• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagus Giri Yudanto. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jl. Brigjen Katamso, Medan Telepon (061)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bagus Giri Yudanto. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jl. Brigjen Katamso, Medan Telepon (061)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN PROGRAM PENGEMBANGAN DESA MANDIRI ENERGI

(DME) DI PROPINSI SUMATERA UTARA MELALUI PERCEPATAN

DIFUSI DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI BIOBRIKET DARI LIMBAH

PADAT INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

Bagus Giri Yudanto Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jl. Brigjen Katamso, Medan 20158

Telepon (061) 7862477 e-Mail: bagusgiri@yahoo.com

Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK

Pemanfaatan biomasa sawit sebagai energi alternatif oleh masyarakat di sekitar industri perkebunan kelapa sawit belum banyak digunakan. Padahal paket teknologi yang dihasilkan oleh institusi penelitian dan pengembangan sudah banyak. Tu-juan dari kegiatan ini adalah melakukan transfer paket teknologi konversi energi cangkang kelapa sawit kepada masyarakat di sekitar industri perkebunan kelapa sawit secara sistimatis guna mendukung program pemerintah dalam hal pengembangan program Desa Mandiri Energi (DME) di Provinsi Sumatra Utara. Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan dampak nyata dan berdaya guna bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar industri perkebunan kelapa sawit. Pelaksanaan difusi teknologi dilakukan melalui pendekatan proaktif dan partisipatif dengan sasaran pengambil kebijakan dan pengguna paket tek-nologi. Hasil kegiatan difusi paket teknologi biobriket yang dilaksanakan di 2 lokasi, yaitu PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) II dan IV di Provinsi Sumatra Utara menunjukkan bahwa masyarakat merespon dengan antusias introduksi paket teknologi yang didifusikan. Hal ini mengingat bahwa untuk memenuhi kebutuhan energi pada skala rumah tangga (rata-rata 90.000 Kcal/bulan/KK, dengan asumsi 1 KK berjumlah 4 orang) mereka mengeluarkan biaya relatif lebih murah sekitar Rp12.500,-untuk pembelian 25 kg cangkang sawit dibandingkan pembelian LPG 8 kg sekitar Rp40.800,- dan minyak tanah 12 L dengan nilai Rp106.500,-. Selain murah, untuk mendapatkan cangkang sawit juga relatif lebih mudah dibandingkan bahan bakar LPG dan minyak tanah. Saat ini model kelembagaan yang telah dibangun untuk pengembangan Program DME di Provinsi Suma-tra Utara telah diusulkan dalam kegiatan Sistim Inovasi Daerah (SiDa) Provinsi SumaSuma-tra Utara dan akan menjadi prioritas program utama.

Kata Kunci: Desa mandiri energi, biomasa cangkang sawit, biobriket.

I.

PENDAHULUAN

Meningkatnya harga minyak bumi dunia pada kisaran 114 US$/barrel membawa dampak pada meningkatnya beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan memicu kenaikan harga bahan pokok di pasaran. Jika tidak segera diantisipasi, maka akan menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat. Untuk mengurangi beban subsidi dan kerawanan sosial tersebut perlu diupayakan optimalisasi pemanfaatan energi dari sumber energi baru terbarukan sebagai ba-han bakar alternatif substitusi LPG dan BBM. Salah satu energi baru terbarukan yang jumlahnya melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah biomasa dari cangkang kelapa sawit. Meskipun teknologi yang dihasilkan dari kegiatan riset untuk pengembangan energi alternatif berbasis biomasa dari cangkang

ke-lapa sawit telah banyak, namun aplikasinya secara riil di lapangan belum banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas terutama masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan kelapa sawit.

Belum optimalnya penyerapan paket teknologi yang dihasilkan institusi penelitian dan pengembangan (Lit-bang) oleh masyarakat (user) diduga kuat karena pro-ses diseminasi paket teknologi yang dihasilkan belum dikerjakan secara komprehensif atau terintegrasi, mulai dari sistem distribusi hingga pengemasan paket tekno-logi yang akan diintroduksi ke masyarakat. Agar paket teknologi yang dihasilkan oleh institusi litbang dapat diserap oleh masyarakat, maka ada 2 hal yang perlu di-lakukan yaitu; memilih paket teknologi secara tepat dan membentuk kelembagaan untuk mengawal kontinuitas serapan paket teknologi di masyarakat.

