• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUCTURAL COMPLEX TIAKA FIELD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUCTURAL COMPLEX TIAKA FIELD"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

STRUCTURAL COMPLEX TIAKA FIELD

USING PALINSPASTIC ANALYSIS

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Oleh:

Teuku Luthfi Maulana Nazlin 101216066

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI

UNIVERSITAS PERTAMINA

(2)
(3)

2

Kata Pengantar

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat melakukan kerja praktek pada tanggal 1 Juli – 31 Agustus 2019 di JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi dan dapat menyelesaikan pembuatan laporan kerja praktek ini.

Kerja praktek merupakan mata kuliah yang wajib diambil oleh mahasiswa Kerja Praktik dan Penulisan Laporan sebagi syarat kelulusan bagi mahasiswa Teknik Geologi Universitas Pertamina, Jakarta. Kerja praktek dilakukan untuk untuk mendapatkan pengalaman bekerja di industri secara langsung pada perusahaan minyak dan/atau gas. Sehingga diharapkan mahasiswa dapat belajar serta mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan di kuliah pada dunia kerja.

Laporan kerja praktek ini dibuat berdasarkan observasi, literature, dan diskusi dengan para pekerja professional di JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi. Selain itu, laporan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban atas kegiatan yang dilakukan penulis selama melakukan kerja praktek. Berbagai pihak telah membantu penulis dalam pelaksanaan kerja praktek ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis.

2. JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan kerja praktek di wilayah kerjanya, terlebih kepada Pak Wilfred Samosir selaku pembimbing dan seluruh anggota Divisi Eksploration yang turut ikut serta membantu proses kerja praktik.

3. Orang tua dan saudara-saudara yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis. 4. Dr. Abang Mansyursyah Surya Nugraha. selaku Ketua Program Studi Teknik Geologi

Universitas Pertamina.

5. Dr.Eng Resti Samyati Jatiningrum selaku dosen wali yang senantiasa membimbing dan mengarahkan ilmu dalam pelaksanaan kerja praktek kali ini

6. Seluruh dosen Program Studi Teknik Geologi Universitas Pertamina yang telah memberikan pengetahuan dan berbagi pengalamana.

7. Adit dan Chika selaku teman selama kerja praktek

(4)

3

Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran terhadap laporan ini.Penulis berharap semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi yang membaca.

Jakarta, 31 Agustus 2019

(5)

4

Daftar Isi

Abstract. ... 8 1. BAB.I ... 9 PENDAHULUAN ... 9 Latar Belakang ... 9

Maksud & Tujuan ... 10

Maksud ... 10

Tujuan ... 10

Batasan Masalah ... 11

Sistematika Penulisan ... 11

Tempat dan waktu Pelaksanaan Kerja Praktik ... 12

2. BAB.II ... 13

PROFIL JOB PERTAMINA-MEDCO E&P TOMORI, SULAWESI ... 13

Visi, Misi, dan Tata Nilai JOB JOB Pertamina-Medco E&P Tomori, Sulawesi ... 13

Tata nilai yang dimiliki JOB Pertamina-Medco E&P Tomori adalah: ... 13

3. BAB.III ... 15

Kegiatan Kerja Praktik ... 15

4. BAB.IV ... 16

LANDASAN TEORI ... 16

Tatanan Stratigrafi ... 19

5. BAB V ... 35

PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTIK ... 35

Analisa Percobaan Terdahulu ... 39

Analasia Percobaan Terkini ... 45

6. BAB VI ... 62

KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

Kesimpulan ... 62

Saran ... 63

(6)

5 Gambar 1, Struktural Geometri Regional yang terjadi di Cekungan Banggai.(Rudyawan & Hall,

2012) ... 17

Gambar 2,Blok Senoro-Toili, dan letaknya secara geografis.(Plan Of Further Development Tiaka Field, July 2010) ... 18

Gambar 3, visualisasi rekaman stratigrafi yang terdapat di cekungan Banggai.(Pertamina,BPKA) . 19 Gambar 4,keadaan dan pengaruh dari Lengan Timur Sulawesi akibat adanya tubrukan antara 2 mikrokontinent. (Mod.After Hasanusi et al.(2004)) ... 21

Gambar 5, Tipe Play konseptual di Blok senoro-Toili.( Berdasarkan Final POFD Tiaka, Juny 2010) 23 Gambar 6, Anticline Play di bagian Thrust di Sumur Tiaka.( Berdasarkan Final POFD Tiaka, Juny 2010) ... 24

Gambar 7, Cara restorasi penampang berdasarkan penyeimbangan garis (Pedoman Geologi Struktur ITB, 2009). ... 26

Gambar 8, Model konseptual untuk perhitungan kedalaman dari bidang pensesaran (décollement) dibawah lipatan/sesar (Groshong, 2010). ... 27

Gambar 9, kenampakan restorasi struktural secara 3D yang memperlihatkan kerangka yang tidak simetris(kiri). proses restorasi secara seismik 2D(Kanan)(Groshong, 2010). ... 28

Gambar 10, model penampang ideal yang menggambarkan kondisi kompresi, menghasilkan beberapa morfologi "thrust"(Park, 1989; dalam slide kuliah Geologi Struktur lanjut UP) ... 29

Gambar 11, pin line yang digunakan sebagai pembatas daerah yang ingin di eksekusi, LPL(Leading Pin Line) adalah datum pin line dimana tidak memiliki pergerakan/ konstan, sedangkan TPL(Trailing Pin Line) dan WPL(working Pin Line) merupakam acuan pergerakan area yang terdeformasi(Groshong,2010) ... 31

Gambar 12, aplikasi move yang digunakan selama proses pengerjaan berlangsung. ... 32

Gambar 13, visualisasi metode trishear yang memberikan deformasi diantara bidang. ... 33

Gambar 14, visualisasi dari mekanisme fault parallel flow. ... 34

Gambar 15, gambaran penampang daerah Tiaka, menunjukkan adanya sistem Tektonik berupa kompresive dan menghasilkan pola struktur Imbrikasi. ... 35

Gambar 17, Langkah dari Proses Palinspastic 2D yang terdahulu (2016). ... 39

Gambar 18, Step Palinspastic Methods 2D pada daerah yang terkena deformasi, perlu dilihat bahwa sistematika diatas direstorasi sesuai kejadian deformasi. pengembalian thrust dilakukan lebih dahulu dibandingkan sesar normal di bagian basement dikarenakan umur yang lebih muda dibandingkan dengan sesar normal pada basement. ... 40

Gambar 19, Palinspastic method yang dilakukan dengan memalikkan konfigurasi Thrust menjadi Initial State, namun Sesar normal tetap bergerak. ... 41

Gambar 20, skematik gambar yang memperlihatkan ketika daerah ini belum mengalami deformasi secara Kompresive ... 42

Gambar 21, kali ini interpreter melakukan flattening pada skema sebelumnya, dengan asumsi bahwa formasi tomori ini diendapkan pada platform yang stabil dan datar. ... 42

Gambar 22, Skematik Gambar yang memperlihatkan kondisi awal dimana daerah Senoro belum mengalami deformasi , memperlihatkan kondisi basement yang tidak stabil. ... 43

Gambar 23, konfigurasi dari geometri thrust yang tertarik akibat Formasi Kintom yang dicoba datarkan. ... 44

Gambar 24,interpretasi kondisi dibawah permukaan dari seismik Struktur Tiaka. ... 45

Gambar 25, kondisi ketebalan yang tidak sebenarnya dari tiap-tiap formasi, hal yang ingin disampaikan dalam gambar ini adalah penampakan ketebalan lapisan yang cenderung homogen diantara tiap-tiap bidang sesar. ... 46

Gambar 26, interpretasi dari Lapisan yang diasumsikan memiliki ketebalan yang homogen. ... 47

(7)

6 Gambar 28, normalisasi dari Formasi Kintom dilakukan, dengan asumsi bahwa geometri tinggian yang terbentuk merupakan manifestasi dari deformasi Thrust ... 48 Gambar 29, visualisasi skema pada saat Horizon Formasi D-Layer terbentuk, sehingga normalisasi (Unfolding) lapisan dilakukan. ... 49 Gambar 30, sistem thrust yang horizon diatasnya dihilangkan, pada fase ini praktikan memberikan spekulasi bahwa thrust dengan geometri yang kecil terbentuk paling akhir. ... 49 Gambar 31, fase dimana thrust yang muda di restorasi. sehingga memperlihatkan geometri yang mendalam ke arah basinal area. ... 50 Gambar 32, Restorasi yang terjadi ketika proses deformasi belum terjadi, terlihat bahwa Sekuen Karbonat dari Salodik Group( Formasi Tomori & Formasi Minahaki) Terbentuk. ... 51 Gambar 33, kondisi Basement yang di kembalikan ke titik awal, dimana fase ekstensi telah

terbentuk. ... 51 Gambar 34, Palinspastic method kembali dilakukan, dalam kasus ini Seabed/Sedimen Kuarter sama-sama dianggap tidak memiliki pengaruh dengan Thrust System di Tiaka. ... 52 Gambar 35, Formasi Kintom langsung dihilangkan, sebagai cerminan dari pengendapan yang tidak dipengaruhi oleh Deformasi Thrust dibawahnya . ... 53 Gambar 36, D-layer dihilangkan, juga diasumsikan bahwa proses thrusting pada fase ini sudah berhenti, sehingga D-Layer tidak memberikan dampak yang signifikan terdahap deformasi

dibawahnya. ... 53 Gambar 37, restorasi Thrust dimulai, menggunakan prinsip yang sama dengan sebelumnya terkait Geometri. ... 54 Gambar 38, konfigurasi di bawah permukaan sebelum Deformasi Thrust terjadi. ... 54 Gambar 39, skema penampang saat Formasi Minahaki dan Tomori diendapkan. ... 55 Gambar 40, penampang seismik di daerah Tiaka, Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan interpretasi horizon berdasarkan reflektor. ... 56 Gambar 41, visualisasi gambar seismik dibawah permukaan menggunakan interpretasi dari penarikan reflektor. ... 56 Gambar 41, kondisi dibawah permukaan yang telah diinterpretasi menggunakan Kink Method. . 58 Gambar 42, proses dimana thrust System baru saja terbentuk. ... 59 Gambar 43, penampang yang menunjukkan adanya 3 thrust system yang memberikan visualisasi imbrikasi. ... 60 Gambar 44, restorasi dari Sesar kedua dilakukan. ... 60 Gambar 45, gambar yang menunjukkan skema dan pembentukan final dari Sistem thrust. ... 61

(8)
(9)

8

Abstract.

