• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN POSISI DAN ORIENTASI KAPAL DALAM SISTEM RUANG TIGA DIMENSI DARI FOTO STEREO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN POSISI DAN ORIENTASI KAPAL DALAM SISTEM RUANG TIGA DIMENSI DARI FOTO STEREO"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN POSISI DAN ORIENTASI KAPAL

DALAM SISTEM RUANG TIGA DIMENSI DARI FOTO STEREO

Hery Purwanto

Dosen Teknik Geodesi FTSP ITN Malang

ABSTRAKSI

Didalam proses deliniasi garis pantai untuk penentuan batas maritim dengan menempatkan sepasang kamera atau video di atas wahana kapal, posisi dan orientasi kapal sesaat mutlak diperlukan sebagai mediator penyambung model stereo yang terbentuk. Pada umumnya posisi dan orientasi ini diketahui dengan pengukuran GPS. Jika GPS tidak digunakan, tetapi terdapat titik-titik konjugasi yang ber-georeferensi di sekitar pantai, maka posisi dan orientasi kapal sesaat dapat direkoveri dari data titik-titik konjugasi tersebut. Tulisan ini akan mengevaluasi penggunaan matriks essensial dari foto stereo untuk merekoveri posisi dan orientasi kapal.

Kata Kunci:Posisi dan Rotasi, Koplanaritas, Matriks Essensial, Pemetaan Pantai.

PENDAHULUAN

Dalam proses rekonstruksi obyek tiga dimensi menggunakan teknik fotogrametri, pada saat ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Berbagai perkembangan tersebut tidak terlepas dari teknologi fotografi yang sudah sangat maju dan perangkat komputer yang semakin canggih, sehingga dimungkinkan penerapan sistem perhitungan analitik dan atomatisasi pengukuran dalam waktu yang singkat.

Dari sisi metode perhitungan, cara analitik merupakan cara yang sangat populer di dalam fotogrametri. Hampir keseluruhan proses fotogrametri diselesaikan dengan metode analitik, seperti proses relatif orientasi, reseksi, interseksi, bundle adjustment, dan yang terakhir absolute orientation (Fraser, 2006).

Keseluruhan parameter pada proses fotogrametri analitik tersebut di atas secara teori dapat diselesaikan dengan menggunakan metode perataan kuadrat terkecil (Least Square Adjustment). Metode ini biasanya digunakan untuk memecahkan masalah penentuan enam parameter ekstrinsik

(

X

L

,

Y

L

,

Z

L

,

ω

,

ϕ

,

κ

)

pada proses reseksi dan tiga parameter koordinat obyek

(

X

,

Y

,

Z

)

dalam ruang tiga dimensi pada proses interseksi. Akan tetapi, secara praktis proses perhitungan secara analitik menggunakan metode perataan kuadrat terkecil tidak dapat digunakan secara langsung.

(2)

Hal tersebut dikarenakan dalam metode ini membutuhkan nilai pendekatan awal untuk dapat menghasilkan solusi yang akurat. Selain itu, proses perhitungan secara analitik akan sangat sulit diterapkan pada kondisi jaringan pemotretan yang sangat kompleks dan minim/tanpa informasi titik kontrol, contohnya pada teknik fotogrametri terrestrial atau fotogrametri jarak dekat.

Tulisan ini akan mencoba membahas sebuah metode penentuan nilai awal posisi dan orientasi kamera (parameter ekstrinsik) secara sistematis. Metode ini secara teori diperkenalkan oleh He-Ping Pan (1995a). Selain itu, metode ini dapat digunakan pada sebuah jaringan pememotretan tanpa perlu adanya sebuah informasi titik kontrol.

DASAR TEORI

Penentuan nilai awal parameter ekstrinsik, secara umum dapat dibangun dengan menggunakan kondisi kesebidangan (Coplanarity). Hubungan antara penentuan parameter ekstrinsik kamera pada foto stereo dengan kondisi kesebidangan akan dijabarkan pada tiap bahasan di bawah ini.