(2)

Pada kegiatan difusi teknologi ini, paket teknologi yang dipilih untuk mendukung program pemerintah dalam hal pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) di Provinsi Sumatra Utara adalah kompor biomasa dan pembuatan biobriket dari cangkang kelapa sawit. Sementara itu, kelembagaan yang dikembangkan un-tuk mendukung suksesnya program DME secara si-multan adalah dengan pola kemitraan. Dimana, pola kemitraan yang dibangun akan melibatkan penyedia paket teknologi, calon produsen, pengguna, perusa-haan penyedia cangkang kelapa sawit, koperasi, dan pemerintah daerah.

Tujuan dari kegiatan ini adalah terserapnya paket teknologi hasil litbang secara nyata di lapangan dan dapat mendukung upaya peningkatan daya saing in-dustri pengolahan kelapa sawit secara Nasional serta mendukung program pemerintah dalam hal pengem-bangan Desa Mandiri Energi (DME) di Provinsi Sumat-era Utara. Dengan demikian inovasi teknologi yang dihasilkan oleh institusi litbang tidak hanya mampu memberdayakan ekonomi masyarakat di sekitar indus-tri perkebunan kelapa sawit tetapi juga dapat mening-katkan nilai tambah produk samping (limbah) pengo-lahan kelapa sawit.

II.

METODOLOGI

A. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam kegiatan ini adalah cangkang kelapa sawit, sedangkan bahan tam-bahan lainnya meliputi air dan tepung kanji. Cangkang kelapa sawit diperoleh dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) melalui proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit (TBS) menjadi CPO dengan kadar air cangkang sekitar 25%.[1] TABEL1 dan TABEL2 memperlihatkan karakteristik cangkang kelapa sawit berdasarkan ana-lisis proksimasi dan ultimasi.[2]

TABEL1: Hasil analisis proksimasi cangkang kelapa sawit dalam basis kering Komponen Massa (%) d.b Kandungan air Volatile matter Fixed Carbon Abu

Nilai Kalor Tinggi

9,76 69,95 19,10 1,19 5.081 (Cal/gr) B. Lokasi

Kegiatan difusi teknologi yang diarahkan untuk pe-nguatan pengembangan program Desa Mandiri Energi (DME) di Provinsi Sumatra Utara ini dilakukan di dua lokasi, yaitu:

1. PKS Pagar Merbau yang merupakan milik P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) II dengan kapasitas

TABEL2:Hasil analisis ultimasi Cangkang kelapa sawit dalam ba-sis kering Komponen Massa (%) d.b Karbon (C) Hidrogen (H) Nitrogen (N) Sulfur (S) Oksigen (O) 45,74 5,54 0,25 0,09 47,19

olah 50 Ton TBS/jam yang terletak di Kecamatan Pagar Merbau.

2. PKS Adolina yang merupakan milik P.T. Perke-bunan Nusantara (PTPN) IV dengan kapasitas olah 30 Ton TBS/jam yang terletak di Kecamatan Per-baungan Kabupaten Deli Serdang.

C. Pendekatan Metode

Keberhasilan kegiatan percepatan alih teknologi dari penyedia teknologi ke produsen hingga ke pengguna ditentukan oleh daya dukung yang ada, baik itu potensi pasar maupun jaminan ketersediaan kontinuitas tekno-logi. Artinya, sebaik apapun teknologi yang dihasil-kan tetapi bila masyarakat tidak tertarik atau belum mengetahui informasi tentang teknologi yang akan did-ifusikan maka inovasi teknologi yang dihasilkan tidak ada gunanya. Begitu juga, bila inovasi teknologi yang dihasilkan dibutuhkan oleh masyarakat tetapi bahan pendukungnya (dalam hal ini cangkang kelapa sawit) tidak tersedia dan masyarakat merasa kesulitan un-tuk mendapatkannya, maka teknologi tersebut men-jadi tidak menarik lagi bagi pengguna. Oleh karena itu, agar percepatan difusi teknologi ini dapat berlang-sung secara efektif maka kegiatan difusi dilakukan de-ngan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan proaktif dan partisipatif.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Introduksi Teknologi Konversi Energi Biomasa Cangkang Kelapa Sawit Ke Masyarakat