JOB Tomori merupakan sebuah anak PT. Pertamina persero yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan pengembangan lainnya seperti Medco E&P dan Tel Mitsubishi. Perusahaan ini berfokus pada eksplorasi hidrokarbon yang telah melakukan produksi selama kurang lebih 30 tahun. lengan timur pulau Sulawesi Dalam perkembangannya memiliki potongan-potongan cerita geologi yang perlu ditinjau lanjut, evolusi truktural dari lengan Timur dari Sulawesi selalu dikaitkan dengan Banggai-Sula Microcontinent, dilihat dari provenance batuan yang didominasi oleh batuan Ultramafic dan sediment Dari Passive margin. Diperkuat dengan adanya data seismic yang menunjukkan data reflektor yang chaotic dan terpotong-potong.

Prospek hidrokarbon di Sulawesi timur telah lama diteliti dan ditelusuri, dan beberapa dari prospek tersebut berhasil memberikan cadangan migas yang signifikan di Indonesia, meskipun beberapa cekungan di daerah tersebut masih berupa cekungan yang kurang eksplorasi. Evaluasi geologis yang lebih teliti perlu dilakukan, terutama untuk menentukan sejarah cekungan sehingga kendala yang lebih baik untuk evolusi cekungan hidrokarbon.

Tujuan praktikan melakukan peninjauan studi di perusahaan ini adalah untuk melakukan Palinspastic reconstruction terkait daerah kompleks ini. Dalam penerapannya, palinspastic reconstruction ini merupakan suatu metode yang digunakan untuk menyusun puzzle deformasi menurut cerita sejarahnya. Sejarah pembentukan ini dapat diperkuat dengan menggunakan metode pendekatan dari seismic yang di interpretasi , kemudian di reka pendekatan tersebut menjadi hal yang kongkrit.

(10)

9

1.

BAB.I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi (JOB Tomori), sebuah joint venture antara PT Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi (PHETS), PT Medco E&P Tomori Sulawesi (MEPTS) dan Tomori E&P Limited (TEL), yang memiliki beberapa blok yang tersebar di bagian lengan timur dari pulau Sulawesi. Dalam sejarah tektoniknya, daerah ini memiliki fase kejadian kompresi yang membentuk morfologi kompleks yang dapat teramati dari citra satelit maupun secara citra seismic.

Kompleksitas structural yang teramati pada daerah ini sebenarnya menyimpan sejarah yang cukup rumit. Untuk itu, diperlukan metoda dan pendekatan khusus yang perlu dilakukan untuk menyusun kerangka sejarah yang terdapat di daerah tomori Sulawesi. Dalam kasus ini, penulis membuat pendekatan dengan cara sengan metoda palinspastic restoration.

Sebelum penulis terjun ke dalam ruang lingkup JOB Tomori, metoda Palinspastic Reconstruction ini sebelumnya telah/pernah dilakukan, dan telah berhasil memperlihatkan adanya sejarah tectonic yang krusial. Namun dalam sudut pandang penulis yang juga sebagai praktikan, beberapa proses dan mekanisme tidak sesuai dengan kaedah geologi. Implikasi dari skema tersebut dapat menjalar ke konsep petroleum plays yang sangat bergantung pada kondisi structural di bawah permukaan, dan mempengaruhi model geologi dalam pengajuan rencana pengeboran. Untuk itu, perlu dilakukan Analisa palinspastic terbaru yang dapat memberikan informasi tambahan terkait apakah dalam pemodelan geologi yang diberikan, terutama dalam interpretasi seismic sudah sesuai dengan kaedah pengendapannya/ Balance.

Dalam pengerjaannya, analisis diatas membutuhkan beberapa data yang telah ada sebelumnya untuk memperkuat Analisa seperti data seismic section, data sumur sebagai penentu horizon, data Plan Of Development(POD), dan lain-lain.

(11)

10

Maksud & Tujuan

Maksud

Dalam pelaksanaannya, praktikan melakukan Kerja Praktik ini dilakukan guna untuk mengaplikasikan keilmuan yang didapati kedalam dunia kerja dan mampu berkontribusi secara maksimal dalam aktivitas sehari-hari.

Tujuan

1. Peserta didik mendapatkan pengalaman dalam dunia kerja, khususnya manajeman dan komunikasi serta melakukan studi banding antara teori yang selama ini didapatkan di perkuliahan dengan penerapannya di JOB (Joint Operating Body) PT. Pertamina Hulu Energi-Medco E&P Tomori, Sulawesi. 2. Peserta didik diharapkan mampu mengimplementasikan konsep dasar Geologi

(Sedimentologi, Stratigrafi, Struktur, dan Tektonik) dalam memecahkan permasalahan geologi dan eksplorasi di Indonesia.

3. Dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang kreatif dan dengan pemikiran yang kritis.

4. Memberikan analisa yang baik dan menemukan root cause terhadap suatu masalah.

Tujuan teknis terkait dengan bidang ilmu Teknik Geologi, yang akan dipelajari dalam kerja peraktek adalah sebagai berikut :

a. Pemahaman akan Metode Palinspastic Reconstruction Secara Aplikatif

Peserta didik diharapkan mampu memahami bagaimana cara menganalisa basin yang ada dengan menggunakan Analisis Palinspastic Reconstruction.

b. Mengenal dan Mengidentifikasi Petroleum System dan Plays yang Bekerja Pada Setiap Basin

Peserta didik diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami instrumen-instrumen yang digunakan untuk menentukan parameter yang mempengaruhi setiap cekungan.

c. Melakukan Palinspastic Reconstruction dengan menggunakan Aplikasi Move™

Dalam penngaplikasiannya, peserta didik diharapkan untuk memahami aplikasi ini untuk menunjang Tugas Akhir kedepan

(12)

11

Batasan Masalah

Dalam melaksanakan Kerja Praktik, praktikan melakukan penelitian terkait daerah yang telah di ekplorasi. Mengekstrak data-data tersebut menjadi suatu parameter analisis( data seismic, data sumur, dan lain-lain), berdasarkan ketentuan dan regulasi persebaran data yang berlaku. Pada momen ini praktikan hanya dapat menggunakan data tersebut terbatas pada saat melakukan Analisa Kerja Praktik. Untuk menjaga kesucian data, Pelaku Kerja Praktik akan melakukan penyamaran data saat diserahkan ke pihak kampus. Pembahasan dan penelitian yang dilakukan selama kerja praktek meliputi:

1. Geologi daerah penelitian yang terdiri dari sejarah geologi yang terjadi, litologi dan

stratigrafi yang terdapat di daerah penelitian.

2. Evaluasi dari interpretasi seismic sebelumnya yang kemudian di pertimbangkan

3. Penggambaran tipikal morfologi dibawah permukaan berdasarkan data seismic di

sekitar lapangan Tiaka dan Senoro pada daerah penelitian.

4. Penelitian ini menggunakan data seismik dan sumur, kedua data ini penting

digunakan untuk mendeterminasi system geologi yang berkembang di daerah ini. Namun, tidak semua hasil akuisisi seismic di daerah penelitian memiliki refleksi amplitude yang baik dalam menentukan kondisi bawah permukaan, sehingga dibutuhkan korelasinya dengan data sumur bor.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari a. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, tujuan, pelaksanaan, dan metodologi kerja praktik, serta sistematika penulisan laporan

b. BAB II PROFIL PERUSAHAAN

Bab ini menjelaskan profil JOB Tomori secara umum yang mencakup sejarah singkat, visi dan misi, lokasi operasi perusahaan

c. BAB III DASAR TEORI

Bab ini menjelaskan teori yang mendasari analisis yang digunakan pada laporan ini d. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang metode pengolahan data dan analisis hasil yang dilakukan selama kerja praktik

e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil studi yang dilakukan dan saran-saran yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil dari studi ini.

(13)

12

Tempat dan waktu Pelaksanaan Kerja Praktik

Dalam pengerjaan Kerja praktik-nya, praktikan melakukan kerja praktik di salah satu anak perusahaan PT Pertamina, yaitu:

Nama Perusahaan : JOB Pertamina Hulu Energi-Medco EP Tomori

Alamat : Jl. Jendral Gatot Subroto Kav. 71 - 73, Menteng Dalam, Tebet, RT.1/RW.1, Menteng Dalam, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870 Durasi Waktu Pengerjaan : 2 Bulan (terhitung dari Tanggal 1 Juli- 30 Agustus 2019)

(14)

13

2. BAB.II

PROFIL JOB PERTAMINA-MEDCO E&P TOMORI, SULAWESI

Joint Operating Body (JOB) Pertamina-Medco E&P Tomori, Sulawesi merupakan salah satu Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang berkomitment dalam kegiatan eksplorasi, dan produksi minyak dan gas bumi. JOB Pertamina-Medco E&P Tomori, Sulawesi mengelola beberapa Blok di Sulawesi Tengah, kabupaten Morowali Utara dan Banggai. Dengan kepemilikan saham JOB Pertamina-Medco E&P Tomori, Sulawesi terdiri dari Pertamina-Medco E&P Tomori, Sulawesi dengan 50 % saham, PT Medco E&P Tomori

Sulawesi (MEPTS) dengan 30% saham, dan Tomori E&P Limited (TEL) dengan 20% saham.

