• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM ERA GLOBALISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM ERA GLOBALISASI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN

AGRIBISNIS

PERUNGGASAN DALAM

ERA GLOBALISASI

Pendahuluan

Agribisnis perunggasan (ayam ras pedaging dan petelur) nasional menunjukkan perkembangan yang mengesankan selama PJP-I, Dimulai dengan usaha budidaya skala keluarga

(backyard poultry farming) pada awal tahun 1960-an, dalam

tempo kurang dari 25 tahun, perunggasan nasional berhasil melakukan pendalaman struktur baik ke struktur hulu (subsistem agribisnis hulu) maupun ke struktur hilir (subsistem agribisnis hilir) sedemikian rupa sehingga dewasa ini perunggasan nasional telah menjadi suatu agribisnis modern dan penting.

Menurut data Ditjen Peternakan (1995), pada subsistem agribisnis hulu perunggasan terdapat industri pembibitan dengan jenjang pembibitan DOC mulai dari: (PL/GGPS --> GPS --> PS -> FS), dengan jumlah masing-masing: industri Pure

Line (PL)/Great Grand Parent Stock.

(GGPS) 1 buah; industri Grand Parent Stock (GPS) 13 buah; industri Parent Stock (PS) 94 buah. Selain itu juga terdapat 54 buah industri pakan ternak; 1521 buah perusahaan yang

(2)

bergerak pada produksi atau distribusi/perdagangan obat-obatan/vaksin ternak (Tabel 3). Hanya ayam ras satu-satunya komoditas pertanian (saat ini) yang memiliki struktur hulu yang begitu kuat dan lengkap di dalam negeri. (TABEL 3. HAL 60)

Dengan struktur subsistem agribisnis hulu yang demikian, subsistem budidaya pada tahun 1995 telah mampu menghasilkan sekitar 500 ribu ton daging ayam ras dan hampir 400 ribu ton telur ayam ras konsumsi. Sedangkan pada subsistem agribisnis hilir juga telah berkembang industri pengolahan hasil ayam ras, baik yang menghasilkan produk yang siap masak (ready to

cook) maupun produk yang siap dikonsumsi (ready to eat) dan

kegiatan perdagangan produk ayam ras di pasar domestik dan ke luar negeri.

Tingkat produksi daging dan telur ayam ras yang demikian telah memampukan Indonesia berswasembada pangan asal ternak ayam ras. Dengan struktur konsumsi daging dan telur nasional saat ini dimana pangsa daging ayam ras mencapai 55 persen dan pangsa telur ayam ras sekitar 65 persen, telah mampu dipenuhi agribisnis perunggasan nasional domestik. Setelah berhasil memenuhi kebutuhan domestik, maka pengembanganagribisnis perunggasan nasional ke depan adalah memasuki pasar internasional, untuk merebut peluang-peluang yang ada.

Dilihat dari sisi penawaran (supply side) dan sisi permintaan

(demand side), agribisnis perunggasan nasional memiliki prospek

yang cerah dalam memasuki pasar internasional. Dari sisi penawaran, kapasitas produksi agribisnis perunggasan nasional belum mencapai levelling-off. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh kapasitas produksi industri hulu yang masih kelebihan kapasitas

(over capacity). Dengan demikian ruang gerak pengembangannya

masih terbuka Iebar. Dengan memasuki pasar internasional (yang berarti memperluas pasar) maka skala ekonomi (economics

of size) agribisnis perunggasan nasional dapat dicapai sedemikian

(3)

Kemudian, dari sisi permintaan, pasar produk-produk agribisnis perunggasan masih terbuka luas di berbagai kawasan internasional seperti Kawasan ASEAN, Asia Timur, Timur Tengah, Afrika seperti ditunjukkan pada Tabel 4 dan 5 berikut ini. Mengingat produk ayam ras bersifat elastik terhadap perubahan pendapatan (income elastic demand), maka diperkirakart potensi pasar tersebut masih akan meningkat dimasa yang akan datang. Dengan demikian terbuka kesempatan bagi agribisnis perunggasan nasional untuk merebut peluang-peluang pasar daging dan telur ayam ras di pasar internasional.