Biomasa cangkang kelapa sawit memiliki potensi melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif untuk mensubstitusi bahan bakar konvensional (minyak tanah dan bahan bakar gas). Cangkang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif melalui dua tahap. Tahap Pertama, cangkang kelapa sawit dioksidasi melalui alat konversi energi yaitu kompor biomasa. Proses konversi energi cangkang kelapa sawit untuk keper-luan memasak dilakukan melalui proses pembakaran secara langsung. Proses pembakarannya melalui 4 tahap, yaitu; pengeringan (drying), devolatilisasi (de-volatilization), pembakaran arang (char combustion) dan pembentukan abu (ash forming).

(3)

Pada saat cangkang kelapa sawit dipanasi, kan-dungan air di dalam bahan bakar akan menguap pada suhu antara 90∼100◦C. Ketika suhu mulai naik berkisar

antara 140∼400◦C akan terjadi proses devolatilisasi

de-ngan melepaskan gas (volatile) yang mampu terbakar. Kemudian gas tersebut dioksidasi dengan udara sekun-der dan akan melepaskan kalor hingga suhunya men-capai 800∼1.026◦C.[3] Proses pembakaran tersebut ter-jadi secara sinambung mengikuti keempat reaksi pem-bakaran di atas.

GAMBAR1 menunjukkan operasional dan urutan

prosedur penyalaan kompor menggunakan bahan bakar cangkang kelapa sawit. Prosedur penggunaan-nya sebagai berikut; Pertama, kompor diisi dengan cangkang kelapa sawit sebanyak 1,3 kg. Kedua, pe-masangan penutup ruang pembakaran kompor dengan cup. Ketiga, menuangkan bahan bakar minyak tanah sekitar 10-20 ml pada bagian atas cangkang secara me-rata. Pemberian minyak tanah tersebut adalah untuk memudahkan proses penyalaan bahan bakar cangkang agar cepat terbakar. Keempat, melakukan proses penyalaan cangkang dengan menggunakan pemantik atau korek api. Kelima, memberikan waktu jedah se-kitar 5 menit pada kompor agar dapat menyala secara merata sebelum digunakan untuk memasak. Kompor biomasa dapat digunakan memasak selama 1 jam 30 menit untuk memasak air, menanak nasi, menggoreng dan memasak sayur.

GAMBAR1: Urutan Penyalaan Kompor Biomasa Sawit

Tahap kedua, cangkang kelapa sawit yang telah dioksidasi unsur volatilnya kemudian dikonversi se-cara paksa menjadi karbon (C), dimana karbon terse-but akan digunakan sebagai bahan dasar untuk pembu-atan biobriket arang dari cangkang kelapa sawit. Un-tuk mendapatkan arang yang terkarbonisasi menggu-nakan kompor biomasa dapat dilakukan dengan cara menutup bagian atas kompor menggunakan penutup ruang pembakaran yang tersedia. Bagian atas

kom-por ditutup setelah komkom-por digunakan memasak se-lama 1,5 jam atau ditandai dengan mulai mengecilnya nyala api pada bagian ruang pembakaran dan meny-isakan bara api (tanpa lidah api). Selain menutup bagian atas (tempat nyala api) dengan penutup khusus yang tersedia juga dilakukan penutupan pada saluran udara pembakaran pada bagian atas (secondary air) dan bagian bawah (primary air). GAMBAR2 memper-lihatkan arang yang telah terkarbonisasi dari proses pembakaran cangkang sawit di kompor biomasa. Jum-lah arang (Carbon) yang diperoleh dari proses karbon-isasi diakhir pembakaran cangkang sawit sekitar 320 gram. Konversi cangkang menjadi karbon mengguna-kan kompor biomasa sekitar 24%. Karbon yang diper-oleh dari kompor biomasa sawit, selain dapat dijual lagi ke pengepul arang juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biobriket. Bahan yang digunakan un-tuk pembuatan biobriket terdiri dari arang kelapa sawit sekitar 80% (800 gram), air 18% (180 gram) dan perekat berupa tepung kanji 2% (20 gram). Sebelum dicetak, ukuran arang direduksi menggunakan alat penghancur biji atau daging yang biasa digunakan oleh ibu rumah tangga. Arang kelapa sawit yang telah hancur kemu-dian diayak menggunakan ayakan lolos 200 mesh.

