hanya memilukan konsumen. "Sebenarnya tak hanya pembeli yang susah, kami ini juga ikut susah kalau harga-harga pada naik tinggi," kata Ibu Wahyu, pedagang bahan pangan di Pasar Cipinang, kepada

(3)

Flora Libra Yanti Barus dari GATRA. "Nyari untung jadinya lebih susah," ia menambahkan. Ibu Wahyu tak mau menyebutkan nama aslinya dan meminta GATRA menyebutkan dengan nama itu.

Sumarjono, penjual ayam negeri potong di Pasar Kramat Jati, menambahkan bahwa merekalah yang kemudian ketiban protes dari pembeli kalau harga naik. Padahal, kata dia, para pedagang juga tak mau kalau harga bahan pangan naik. "Pusing juga gara-gara harga naik. Pembeli nuntut-nya ke kami ini supaya harganya diturunin," kata Sumarjono kepada Fitri Kumalasari dari GATRA.

Bagi pedagang seperti Sumarjono, menurunkan harga jual bisa saja dilakukan. Caranya, dengan mengurangi porsi keuntungan. Misalnya, sebelumnya ia mematok keuntungan Rp 2.000 per ekor ayam potong, kini ia menyunat laba itu menjadi Rp 1.000. "Ya, mau bagaimana lagi, kadang-kadang kami cuma untung dari jualan ati ampela," katanya.

Tak hanya di Jakarta, kenaikan harga pangan menjelang puasa ini juga melanda berbagai wilayah di Indonesia lainnya. Persentase kenaikannya bervariasi antara 5% dan 40%, tergantung jenis komoditas dan lokasi. Ini sudah menjadi siklus tahunan yang seolah tak ada solusi. Kenapa hal ini selalu terjadi dan ke mana pemerintah selama ini, sehingga selalu saja kenaikan harga pangan yang tinggi itu berulang terjadi?

Anggota Komisi IV DPR, Siswono Yudhohusodo, menyatakan bahwa naiknya jumlah kelas menengah di Indonesia membuat permintaan pangan turut meningkat. Adapun yang disebut kelas menengah adalah mereka yang membelanjakan US$ 2 atau sekitar Rp 18.000 per hari. "Pada 2000, kelas menengah Indonesia sekitar 25% dari jumlah penduduk, sekarang sudah mendekati 50%," ujarnya.

Penghuni kelas menengah itu, kata Siswono, merupakan pasar yang sangat besar. "Mereka minta makan lebih banyak, buah lebih banyak, bahkan kecap lebih banyak," katanya kepada GATRA. "Ketika miskin, mereka makan nasi mungkin hanya dengan satu lauk," ia melanjutkan.

Seiring dengan perbaikan taraf hidup, sekarang kelas ini terbiasa makan dengan ayam, daging, dan telur. "Jadi, meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia ini memberikan tekanan pada kebutuhan," tutur Siswono.

Menjelang puasa, peningkatan permintaan itu makin menjadi-jadi. "Dengan puasa, kan sebenarnya harusnya mengurangi makan. Tapi, pada prakteknya, di tempat kita ketika buka

(4)

puasa itu semua menjadi istimewa," ujarnya. Banyak penduduk, yang pada hari-hari biasa jarang makan daging, di bulan puasa justru mengonsumsi daging dan telur. "Itu mengakibatkan demand menjadi makin besar dan mendorong kenaikan harga," katanya. Sayangnya, di lain sisi, pemerintah kurang mengantisipasinya dengan baik. "Kejadian ini akan berulang setiap tahun tanpa ada antisipasi yang baik," ungkapnya. Satu-satunya cara paling efektif untuk mengendalikan harga, kata Siswono, adalah dengan memperbesar produksi. "Dan ini tidak bisa dilakukan dalam sekejap," ia menambahkan.

Selama ini, pemerintah lebih banyak memilih jalan instan dalam menyelesaikan pemenuhan kebutuhan pangan dan meredam gejolak harga pangan. Pemerintah mengambil jalan mudah, tapi "bunuh diri", yaitu membuka lebar keran impor pangan. Sudah begitu, masyarakat Indonesia pun terbiasa dengan bahan pangan impor dan telah mencintai produk impor itu. "Itulah yang membuat pasar yang sangat besar yang kita punya diambil produsen dari luar negeri," katanya.

