• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1Kualitas

Kualitas (Mutu) adalah ukuran seberapa dekat suatu barang atau jasa sesuai dengan standar tertentu (Marimin, 2004). Mutu merupakan gabungan dari beberapa elemen meliputi sifat pemasaran, keteknikan, pembuatan serta perawatan dari produk sehingga membuat produk tersebut dapat memenuhi harapan konsumen potensialnya (Feigenbaum, 1986). ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan. Apabila diuraikan lebih rinci, mutu memiliki dua perspektif, yaitu perspektif produsen dan perspektif konsumen dimana apabila kedua hal itu disatukan maka akan tercapai kesesuaian antara kedua sisi yang dikenal sebagai kesesuaian untuk digunakan konsumen. Konsep mutu menurut David Garvin (1987) yang dikutip dalam Muhandri dan Kadarisman (2005) terdapat 8 dimensi mutu dari produk yaitu:

a. Performance (kinerja), yaitu merupakan tingkat kemampuan karakteristik utama produk dan jasa. Karakteristik ini merupakan hal yang paling utama untuk diperhatikan oleh produsen, karena karakteristik sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu produk atau jasa oleh konsumen.

b. Feature (ciri khas), yaitu ciri-ciri "fisik" dari produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi atau perusahaan. Feature merupakan karakteristik kedua yang menjadi ciri khas dan keunggulan dari produk yang ditawarkan oleh

(2)

produsen. Persaingan antar produk biasanya lebih ditentukan oleh ciri khasnya.

c. Reliability (keterandalan), yaitu tingkat kemungkinan bagi suatu produk untuk bertahan dalam jangka waktu tertentu di bawah kondisi tertentu atau dengan kata lain, Reability adalah kon sistensi kinerja produk pada periode waktu tertentu. Semakin lama produk dapat digunakan tanpa ada perubahan fungsi, maka produk tersebut akan semakin disukai oleh konsumen.

d. Durability, yaitu tingkat keawetan produk atau lama umur produk.

e. Conformance (kesesuaian), yaitu derajat dimana suatu karakteristik dari suatu produk, baik dari sudut fisik maupun cara kerjanya, sesuai dengan standar/spesifikasi yang sudah ada atau ditetapkan.

f. Serviceability (perbaikan), yaitu tingkat kemudahan suatu produk untuk diperbaiki atau kemudahan memperoleh produk tersebut.

g. Aesthetics, yaitu estetika sifat-sifat sensori (diukur dengan panca indera). h. Perceived quality, yaitu penilaian subjektif dari kualitas sebagai hasil dari

image, iklan atau merk lain dari produk.

2.2Manajemen Mutu

Manajemen mutu dapat didefinisikan sebagai suatu konsep yang menekankan pada perbaikan produk secara terus-menerus dengan melibatkan seluruh tingkat manajemen dalam perusahaan agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk lain di pasaran (Heizer dan Render, 1996). Manajemen mutu merupakan suatu sistem untuk memadukan pengembangan, pemeliharaan, dan usaha-usaha perbaikan mutu dalam suatu organisasi untuk memungkinkan produksi barang dan jasa berada pada tingkat paling ekonomis yang memungkinkan kepuasan konsumen terpenuhi (Feigenbaum, 1986). Mutu tidak hanya ditentukan oleh pekerjaan di lapangan atau oleh teknisi pemberi jasa yang bekerja melayani pelanggan akan tetapi ditentukan oleh para manajer senior suatu organisasi yang berkat posisi yang dimilikinya bertanggung jawab kepada

(3)

pelanggan, karyawan, pemasok dan pemegang saham untuk keberhasilan suatu usaha. Manajer senior ini mengalokasikan implementasi proses manajemen yang memungkinkan perusahaan memenuhi visi dan misi mereka.

Alat yang digunakan untuk melaksanakan manajemen mutu antara lain

Quality Function Deployment (QFD), Taguchi Technique, Diagram Sebab Akibat,

Diagram Pareto, Statistical Process Control (SPC) dan Bagan Proses (Heizer dan Render, 1996). Tujuan penerapan manajemen mutu adalah memberikan peluang kepada produksi dan jasa sehingga berada pada tingkat paling ekonomis secara teknis yang memungkinkan kepuasan konsumen penuh. Manfaat yang diperoleh melalui penerapan manajemen mutu adalah meningkatkan laba perusahaan, meningkatkan efisiensi perusahaan, meningkatkan mutu produk, meningkatkan hubungan dan komunikasi antara perusahaan dengan lingkungan industrinya serta menciptakan lingkungan kerja yang dinamis dan produktif.

2.3Kepuasan Pelanggan

Pelanggan merupakan konsep utama mengenai kepuasan dan kualitas pelayanan. Dalam hal ini pelanggan memegang peranan yang penting untuk mengukur kepuasan terhadap produk maupun pelayanan yang diterima. Secara umum, kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspektasi mereka (Kotler, 2009). Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, pelanggan akan tidak puas. Jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi, pelanggan akan sangat puas dan senang. Penilaian pelanggan atas kinerja produk tergantung pada banyak faktor, terutama jenis hubungan loyalitas yang dimiliki pelanggan dengan sebuah merk.