GAMBAR2: Arang Cangkang Sawit

Kemudian, ketiga bahan utama pembuatan bio-briket (arang cangkang kelapa sawit, air dan perekat) dicampur menjadi satu kemudian diaduk-aduk di

(4)

GAMBAR3: Alat Penghancur Arang

dalam kaleng air menggunakan tangan agar merata. Kemudian adonan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan briket model tekan. Proses pencetakan bio-briket untuk satu kali cetak memerlukan 440 gram arang cangkang kelapa sawit. Jika satu kali penggu-naan kompor biomasa menghasilkan 320 gram arang cangkang kelapa sawit, maka kekurangannya sekitar 120 gram. Supaya jumlahnya tercapai sesuai kapa-sitas cetakan, maka dibutuhkan dua kali proses pem-bakaran cangkang kelapa sawit menggunakan kompor biomasa agar diperoleh arang cangkang kelapa sawit sekitar 440 gram guna memenuhi kapasitas alat cetakan briket arang.

Biobriket yang telah dicetak kemudian dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya. Proses pengeringan dilakukan secara sederhana dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari selama 3 hari (32 jam) untuk mendapatkan kadar air di dalam briket arang sekitar 15%.[4] Briket arang dari cangkang kelapa sawit ini

GAMBAR4: Proses Cetak Biobriket

mempunyai nilai kalor sekitar 7.300 Kcal/kg dan dapat dijual di pasaran dengan kisaran harga antara Rp5.000-6.500 per kg. Biaya produksi untuk proses pembu-atan 1 kg biobriket dari cangkang kelapa sawit sekitar Rp2.100,- Dengan harga jual biobriket sekitar Rp6.000,-per kg dan biaya produksi sekitar Rp2.100,- Rp6.000,-per kg, maka profit margin yang diperoleh sekitar Rp2.900 per kg. Keuntungan tersebut merupakan hitungan kotor belum termasuk biaya packing dan trasportasi.

B. Konsumsi Energi pada Skala Rumah Tangga di Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit

Berdasarkan hasil survei di PKS Pagar Merbau yang diambil dari responden sebanyak 22 orang berjenis ke-lamin wanita dan statusnya adalah ibu rumah tangga dengan rentang umur berkisar antara 26∼55 tahun diketahui bahwa setiap kepala keluarga (KK) yang ter-diri dari 4 orang membutuhkan konsumsi energi se-kitar 81.790 Kcal/bulan. Sedangkan hasil survei di PKS Adolina yang diambil dari responden sebanyak 28 orang berjenis kelamin wanita dan pria dimana status-nya adalah pekerja PTPN IV dengan rentang umur ber-kisar antara 36∼54 tahun diketahui bahwa setiap kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 5 orang membutuhkan konsumsi energi sekitar 98.075 Kcal/bulan.

Dari kedua tempat yang berbeda tersebut, bila di-ambil nilai rata-rata dari 50 responden maka diper-oleh informasi bahwa kebutuhan energi masyarakat pada tingkat skala rumah tangga sekitar 89.932≈90.000 Kcal/bulan/KK.

Jumlah energi yang dibutuhkan per KK tersebut de-ngan asumsi bahwa setiap KK terdiri dari 2 Orang tua dan 2 orang anak. Untuk mencukupi kebutuhan kon-sumsi energi sebanyak 90.000 Kcal/bulan/KK, maka setiap bulannya mereka mengeluarkan biaya untuk energi sekitar Rp42.150,-.

