• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Peran Pemerintah Dalam Perekonomian

Salah satu peranan pemerintah dalam perekonomian tercermin dalam kebijakan fiskal. Soediyono (1985), mendefinisikan kebijakan fiskal adalah bentuk tindakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian agar keadaan perekonomian tidak terlalu menyimpang dari keadaan yang diinginkan dengan alat (policy instrument variable) berupa pajak (T), transfer pemerintah (Tr), dan pengeluaran pemerintah (G). Kebijakan fiskal disebut juga kebijakan anggaran (budgetary policy) yang dilakukan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi, stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. Penyusunan APBN memiliki tujuan sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam melaksanakan kegiatan kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, anggaran pendapatan dan belanja negara harus dirumuskan sedemikian rupa yang mencakup perkiraan periodik dari semua pengeluaran dan sumber penerimaan.

Kebijakan fiskal atau anggaran memiliki enam (6) fungsi yaitu:

1. Fungsi otorisasi, dimana APBN menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan

(2)

2. Fungsi perencanaan, dimana APBN menjadi pedoman bagi penyelenggara negara dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. APBN disusun untuk merencanakan target penerimaan dan pengeluaran keuangan negara.

3. Fungsi pengawasan, dimana APBN menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Fungsi stabilisasi memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian, utamanya untuk mempertahankan tingkat pekerjaan yang tinggi (high employment), stabilitas tingkat harga-harga, dan meredam siklus bisnis atau fluktuasi ekonomi. APBN diharapkan dapat berfungsi menjaga kestabilan arus uang dan arus barang sehingga dapat mencegah terjadinya inflasi yang tinggi maupun deflasi yang akan mengakibatkan kelesuan perekonomian (resesi).

5. Fungsi alokasi dimana anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi alokasi terutama berkaitan dengan penyediaan barang sosial (social goods). APBN ditentukan besarnya anggaran pengeluaran masing-masing bidang, ini berarti di APBN sektor pembangunan, departemen dan lembaga telah ditentukan dengan jelas. Sehingga melalui APBN kita dapat mengetahui sasaran dan prioritas pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

(3)

6. Fungsi distribusi dimana kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan, pembagian pendapatan dan kekayaan yang lebih adil dan merata di masyarakat. Pendapatan negara yang dihimpun dari berbagai sumber akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran negara di berbagai sektor pembangunan dan di berbagai departemen. Penggunaan dana harus dapat didistribusikan untuk berbagai sektor pembangunan secara optimal.

Sedangkan asas penyusunan APBN dikenal dengan tiga azas yaitu:

pertama, azas anggaran seimbang. Semua pengeluaran didasarkan pada

penerimaan. Pada akhirnya terdapat kesamaan jumlah antara pengeluaran dan penerimaan, dengan kata lain APBN seimbang adalah jumlah pendapatan negara yang diperkirakan diterima akan dapat menutupi semua pengeluaran yang direncanakan (pengeluaran = penerimaan). Kedua, azas anggaran surplus. Jumlah penerimaan yang direncanakan pemerintah melebihi dari pengeluaran (Pengeluaran < Penerimaan). Penetapan anggaran seperti ini dilakukan pada negara yang memiliki masa kenaikan (prosperity). Ketiga, azas anggaran defisit. Anggaran yang ditetapkan oleh suatu negara apabila jumlah pengeluaran negara lebih besar daripada penerimaan negara (pengeluaran > penerimaan negara). Anggaran defisit dapat digunakan secara sadar untuk mendorong negara keluar dari resesi seperti anjuran Keynes.

2.2. Peran Kebijakan Fiskal

Instrumen kebijakan fiskal adalah variabel belanja pemerintah (G) atau pajak (T). Bersama-sama dengan variabel konsumsi masyarakat (C), investasi

(4)

swasta (I) dan net ekspor (X-M) merupakan komponen yang mempengaruhi output (Y) dalam keseimbangan makro:

Y = C + I + G + (X-M) ……….……… (2.1)

Menurut Keynes dalam perekonomian yang mengalami krisis dan depresi, permintaan agregat dapat dinaikkan dengan cepat hanya melalui kebijakan fiskal (Romer, 2001). Anggaran pemerintah (government budget) adalah bagian penting dalam model makroekonomi Keynes untuk mengatur permintaan agregat dalam perekonomian. Jika perekonomian berada di bawah full employment, permintaan agregat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T). Dalam pandangan Keynes, pemerintah mempunyai peranan penting untuk mengatur permintaan agregat (AD) dalam rangka mempertahankan atau menjaga agar perekonomian mendekati tingkat kesempatan kerja penuh (full employment level).

Keseimbangan makro perekonomian terbuka, dalam Model Mundell-Fleming, tingkat suku bunga domestik (r) ditentukan oleh tingkat suku bunga dunia (r*). Sehingga secara matematis ditulis r = r*. Konsumsi tergantung pada

disposable income (Y-T), investasi dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga

dunia (r*), pengeluaran pemerintah dipengaruhi secara negatif oleh defisit pada neraca pembayarannya (D), dan ekspor netto (NX) dipengaruhi oleh nilai tukar (e). Sehingga persamaan (2.1) dapat ditulis seperti pada persamaan (2.2) sebagai persamaan pasar barang atau fungsi IS.

Y = C(Y-T) + I(r*) + G(D) + NX(e) ………….……….(2.2)

Keseimbangan pasar uang, permintaan uang riil dipengaruhi secara negatif oleh tingkat suku bunga, dalam hal ini telah disamakan dengan tingkat suku bunga dunia (r*), dan secara positif oleh pendapatan. Secara matematis dinyatakan:

(5)

M/P = L(r*,Y) ….………..………(2.3)

Keseimbangan pasar barang dan pasar uang menurut model Mundell-Fleming, dijelaskan melalui dua persamaan:

Y = C(Y-T) + I(r*) + G(D) + NX(e) …………..……….(2.4)

M/P = L(r*,Y) ………...(2.5)

Variabel eksogen meliputi kebijakan fiskal ([G] dan [T]), kebijakan moneter (M), tingkat harga (P) dan suku bunga (r*). Variabel endogen meliputi pendapatan (Y) dan nilai tukar (e).

Dalam pandangan Keynesian, kebijakan fiskal diyakini paling efektif dalam mengatasi pengangguran dan meningkatkan output. Keyakinan tersebut didasarkan pada besarnya efek multiplier kebijakan fiskal terhadap perubahan output dan sensitivitas permintaan uang terhadap perubahan suku bunga, dimana perubahan suku bunga akan menimbulkan perubahan yang besar pada permintaan uang untuk spekulasi. Hal ini merupakan implikasi dari posisi kurva LM yang cenderung landai. Dari sisi suplai, Keynesian juga mengasumsikan bahwa kurva AS adalah horizontal atau cenderung landai.

Kurva AS Keynesian horizontal atau cenderung landai karena ekonomi berada pada kondisi unemployment tinggi, sehingga perusahaan dapat memperoleh tenaga kerja sebanyak yang diperlukan dengan upah yang berlaku, diasumsikan upah tidak berubah. Keynesian juga mengasumsikan informasi tidak sempurna (0<p<1), akibatnya pekerja tidak melakukan penyesuaian terhadap perubahan harga, sehingga model Keynesian dapat disebut sebagai imperfect

foresight model. Secara grafis, keseimbangan makro Keynesian disajikan pada

Gambar 6. Kebijakan fiskal dilakukan pada keseimbangan awal (A) dengan tingkat employment pada N1. Pada kondisi tersebut unemployment sangat besar,

(6)

sehingga peningkatan G dapat meningkatkan employment. Hal ini menyebabkan kurva IS bergeser ke atas (IS1 ke IS2). Peningkatan G tersebut meningkatkan Y.