Neraca perdagangan Indonesia selama lima bulan belakangan, menurut Siswono, mengalami defisit karena impor jauh lebih besar daripada ekspor, termasuk impor pangan. Setiap tahun, Indonesia mengimpor pangan senilai Rp 125 trilyun. Angka impor ini akan terus bergerak naik, sepanjang pemerintah lebih suka menempuh cara gampang, yaitu mengimpor pangan.

Hal itu, misalnya, diputuskan dalam rapat koordinasi (rakor) bidang ekonomi di kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Selasa lalu. Satu di antara keputusan rapat itu adalah menambah jumlah daging impor dan gula impor untuk memenuhi kebutuhan puasa dan Lebaran. Rapat itu dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa.

Hadir dalam rapat itu, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti, serta Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini.

Rapat yang berlangsung selama lebih-kurang dua jam itu memang khusus membahas upaya pemerintah menstabilkan harga menjelang puasa. Hatta Rajasa menyebutkan bahwa pemerintah fokus pada tiga komoditas utama, yaitu daging, gula, dan beras.

Untuk daging, pemerintah akan mempercepat stok yang ada untuk mengisi pasar. Untuk gula, pemerintah akan menambah jatah gula untuk industri sebanyak 250.000 ton. Selama

(5)

ini, industri mengambil jatah gula masyarakat untuk menutup kekurangan mereka. Dari 2,5 juta ton gula untuk masyarakat, sebanyak 400.000 ton "rembes" ke industri. Penambahan jatah untuk industri itui diharapkan membuat industri tak mengambil gula masyarakat. Adapun untuk beras, pemerintah akan meningkatkan cadangan dari 1,5 juta ton menjadi 2 juta ton.

Menteri Pertanian Suswono menyatakan bahwa rakor menyetujui usulan tambahan impor 7.000 ton daging sapi jenis CL 85 (tetelan). Jumlah ini menambah total impor daging sapi yang mencapai 34.000 ton. "Tapi itu tidak untuk pasar tradisional," katanya usai rakor. Suswono menyatakan, untuk kebutuhan industri daging yang memerlukan jenis daging spesifik, memang tidak dapat dipenuhi dari suplai lokal. "Kebutuhan industri daging lebih banyak impor," ujarnya. Namun, di luar itu, kebutuhan daging akan dipenuhi dari sapi lokal. Dari total kebutuhan daging, kata Suswono, kuota impor hanya 20%, sedangkan sebanyak 80% kebutuhan nasional dipenuhi lokal.

Stok daging sapi untuk kebutuhan puasa dan Lebaran, menurut Suswono, relatif aman. "Sebab ada cadangan sebanyak 120.000 ekor di feedlot (penggemukan)," katanya. Jumlah daging yang setara dengan 30.000 ton itu bisa digunakan bila suplai di lapangan kurang. "Kalau kenaikan sudah signifikan, tentu stok yang ada di feedlot sapi bakal kami gelontorkan untuk memenuhi kekurangan supaya harga relatif stabil," ucapnya.

Yang mulai merasakan kurangnya pasokan daging, antara lain, Jawa Barat. Asosiasi Pengusaha Daging dan Sapi Potong Indonesia menyebutkan, jumlah pasokan sapi ke rumah pemotongan hewan sangat minim. Ini terutama terjadi di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Tasikmalaya. Hal inilah yang kemudian memicu kenaikan harga daging sapi. Harga daging sapi melambung hingga Rp 80.000 per kilogram, dari sebelumnya di kisaran Rp 65.000 per kilogram. Kenaikan ini diprediksi akan menyentuh harga Rp 90.000 per kilogram bila pasokan sapi ke Jawa Barat tetap seret.

Kenaikan harga pangan yang terjadi menjelang puasa, kata Suswono, terjadi karena adanya panic buying, yaitu ketakutan masyarakat atas pasokan barang yang kemudian memborong barang secara berlebihan. Hal ini juga dimanfaatkan pedangan untuk mendulang untung. "Istilahnya, dalam tanda petik, para pedagang juga ingin menikmati keuntungan dari pola belanja masyarakat yang memborong, sehingga harga menjadi naik," katanya.

(6)

harganya biasanya turun dan kemudian naik lagi menjelang Lebaran," ungkapnya. Hal ini, kata Suswono, tidak terkait dengan kurangnya pasokan. "Kalau dari laporan pelaku usaha, tidak ada yang mengatakan kurang," tuturnya.