C. Potensi Cangkang Kelapa Sawit sebagai Energi Baru Terbarukan di Perkebunan Kelapa Sawit Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses pro-duksinya, pabrik kelapa sawit (PKS) akan meng-hasilkan biomasa berupa cangkang kelapa sawit seki-tar 7% dari bobot tandan buah segar (TBS) yang dio-lah. TABEL3menyajikan data potensi cangkang kelapa sawit berdasarkan kapasitas olah pabrik dengan asumsi bahwa PKS beroperasi selama 20 jam/hari.

Pada umumnya, untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat proses produksi minyak sawit (crude palm oil, CPO) diperlukan bahan bakar tambahan dari cangkang kelapa sawit sekitar 30%. Cangkang sawit tersebut kemudian dibakar di boiler PKS bersama dengan serat buah kelapa sawit, sehingga tersisa cangkang sekitar 70% dari total potensi cangkang yang ada. Sebagai contoh, potensi cangkang kelapa sawit yang dihasilkan dari PKS Adolina milik P.T. Perke-bunan Nusantara (PTPN) IV dengan kapasitas olah 30

(5)

TABEL3: Potensi cangkang kelapa sawit berdasarkan kapasitas PKS Kapasitas Olah PKS TBS Olah Potensi Cangkang Konsumsi Cangkang di Boiler PKS Sisa Cangkang

(Ton TBS/Jam) (Ton/hari) (Ton/hari) (Ton/hari) (Ton/hari)

10 200 14 4,2 9,8 20 400 28 8,4 19,6 30 600 42 12,6 29,4 45 900 63 18,9 44,1 50 1.000 70 21 49 60 1.200 84 25,2 58,8

TABEL4: Nilai energi ekuivalen berdasarkan jenis bahan bakar Jenis B.

Bakar

Nilai Efisiensi Pembakaran Energi 90.000 Kcal/ Bln/ KK, Setara Margin thd. Cangkang (Rp) (Kcal/kg) (Rp/kg) (%) thd LPG (%) Kg Tambahan (Kg) Rp./Kg LPG 10.882 5.100 53 100 8 8 40.800 28.300 MT 9.122 8.875 40 75 10 12 106.500 94.300 Cangkang 5.081 500 30 57 18 25 12.500

-ton TBS/jam adalah 42 -ton/hari dan setelah digunakan untuk konsumsi boiler sebanyak 30% akan menyisakan cangkang kelapa sawit sekitar 29,40 ton/hari. De-mikian halnya dengan PKS Pagar Merbau milik P.T. Perkebunan Nusantara (PTPN) II yang memiliki kapa-sitas olah 50 ton TBS/jam, potensi cangkang yang di-hasilkannya sekitar 70 ton/hari. Setelah dikonsumsi untuk boiler di PKS sebanyak 30% maka akan meny-isakan cangkang sekitar 49 ton/hari.

D. Kebutuhan Cangkang Kelapa Sawit Untuk Sub-stitusi LPG dan Minyak Tanah Guna Memenuhi Energi pada Skala Rumah Tangga di Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit

Berdasarkan pengalaman empirik, proses konversi energi kimia ke energi termal menggunakan kompor biomasa sawit memiliki efisiensi sekitar 30%, sedang-kan kompor minyak tanah sekitar 40% dan kompor gas sekitar 53%.

Dibandingkan dengan kompor gas berbahan bakar LPG, kompor minyak tanah memiliki efisiensi lebih ren-dah dari pada kompor gas yaitu sekitar 75%. Sementara itu, efisiensi kompor biomasa memiliki efisiensi kon-versi energi lebih rendah dibandingkan dengan kompor gas, yaitu sekitar 57%.

TABEL4menyajikan data nilai energi ekuivalen pada bahan bakar jenis LPG, Minyak tanah (MT), dan cangkang kelapa sawit yang setara dengan 90.000 Kcal. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa untuk memenuhi kebutuhan energi sebesar 90.000 Kcal/bulan/KK dapat dipenuhi oleh bahan bakar LPG sebanyak 8 kg, minyak tanah sekitar 10 kg dan

cangkang kelapa sawit sekitar 18 kg. Dengan mem-pertimbangkan efisiensi konversi energi pada masing-masing jenis bahan bakar maka dibutuhkan minyak tanah sekitar 12 kg dan cangkang sawit sekitar 25 kg.