Berdasarkan definisi di atas, maka pada dasarnya pelanggan menilai kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu produk dan jasa yaitu dengan membandingkan kinerja yang pelanggan rasakan dengan suatu tingkat harapan pelanggan yang telah dipersepsikan terlebih dahulu. Menurut Kotler (2009)

(4)

beberapa metode yang dapat digunakan oleh penyedia jasa untuk mengukur seberapa besar kepuasan pelanggan yang perusahaan ciptakan, yaitu :

a. Sistem Keluhan dan Usulan

Menggunakan media formulir atau kuesioner dalam penyampaian keluhan atau usulan. Sistem ini juga memberi gagasan baru untuk peningkatan produk atau layanan.

b. Survei Kepuasan Pelanggan

Penyedia jasa dapat melakukan survei rutin untuk mengetahui kepuasan pelanggan. Kelebihan dari metode ini adalah perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan dapat mengetahui penilaian pelanggan terhadap produk yang ditawarkan secara berkala, sehingga dapat menjaga konsistensi pelayanan. Kekurangan metode ini membutuhkan biaya yang cukup mahal.

c. Belanja Samaran atau Siluman

Belanja samaran disini menggunakan pihak lain yang dianggap independen untuk mengkonsumsi produk dari pihak penyedia jasa dan melaporkan pengalaman mereka ketika mengkonsumsi produk tersebut. Cara ini sangat efektif untuk mengetahui kinerja staff dan karyawan. d. Analisis Pelanggan yang Hilang

Menghubungi pelanggan yang berhenti mengkonsumsi produk penyedia jasa, atau beralih ke produk penyedia jasa lainnya. Penyedia jasa bukan hanya melakukan wawancara dengan pelanggan yang beralih, tetapi juga harus memonitor tingkat kehilangan pelanggan. Tingkat kehilangan yang meningkat menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggan.

2.4Quality Function Deployment

2.4.1 Definisi Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) telah diakui sejak tahun 1960an di dunia sebagai salah satu alat perencanaan yang sesuai untuk menerjemahkan kebutuhan konsumen ke dalam spesifikasi produk (Gonzalez et al,. 2004). QFD

(5)

sangat efektif digunakan dalam tahaptahap desain (Hidayat, 2007). Nasution (2001) mendefinisikan QFD sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan menerjemahkannya ke dalam kebutuhan teknis yang relevan dimana masing-masing area fungsional dan tingkat organisasi dapat mengerti dan bertindak. QFD dapat didefinisikan sebagai suatu matriks kompleks yang menerjemahkan persepsi mutu ke dalam karakteristik produk lalu kedalam pabrikasi dan kebutuhan produksi (Garvin,1988 yang dikutip dalam Zairi dan Youssef, 1995).

QFD adalah konsep pendekatan stuktur dalam mendefinisikan apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan keinginan, dan ekspektasi konsumen dan menerjemahkannya ke dalam perencanaan yang spesifik untuk proses produksi / manufaktur. QFD dibuat pertama kali pada tahun 1972 oleh MitshubishiShipyard

di Kobe, Jepang yang kemudian dikembangkan oleh Toyota dan para pendukungnya dan digunakan oleh banyak perusahaan di Jepang dan di Amerika (Eldin, 2002). Quality Function Deployment (QFD) merupakan satu-satunya sistem mutu komprehensif yang bertujuan secara spesifik, yaitu memaksimalkan kepuasan konsumen dengan mencari kebutuhan konsumen, baik yang jelas maupun yang tidak terucap oleh konsumen. Kebutuhan konsumen tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam tindakan dan rancangan dalam perusahaan (Mazur, 2003). QFD mencakup juga monitor dan pengendalian yang tepat dari proses operational menuju sasaran (Marimin, 2004).

Penerapan QFD telah banyak dilakukan di berbagai perusahaan dan institusi terkemuka di berbagai negara. Mereka antara lain 3M, AT&T;, Boeing, Chevron, DaimlerChrysler, EDS, Ford Motor Company, General Motors, Gillette, Hewlett-Packard, Hughes, IBM, Jet Propulsion Laboratory, Kawasaki Heavy Industry, Kodak, Lockheed-Martin, Marriott, Motorola, NASA, NATO, NEC, Nissan Motors, Nokia, Pratt & Whitney, Proctor & Gamble, Raytheon, Sun Microsystems, Texas Instruments, Toshiba, Toyota Autobody, Departemen Pertahanan Amerika, Visteon, Volvo, Xerox dan masih banyak lainnya (Mazur, 2003, Eldin, 2002). Dewasa ini, sudah banyak industri di Amerika yang secara rutin menggunakan QFD untuk meningkatkan mutu produk dan layanan mereka.

(6)

Industri-industri tersebut mencakup industri otomotif, perbankan, asuransi, pelayanan kesehatan, layanan umum, dan pengolahan makanan (Eldin, 2002).

Penerapan QFD dilakukan oleh Marimin dan Muspitawati pada tahun 2002 untuk mengkaji keinginan atau kebutuhan konsumen dalam rangka mengembangkan strategi peningkatan kualitas pada industry sayuran segar PT. Saung Mirwan, Ciawi, Bogor (Marimin, 2004).