Kondisi Kesebidangan (Coplanarity Condition)

Kondisi kesebidangan merupakan keadaan dimana dua buah stasiun pemotretan suatu pasang foto stereo, titik obyek pada ruang, dan titik obyek pada foto terletak pada satu bidang yang sama (Ghos, 2005; McGlone, 1989). Untuk lebih jelasnya kondisi kesebidangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1.

Kondisi Kesebidangan pada Foto Stereo Sumber: Fraser, 2006

(3)

Dari kondisi kesebidangan tersebut dapat diturunkan sebuah persamaan kesebidangan sebagai berikut (Fraser, 2006):

(

)

0 0 0 0 2 2 2 1 1 1 =           −           − − − − c y x R B B B B B B R c y x i i x y x z y z i i ... [1] atau

0

2 2 2 1 1 1

=

i i i i i i Z Y X

z

y

x

z

y

x

B

B

B

... [2] Dimana: Z Y X

B

B

B

,

,

: merupakan vektor basis antara kedua posisi kamera

y

x, : koordinat dua-dimensi obyek pada sistem foto

c

: panjang fokus kamera yang telah terkalibrasi

R : matriks rotasi dengan dimensi 3 x 3

angka 1,2 : indikasi identitas foto

i : merupakan notasi titik obyek ke-i

z

y

x

,

,

: koordinat tiga dimensi yang didefinisikan dalam sistem koordinat kamera.

Persamaan [1] dapat disederhanakan kembali dalam sebuah bentuk liniear homogenous dengan melakukan perkalian terhadap nilai parameter skew matriks dari vektor basis dengan nilai parameter rotasi kamera, sehingga didapat sebuah bentuk persamaan baru sebagai berikut:

0

2 2 1 1

=

c

y

x

E

c

y

x

i i i i ... [3]

Dari persamaan di atas, notasi E merupakan matriks essensial dan secara praktis sering digunakan oleh komunitas computer vision. Matriks essensial terdiri dari 9 elemen yang disusun dalam sebuah matriks dengan dimensi 3 x 3. Kesembilan element tersebut mewakili 5 parameter orientasi relatif yang terdiri dari 2 elemen vektor basis dan 3 elemen sudut rotasi

(

ω

,

ϕ

,

κ

)

.

Untuk menentukan nilai dari kesembilan parameter matriks essential, persamaan [3] dapat diuraikan dalam bentuk matriks koefisien dan matriks parameter dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

0

=

(4)

A merupakan matriks koefisien dan

x

merupakan matriks parameter yang tidak diketahui (matriks essensial), dimana keduanya dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

) )( ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( ) ( ) ( ) ( ) ( 1 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 21 21 22 22 21 22 21 22 22 21 22 21 11 11 12 12 11 12 11 12 12 11 12 11 c c c y c x c y y y y x c x x y x x c c c y c x c y y y y x c x x y x x c c c y c x c y y y y x c x x y x x A i i i i i i i i i i i i − − − − − − − − − − − − − − − − − − =          ... [5] 33 32 31 23 22 21 13 12 11

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

=

... [6]

Selama sistem persamaan [4] merupakan persamaan homogenous, permasalahan yang mendasar ialah bagaimana menentukan rasio dari kesembilan parameter yang tidak diketahui

( )

e

(Stefanovic, 1973). Namun, seiring perkembangan ilmu matematika, terdapat suatu teknik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalhan rasio yang sekaligus merupakan nilai parameter matriks essensial. Teknik tersebut ialah teknik Singular Matrix Decomposition (SVD) (Hartley, 2003).

