• Tidak ada hasil yang ditemukan

lp ppok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "lp ppok"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK  ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK 

A.

A. PePengngerertitianan

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang me

mencncakakup up brbrononkikititis s krkrononikik, , brbrononkikiekektatasissis, , ememfifisemsema a dadan n asasmama, , yayangng merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.(1)

dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.(1)

Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan emfisema pulmonum.(2)

emfisema pulmonum.(2)

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai denganyang ditandai dengan ga

gangngguguan an fufungngsi si paparu ru beberurupa pa mememamanjnjanangngnya ya peperioriode de ekekspspirairasi si yayangng di

disebsebababkakan n ololeh eh adadananya ya pepenynyemempipitan tan sasaluluraran n nanapapas s dadan n titidadak k babanynyak ak  mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.(3)

mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.(3)

Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran  patofisiologi utamanya.(4)

 patofisiologi utamanya.(4)

B.

B. KLKLASASIFIFIKIKASASII

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik  Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik  adalah sebagai berikut:

adalah sebagai berikut: 1.

1. BrBrononkikititis ks kroroninik k 

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai  pengeluaran

 pengeluaran dahak, dahak, sekurang-kuranganya sekurang-kuranganya 3 3 bulan bulan dalam dalam satu satu tahun tahun dandan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.(5)

terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.(5) 2.

2. EEmmfifisesemma a paparuru

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan anato

(2)

udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus.(5)

3. Asma

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.(4)

4. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi  bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran  pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang  berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.(1)

C. Etiologi

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:(3)

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama 2. Polusi udara

3. Infeksi peru berulang 4. Umur  

5. Jenis kelamin 6. Ras

7. Defisiensi alfa-1 antitripsin 8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing factor risiko terhadap terjadinya PPOK  adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

(3)

D. Patofisiologi/Pathway

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.(6)

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni  jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru- paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya

fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.(6)

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun  perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).(3)

(4)

Pathway Penyakit paru Obstruksi Kronik  Gambar 1. Pathways (1, 2, 3, 4, 5) Faktor   predisposisi Edema, spasme  bronkus, peningkatan secret bronkiolus Metabolisme anaerob Udara terperangkap dalam alveolus Obstruksi bronkiolus

awal fase ekspirasi

Defisit energi Produksi ATP menurun Gangguan metabolisme  jaringan Suplai O2  jaringan rendah PaO2 rendah PaCO2 tinggi Lelah, lemah Sesak napas, napas pendek  Gangguan  pertukara n gas Risiko  perubaha n nutrisi kurang dari kebutuha n tubuh Pola napas tidak  efektif  Gagal  jantung kanan Insufisiensi/g agal napas Kurang  perawatan diri Intoleransi aktivitas Gangguan  pola tidur  Bersihan  jalan napas tidak  efektif  Hipoksemia Hipertensi  pulmonal Kompensasi kardiovaskular 

(5)

E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok: (3)

1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).

2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers). Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:(3)

3. Kelemahan badan 4. Batuk  

5. Sesak napas

6. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi 7. Mengi atau wheeze

8. Ekspirasi yang memanjang

9. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut. 10. Penggunaan otot bantu pernapasan

11. Suara napas melemah

12. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal 13. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan radiologis

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang  parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut

adalah bayangan bronkus yang menebal.(5)  b. Corak paru yang bertambah(5)

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular  dan pink puffer.(5)

(6)

 b. Corakan paru yang bertambah.(5) 2. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang  bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR  (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP  bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,

sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.(5)

3. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun  polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.(5) 4. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.(5)

5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi. 6. Laboratorium darah lengkap

G. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah: (3)

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.

(7)

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:(3)

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret  bronkus.

 b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan  pernapasan yang paling efektif.

c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk  memulihkan kesegaran jasmani.

d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap  penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri  penderita dengan penyakit yang dideritanya.

(8)

H. Pengkajian

Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses penyakit: (1, 2)

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan? 2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?

3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas? 4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas? 5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh? 6. Riwayat merokok?

7. Obat yang dipakai setiap hari?

8. Obat yang dipakai pada serangan akut?

9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?

Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai  berikut:

1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien? 2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?

3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan? 5. Barrel chest?

6. Apakah tampak sianosis? 7. Apakah ada batuk?

8. Apakah ada edema perifer?

9. Apakah vena leher tampak membesar?

10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien? 11. Bagaimana status sensorium pasien?

