• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Lanskap

Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi unsur utama atau unsur mayor dan unsur penunjang atau unsur minor (Simond, 1983). Unsur mayor adalah unsur yang relatif sulit untuk diubah, sedangkan unsur minor adalah unsur yang relatif mudah untuk diubah. Lanskap atau wajah bumi apabila dipandang dari setiap tempat ternyata mempunyai karakter-karakter lanskap tertentu yang terbentuk secara alami. Karakter ini terbentuk karena adanya kesan harmoni dan kesatuan dari elemen yang ada di alam, seperti bentukan lahan, formasi batuan, vegetasi, dan fauna. Derajat kesatuan atau harmoni dari elemen-elemen lanskap tidak hanya diukur dari kesan menyenangkan yang ditimbulkan, tetapi juga dari keindahan.

2.2 Perancangan Lanskap

Perancangan lanskap merupakan suatu perluasan dari perencanaan tapak dan termasuk dalam proses perencanaan tapak. Perancangan lebih ditekankan pada seleksi komponen-komponen rancangan, bahan-bahan tumbuh-tumbuhan, dan kombinasi-kombinasinya sebagai pemecahan masalah terhadap kendala-kendala yang ada di tapak (Laurie, 1984).

Simonds (1983) menyatakan bahwa perancangan akan menghasilkan ruang tiga dimensi. Perhatian perancangan ini ditujukan pada penggunaan volume atau ruang. Setiap ruang atau volume memiliki bentuk, ukuran, bahan, warna, tekstur, dan kualitas lainnya. Semua hal tersebut dapat mengekspresikan dan mengakomodasikan fungsi-fungsi yang ingin dicapai. Dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah dua dimensi sedangkan dunia perancangan adalah pemikiran secara tiga dimensi. Pengorganisasian ruang yang berbeda akan memberikan dampak yang berbeda terhadap psikologis manusia. Dampak tersebut dapat berupa timbulnya rasa takut, keriangan, gerak dinamis, ketegangan, keheningan, dan lain-lain.

(2)

Reid (1993) menyatakan bahwa terdapat tujuh elemen desain dalam perancangan. Elemen-elemen tersebut adalah titik, garis, bidang, bentuk, pergerakan, warna, dan tekstur. Seorang desainer perlu mengkombinasikan elemen-elemen tersebut dengan menggunakan prinsip-prinsip desain untuk menciptakan desain ruang luar yang baik. Pengaplikasian prinsip-prinsip desain sebaiknya dimulai sejak tahap awal perencanaan hingga tahap akhir desain. Prinsip-prinsip desain tersebut adalah sebagai berikut:

1. Unity, merupakan suatu kesatuan dan kepaduan yang diperoleh dari penyusunan beragam elemen lanskap yang diorganisasikan dalam satu kesatuan tema. Unity atau kesatuan dapat dilakukan dengan pengulangan atau repetisi dari garis, bentuk, tekstur, atau warna.

2. Harmony, merupakan keserasian antara elemen dan keadaan sekitarnya. Elemen-elemen yang menyatu, berhubungan, dan cocok satu sama lain merupakan suatu yang harmonis, sedangkan elemen-elemen yang mengganggu integritas satu sama lain merupakan suatu ketidakharmonisan. 3. Interest, merupakan perasaan keingintahuan dan ketertarikan. Interest dapat

dicapai dengan mengintroduksi bentuk, ukuran, tekstur, dan warna yang beragam; mengubah arah, pergerakan, bunyi, atau kualitas cahaya.

4. Simplicity, merupakan hasil dari pengurangan atau pengeliminasian hal-hal yang tidak perlu dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari desain. Simplicity dapat menyebabkan kemonotonan apabila dilakukan secara ekstrim.

5. Emphasis, merupakan sesuatu yang dominan atau signifikan di dalam tapak atau lanskap. Emphasis dapat diciptakan dengan kontras, penggunaan elemen unik, framing, dan fokalisasi.

6. Balance, merupakan penyamaan perhatian atau penekanan visual pada suatu komposisi lanskap. Keseimbangan akan menimbulkan perasaan damai dan keamanan. Susunan yang tidak seimbang akan menimbulkan konflik atau pertentangan dari sudut visual.