Metode QFD digunakan untuk menganalisis dan merumuskan keinginan konsumen. Kesimpulan yang diperoleh adalah analisa QFD menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi keinginan dan harapan konsumen secara keseluruhan sudah cukup memuaskan dan jika dibandingkan dengan pesaing, produk yang dihasilkan memiliki mutu yang sama atau lebih baik. Kombinasi antara QFD dan pemantauan proses yang sesuai dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan strategi peningkatan kualitas produk sesuai keinginan konsumen dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal perusahaan.

Suprihatini (2005) mengaplikasikan QFD di industri teh hitam orthodox

Indonesia untuk mengetahui posisi kualitas teh hitam orthodox Indonesia dibandingkan dengan teh Sri Lanka dan menentukan prioritas upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan para pembeli teh Indonesia. Hasil penelitian Suprihatini (2005) menunjukkan bahwa dari seluruh atribut harapan pelanggan teh, nilai teh hitam orthodox Indonesia selalu lebih rendah dibandingkan dengan teh Sri Lanka, kecuali untuk atribut kemasan dan pelayanan penyelesaian klaim yang sudah sepadan. Suprihatini (2005) menyimpulkan, perbaikan atribut jenis teh dan grade teh yang diproduksi Indonesia perlu menjadi prioitas utama, dan aspek teknis pengolahan yang menadi prioritas utama dalam rangka meningkatkan kepuasan pembeli teh Indonesia adalah peningkatan mutu pucuk teh. Host Mariott, sebuah perusahaan Amerika yang bergerak di bidang

airport food dan beverage mengalami peningkatan penjualan sebanyak 50% dari salah satu produk mereka, yaitu bagel dalam waktu dua minggu setelah menerapkan QFD. Host Mariott dapat mempertahankan peningkatan penjualannya selama enam bulan berikutnya dengan berfokus pada konsumen.

(7)

Setelah satu tahun penjualan, mereka tidak jarang mengalami peningkatan penjualan lebih dari dua kali dibandingkan sebelumnya. (Lampa dan Mazur, 1996).

Perusahaan Toyota Autobody mulai menerapkan QFD pada tahun 1977. Sebagai hasilnya, Toyota mengeluarkan empat buah kendaraan tipe van pada tahun 1977 hingga 1984, yang merupakan sebuah rekor dan keberhasilan besar pada masa itu. Pada masa itu, biaya awal produksi Toyota berkurang hingga 20% untuk van baru mereka pada tahun 1979, 38% pada tahun 1982, dan total kumulatif pengurangan biaya produksi sebanyak 61% hingga tahun 1984. Selama periode tersebut, siklus pengembangan atau time to market menjadi lebih singkat sepertiganya dan kualitas meningkat karena terjadi pengurangan yang signifikan dalam perubahan engineering dan pengerjaan ulang atau rework (Eldin, 2002).

2.4.2 Tahap Perencanaan dan Pengembangan QFD

Menurut Widodo (2003), QFD merupakan sebuah sistem pengembangan produk berdasarkan kepada keinginan konsumen, yang dimulai dari merancang produk, proses manufaktur sampai produk tersebut sampai ke tangan konsumen.

Representasi dari QFD yang paling dikenal adalah matriks House of Quality (HOQ). Matriks ini pada dasarnya terdiri dari dua bagian utama. Bagian horizontal dari matriks berisi informasi yang berhubungan dengan kosumen. Bagian vertikal dari matriks berisi informasi teknis sebagai respons bagi input konsumen (Marimin, 2004). Zairi dan Youssef (1995) lebih lanjut menjelaskan, dari matriks QFD atau House of Quality dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan konsumen, kebutuhan desain atau teknis, prioritas kebutuhan konsumen, prioritas kebutuhan desain atau teknis, korelasi antara kebutuhan konsumen dan kebutuhan teknis, dan korelasi antar kebutuhan teknis. HOQ digunakan oleh tim untuk menerjemahkan perasyaratan konsumen, hasil riset pasar dan data benchmarking, ke dalam sejumlah target teknis prioritas. Dengan perangkat House of Quality diperoleh keputusan pabrikasi yang akan mempengaruhi persepsi pelanggan (Gasperz, 2001).

(8)

Muslim dan Gunawan (2003) menjelaskan, bentuk matriks dari House of Quality (HOQ) terdiri dari :

a. WHATs, merupakan bagian kiri dari HOQ yang berisi daftar keinginan atau kebutuhan pelanggan (Customer Requirements).

b. WHYs, merupakan bagian kanan dari HOQ yang disebut juga Planning Matrix yang berisi : prioritas keinginan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan maupun pesaing (Competitive Benchmarking).

c. HOWs, merupakan lantai dua dari HOQ yang mengidentifikasikan karakteristik produk yang dapat diukur untuk memenuhi keinginan dari pelanggan Technical Response atau Technical Requirements).

d. Relationship Matrix, (matriks hubungan), merupakan bagian tengah dari HOQ yang mengaitkan bentuk hubungan Technical Response dengan

Voice of Customer/ Customer Requirements).

e. Correlation Matrix (matrik korelasi), merupakan atap dari HOQ yang mengidentifikasi pelaksanaan disain dari HOWs.

f. HOW MUCHes, merupakan dasar dari rumah yang berisi spesifikasi teknis yang akan memuaskan pelanggan seperti prioritas dari Technical Response, Technical Benchmarking, tingkat kesulitan teknis serta Target Value.