Peningkatan Y pada tingkat harga tetap P1 dan suku bunga r1 akan meningkatkan

permintaan uang, sehingga meningkatkan suku bunga sepanjang kurva LM1,

menurunkan investasi dan terjadi crowding out effect.

Pada sisi permintaan, dampak lebih lanjut adalah peningkatan output, agregate demand (AD) meningkat (AD1 ke AD2). Peningkatan AD akan

berdampak memperketat pasar uang, sehingga akan berakibat meningkatkan r dan menurunkan investasi. Pada sisi penawaran, peningkatan harga direspons oleh pengusaha dengan meningkatkan permintaan tenaga kerja, sehingga kurva permintaan tenaga kerja bergeser ke atas.

Karena asumsi imperfect informations (0<p<1), maka pada saat yang sama, peningkatan permintaan tenaga kerja karena meningkatnya P direspon oleh buruh dengan tuntutan kenaikan upah dari W1 ke W2 dan menggeser kurva

penawaran tenaga kerja ke kiri, yaitu ke Pe2.g(N), tetapi pergeseran kurva

penawaran lebih kecil dari pergeseran kurva permintaan tenaga kerja. Keseimbangan pasar tenaga kerja meningkat dari N1ke N2. Peningkatan P terus

berlangsung sampai ekses demand dapat dihilangkan, yaitu pada P2Y3.

Penggunaan tenaga kerja atau employment meningkat ke N2 dan upah meningkat

ke W2. Upah riil menurun, tetapi jika elastisitas permintaan tenaga kerja pada

keseimbangan baru lebih besar dari pada elastisitas pada keseimbangan awal, maka upah riil akan meningkat.

Keseimbangan baru terjadi pada titik B, dimana output akhir adalah sebesar Y3 yang lebih besar dari keseimbangan awal, artinya terjadi growth.

Dampak akhir adalah peningkatan suku bunga (r), penurunan investasi (I), peningkatan upah nominal (W).

(7)

N2 N1 N 0 Y r1 r2 r3 IS2 IS1 LM1 Y1 Y3 Y2 P AS AD1 AD2 P1 P2 Y1 Y3 Y2 Y=Y(N) Y3 Y1 A B N2 N1 A B 1 A B B A W w1 w2 W1D=P1.f P1e.g(N) P2e.g(N) W2D=P2.f 0 0 0 Sumber: Mankiw, 2003

Gambar 6. Keseimbangan Makro dalam Pendekatan Keynesian Y

Y

N

(8)

2.3. Komponen Kebijakan Fiskal 2.3.1. Penerimaan Pemerintah

Sumber penerimaan pemerintah adalah berasal dari pajak, non pajak, dan hibah. Pajak meliputi pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, dan pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Jenis pajak pusat adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambanan Nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), bea meterai, cukai, pajak/pungutan ekspor, dan bea masuk (Hutahaean, et. al., 2002).

Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan nilai (PPn) mempunyai efek atau transmisi cepat terhadap perubahan perilaku menabung, investasi dan ekspansi usaha perusahaan (James dan Nobes, 1992). Dalam kasus Indonesia PPh dan PPn sensitif terhadap perubahan perilaku rumahtangga dan perusahaan. Dari sisi pajak, intervensi pemerintah untuk mempengaruhi kinerja sektoral akan efektif dengan instrumen PPh dan PPn.

Analisis sistem pajak kombinasi; antara pajak pendapatan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn), ditemukan dalam Atkinson and Stiglizt (1976), Mirrlees (1976), dan Revez (1986) dalam Myles (1997). Dalam model ini diasumsikan bahwa terdapat n barang yang disediakan oleh produsen sebagai barang 1 dan tingkat upah w. Seperti aturan normalisasi, pajak linear terhadap n barang, ditetapkan 0. Dengan aturan ini keterbatasan anggaran (qx) yang dihadapai seorang konsumen dengan kemampuan membayar pajak s dan tingkat pajak T berbentuk:

(9)

…………..………...(2.6)

Untuk penyederhanaan derifasi, teknologi produksi ditetapkan linear sehingga kemungkinan produksi dibatasi oleh hubungan:

……….…(2.7)

dimana, zG : pengenaan pajak pemerintah. Dengan teknologi linear memungkinkan untuk mengambil harga produsen dari setiap barang 2,...,n menjadi 1.

Pajak optimal dapat diperoleh dengan memperlakukan U(s) sebagai variabel riil dan xi(s), i =1,…, n-1 sebagai variabel kontrol, dengan xn(S)

ditentukan dari identitas U(s) = U(x1(s),...,xn(s)). Persyaratan orde pertama untuk

self selection diturunkan dengan menggunakan fakta bahwa atau

dalam dalam notasi . Pendekatan orde pertama Hamiltonian untuk maksimisasi dapat ditulis dengan menggunakan (3.10) sebagai:

………. (2.8)

Untuk memilih xk(s),k = 2,...,n-1, menggunakan fakta bahwa

………..(2.9)

Syarat perlu untuk optimalitas adalah:

…………(2.10)

Dari syarat perlu tersebut maksimisasi utilitas rumahtangga adalah:

s l U s U u l l s 2 2 s x U us x 1 1 ) ( 1 1 2 swx T swx q n i i i

x

n i G i s s ds swx s s ds z x 2 0 0 1( ) ( ) ) ( ) ( s U x s x swx U H x n i i 1 1 2 1 ( ) n k x x k n U U x x n k U U U U s x U U n k n k n k x x x x x x x x ,..., 2 , 0 1 1 1 1

(10)

………. (2.11)

Substitusi persamaan (2.11) ke dalam (2.10), dan setelah disusun ulang, pajak optimal (tk) dapat ditulis sebagai:

………(2.12)

Hasil dari (2.12) menyatakan dua fakta. Pertama jika , untuk semua k = 2,.., n-l, yang dianggap tetap jika fungsi utilitas dapat dipisahkan secara lemah antara tenaga kerja dan semua komoditas lainnya, maka pajak optimal (tk) untuk semua k=2,.., n-1. Ini adalah hasil utama dari Atkinson and

Stiglitz (1976). Dalam keadaan ini pajak pertambahan nilai (PPn) tidak diperlukan dan pajak penghasilan (PPh) cukup untuk mencapai tujuan kesejahteraan. Hasil ini diturunkan dari sistem pajak yang berusaha untuk memajak kemampuan awal dari rumah tangga, tetapi apabila dianggap terpisah, terdapat hubungan yang lemah antara pilihan konsumsi dan kemampuan untuk pajak pertambahan nilai.

Konsekuensi kedua dari (2.12) adalah anggapan semua variabel lainnya konstan, bahwa tarif pajak terhadap suatu barang akan berhubungan secara positif terhadap tingkat perubahan tarif marjinal atas substitusi antara barang tersebut dan faktor input. Karena itu, barang-barang yang secara relatif lebih disukai oleh konsumen yang menawarkan paling banyak input (tenaga kerja), akan dipajak lebih besar. Menggunakan kerangka yang lebih umum, Mirrlees (1976) menekankan kesimpulan ini untuk menunjukkan bahwa tarif PPn akan mejadi

1 1 k x x t U U n k 1 ,..., 2 , log 1 1 n k dx U U d s U x t n k k x x x k 0 log 1 dx U U d n k x x

(11)

paling tinggi pada barang paling disukai oleh rumah tangga yang berkemampuan tinggi.