Untuk mendapatkan nilai parameter matriks essential menggunakan SVD, dapat dilakukan dengan mendekomposisikan matriks koefisien A menjadi tiga buah matriks baru (secara umum dinotasikan dengan U,S,V ). Apabila dimensi matriks koefisien A ialah

m

×

n

, maka akan didapat matriks

U

dengan dimensi

m

×

m

, matriks diagonal

S

dengan dimensi

n

m

×

yang berisikan koefisien singular dan yang terakhir ialah matriks

V

dengan dimensi matriks

n

×

n

.

mm m m

u

u

u

u

u

u

u

U

1 22 21 1 12 11

=

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2 1 m

s

s

s

S

=

nn n n

v

v

v

v

v

v

v

V

1 22 21 1 12 11

=

Gambar 2.

(5)

Untuk memudahkan proses dekomposisi menggunakan SVD, dapat pula menggunakan aplikasi perhitungan numerik seperti Matlab dengan cara menuliskan perintah pada command window seperti berikut:

[

U

,

S

,

V

]

=

svd

( )

A

.

Melalui proses dekomposisi matriks di atas, maka nilai dari parameter essential matrix dapat ditentukan dengan memilih nilai kolom pada matriks

V

yang berkorelasi terhadap nilai diagonal matriks

S

terkecil (nilai singular terkecil). Jika jumlah pasangan titik konjugasi antara dua foto stereo berjumlah lebih besar sama dengan delapan

(

n

8

)

, maka nilai parameter matriks essential terdapat pada kolom terakhir pada matriks

V

; sedangkan jika jumlah titik konjugasi dua buah foto stereo kurang dari delapan

(

n

<

8

)

, maka solusi nilai parameter matriks essential yang didapat berjumlah tiga dimana ketiganya didapat dari tiga kolom terakhir matriks

V

.

) 9 ( 2 ) 8 ( 2 ) 7 ( 2 kolom V E kolom V E kolom V E Z Y X × = × = × =

Untuk matriks essential yang didapat menggunakan titik konjugasi kurang dari delapan perlu di lakukan proses konstraint menggunakan persamaan sebagai berikut (Triggs, 2000; Horn, 1990):

(

)

(

)

(

)

0

2

=

×

×

×

E

I

E

E

trace

E

E

T T ... [7] Persamaan konstrain tersebut di atas digunakan untuk menentukan nilai koefisien pengali

(

x

′′

,

y

′′

,

z

′′

)

yang selanjutnya digunakan sebagai faktor pengali untuk mendapatkan nilai matriks essential sebenarnya. Adapun persamaan yang akan digunakan sebagai berikut (Triggs, 2000):

Z Y X

y

E

z

E

E

x

E

=

′′

+

′′

+

′′

... [8] Selanjutnya proses perhitungan nilai parameter matriks essential akan dijabarkan secara runtut pada lampiran perhitungan.

Posisi dan Orientasi Kamera

Pan et al., (1995b) memperkenalkan sebuah teknik dekomposisi nilai matriks essensial dengan menetapkan nilai posisi dan orientasi kamera pertama sebagai pusat sistem datum, kemudian menguraikan matriks tersebut untuk menentukan nilai parameter posisi dan rotasi kamera kedua, yaitu sebagai berikut:

(6)

13 23 12 22 11 21 33 13 32 12 31 11 23 33 22 32 21 31 33 32 31 23 22 21 13 12 11

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

m

b

e

e

e

e

e

e

e

e

e

E

Z Y Y X Y X Z Y X Z X Z Z Y Z Y Z Y

=

=

... [9]

Dimana,

e

11

,

e

12

,

,

e

33 ialah element pembentuk matrik essensial berdimensi

3

3

×

;

b

X

,

b

Y

,

b

Z merupakan vektor basis yang didefinisikan dalam sistem sumbu X,Y,Z;

m

11

,

m

12

,

,

m

33 ialah element matrik rotasi kamera kedua berdimensi

3

×

3

.