Luas Wilayah Kerja JOB Pertamina-Medco E&P Tomori, Sulawesi sebesar 451.1 km2.

Visi, Misi, dan Tata Nilai JOB JOB Pertamina-Medco E&P Tomori, Sulawesi

Visi JOB Pertamina-Medco E&P Tomori, Sulawesi adalah To be the best and respected oil and gas company in Indonesia. Dalam mewujudkan visi tersebut JOB Pertamina-Medco E&P Tomori memiliki misi sebagai berikut Conduct petroleum

operations in Professional with innovation, effective, efficient manner to provide the maximum gain to shareholdes and useful for stakeholders

Tata nilai yang dimiliki JOB Pertamina-Medco E&P Tomori adalah:

1. Clean; Menjalankan bisnis dengan jujur, adil, standar etika tertinggi, menghindari benturan kepentingan, tidak mentoleransi suap, menjungjung tinggi kepercayaan dan integritas serta selalu berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik ( Good Corporate Governance )

2. Open; Mendorong informalitas dan keterbukaan dalam berkomunikasi, membangun rasa saling percaya, saling asah, asih dan asuh diantara pekerja dan manajemen JOB maupun kepada shareholder

(15)

14

4. Innovative; Membangun budaya selalu ingin maju dan semangat menjadi yang terbaik serta senantiasa mencari terobosan demi tercapainya proses atau hasil yang lebih baik, lebih aman, lebih cepat dan lebih murah.

Dalam proses pengerjaan KP di JOB Pertamina-Medco E&P Tomori ini, praktikan diperkenalkan ke bagian Technical Planning & Development, tepatnya di bagian Eksplorasi.

(16)

15

3. BAB.III

Kegiatan Kerja Praktik

Selama melaksanakan proses Kerja Praktik, praktikan melakukan serangkaian kegiatan yang dibimbing oleh pembimbing. Dalam bimbingannya, Pak Wilfred mengarahkkan Praktikan untuk memahami secara teori bagaimana mekanisme dan proses pengerjaan terkait Restorasi Penampang, Berikut teori yang diperoleh telah coba dijelaskan pada bagian bawah dengan Subbab tersendiri.

Dalam kegiatannya, praktikan membantu persoalan sehari-hari yang terjadi selama kegiatan Kerja Praktik dilaksanakan, tidak jarang hal ini terjadi, namun efek positif yang diambil adalah banyak ilmu dan pengalaman baru yang didapat selama proses pengerjaannya, dan membuka wawasan praktikan terhadap dunia kerja disamping tujuan awal praktikan terkait analisa Palinspastic.

(17)

16

4. BAB.IV

LANDASAN TEORI

Kondisi geologi bawah permukaan merupakan hal yang penting diketahui untuk memudahkan dalam eksplorasi hidrokarbon baik minyak maupun gas. Pemahaman akan structural subsurface merupakan salah satu ilmu yang berperan penting dalam eksplorasi maupun produksi hidrokarbon. Untuk mengetahui keadaan geologi bawah permukaan yang terjadi dapat dilakukan dengan pendekatan interpretasi structural secara spasial, deskripsi dari setiap formasi yang terekam didalam penampang seismik yang membantu praktikan dalam mengetahui sifat fisis dan kimiawi yang dikandung didalam formasi tersebut. Penerapan metode- metode dalam Struktural Geologi antara lain adalah melakukan interpretasi lapisan/formasi batuan, melakukan rekonstruksi palinspastik hingga dalam penerapannya digunakan untuk menentukan potensi cebakan hidrokarbon dan jalur migrasi yang aktif terjadi.

Cekungan Banggai merupakan daerah yang mempunyai potensi hidrokarbon dan telah terbukti menghasilkan hidrokarbon dengan penemuan lapangan minyak lepas pantai yaitu lapangan Tiaka dan beberapa lapangan gas di darat yaitu lapangan Matindok, Minahaki, Donggi dan Senoro. Cekungan ini merupakan cekungan Foreland/ cekungan di depan zona benturan yang memanjang dengan arah relatif Timur Laut-Barat Daya meliputi sebagian daratan di Lengan Timur Sulawesi dan daerah lepas pantai di daerah kepulauan Banggai-Sula. Cekungan Banggai memiliki luas area sebesar 17.020 km2, dengan luas di daratan sebesar 2.083,03 km2 dan luas area lepas pantai sebesar 14.936,97 km2, mempunyai ketebalan cekungan sedimen 600 – 3000 m serta kedalaman cekungan 0-3000 m.

(18)

17 Gambar 1, Struktural Geometri Regional yang terjadi di Cekungan Banggai.(Rudyawan & Hall, 2012)

Terdapatnya hidrokarbon di Cekungan Banggai menjadi dasar untuk dilakukannya eksplorasi lanjut dan membuka khazanah baru yang berfokus di bagian subsurface di daerah Tiaka.

Secara stratigrafi, daerah Sulawesi Timur, tepatnya di Cekungan Banggai dapat dikaitkan dengan dua periode waktu pengendapan yang berbeda. Yang pertama mewakili pemekaran dari kerak kontinental Banggai-Sula yang diendapkan sebelum tabrakan (collision) yang terjadi selanjutnya, dan yang kedua mewakili urutan flysh-molasse yang terendapkan setelah tabrakan terjadi dengan pergerakanlempeng yang bergerak di bagian timur.

Dari proses pengerjaannya, mahasiswa/praktikan melakukan Kerja Praktik di daerah Sulawesi Timur, tepatnya di Blok Senoro-Toili. Dilihat dari proses tektonisme dan produk struktur (sesar dll) daerah ini memiliki kriteria yang cocok untuk ditinjau lebih lanjut. Serta memiliki nilai ekonomis yang baik sebagai daerah penelitian.

Blok Senoro-Toili (Gambar 2) terletak di daerah kompleks tektonik lengan timur Sulawesi, dibentuk oleh proses tabrakan antara Banggai Sula Mikrokontinen dan Ophiolite Belt Sulawesi Timur. Mikrokontinen Banggai-Sula pada awalnya merupakan bagian dari Lempeng Benua Australia (Gondwana Land), yang terbentuk pada saat Mesozoikum. Seiring dengan pergerakannya, mikrokontinen Banggai-Sula melayang ke arah barat. Ketika mikrokontinen relative bergerak ke arah barat, lapisan karbonat Miosen yang luas dengan pertumbuhan terumbu local (isolated Platform) berkembang di sepanjang platform passive margin. Lapangan minyak Tiaka terletak di daerah Toili lepas pantai Blok Senoro-Toili dan berada dalam salah satu system thrust yang dihasilkan oleh proses tumbukan ini yang berada

(19)

18

di dalam Cekungan Banggai pada waktu Tersier. Struktur Tiaka terbentuk dengan orientasi arah Barat Laut dengan sudut thrust 18-25 derajat dan berarah NNE-SSW.

Gambar 2,Blok Senoro-Toili, dan letaknya secara geografis.(Plan Of Further Development Tiaka Field, July 2010) Indonesia merupakan daerah yang kompleks, kompleksitas yang dimaksud merupakan kondisi fisiografis dan aspek geologi yang terjadi, terutama di bagian timur Indonesia. Dimulai dari Sulawesi, yang secara pembentukannya merupakan tumbukan antara 3 lempeng aktif (Lempeng Eurasia yang bergerak ke Timur-Barat, Lempeng Indo-Australian yang bergerak relatif ke utara, dan Lempeng Pasifik yang bergerak relatif ke arah barat), sehingga memberikan profil geologi yang sangat menarik, terutama dari segi geologi struktur dan tektonik yang menginisiasi pembentukan cekungannya. Hal ini juga dapat terjadi di bagian lengan Timur Sulawesi, yakni terinisiasinya Cekungan Banggai akibat adanya pergerakan antara Banggai-Sula Microcontinent yang bertabrakan dengan Lempeng Asia terjadi di Miosen Tengah hinggga Pliosen dan dihasilkan dalam kerak Samudra Asia, Ophiolite Sequence.

(20)

19 Gambar 3, visualisasi rekaman stratigrafi yang terdapat di cekungan Banggai.(Pertamina,BPKA)

Tatanan Stratigrafi

Stratigrafi regional Cekungan Banggai dapat dibagi menjadi dua regim berdasarkan tatanan tektonik yang berbeda: pra-Collision dan pasca-Collision (Gambar 3). Urutan pra-Collision mewakili sekuens rift-drift margin kontinen sebagai bagian dari pasif marginnya Australia. Pasca-Collision didominasi oleh urutan molase yang terdeposit di bagian depan membentuk thrust akibat gaya dari tabrakan.

Batuan Basement pada daerah ini terdiri dari batuan granit Permo-Trias (Banggai Granit, Mangole Volcanics) yang ditindih oleh urutan Mesozoikum dari Trias – Kretaseous endapan turbidit laut dalam yang berisikan sedimen pelagic dan batugamping(lihat Gambar 3). Basement yang berumur Paleozoic terdiri dari Batu Sabak, sekis, dan gneiss. Kemudian, diikuti oleh pengendapan batuan berumur Trias yaitu Formasi Meluhu dan Formasi Tokala.