12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan? Palpasi:

1. Palpasi pengurangan pengembangan dada? 2. Adakah fremitus taktil menurun?

(9)

Perkusi:

1. Adakah hiperesonansi pada perkusi? 2. Diafragma bergerak hanya sedikit? Auskultasi:

1. Adakah suara wheezing yang nyaring? 2. Adakah suara ronkhi?

3. Vokal fremitus nomal atau menurun?

I. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini: (1, 2, 7)

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,  peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya

tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,  bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi  perfusi

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.

5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan  posisi.

7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat  peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi. 8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman

terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk   bekerja.

(10)

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak  mengetahui sumber informasi.

Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang daapt terjadi termasuk: Gagal/insufisiensi pernapasan 1. Hipoksemia 2. Atelektasis 3. Pneumonia 4. Pneumotoraks 5. Hipertensi paru 6. Gagal jantung kanan

J. Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,  peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya

tenaga dan infeksi bronkopulmonal. Tujuan:

Pencapaian bersihan jalan napas klien Intervensi keperawatan:

a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor   pulmonal.

 b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.

c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB

d. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.

e. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.

f. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan  pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna

(11)

sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak  didada, keletihan.

g. Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.

h. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadapinfluenzae dan streptococcus pneumoniae.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,  bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

Tujuan:

Perbaikan pola pernapasan klien Intervensi:

a. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir  dirapatkan.

 b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya  berdasarkan tingkat toleransi pasien.

c. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi  perfusi

Tujuan:

Perbaikan dalam pertukaran gas Intervensi keperawatan:

a. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .  b. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.

c. Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.

d. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan. e. Pantau pemberian oksigen.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.

(12)

Tujuan:

Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.

Intervensi keperawatan:

a. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah,  pernapasan.

 b. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.

c. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.

d. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.

e. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan  program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.

f. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.

g. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah  baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari. h. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien

melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.

i. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.

(13)

Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Intervensi keperawatan:

a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

 b. Auskultasi bunyi usus

c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.

d. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.

e. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama. f. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas. g. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan  posisi.

Tujuan:

Kebutuhan tidur terpenuhi Intervensi keperawatan:

a. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.

 b. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.

c. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.

d. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan  pasien.

e. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.

7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat  peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan:

Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri Intervensi:

a. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.

(14)

 b. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak  dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.

c. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

Tujuan:

Klien tidak terjadi kecemasan Intervensi keperawatan:

a. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada  perawat.

 b. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.

c. Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.

9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk   bekerja.

Tujuan:

Pencapaian tingkat koping yang optimal. Intervensi keperawatan:

a. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada pasien.

 b. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala

c. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi  pasien.

d. Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia. e. Tingkatkan harga diri klien.

f. Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak  mengetahui sumber informasi.

(15)

Tujuan:

Klien meningkat pengetahuannya.

Intervensi keperawatan:

a. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka  pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.

 b. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner  & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC 2. Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses

keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.

3. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI

4. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses  Penyakit , alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar 

 Ilmu Penyakit Dalam Jilid II , edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit FKUI 6. Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

7. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk   Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni

Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC

8. Caepenito Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC

Semarang, Desember 2006 Praktikan,

(16)

MANTINK  NIM. 1.1.10460

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi ini dapat dibuktikan bahwa keputusan waktu panen lobster ternyata hasilnya tidak dapat selamanya benar dalam hal tidak dapat merubah situasi menjadi lebih baik

[r]

IDI Cab. Mengajukan permohonan untuk memperoleh Surat Rekomendasi Melanjutkan Pendidikan Spesialis ……….. Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa saat ini saya

Hal penting yang harus diperhatikan adalah bila suatu balok hanya mengalami satu beban terpusat gaya geser bernilai konstan di antara beban dan momen lentur

Sebagai bahan negosiasi diminta agar Saudara/i membawa asli SKA Personil, Referensi Kerja Personil, Ijazah Personil, audit payroll personil serta dapat menghadiri personil yang

Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di dalam tubuh.. Hewan percobaan yang

koping ibu terhadap program konversi minyak tanah ke LPG; (3) menganalisis hubungan antara karakteristik ibu dan keluarga dengan penerimaan contoh terhadap program konversi

Pembelajaran advokasi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang masih dianggap asing oleh banyak guru, oleh sebab itu guru diharapkan mampu mengembangkan model