Apabila nilai matriks rotasi (R) dianggap matriks ortonormal, persamaan diatas dapat diuraikan menjadi:

2 2 2 13 2 12 2 11 e e bY bZ e + + = + ... [10] 2 2 2 23 2 22 2 21 e e bX bZ e + + = + ... [11] 2 2 2 33 2 32 2 31 e e bX bY e + + = + ... [12] Y X

b

b

e

e

e

e

e

e

11 21

+

12 22

+

13 23

=

... [13] Z X

b

b

e

e

e

e

e

e

11 31

+

12 32

+

13 33

=

... [14] Z Y

b

b

e

e

e

e

e

e

21 31

+

22 32

+

23 33

=

... [15] Selama parameter instrinsik dan tiap elemen matriks essential diketahui, maka nilai parameter panjang basis (

b

2X

,

b

Y2

,

b

Z2) dapat pula dihitung dengan menggunakan persamaan [9] – [12] dengan hubungan sebagai berikut:

+

+

+

+

+

+

=

− 2 33 2 32 2 31 2 23 2 22 2 21 2 13 2 12 2 11 1 2 2 2

0

1

1

1

0

1

1

1

0

e

e

e

e

e

e

e

e

e

b

b

b

Z Y X ... [16]

Untuk tanda dari masing-masing parameter

b

X

,

b

Y

,

b

Z dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan [13] – [15]. Dari persamaan [16] didapat dua buah solusi untuk nilai basis yaitu

b

1

=

(

b

X1

,

b

Y1

,

b

Z1

)

dan

(

2 2 2

)

2

b

X

,

b

Y

,

b

Z

b

=

hubungan antara dua solusi basis tersebut dapat ditulis dalam bentuk matematika sebagai berikut:

1 2

b

(7)

Dari kedua solusi di atas hanya terdapat satu solusi yang benar. Dengan demikian, perlu dilakukan penentuan nilai solusi tanda yang benar dengan mendefinisikan sebuah persamaan sebagai berikut:

(

e

11

e

21

e

12

e

22

e

13

e

23

)

b

XY

=

+

+

... [18]

(

e

11

e

31

e

12

e

32

e

13

e

33

)

b

XZ

=

+

+

... [19]

(

e

21

e

31

e

22

e

32

e

23

e

33

)

b

YZ

=

+

+

... [20] Sehingga, dari persamaan [13] – [15] didapat hubungan sebagai berikut:

(

b

XY

b

XZ

b

YZ

) (

=

b

X

b

Y

b

X

b

Z

b

Y

b

Z

)

... [21] Dari keseluruhan kombinasi tanda yang mungkin terjadi untuk parameter

b

X

,

b

Y

,

b

Z dan

b

XY

b

XZ

b

YZ dapat ditabulasikan sebagai berikut:

bX bY bZ bXY bXZ bYZ + + + + + + + + - + - - + - + - + - + - - - - + - + + - - + - + - - + - - - + + - - - - - + + + Tabel 1.

Kombinasi Kemungkinan Tanda untuk Parameter Basis

Dari tabel tersebut di atas, untuk tiap kombinasi tanda

b

XY

b

XZ

b

YZ

yang diketahui, dapat ditentukan dua buah pasangan vektor

b

X

,

b

Y

,

b

Z yang simetrik. Setelah menentukan nilai basis, selanjutnya menentukan nilai parameter rotasi untuk tiap basis tersebut.

Proses penentuan matriks rotasi R dapat dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa elemen

m

13

,

m

23 dan

m

33 dapat ditentukan dengan menggunakan nilai kofaktor dari tiap elemen tersebut, sebagaimana pada persamaan di bawah ini:

(8)

32 31 22 21 13

m

m

m

m

m

=

, 32 31 21 11 23

m

m

m

m

m

=

, 22 21 12 11 33

r

r

r

r

r

=

... [22] Dengan menggunakan asumsi di atas, enam parameter rotasi lainnya dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:





=

23 21 13 11 23 22 13 12 33 31 13 11 33 32 13 12 33 31 23 21 33 32 23 22 32 31 22 21 12 11 2 2 2

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

e

m

m

m

m

m

m

b

b

b

b

b

b

b

b

b

b

b

b

b

b

b

Z Z Y Z X Z Y Y Y X Z X Y X X ... [23]