Dalam upaya memasuki pasar internasional, agribisnis perunggasan nasional dihadapkan pada suatu lingkungan ekonomi internasional baru yang berbeda dengan lingkungan ekonomi internasional di masa lalu. Lingkungan ekonomi baru ini antara lain dicirikan oleh persaingan yang ketat dan berbagai perubahan yang sifatnya fundamental dan global. Oleh karena itu, ada baiknya kita telusuri terlebih dahulu perubahan-perubahan baru dalam lingkungan ekonomi internasional yang dimaksudkan.

Globalisasi dan Implikasinya

Lingkungan ekonomi dunia yang sedang kita hadapi kedepan adalah lingkungan ekonomi baru yang dicirikan oleh menguatnya globalisasi produksi, perdagangan, keuangan, dan integrasi ekonomi kawasan, yang diperkuat oleh Iiberalisasi perdagangan dunia.

Globalisasi produksi ditandai oleh makin terkaitnya suatu negara dengan negara lain dalam suatu alur produk untuk menghasilkan suatu produk akhir yang diperdagangkan secara internasional. Globalisasi produksi ini mengambil bentuk mulai dari bentuk Perusahaan Multinasional (Multi Nasional

Corporation), Perusahaan Global (Global Firms), dan Aliansi

Strategis (Strategic Alliances). Globalisasi produksi ini diikuti oleh globalisasiperdagangan dan keuangan yang dicirikan oleh

(4)

meningkatnya perdagangan faktor produksi, produk antara, produk akhir antar negara dan transaksi keuangan antar bank yang melibatkan hampir seluruh negara selama 24 jam. (TABEL 4. HAL. 62)

Tabel 4.

Potensi Pasar (Net Impor) Daging Unggas di Berbagai Kawasan Internasional

Kawasan / Negara 1990 1991 1992 1993 1994 Trend (% thn)

I. Afrika

1. Angola 15,6 15 23,7 13 17 9,94 2. Kongo 6,2 9,9 13,3 13,2 13,3 23,51 3. Afrika Selatan 20,1 24,1 36,3 40,4 61,4 33,45 4. Zaire 22,0 18 20 18 20 (1,49) 5. Lainnya (38 negara) 33,1 44 49,7 33 35,9 5,27

II. Timur

Tengah

1. Arab Saudi 111,8 110,5 169,5 163,2 136 7,96 2. Kuwait 23 25 38,2 40,1 44,9 19,61 3. Emirat Arab 36,5 38 38,1 48 48,2 7,69 4. Lainnya (10 negara) 77 84 109,1 170,1 153,5 21,27

III. Asia Timur

1. Jepang 294,1 349,5 398,1 395,7 451,4 11,55 2. Korea Selatan 55,5 12,3 19,1 19,8 24,5 51,58 3. Hongkong 98,5 122 185,3 187,7 286 32,35 IV. ASEAN 1. Singapura 40,8 45,7 49,6 51,9 61,5 10,92 2. Brunei Darussalam 7,5 12 12 12 13 17,08 3. Philipina 0,2 0,2 0,2 0,4 0,9 56,25 V. Oceania 1. Polinesia 7,3 6,8 8,8 8,2 8,3 4,24 2. New Coidonia 4,8 5,7 6 6,1 6,2 6,83 3. Lainnya 11,6 12,5 11,4 11,7 11,5 (0,03)

Sumber : Diolah dari FAO Yearbook berbagai Terbitan (PSP IPB, 1996) (hal 62)

(5)

(TABEL 5. HAL 63)

Tabel 4.