7. Scale and Proportion, merupakan perbandingan relatif dari tinggi, panjang, luas, massa, dan volume antara satu elemen dan elemen lainnya atau antara

(3)

satu elemen dengan ruang. Skala dan proporsi dapat dimanipulasi oleh seorang desainer untuk menimbulkan beragam respon emosional pada ruang. 8. Sequence, merupakan rangkaian atau urutan. Ruang-ruang dan peristiwa atau

kejadian yang berhubungan merupakan suatu urutan. Suatu rangkaian atau urutan yang memasukkan unsur discovery atau penemuan merupakan suatu hal yang efektif dalam suatu desain lanskap.

Menurut Reid (1993), pendekatan tradisional untuk desain arsitektur lanskap biasanya dimulai dengan riset yang menyelidiki tujuan akhir dari klien, parameter-parameter dari tapak, dan kebutuhan dari pengguna potensial. Sementara Simonds (1983) menguraikan proses perencanaan dan perancangan dalam arsitektur lanskap terdiri dari penerimaan tugas, pengumpulan data, analisis, sintesis, pelaksaan, dan pemeliharan. Booth (1990) menyatakan bahwa proses desain umumnya memiliki tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penerimaan proyek 2. Riset dan analisis

a. Persiapan rencana dasar

b. Inventarisasi tapak (pengumpulan data) dan analisis (evaluasi) c. Wawancara dengan pemilik

d. Pembentukan program 3. Desain

a. Diagram fungsi ideal,

b. Diagram fungsi keterhubungan tapak c. Rencana konsep (Concept plan) d. Studi tentang komposisi bentuk e. Desain awal

f. Desain Skematik

g. Rencana utama (Master plan) h. Pembuatan desain

4. Gambar-gambar konstruksi

a. Rencana pelaksanaan (Layout plan)

b. Rencana pembentukan muka lahan (Grading plan) c. Rencana penanaman (Planting plan)

(4)

d. Detail konstruksi 5. Pelaksanaan

6. Evaluasi setelah konstruksi 7. Pemeliharaan

Selanjutnya Booth (1990) juga menyatakan bahwa banyak tahap-tahap tersebut yang saling tumpang tindih dan saling membaur sehingga susunannya menjadi tidak jelas dan tidak nyata. Lebih jauh lagi, beberapa dari tahapan tersebut bisa paralel satu dengan yang lainnya dalam hal waktu, dan muncul secara serentak. Dengan kata lain, tidak ada satupun tahap dari proses desain yang muncul secara terpisah dari yang lainnya.

2.3 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah semua ruang yang ditanami tanaman alami seperti lapangan rumput, stepa, sabana, hutan raya hingga yang buatan seperti halaman rumah, jalur hijau, taman bermain, pemakaman, dan taman lingkungan pada pemukiman (Nurisjah dan Pramukanto, 1995). Dijelaskan lebih lanjut pula bahwa fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah:

1. Areal perlindungan bagi berlangsungnya fungsi dan penyangga kehidupan. 2. Sarana menciptakan kebersihan, kesehatan, dan keindahan lingkungan. 3. Sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi.

4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan dari perencanaan. 5. Sarana pendidikan dan penelitian.

6. Habitat satwa dan perlindungan plasma nutfah.

7. Sarana memperbaiki kualitas lingkungan hidup perkotaan. 8. Pengatur sistem air.

2.4 Lanskap Terapeutik

Lingkungan, baik yang alami maupun buatan mempengaruhi setiap orang yang menggunakannya. Berdasarkan Attention Restorative Theory oleh Kaplan dan Kaplan tahun 1989, taman sebagai ruang luar dapat merestorasi orang apabila memiliki empat sifat, yaitu berbeda dari yang lainnya atau kaya, luas, memiliki daya tarik, dan sesuai (Said, 2003). Sejak masa lampau, terdapat fakta-fakta yang

(5)

menerangkan bahwa lingkungan alami (nature) merupakan sesuatu yang hal yang penting dan berdampak pada manusia. Alam dipercaya memliki kekuatan untuk menyembuhkan dan ruang penyembuhan (healing spaces) dapat ditemukan di alam seperti, musim semi (healing spring), hutan kecil, bebatuan, gua dan sebagainya. Lingkungan alami, cahaya matahari, dan udara segar merupakan komponen esensial penyembuhan dalam setting ruang luar pada masa medieval monastic, pavilion-style pada abad 19, dan sanatorium pada awal abad 20 (Marcus dan Barnes, dalam Hebert, 2003).