2.3.2. Pengeluaran Pemerintah

Struktur pengeluaran/belanja pemerintah menurut I-Account APBN meliputi: (1) belanja pemerintah pusat (pengeluaran rutin dan pembangunan), (2) dana perimbangan, dan (3) dana otonomi khusus dan penyesuaaian. Pendekatan untuk melihat keterkaitan antara belanja negara dan pendanaannya adalah melalui apa yang dikenal dengan Government's (public sector's) financial balance, yang persamaannya ditulis sebagai berikut:

(T- Cg - Ig) = Bgp +∆H + Bgf……… (2.13) dimana:

T T = penerimaan pajak (tax revenue)

Cg = konsumsi pemerintah (government consumption) Ig = investasi pemerintah (government investment)

Bgp = pinjaman pemerintah dari sektor swasta (government borrowing

from private sector)

∆H = perubahan stok dari pencetakan uang (stock change in

high-powered money)

Bgf = pinjaman pemerintah dari luar negeri (government borrowing

from foreigners)

Sisi kiri persamaan menggambarkan defisit fiskal dan sisi kanan persamaan menunjukkan cara pendanaannya. Jika pemerintah ingin meningkatkan belanja atau expenditure, maka dapat juga dibiayai melalui peningkatan penerimaan pajak tanpa mempengaruhi defisit fiskal.

Tingkat belanja pemerintah yang memadai ditentukan oleh penerimaan dan defisit anggaran yang harus dibiayainya. Jika peningkatan pengeluaran

(12)

pemerintah tidak diimbangi dengan peningkatan penerimaan maka akan menyebabkan defisit fiskal yang lebih besar. Langkah selanjutnya adalah mencari sumber pendanaan untuk menutup defisit melalui: (1) pinjaman dari sektor swasta, (2) mencetak uang (money creation) dan (3) pinjaman dari luar negeri. Selain itu, masih ada sumber pembiayaan lainnya, yaitu : (1) pengurangan simpanan devisa (dapat menyebabkan krisis nilai tukar), (2) penjualan aset negara (privatisasi), dan (3) akumulasi tunggakan (arrears). Untuk menutup defisit umumnya dilakukan dengan kombinasi antara berbagai sumber pendanaan tersebut.

Alternatif pendekatan yang digunakan untuk melihat kedua masalah tersebut melalui the economy's saving-investment balance, persamaannya ditulis:

(T- Cg-Ig) = (Sp -Ip) + (M-X)…….………..…..(2.14) dimana:

T = penerimaan pajak (tax revenue)

Cg = konsumsi pemerintah (government consumption) Ig = investasi pemerintah (government investment) Sp = tabungan swasta (private saving)

Ip = investasi swasta(private investment) M = Impor

X = Ekspor

(M - X) menggambarkan external current account defisit. Melalui pendekatan ini terlihat bahwa defisit fiskal sama dengan jumlah saving-investment

gap dari sektor swasta ditambah external current account deficit. Selanjutnya bila

pendekatan pertama (2.13) dan kedua (2.14 digabungkan, diperoleh persamaan sebagai berikut.

(13)

M - X = Bgf + Bpf………..………...…....(2.16) dimana:

Bpf = utang swasta (private sector borrowing) dari sumber luar negeri.

Persamaan (2.15) menyatakan bahwa kelebihan tabungan sektor swasta sama dengan uang yang dipinjamkan kepada pemerintah dan uang yang dipegangnya sendiri dikurangi dengan utang luar negerinya. Sedangkan persamaan (2.16) menyatakan bahwa external current account deficit dibiayai dari utang luar negeri pemerintah dan utang luar negeri sektor swasta, yang bersumber dari foreign saving.

2.3.3. Keseimbangan Fiskal

Keseimbangan primer (primary balance) adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran, tidak termasuk cicilan utang dan bunga. Defisit anggaran pemerintah terdiri atas defisit luar negeri dan defisit dalam negeri. Defisit anggaran luar negeri adalah pengeluaran mata uang asing dikurangi penerimaannya. Defisit total pemerintah dalam neraca anggaran dengan memperhitungkan defisit anggaran luar negeri dan domestik dirumuskan (Subagjo, 2005):

D = (GD+FG) - (RD+RF) – KG……….……….. (2.17) KG = K-KP……….………. (2.18) K = RE + CA…………..……….. (2.19) dimana:

CA = current account dalam neraca pembayaran D = neraca anggaran (defisit/surplus)

(14)

GD = pengeluaran pemerintah domestik K = arus kapital total

KG = arus kapital pemerintah KP = arus kapital swasta

RD = penerimaan pemerintah domestik RE = cadangan devisa

RF = penerimaan pemerintah luar negeri

Pada persamaan (2.19) diasumsikan bahwa bank sentral akan meningkatkan kredit neto kepada pemerintah, apabila pengeluaran pemerintah melebihi penerimaan dengan selisih yang lebih besar dari arus masuk kapital neto.

Defisit anggaran ditentukan oleh selisih tingkat suku bunga domestik dan suku bunga luar negeri yang menentukan arus kapital, beban utang pemerintah yang menentukan besarnya cicilan dan bunga utang, dan neraca pembayaran. Secara agregat defisit anggaran (D) merupakan fungsi dari suku bunga domestik

(r), tingkat suku bunga dunia (r*), utang pemerintah (B), dan penerimaan

pemerintah (R). Sehingga fungsi defisit anggaran dapat dituliskan sebagai berikut: D = d(r,r*,B,R)……….…… (2.20) Komponen fiskal antara lain meliputi variabel-variabel pengeluaran, penerimaan pajak, defisit, utang, dan obligasi pemerintah (domestik dan luar negeri) sebagai sumber pembiayaan tambahan bagi pemerintah. Alternatif pembiayaan melalui pencetakan uang tidak diperhitungkan sebagai sumber pembiayaan. Hal ini didasarkan pada kenyataan mengenai posisi independent bank sentral. Akibatnya pemerintah tidak bisa mencetak uang untuk menutup gap dalam anggarannya.

(15)

2.3.4. Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal antar tingkat pemerintahan menggambarkan hubungan keuangan (financial relations) diantara berbagai tingkat pemerintahan, yang meliputi berbagai aktivitas keuangan pemerintah seperti perpajakan, pengeluaran, pinjaman, subsidi, transfer dan hibah. Transfer fiskal antar tingkat pemerintahan (intergovernmental fiscal transfers) terdiri atas hibah (grants), dan bagi hasil (revenue-sharing) merupakan sumber penerimaan yang dominan bagi tingkat pemerintah daerah di banyak negara sedang berkembang (Litvack, et.al., 1998 dalam Nanga, 2006). Tiga peran potensial dari hibah (grants) yaitu: (1) internalisasi spillover benefits terhadap yurisdiksi lain, (2) pemerataan

(equalization) fiskal antar yurisdiksi, dan (3) meningkatkan/memperbaiki sistem

pajak secara menyeluruh. Hibah dapat dibedakan ke dalam dua bentuk utama (Oates, 1999), yaitu hibah atau bantuan bersyarat (conditional grants) dan hibah tak bersyarat (unconditional grants). Bantuan bersyarat atau bantuan khusus

(specific grants) adalah bantuan yang memiliki persyaratan tertentu yang terkait di

dalam bantuan tersebut, dan diberikan untuk mendorong pemerintah daerah dalam menambah barang dan jasa publik tertentu. Dalam kasus bantuan khusus ini, pemerintah daerah tidak memiliki kebebasan dalam pengalokasian dana karena penggunaan dana tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Bantuan tak bersyarat atau bantuan blok (block grant) adalah jenis bantuan yang tidak dikaitkan dengan program pengeluaran tertentu, dalam kasus Indonesia diistilahkan Dana Alokasi Umum (DAU). Ciri khusus yang menjadi kekuatan jenis bantuan ini adalah dapat meningkatkan sumberdaya lokal dan sekaligus mempertahankan pilihan fiskal yang ada dalam kewenangan pemerintah daerah.