Sedangkan metode QFD menurut Cohen (1995) memiliki beberapa tahap perencanaan dan pengembangan yang disebut empat tahapan model QFD. Tahap perencanaan dan pengembangan dapat disebut juga matriks, adapun matriks perencanaan dan pengembangan QFD ada 4 tahapan.

Tahapan pertama adalah matriks perencanaan produk menjelaskan tentang keinginan konsumen, kebutuhan-kebutuhan teknis, korelasi, hubungan-hubungan yang berkaitan, evaluasi kompetitor atau pesaingnya, penugasan teknis kompetitif, dan target-targetnya. Alat yang digunakan untuk menggunakan struktur QFD adalah matriks yang berbentuk rumah, yang disebut House of

(9)

Quality (HOQ). HOQ terdiri dari enam bagian utama matriks perencanaan produk tersebut. Tahapan kedua adalah matriks perencanaan teknik yaitu merupakan faktor-faktor teknis yang kritis terhadap pengembangan produk. Tahapan ketiga, matriks perencanaan proses yaitu merupakan matriks proses pembuatan pengembangan suatu produk. Tahapan keempat adalah matriks perencanaan produksi yaitu memaparkan tindakan yang perlu diambil didalam perbaikan kualitas produk.

QFD tahap pertama mengkombinasikan kebutuhan pelanggan dengan karakteristik teknis yang dibuat tim pengembang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Pengolahan QFD tahap pertama menggunakan bagan rumah kualitas (HOQ) seperti pada Gambar 2.1

Sumber: Cohen (1995).

Gambar 2.1 Model Rumah Kualitas (HOQ)

Bagian A adalah matriks kebutuhan pelanggan. Matriks ini berisi daftar kebutuhan pelanggan secara terstruktur yang langsung diterjemahkan dari kata-kata pelanggan. Langkah-langkah mendapatkan suara konsumen adalah

(10)

mendapatkan suara pelanggan melalui wawancara, kuesioner terbuka, komplain pelanggan. Sortir suara konsumen ke dalam beberapa kategori (kebutuhan-kebutuhan, dimensi kualitas, dan lain-lain). Masukkan ke dalam matriks kebutuhan pelanggan.

Bagian B merupakan matriks perencanaan menurut Cohen (1995), menjelaskan bahwa matriks perencanaan merupakan alat yang dapat membantu tim pengembangan untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan. Matriks ini mencatat seberapa penting masing-masing kebutuhan atau keuntungan dari produk atau jasa yang ditawarkan kepada pelanggan berdasarkan interpretasi tim pengembang dan data hasil penelitian. Kondisi ini mempengaruhi keseimbangan antara prioritas perusahaan dan prioritas pelanggan.

Adapun bagian-bagian dari matriks perencanaan adalah tingkat kepentingan pelanggan yaitu kolom tingkat kepentingan pelanggan yang merupakan tempat dimana hasil pengambilan data mengenai seberapa penting suatu atribut kebutuhan. Tingkat kepuasan pelanggan merupakan persepsi pelanggan mengenai seberapa baik suatu produk atau layanan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan pesaing merupakan persepsi pelanggan mengenai seberapa baik suatu produk atau layanan kompetitor dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

Tujuan merupakan target kepuasan pelanggan yang ingin dicapai oleh perusahaan berdasarkan kondisi tingkat kepuasan sebenarnya. Penentuan tujuan kepuasan pelanggan dalam matriks perencanaan memberikan efek yang besar dalam prioritas sepanjang proyek pengembangan. Rasio kenaikan perbaikan adalah kombinasi dari tingkat kepuasan pelanggan dan tujuan menghasilkan sebuah nilai yang disebut rasio kenaikan perbaikan. Rasio kenaikan perbaikan merupakan perkalian faktor tujuan dan tingkat kepuasan pelanggan.

Bagian C adalah matriks karakteristik teknis. Matriks ini memuat karakteristik teknis yang merupakan bagian dimana perusahaan melakukan penerapan metode yang mungkin untuk direalisasikan dalam usaha memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Dalam respon teknis, perusahaan mentranslasikan kebutuhan konsumen menjadi karakteristik teknis.

(11)

Perlu ditentukan arah peningkatan atau target terbaik yang dapat dicapai, yaitu terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Simbol Arah Peningkatan 1

Simbol Keterangan

Semakin besar nilainya, semakin baik Semakin kecil nilainya, semakin baik

Nilai target yang ditentukan adalah yang terbaik

Sumber: Wijaya (2011).

Bagian D merupakan matriks hubungan antara kebutuhan pelanggan dengan karakteristik teknis. Matriks ini menentukan hubungan antara kebutuhan pelanggan dengan matrik karakteristik teknis dan kemudian menerjemahkannya menjadi suatu nilai yang menyatakan kekuatan hubungan tersebut. Dari hubungan ini ada 4 kemungkinan yang terjadi.

Tabel 2.2 Simbol Arah Peningkatan 2

Simbol Nilai Keterangan

Tanpa simbol 0 Tidak berhubungan

∆ 1 Lemah

3 Sedang

9 Kuat

Sumber: Wijaya (2011).