Atau secara langsung sesuai dengan persamaan [9] didapat kondisi sebagai berikut:

=

32 31 22 21 12 11 32 31 22 21 12 11

0

0

0

e

e

e

e

e

e

m

m

m

m

m

m

b

b

b

b

b

b

X Y X Z Y Z ... [24]

Meskipun tiap koefisien matriks pada persamaan [23] dan [24] merupakan matriks singular, kombinasi yang tepat untuk tiap persamaan dapat menghasilkan matriks non-singular. Jika nilai

b

X

0

, maka dapat digunakan persamaan dibawah ini untuk menentukan nilai perameter rotasi matriks.                 −           − − =           − 33 31 23 21 33 32 23 22 32 31 22 21 1 2 32 31 22 21 12 11 0 0 e e e e e e e e e e e e b b b b b b b b b m m m m m m Z X Y X X X Y x Z ... [25]

Dengan cara yang sama, jika

b

Y

0

                −           − − =           − 33 31 13 11 33 32 13 12 32 31 12 11 1 2 32 31 22 21 12 11 0 0 e e e e e e e e e e e e b b b b b b b b b m m m m m m Z Y Y Y X X Y Y Z ... [26]

(9)

Dan jika

b

Z

0

                −           − − =           − 23 21 13 11 23 22 13 12 22 21 12 11 1 2 32 31 22 21 12 11 0 0 e e e e e e e e e e e e b b b b b b b b b m m m m m m Z Z Y Z X X Z Y Z ... [27]

Setelah seluruh nilai parameter matriks berupa 32 31 22 21 12 11

,

m

,

m

,

m

,

m

,

m

m

didapat, maka dengan menggunakan persamaan

[22] dapat ditentukan nilai parameter rotasi

m

13

,

m

23

,

m

33. Dari keseluruhan proses dekomposisi matriks essential menjadi parameter posisi dan rotasi, terdapat empat kemungkinan yang perlu diuji. Proses pengujian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode interseksi.

Penentuan Pasangan Parameter Ekstrinsik

Pada proses dekomposisi matriks essential kedalam parameter ekstrinsik kamera pada foto stereo seperti yang telah dijelaskan pada bagian di atas, terdapat empat kemungkinan posisi relatif orientasi yang akan dihasilkan (Hartley, 2003). Keempat kemungkinan tersebut dapat diilustrasikan pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.

(10)

Posisi pada Gambar 3(a) merupakan posisi aktual dari orientasi pasangan kamera stereo untuk melakukan proses fotogrametri selanjutnya. Pada posisi tersebut posisi obyek tepat berada di depan sistem sumbu kamera.

Secara matematis, penentuan pasangan parameter ekstrinsik kamera stereo yang benar dapat dilakukan. Adapun persamaan yang digunakan ialah persamaan segitiga sebangun antara sistem koordinat di foto dengan koordinat obyek dalam ruang tiga dimensi. Hubungan ini dapat dituliskan dalam sebuah persamaan matematika sebagai berikut:

L A a L A a L A a

Z

Z

z

Y

Y

y

X

X

x

=

=

'

'

'

... [28] Atau dapat dituliskan dalam sistem persamaan baru sebagai berikut:

a a L A L A

x

z

X

X

X

X

'

'

=

... [29] a a L A L A

y

z

Y

Y

Y

Y

'

'

=

... [30] a a L A L A

z

z

Z

Z

Z

Z

'

'

=

... [31] Dimana,

X

A

,

Y

A

,

Z

A merupakan koordinat obyek,

X

L

,

Y

L

,

Z

L merupakan posisi kamera dan

x

a

,

y

a

,

z

a

merupakan koordinat foto yang telah terotasi menggunakan persamaan sebagai berikut:

)

(

'

)

(

'

)

(

'

33 23 13 32 22 12 31 21 11

f

m

y

m

x

m

z

f

m

y

m

x

m

y

f

m

y

m

x

m

x

a a a a a a a a a

+

+

=

+

+

=

+

+

=

... [32]