(16)

Dalam kasus bantuan blok ini, pemerintah daerah memiliki keleluasan dalam mengalokasikan dana yang diterima ke dalam berbagai kemungkinan pengeluaran yang sesuai dengan pilihan dan kepentingan daerah yang bersangkutan.

Pengaruh atau dampak dari masing-masing bantuan tersebut dijelaskan pada Gambar 7 dan 8. Posisi pemerintah daerah sebelum ada bantuan (grant) ditunjukkan titik E dan jumlah barang G dan H yang dikonsumsi masing-masing adalah G1 dan H1. Apabila ada bantuan dari pemerintah pusat dalam bentuk block

grant, maka garis anggaran (budget line) dalam Gambar 7 akan bergeser dari AB

menjadi CD, posisi pemerintah Daerah sekarang berada di titik F dan jumlah barang G dan H yang dikonsumsi menjadi G2 dan H2. Konsumsi pemerintah

daerah baik untuk barang G maupun H meningkat, menunjukkan pula bahwa kepuasan dari pemerintah bertambah karena berada pada indifference curve yang lebih tinggi yaitu I2 dimana I2 > I1.

Sebaliknya, pemerintah pusat memberikan bantuan dalam bentuk spesifik

(specific grant), dampak yang ditimbulkan adalah penurunan harga (biaya

produksi barang G) dan budget line bergeser dari AB ke AD'. Posisi pemerintah daerah kini berada di titik F' dan jumlah barang G yang dikonsumsi menjadi G2’.

Berarti bantuan spesifik meningkatkan produksi barang G. Bantuan spesifik juga meningkatkan kepuasan pemerintah daerah karena sekarang berada di titik F' yang terletak pada indifference curve I2 dimana I2 > I1. Dampak spesifik grant

tidak dapat diprediksi secara langsung karena tergantung pada bentuk indifference

curve maupun income dan price elasticity of demand dari kedua jenis barang

tersebut. Price effect dari subsidi atau bantuan cenderung menurunkan produksi barang H, tetapi sebalikannya pada income effect. Dalam beberapa kasus seperti

(17)

H2 H1 D B A C Barang G F E 0 I2 I1 G2 G1 A H1 H2 E F’ 0 G1 G'2 B D’ Barang G I1 I2

tampak dalam Gambar 7, efek netto yang ditimbulkan oleh bantuan spesifik adalah penurunan secara absolut di dalam produksi H. Secara teoretis disimpulkan; block grant dampaknya terhadap produksi atau konsumsi dapat diprediksi secara langsung, dan hanya menghasilkan income effect, sedangkan

specific grant tidak dapat menghasilkan income effect juga substitution effect dan

price effect.

Sumber: Oates, 1999

Gambar 7. Jalur Efek Block Grant dan Jalur Efek Specific Grant

2.4. Pertumbuhan Ekonomi, Kesempatan Kerja dan Kemiskinan

Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi biasanya diukur dari kenaikan Gross Domestic Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan

Barang H Barang H

(18)

itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan suatu negara dalam menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam jumlah yang banyak sehingga memungkinkan untuk kenaikan standar hidup yang mana berdampak pula bagi penurunan tingkat pengangguran dalam jangka panjang. Todaro (1997) secara spesifik menyebutkan ada tiga faktor utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi.

Sementara Harrod-Domard berusaha memadukan pandangan kaum Klasik yang dianggap terlalu menekankan pada sisi penawaran (Supply Side) dan pandangan Keynes yang lebih menekankan pada sisi permintaan (demand

side). Menurut Harrod-Domard investasi memainkan peran ganda, disatu sisi

investasi akan meningkatkan kemampuan produktif (productive capacity), disisi lain akan menciptakan permintaan (demand creating) dalam perekonomian. Oleh kerena itu, H-D menyatakan bahwa investasi merupakan faktor penentu yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi. Aspek yang dikembangkan adalah aspek yang menyangkut peranan investasi (I) dalam jangka panjang. Dalam teori Keynes, pengeluaran investsi (I) mempengaruhi permintaan agregat (D) tetapi tidak mempengaruhi penawaran agregat (S). Menurut H-D, pengeluaran investasi tidak hanya berpengaruh terhadap permintaan agregat (melalui proses multiplier), tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Secara

(19)

sederhana kaitan antara pertumbuhan ekonomi, tabungan dan investasi dalam versi model H-D dapat dinyatakan misalkan tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu dari pendapatan nasional (Y).

S=sY ...(2.21) Sementara itu, Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan dari stok modal (K) yang dapat diwakili oleh ∆K.

I= ∆K ...(2.22)

Namun demikian, karena jumlah stok modal K mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output Y, seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output, k, maka :

K/Y = k atau ∆K/∆Y = k Akhirnya ∆K = k∆Y ...(2.23) Mengingat jumlah keseluruhan dari tabungan nasional (S) harus sama dengan keseluruhan investasi (I), maka persamaan berikutnya dapat ditulis sebagai berikut :

S = I ...(2.24) Dari persamaan (2.21) telah diketahui bahwa S = sY dan dari persamaan (2.22) dan (2.23), dapat diketahui bahwasanya I = ∆K = k∆Y. Dengan demikian, `identitas' tabungan yang merupakan persamaan modal dalam persamaan (2.24) adalah sebagai berikut:

S=sY=k∆Y=∆k=1 ...(2.25)

atau bisa diringkas menjadi

sY = k∆Y ...(2.26)

Selanjutnya, apabila kedua sisi persamaan (2.26) dibagi mula-mula dengan Y dan kemudian dengan k, maka akan didapat :

(20)

∆Y/Y= s/k ...(2.27) dimana :

∆Y/Y = pertumbuhan ekonomi s = tingkat tabungan nasional

k = ICOR (Incremental Capital Output Ratio) Y = output nasional atan GNP

K = stock kapital I = investasi

Persamaan tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi (∆Y/Y) ditentukan secara bersama-samna oleh rasio tabungan nasional (s), dan rasio modal output nasional (k), dan memiliki makna secara ekonomi bahwa agar suatu perekonomian dapat tumbuh, maka perekonomian harus menabung dan menginvestasikan proporsi tertentu dari GNP-nya. Semakin banyak suatu perekonomian menabung dan menginvestasikan, semakin pesat pertumbuhan ekonominya (Todaro, 2000; Perkin, et al, 2001).

Pertumbuhan ekonomi mempunyai peranan penting dalam mengatasi masalah penurunan kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu situasi di mana pendapatan tahunan individu masyarakat tidak dapat memenuhi standar pengeluaran minimum yang dibutuhkan individu untuk dapat hidup layak. Secara absolut, seseorang dinyatakan miskin apabila tingkat pendapatan atau standar hidupnya secara absolut berada di bawah garis kemiskinan. Secara umum, kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar standar atas setiap aspek kehidupan.

Kemiskinan dapat dihitung berdasarkan ukuran kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh

(21)

lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/ pengeluaran penduduk, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/ pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin.

Sementara untuk mengukur kemiskinan absolut, Bank Dunia menggunakan dua ukuran kemiskinan absolut, yaitu dengan kriteria US$ 1 perkapita per hari dan US$ 2, perkapita per hari. Jika menggunakan ukuran US$ 1 perkapita per hari diperkirakan terdapat sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut. Sedangkan jika menggunakan US$ 2 perkapita per hari, maka lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. US dollar yang digunakan adalah US$ PPP (Purchasing Power Parity), bukan nilai tukar resmi (exchange rate).