(21)

20

Kemudian, Formasi Bobong yang diendapkan mewakili siklus pertama pelapukan dari Kompleks basement yang tersingkap. Ini terdiri dari batuan merah oksiddasi, konglomerat, arkose, dan batu pasir lithic. Pada umur Pertengahan Jura-Kretaseous Bawah ditemuksn endapan Calcareous Shale yang diinterpretasikan sebagai endapan yang terbentuk di lingkungan anoxic, yang dikenal sebagai Formasi Buya. Pada umur Kretaseous Akhir, terendapkan Formasi Tanamu yang terdiri dari wackestone, Batukapur, marl, dan dan Batuserpih dengan Fragmen Kapur. Formasi ini diendapkan dalam laut pada level bathyal berdasarkan keberadaan mikrofosil planktonik. Urutan tebal serpih Jurassic ini diinterpretasikan sebagai sumber utama hidrokarbon di daerah tersebut (BPPKA, 1985). Pada Horizon yang berumur Tersier didominasi oleh basal klastik dan karbonat Paleogen (Eosen Akhir-Oligosen Awal) yang dilapisi oleh karbonat Miosen tebal dan Salodik klastik Grup. Grup Salodik yang berumur miosen ini dibagi menjadi tiga formasi: Tomori (unit Platform Limestone yang lebih rendah), Matindok (klastik dan batubara) dan Formasi Minahaki (Platform Limestone) (lihat Gambar 3). Urutan horizon yang berumur Miosen ini ditindih secara tidak selaras oleh urutan Plio-Pleistosen Grup Sulawesi yang dikenal sebagai Celebes Molasse. Baik Formasi Tomori dan Matindok terbukti sebagai reservoir utama di daerah tersebut. Menurut Husein et.al (2014) formasi Salodik memiliki hubungan yang menjari dengan Formasi Poh yang terendapkan pada umur Miosen Awal-Miosen Tengah yang diinterpretasikan sebagai sedimen yang terendapkan di laguna, neritic, hingga lingkungan bathyal. Formasi ini terdiri dari packstone-marl dan Shale dengan inklusi Pasiran.

Secara proses tektoniknya, susunan stratigrafi yang terbentuk di bagian timur Sulawesi dibagi berdasarkan 4 tahap, yakni:

Rifting :Pre-rift sekuen Karbonat dari Tokala Fm, Syn-break up dari Triasik Akhir Arenit Red Bed Fm, Sekuen Syn-rift dari pertengahan-akhir Jurasik Silisiklastik Bobong Fm dan Buya Fm, akhir endapan dari sekuen sedimen

pelagic Tanaga Fm.

Syn-Drif:Eosen Akhir sekuen silisiklastik Lalengan Fm, sekuen Karbonat Misoen Grup Salodik (Tomori Fm, Serpih Interkalasi Matindok Fm, dan Minahaki Fm).

Collision:Endapan Pliosen Akhir Silisiklastik (Kintom Fm, Kalomba Fm, dan Biak Fm).

(22)

21

Post-collision:Sedimen Transgresif Pleistosen-Resen (Aluvial & Luwuk Fm).

Gambar 4,keadaan dan pengaruh dari Lengan Timur Sulawesi akibat adanya tubrukan antara 2 mikrokontinent. (Mod.After Hasanusi et al.(2004))

Selama Miosen Akhir, mikrokontinen Banggai-Sula bertabrakan dengan sekuen Ophiolit Sulawesi Timur, menghasilkan struktur pelipatan, pensesaran dan imbrikasi dari mikrokontinen bertepatan dengan pengangkatan Ophiolit Sulawesi Timur.

Selama Plio-Pleistosen, setelah pensesaran dan pengangkatan Sulawesi Timur, cekungan foreland mulai mengendapkan endapan flysch post-tektonik dan sedimen molasse. Sedimen yang berasal dari shelf microkontinen terendapkan sangat dalam, menghasilkan kematangan dan menghasilkan

prospek source rock yang baik untuk daerah ini.

Basement di daerah ini ditindih secara lokal oleh batuan klastika lepas (basal clastics ) dan karbonat

Eosen Awal Oligosen Awal, dan secara regional ditindih oleh karbonat tebal dan klastika miosen, yaitu Grup Salodik. Merupakan kelompok karbonat daerah tersebut, termasuk didalamnya Formasi Tomori, Matindok, dan Minahaki.

Formasi Tomori, berada di bagian dasar sekuen setelah basement, tebentuk di zaman Miosen Bawah,

sebagian besar terdiri dari batugamping dengan platform bioklastik air dangkal (shallow marine),

terdapat dolomit, dengan batulempung dan batu bara dengan presentasi yang kecil. Formasi Tomori membentuk reservoir untuk akumulasi minyak di Lapangan Tiaka. Ini juga mengandung batuan

induk (source rock) potensial yang baik, yang diyakini sebagai asal hidrokarbon di daerah Tomori.

Formasi Matindok, terbentuk di Miosen Tengah, sebagian besar terdiri dari batulempung dan serpih dengan batupasir yang minor, terdapat batu kapur, dan batubara. Serpihan dan batu bara di dalam unit ini menunjukkan potensi batuan sumber yang dapat menghasilkan gas. Ditemukannya lapisan

(23)

22 pasir yang mengandung Gas tipis (setebal 10-15 kaki) kedalaman 6650 'dan 6700' MD di sumur Tiaka-1. (Berdasarkan Final POFD Tiaka, Juny 2010)

Formasi Minahaki, berdasarkan Analisa geokimia menunjukkann umur Miosen Atas terdiri dari

campuran klastik / urutan karbonat di bagian bawah, dan batugamping berpori(vuggy Porosity) baik

di bagian atasnya. Di lapangan Tiaka, formasi Minahaki telah terbukti sebagai lapisan yang memiliki hidrokarbon dibuktikan di sumur Tiaka-7 / 7St. Gas / Kondensat telah ditemukan lapisan batugamping sejauh 22 kaki. Di daerah utara, Formasi Minahaki dibatasi oleh penumpukan karang, yaitu Anggota Mantawa. Penumpukan terumbu ini juga dikategorikan sebagai reservoir produktif untuk gas di struktur Mantawa, Minahaki dan Senoro.

Karbonat Miosen tadi ditumpuk oleh Kelompok sedimen Pliosen Awal (sebelumnya disebut sebagai

Celebes Molasse), yang terdiri dari klastik dengan ciri terdeposisi cepat (rapid burial) , sortasi buruk,

ukuran butir yang kasar dan halus tercampur dan berasal dari batuan ultramafik sangaat mendominasi. Grup Sulawesi terdiri dari endapan fasies flysch Formasi Kintom, sedimen molasse Formasi Biak dan Kalomba.

Tiga jenis prospek play utama yang hadir di Blok Senoro-Toili:

• Miocene Carbonate Buildup.

• Anticline Wrench Fault.

• Anticline Thrust Sheet.

Carbonate Build-up Play Type, sebagian besar merupakan play stratigrafi yang melibatkan Anggota Miosen Atas Mantawa dari Formasi Minahaki. Ini diwakili oleh adanya penumbuhan karbonat. Play ini telah diuji oleh empat sumur eksplorasi: Mantawa-1, Minahaki-1, Boba-1 dan Senoro-1. Dalam semua kasus, kualitas reservoir baik hingga sangat baik.

Wrench Fault Anticline Play Type, melibatkan parameter struktur di karbonat Miosen Atas sebagai hasil dari patahan di bagian selatan Blok Toili. Play ini telah diuji dengan baik oleh Union Texas di sumur Matindok-1. Banyak prospek tambahan dan prospek tipe permainan ini ada di utara, berdekatan dengan area Blok Senoro. (Berdasarkan Final POFD Tiaka, Juny 2010)

Thrust fold Anticline Play Type, yang melibatkan closure struktural di bagian ujung dari serangkaian

imbrikasi karbonat Miocene, hadir di Blok Toili di lepas pantai wilayah selatan. Play ini telah diuji oleh sumur eksplorasi termasuk Tiaka, dan Kalomba. Minyak diperoleh dari karbonat platform Formasi Tomori di overthrust di Lapangan Tiaka.

(24)

23 Gambar 5, Tipe Play konseptual di Blok senoro-Toili.( Berdasarkan Final POFD Tiaka, Juny 2010)

(25)

24 Gambar 6, Anticline Play di bagian Thrust di Sumur Tiaka.( Berdasarkan Final POFD Tiaka, Juny 2010)

Pada kali ini, praktikan menggunakan metode palinspastic reconstruction untuk memulai reconstruksi. Palinspastic reconstruction ini pada dasarnya adalah suatu metode yang menjelaskan bagaimana sejarah pembentukan suatu deformasi yang terdapat pada suatu area berpengaruh terhadap paket sedimen yang dikandungnya.

Berbicara mengenai prinsip sedimentasi batuan, Nicholas Steno pada abad 17 menjelaskan bahwa sedimentasi akan cenderung berupa pengnendapan secara horizontal “The Law Of Original Horizontality”, sehingga dalam penerapannya, lapisan sedimen klastik ini dikondisikan secara initial state berupa lapisan horizontal pula.

Kegunaan dari pembuatan penampang seimbang dan restorasi penampang adalah untuk memperhitungkan besaran pergeseran (displacement) yang dihasilkan dari proses pembentukan struktur. Dalam melakukan rekonstruksi suatu deformasi struktur, proses restorasi meliputi: 1). Penghilangkan bidang luncur suatu patahan dengan melakukan restorasi terhadap patahan berdasarkan pada kondisi saat terdeformasi; dan 2).

(26)

25

Merekonstruksi kondisi awal suatu lapisan yang mengalami perlipatan. Pada umumnya diterapkan untuk sesar-sesar naik (thrust), imbrikasi dan perlipatan (Pedoman Geologi Struktur ITB, 2009).

Selain itu kegunaannya adalah juga untuk menguji apakah penampang geologi yang dibuat dari hasil pengamatan lapangan, pemboran dan/atau penampang seismik ini mungkin secara geometris. Walaupun begitu perlu ditekankan bahwa penyelesaian ini tidak harus merupakan satu-satunya, dengan asumsi dan aturan penampang seimbang, penampang struktur yang rumit yang direstorasikan ke keadaan sebelum deformasi (Pedoman Geologi Struktur ITB, 2009).