Potensi Pasar (Net Impor) Daging Unggas di Berbagai Kawasan Internasional

Kawasan / Negara 1990 1991 1992 1993 1994 Trend (% thn)

I. Afrika

1. Angola 15,6 15 23,7 13 17 9,94 2. Kongo 6,2 9,9 13,3 13,2 13,3 23,51 3. Afrika Selatan 20,1 24,1 36,3 40,4 61,4 33,45 4. Zaire 22,0 18 20 18 20 (1,49) 5. Lainnya (38 negara) 33,1 44 49,7 33 35,9 5,27

II. Timur

Tengah

1. Arab Saudi 111,8 110,5 169,5 163,2 136 7,96 2. Kuwait 23 25 38,2 40,1 44,9 19,61 3. Emirat Arab 36,5 38 38,1 48 48,2 7,69 4. Lainnya (10 negara) 77 84 109,1 170,1 153,5 21,27

III. Asia Timur

1. Jepang 294,1 349,5 398,1 395,7 451,4 11,55 2. Korea Selatan 55,5 12,3 19,1 19,8 24,5 51,58 3. Hongkong 98,5 122 185,3 187,7 286 32,35 IV. ASEAN 1. Singapura 40,8 45,7 49,6 51,9 61,5 10,92 2. Brunei Darussalam 7,5 12 12 12 13 17,08 3. Philipina 0,2 0,2 0,2 0,4 0,9 56,25 V. Oceania 1. Polinesia 7,3 6,8 8,8 8,2 8,3 4,24 2. New Coidonia 4,8 5,7 6 6,1 6,2 6,83 3. Lainnya 11,6 12,5 11,4 11,7 11,5 (0,03)

Sumber : Diolah dari FAO Yearbook berbagai Terbitan (PSP IPB, 1996) (hal 62)

Tabel 5.

Potensi Pasar (Net Impor) Telur Unggas di Berbagai Kawasan Internasional (Metrik Ton)

Kawasan / Negara 1990 1991 1992 1993 1994 Trend ( %/thn)

I. AFRIKA 9508 10869 13865 14980 15910 14,03

1. Algeria 4874 5765 6765 7150 8020 13,37

2. Libia 1700 2100 2000 2600 2600 12,91

3. Swaziland 434 504 2500 2500 2500 103,04

4. Djibouti 2500 2500 2600 2730 2790 2,80

II. Timur Tengah 37326 34658 37166 49641 40987 4,06

1. Bahrain 600 600 400 900 1700 45,14

2. Kuwait 4900 1200 3500 18049 12065 124,67

3. Emirat Arab 14820 16638 15980 13313 13220 2,27

4. Yaman 500 1500 1300 3694 2193 82,55

III. Asia Timur 92099 102280 99290 94430 97811 1,70

1. Jepang 13757 19659 12533 13971 14185 4,91 2. Korea Selatan 79 286 306 447 864 102,10 3. Hongkong 76172 80213 84455 78500 80783 1,61 IV. ASEAN 39236 31058 30019 43461 39235 2,72 1. Brunei Darussalam 400 350 350 470 400 1,72 2. Singapura 34458 30059 28718 42258 37784 4,83 3. Philipina 530 366 644 534 665 13,45

Sumber : Diolah PSP-IPB (1996) dari FAO YEARBOOK : Trade (berbagai terbitan) (hal 63)

(6)

Sementara itu, akibat lambannya perundingan liber alisasi perdagangan secara internasional yang dipayungi oleh GATT

di masa Ialu, telah mendorong negara-negara sekawasan membentuk integrasi ekonomi kawasan seperti EEC, NAFTA/ AFTA, APEC, dll. yang dapat dipandang sebagai upaya jangka pendek - menengah menuju integrasi ekonomi internasional.

Dengan diratifikasinya WTO pada tanggal 1 Januari 1995, telah membuka jalan terwujudnya liberalisasi perdagangan melalui penghapusan hambatan perdagangan baik yang bersifat non tarif maupun bentuk tarif secara internasional. Liberalisasi perdagangan ini akan memperkuat arus globalisasiproduksi, perdagangan, keuangan menuju integrasi perekonomian dunia yang kita sebut sebagai globaiisasi perekonomian dunia.

Globaiisasi perekonomian dunia akan menghilangkan perbedaan antara pasar domestik dengan pasar internasional (pasar: impor, ekspor) yang kita kenal selama ini; yang ada hanyalah suatu “pasar” yang dapat dimasuki oleh setiap negara di setiap negara. Perubahan ini mempunyai implikasi pada pola/ cara, dan iklim bisnis internasional termasuk bisnis ayam ras intemasional.