Indonesia menggunakan konsep kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS, dimana BPS (2008) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar untuk makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya. Seseorang dikatakan miskin apabila kebutuhan makannya kurang dari 2100 kalori perkapita per hari atau setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di perdesaan dan 480 kg/kapita/tahun di perkotaan dan kebutuhan non makanan minimum yang dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan minimum. BPS setiap tahun menetapkan besarnya garis kemiskinan berdasarkan hasil Susenas dengan besaran yang berbeda-beda untuk tiap provinsi tergantung besarnya biaya hidup minimum masing-masing provinsi.

(22)

Kemiskinan tidak hanya dihitung dari pertumbuhan pendapatan yang berada diatas garis kemiskinan secara nominal. Variabel inflasi juga harus menjadi pertimbangan, karena laju inflasi akan mengurangi daya beli pendapatan masyarakat. Jika terjadi pertumbuhan pendapatan lambat sementara laju inflasi relatif tinggi, maka akan menyebabkan rumah tangga tersebut jatuh ke bawah garis kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya variabel untuk mengurangi kemiskinan, variabel lain seperti laju inflasi, juga berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin.

Mekanisme transmisi dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan, tidak semata-mata langsung terjadi. Siregar (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi baru merupakan syarat keharusan (necessary

condition) bagi pengurangan kemiskinan. Namun masih diperlukan syarat

kecukupan (sufficient condition), yaitu bahwa pertumbuhan tersebut efektif dalam mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth with

equity). Hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor di

mana orang miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya).

Disamping kemiskinan, pertumbuhan ekonomi juga harus berdampak pada pengurangan pengangguran atau penciptaan lapangan kerja. Pengertian pengangguran adalah tidak hanya penduduk yang tidak bekerja, tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (discouraged workers) atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja atau mempunyai pekerjaan tetapi belum bekerja (Putong, 2003).

(23)

Penelitian Arthur Okun dalam Putong (2003) mengatakan apabila GNP tumbuh sebesar 2,5 persen diatas tren yang telah dicapai pada tahun tertentu, maka tingkat pengangguran akan turun sebesar 1 persen. Jadi rasio pertumbuhan ekonomi dan penurunan pengangguran adalah 1 persen dibandingkan 2,5 persen atau sebesar 0,4 persen. Artinya, jika tingkat pengangguran ingin diturunkan sebesar 2 persen, maka pertumbuhan ekonomi haruslah dipacu agar bisa tumbuh sebesar 5 persen diatas rata-rata tren pertumbuhannya.

2.5. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Seberapa besar dampak kebijakan fiskal (melalui peningkatan pengeluaran pemerintah) akan meningkatkan output, tergantung pada besaran multiplier effect yang dapat diturunkan sebagai berikut (notasi dalam bentuk riil dengan definisi notasi seperti pada bagian sebelumnya) (Romer, 2001):

Kurva IS mencerminkan keseimbangan pada pasar barang:

y = c(y-t(y)) + i(r) + g ………(2.28)

dan kurva LM mencerminkan kondisi keseimbangan pada pasar uang:

M

= l(r) + k(y)………..………(2.29)

Po

dimana fungsi konsumsi dan pajak mempunyai slope positif tetapi lebih kecil dari satu atau 0 < c’, t’ < 1, slope investasi dan permintaan uang i’ < 0 dan l’< 0, serta slope transaksi permintaan uang k’ > 0 (tanda [’] menunjukkan nilai tertentu).

Dengan menurunkan persamaan (2.28), diperoleh:

dy = c’ (dy – t’ dy) + i’ dr + dg

= c’ (1-t’)dy + i’dr + dg……….. (2.30)

M

Menurunkan persamaan (2.29) dengan — konstan, akan diperoleh: P

(24)

0 = l’ dr + k’ dy k'

dr = - — dy l

dengan mensubstitusikan ke persamaan (2.30) diperoleh:

………(2.31)

Karena c’ (1 – t’) kurang dari satu dan positif maka multiplier tersebut bernilai positif. , = menunjukkan penurunan investasi yang berasal dari peningkatan r, sewaktu y dan r meningkat sepanjang kurva LM, dan merupakan slope kurva LM, sehingga jika kurva LM mempunyai slope = 0, atau kurva LM horizontal, maka multiplier akan menjadi:

……… (2.32)

Artinya, perubahan pengeluaran pemerintah (g) meskipun kecil akan menghasilkan perubahan output yang besar, karena adanya multiplier effect tersebut. Efek perubahan output akan makin besar dengan bentuk kurva LM yang horizontal.

Berdasarkan persamaan (2.32), output atau pendapatan nasional dapat dituliskan sebagai berikut : AS AD C I G NX (2.33)

Pada persamaan (2.33), masing-masing komponen pembentuk output berpengaruh terhadap pertumbuhan pendapatan nasional. Pada penelitian ini, perubahan terhadap pengeluaran pemerintah (∆G) dapat dilihat berdasarkan struktur anggaran pada APBN. Pada Gambar 8 terlihat jika terjadi peningkatan salah satu variabel AD misalnya pengeluaran pemerintah dan variabel yang lain dianggap tetap, maka Aggregate Demand bergeser ke kanan atas yang

dg l k i t c dy ' ' ' ) ' 1 ( ' 1 1 ' ' ' l k i ' ' ' l k i ' ' ' l k i dg MPC t c dg dy 1 1 ) ' 1 ( ' 1

(25)

menyebabkan pendapatan nasional meningkat dari (Y1) ke (Y2) dan tingkat harga

umum menjadi naik dari (P1) ke (P2).

Sumber : Donrbush dan Fisher, 1992

Gambar 8. Dampak Peningkatan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Sukirno (2000) menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah adalah bagian dari kebijakan fiskal, yaitu suatu tindakan pemerintah untuk mengatur perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah untuk menstabilkan harga, output perekonomian, mendorong kesempatan kerja, serta memacu pertumbuhan ekonomi. Secara teori dampak pengeluaran pemerintah jika dihubungkan dengan konsep budget line dapat diilustrasikan sebagai berikut (Sukirno, 2000):

Dari Gambar 9. terlihat bahwa pada awalnya dengan anggaran tertentu area konsumsi berada pada pilihan yang dibatasi oleh budget line AB. Adanya pengeluaran pemerintah untuk barang sosial, misalnya subsidi obat untuk

(26)

meningkatkan akses terhadap kesehatan membuat budget line bergeser ke kanan (AC). Artinya pengeluaran pemerintah dapat memperluas pilihan masyarakat. Jika peningkatan pengeluaran pemerintah digunakan untuk fasilitas publik yang mendorong perekonomian seperti jalan, jembatan, kilang minyak, pelabuhan, dan infrastruktur fisik lainnya maka akan menaikkan aggregat demand yang memicu investasi sehingga pada akhirnya meningkatkan produksi (pertumbuhan ekonomi) dan penyerapan tenaga kerja.

Sumber: Sukirno, 2000

Gambar 9. Perubahan Budget Line Karena Adanya Pengeluaran Pemerintah

Dari berbagai studi empiris pengeluaran pemerintah terbukti dapat memperbaiki kegagalan pasar. Menurut Mangkoesoebroto (1993) perkembangan teori makro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: (1) Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah oleh Rostow dan Musgrave, (2) Hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah, dan (3) Teori Peacock & Wiseman tentang pembayaran pajak. Barang Sosial Ba ra ng L ai n B C A 0

(27)

Rostow dan Musgrave mengembangkan model pembangunan yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan bahwa aktivitas pembangunan ekonomi pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan pensiun, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan lain-lain (Mangkoesoebroto,1993).