Apabila dalam 1 kecamatan terdapat 1.000 KK dan konsumsi energi dari cangkang setiap keluarga se-banyak 25 kg/bulan, maka dibutuhkan cangkang sawit sebanyak 25.000 kg (25 ton). Untuk mengetahui tingkat kecukupan pasokan bahan bakar cangkang sawit pada satu kecamatan (1.000 KK), perlu dilakukan anali-sis kemampuan PKS dalam menghasilkan pasokan cangkang sawit selama satu bulan. Dengan asumsi bahwa PKS kapasitas olah 30 ton TBS/jam yang ber-operasi selama 20 jam/hari dan 25 hari kerja/bulan, maka potensi biomasa cangkang sawit yang dapat dihasilkan sekitar 29,4 ton/hari atau 735 ton/bulan (TABEL3). Jika di PKS kapasitas olah 30 ton TBS/jam tersedia cangkang sekitar 735 ton/bulan, maka sisa cangkang di PKS setelah dikurangi konsumsi energi se-banyak 25 ton untuk memenuhi satu kecamatan (1.000 KK) adalah sebesar 710 ton/bulan. Dengan demikian masih tersisa cangkang dalam jumlah relatif banyak (710 ton/bulan) meskipun telah diambil 25 ton un-tuk memenuhi kebutuhan energi pada satu kecamatan (1.000 KK). Cangkang sawit sebanyak 25 ton tersebut memiliki nilai ekonomis sekitar Rp12.500.000,-.

(6)

E. Pengembangan Pola Kelembagaan Melalui Kemitraan untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi (DME) di Provinsi Sumatera Utara

Sasaran utama dari kegiatan difusi teknologi adalah adanya alih inovasi teknologi ke masyarakat, sehingga paket teknologi dapat dimanfaatkan secara optimal un-tuk memdukung kemandirian energi. Pola pengem-bangan ini melibatkan PPKS sebagai penyedia paket teknologi konversi energi cangkang kelapa sawit, pe-rusahaan perkebunan dalam hal ini PTPN II dan IV sebagai fasilitasi penyediaan cangkang kelapa sawit, masyarakat sebagai penggunaan paket teknologi dan koperasi dan UKM sebagai produsen kompor dan dis-tributor cangkang kelapa sawit.

Agar program ini terimplementasi dengan baik un-tuk mendukung program MP3EI khususnya di Provinsi Sumatera Utara yang menitikberatkan pada Sentra Pro-duksi dan Pengolahan Hasil Bumi serta Lumbung Energi Nasional maka perlu dilakukan koordinasi lin-tas institusi untuk mengembangkan pola kelembagaan yang akan dibangun. Pembentukan pola kelembagaan ini sangat penting dilakukan agar tercipta konsep sim-biosis mutualisme terutama antara perusahaan perke-bunan besar, masyarakat sekitarnya, dan koperasi atau usaha kecil dan menengah.GAMBAR5memperlihatkan hubungan antar institusi yang mempunyai keterkaitan dalam konsep kemitraan yang dikembangkan.

GAMBAR5: Konsep Pola Kelembagaan DME

Adapun tugas pokok dan fungsi dari institusi atau lembaga yang dilibatkan dalam pengembangan pola kelembagaan ini, antara lain:

1. Pemerintah Daerah Tk. I dan Tk II; bertindak seba-gai fasilitator untuk pengembangan dan pember-dayaan masyarakat atau koperasi dan usaha kecil dan menengah (KUKM)

2. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS); bertindak sebagai penyedia paket teknologi kompor biomasa sawit dan biobriket cangkang sawit.

3. Perusahaan Perkebunan Besar; bertindak sebagai penyedia cangkang kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan bakar kompor biomasa. Diha-rapkan, subsidi cangkang yang diberikan kepada Koperasi atau masyarakat sekitarnya dapat mem-berdayakan ekonomi masyarakat di lokasi perke-bunan kelapa sawit, sehingga keberadaan PKS me-mang memberikan manfaat yang berarti bagi pen-duduk disekitar. Pada akhirnya kesan positif akan selalu dirasakan oleh masyarakat sekitar dengan keberadaan PKS.