Pertama, aktor utama dalam perdagangan internasional akan bergeser dari Pemerintah kepada Swasta, Hal ini berarti ujung tombak perdagangan internasional akan bergeser dari peran pemerintah kepada penisahaan. Untuk menangkap peluang-peluang pasar di pasar internasional, tidak dapat lagi mengandalkan dan mengharapkan kegesitan pemerintah, tapi harus mengandalkan kegesitan dari perusahaan-perusahaan.

Kedua, dimasa yang akan datang, lingkungan ekonomi internasional akan semakin kompetitif Makin kuatnya globaiisasi produksi yang disertai dengan penghapusan hambatan-hambatan perdagangan akan meningkatkan persaingan di seluruh pasar internasional. Agribisnis perunggasan nasional akan bersaing ketat dengan dengan agribisnis perunggasan negara lain

(7)

baik pasar domestik Indonesia maupun di pasar negara Iain, Perusahaan agribisnis perunggasan yang bersifat hanya mencari rente (rent seeking); yang berlindung di bawah perlindungan pemerintah dan mengandalkan praktek oligopoli/monopoli akan terkikis habis. Hanya penisahaan yang berperilaku kompetisi menuju keuntungan optimal yang akan mampu bertahan dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif.

Ketiga, bisnis ayam ras yang relatif tidak bersifat spesifik lokasi dan teknologinya relatif berspektrum luas, di masa yang akan datang bisnis ayam ras internasional akan lebih berkembang dengan mengambil bentuk alisansi strategis, Makin kuatnya relokasi industri makanan (Food Service Industry) seperti restoran ayam goreng (Fried Chicken) saat ini, diperkirakan akan diikuti oleh relokasi agribisnis ayam ras yang lebih hulu.

Perubahan Global Preferensi Konsumen Produk

Ayam Ras

Perubahan global perekonomian juga mempengaruhi aspek-aspek kehidupan lainnya, seperti perubahan perilaku konsumen dalam mengevaluasi suatu produk yang akan dikonsumsi.

Gencarnya promosi kepedulian terhadap lingkungan hidup dan hak-hak asasi manusia yang dimotori oleh LSM di berbagai negara, dan meningkatnya pendidikan, kesadaran akan kesehatan pada masyarakat internasional, telah mengubah pemahaman tentang hakekat kesejahteraan manusia yang sebenarnya di planet bumi ini. Menguatnya keyakinan masyarakat internasional terhadap kemorosatan mutu lingkungan hidup global seperti: pemanasan global (global warming), rusaknya lapisan ozon

(ozone layer deletion), perubahan iklim dunia (global climate

change), terancamnya keanekaragaman hayati (biodiversity

disruption), telah menyadarkan masyarakat internasional, bahwa

masalah kelestarian lingkungan hidup telah merupakan bagian dari konsep kesejahteraan manusia. Sementara itu, menguatnya kesadaran masyarakat internasional untuk menempatkan

(8)

manusia sebagai manusia (bukan sekedar sumberdaya produksi), telah meningkatkan kepedulian internasional terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia sebagai bagian dari modal sosial (sosial capital).

Dengan demikian, aspek kelestarian lingkungan hidup dan aspek hak asasi manusia telah menjadi bagian dari nilai-nilai kesejahteraan universal, yang ikut mempengaruhi perilaku pasar, terutama preferensi konsumen.

Dari sudut permintaan, perubahan perilaku konsumen ditandai dengan makin banyaknya atribut suatu produk yang dievaluasi Bila dimasa lalu konsumen hanya mengevaluasi suatu produk berdasarkan atribut utama seperti jenis kenyamanan dan harga, maka dewasa ini dan masa yang akan datang, konsumen akan menuntut (demanding demand) atribut yang lengkap dan rinci, seperti: aspek kualitas (komposisi bahan baku), aspek komposisi nutrisi (kandungan lemak, asam amino, vitamin, kolesterol, dli), aspek keselamatan mengkonsumsi (kandungan residu antibiotika/obat-obatan, residu pestisida, kandungan mikro organisme, dll), aspek lingkungan hidup (apakah kegiatan produksi suatu produk menimbulkan penurunan mutu dan kelestarian lingkungan hidup), dan aspek kemanusiaan (apakah proses produksi produk yang bersangkutan melanggar hak-hak asasi manusia, seperti eksploitasi buruh, penggunaan tenaga kerja anak-anak, dll).