Hubungan kuat yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 menandakan hubungan antara kebutuhan pelanggan dengan karakteristik teknis sangat berpengaruh terhadap produk yang diinginkan. Hubungan sedang menandakan bahwa antara kebutuhan pelanggan dengan karakteristik teknis turut mempengaruhi produk, akan tetapi tidak terlalu besar pengaruhnya jika dibandingkan dengan hubungan yang kuat.

(12)

Sedangkan hubungan lemah menandakan bahwa hubungan kebutuhan pelanggan dengan karakteristik teknis dapat dikatakan tidak terlalu berpengaruh terhadap produk, namun walaupun demikian harus tetap diperhatikan karena merupakan bagian dari pembentukan produk yang dikehendaki oleh konsumen.

Bagian E yaitu matriks korelasi karakteristik teknis. Matriks ini menggambarkan peta saling ketergantungan dan saling berhubungan antara matrik karakteristik teknis yang terdapat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Simbol Arah Peningkatan 3

Simbol Nilai Keterangan

9 Kuat

3 Sedang

X 1 Lemah

Tidak ada simbo 0 Tidak berhubungan

# -3 Negatif kuat

Sumber: Wijaya (2011).

Korelasi yang positif kuat menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada suatu desain dapat langsung memberikan dampak positif terhadap desain lainnya. Sedangkan korelasi positif sedang menunjukkan hubungan dimana kebutuhan yang satu akan memberikan dampak positif terhadap kebutuhan desain yang lainnya dengan kadar yang lebih rendah dari hubungan yang positif kuat.

Korelasi yang negatif kuat menunjukkan bahwa hubungan kebutuhan desain yang satu akan memberikan dampak negatif terhadap kebutuhan desain lainnya. Sedangkan korelasi negatif sedang menunjukkan bahwa hubungan kebutuhan desain yang satu akan memberikan dampak negatif terhadap kebutuhan desain lainnya dengan kadar yang lebih rendah dari hubungan yang sangat negatif.

Bagian F merupakan matriks teknis. Matriks ini berisi tiga jenis informasi, yaitu kontribusi karakteristik teknis kepada performansi produk atau

(13)

jasa secara keseluruhan. Kontribusi ini didapat dengan mengurutkan peringkat karakteristik teknis, berdasarkan bobot kepentingan dan kebutuhan pelanggan pada bagian B serta hubungan antara karakteristik teknis dan kebutuhan pelanggan pada bagian D.

Salah satu penelitian yang telah dilakukan oleh Ihsaniati tentang penerapan Quality Function Deployment untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen produk Biskuit di PT. Arnott’s Indonesia menyatakan Parameter teknis yang perlu diprioritaskan dalam perumusan upayaperusahaan dalam memenuhi kepentingan konsumen untuk produkbiskuit merek A adalah supplier/mutu bahan baku, formulasi dankomposisi bahan pembuat biskuit, kondisi pengadukan, pengaturanoperasional cutter, dan suhu pemanggangan/suhu oven. Prioritas teknisyang perlu didahulukan untuk mencapai atribut kepentingan konsumenadalah formulasi dan komposisi bahan pembuat biskuitParameter teknis yang perlu diprioritaskan dalam perumusan upayaperusahaan dalam memenuhi kepentingan konsumen untuk produkbiskuit merek X adalah formulasi dan komposisi bahan pembuat biskuit,suhu pemanggangan/suhu oven, dan permeabilitas kemasan. Prioritasteknis yang perlu didahulukan untuk mencapai atribut kepentingan konsumen formulasi dan komposisi bahan pembuat biskuit.

2.4.3 Manfaat dan Keunggulan QFD

Ariani (1999) memberikan konsep mengenai manfaat QFD. Menurutnya ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan bila menggunakan metode QFD, yaitu mengurangi biaya, meningkatkan pendapatan, dan pengurangan waktu produksi.

Metode QFD dapat mengurangi biaya, karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa produk yang dibuat itu harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan, sehingga tidak ada pengulangan pekerjaan atau pembuangan bahan baku karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh pelanggan. Pengurangan biaya dapat dicapai dengan biaya pembelian bahan baku, pengurangan upah, penyederhanaan proses produksi dan pengurangan pemborosan.

(14)

Menurut Cohen (1995), manfaat utama yang diperoleh dari penerapan QFD yaitu rancangan produk dan jasa baru fokus pada kebutuhan pelanggan karena kebutuhan pelanggan tersebut sudah lebih dipahami. Kegiatan desain dapat lebih diutamakan dan dipusatkan pada kebutuhan pelangggan. Dapat menganalisis kinerja produk/jasa perusahaan terhadap pesaing utama dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan utama pula. Dapat memfokuskan pada upaya rancangan sehingga akan mengurangi waktu untuk perubahan rancangan secara keseluruhan sehingga akan mengurangi waktu pemasaran produk baru. Dapat mengurangi frekuensi perubahan suatu desain setelah dikeluarkan dengan memfokuskan pada tahap perencanaan sehingga akan mengurangi biaya untuk memperkenalkan desain baru. Dapat mendorong terselenggaranya tim kerja antar departemen. Dapat menyediakan cara untuk membuat dokumentasi proses dan dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan.