Didalam menrekonstruksikan penampang seimbang, pada umumnya diasumsikan bahwa:

1. Restorasi suatu penampang tidak meninggalkan celah (gap) dan tidak saling tumpang tindih (overlap) didalam suatu lapisan.

2. Tidak teradi perubahan volume yang berarti selama deformasi, jadi suatu kondisi plane strain dapat dicapai, artinya tidak ada perubahan luas didalam penampang.

3. Perlipatan dalam penampang adalah paralel, yang dihasilkan oleh proses perlipatan yang melentur (flexural slip folding), panjang perlapisan pada penampang adalah tetap selama deformasi.

4. Interpretasi struktur pada suatu penampang yang mengalami deformasi dan kemudian direstorasi hendaknya memperlihatkan geometri dalam arti geologi yang sebenarnya.

Apabila restorasi dianggap benar berdasarkan asumsi-asumsi diatas, besaran dari kontraksi dan extensi yang berhubungan dengan deformasi dapat ditentukan.

Dalam melakukan rekonstruksi palinspatik, untuk menyeimbangkan penampang, menggunakan hasil analisis sayatan seismik. Restorasi sayatan seismik untuk mengetahui tahapan perkembangan struktur selama pembentukan cekungan dan perhitungan strain

untuk mengetahui besarnya deformasi cekungan. Terdapan dua cara melakukan rekonstruksi palinspatik, yaitu dengan penyeimbangkan panjang/ garis dan penyeimbangkan luas (Hossack, 1979).

Diperlukan ketebalan satuan stratigrafi sebelum terjadi deformasi, yang dapat diperoleh dari pengamatan dari bagian yang tidak/ belum terdeformasi (foreland). Penampang yang belum terdeformasi digunakan sebagai template. Langkah selanjutnya adalah mencari posisi kerangka pada daerah dimana tidak terjadi pergeseran antar lapisan

(27)

26

(oleh perlipatan atau pensesaran). Posisi ini dinamkan “pin line”, dapat berupa “hinge surface” pada lipatan atau dapat terletak pada foreland.

a. Penyeimbangan Garis

Bila pin-line dan template telah dibuat, panjang dari lapisan penunjuk tertentu, batas antara lapisan A dan B sepanjang penampang (Gambar 1.1), adalah jumlah jarak-jarak dari 1 ke 2, 3 ke 4, 5 ke 6 dan 7 ke 8. Prosedur ini diulang untuk sejumlah lapisan penunjuk yang lain, dan kemudian dibuat restorasi penampangnya. Idealnya panjang garis harus diukur diantara dua kerangka pin-line, yang lainnya yaitu pada daerah yang terdeformasi (Pedoman Geologi Struktur ITB, 2009).

Gambar 7, Cara restorasi penampang berdasarkan penyeimbangan garis (Pedoman Geologi Struktur ITB, 2009).

Untuk menjadikan penampang seimbang, semua lapisan penunjuk harus sama panjang pada penampang yang sudah direstorasikan. Walaupun demikian pada umumnya, bila cara ini diterapkan (untuk daerah anjakan), batuan penutup akan didapatkan terlalu panjang untuk batuan dasarnya.

b. Penyeimbangan Luas/ Area

Didalam beberapa kasus penampang, bidang belahan (cleavage) pada batuan sangat berkembang, asumsi bahwa lapisan akan tetap selama deformasi menjadi tidak berlaku. Untuk ini diperlukan cara untuk menyeimbangkan area. Cara geometri sederhana ini dilakukan dengan dasar asumsi bahwa deformasi pada penampang adalah akibat dari keadaan garis Loose Line yang berubah (Gambar 5). Dapat terlihat bahwa bila kedalaman ke arah bidang decollement diketahui (t1) dari pemboran atau seismik, proses seperti

(28)

27

gambar ini dapat dipakai untuk memperhitungkan pemendekan (shortening) yang berhubungan dengan proses deformasi.

Gambar 8, Model konseptual untuk perhitungan kedalaman dari bidang pensesaran (décollement) dibawah lipatan/sesar (Groshong, 2010).

Diatas terdapat suatu lapisan yang terdeformasi, diketahui bahwa masa yang terdeformasi diatas datum regional akan sama dengan area yang bergerak, pada gambar diberikan symbol sebagai(displaced area). Sehingga Excess area dan Displaced area akan sama, sisimbolkan sebagai (S). untuk itu, dalam mendeterminasi decollement state menggunakan rumus:

𝐻 = 𝑆/(𝐿𝑓 – ∆𝐿– 𝑊) … Dimana, untuk menemukan S adalah:

𝑆 = 𝐷 𝐻 …

di mana S = masa yang terdeformasi, atau area di atas atau di bawah regional, D = perpindahan, dan H = kedalaman ke detasemen dari regional.

Karena D (displacement) tidak bisa didapati secara langsung , maka ada perhitungan lagi untuk menentukan seberapa besar perpindahannnya:

𝐷 = 𝐿0 – 𝑊…

Dimana, D = perpindahan, L0 = panjang lapisan (diasumsikan sama dengan panjang lapisan sebenarnya) dan W = lebar struktur yang terdeformasi di daerah tersebut.

(29)

28

Bila diasumsikan kondisi plane strain :

Di area diatas, batuan dapat terdeformasi dengan keadaan yang apapun, contohnya pada keadaan kontraksi. Pada penyeimbangan garis, perlu dibuat template dan pin line pada bagian penampang yang tidak terdeformasi. Area pada satuan tertentu diukur dengan menggunakan penggaris. Dengan mengetahui ketebalan satuan dari template, besaran panjang yang belum terdeformasi akan diketahui dan penampang dapat direstorasikan. Bila semua satuan mempunyai panjang yang sama, maka penampang dapat dikatakan seimbang

Pada gambar diatas, dilihat bawha penampang memiliki control yang sangat kuat terhadap elemen spasial, untuk itu perlu diperhatikan bahwa dalam melakukan restorasi, idealnya mengambil metadata dari data 3D, ataupun setidaknya kita memahami proses regional yang terjadi, agar proses rekonstruksi yang dilakukan selanjutnya akan memberikan hasil yang sesuai dengan khazanah geologi seharusnya.

Pada daerah lapangan Tiaka, terdapat suatu struktur kompleks dengan domain deformasi yang bersifat kompresive. Sehingga keadaan di bawah permukaan akan menghasilkan manifestasi struktur berupa sesar naik, antiklin, atau bahkan system sesar naik yang terimbrikasi. Begitu interpretasi saat ini yang diberikan oleh interpreter mengenai struktur di Lapangan Tiaka.

(30)

29

Teknik untuk palinspastic restoration ini harus didasarkan pada model untuk evolusi geometri. Model kinematik yang akan praktikan gunakan sangat membantu untuk mendefinisikan evolusi geometri struktur. Terdapat model dasar kinematik yang secara umum digunakan untuk restorasi kondisi yang terkompresi (Gambar 8). Model yang paling tepat untuk struktur yang diberikan akan ditentukan oleh stratigrafi mekanik dan kondisi seismik yang memperlihatkan struktur. Model paling sederhana yang sering diterapkan adalah Rigid-Body Displacement, dimana asumsi yang dipakai adalah sifat benda yang bergerak berupa getas sehingga tidak ada volume atau area yang berubah.

Gambar 10, model penampang ideal yang menggambarkan kondisi kompresi, menghasilkan beberapa morfologi "thrust"(Park, 1989; dalam slide kuliah Geologi Struktur lanjut UP)

Teknik yang berlaku untuk restorasi 2D adalah dengan teknik rekonstruksi palinspastik manual. Teknik ini menggunakan perangkat lunak sederhana tetapi membutuhkan pemahaman mendalam tentang kondisi geologi di daerah tersebut. Ada dua kasus utama dalam rekonstruksi palinspastik:

• Restorasi Sesar

(31)

30

Restorasi Sesar adalah suatu langkah untuk mengembalikan lapisan-lapisan yang terpisah akibat deformasi (karena Sesar) untuk kembali ke kondisi awal, yaitu Horizontal. Teknik ini terdiri dari parameter mengukur panjang lapisan sebenarnya untuk dijadikan sebagai acuan dalam mengembalikan dengan nilai panjang yang sama. Rekonstruksi perlipatan adalah langkah untuk permukaan lapisan yang terlipat akibat deformasi (antiklin, sinklin) menjadi rata. Langkah ini membutuhkan pin line di area tersebut. Garis pin line adalah garis kontrol, yang tetap dalam posisi tetap/ tidak terdeformasi saat proses rekonstruksi dilakukan.

Idealnya, batas-batas bagian yang akan di restorasi dipilih sehingga bagian tersebut akan dikembalikan ke persegi panjang sebagai morfologi referensi penampang (Gambar 9). Batas sisi yang disebut berupa Pin Line, dan merupakan lapisan referensi yang akan dikembalikan ke geometri pengendapan aslinya. Posisi asli yang bersifat horizontal, sering juga dikenal sebagai datum regional, yang biasanya disingkat menjadi regional (McClay 1992). Untuk lapisan selanjutnya, proses restorasi dilakukan dengan mengikuti horizon yang dianggap sebagai referensi. Basis/bagian dasar dari bagian ini biasanya berupa marker stratigrafi yang sering dikenal sebagai bidang gelincir Detachment, tetapi mungkin merupakan unit yang terlihat paling rendah. Garis pin yang membatasi area deformasi diletakkan pada bagian depan dan belakang, sesuai dengan posisinya dalam struktur, hal ini merepresentasikan arah gaya yang bergerak sesuai dengan sumber gayanya. Struktur yang dikatakan seimbang secara lokal adalah suatu struktur dimana kedua pin line yang diletakkan akan terus bergerak tampa menghasilkan bentuk garis yang tidak lurus/ persegi panjang (Gambar 9B).