Dengan melakukan subtitusi

λ

a bagi

(

Z

A

Z

L

)

z

a

pada persamaan [5] didapat sebuah persamaan untuk menentukan nilai koordinat titik A bagi foto pertama sebagai berikut:

1 1 1 1 1 1 1 1 1

'

'

'

L a a A L a a A L a a A

Z

z

Z

Y

y

Y

X

x

X

+

=

+

=

+

=

λ

λ

λ

... [33]

Dengan jalan yang sama dapat ditulis persamaan untuk foto kedua sebagai berikut:

(11)

2 2 2 2 2 2 2 2 2

'

'

'

L a a A L a a A L a a A

Z

z

Z

Y

y

Y

X

x

X

+

=

+

=

+

=

λ

λ

λ

... [34]

Susunan persamaan [33] sama dengan persamaan [34], yang membedakannya adalah proses penentuan nilai parameter

λ

a. Untuk nilai

a

λ

pada foto kesatu dan kedua secara berurutan dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

(

)

(

)

1 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1

'

'

'

'

'

'

a a a a L L a L L a a

y

x

y

x

Y

Y

x

X

X

y

=

λ

... [35]

(

)

(

)

2 1 1 2 1 2 2 1 2 2 2

'

'

'

'

'

'

a a a a L L a L L a a

y

x

y

x

Y

Y

x

X

X

y

=

λ

... [36] Apabila nilai parameter skala telah diketahui untuk tiap pasangan parameter ekstrinsik, maka pasangan yang dianggap benar ialah pasangan yang memenuhi kondisi

(

λ

a1

>

0

atau

λ

a2

>

0

)

dan

Z

A

>

0

untuk keseluruh titik konjugasi yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk menguji sejauh mana kebenaran teori yang digunakan, akan dibuktikan dengan sebuah data simulasi foto stereo dengan obyek kubus. Foto kubus tersebut diambil menggunakan kamera Nikon D60 dengan panjang fokus 24.00 mm. Adapun data koordinat foto hasil ekstraksi tersebut disajikan dalam bentuk tabel d ibawah ini.

Tabel 2.

Data Koordinat Foto Stereo Kubus

ID PHOTO KIRI PHOTO KANAN

x y x y 1 1.32896 2.07739 -9.04286 5.06588 2 4.42254 4.03391 -6.63261 3.75031 3 5.55408 4.78684 -5.26960 3.04952 4 7.36736 6.04934 -2.01876 1.44362 5 3.88850 6.79500 1.67961 3.29701 6 2.29096 7.12231 3.21933 4.10976 7 -0.42672 7.68315 5.69353 5.42843

Dengan menggunakan data tersebut di atas didapat nilai parameter matriks essential sebagai berikut:

(12)

0.01062

-1.025462

-0.755218

1.125679

0.087946

0.893724

0.559283

0.700025

0.063597

-=

E

Kemudian, matriks essential tersebut dipecah menjadi parameter ekstrinsik dengan menggunakan metode yang diperkenalkan oleh Pan (1995) seperti yang telah dijelaskan di muka. Terdapat empat kemungkinan parameter ekstrinsik yang didapat. Hal ini disebabkan oleh adanya matriks skew pada elemen basis dalam persamaan kesebidangan. Adapun empat kemungkinan posisi kamera kedua untuk data simulasi di atas adalah sebagai berikut: 0.793243 0.421477 -1.201830 0.99230 -0.07240 0.10046 -0.09596 -0.96234 -0.25433 0.07826 -0.26201 0.96189 1 _ = Sol 0.793243 0.421477 -1.201830 0.39982 0.47582 0.78341 0.41076 0.67106 0.61721 -0.81940 -0.56858 0.07286 2 _ = Sol 0.79324 -0.42148 1.20183 -0.99230 -0.07240 0.10046 -0.09596 -0.96234 -0.25433 0.07826 -0.26201 0.96189 3 _ = Sol 0.79324 -0.42148 1.20183 -0.39982 0.47582 0.78341 0.41076 0.67106 0.61721 -0.81940 -0.56858 0.07286 4 _ = Sol

Dari keempat data parameter ekstrinsik di atas, yang memenuhi syarat kondisi

(

λ

a1

>

0

atau

λ

a2

>

0

)

dan

Z

A

>

0

adalah solusi ketiga, dimana parameter skala bernilai positif dan koordinat obyek berada tepat didepan sumbu kamera.