Wagner mengemukakan perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap GNP (Gross National Product). Teori ini didasarkan pada pengamatan di negara-negara Eropa, USA, dan Jepang pada abad ke-19 (Mangkoesoebroto, 1993). Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu Hukum Wagner: ―Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat‖. Hukum Wagner ini ditunjukkan dalam Gambar 11 di mana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva perkembangan pengeluaran pemerintah (Mangkoesoebroto, 1993).

Teori Peacock & Wiseman dianggap sebagai teori dan model yang terbaik dari ketiga teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah

(28)

(Mangkoesoebroto, 1993). Teori ini sering disebut ―The Displacement Effect‖, dimana teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, suatu tingkat di mana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah (Mangkoesoebroto, 1993). Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pungutan pajak.

Sumber: Mangkoesoebroto, 1993

(29)

Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut ―Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat, oleh karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.‖ Berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis, tetapi berbentuk seperti tangga seperti yang terlihat pada Gambar 10.

2.6. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan

Kenaikan pendapatan nasional dan tingkat harga umum akan mendorong kenaikan terhadap kesempatan kerja. Pertama, jika pendapatan nasional meningkat berarti produksi nasional meningkat. Kenaikan produksi nasional akan mendorong penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan faktor produksi lainnya. Artinya pertumbuhan mendorong pembukaan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Disisi lain, kenaikan pendapatan nasional juga menyebabkan kenaikan tingkat harga umum (P). Kenaikan tingkat harga umum ini menyebabkan upah riil (W/P) di pasar tenaga kerja menjadi turun. Penurunan tingkat upah riil akan menyebabkan permintaan terhadap tenaga kerja meningkat. Perusahaan akan menggunakan tenaga kerja tambahan selama produk marginal tenaga kerja (marginal product of labour, MPL) melebihi biaya tambahan karena menggunakan tenaga kerja tambahan (MPL > W/P). Kemiringan kurva MPL yang negatif mencerminkan permintaan tenaga kerja, dimana perusahaan akan

(30)

mempekerjakan tenaga kerja tambahan jika tingkat upah riil mengalami penurunan. Secara ringkas bagaimana upah riil mempengaruhi permintaan tenaga kerja disajikan pada Gambar 11.

Sumber : Donrbush dan Fisher, 1992

Gambar 11. Dampak Pertumbuhan terhadap Kesempatan Kerja

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan penyediaan lapangan kerja yang layak untuk seluruh masyarakat. Alokasi APBN harus dapat mendorong peningkatan kesempatan kerja. Ketika ekonomi pasar gagal untuk mengalokasikan sumberdaya secara efisien, pengeluaran pemerintah dapat mengoreksi kegagalan pasar tersebut. Menurut Rao (1998) kegagalan pasar dapat disebabkan oleh: (1) Tidak semua barang dan jasa diperdagangkan, ada barang publik yang mempunyai karakteristik non excludable dan non rivalry, (2) beberapa jenis barang mempunyai karakteristik increasing return to scale.

(31)

Masyarakat dapat memeroleh harga lebih rendah dan output lebih tinggi jika pemerintah berperan sebagai produsen atau memberikan subsidi untuk menutup biaya, (3) adanya eksternalitas, sehingga dampak sosial kurang diperhitungkan, dan (4) adanya informasi asimetri antara produsen dan konsumen merupakan suatu keniscayaan dalam ekonomi, oleh karena itu intervensi pemerintah diperlukan untuk meminimasi asimetri yang terjadi.

Hubungan antara Pendapatan Nasional (GDP) dan pengangguran dapat dijelaskan dengan Hukum Okun. Hukum Okun diambil dari nama Arthur Okun, nama ekonom yang pertama kali mempelajari hubungan antara pendapatan nasional dan pengangguran. Hukum Okun menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengangguran dan GDP riil. Hal itu dapat dijelaskan melalui fakta bahwa ketika GDP riil meningkat para pekerja membantu dalam proses memproduksi barang sedangkan para penganggur tidak. Oleh karena itu, peningkatan dalam tingkat pengangguran akan menyebabkan GDP riil turun.

Formula hukum Okun adalah bahwa perubahan persentase dalam GDP riil = 3% - 2 x perubahan dalam tingkat pengangguran. Berdasarkan formula tersebut, jika tingkat pengangguran tetap sama, maka GDP riil tumbuh sekitar 3 persen. Pertumbuhan produksi barang serta jasa yang normal ini merupakan hasil dari pertumbuhan angkatan kerja, akumulasi modal, dan kemajuan teknologi. Selain itu, untuk setiap poin persentase kenaikan tingkat pengangguran, pertumbuhan GDP riil biasanya turun sekitar 2 persen (Mankiw, 2003). Dalam Siregar (2005), Hukum Okun juga menyatakan bahwa laju pengangguran berbanding terbalik dengan selisih laju pertumbuhan ekonomi terhadap laju pertumbuhan ekonomi dalam keadaan normal, atau :

(32)

ut = -q(gt – gtn) + et………..………(2.34)

dimana : ut = laju pengangguran gt = laju pertumbuhan ekonomi gtn= laju pertumbuhan ekonomi dalam keadaan normal q = konstanta positif e = faktor-faktor lain yang secara agregat bersifat acak dengan rataan nol.

Studi empiris yang dilakukan oleh Hassan (2009) di Bangladesh menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan perbaikan upah pekerja memainkan peran penting dalam mengurangi kemiskinan. Diantara kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah Bangladesh, pengeluaran pemerintah pada pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pembangunan pertanian secara signifikan berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan pengurangan tingkat kemiskinan.

2.7. Penelitian Terdahulu

2.7.1 Penelitian Studi Kasus di Luar Negeri

Shenggen et al. (1999) melakukan studi mengenai hubungan antara belanja pemerintah, pertumbuhan, dan kemiskinan di pedesaan India. Studi tersebut menggunakan data dari tahun 1970 sampai 1993 dan menggunakan model persamaan simultan untuk mengestimasi efek dari berbagai jenis belanja pemerintah terhadap kemiskinan pedesaan dan pertumbuhan produktifitas di India. Hasil studi menunjukkan bahwa belanja pemerintah untuk peningkatan produktifitas (seperti penelitian pertanian dan ekstensifikasi pertanian), infrastruktur desa (seperti jalan dan pendidikan), dan pembangunan pedesaan yang secara langsung tertuju pada masyarakat miskin desa, semuanya berkontribusi terhadap pengurangan kemiskinan desa.

(33)

Studi tentang belanja pemerintah, tenaga kerja dan kemiskinan di Bangladesh dilakukan oleh Gazi Mainul (2008). Studi ini menekankan pada hubungan antara belanja publik dengan pengurangan kemiskinan. Kesimpulan studi menunjukkan terdapat hubungan antara kedua hal tersebut dan sekaligus mejawab melalui saluran mana belanja publik tersebut dapat mengurangi kemiskinan, yaitu melalui pertumbuhan ekonomi yang terarah, menghasilkan tenaga kerja dan menaikkan upah nasional. Dengan menggunakan data nasional dari tahun 1995-2006, studi tersebut menemukan bahwa sebagian besar belanja pemerintah seperti pembangunan pertanian dan pedesaan, pendidikan, dan kesehatan, secara langsung dapat mengurangi tingkat kemiskinan nasional.

Mehmood dan Sadiq (2010) melakukan studi mengenai hubungan antara belanja pemerintah dan kemiskinan, menggunakan analisis kointegrasi. Analasis menggunakan data tahunan Pakistan antara tahun 1976 dan 2010. Hasil analisis menunjukkan bahwa kemiskinan berkurang akibat peningkatan penghematan belanja publik dan peningkatan pengiriman uang. Belanja pemerintah dapat menstimulasi perekonomian dalam jangka panjang melalui permintaan agregat. Dalam penelitian tersebut telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara kemiskinan dan pengeluaran pemerintah bersama dengan pengiriman uang dan modal manusia. Belanja pemerintah dan kemiskinan memiliki hubungan yang terbalik. Belanja pemerintah memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang tetapi sayangnya dalam kasus negara-negara berkembang seperi Pakistan, keseimbangan anggaran hanya dapat dicapai melalui pembatasan belanja pemerintah yang memiliki efek negatif terhadap produktifitas dan efisiensi dalam sistem ekonomi.