Pemerintah, menurut Suswono, selalu membahas fenomena kenaikan harga menjelang puasa dan Idul Fitri setiap tahun. Yang mesti diantisipasi, jangan sampai ada panic buying. "Ketika saling borong terjadi, lalu suplai kurang, maka dimanfaatkan pedagang dan harga jadi naik," katanya.

Karena itu, perlu semacam aturan atau panduan terhadap toleransi atas besaran kenaikan harga pangan yang terjadi. Sebagai contoh, Filipina yang memberlakukan otomatis impor bila harga beras naik minimal 4%. "Kami sedang susun itu, kenaikan harga sekian persen, lalu apa yang dilakukan. Tapi ini baru perintah secara umum," katanya.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Gunaryo, memprediksi bahwa kenaikan harga pangan pokok tak akan lebih dari 10%. Kenaikan ini, antara lain, disebabkan tingginya permintaan menjelang puasa. Meningkatnya permintaan itu didorong oleh kebiasaan masyarakat yang ingin mengamankan kebutuhan selama Ramadan. "Misalnya, di bulan biasa hanya membeli lima telur, menjelang puasa membeli 20 telur," ucapnya.

Peningkatan permintaan itu otomatis mendongkrak harga. Namun Gunaryo menilai belum diperlukan tambahan suplai untuk menstabilkan harga. "Kalau ditambah lagi, takutnya kebablasan, justru bisa berakibat rugi," katanya kepada Mira Febri Mellya dari GATRA. Selain permintaan tinggi, kenaikan harga juga dipicu lalu lintas barang yang tersendat. Untuk mengendalikan harga bahan pangan, Kementerian Perdagangan akan menggelar pasar murah di berbagai daerah. "Kami akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyediakan bahan pangan dengan harga 'miring' yang diprioritaskan bagi warga miskin," katanya. "Caranya, dengan memotong jalur distribusi, yaitu langsung antara supplier dan pemerintah daerah, tanpa melewati sub-supplier," kata Gunaryo.

Selain itu, di berbagai daerah, pemerintah daerah juga menyubsidi pasar murah dengan menanggung biaya transportasi bahan pangan pokok. "Kami salut, hampir semua kabupaten/kota melaksanakan pasar murah," tutur Gunaryo.

Program pasar murah yang telah berjalan selama dua tahun itu sekaligus ditujukan agar harga di pasar tidak dinaikkan semaunya oleh pedagang. Logikanya, jika tersedia pasar murah, meskipun dengan waktu terbatas, pedagang tidak akan menaikkan harga karena

(7)

takut pembelinya beralih ke pasar murah.

(Irwan Andri Atmanto, Bernadetta Febriana, Birny Birdieni, dan Sandika Prihatnala)

Referensi

Dokumen terkait

positif terhadap kecerdasan budaya, Hal ini terjadi karena orang yang mempunyai gaya belajar Independent pada umumnya mau mencari tahu hal- hal yang baru dengan kemampuan yang

Composite yang dilakukan pada Adobe After Effect merupakan penggabungan semua bahan grafis yang sudah dianimasikan satu persatu dengan background dan pemberian transisi

Perkembangan SI dengan adanya SI lokal ini maka anggota SI secara keseluruhan bertambah. 22 Maka dilihat dari aspek inilah dibentuklah CSI, seperti yang sudah

Data Sales Input Data User Input Data Barang Input Data Sales Input Data Konsumen Input Data Pemasok Input Data Pembelian Input Data Order Input Data Retur Penjualan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model yang dikembangkan dapat digunakan untuk menggolongkan mangga Gedong gincu berdasarkan rasio kandungan gula asam dengan

Hasil: hasil penelitian ini menunjukan bahwa angka keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada ibu post SC di RS Nur Hidayah Bantul adalah 85%.. Kata kunci :ASI eksklusif, Bayi

Bagunan Raad van Justitie yang dibangun atas rancangan Van Raders dengan menggunakan gaya Indische Empire Style memiliki makna sebagai simbol kekuasaan dan

Registrasi Nama Tempat Tanggal Lahir Penguruan Tinggi No.. Registrasi Nama Tempat Tanggal Lahir Penguruan