Preferensi konsumen yang menuntut atribut yang lengkap dan rinci tersebut, sedang mengalami pelembagaan secara internasional. Saat ini setiap negara termasuk Indonesia sedang menyusun dan melegalisasi standarisasi dan sertifikasi mutu bahan pangan. Selain itu, secara internasional preferensi konsumen yang demikian juga telah mernperoleh legalisasi baik dalam aturan FAO/WHO maupun WTO (pada aspek

sanitary dan phytosanitary). Dengan demikian produk-produk

ayam ras yang tidak dapat memenuhi atribut yang lengkap dan rinci tersebut, akan mengalami penolakan dari konsumen- Di Amerika Serikat (Nayaga, 1994), industri makanan yang

(9)

menyajikan menu berkadar lemak dan kolesterol, konsumennya menurun sampai 40 persen.

Penentu Keunggulan Daya Saing

Globalisasi perekonomian dunia yang dicirikan oleh makin meningkatnya persaingan dan adanya perubahan preferensi konsumen tersebut di atas, telahmerubah konsep keunggulan daya saing (competitive advantages) dalam bisnis internasional. Paradigma lama yang menyatakan bahwa keunggulan bersaing ditentukan oleh efisiensi produksi semata (factor endowment),

bergeser ke paradigma baru yang lebih komprehensif Makin kuatnya globalisasi produksi, perdagangan, dan keuangan yang disertai dengan liberalisasi perdagangan, telah memperbesar akses suatu perusahaan dari suatu negara untuk memanfaatkan keunggulan sumber daya yang dimiliki negara lain, melalui Perusahaan Multinasional, Perusahaan Global, dan Aliansi Strategis, Dengan demikian faktor keunggulan sumberdaya bawaan suatu negara menjadi kabur sebagai penentu keunggulan bersaing,

Konsep keunggulan bersaing yang lebih komprehensif dan mutakhir didefinisikan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar secara menguntungkan dan berkelanjutan melalui pemanfaatan keunggulan komparatifnya (Martin et.al., 1991; Tweeten, 1992), Secara lebih operasioal, konsep keunggulan bersaing tersebut adalah kemampuan untuk memasok suatu komoditas pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen baik di pasar domestik maupun dipasar internasional, pada harga yang sama atau lebih baik dari yang dipasarkan pesaing dengan memperoleh keuntungan paling tidak sebesar biaya oportunitas sumberdaya yang digunakan (Cook and Bredahl, 1991).

Dari pengertian keunggulan daya saing tersebut terdapat bga hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan daya saing perunggasan. Pertama, kemampuan untuk

(10)

menghasikan produk-produk ayam ras yang sesuai dengan preferensi konsumen yang berkembang merupakan syarat keharusan bagi keunggulan bersaing di pasar internasional. Dengan kata lain, kemampuan untuk menghasilkan dan menjual “apa yang diinginkan konsumen” bukan “apa yang dihasilkan” merupakan faktor utama dalam menentukan keunggulan bersaing dalam bisnis ayam ras internasional. Daging dan telur ayam ras yang tidak memenuhi standarisasi bahan pangan di suatu negara akan mengalami penolakan tanpa memperdulikan berapapun harganya.

Kedua, kemampuan menghasilkan suatu produk ayam ras yang lebih murah dari pesaing tidak cukup untuk menjamin keunggulan bersaing di pasar internasional. Dengan kata lain sistem produksi yang berorientasi pada biaya produksi serendah mungkin, belum menjamin keunggulan bersaing. Harga jual yang lebih rendah dari pesaing, akan menentukan keunggulan bersaing bila produk-produk ayam ras telah memenuhi standar mutu pangan yang ditentukan konsumen. Hal ini berarti efisiensi merupakan syarat kecukupan dalam menentukan keunggulan bersaing.

Ketiga, mengingat produk akhir ayam ras merupakan hasil dari tahapan-tahapan produksi mulai dari hulu hingga ke hilir, maka keunggulan bersaingmerupakan kinerja akhir dari seluruh sistem agribisnis ayam ras. Oleh karena itu tintuk menghasilkan produk akhir yang berdaya saing, preferensi konsumen dan masalah efisiensi harus menjadi sistem nilai dari prosedur operasi standar dari setiap kegiatan dalam agribisnis ayam ras mulai dari hulu hingga ke hilir.

Peningkatan Daya Saing Perunggasan Nasional

Untuk memampukan agribisnis perunggasan nasional bersaing di pasar internasional, diperlukan langkah-Iangkah peningkatan daya saing ke depan secara simultan sebagai berikut.

(11)

Pertama/ mengeksplorasi preferensi konsumen produk-produk ayam ras di pasar internasionaL Berbagai negara pada kawasan-kawasan internasional seperti kawasan Afrika, Timur Tengah, Asia Timur dan ASEAN memiliki potensi pasar daging dan telur ayam ras yang besar, yang dapat dimanfaatkan oleh perunggasan nasional, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4 dan 5. Setiap kawasan bahkan setiap negara dalam satu kawasan tersebut memiliki preferensi konsumen (atribut produk) yang berbeda-beda, baik dari segi ragam atribut maupun level atribut yang dituntut. Biasanya tuntutan atribut tercermin dalam standarisasi dan sertifikasi mutu pangan asal ternak pada setiap negara. Atribut produk ayam ras yang dituntut konsumen tersebut perlu diketahui secepat rnungkin oleh agribisnis perunggasan nasional. Atribut produk yang dituntut konsumen tersebut selanjutnya. Dijadikan sebagai target atribut produk akhir yang dihasilkan.

Sebagai contoh: atribut kandungan residu antibiotika. Dari hasil pengujian BPMSOH tahun 1993, residu obat/antibiotika daging di Indonesia masih jauh diatas ambang batas residu antibiotika yang ditetapkan WHO/FAO, FDA maupun Jepang (Tabel 6). Hal ini berarti agribisnis ayam ras harus mampu menurunkan residu obat-obatan, kalau ingin memasarkan daging dan telur ke pasar internasional.

Kedua, mengembangkan strategi aliansi (atau koalisi) sebagai bagian dari perluasan agribisnis perunggasan nasional ke negara atau kawasan tersebut. Aliansi strategis dapat dikembangkan dengan pengusaha di bidang agribisnis ayam ras dari negara tujuan ekspor maupun dengan pengusaha agribisnis perunggasan lainnya yang telah memiliki outlet pasar di negara/ kawasan tujuan ekspor. Strategi aliansi ini dapat mengambil bentuk seperti strategi aliansi bidang produksi bibit, pakan, produk akhir, pengolahan ataupun dalam pemasaran. ( TABEL 6. HAL 68) Ketiga, penataan sistem agribisnis perunggasan nasional yang terintegrasi secara vertikal. Untuk menjamin konsistensi sistem nilai dan mempermudah pelaksanaan strategi aliansi, agribisnis perunggasan perlu terintegrasi secara vertikal baik

(12)

pemilikan ataupun pengelolaan. Sebab agribisnis tipe dispersal dimana antar tahapan prodiiksi tidak ada kordinasi secara vertikal akan sulit menjamin konsistensi sistem nilai (atribut produk ) dan akan menciptakan masalah transmisi harga (pass

through problem), yang memperlemah daya saing.

Pengembangan agribisnis yang terintegrasi secara vertikal juga dapat mencapai efisiensi tertinggi melalui pencapaian skala ekonomi (economics of size), hilangnya masalah marjin ganda, dan tercapainya stabilitas pasokan dankeluaran setiap tahapan produksi. Dengan demikian sistem agribisnis yang terintegrasi secara vertikal akan kondusif mencapai efisiensi dan konsistensi mutu (atribut) secara simultan.