(34)

Kweka dan Morissey (2000), meneliti tentang pengaruh pengeluaran sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania periode 1965-1996 dengan menggunakan data runtun waktu (time series) selama 32 tahun. Metode analisis yang digunakan yaitu metode Error Correction Model (ECM) dan pendekatan kointegrasi Johansen serta Engel-Granger. Kweka dan Morissey menggunakan empat variabel bebas, yaitu investasi swasta yang menggunakan data pembentukan swasta, pengeluaran pemerintah yang produktif atau investasi fisik yang diproksikan dengan data pengeluaran pembangunan atau modal total pemerintah, pengeluaran konsumsi pemerintah yang merupakan jumlah pengeluaran pemerintah yang bersifat konsumsi dikurangi pengeluaran di sektor pendidikan dan kesehatan, dan pengeluaran modal manusia yang merupakan pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan. Kesimpulan penelitian Kweka dan Morissey adalah disatu sisi peningkatan pengeluaran produktif (investasi fisik) mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan yang negatif ini diperkirakan karena adanya ketidakefisienan investasi publik yang terjadi di Tanzania pada periode penelitian. Namun di sisi lain, pengeluaran konsumsi pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pada waktu tertentu berpengaruh pula terhadap konsumsi swasta.

Gupta et al. (2005) menemukan bahwa kondisi anggaran yang kuat secara umum berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Komposisi investasi publik juga berpengaruh dimana: negara dengan pengeluaran yang terkonsentrasi pada pembayaran gaji cenderung memiliki pertumbuhan yang lebih rendah, sedangkan negara yang

(35)

mengalokasikan pada barang dan jasa non gaji/rutin dan barang modal menikmati ekspansi output yang lebih cepat. Gupta et al. (2005) mengukur hubungan antara komposisi pengeluaran, penyesuaian fiskal dan pertumbuhan diestimasi dengan regresi tingkat PDB riil per kapita terhadap beberapa variable regressor, termasuk variable fiskal dan variable control lainnya. Model yang ada diestimasi dengan panel data menggunakan least-squares dummy variable (LSDV).

Gupta et al. (2005) menyadari bahwa masalah umum dalam literatur mengenai kebijakan fiskal adalah keberadaan endogeneity atau reverse causality. Hal ini dimungkinkan ketika pertumbuhan ekonomi itu sendiri mempengaruhi variable fiskal (variable dependen mempengaruhi variable independen). Contoh ketika pertumbuhan ekonomi melambat, rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDB meningkat jika tingkat pengeluaran nominal tetap. Untuk mengatasi ini, model dapat diestimasi dengan munggunakan estimator GMM. Estimasi GMM mengontrol endogeneity dengan menggunakan nilai lagged value dari tingkat endogen dan variable instrumental.

Paternostro, Rajaram, dan Tiongson (2007) memahami bahwa pengeluaran publik memiliki dampak terhadap pertumbuhan dan distribusi yang kompleks dan sulit dihitung. Namun komposisi pengeluaran publik telah menjadi instrumen utama yang dicari pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menyadari efek dari pengeluaran publik terhadap pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan (pro-poor, pro-job, pro-growth). Rekomendasi kebijakan perlu disesuaikan dan didasarkan pada analisis empiris yang memperhitungkan lag dan

(36)

Hoffer (2010) melihat peran pengeluaran pemerintah terhadap kesempatan kerja dari sudut pandang yang berbeda. Menurut Hoffer dalam kondisi perlambatan ekonomi, investasi publik (public investment) memiliki intensitas penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi dibanding pemotongan pajak. Syaratnya, peningkatan investasi publik harus disertai dengan perbaikan kelembagaan untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tidak menurun. Penyediaan infrastruktur dan layanan publik yang berkualitas merupakan kunci untuk mengurangi ketidaksetaraan, meningkatkan tenaga kerja, serta memungkinkan bagi masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan (Hoffer, 2010). Kondisi ini akan lebih baik lagi jika didukung dengan pendidikan yang berkualitas, pelayanan kesehatan yang memadai, perumahan yang terjangkau, serta pelayanan publik yang dapat diakses secara bebas. Adanya sarana dan prasarana publik tersebut akan mengurangi kebutuhan tabungan individu dan meningkatkan proporsi pendapatan masyarakat. Dampaknya tentu saja pertumbuhan ekonomi akan meningkat mengingat proprsi pendapatan masyarakat akan lebih banyak yang dibelanjakan daripada ditabung.

Pemikiran Jackson (2010) senada dengan Hoffer (2010) namun dengan sedikit tambahan, yaitu mengizinkan bagi pemerintah untuk membuat atau menambah defisit anggarannya sepanjang penambahan tersebut dibelanjakan bagi infrastruktur publik. Menurut Jackson, infrastruktur publik yang baik dan pelayanan publik yang efektif adalah kunci untuk mendorong produktivitas sektor swasta, khususnya yang bergerak di bidang industri strategis. Belanja publik untuk infrastrukturt yang meningkat akan mendorong produktivitas ekonomi yang pada akhirnya mampu menciptakan lapangan kerja.

(37)

2.7.2 Penelitian Studi Kasus di Indonesia

Sihotang (2003), meneliti dampak kebijakan fiskal terhadap pendapatan nasional di Indonesia periode 1969-2000. Peneliti menggunakan model persamaan simultan dengan metode pendugaan parameter yang digunakan yaitu metode Two

Stage Least Square (TSLS). Persamaan simultan terdiri dari 14 persamaan

termasuk persamaan identitas, yaitu pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, ekspor, impor, pendapatan nasional,pendapatan disposibel, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, tingkat pengangguran, laju inflasi, tingkat suku bunga, dan tingkat upah. Selain mengestimasi persamaan-persamaan tersebut, Sihotang juga melakukan analisis simulasi kebijakan fiskal yaitu dengan mengkombinasikan berbagai variabel fiskal dengan menggunakan data tahun 1969-2000 dimana persentase perubahan variabel fiskal tersebut disesuaikan dengan rata-rata persentase perubahannya dari tahun 1969-2000. Kesimpulannya bahwa secara umum variabel-variabel kebijakan fiskal kurang berpengaruh terhadap pendapatan nasional, konsumsi, investasi, ekspor, impor, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, upah, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan pendapatan disposibel. Kebijakan fiskal hanya memiliki dampak kecil terhadap pendapatan nasional dan kesempatan kerja.

Sutriono (2006), meneliti tentang hubungan timbal balik antara pengeluaran pemerintah dan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia periode 1970-2003. Metode yang digunakan adalah Granger Causality dan Vector

Autoregression (VAR) dengan memperlakukan kedua variabel sebagai variabel

(38)

realisasi pengeluaran rutin riil dan realisasi pengeluaran pembangunan riil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara perubahan (peningkatan atau penurunan) total pengeluaran pemerintah dengan perubahan (peningkatan atau penurunan) PDB. Pengeluaran rutin tidak signifikan mempengaruhi perubahan PDB karena lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti belanja untuk pembayaran bunga utang. Sementara perubahan pengeluaran pembangunan memiliki hubungan kausal positif dan signifikan terhadap perubahan PDB. Hal ini dapat dijelaskan oleh pengaruh positif pengeluaran sektor pertanian, infrastruktur, dan transportasi serta pendidikan terhadap PDB dan pengaruh positif perubahan PDB terhadap pengeluaran pemerintah di sektor infrastruktur dan transportasi.