2.4.4 Aktivitas Di Dalam QFD

Secara umum proses Quality Function Deployment (QFD) dapat diketahui pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Proses QFD

No. Aktivitas

1 Identifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen

2 Hubungan antara kebutuhan konsumen dan karakteristik perancangan teknis

3 Hubungan antara karakteristik dan keinginan konsumen 4 Evaluasi kompetitif terhadap produk pesaing

5 Menghubungkan setiap karakteristik teknis dan karakteristik 6 Menghubungkan karakteristik komponen dengan proses operasi 7 Menghubungkan proses operasi dengan parameter kontrol 8 Implementasi dan continue improvement

(15)

Tjiptono (2001) membagi aktivitas QFD yang terdiri dari beberapa aktivitas yaitu penjabaran persyaratan pelanggan (kebutuhan akan kualitas). Penjabaran karakteristik kualitas yang dapat diukur. Penentuan hubungan antara kebutuhan kualitas dan karakteristik. Penetapan nilai-nilai berdasarkan angka tertentu terhadap masing-masing karakteristik kualitas. Penyatuan karakteristik kualitas ke dalam produk. Terakhir yaitu perancangan, produksi, dan pengendalian kualitas produk.

Menurut Tjiptono (2001) penerapan QFD dapat mengurangi waktu desain sebesar 40% dan biaya desain 60% secara bersamaan dengan dipertahankan dan ditingkatkan kualitas desain. QFD berperan besar dalam meningkatkan kerja sama tim interfungsional yang terdiri dari anggota-anggota departemen pemasaran, riset dan pengembangan, pemanufakturan, dan penjualan dalam berfokus pada pengembangan produk.

2.5 Perancangan Produk dengan Nigel Cross

2.5.1 Fase-Fase dalam Proses Perancangan dengan Nigel Cross 1. Klarifikasi Tujuan

Klarifikasi tujuan (clarifying objectives) ini dilakukan untuk menentukan tujuan perancangan. Metode yang digunakan adalah pohon tujuan (objectives

trees). Metode pohon tujuan memberikan format yang jelas dan bermanfaat bagi

beberapa tujuan. Ini memperlihatkan tujuan dan cara umum untuk mencapainya yang masih terus dipertimbangkan. Ini akan memperlihatkan bentuk diagramatik di mana tujuan yang berbeda akan saling berhubungan satu sama lain, dan pola hirarki tujuan dan sub tujuan. Prosedur untuk pencapaian pohon tujuan ini akan membantu memprjelas tujuan dan mencapai kesepakatan di antara klien, manajer, dan anggota tim desain.

2. Penetapan Fungsi

Langkah selanjutnya adalah menetapkan fungsi. Tujuannya adalah untuk menetapkan fungsi-fungsi yang diperlukan dan batas-batas sistem rancangan produk yang baru. Pada langkah ini digunakan metode analisis fungsional. Metode analisis fungsional menawarkan seperti mempertimbangkan fungsi

(16)

esensial alat, hasil atau produk atau sistem yang dirancang harus memuaskan, tidak masalah komponen fisik apa yang seharusnya digunakan. Tingkat permasalahan diputuskan dengan mendirikan pembatas di sector peletakan pengganti yang saling berkaitan dari fungsi.

3. Penetapan Kebutuhan

Setelah fungsi ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah menyusun kebutuhan. Langkah ketiga ini bertujuan untuk membuat spesifikasi pembuatan yang akurat yang perlu bagi desain/ rancangan. Metode yang digunakan pada langkah ini adalah Performance Specification Model.

4. Penentuan Karakteristik dengan QFD

Selanjutnya adalah langkah yang disebut penentuan karakteristik, yang bertujuan untuk menetukan target apa yang akan dicapai oleh karakteristik teknik suatu produk sehingga dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan konsumen. Metode yang digunakan pada langkah ini adalah QFD (Quality Function Deployment). Output dari QFD ini adalah akan dihasilkannya sebuah matrik yang disebut dengan House of Quality.

5. Pembangkitan Alternatif

Pembangkitan alternatif merupakan suatu proses perancangan yang berguna untuk membangkitkan alternatif-alternatif yang dapat mencapai solusi terhadap permasalahan perancangan. Metode yang dipakai adalah Morphological Chart.

6. Evaluasi Alternatif

Evaluasi alternatif merupakan suatu proses penentuan alternatif terbaik dari berbagai macam alternatif yang muncul, sehingga diperoleh suatu rancangan yang baik dan dapat memenuhi keinginan konsumen. Alternatif-alternatif yang sudah dihasilkan kemudian akan dievaluasi untuk dipilih yang mana yang terbaik. Pada langkah ini, digunakan metode Weighted Objective yang bertujuan untuk membandingkan nilai-nilai bantu dari setiap proposal berdasarkan kemungkinan bobot tujuan yang berbeda-beda.

(17)

7. Komunikasi (Improving Details)

Banyak pekerjaan perancangan dalam praktek tidak dikaitkan dengan kreasi atas konsep perancangan baru yang radikal, tetapi pembuatan modifikasi untuk mewujudkan rancangan produk. Modifikasi ini berusaha mengembangkan suatu produk, meningkatkan penampilannya, mengurangi berat, menurunkan biaya, dan mempertinggi daya tariknya. Semua bentuk modifikasi biasanya dapat dibagi ke dalam dua tipe, yaitu modifikasi yang bertujuan meningkatkan nilai produk untuk pembeli dan mengurangi biaya bagi produsen.