Beberapa rumah sakit pada masa lampau diletakkan dalam kompleks biara (monasteries), dengan jamu-jamuan (herbs) dan ibadah sebagai fokus penyembuhan. Seiring dengan berkembangnya teknologi seperti operasi dan obat-obatan, fokus penyembuhan beralih ke obat-obatan. Dijelaskan pula oleh Marcus dan Barnes (dalam Hebert, 2003) bahwa rumah sakit dan fasilitas perawatan dibangun dan dikelilingi oleh jalan dan lapangan parkir tanpa ada penekanan terhadap alam.

Marcus dan Barnes (dalam Stigsdotter dan Grahn, 2002) mendefinisikan healing garden sebagai taman yang dengan cara yang berbeda dapat mempengaruhi pengunjung dalam hal yang positif. Roger Ulrich, seorang psikolog lingkungan menjelaskan bahwa sebuah taman seharusnya mengandung banyak elemen alami seperti vegetasi/tanaman, bunga, dan air (Marcus dan Barnes, dalam Vappa, 2002). Dijelaskan pula bahwa dengan menamai suatu taman dengan healing garden, maka taman tersebut harus memiliki unsur terapeutik dan manfaat yang besar bagi penggunanya. Dalam mendesain suatu healing garden atau taman terapi, terdapat dua tujuan harus dicapai yaitu proses penyembuhan itu sendiri dan mendesain suatu lingkungan luar yang dapat menunjang proses tersebut (Hebert, 2003).

Pengenalan lingkungan alami pada penataan ruang perawatan (healthcare setting) dijelaskan dalam beberapa variasi, yaitu contemplative garden, restorative garden, healing garden, dan therapeutic garden. Contemplative garden merupakan taman yang dapat digunakan untuk menenangkan jiwa. Nancy Gerlach-Spriggs mendeskripsikan restorative garden sebagai tempat yang dapat digunakan dalam penyembuhan setelah sakit, Healing garden, menurut Roger S.

(6)

Ulrich merupakan taman yang dapat merestorasi penggunanya dari stress dan mempunyai pengaruh yang positif baik bagi pasien, pengunjung, maupun perawat. Sedangkan therapeutic garden merupakan suatu taman yang lebih dari sekedar nyaman. Taman ini berimplikasi pada penggunanya untuk melakukan suatu hal dengan tujuan tertentu. Sebagai contoh, pada taman ini terdapat ramps, curbs, atau berbagai variasi permukaan yang didesain bagi pasien untuk melatih keahlian motorik.

Marcus dan Barnes (1999) mengidentifikasi tiga aspek dari proses penyembuhan yang dapat diberikan oleh alam atau taman, yaitu:

1. Memberikan pertolongan atau memperingan gejala fisik. 2. Mengurangi stress.

3. Memperbaiki suasana secara keseluruhan.

Ulrich dan Addoms (1981) juga menyatakan bahwa elemen-elemen lanskap seperti vegetasi, air, sabana, ruang terbuka, dan lainnya sangat berhubungan dengan tingkat penyembuhan atau restorasi.

2.5 Anak Berkebutuhan Khusus

Kata handicapped banyak digunakan untuk menjelaskan seseorang yang berbeda dari orang lain, yang mengakibatkan keterbatasan kemampuan, prestasi, atau fungsi-fungsi hidup lainnya (Kraus, 1977). Dijelaskan pula bahwa kata disable lebih tepat digunakan karena menekankan pada ketidakmampuan secara fisik atau mental secara lebih spesifik daripada handicapped. Namun dalam banyak literatur, kata handicapped lebih populer dan lebih banyak digunakan.

Dalam Kraus (1977) dijelaskan bahwa pada tahun 1960 White House Conference on Children and Youth mendefinisikan anak berkebutuhan khusus (disabled/handicapped children) sebagai seseorang yang tidak dapat bermain, belajar, bekerja, atau melakukan sesuatu yang dapat dilakukan anak-anak lain seusianya; atau yang terhalangi atau terhambat dalam pencapaian kemampuan fisik, mental, dan sosial secara penuh; baik oleh ketidakmampuan yang pada awalnya kecil namun menghambat, atau oleh kerusakan serius pada beberapa area fungsi yang mengakibatkan kemungkinan kerusakan secara permanen. Dijelaskan secara lebih lanjut dalam Kraus (1977) bahwa di dalam kategori cacat fisik

(7)

(physical disability) terdapat beberapa kelompok atau jenis yang berbeda-beda. Hal tersebut mencakup seseorang yang mengalami kerusakan penglihatan, pendengaran, atau kesulitan berbicara; dan orang-orang dengan kerusakan tulang (orthopedic) dan saraf (neurological), termasuk kelumpuhan yang diakibatkan oleh kerusakan otak bawaan seperti cerebral palsy, infeksi seperti poliomyelitis atau tuberculosis, gangguan metabolis seperti muscular dystrhophy, atau trauma yang disebabkan oleh kecelakaan, terbakar, dan patah tulang. Dijelaskan pula bahwa beberapa kondisi dapat menyebabkan ketidakmampuan baik sebagian ataupun secara total, tunggal ataupun berganda, dan dapat mempengaruhi seseorang di semua umur, ras, agama, dan kondisi sosioekonomi atau wilayah.