Siregar (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya (sufficient condition) adalah pertumbuhan tersebut efektif mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth

with equity). Hal ini berarti pertumbuhan dipastikan terjadi di sektor-sektor di

mana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya). Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan yang mungkin hanya terjadi pada sektor moderen yang hanya padat modal.

Balisacan et al. (2002) melakukan studi mengenai pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Studi tersebut menyatakan bahwa Indonesia memiliki catatan yang mengesankan mengenai pertumbuhan

(39)

ekonomi dan pengurangan kemiskinan selama dua dekade. Pertumbuhan dan kemiskinan menunjukkan hubungan kuat untuk tingkat agregat. Panel data yang dibangun dari 285 Kota/Kabupaten menyatakan perbedaan yang besar pada perubahan dalam kemiskinan, pertumbuhan ekonomi subnasional, dan parameter-parameter spesifik lokal. Hasil dari analisis ekonometrika menunjukkan bahwa selain pertumbuhan ekonomi, ada faktor lain yang secara langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat miskin, diantaranya adalah infrastruktur, sumberdaya manusia, insentif harga pertanian, dan akses terhadap teknologi.

Studi tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di Indonesia juga dilakukan oleh Suryahadi et al. (2006). Studi ini menekankan pada dampak lokasi dan komponen sektoral dari pertumbuhan. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan diperdalam dengan membedakan pertumbuhan dan kemiskinan ke dalam komposisi sektoral dan lokasi. Hasil studi menunjukkan bahwa pertumbuhan pada sektor jasa di perdesaan menurunkan kemiskinan di semua sektor dan lokasi. Namun pertumbuhan jasa di perkotaan memberikan nilai elastisitas kemiskinan yang tinggi dari semua sektor kecuali pertanian perkotaan. Selain itu pertumbuhan pertanian di perdesaan memberikan dampak yang besar terhadap penurunan kemiskinan di sektor pertanian perdesaan, yang merupakan kontributor terbesar kemiskinan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mempercepat pengurangan kemiskinan adalah dengan menekankan pada pertanian di perdesaan dan jasa di perkotaan.

(40)

pengaruh pertumbuhan pada sektor swasta terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia untuk melihat dampak pertumbuhan di sektor publik dan swasta terhadap kemiskinan. Pertumbuhan belanja modal swasta digunakan sebagai proksi dari sektor swasta dan pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah sebagai indikator sektor publik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan di kedua sektor tersebut secara signifikan mengurangi kemiskinan, selain itu juga menghasilkan elastisitas yang relatif sama. Oleh karena itu, pertumbuhan pengeluaran baik di sektor publik maupun swasta akan mengurangi kemiskinan dua kali lebih cepat daripada hanya berharap dari pengeluaran publik saja. Implikasinya, sangat penting bagi pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha dalam negeri sehingga sektor swasta dapat berkembang dan pada akhirnya mempercepat pengurangan kemiskinan.

2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian

Deduksi dari uraian pada tinjauan teori dan studi sejenis sebelumnya menunjukkan terdapat keterkaitan dan pengaruh yang erat antara perubahan komposisi belanja Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan tingkat kemiskinan. Dalam hal ini, mekanisme transmisi dampak perubahan komposisi belanja Pemerintah adalah melalui perubahan keseimbangan Produk Domestik Bruto atau Pendapatan Nasional.

Secara umum peruntukan belanja Pemerintah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu belanja pemerintah pusat dan belanja transfer untuk pemerintah daerah. Belanja pemerintah pusat terdiri dari (1) Belanja Pegawai, (2) Belanja

(41)

Subsidi, (3) Belanja Pembayaran Bunga Utang, (4) Belanja Modal, (5) Belanja Barang, dan (6) Belanja Lainnya. Sementara itu belanja transfer ke daerah terdiri 3 jenis, yaitu belanja dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Selama tahun 1970-2010 kebijakan komposisi belanja pemerintah didominasi oleh belanja rutin dan rendahnya porsi belanja modal. Akibatnya alokasi belanja untuk infrastruktur sangat terbatas dan selanjutnya peran stimulus fiskal pemerintah terutama dalam mendorong Investasi Swasta dan Ekspor menjadi tidak optimal. Hasilnya Indonesia mempunyai pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah disertai pengangguran dan tingkat kemiskinan yang tinggi.

Bertolak dari dasar pemikiran tersebut maka dalam penelitian ini ditarik hipotesis bahwa jika terdapat perubahan komposisi belanja pemerintah dalam bentuk peningkatan porsi belanja modal, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat, diikuti oleh penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Hipotesis ini berdasarkan asumsi bahwa kenaikan belanja modal akan efektif untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur. Dengan adanya infrastruktur yang memadai akan mendorong peningkatan investasi swasta dan selanjutnya mendorong peningkatan produksi dan pendapatan nasional yang pada gilirannya juga akan meningkatkan konsumsi masyarakat dan kinerja ekspor. Peningkatan kinerja makroekonomi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesempatan kerja sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Kerangka pemikiran untuk mencapai tujuan penelitian tersebut dapat dilihat dalam bagan alur pemikiran yang disajikan pada Gambar 12.

(42)

Alokasi Belanja Pemerintah DAERAH (DAU, DAK, DBH) PUSAT S ubs idi P embyr n B unga Uta ng Bel amj a Mo d al Bel an ja L ai n n y a

Komposisi Belanja Pusat selama 1970-2010 didominasi Belanja Rutin

B elanja P ega wa ii Bel an ja Baran g

Stimulus Fiskal Tidak Optimal

Pertumbuhan Rendah Pengangguran tinggi Kemiskinan tinggi

Perubahan Komposisi Belanja Pemerintah Perumbuhan Ekonomi K es ei m b an g an E k st er n al K es ei m b an g an In te rn al Pengangguran Kemiskinan Ekspor Impor Konsumsi Investasi

Gambar

Gambar 6. Keseimbangan Makro dalam Pendekatan KeynesianY
Gambar 7. Jalur Efek Block Grant dan Jalur Efek Specific Grant
Gambar  8.  Dampak  Peningkatan  Pengeluaran  Pemerintah  terhadap  Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 10.  Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dilansir dari Internetlivestats.com (2017) sekitar 40% populasi dunia memiliki koneksi internet sekarang ini, sedangkan di tahun 1995, kurang dari 1%. Jumlah pengguna internet

Berdasarkan latar belakang yang menunjukan adanya perbedaan antar makna leksikal dan idiomatikal dari Idiom dan makna konotasi yang terdapat di dalam kata Herzen dan Augen

Namun untuk menjadi yang terpilih, tentu saja harus melalui suatu proses yang tidak mudah, terkadang kita diuji sedemikian rupa, melalui fit and proper test/uji

Karena kalender yang digunakan oleh orang Yahudi hari ini untuk menghitung hari raya mereka adalah perubahan yang salah terhadap kalender asli.. Itu dipergunakan oleh orang

Pendapatan dan biaya dapat disajikan dalam laporan aktivitas dengan beberapa cara yang berbeda demi untuk menyediakan informasi yang relevan untuk pengambilan

Bahwa bermula terdakwa yang bekerja di PT.BOS sebagai Sortasi ditemui oleh saksi Josua Tarigan (berkas terpisah) dan berkata “bias ndak kita naikkan berat bruto

Penggunaan promo potongan harga dalam pembelian makanan melalui jasa GrabFood dalam hukum Islam diperbolehkan apabila dengan metode pembayaran tunai, namun jika

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan berkat kesehatan dan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Perangkat