Oleh karena itu, merancang sesungguhnya berkaitan dengan penambahan nilai. Sewaktu bahan mentah menjadi suatu produk, nilainya ditambah sampai melewati biaya pokok bahan-bahan dan prosesnya. Berapa banyak nilai yang ditambahkan tergantung kepada seberapa berharganya suatu produk bagi pembeli dan persepsi itu sebenarnya ditentukan oleh atribut produk yang disediakan oleh perancang.

2.6 Mochi

Mochi berasal dari bahasa Jepang “Hanzi” adalah kue beras Jepang yang terbuat dari mochigome, beras ketan butiran pendek japonica. Beras ditumbuk menjadi pasta dan dibentuk menjadi bentuk yang diinginkan. Di Jepang itu secara tradisional dibuat dalam suatu upacara yang disebut mochitsuki. Sementara juga dimakan sepanjang tahun, mochi adalah makanan tradisional untuk Tahun Baru Jepang dan biasanya dijual dan dimakan selama waktu itu. Makanan ringan serupa menonjol di Hawaii, Korea Selatan, Taiwan, China (di mana itu disebut Hokkien MOA-chi atau Mandarin Mashu), Kamboja, Filipina (di mana itu disebut maha), Thailand, dan Indonesia (di mana itu disebut kue moci dan telah menjadi khusus kota Sukabumi). Kue mochi yang rasanya kenyal, terbuat dari tepung ketan yang diolah sedemikian rupa, berisi kacang tanah halus dan gula pasir, dan bagian luar dilaburi tepung tapioca.

(18)

Mochi adalah makanan multikomponen yang terdiri dari polisakarida, lipid, protein dan air. Mochi memiliki struktur heterogen amilopektin, pati biji-bijian gel dan gelembung udara. Beras ini ditandai dengan kurangnya amilosa pati dan berasal dari beras japonica pendek atau menengah. Konsentrasi protein beras adalah sedikit lebih tinggi dari biasanya pendek-butir beras dan dua juga berbeda dalam kandungan amilosa. Dalam beras mochi, isi amilosa diabaikan yang mengakibatkan konsistensi gel lembut mochi. (Muhammad R, 2012).

2.7 Metode Analisis Data

Data dari hasil suatu pengukuran harus dilakukan pengujian kecukupan data, keseragaman data dan kenormalan data. Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan instrumen yang valid dan reliabel. Hasil penelitian bersifat valid jika terdapat kesamaan antara data yang diperoleh dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Selanjutnya hasil penelitian yang realibel, nilai terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2002).

1.7.1 Uji Kecukupan Data

Untuk melakukan perhitungan atas berapa banyak data yang diperlukan untuk pengukuran. Uji kecukupan data ini dapat dilakukan dengan rumus:

N’ = [ ∑ ∑( )

∑ ]

2

Dimana :

N’ = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan.

K = Tingkat kepercayaan dalam pengamatan.(k = 2, 1-α =95%) S = Derajat ketelitian dalam pengamatan (5%)

N = Jumlah pengamatan yang sudah dilakukan. xi = Data pengamatan.

(19)

2.7.2 Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data ini dibutuhkan untuk mengatasi perubahan yang terus terjadi dimana perubahan-perubahan yang terjadi tetap harus dalam batas kewajaran. (Sutalaksana, Anggawisastra & Tjakraatmadja, 1979).

· Masukan data-data ke dalam subgroup-subgrup

· Hitung nilai rata-rata masing-masing subgrup (x)

· Hitung nilai rata-rata dari rata-rata subgrup ( ̅)

· Hitung nilai standar deviasi berdasarkan pada persamaan berikut:

= ∑( ̅)

· Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgroup dengan:

= √ n adalah jumlah subgroup

· Hitung batas control atas (BKA) dan batas control bawah (BKB)

BKA = ̅+ BKB = ̅+

Untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% maka nilai Z = 2 dan nilai S = 0,05.

2.7.3 Uji Kenormalan Data

Untuk mengetahui apakah data-data yang dikumpulkan apakah mengikuti distribusi normal atau tidak maka dilakukan pengujian dengan metode Goodness of Fit (Uji Kebaikan Suai).

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian kenormalan data adalah:

(20)

dengan cara:

Range = data terbesar – data terkecil

Kelas : k = 1 + 3,33 log n dimana n adalah banyak data pengamatan b. Menetapkan nilai rata-rata dan standar deviasi

Nilai rata-rata : ̅= ∑

Standar deviasi : σ = ∑( ̅)

c. Mencari nilai Z untuk setiap kelas yang ada dengan cara:

Z =

d. Menetapkan nilai luas kurva normal

Luas = p(zi < Z < z2) = P(Z < z2) – P(Z < z1)

Nilai dari Z bisa dilihat pada table kurva normal pada lampiran e. Menetapkan nilai frekuensi harapan (ei)

ei = luas x N

Nilai dari ei tidak boleh lebih kecil dari 5, maka jika nilai ei masih kecil dari 5 maka akan digabungkan dengan nilai ei lainnya hingga berjumlah lebih dari 5

f. Menghitung nilai khi-kuadrat

X2 = ∑ ( )