(32)

31 tersembunyi ini.

Gambar 11, pin line yang digunakan sebagai pembatas daerah yang ingin di eksekusi, LPL(Leading Pin Line) adalah datum pin line dimana tidak memiliki pergerakan/ konstan, sedangkan TPL(Trailing Pin Line) dan WPL(working Pin Line) merupakam acuan pergerakan area yang terdeformasi(Groshong,2010)

(33)

32

Interpretasi seismik dan data sumur digunakan dalam rekonstruksi palinspastik 2D sebagai penampang ideal yang mencerminkan kondisi saat ini. Kemudian rekonstruksi erosi dibangun dengan metode Kinking. Restorasi thrust fault diterapkan untuk setiap sesar menggunakan metode Trishear dan Fault Parallel flow untuk menghilangkan offset, dan mengembalikan horizon yang terkontraksi ke kondisi semula. Banyak ketidak cocokan yang terjadi pada saat proses restorasi, untuk itu praktikan melakukan proses forward modelling,

yaitu suatu proses dimana membuat suatu horizon datar dengan memasukkan parameter sesar dan kondisi deformasi yang mirip dengan kondisi penampang saat ini, dan memajukan proses tersebut, atau horizon tersebut untuk dideformasikan sesuai dengan parameter yang kita lakukan, tentu saja banyak percobaan dan input yang bervariasi dalam metode ini, sehingga menghasilkan galat yang cukup besar.

Dijelaskan diawal, bahwa dalam proses rekonstruksi palinspastik ini bertujuan untuk memberikan validasi data, secara lumrahnya data tersebut dieksekusi dengan menggunakan untaian tali guna untuk mengukur strain yang berubah akibat deformasi. Namun, saat ini praktikan melakukan restorasi dengan melakukan aplikasi berbasis Structural Geologist,

yaitu aplikasi Move™ 2018, yang dikeluarkan oleh Midland Valley

(34)

33

Aplikasi ini memberikan visualisasi, analisis, dan hasil terkait palinspastik restorasi. Dengan tetap memberikan kemudahan pengguna sebagai pengontrol utama. Apa saja yang dikontrol dan menjadi parameter dalam analisis tersebut, meliputi:

Tipikal sesar yang terbentuk & Waktu Pergerakannya

Umumnya, setiap deformasi yang terjadi di muka bumi ini akan menghasilkan pensesaran (Fault), dan lazim ditemukan bahwa sesar yang terbentuk selalu jamak (tidak tunggal), hal ini bisa disebabkan akibat adanya disperse gaya yang tersebar luas ataupun adanya sifat deformasi yang berulang.

Untuk itu, pada pengerjaan Palinspastic restoration ini memerlukan determinasi dari praktikan untuk mengetahui bagaimana jenis deformasi yang terjadi sehingga menghasilkan menifestasi deformasi sampai ke tahap yang sangat kompleks. Juga, penting untuk mengetahui urutan deformasi yang terjadi selama pengerjaan berlangsung.

Metode yang digunakan

Pada aplikasi ini memberikan variasi metode yang sangat banyak, tetapi untuk kasus kompleks struktur di Tiaka, praktikan melakukan palinspastik ini menggunakan metode

Trishear dan Fault Parallel Flow

Trishear

Algoritma Trishear dapat digunakan untuk memajukan dan / atau membalikkan sesar yang menghasilkan perlipatan. Alur kerja Trishear menggunakan algoritma yang mengubah bentuk lapisan dalam satu, atau serangkaian lapisan hanya di zona segitiga yang dibentuk dari dua garis shear, di mana besarnya slip bervariasi dari nilai yang pergerakannya ditentukan oleh praktikan. Cocok untuk pemodelan forward modelling dan untuk mengembalikan deformasi(palinspastic restoration).

(35)

34

Fault Parallel Flow

Algoritma Fault Parallel Flow didasarkan pada massa yang dibawa diatas bidang gelincir sesar. Bidang sesar dibagi ke dalam domain dip diskrit di mana perubahan dalam pergerakan sesar ditandai oleh garis bisektor. Garis ini dibangun dengan menghubungkan titik-titik pada garis dip yang berbeda dengan jarak yang sama dari bidang sesar. Partikel-partikel di hanging wall

yang bergerak akan korelatif dan sejajar dengan bidang sesar, dengan jarak yang ditentukan oleh pengguna.

Secara k,eseluruhan hasil rekonstruksi palinspastik menunjukkan pola dan gaya deformasi yang konsisten di seluruh area. Pekerjaan ini dapat digunakan secara kuantitatif dalam pemodelan cekungan khususnya pengaturan 2D, yang membantu dalam memahami kematangan hidrokarbon dan sejarah geologi yang bekerja pada lapangan Tiaka, serta risiko perangkap yang mungkin terbentuk pada lapangan ini. Namun, hasil ini tetap terikat pada interpretasi seismik terkait dan data dari sumur bor.

(36)

35

5. BAB V

PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTIK

Dalam proses pengerjaannya, Analisa palinspastik ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi structural yang ada pada suatu wilayah, pengerjaan di tempat kerja praktik kali ini praktikan melakukan rekontruksi palinspastic yang berada pada lokasi Senoro-Toili Blok, tepatnya berada di sumur Tiaka.

Secara Regionalnya, daerah lengan timur memiliki fase kompresi yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Dari literasi yang telah dibaca praktikan saat melakukan Kerja Praktik, praktikan menemukan bahwa regim structural yang bersifat kompressional ini menghasilkan tatanan tektonik yang sangat acak. Setelah melakukan beberapa proses studi subsurface, pencitraan di bawah permukaan dapat dihasilkan dan menunjukkan adanya pola imbrikasi yang terbentuk akibat dari regim kompresive sebelumnya.

Gambar 15, gambaran penampang daerah Tiaka, menunjukkan adanya sistem Tektonik berupa kompresive dan menghasilkan pola struktur Imbrikasi.

(37)

36

Dalam pengamatan yang lebih detail, di daerah senoro ini ditemukan beberapa indikasi bentukan seismik yang memperlihatkan adanya struktur Thrust,. Pengamatan ini dideterminasi dengan melakukan reflektor seismik yang tidak terhubung (Discontinued), dan secara spasial diskontinuitas ini menunjukkan pola thrust, sehingga interpreter melakukan penarikan garis yang memiliki pola yang sesuai.

Dilihat dari warna relfektor seismic, terdapat perbedaan impedansi yang menunjukkan adanya litologi yang berbeda.berdasarkan data sumur di Tiaka-2, hal ini tervalidasi oleh adanya perulangan litologi yang sama dari formasi Tomori (Lihat Gambar 16). Perulangan warna biru yang sama ditemukan pada sumur Tiaka-2, diindikasikan sebagai formasi Tomori.

(38)

37 Gambar 16, visualisasi struktur Thrust yang terlihat pada bagian tengah seismik, diinterpretasikan sebagai Tiaka Thrust.

Mengingat bahwa reflektor seismic hanya memperlihatkan strata sedimentasi di bawah permukaan, akan sangat sulit bagi praktikan untuk mendeterminasi dimana kondisi sesar yang berada di bawah permukaan, terutama daerah tersebut memiliki sistematika tektonik yang cukup rumit. Untuk itu praktikan melakukan pendekatan interpretasi sesar dengan menggunakan pengamatan hubungan reflektor seismik. Pada kasus ini, sesar naik terlihat memiliki kedudukan lapisan yang

berbeda dengan sekitarnya, dimana kedudukan tersebut memperlihatkan adanya Onlap secara

tatanan Stratigrafi, terdapat dua benda dengan kronologi dan pembentukan yang berbeda, dari situlah pendekatan interpretasi dibentuk bahwa daerah ini memiki sistem sesar naik yang menghasilkan bentukan Tiaka Thrust seperti gambar dibawah.

(39)

38 terlihat diatas merupakan hasil digitasi yang diteruskan dari well tie Horizon, terdapat 5 formasi yang memiliki karakter litologi yang berbeda dan telah dijelaskan di penjelasan sebelumnya, yang berwarna cokelat di interpretasikan sebagai Seabed/ Sedimen Kuarter yang berasal dari sedimentasi saat ini, dapat dilihat dikarenakan belum mengalami deformasi dan pengendapan mengikuti morfologi sebelumnya. Horizon yang berwarna kuning berasal dari Formasi Kintom, dilihat dari

perawakannya yang bersifat Chaotic akibat dari endapat Celebes Mollase. Kemudian terdapat

Horizon yang berwarna Hijau yang diinterpretasikan sebagai D-Layer dengan Lithologi Mudstone, sehingga memiliki reflektansi akibat densitas yang rendah. Horizon yang berwarna biru Muda merupakan cerminan dari endapan dari Formasi Minahaki yang berupa Karbonat, dan Yang berwarna Biru Tua merupakan formasi Tomori yang berumur Lebih tua dengan Formasi Minahaki, dengan ciri endapan berupa Karbonat dan Mudstone pada bagian bawah..

(40)

39

Analisa Percobaan Terdahulu

Sebelum praktikan melakukan interpretasi Palinspastic ini, Interpeter terdahulu telah melakukan studi palinspastic terhadap daerah yang sama, namun memiliki konsiderasi yang sedikit berbeda.

Dalam melakukan palinspastic ini, praktikan dituntut untuk memahami bagai mana penetrasi struktur secara regional berpengaruh terhadap kondisi struktur di bawah permukaan yang terbentuk. Sehingga

untuk membalikkan kejadiannya, kita tetap berada didalam frame Geologi yang tepat. Di daerah ini,

hal yang perlu diyakinkan bahwa tidak ada pengaruh tektonik yang berhubungan langsung dengan

basement, atau dalam artian lain pembentukan thrust Tiaka tidak melibatkan basement (No Basement

Involve).