Keempat, penghapusan sumber-sumber inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi, Integrasi vertikal agribisnis ayam ras tidak akan berhasil mencapai efisiensi tertinggi bila integrasi vertikal disertai dengan integrasi horizontal (kolusi, kartel). Integrasi horizontal yang cenderung berfungsi sebagai kartel, dimana antar perusahaan pembibit atau antar pengusaha pakan berkolusi untuk menentukan harga dan jumlah produksi, merupakan salah satu sumber inefisiensi selama inL Praktek-praktek seperti ini perlu dihilangkan bila ingin memenangkan persaingan di pasar internasional. Kemudian, sumber-sumber ekonomi biaya tinggi seperti proses perizinan yang berbelit-belit dan lambat, pengutan-pungutan yang kontra produktif, perlu dihilangkan untuk meningkatkan efisiensi agribisnis ayam ras secara keseluruhan.

Kelima, pengembangan basis industri pakan ternak di dalam negeri. Basis industri pakan ternak yang dimaksud mencakup struktur bahan baku pakan dan produksi bahan baku pakan. Selama ini susunan ransum ayam ras yang kita gunakan masih menggunakan standar ransum yang dikeluarkan oleh NRC dari Amerika Serikat. Standar ransum tersebut menggunakan bahan baku utama jagung, kedelai, dan pollard. Susunan bahan baku pakan yang demikian sesuai bagi negara-negara yang produksi jagung, kedelai dan pollard melimpah; dan tidak sesuai

(13)

bagi negara yang produksi bahan baku tersebut masih rendah seperti Indonesia, karena akan mengakibatkan harga pakan terus naik. Oleh karena itu, ditnasa yang akan datang kita perlu merubah susunan bahan baku pakan tersebut dengan lebih banyak menggunakan bahan baku yang melimpah di Indonesia. Kemudian, untuk membangun basis industri pakan ternak di Indonesia, para pengusaha pakan perlu mengembangkan sistem produksi bahan baku pakan di Indonesia seperti perkebunan jagung, perkebunan kedele, perkebunan sorgum, dan bahan baku pakan lain.

Catatan Penutup

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, residu obat-obatan/ antibiotika yang dikandung produk-produk yang dihasilkan peternakan Indonesia masih jauh di atas batas minimum yang ditetapkan baik oleh FAO/WHO, FDA, maupun Jepang. Hal ini berarti, tanpa ada upaya yang serius dalam menurunkan kadar residu tersebut maka sulit bagi perunggasan nasional untuk memasuki dan memenangkan persaingan baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.

Untuk memampukan agribisnis perungassan nasional menghasilkan produk dengan residu obat-obatan/antibiotika seminimum mungkin, maka harusdipelopori pelaksanaan suatu sistem pendekatan keamanan pangan pra-panen (pre-harvest

food safety approach), dimana pengawasan kandungan residu

obat-obatan/antibiotika dimulai dari agribisnis hulu, budidaya, sampai ke agribisnis hilir perunggasan. Selain itu, dalam jangka panjang perlu juga dipelopori aplikasi teknologi transgenic pada ayam ras sehingga penggunaan obat-obatan/antibiotika hanyalah sebagai alternatif terakhir.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Metode discovery learning adalah metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai obyek pembelajaran. Merekamemiliki

Nabati (Biofuel) Jenis Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di dalam Negeri b. Syarat Kadar metanol maks 300 mg/L. Syarat Kadar metanol maks 0,5%-v. Parameter

pendaratan ikan dapat di simpulkan, bahwa hasil analisa korelasi antara panjang cangkang dengan lebar cangkang ke tiga jenis kerang di pasarkan di Pasar Sentral

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja Pusat Kerjasama Luar Negeri tahun 2012 sangat efisien dan efektif, Walaupun serapan anggaran yang dihasilkan belum

Pengolahan secara fisik ini dilakukan yaitu untuk mengurangi safat fisik air buangan seperti zat padat, baik pasir atau zat padat kasar terapung maupun terlarut, dalam pengolahan

Veithzal Rivai dkk, Islamic Transaction Law in business, drs.Abdul kadir M.H.Hukum Bisnis Syariah dalam al-Qur’an.Yusuf Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, MUI,

Puji syukur kepada Allah SWT, Sang Pencipta dan Maha Segalanya yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat

Untuk menunjang kegiatan penelitian, pengabdian pada masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad memiliki 3 pusat studi yaitu: Pusat Studi Akuntansi, Pusat Studi Ilmu Ekonomi,