(13)

Tabel 3.

Data Parameter Skala dan Koordinat Arah Z Titik Obyek

ID λ KONDISI Z 1 8.311625 198.99225 2 0.510464 198.47372 3 0.327848 198.14605 4 0.126315 197.31230 5 0.065860 193.42838 6 0.053061 191.77860 7 0.038729 189.11746

KESIMPULAN

Sesuai dengan analisis, maka dengan hanya menggunakan parameter interior orientasi berupa koordinat titik foto pada tiap obyek dan nilai panjang fokus, maka diperoleh nilai parameter ekstrinsik kamera. Parameter ekstrinsik tersebut didapat melalui matriks essential yang merupakan perkalian antara skew matriks dan matriks rotasi foto kedua dengan asumsi bahwa matriks rotasi foto pertama merupakan matriks identitas. Dengan demikian, dari matrik essensial yang diperoleh dapat diekstraksi posisi dan orientasi kapal sesaat.

DAFTAR PUSTAKA

Fraser, C.S. 2006. Network Orientation Models for Image-Based 3D Measurement. International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing & Spasial Information Science.

Ghos, S.K. 2005. Fundamental of Computational Photogrammetry. Concept Publishing Co. Page 110-117.

Hartley, R.I & Zisserman, A. 2003. Multiple View Geometry in Computer Vision. Cambridge Press.

Horn, B.K.P, 1990a. Recovering Baseline and Orientation from Essential Matrix. Electrical Engineering and Computer Science. 10 pages.

Mcglone, J.C. 1989. Analytic Data-Reduction Schemes in Non-Topographic Photogrammetry. Falls Church, Virginia. American Society for Photogrammetry and Remote Sensing.

Pan, H.P., Brooks, M.J. & Newsam, G.N. 1995a. Image Resituation : Initial Theory. Videometrics IV. 162-173.

Pan, H.P., Huynh, D.Q. & Hamlyn, G.K. 1995b. Two-image Resituation: Practical Algorithm. 174-190.

Stevanofic, P. 1973. Relative Orientation - A New Approach. ITC Journal. 1973-3: 417 – 448.

Gambar

Foto kubus tersebut  diambil menggunakan kamera Nikon D60  dengan  panjang fokus 24.00 mm

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap pemberian Informasi Obat di Instalasi Farmasi RSUD Curup Rejang Lebong Berdasarkan survey awal

Kadar protein dalam penetapan ini didefinisikan sebagai suatu senyawa nitrogen yang terdapat dalam contoh diubah menjadi ammonium sulfat, ammonia yang dihasilkan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “ Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Dosen

SATU JUTA TIGA RATUS TUJUH PULUH DUA RIBU SEMBILAN RATUS RUPIAH Untuk

Teknisi menginformasikan ke Kepala Gudang bahwa unit telah selesai dipasang variasi dan mengembalikan sisa barang variasi bila ada beserta menyerahkan SPK.. Kepala Gudang

Carbon black adalah contoh unsur karbon murni dalam bentuk partikel koloid unsur karbon murni dalam bentuk partikel koloid yang dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna

ditunjukkan dan tidak dihadapan orang lain (penonton) sama halnya dengan lesbian sebagai subjek, menyadari dirinya adalah pelaku lesbian maka mereka bertindak

Genotipe IPBC 2 memiliki heritabilitas tinggi untuk karakter bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, tinggi tanaman, panjang buah, dan insidensi penyakit,