Kemudian thrust yang terbentuk terjadi setelah formasi Tomori diendapkan, namun kejadian thrust ini terjadi tepat sebelum D-Layer diendapkan. Sehingga kondisi struktural ini hanya berdampak pada formasi Tomori dan tidak berhubungan langsung dengan Formasi D-Layer.

v

(41)

40 Berdasarkan percobaan terdahulu, terlihat bahwa interpreter melakukan restorasi palinspastic terhadap thrust sistem di Tiaka, dengan displacement yang konstan sehingga terlihat bahwa thrust akan dikembalikan ke titik semula, namun terdapat perhitungan sesar Normal di basement yang

kurang tepat, sehingga restorasi yang dihasilkan seolah-olah blok Hanging Wall mendorong dan

memotong Sesar Normal yang ada di Basement. Secara kaedah Geologi hal tersebut sangat jarang terjadi dan langka keberadaannya untuk menghasilkan tatanan tektonik seperti metode diatas.

(42)

41

Gambar 18, Palinspastic method yang dilakukan dengan memalikkan konfigurasi Thrust menjadi Initial State, namun Sesar normal tetap bergerak.

(43)

42 Perlu diketahui bahwa dalam melakukan Palinspastic method ini kita harus menentukan bagaimana

konfigurasi horizon pada saat ia belum terdeformasi, Initial State/Undeform State. Pendekatan untuk

mengetahui Initial state bukanlah hal yang mudah, dimana kita harus mengetahui bagaimana kondisi horizon sebelum terdeformasi dengan akurat, sehingga dapat merangkai teka-teki proses pembentukan Struktur yang kompleks. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengetahui Geological Framework secara Regional, dan melihat bukti-bukti singkapan yang merepresentasikan dugaan interpreter terhadap apa yang terjadi di bawah permukaan.

(44)

43 Gambar 21, Skematik Gambar yang memperlihatkan kondisi awal dimana daerah Senoro belum mengalami deformasi , memperlihatkan kondisi basement yang tidak stabil.

Dari analisa Palinspastic sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa method tersebut memperlihatkan bagaimana proses pembentukan thrust berlangsung dan implikasinya terhadap Formasi yang terendapkan setelahnya, namun interpretasi Sesar normal yang coba disuguhkan oleh interpreter sebelumnya masih memberikan tanda tanya terkait bagaimana proses pembentukan Sesar Normal tersebut, dan belum menjelaskan hubungan antara Sesar Normal Tersebut terhadap proses Kompresi yang terjadi setelahnya, banyak kaedah Geologi yang tidak terikuti dalam Subjek Sesar Normal diatas.

Hal lain yang dapat disimpulkan dari interpretasi sebelumnya bahwa, sistem deformasi pada daerah ini yang coba dijelaskna interpreter sebelumnya bersifat Kompresif, sehingga ketika proses restorasi

dilakukan menghasilkan Strain analysis yang memanjang, hal ini memperkuat bukti bahwa dalam

proses deformasi rezim yang mendominasi berupa rezim kompresif. Kemudian, sedimentasi yang

terbentuk di atas Thrust System berpengaruh namun tidak terdeformasi, hanya saja sedimentasi

mengikuti morfologi thrust dibawahnya, sehingga pada Metode Palinspastic sebelumnya Interpreter

melakukan Pendataran untuk setiap formasi yang ingin dikembalikan (Unfolding Method), dampak

dari metode ini adalah terdapat Geometri yang seolah-olah tertarik pada bagian bawah dari formasi

(45)

44 dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa proses Unfolding pada Formasi Kintom memberikan dampak yang sangat signifikan pada geometri thrust. Sehingga dalam prosesnya, bentukan Thrust Tiaka ini telah mengalami Stretching dan tidak merepresentasikan kondisi dibawah permukaan yang sebenarnya.

Interpreter melakukan Palinspastic Analysis dengan menggunakan metode Trishear, seperti yang dijelaskan pada penjelasan Teori diatas, disimpulkan bahwa metode ini digunakan apabila terdapat sifat dispersi gaya yang tersebar lebih dari 1 arah, dan sifat shearing yang kompleks, sehingga zona Shearing yang terdeformasi akan dipenetrasikan kedalam segitiga Shearing itu sendiri, dalam

Aplikasi aplikasi Move™ 2018, yang dikeluarkan oleh Midland Valley, metode Trishear sangat baik

(46)

45 digunakan untuk membalikkan deformasi yang kompleks sehingga cocok dalam menganalisa sistem Thrust yang Berada di Tiaka ini, namun tetap harus dikontrol oleh sense of geologist yang tinggi.

Analasia Percobaan Terkini

Dari percobaan terdahulu, praktikan melakukan uji coba kembali terhadap metode

palinspastic di Struktur Tiaka, dan melakukan pengkajian ulang terhadap Palinspastic Method 2D

dan melakukan beberapa Skema Percobaan.

Dengan menggunakan basis Interpretasi yang sama, praktikan melakukan beberapa hal untuk mendekatkan interpretasi agar sesuai dengan kondisi Geologi secara Regional, untuk itu praktikan melakukan normalisasi ketebalan lapisan sehingga cenderung homogen, proses ini dilakukan agar memudahkan praktikan untuk melakukan Metode Kink Untuk mempermudah Interpretasi, sehingga

didapatkan ketebalan yang cenderung homogen disetiap lapisan, baik di bagian Hanging wall

maupun di bagian Foot wall.

(47)

46 Gambar 24, kondisi ketebalan yang tidak sebenarnya dari tiap-tiap formasi, hal yang ingin disampaikan dalam gambar ini adalah penampakan ketebalan lapisan yang cenderung homogen diantara tiap-tiap bidang sesar.

Dalam pengerjaannya, interpretasi horizon yang dilakukan agar mempermudah proses palinspastic, setelah melakukan diskusi dari Pembimbing yang berada Di instansi tempat Kerja Praktik Maupun yang berada di Kampus, diperoleh hasil interpretasi yang berupa:

(48)

47 Dari proses pengerjaan ini, hal awal yang ingin praktikan ketahui adalah apakah pengaruh deformasi yang bersifat kompresif ini mempengaruhi horizon diatasnya (e.g Formasi Kintom, D-Layer, dan Seabed). Sehingga dari hipotesa awal tersebut praktikan mencoba proses yang mirip dengan

pengerjaan sebelumnya dimana geometri horizon yang berada diatas Thrust System terbentuk akibat

adanya deformasi, sehingga untuk mengetahui proses yang terjadi sehingga berada pada Initial

State/Undeform State.

(49)

48 Pada skema diatas terlihat bahwa Seabed/Sedimen Kuarter langsung dihilangkan, pertimbangan praktikan melakukan proses tersebut adalah Seabed/Sedimen Kuarter tidak memiliki kontrol apapun terhadap Tektonik yang bekerja dan deformasi belum lagi aktif kembali pada saat pengendapan sedimen Quarter ini. Sehingga praktikan langsung menghilangkannya sebagai cerminan sedimentasi yang stabil pada saat umur Pliestosen-resen.

Gambar 26, Visualisasi pada saat Sea bed dihilangkan.

Gambar 27, normalisasi dari Formasi Kintom dilakukan, dengan asumsi bahwa geometri tinggian yang terbentuk merupakan manifestasi dari deformasi Thrust

(50)

49 Fase ini menunjukkan bahwa formasi Kintom terbentuk sebelum deformasi dimulai, sehingga dalam pengembaliannya, formasi dengan horizon yang berwarna kuning ini di datarkan. Implikasi dari metode ini ialah semua horizon dibawahnya ikut ternormalisasi sesuai dengan proses normalisasi yang ada pada formasi Kintom. Hal ini memberikan spekulasi yang berbeda terhadap bentukan thrust yang sebelumnya kompak kini menjadi iregular dan berliku-liku.

dari proses diatas, diasumsikan kembali bahwa proses deformasi juga memberikan pengaruh terhadap pengendapan dari formasi D-Layer, sehingga ketika di restorasi, horizon yang berwarna

Hijau di Unfolding/Flattening, implikasinya, tatanan basement dan juga Thrust System ikut tertarik

(Stretch). Fase ini kemungkinan terjadi pada umur Miosen Atas-Pliosen Bawah beriringan dengan pembentukan Formasi D-Layer.

Gambar 29, sistem thrust yang horizon diatasnya dihilangkan, pada fase ini praktikan memberikan spekulasi bahwa thrust dengan geometri yang kecil terbentuk paling akhir.

(51)

50

Dalam fase ini, seluruh formasi diatas Thrust System telah di hilangkan (Belum Terbentuk),

sehingga tahapan selanjutnya adalah mengembalikan struktur thrust ke dalam posisi semula (Undeform State), fase ini kemungkinan terbentuk pada umur Miosen Tengah-Miosen Akhir. dikarenakan terdapat 2 morfologi Thrust yang memiliki geometri yang berbeda, praktikan perargumen bahwa thrust dengan Geometri yang lebih besar memiliki umur pembentukan yang lebih

tua, didukung dengan teori dari (Park,1989) yang diajarkan Oleh Pak Benyamin Syapii’e dalam mata

Kuliah Geologi Struktur Lanjut, bahwa Geometri yang lebih Besar memiliki tendensi untuk terbentuk lebih dahulu dibandingkan dengan yang bergeometri kecil, hal ini dikarenakan oleh adanya

akumulasi massa dan gaya yang terjadi selama terus menerus pada saat deformasi terjadi, sehingga

memberikan dampak Strain yaitu Geometri yang lebih besar.