2.6 Taman Terapi bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Taman penyembuhan atau taman terapi dapat ditemukan dalam berbagai variasi pada penataan fasilitas perawatan (healthcare setting). Taman penyembuhan atau taman terapi ini tidak hanya dapat ditemukan di rumah sakit, tetapi juga dapat ditemukan pada psychiatric hospitals, rehabilitation centers, Alzheimer treatment centers, hospital and setting for children, nursing homes, AIDS and cancer treatment centers dll. Ruang luar (outdoor spaces) yang terdapat pada setting tersebut bermacam-macam, meliputi landscape ground, entry garden, courtyard, plaza, roof garden, roof terrace, healing garden,meditation garden, viewing garden, private garden, nature trail and preserve, dan atriums (Hebert, 2003).

Taman merupakan tempat bermain anak-anak dan dapat berperan sebagai lingkungan penyembuhan (healing environment) bagi anak-anak. Anak-anak dapat memperoleh manfaat dari healing garden, baik untuk pemulihan dari operasi, trauma, perkelahian yang menyebabkan luka atau kesakitan, maupun kerusakan secara fisik atau mental.

Taman penyembuhan atau taman terapi dapat dijadikan tempat untuk berlatih dan meningkatkan kemampuan atau skill anak-anak sekaligus mempelajari skill yang baru. Taman penyembuhan (healing garden) bagi anak-anak dapat didesain dengan beberapa asumsi yang diadaptasi dari Moore et al

(8)

(1987) dan Marcus dan Barnes (1999) dalam Hebert (2003). Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bermain di ruang luar (outdoor) merupakan faktor kritis dalam pengembangan kesehatan anak.

2. Kualitas lingkungan bermain dapat mempengaruhi persepsi anak-anak terhadapnya dan kisaran serta kedalaman bermain.

3. Permainan di alam (nature plays) merupakan bagian yang penting dalam perkembangan anak.

4. Intervensi pemimpin atau terapis dalam permainan dapat memperluas kisaran bermain.

5. Anak-anak dengan semua kemampuannya mempunyai hak yang sama dalam bermain.

6. Indoor atau outdoor links merupakan hal yang penting untuk menghubungkan pengguna dengan lingkungan luar (outdoor environment).

Beberapa tipe terapi dapat diterapkan pada taman terapi, diantaranya adalah Terapi Bermain, Terapi Holtikultur, Terapi Hewan, Terapi Alam dan Sensori Integrasi. Beberapa macam terapi tersebut dapat dikombinasikan untuk menciptakan healing garden atau taman terapi bagi anak-anak (Hebert, 2003). Selain itu, dijelaskan pula bahwa terdapat beberapa tipe healing garden bagi anak-anak, yaitu taman terapi formal, taman terapi bermain dan hortikultur non-formal, informal strolling garden, community based, dan taman serbaguna (Moore dalam Marcus dan Barnes, 1999). Berikut ini adalah beberapa contoh taman terapi bagi anak-anak yang terdiri dari therapeutic garden dan healing/strolling garden (Hebert, 2003).

1. Institute for Child and Adolescent Development, Wellesly, Massachusetts Taman ini didesain oleh Douglas Reed, ASLA dan menerima penghargaan ASLA President’s Award for Excellence. Taman ini diperuntukkan bagi anak-anak yang menderita gangguan emosional dan perilaku yang diakibatkan oleh trauma. Tujuan utama dibuatnya taman ini adalah untuk membantu anak-anak mengungkapkan perasaan yang sulit mereka ungkapkan atau artikulasikan. Taman ini memberikan pengalaman-pengalaman yang meliputi

(9)

safety/security, eksplorasi, pengasingan (seclusion), discovery, dan pengambilan resiko (risk taking).

2. Lucas Garden School

Taman yang terletak di daerah suburban dan dekat dengan rumah sakit (pediatric hospital). Taman ini dibuka sebagai sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak dengan beragam kebutuhan khusus (multiple disabilities). Taman ini didesain untuk mendukung berbagai aktivitas. Terdapat sensory garden, texture table, splash table, swinging garden bench, shade house, lapangan rumput, outdoor stage, serta area untuk potting and propagating seed, earthworm breeding farm, palm garden, butterfly and bird garden, secret garden dan lain-lain. Sensory garden pada taman ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Sensory Garden di Lucas Garden School (Sumber: www.google.com)

3. The Leichtag Family Healing Garden

Taman ini terletak di Children’s Hospital and Health Center di San Diego, California. Taman terapi ini berbentuk informal strolling garden yang didesain oleh Topher Delaney. Taman ini menggunakan elemen-elemen taman seperti warna, tekstur, bentuk, dan skala dari sudut pandang anak-anak. Warna-warna yang indah serta tekstur dan bentuknya menarik anak-anak dan menghilangkan kekhawatiran anak-anak dari rumah sakit. Pada taman tersebut

(10)

terdapat fitur-fitur unik, seperti patung brontosaurus setinggi 20 kaki pada bagian entrance, dinding konstelasi (Constellation Wall) dengan 12 zodiak yang dapat menyala pada malam hari, dan kincir angin di bagian tengah yang apabila angin bertiup cukup kencang akan membuat lempeng berwarna berubah menjadi warna putih. Pada sore hari, ShadowWall membentuk bayangan hewan pada lantai.

Namun sayangnya dalam taman ini sedikit yang bisa dilakukan oleh anak-anak. Taman ini kurang menyediakan fasilitas untuk anak-anak bermain secara aktif seperti menggali pasir, memindahkan batu-batuan dan lain-lain sehingga anak-anak cepat merasa bosan. Selain itu, pada taman tersebut terdapat banyak material-material keras dibandingkan pohon dan hijauan. Leichtag Family Healing Garden tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 The Leichtag Family Healing Garden (Sumber: www.google.com)

2.7 Rusk Play Garden

Salah satu contoh taman terapi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang terkenal adalah The Rusk Institute of Rehabilitation Medicine yang bertempat di New York University Medical Center. Tim terapis dari Rusk bekerjasama dengan firma Johansson & Walcavage yang sekarang disebut Johansson Design Collaborative untuk mendesain ruang luar bagi anak-anak yang dapat memperkaya kemampuan mereka untuk belajar, tumbuh, dan berkembang, serta

(11)

memiliki kesenangan seperti anak-anak lainnya. Taman ini menyediakan perawatan komprehensif bagi orang dewasa atau anak-anak dengan berbagai keterbatasan fisik. Tujuan dari perawatan yang dilakukan di taman ini adalah membantu pasien untuk mandiri secara fisik, sosial, emosional, dan vokasional. Hal tersebut dapat dicapai melalui kerjasama antara pasien dan keluarga, dokter, perawat, terapis, dan lainnya (Sinnen, 2001).

Anak-anak yang melakukan terapi di tempat ini terdiri dari berbagai macam keterbatasan meliputi cerebral palsy, limb deficience, amputasi, spinal cord injury, spina bifida, muscular dystrophy, tumor otak, dan trauma. Desain yang ada pada taman terapi tersebut akan memotivasi anak-anak dan menyediakan peluang bagi mereka untuk mengeksplor dan melakukan aktifitas yang akan menstimulasi rasa ingin tahu, membangkitkan kemandirian, spontanitas dan kreatifitas secara fisik, kognitif, sosial, dan sensori. Desain Rusk Play Garden mengintegrasikan elemen sensori alami seperti daun, rumput, bunga, air, batuan, pohon, matahari, bayangan, pasir, dengan elemen yang dapat merangsang pergerakan seperti berlari, memanjat, berguling, berputar, dan lain-lain.

Dijelaskan dalam Johansson, 2004 bahwa konsep utama yang terintegrasi dalam desain taman tersebut adalah alami, variasi dan tantangan, interaktif, dan skala. Anak-anak memerlukan lingkungan sekitar yang alami dan aktifitas bermain alami pula, seperti berlari dan berguling menuruni bukit berumput. Selain itu, anak-anak memerlukan variasi pilihan dan tantangan yang dapat dilakukan contohnya dengan membuat luncuran (slide) yang dapat diakses melalui dua cara, yaitu dengan ramp pada salah satu sisinya dan tangga pada sisi lain. Fitur-fitur interaktif yang meliputi bak pasir dan taman dapat diakses dengan mudah, dimana pada tempat ini anak-anak dapat duduk dan menggali tanah, kebun buah, dan bunga dimana anak-anak dapat menanam, ayunan yang dapat menstimulasi pergerakan dan lainnya. Ketika anak-anak keluar menuju taman, mereka akan menemukan tempat terbuka dengan langit yang luas dan beragam warna, aktivitas, dan tantangan untuk dijelajahi. Berikut ini adalah site plan dari Rusk Play Garden yang dapat dilihat pada Gambar 4.

(12)

Gambar 4 Site Plan Rusk Play Garden (Sumber: Johansson, 2004)

Terapi yang dilakukan pada taman tersebut meliputi integrasi sensori (tactile, auditory, dan visual), integrasi sistem vestibular, integrasi kognitif, pendidikan lingkungan dan sains, serta pengembangan sosial. Terapi integrasi sensori yang berupa tactile atau perabaan dapat diperoleh dari pengalaman anak merasakan variasi tekstur permukaan rumput, pasir, kayu, air, batu, daun, dan bunga serta merasakan panas sinar matahari. Sensor auditory dapat distimulasi melalui suara kicauan burung, lebah, gesekan daun, air dan lain-lain. Kemampuan visual anak dapat distimulasi dengan melihat ikan berenang, kupu-kupu terbang, perubahan cahaya dan bayangan. Terapi integrasi sistem vestibular menstimulasi keseimbangan, koordinasi, kemampuan motorik, pergerakan, dan gravitasi. Bukit berumput, jembatan, terowongan, ramp, slide, dan tangga akan menstimulasi pergerakan anak dan merasakan pengalaman yang berbeda. Objek yang interaktif serta pengalaman-pengalaman yang didapat oleh anak-anak di taman tersebut dapat membantu mensintesiskan kemampuan kognitif anak dengan fungsi fisiknya. Melalui hal tersebut anak-anak akan belajar mengenai kemampuan merencana, hubungan sebab akibat, dan inisiasi. Dalam pendidikan lingkungan dan sains, anak-anak akan belajar mengenai alam serta hubungan antara satu

(13)

elemen natural dengan lainnya, seperti air, udara, bumi, cahaya, hewan, dan manusia yang dilakukan melalui terapi hortikultur. Taman ini juga mendukung interaksi sosial antara anak dengan kemampuan, umur, dan gender yang berbeda. Terdapat ruang yang dapat menampung grup kecil anak-anak, area bermain pasif, area bermain aktif, dan grup besar dengan aktifitas aktif. Terdapat fasilitas penyimpan peralatan dan permainan, meja dan kursi, bangku dan seating area di seluruh penjuru taman. Suasana taman berupa perspektif secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Perspektif Rusk Play Garden (Sumber: Johansson, 2004)

Gambar

Gambar 2 Sensory Garden di Lucas Garden School  (Sumber: www.google.com)
Gambar 3 The Leichtag Family Healing Garden  (Sumber: www.google.com)
Gambar 4 Site Plan Rusk Play Garden  (Sumber: Johansson, 2004)
Gambar 5 Perspektif Rusk Play Garden  (Sumber: Johansson, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Resort hotel di Ambarawa di desain dengan menggunakan penerapan arsitektur kolonial yang berkiblat pada bangunan bersejarah yang ada di Ambarawa yaitu Benteng Fort Willem dan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

“Bahkan makna firman -Allah ‘dan pada waktu waktu di siang hari’ yakni tepi siang dari Fajar (Shubuh) dan tepinya yang akhir adalah Asar.” Maka kami katakan: Akan tetapi, engkau

Berdasarkan paparan data tersebut diatas, maka dibutuhkan suatu penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk mengetahui efek Beta glucan yang terkandung dalam

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Dalam konsep ini, bagaimana suatu rumah tinggal yang menggunakan PLTS tersambung ke grid PLN dalam rentang waktu tertentu menggunakan energi listrik sama dengan jumlah

Data tangkapan bulanan nelayan Cilincing yang menangkap di perairan Pulau Damar dan sekitarnya diperoleh dari rataan tangkapan harian untuk ikan kembung yang tertangkap

Nilai f(x) yang terbesar menjadi titik ekstrim maksimum, sedangkan yang terkecil menjadi titik ekstrim minimum4.  TEOREMA