4. Koperasi atau Usaha Kecil dan Menengah (UKM); bertindak sebagai pelaku usaha untuk distributor kompor biomasa, cangkang kelapa sawit, pengepul arang dari masyarakat, dan pembuat biobriket di lokasi perkebunan kelapa sawit

5. Produsen Kompor Biomasa; bertindak sebagai penyedia kompor biomasa cangkang sawit dalam jumlah banyak.

6. Universitas Sumatera Utara (USU); bertindak se-bagai penyuluh untuk keperluan bimbingan tek-nis bagi produsen kompor biomasa sawit terkait dengan upaya proses produksi dan komersialisasi kompor biomasa sawit

7. Masyarakat; merupakan pengguna teknologi (user)

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dike-tahui bahwa respon masyarakat di kedua lokasi yang dipilih sebagai model pengembangan Program Desa Mandiri Energi (DME) terhadap paket tekno-logi yang didifusikan menunjukkan antusiasme yang relatif tinggi. Namun demikian, mereka cenderung lebih memilih penggunaan kompor biomasa diban-dingkan pembuatan biobriket. Hal ini disebabkan, pro-ses pembuatan biobriket membutuhkan waktu yang re-latif lebih lama dan biaya investasi yang tidak sedikit. Sedangkan arang cangkang kelapa sawit yang dihasil-kan dari kompor biomasa adihasil-kan dijual kepada pengepul atau koperasi setempat. Sementara itu, koperasi yang menampung arang dari masyarakat akan membuatnya menjadi biobriket dan dipasarkan melalui unit usaha koperasi.

(7)

Saat ini model kelembagaan yang telah dibangun un-tuk pengembangan Program DME di Provinsi Sumatra Utara telah diusulkan dalam kegiatan Sistem Inovasi Daerah (SiDa) Provinsi Sumatra Utara dan akan men-jadi prioritas program utama.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Guthrie Plantation and Agriculture Service, b. 1995. Guthrie Palm Oil Mill Executives Course Ed. Singapore: Mc Graw Hill Book-Co.

[2] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2007. Hasil analisis Bahan Bakar Biomasa SawitE PPKS. Medan. [3] Marcio L. De Souza and Santos. 2004. Solid

Fu-els Combustion and Gasification: Modeling, Sim-ulation, and Equipment Operation. Marcel-Dekker Inc. New York.

[4] P.D. Grover and S.K. Misra. 1996. Biomass Briquet-ting: Technology and Practices. Regional Wood Energy Development Programme in asia. FAO. Bangkok, Thailand.

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa hal yang harus didefinisikan dalam menerapkan Jaringan Syaraf Tiruan untuk memprediksi laju pertumbuhan penduduk, yaitu: Nilai input yang akan

Komposisi dan struktur virus tumbuhan Bagaimana virus menginfeksi inang Replikasi virus dalam sel Hubungan satu virus dengan virus lain yennyliswarni... Komposisi

Ini adalah debut versi Android yang menggunakan nama kudapan manis. Tradisi tersebut dipertahankan hingga sekarang.Pada Cupcake, Google juga memperkenalkan SDK

Dalam kehidupan sehari-hari, sadar atau tanpa kita sadari kita terus bertemu dengan suatu perangkat atau peralatan yang kerjanya terkendali secara otomatis baik

Dapat hidup sebagai parasit , simbion dengan artropoda dan endofit pada berbagai tanaman juga saprofit pada substrat yang mengandung lignin dan sellulosa,. merupakan model

tentang tempat wisata yang ada di kota Medan , SIG dapat digunakan untuk.. memberikan informasi tentang lokasi wisata yang ada di

Saya Fitriyana adalah mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Esa Unggul yang sedang mengadakan studi penelitian untuk penyelesaian tugas akhir mengenai

Laporan Akhir ini yang berjudul “ Pengendali Lampu Rumah Otomatis Dengan SMS Berbasis Mikrokontroller Atmega 8535 ”, yang diajukan sebagai syarat menyelesaikan