Pada fase ini, Sistem thrust sudah mulai di restorasi, sehingga meninggalkan thrust tua, namun geometri thrus sangat meruncing dikarenakan penarikan berkali-kali akibat sistem Unfolding/Flattening pada proses sebelumnya. Proses thrust secara kritikal terjadi pada Umur Miosen tengah. Bersamaan dengan proses Collision Banggai dengan Sula Spur(Nugraha, 2017).

Gambar 30, fase dimana thrust yang muda di restorasi. sehingga memperlihatkan geometri yang mendalam ke arah basinal area.

(52)

51 Gambar 31, Restorasi yang terjadi ketika proses deformasi belum terjadi, terlihat bahwa Sekuen Karbonat dari Salodik Group( Formasi Tomori & Formasi Minahaki) Terbentuk.

Pada fase ini, deformasi belum terjadi secara sigrifikan , sehingga pengendapan karbonat tumbuh mengikuti topografi dari Basement, memperlihatkan bahwa basement memiliki tendensi untuk

mendalam ke bagian timur(ESE)/ basinal Area. Kemungkinan fase ini terjadi dimulai pada

umurMiosen Awal-Miosen Tengah

Fase ini merepresentasikan bahwa kondisi basement yang flat sebelum diendapkan Horizon Tersier diatasnya, tidak banyak hal yang bisa diambil dari fase ini, dikarenakan fase ini tidak berkorelasi dengan banggai basin dan memiliki keterbatasan data yang cukup besar.

(53)

52 Dari analisis awal diatas, banyak ikhtisar yang diambil terkait bagaimana proses rekonstruksi dapat memberikan informasi yang baik, didukung dengan justifikasi yang akurat terkait daerah penelitian praktikan kali ini.

Beberapa pertimbangan memiliki galat yang cukup tinggi, salah satunya dengan memasukkan justifikasi bahwa geometri dari Formasi Kintom dan D-Layer dipengaruhi oleh Thrust System di Tiaka memberikan dampak dan pengaruh yang cukup besar terhadap geometri thrust itu

sendiri. Perlu dilihat bahwa ketika metoda itu dilakukan, stretching pada Geometri thrust terjadi dan

memberikan dampak yang dominan terhadap interpretasi di awal, menghasilkan kinematika

Thrusting yang tidak Balance. Dugaan sementara dari praktikan ialah ada metode yang kurang tepat

dalam melakukan palinspastic method ini, atau bahkan ketika praktikan melakukan diskusi dengan pembimbing, kami menemukan bahwa ada interpretasi yang kurang tepat dengan data dan kejadian

yang terjadi sehingga menimbulkan interpretasi yang tidak seimbang( Balance) dengan proses yang

terjadi.

Tidak sampai disitu, praktikan melakukan praktik kembali dengan daerah yang sama, namun berada

pada konsep dan proses yang sedikit berbeda. Kali ini praktikan melakukan Palinspastic restoration

dengan memberikan spekulasi bahwa kejadian thrusting hanya sampai mendeformasi horizon Fomasi Minahaki. Sehingga formasi Kintom, D-Layer, dan Seabed/ Sedimen Kuarter terendapkan

sesaat/ setelah proses thrusting terjadi. Konfigurasi dari Palinspastic Restoration meliputi.

Gambar 33, Palinspastic method kembali dilakukan, dalam kasus ini Seabed/Sedimen Kuarter sama-sama dianggap tidak memiliki pengaruh dengan Thrust System di Tiaka.

(54)

53 Gambar 34, Formasi Kintom langsung dihilangkan, sebagai cerminan dari pengendapan yang tidak dipengaruhi oleh Deformasi Thrust dibawahnya .

Dalam kasus ini, Formasi Kintom langsung di hilangkan sebagai cerminan bahwa formasi ini tidak dipengaruhi oleh Thrusting dibawahnya, hal ini mengindikasikan pengendapan Formasi Kintom ini berada lebih muda/berlangsung ketika proses deformasi terjadi. Dapat diperkirakan bahwa umur dari fase ini berada pada Pliosen Awal.

Pada fase ini, D-Layer juga di hilangkan. Maksud dari proses ini ialah deformasi thrust yang terjadi tidak memberikan dampak struktural pada horizon ini, bisa saja proses deformasi terjadi sesaat dengan pembentukan D-Layer ini, sehingga geometri thrust tidak menerus sampai formasi D-Layer

akibat horizon ini baru saja terbentuk (Syn-Thrust). Hal ini dapat dibuktikan dari pengamatan sumur

Gambar 35, layer dihilangkan, juga diasumsikan bahwa proses thrusting pada fase ini sudah berhenti, sehingga D-Layer tidak memberikan dampak yang signifikan terdahap deformasi dibawahnya.

(55)

54 well dan coring yang memperlihatkan jenis endapan dari D-Layer ini yang berupa endapan molasse dan konglomeratan.

Dalam melakukan restorasi Thrust System, praktikan kembali melakukan analisa restorasi dengan melihat geometri yang teramati dibawah permukaan. Terlihat adanya dua thrust yang terbentuk dengan Geometri yang berbeda, ini mengindikasikan adanya jeda waktu yang berbeda dari segi pembentukan, akibat jeda waktu tersebut. Thrust yang terbentuk lebih awal akan memiliki waktu akumulasi gaya yang lebih banyak dibandingkan dengan yang baru terbentuk. Sehingga geometri yang dihasilkan pun akan memperlihatkan keselarasan antara Geometri yang memberar dengan umur pembentukan yang lebih tua.

(56)

55 Dari skema diatas, terlihat bahwa kondisi basement saat ini pun menunjukkan adanya pendalaman

ke area Timur (Deepening in Basinal Area). Bentukan Formasi Minahaki dan Formasi Tomori

terlihat lebih natural dengan undulasi yang berkurang dibandingkan dengan sebelumnya.

pada fase ini, pengendapan dari Formasi Tomori dan Formasi Minahaki Terjadi dan pada fase ini pula. Dalam proses ini, praktikan melakukan pertimbangan bahwa interpretasi yang dilakukan sudah menggunakan Kink Method, dimana normalisasi dari lapisan terjadi , dan banyak lapisan yang diasumsikan memiliki ketebalan yang sama.

Dalam mengerjakan palinspastic ini, praktikan mengambil kesimpulan bahwa, dalam prosesnya

Formasi Kintom , D-Layer, bahkan Seabed memiliki proses pembentukan yang lebih muda dengan proses kolisi sehingga menghasilkan deformasi Thrust system seperti skema diatas. Sehingga proses flattening/Unfolding untuk tiap-tiap formasi di atas Thrust System tidak perlu di normalisasi, dikarenakan geometri yang terlihat merupakan representasi dari geometri pengendapan yang sebenarnya dan tidak terganggu oleh proses deformasi di bawahnya.

(57)

56 Dalam pembahasan normalisasi lapisan menggunakan Kink Method, perlu bagi praktikan untuk

mengetahui apa implikasi dalam melakukan Palinspastic Reconstruction menggunakan interpretasi

kasar berbasis kepada penarikan reflektor.praktikan diberikan gambar penampang seismik di suatu daerah di Tiaka dengan orientasi Arbiterary.

Dari data diatas, praktikan mengambil data horizon tersebut berdasarkan interpretasi dari interpreter. Sehingga menghasilkan visualisasi dibawah permukaan berupa:

Gambar 39, penampang seismik di daerah Tiaka, Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan interpretasi horizon berdasarkan reflektor.

Gambar 40, visualisasi gambar seismik dibawah permukaan menggunakan interpretasi dari penarikan reflektor.

Gambar

Gambar  4,keadaan  dan  pengaruh  dari  Lengan  Timur  Sulawesi  akibat  adanya  tubrukan  antara  2  mikrokontinent
Gambar  10,  model  penampang  ideal  yang  menggambarkan  kondisi  kompresi,  menghasilkan  beberapa  morfologi
Gambar  11, pin line  yang digunakan  sebagai  pembatas  daerah  yang  ingin di  eksekusi,  LPL(Leading  Pin  Line)  adalah  datum pin line dimana tidak memiliki pergerakan/ konstan, sedangkan TPL(Trailing Pin Line) dan WPL(working Pin Line)  merupakam acu
Gambar  34,  Formasi  Kintom  langsung  dihilangkan,  sebagai  cerminan  dari  pengendapan  yang  tidak  dipengaruhi  oleh  Deformasi Thrust dibawahnya

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Selama proses KBM berlangsung, siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan tepat yang meliputi prinsip kerja periskop serta proses pembentukan

Salah satu implikasinya dari proses adopsi metode berfikir Arab Jahiliyah yang pada dasarnya berlangsung secara tak disadari ini, adalah bahwa ketika berhadapan dengan

Tingkat koagulasi terhadap waktu penggumpalan lateks berdasarkan hasil pengamatan tersebut memperlihatkan bahwa proses koagulasi akan berlangsung lebih cepat apabila

Berdasarkan proses tersebut, maka udang galah akan berada dalam lingkungan perairan yang sadah agar proses pembentukan eksoskeletonnya berlangsung lebih cepat

Beberapa contoh proses pembentukan logam untuk pengerjaan dingin dapat dilihat pada gambar berikut: Pada gambar berikut memperlihatkan mulai dari proses pemotongan yang

Dalam proses pembubutan workpiece exhaust camshaft TR Kai pada mesin ILA-0007 nantinya, dilakukan enam buah proses yakni finish turning jurnal, lathing cam angle sensor,

Proses pembentukan etanol dari pati jagung berlangsung dalam tiga tahap yaitu proses hidrolisa pati jagung menjadi dekstrin, proses konversi dekstrin menjadi

Struktur jembatan dimodelkan dengan program bantu Midas / Civil untuk analisa struktur utama serta untuk proses analisa pada saat staging analysis