(21)

Oi = frekuensi pengamatan Ei = frekuensi harapan

Banyaknya derajat bebas yang berkaitan dengan sebaran khi-kuadrat yang ada berdasarkan pada dua factor yakni banyaknya sel dalam percobaan yang bersangkutan dan banyaknya besaran yang diperoleh dari data pengamatan yang diperlukan dalam perhitungan frekuensi harapannya. Derajat kebebasan ini memiliki rumus v = k – m – 1 dimana k adalah jumlah subgrup dan nilai m = 2 untuk data distribusi normal. Jika nilai dari X2hitung < X2tabel maka data tersebut

terdistribusi normal. (Walpole, 1995, p. 326).

2.7.4 Uji Validitas

Suatu instrumen (alat yang digunakan untuk mengumpulkan data) dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Apabila peneliti ingin mengukur tingkat motivasi seseorang maka instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data menyangkut tingkat motivasi haruslah dapat mengukur motivasi. Dengan demikian instrumen tersebut disebut valid.

Jenis Validitas yang digunakan menyangkut tingkat kebenaran suatu tes, dimana tes tersebut dianggap valid apabila nilai tes tersebut jika dibandingkan dengan tes lainnya yang menyangkut hal yang sama. Dimana validitasnya telah teruji yang diberikan pada waktu yang bersamaan menghasilkan nilai tes yang sama.

Untuk mengetahui apakah skor yang dihasilkan oleh dua tes yang berbeda namun mengukur hal yang sama itu sama atau tidak, dapat dilakukan dengan pengujian statistik. Skor-skor yang diperoleh dari tes pertama dikorelasikan dengan skor-skor yang diperoleh dari tes kedua, yaitu dengan menggunakan

Person product moment correlation (r) seperti dibawah ini:

= .∑ . (∑ ).(∑ )

(22)

Dimana:

rxy : korelasi product moment antara X dan Y N : banyaknya responden

X : skor butir pertanyaan

∑X : jumlah X (skor butir pertanyaan)

∑X2 : jumlah skor butir kuadrat

Y : skor total pertanyaan

∑Y : jumlah Y (skor total pertanyaan)

∑Y2 : jumlah skor total kuadrat

∑XY : jumlah perkalian X dengan Y

Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan angka kritik pada tabel korelasi nilai-r. Jika rxy > rtabel maka data tersebut valid dan jika rxy <

rtabel maka data tersebut tidak valid.

2.7.5 Uji Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi. Suatu Instrumen penelitian disebut reliabel apabila instrumen tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang dia ukur untuk mengetahui reliabilitas suatu instrumen. Beberapa metode pengujian reliabilitas dapat dilakukan diantaranya dengan menggunakan beberapa teknik.

Teknik yang digunakan pada uji reabilitas ini adalah metode Cronbach’s Alpha (α). Rumusnya dapat digunakan untuk mencari reabilitas instrumen yang skornya bukan 1, tetapi merupakan rentangan antar beberapa nilai, misalnya 0-10 atau 0-0-100 atau bentuk skala 1-3, 1-5 atau 1-7 dan seterusnya (Umar, 2005). Rumus ini ditulis sebagai berikut :

(23)

Dimana:

rH : reabilitas instrumen

k : banyaknya butir pertanyaan ∑σb2 : jumlah varians butir

σt2 : varians total

∑X2 : jumlah skor butir kuadrat Dan rumus varians yang digunakan:

= ∑

(∑ )

Dimana:

N : jumlah sampel

X : nilai skor butir pertanyaan yang dipilih

Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan angka kritik pada Tabel-r. Jika rH > rtabel maka data tersebut reliabel dan jika rH < rtabel maka

Gambar

Gambar 2.1 Model Rumah Kualitas (HOQ)
Tabel 2.1  Simbol Arah Peningkatan 1
Tabel 2.3  Simbol Arah Peningkatan 3
Tabel 2.4 Proses  QFD

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam bacaan hari ini, Yesus berbicara tentang terang yang dibutuhkan oleh setiap orang supaya bisa melihat.. Kisah penyembuhan orang yang terlahir buta oleh Yesus

Berpikir kritis memiliki karakteristik sebagai berikut: menggunakan bukti dengan seimbang, mengorganisasikan gagasan dan mengungkapkannya secara singkat,

Kode Limbah D240 Sumber Industri/ Kegiatan IPAL Industri Kawasan. Sludge dari Instalasi Pengolahan Air Limbah

Meskipun demikian, dalam penelitian ini, penulis memilih menggunakan jenis-jenis motivasi belajar siswa yang digunakan oleh Uno (2011) Djamarah (2003) yaitu

Sedangkan menurut Adisasmita(2011) efisiensi adalah komponen input yang digunakan seperti waktu, tenaga dan biaya dapat dihitung penggunaannya dan tidak berdampak pada

Pertumbuhan penduduk mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap total tabungan nasional Indonesia selama periode pengamatan pada tingkat kepercayaan 99 persen dengan

Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang karena kelemahan otot akomodasi dan lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang