REKONSTRUKSI
KEBJAKAN PENDIDIKAN BERPERSPEKTIF GENDER DI KABUPATEN BANYUMAS
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah,
& Aris Nurohman 7?
Abstract: The quality of public policy in educational field seen from gender perspective can be divided into three levels: responsive, neutral, and potentially bias to gender issues. Among the policies of education in Banyumas Regency, which is stated in Strategic Planning (Renstra) of 2008-2013 and Renja of 2012, there was only one policy which could be categorized into responsive to gender issues, while others were neutral to gender issues. From this fact, it can be concluded that gender has not been a mainstream in Education Affairs Office (Dinas Pendidikan) of Banyumas Regency. The activities concerning gender issues have been just programmed and only incidentally realized by one section of the office. The success or failure of the integration of gender in educational policy in Banyumas regency is influenced by four factors of its formulation, namely the capacity of human resources, capacity building, the strength of networking, and organization culture.
Keywords: Kualitas kebijakan pendidikan, pengintegrasian gender, proses formulasi dan faktor penyebab.
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu instrumen yang sangat
signifikan untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), sebagaimana disebutkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014. Oleh karenanya pendidikan merupakan prioritas utama pembangunan di hampir semua negara, tak terkecuali Indonesia. Negara-negara maju di dunia seperti Jepang, Korea, Taiwan, dan Hongkong adalah negara-negara yang melakukan investasi besar-besaran untuk* Penulis adalah dosen tetap STAIN Purwokerto.
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
pembangunan SDM melalui pendidikan. Dengan demikian,
kemajuan suatu bangsa meniscayakan keberhasilan pemba-
ngunan di bidang pendidikan sebagai upaya terpenting untuk meningkatkan SDM.!Pendidikan pada tataran ideal, selain sebagai salah satu ins- trumen yang sangat signifikan untuk meningkatkan SDM, juga merupakan upaya yang urgen untuk kesetaraan dan keadilan gender serta optimalisasi pemberdayaan masyarakat, terutama bagi mereka yang termarjinalkan. Namun pada tataran realita
justru seringkali bertolak belakang. Pendidikan ditengarai menjadi
agen dan instrumen yang ikut melanggengkan subordinasi dan diskriminasi serta ketidakadilan gender terutama terhadap pe- rempuan. Hal ini disebabkan oleh belum terintegrasinya gender dalan pendidikan baik dalam kurikulum, manajemen pendidikan, buku ajar maupun kebijakan pendidikan secara umum yang menyebabkan ketidakadilan gender.? Padahal, ketidakadilan gender tersebut sangat bertolak belakang dengan tujuan dan cita-cita pendidikan sehingga mutlak untuk dikritisi dan dilakukan
rekonstruksi agar sesuai dengan tujuan pendidikan.Memang tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pem- bangunan di bidang pendidikan harus dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, harus pula bisa dimanfaatkan untuk mereka baik laki-laki maupun perempuan. Namun kesenjangan gender (gender gap) di bidang pendidikan khususnya di negara-negara ber- kembang termasuk Indonesia masih sangat memprihatinkan.
Berdasarkan banyak penelitian terungkaplah bahwa perempuan seringkali mengalami diskriminasi dan subordinasi di bidang pendidikan karena budaya, tafsiran agama maupun kebijakan publik.* Kesenjangan gender ini mengakibatkan perempuan belum dapat menikmati hasil dan manfaat pendidikan dan belum optimal diberdayakan dibandingkan dengan yang telah dicapai oleh laki-laki, padahal secara kuantitas jumlah perempuan adalah setengah dari penduduk planet bumi.
Untuk memperbaiki situasi dan kondisi perempuan tersebut, maka terjadi pergeseran paradigma di bidang pemberdayaan perempuan. Pada masa Pemerintahan Orde Baru menggunakan paradigma Perempuan dan Pembangunan/Women and Develop-
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
ment (WAD) dan Perempuan dalam Pembangunan/Women in Development (WID). Kemudian pada masa reformasi diperkenalkan
Gender dan Pembangunan/Gender and Development (GAD). Na-mun ternyata pergeseran paradigma pemberdayaan perempuan
itu belum dapat menempatkan gender sebagai arus utama dalam pembangunan. Gender masih menempati posisi marginal dalampembangunan.* Hal ini dapat dilihat dari salah satu indikator
makro kesetaraan dan keadilan gender yaitu Gender Development Index (GDI). Pada tahun 1998, GDI Indonesia berada pada posisike-90 dari 174 negara, tahun 2001 berada pada urutan ke-92 dari
146 negara. Tahun 2002 dan 2003 Indonesia berada pada pe- ringkat 91 dari 146 negara yaitu posisi paling rendah di antara negara-negara Asean, Singapura pada peringkat 28, Malaysia 53, Thailand 61, Philipina 66, dan Vietnam 89.5Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam segala bidang pembangunan tak terkecuali bidang pendidikan meru- pakan komitmen nasional dan internasional, dengan landasan yuridis konstitusional yang kuat dan tidak diragukan. Sebagai bagian dari komitmen global, maka Pemerintah Indonesia sebagai salah satu anggota UNESCO juga ikut meratifikasi, sehingga berkewajiban melaksanakan semua kesepakatan internasional yang terkait dengan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).
Kesepakatan internasional tersebut antara lain adalah Millenium Development Goals (MDG’s) yang dideklarasikan pada tahun 2000.
Goal ketiga MDG’s adalah mempromosikan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan dengan tujuan untuk menghapus segala bentuk disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah menjelang 2015. Komitmen MDG’s merupakan ke-
lanjutan dari berbagai komitmen internasional untuk mendukung
kesetaraan dan keadilan gender, seperti Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Deklarasi Dakar, tentang Kebijakan Pendidikan untuk Semua (Education for All). Sebagai komitmen nasional dan internasional maka gerakan untuk meningkatkan KKG bukan lagi milik nasionalitas tertentu tetapi sudah merupakan komitmen global bahkan komitmen kemanusiaan laki-laki dan perempuan.°Luthfi Hamidi, Durrorun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan nasional termasuk dalam bidang pendidikan. Komitmen itu diwujudkan
antara lain dengan INPRES No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarus- utamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional.’ Secara
khusus PUG di bidang pendidikan mengacu pada arah dan strategi pembangunan pendidikan, seperti yang tercantum dalamUndang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS), Lembaran Negara Republik Indonesia No.4586. Dalam UU SISDIKNAS disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, kultural dan kemajemukan bangsa.°
Meskipun berbagai kebijakan pemerintah telah digulirkan untuk meminimalisir dan menghapus kesenjangan gender, namun
implementasinya di daerah masih sering menemui berbagai
macam kendala, antara lain kebijakan publik pemerintah daerah masih netral gender tetapi bias dalam pelaksanaannya,’ birokrasi pemerintah daerah belum responsif gender. Hal ini dikarenakan belum adanya kesadaran dari pembuat kebijakan dan/pimpinan birokrasi publik akan pentingnya PUG dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat. '"Kapubaten Banyumas telah berakselerasi untuk melaksanakan PUG dalam pembangunan daerah termasuk PUG di bidang pen- didikan yang salah satu tujuannya adalah untuk menghapus disparitas gender. Upaya itu dituangkan dalam dokumen kebi- jakan pendidikan yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Banyumas 2008-2013,!' dan dokumen ter- kait lainnya, seperti Rencana Kerja (RENJA) dan Rencana Stategis (RENSTRA) Dinas Pendidikan, Bapeda dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten
Banyumas.””
Dalam konteks ini sangat penting dan mendesak untuk segera dilakukan penelitian bagaimana isi dan proses formulasi kebijakan pendidikan di Kabupaten Banyumas dalam perspektif gender, berhasil/tidakkah perspektif gender terintegrasi dalam kebijakan- kebijakan itu. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif single
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
program after only di Kabupaten Banyumas terhadap kebijakan
pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, pada tahun tahun 2008 yang tertuang dalam Renstra Dinas PendidikanKabupaten Banyumas Tahun 2008-2012 dan Renja Dinas
Pendidikan Kabupaten Banyumas Tahun 2012. Dinas Pendidikan merupakan SKPD yang berkompeten terhadap pendidikan di Kabupaten. Sumber data mencakup data primer dan data se- kunder. Data Primer diperoleh dari Fokus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam dan observasi berpartisipasi. FGD dilaku-kan terhadap para pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan
Kabupaten Banyumas yang terlibat dalam penyusunan Renstra 2008-2013 dan Renja 2012 pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas. Wawancara mendalam dilakaksanakan terhadap peserta FGD, Pusat Studi Gender dan Anak/ Wanita (PSGA/W) pada perguruan tinggi di Purwokerto serta pejabat PPPA Baper- maspkb Kabupaten Banyumas tahun 2012. Bapermaspkb meru- pakan SKPD yang berkonsentrasi menyusun dan melaksanakan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Banyumas di bidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga berencana serta keluarga bahagia.B. PARADIGMA KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Menurut Mansour Fakih, munculnya ketidakadilan sosial (termasuk di dalamnya ketidakadilan gender) sangat terkait dengan ideologi pembangunan (developmentalism). Teori-teori pembangunan yang ada, di mata negara merupakan ideologi dasar untuk melegitimasi tindakan-tindakan negara terhadap aspek-aspek kehidupan di wilayahnya. Selain negara, elemen- elemen masyarakat (akademisi, seniman dan masyarakat umum) juga tanpa sadar meyakini dan cenderung mengapresiasi ideologi
tersebut. Walhasil, developmentalisme berhasil merasuk menjadi
“ideologi bersama” yang diyakini mampu menjadi gagasan solutif atas masalah-masalah sosial maupun kultural.!° Padahal, ideologi pembangunan seperti itu cenderung otoriter dan eksploitatif di bidang ekonomi, represif di sektor politik dan dominatif pada ranah kultural."
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurchman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
Struktur yang timpang dan bias ini direproduksi secara terus- menerus, bahkan, berlangsung melalui proses di luar perempuan dan laki-laki. Dengan demikian, para anggota masyarakat terikat
oleh suatu struktur yang secara hegemonik bias gender. Proses
pembentukan hegemoni demikian ini berlangsung melalui proses interaksi, negosiasi, dan pengambilan keputusan/kebijakan, yang pada akhirnya menempatkan posisi perempuan dalam struktur hubungan yang timpang.” Hasil analisis produk kebijakan dan program nasional di lima bidang yaitu pendidikan, ketenaga- kerjaan, hukum, pertanian, koperasi, dan usaha kecil menengah — dalam Repelita VI menunjukkan bahwa kelima produk kebijakan dan program pembangunan tersebut secara eksplisit dianggap tidak responsif gender."* Karena itu, berbagai produk kebijakan, program, kegiatan dan wacana yang berkembang di seputar ma- salah pendidikan, diwarnai oleh struktur hegemoni laki-laki atas perempuan.Gerakan untuk memperjuangkan perempuan agar setara laki- laki dimulai dengan dikumandangkannya emansipasi pada tahun 1950 -1960. Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesetaraan perempuan dan laki-laki diper- kuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB pada tahun 1975, yang memprioritaskan pembangunan bagi kaum perempuan. Untuk itu, dilakukan pendekatan pembangunan untuk pemberdayaan perempuan. Pertama Women in Develop- ment (WID) yang bermaksud menjadikan perempuan menjadi objek dalam pembangunan. Kedua Women and Development (WAD), yang bermaksud agar perempuan dan pembangunan selaras atau perempuan ikut serta membangun. Kedua pende- katan tersebut tidak berhasil memperdayakan perempuan sehingga pada tahun 1992 dan 1993 dipergunakan pendekatan ketiga yaitu Gender and Development (GAD), yang menekankan prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perem- puan dan laki-laki, GAD dimatangkan dengan menggunakan strategi Gender Mainstreaming (GMs) atau pengarusutamaan gender (PUG) yang menjadikan gender sebagai arus utama dalam setiap tahap pembangunan yaitu perumusan kebijakan, peren-
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
canaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa peningkatan status perempuan tidak lagi memadai jika hanya melibatkan perempuan dalam pembangu- nan sebagaimana dalam WID dan WAD, karena keterlibatan perempuan tidak serta-merta bisa meningkatkan statusnya.
Memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender harus menyen-
tuh akar permasalahan, yaitu hambatan budaya dan struktur.!”Berkaitan upaya peningkatan situasi dan kondisi perempuan
maka paradigma pembangunan GAD perlu dimatangkan dengan
Pengarusutamaan Gender (PUG). PUG adalah strategi yang dila- kukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia, melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengala- man, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki- laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, danevaluasi dari seluruh kebijakan dan program di pelbagai bidang
kehidupan dan pembangunan."* PUG harus terintegrasi pada ranah kebijakan publik. Hal ini dikarenakan kebijakan responsif gender pada hakikatnya merupakan manifestasi dari salah satu prinsip good governance yaitu equality yang menjamin semua warga negara laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan danmeningkatkan kesejahteraan.
1. PUG dalam Kebijakan Pendidikan
Pengertian pengarusutamaan gender (PUG) disebutkan dalam
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarus- utamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, yaitu suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender (KKG), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pe- mantauan, dan evaluasi atas seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan sektor pembangunan. Inpres PUG tersebut menginstruksikan agar setiap institusi pemerintah melaksanakan pengarusutamaan gender (PUG), dengan cara mengintegrasikan dimensi kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh kegiatan pembangunan mulai dari perencanaan, pelak-Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
sanaan, monitoring, dan evaluasi serta pelaporan pembangunan.”
Kesetaraan gender (gender equality) merupakan konsep yang
menyatakan bahwa semua manusia baik laki-laki maupun
perempuan bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, perangender yang kaku dan prasangka-prasangka. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak,
tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan.Adapun keadilan gender (gender equity) adalah keadilan dalam memperlakukan perempuan dan laki-laki sesuai kebutuhan
mereka. Hal ini mencakup perlakuan yang setara atau perlakuan
yang berbeda tetapi diperhitungkan ekuivalen dalam hak, kewa- jiban, kepentingan, dan kesempatannya.”Secara spesifik, PUG bidang pendidikan diatur dalam Per- aturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor. 8 Tahun 2008.
Permendiknas PUG itu sebagai pedoman pelaksanaan PUG di bidang pendidikan. Dalam Permendiknas PUG ini disebutkan
bahwa pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan yang se-
lanjutnya disebut PUG Pendidikan adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunanbidang pendidikan.*
Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan ditetapkannya Permendiknas PUG tersebut: pertama, untuk mewujudkan kese-
taraan dan keadilan gender dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pem- bangunan Nasional. Kedua, menetapkan bahwa kegiatan Peng- arusutamaan Gender Bidang Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembangunan pendidikan yang dilakukan oleh semua unit kerja yang ada di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional. Ketiga, untuk memperlancar, mendorong, mengefektifkan dan mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan secara
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
terpadu dan terkoordinasi. Permendiknas PUG tersebut meng- instruksikan kepada setiap satuan unit kerja bidang pendidikan agar menjadikan gender sebagai arus utama dan bagi satuan unit kerja pendidikan yang terbukti tidak melaksanakan sesuai aturan maka diberi sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.”
Untuk melaksanakan PUG Bidang Pendidikan, pemerintah
telah menetapkan berbagai peraturan sebagai landasan hukum-
nya. Dasar hukum PUG bidang pendidikan tersebut adalah:a. Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women). ?
b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional -UU Sisdiknas- (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Stan- dar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496).
d. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedu- dukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indo-
nesia Nomor 94 tahun 2006.e. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarus- utamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional.
f. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/P Tahun 2007.
g. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor. 8 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan.
Pada tingkat kabupaten/kota, pelaksanaan PUG bidang pen- didikan diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasi- onal Nomor. 8 Tahun 2008 sebagai berikut:
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
Pelaksanaan di Kabupaten/ Kota:
1.
5) 6) 7) 8)
Bupati/ Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
program Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di
kabupaten/ kota.Tanggung jawab Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud
pada point (1) dibantu oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota.Bupati/Walikota menetapkan Dinas Pendidikan sebagai koordinator penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender
Bidang Pendidikan di kabupaten/ kota.
Dalam upaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender di dinas pendidikan kabupaten/kota dibentuk Pokja
PUG Bidang Pendidikan Kabupaten/ Kota.
Anggota Pokja PUG adalah seluruh kepala unit terkait di
dinas pendidikan dan unit terkait lainnya.Bupati/Walikota menetapkan Kepala Dinas Pendidikan sebagai Ketua Pokja PUG Pendidikan di kabupaten/ kota.
Pembentukan Pokja PUG Bidang Pendidikan Kabupaten/
Kota ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota.
Pokja PUG Bidang Pendidikan di kabupaten/kota mem-
punyai tugas:
a. mempromosikan dan memfasilitasi PUG kepada masing-masing unit terkait;
b. melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada kantor dinas kecamatan, kepala desa, lurah;
¢. menyusun program kerja setiap tahun;
d. mendorong terwujudnya anggaran yang berperspektif
gender;
e. menyusun rencana kerja POKJA PUG Bidang Pendidi- kan setiap tahun;
f. bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota;
g. merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Bupati/Walikota;
h. memfasilitasi unit kerja yang membidangi pendataan Pendidikan untuk menyusun Profil Gender Bidang Pendidikan kabupaten atau kota;
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan
Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
i. melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di unit
terkait;j. menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran pendidikan daerah;
k. menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) PUG Bidang Pendidikan di kabupaten/kota yang memuat:
- PUG dalam peraturan perundang-undangan bidang pendidikan;
- PUG dalam pembangunan bidang pendidikan;
- penguatan kelembagaan PUG Bidang Pendidikan; dan - penguatan peran serta masyarakat bidang pendidikan.
I. mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Penggerak Kegiatan PUG di masing-masing unit kerja.*
2. Indikator Kebijakan Pendidikan Perspektif Gender
Kebijakan pendidikan termasuk kebijakan publik. Kebijakan publik adalah arah dan tindakan yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor yang berwenang untuk mengatasi masalah publik. Kebijakan publik dikatakan responsif gender jika memenuhi kriteria tertentu. Kriteria itu menurut Ismi adalah menetapkan tujuan atau sasaran untuk memperkecil kesenjangan gender.** Adapun dari sisi proses, kebijakan pendidikan yang responsif gender mesti dirumuskan secara dinamis, demokratis, melibatkan berbagai pihak yang konsen terhadap pemberdayaan perempuan dan memperjuangkan KKG. Dalam konteks isi, kebijakan dalam perspektif gender dibagi menjadi tiga. Pertama, responsif gender yaitu ditujukan untuk meminimalisir ketim- pangan gender. Kedua, bias gender yaitu merugikan salah satu gender yang termarginalkan. Ketiga, netral gender yaitu tidak memperhatikan permasalahan gender tetapi biasanya menye-babkan bias gender.”
Komponen kunci keberhasilan integrasi kebijakan pendidikan
berperspektif gender sangat dipengaruhi oleh empat hal. Pertama,
kapasitas SDM mesti memiliki kemampuan, skill serta otoritas yang memadai untuk memperjuangkan KKG. Kedua, capacity building, harus memiliki strategi yang efisien dan efektif. Capacity building ini meliputi dimensi pengembangan SDM, penguatan organisasi,Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
reformasi kelembagaan, modal, teknologi, serta mandat atau
struktur legal.** Ketiga, budaya organisasi harus mampu mengem-
bangkan budaya organisasi yang responsif gender. Dalam orga- nisasi itu dikembangkan keyakinan serta nilai-nilai KKG yang dipraktikkan menjadi aturan operasional.” Keempat, jejaring dan kemitraan, dikembangkan untuk membangun aliansi antarpeme- rintah dan stakeholders yang berfokus pada upaya mewujudkan KKG dalam kebijakan pendidikan.”C.SITUASI PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANYUMAS
Data-data kualitatif maupun kuantitatif yang disajikan dalam Renstra Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Tahun 2008- 2013 dan Renjanya Tahun 2012 belum terpilah secara gender.
Data-data tersebut misalnya data mengenai jumlah pegawai
berikut jabatan atau tugas masing-masing, kondisi umum daerah yang mencakup tingkat pendidikan penduduk, data buta aksara,data siswa dan guru dari PAUD, Dikdas sampai pendidikan
menengah.” Begitu pula tujuan dan sasaran kebijakan pendidikanyang terdapat dalam Renstra Kabupaten Banyumas Tahun 2008-
2013 sebagaimana tabel-tabel di atas tidak disertai data pilah sehingga tujuan dan sasaran kebijakan pendidikan tersebut semuanya netral gender.Situasi Pendidikan di Kabupaten Banyumas sebagaiman yang tersaji dalam Renstra Dinas pendidikan Kabupaten Banyumas Tahun 2008-2013 adalah situasi pendidikan yang terjadi antara tahun 2007-2008 karena Renstra tersebut ditandatangani pada Bulan Mei 2008 oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyu- mas Haris Nurtiono. Di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas pada tahun 2007-2008 gender belum masuk kepada ranah ke- bijakan, karena Seksi Dikmen yang mempunyai program PUG baru melaksanakan PUG itu mulai tahun 2011.” Hal ini menye- babkan gender belum bisa menjadi arus utama dalam kebijakan pendidikan di Kabupaten Banyumas. Dalam Renstra Dinas Pen- didikan Kabupaten Banyumas Tahun 2008-2013 tidak ada kegiatan yang terkait dengan KKG. Padahal data terpilah secara
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
gender merupakan landasan untuk mengetahui permasalahan
gender yang selanjutnya sebagai pijakan untuk melakukan upaya
memperkecil permasalahan tersebut.D. KUALITAS ISI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANYUMAS
Kebijakan publik di bidang pendidikan sebagai arah dan tindakan yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas yang berwenang untuk membuat kebijakan di bidang pendidikan seharusnya menjadikan gender sebagai arus utama.
Hal ini dikarenakan PUG sudah menjadi komitmen nasional bahkan komitmen global sebagai bagian tak terpisahkan dengan semua kebijakan publik. Selain itu PUG merupakan pemantapan dari paradigma pembangunan GAD yang menggantikan dua paradigma pembangunan yaitu WID dan WAD yang terbukti tidak bisa memberdayakan perempuan sehingga pembangunan tidak berhasil mengakomodir kepentingan pihak laki-laki dan
perempuan serta tidak berhasil menciptakan KKG. Akibatnya,
pembangunan dalam prosesnya maupun hasilnya tidak optimal.Kebijakan publik termasuk kebijakan publik di bidang pen- didikan dalam perspektif gender dibagi menjadi tiga. Pertama,
responsif gender yaitu kebijakan yang ditujukan untuk memini-
malisir ketimpangan gender. Kedua, bias gender yaitu kebijakan yang merugikan salah satu gender. Ketiga, netral gender yaitu kebijakan yang tidak memperhatikan permasalahan gender tetapi biasanya menyebabkan bias gender. Kebijakan pendidikan di Kabupaten Banyumas yang menjadi telaah penelitian ini adalah tujuan dan sasaran pendidikan yang diformulasikan di dalam Renstra tahun 2008-2013 dan Renja Dikmas tahun 2012 Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas. Tujuan dan sasaran pendidi- kan yang terdapat dalam Renstra dan Renja tersebut dikategorikan menjadi tiga yaitu potensial bias gender (P), netral gender (N) dan responsif gender (R). Kualitas setiap teks kebijakan dianalisis dengan parameter sebagai berikut: untuk tujuan kebijakan para- meternya adalah ditujukan untuk memperkecil kesenjangan gender/tidak, sedangkan untuk sasaran kebijakan parameternyaLuthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
adalah menetapkan secara tegas sasaran untuk memperkecil kesenjangan gender/ tidak. Analisis kualitas ini bisa dilihat dalam uraian berikut ini.
Dari analisis terhadap seluruh kualitas kebijakan pendidikan di Kabupaten Banyumas yang berjumlah 26 dapat diketahui 25
di antaranya netral gender. Hanya ada satu formulasi rumusan-
nya yang responsif gender yaitu sasaran kebijakan Renja 2012.Menarik untuk dicermati bahwa walaupun seluruh rumusan tu- juan pendidikan dan sasarannya yang terdapat dalam Renstra
dan tujuan kebijakan yang ada pada Renja netral gender tetapi satu di antara lima sasaran kebijakan pendidikan di Renja yang
keempat responsif gender yaitu meningkatkan kesetaraan dalammemperoleh layanan pendidikan. Bahkan Seksi Dikmas Dinas
Pendidikan Kabupaten Banyumas kurun waktu 2012-2013 telah tiga kali melaksanakan kegiatan yang mengusung KKG. Kegiatandimaksud adalah Workshop KKG untuk guru SD, SLTP dan SLTA
pada tahun 2011, Workshop Vokal Point PUG Kabupaten Banyumas pada tanggal 19-20 November 2012 dan Fasilitasi Pengembangan Model Pendidikan keluarga Berbasis Gender padatanggal 26-27 April 2013. Workshop Fokal Point PUG itu telah
diprogramkan pada Renja 2012 pada Program Pendidikan Non Formal. Hal ini dapat dilihat pada Renja Tahun 2012 lampiran Rencana Program. Dalam lampiran tersebut dijelaskan bahwa kegiatan Program PUG yang diselenggarakan oleh PNF itu mempunyai target terlaksananya sosialisasi pelatihan fokal point dan terlaksanya rintisan sekolah berperspektif gender terhadap 200 orang. Pelaksana di lapangan program PUG yang dananya berasal dari APBD provinsi Rp. 50.000.000 tersebut adalah seksi Dikmas.Dengan demikian, jika dilihat dari perspektif gender terjadi
perbaikan kualitas kebijakan pendidikan di Kabupaten Banyumas.Dalam Renstra tahun 2008-2013 gender tidak disebutkan sama sekali, kemudian dalam sasaran Renja 2012 sudah ada satu rumusannya yang responsif gender dan kegiatan gender dapat dilaksanakan tiga kali oleh Dikmas dalam kurun waktu 2011- 2013. Namun demikian gender belum menjadi arus utama pada
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, karena kegiatan yang mengusung isu gender baru diprogramkan dan dilaksanakan secara insidental oleh satu seksi yaitu seksi Dikmas. Adapun 11
seksi lainnya serta enam sub bidang belum memprogramkan dan melaksanakannya. Bahkan kegiatan PUG yang dilaksanakan
tahun 2012 itu dananya sangat sedikit jika dibandingkan dengan total Pagu Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas pada tahun2012 yaitu Rp. 113.821.200.000.
Belum berhasilnya gender mainstreaming di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, gender belum dipahami secara benar dan belum dianggap sebagai isu penting dalam kebijakan pembangunan bidang pendidikan.
Kedua, Kurangnya komitmen dan dukungan finansial dari policy maker untuk mengimplementasikan PUG. Ketiga, program tidak diintegrasikan pada semua seksi dan bidang, tetapi hanya di- masukkan secara parsial pada satu seksi saja yaitu seksi Dikmas.
E.PROSES FORMULASI KEBIJAKAN PENDI- DIKAN DI KABUPATEN BANYUMAS
Kualitas isi kebijakan pendidikan di Kabupaten Banyumas
dalam perspektif gender sangat terkait dengan proses formulasi kebijakannya. Adanya perbedaan preferensi antara perumus Renstra Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Tahun 2008- 2013 dengan Renjanya Tahun 2012 tentang pengetahuan mereka terhadap gender berimplikasi kepada kualitas isi kebijakan yangdirumuskannya. Integrasi gender berhasil atau tidak masuk dalam
kebijakan pembangunan sangat tergantung pada para aktor yang menyusunnya. Jika mereka paham terhadap permasalahan gender dan memiliki sensitivitas gender serta berperspektif gender maka mereka akan mengintegasikan gender ke dalam kebijakan publik yang disusunnya. Tetapi jika mereka tidak paham gender biasanya tidak memiliki komitmen untuk mengintegrasikan gender ke dalam kebijakan publik yang sedang dibuatnya atau mereka akan menyinggung gender tetapi dalam konteks yang tidak tepat.Para perumus Renstra tampaknya belum memahami gender.
Salah satu perumusnya yang masih menjadi pegawai Dinas
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
Pendidikan Kabupaten Banyumas mengakui bahwa dalam proses
perumusan Renstra tidak pernah menyinggung tentang gender dan tidak memasukkan gender ke dalam Renstra yang dirumus- kannya. Perumus Renstra yang kini menjadi staf Bigram itu menganggap bahwa gender adalah kegiatan, sedangkan Renstraadalah rangkuman kebijakan. Oleh karenanya gender tidak perlu
masuk dalam Renstra. Jika mau melaksanakan kegiatan terkait gender cukup di masing-masing unit kerja yang mengusulkan, misalnya sekolah.Sementara para perumus Renja hanya Seksi Dikmas yang cukup mengenal gender dengan baik. Mereka memang sudah
diutus untuk mengikuti workshop gender dan diberi otoritas
melaksanakan PUG. Adapun selain Seksi Dikmas belum mema- hami gender. Mereka memang belum pernah mengikuti workshop gender dan tidak diberi otoritas melaksanakan PUG seperti Seksi Dikmas, kendati sebagian di antara mereka mengetahui bahwa gender harus include pada setiap program dan kegiatan. Oleh karenanya hanya Seksi Dikmas yang mempunyai komitmen memasukkan gender ke dalam dokumen pendidikan Renja tahun 2012 walaupun hanya satu item yaitu PUG yang dananya berasal dari APBD Provinsi. Mereka juga dapat melaksanakan tiga kegiatan gender dalam kurun waktu 2011-2013. Kendati demikian mereka belum berhasil menjadikan gender menjadi arus utama dalam kebijakan pendidikan dengan paradigma PUG. Hal ini karena Kasi Dikmas bukan policy maker yang mempunyai otoritasuntuk memaksakan atau mempengaruhi seksi dan bidang lainnya.
Hal ini berbeda dengan Bigram yang dalam struktur merupakan sub bidang sekretariat. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa para aktor perumus kebijakan pendidikan mempunyai perbedaan pemahaman dan pengalaman serta kepentingan yang menyebab- kan perbedaan perumusan kebijakan dan pelaksanaan program.
Proses perumusan kebijakan pendidikan berperspektif gender juga dipengaruhi oleh jaringan yang dibangun oleh pembuat kebijakan dengan pihak lain yang konsen terhadap gender. Proses perumusan Renstra dan Renja (selain Renja Dikmas) tidak me- libatkan para pihak yang konsen terhadap gender, baik kalangan pemerintahan yaitu PPPA Bapermaspkb maupun PSGA/W
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
perguruan tinggi. Para perumus kebijakan pendidikan itu juga tidak menjalin jaringan dengan pihak dan institusi yang konsen terhadap gender. Sementara itu, perumus Renja Dikmas sudah menjalin jaringan personal dan institusi yang konsen terhadap
gender seperti PSGA/W perguruan tinggi dan pihak lain ketika
mereka mengikuti workshop di Semarang. Jaringan gender ini bisa mempengaruhi persepsi dan komitmen Dikmas terhadap gender. Oleh karenanya walaupun proses perumusan Renja Seksi Dikmas tidak melibatkan secara langsung jaringan gender yang sudah ada namun gender bisa masuk dalam renjanya dan dapat melaksanakan kegiatan PUG. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kekeliruan pemahaman terhadap gender berakibat pada kesalahan mengaplikasikan gender ke dalam kebijakan. PUG bisa masuk dalam kebijakan menggantikan paradigma WID dan WAD juga ketika para aktor perumus kebijakan sudah memahami gender dengan tepat.F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERHASIL ATAU TIDAKNYA GENDER MASUK DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANYUMAS
Memasukkan gender dalam kebijakan pendidikan bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini dikarenakan gender berhubungan dengan beraneka macam keyakinan, kepentingan dan nilai yang dianut oleh individu atau institusi para perumus kebijakan pendidikan. Kebijakan pendidikan di Kabupaten Banyumas dipengaruhi oleh empat faktor yang mempunyai kontribusi kuat terhadap terintegrasinya gender dalam kebijakan pendidikan.
Berikut adalah keempat faktor tersebut.
1. Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Kapasitas SDM yang terlibat dalam formulasi kebijakan pendidikan. Mereka terus-menerus berinteraksi dengan berbagai faktor seperti lingkungan sosial, budaya, agama, dan politik.
Faktor-faktor tersebut bisa membentuk keyakinan terhadap gender. SDM yang memahami gender dengan tepat dan memiliki
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
sensitivitas gender secara baik berkomitmen dan mempunyai kontribusi yang positif untuk mengintegrasikan gender dalam kebijakan pendidikan, demikian pula sebaliknya. SDM yang terlibat dalam penyusunan Renja Dikmas Dinas Pendidikan
Kabupaten Banyumas memahami gender sehingga dokumen
renjanya memuat isu gender dan melaksanakan kegiatan terkait dengan gender. Sebaliknya, para penyusun Renstra dan Renja (selain Renja Dikmas) belum memahami gender dengan tepat danmemiliki sensitivitas gender sehingga tidak ada komitmen untuk mengintegrasikan gender ke dalam kebijakan pendidikan yang
dibuatnya.2. Capacity Building
Untuk mengintegrasikan gender ke dalam kebijakan pendidi- kan tidak cukup hanya dengan pemahaman gender yang tepat dan sensitivitas gender yang baik dari para penyusun kebijakan, tetapi dukungan dan mandat serta advokasi dari atasan mutlak diperlukan. Jika ada dukungan, mandat dan advokasi dari atasan maka pengintegrasian gender ke dalam kebijakan pendidikan semakin mudah untuk dilaksanakan, demikian pula sebaliknya.
Gender bisa masuk dalam Renja Dikmas karena memang, Dik-
maslah yang diberi wewenang oleh Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program gender. Selain itu gender merupakan program provinsi dengan dukungan anggaran (Rp. 50.000.000) dan advokasi (workshop gender untuk pegawai Dikmas) untukpelaksanaan program gender tersebut. Semakin kuat dukungan,
advokasi, dan mandat dari atasan, semakin mudah penginte- grasian gender dalam kebijakan pendidikan. Sebaliknya, jika tidak
ada dukungan, advokasi dan mandat dari atasan maka semakin
sulit mengintegrasikan gender dalam kebijakan pendidikan.3. Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang mengedepankan visi dan misi yang mendukung KKG mempengaruhi anggota organisasi. Dengan visi misi yang mendukung KKG maka akan terbangun budaya orga- nisasi atas dasar hubungan gender yang egaliter. Terbangunnya hubungan gender yang egaliter dapat digunakan sebagai pedoman
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
bersikap, bertindak, dan berperilaku antaranggota organisasi dalam mengintegrasikan gender ke dalam kebijakan pendidikan yang dibuatnya. Visi misi Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas
belum mencerminkan KKG sehingga kebijakan pendidikan yang dirumuskannya juga belum mengintegrasikan gender. Sekuat
apapun landasan hukum PUG jika budaya organisasi phallocentrisdan tidak egaliter maka pengintegrasian gender sulit dilaksanakan.
4. Kekuatan Jaringan
Pembentukan dan penguatan jaringan dan kemitraan antara organisasi perumus kebijakan dengan organisasi yang konsen
terhadap gender akan menambah pemahaman dan sensitivitas
gender di antara mereka. Hal ini dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap perumus kebijakan pendidikan dalam mengintegrasikan gender pada kebijakan yang diformulasikannya.Para perumus Renja Dikmas Dindik Kabupaten Banyumas sudah
dapat membangun jaringan dan kemitraan dengan personal dan
institusi yang konsen terhadap gender seperti PSGA/W Pergu- ruan tinggi sehingga gender bisa diprogramkan dalam Renja dan dapat melaksanakan kegiatan gender. Adapun seksi lainnya tidak membangun jaringan tersebut sehingga gender tidak dimasukkandalam kebijakan pendidikan yang diformulasikannya.
G. KESIMPULAN
Kualitas kebijakan publik termasuk kebijakan publik di bidang pendidikan dalam perspektif gender dibagi menjadi tiga, yaitu responsif gender, netral gender, dan potensial bias gender. Kebi- jakan pendidikan di Kabupaten Banyumas yaitu tujuan dan sasaran pendidikan yang diformulasikan di dalam Renstra tahun 2008-2013 dan Renja Dikmas tahun 2012 Dinas Pendidikan Kabu- paten Banyumas hanya satu yang responsif gender yaitu sasaran kebijakan dalam Renja sedangkan lainnya netral gender. Dengan demikian, gender belum menjadi arus utama pada Dinas Pendi- dikan Kabupaten Banyumas, karena kegiatan yang mengusung isu gender baru diprogramkan dan dilaksanakan secara insidental oleh satu seksi yaitu seksi Dikmas. Adapun seksi lainnya belum
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
memprogramkan dan melaksanakannya. Berhasil atau gagalnya gender terintegrasi dalam kebijakan pendidikan di Kabupaten
Banyumas disebabkan oleh empat faktor dalam proses formulasi-
nya, yaitu kapasitas SDM, capacity building, kekuatan jaringan, dan budaya organisasi.ENDNOTES
' Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana (BAPERMAS PKB) Kabupaten Banyumas dan Pusat Penelitian Gender, Anak dan Pelayanan Masyarakat LPPM UNSOED, Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA) Kabupaten Banyumas Tahun 2010 (Banyumas: Pemerintah Kabupaten Banyumas Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana:
2010), him. 19.
* Amelia Fauzia dkk, Realita dan Cita Kesetaraan Gender di UIN Jakarta (Jakarata: McGill [AIN-Indonesia Social Equity Project, 2004), hlm. 11.
> Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, cet. 4 (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 12.
* Muhajir Darwin dan Kusumasari, Sensitive Gender Pada Birokrasi Publik (Yogyakarta: CPPS Gadjah Mada University, 2002), him. 1.
° Bappenas, Human Development Report (Jakarta: Bappenas, UNDP dan BPS, 2004).
® Moeljarto Tjokrowinoto, Pembangunan: Dilema dan Tantangan (Yogya- karta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 64.
7 Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia, melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di pelbagai bidang kehidupan dan pembangunan, Lihat Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, Kebijakan Publik Pro Keadilan Gender (Surakarta: UNS Press, 2009), hlm. 17.
* http:planipolis.iiep.unesco.org/upload/indonesia/_ education strategic plan_2010-2014 Diakses Rabu 15 Pebruari 2012 Pk. 14.00 WIB.
° Riant Nugroho, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003), hlm. 19.
'® Darwin dan Kusumasari, Sensitive Gender, hlm. 11.
"| Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan, LPPM UNSOED, Sistem Informasi Gender dan Anak Tahun 2010, him. 1.
"2 [bid. ; Wawancara dengan Ani Staf Bagian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bapermas PKB Kabupaten Banyumas kepada peneliti pada hari Selasa 05-03-2013 Pk. 11.00-12.00 WIB di Kantor Bapermaspkb.
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
3 Tbid., him. 66.
' Tbid.
'S Faqgih Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 19.
'® Rosalin dan kawan-kawan, 2001; dan Suryadi dan Pratitis, 2001.
"http://www.dephut.go.id/files/LAPORAN%20TAHUNAN%
20KEGIATAN%20PENGA USUTAMAA
N%20GENDER%20TAHUN%202005.pdf diakses Selasa 3-7-2012 Pk. 09.00 WIB.
'* http://www.depkes.go.id).dengan upaya menghasilkan kebijakan yang responsif gender
" http://www.ranking-ptai.info/regulasi/permendiknas_84_08.pdf Instruksi Presiden (Inpres) No.9 Tahun 2000 Tentang PUG Dalam Pembangunan Nasional, diakses Sabtu 21-7-2012 Pk. 13.00 WIB.
Lihat [smi Dwi Astuti Nurhaeni, Reformasi kebijakan Pendidikan Menuju Kesetaraan Dan Keadilan Gender(Surakarta: UNS Press, 2008), hlm. 25-26.
7! http://www.ranking-ptai.info/regulasi/permendiknas_84 08.pdfPeraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 8 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksana PUG bidang Pendidikan, diakses Sabtu 2 1-7-2012 Pk. 13.00.
» Ibid.
3 Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1984 Bab III Pasal 10, butir 3 Menyebutkan “Penghapusan tiap konsep yang stereotip mengenai peranan laki- laki dan perempuan di segala tingkat dan dalam segala bentuk pendidikan dengan menganjurkan ko-edukasi dan lain-lain jenis pendidikan yang akan membantu untuk mencapai tujuan ini, khususnya dengan merevisi buku wajib dan program- program sekolah serta penyesuaikan metode mengajar...”
*4UU Sisdiknas Bab II Pasal 3 mengisyaratkan bahwa dalam pendidikan peserta didik (tanpa dibedakan) dituntut secara aktif untuk mengembangkan potensi dirinya. Bab IV Pasal 5 menegaskan perlakuan yang sama antara laki- laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
> http:/vww.ranking-ptai.info/regulasi/permendiknas_84 08.pdf Diakses Kamis, 23-05-2013, Pk. 11.04 WIB.
6 Ismi, Kebijakan Publik, him. 112.
*’ Ismi, Kebijakan Publik, hlm 16-18
*8 Yeremias Keban, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teor! dan Isu (Yogyakarta: Gava Media, 2004), hlm. 182.
** Ismi, Reformasi Kebijakan, hlm. 121.
* Tbid., hlm. 124.
>| Rencana Stategis (Renstra) Dinas Pendidikan Kabupaten Bnyumas Tahun 2008-2013 (Banyumas: Pemerintah Kabupaten Banyumas Dinas Pendidikan, 2008), hlm. 9-11, 16-20. Rencana Kerja (Renja) Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Tahun 2012 (Banyumas: Pemerintah Kabupaten Banyumas Dinas Pendidikan, 2012).
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
32 Wawancara peneliti (Aris) dengan informan (Sunarno Kepala Seksi Dikmas Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Tahun 2012 di Dinas Pendidikan Kabupaten Bnyumas pada hari Senin 19-08-2013 Pukul 09.00-12.00 Wib.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Mugsit, dkk. Tubuh, Seksualitas dan Kedaulatan Perempuan. Yogyakarta:
LKiS.
Abdullah, Abdul Ghani. 1994. Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum di Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
Abdullah, Irwan, dkk. 1997. Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdurrahman. 1992. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.
Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2000. “Gender dan Pemaknaannya: Sebuah Ulasan
Singkat”, Makalah disampaikan dalam Workshop “Sensitivitas Gender Dalam Managemen”, PSW IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 28 September 2000.
Al-Quran dan Terjemahnya. 1992. Jakarta: Departemen Agama RI.
Berk, Laura. 1989. Child Development. Massachusetts: Allyn and Bacon.
Budiman, Arif. 1981. Pembagian Kerja Secara Seksual; Sebuah Pembahasan secara Sosiologis tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta:
Gramedia,
Dadan, Muttaqien. 1999. Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta: UII Press.
De Vries, Dede Wiliam dan Sutarti. 2006. “Adil Gender; Mengungkap Realitas Perempuan Jambi”, dalam Governance Brief, nomor 29b edisi Januari 2006.
Engineer, Asghar Ali. 1992. The Right of Women in Islam. New York: St Martin’s Press.
Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Handayani, Trisakti, dan Sugiarti. 2008. Konsep Dan Teknik Penelitian Gender, Malang: UMM Press.
Hendartini, Atas dan Wilujeng, Heni. 2005. Dampak Pembakuan Peran Gender Terhadap Perempuan kelas Bawah di Jakarta. Jakarta: LBH Apik.
http://ern,pendis.depag.go.id/ dokpdf/jurnal/9%205 http://history2001. multiply.com/journal/item/44 http://www.duniaesai.com/gender/gender2.html.
www.depkumham.go.id.id/NR/rdonlyres/.../teori dan konsep gender.
http;//ejournal.unud.ac.id/abstrak/mjlhsrikandiria.pdf.
Humm, Maggie. 2002. Ensiklopedia Feminismeterj Mundi Rahayu. Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru.
Dadan, Muttaqien. 1999. Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam
Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta: UII Press.
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
Hurlock, Elizabeth B. 1994. Psikologi Perkembangan Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Ilyas, Hamim, dan Rachmad Hidayat. Membina keluarga Barokah. Yogyakarta:
PSW UIN Sunan Kalijaga.
Irianto, Sulistyiwati. 2006. Perempuan & Hukum Menuju Hukum Yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan. Jakarta: Yayasan Obor.
Ismi Dwi Astuti Nurhaeni. 2008. Reformasi kebijakan Pendidikan Menuju Kesetaraan Dan Keadilan Gender. Surakarta: UNS Press.
. 2009. Kebijakan Publik Pro Keadilan Gender. Surakarta:
UNS Press.
Khoiruddin, Nasution. 2004. Islam Tentang Relasi Suami-isteri (Hukum Perkawinan). Yogyakarta: ACAdeMICA dan TAZZAFFA.
Lindsay and Anderson. 1964. The Handbook of Social Psychology, vol. 1 New York: John Wiley and Sons.
Lips, Hilary M. 1993. Sex and Gender: an Introduction London: Mayfield Publishing Company.
MD, Moh. Mahfud. 1993. “Perkembangan Politik Hukum; Studi tentang Pengaruh Konfigurasi Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia”, dalam Disertasi UGM, tidak diterbitkan. Yogyakarta: UGM.
Mernissi, Fatimah. 1991. Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry. Oxford: Basil Blackwell Ltd.
Mudzhar, H.M. Atho. 2001. Wanita dalam Masyarakat Indonesia Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press.
Mufidah. 2008. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN Malang Press.
Mulia, Siti Musdah. 2004. Muslimah Reformis, Bandung: Mizan.,
Munti, Ratna Batara, dan Anisah Hindun. 2005. Posisi Perempuan dalam Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: LBH Apik Jakarta.
Nafisah, Durotun. 1998. “Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Perspektif Figh (Telaah atas Kitab ‘Uqud al-Lujjain Fi Bayan Huquq az-Zaujain”, dalam Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Nasution, Khoiruddin. 2004. Islam Tentang Relasi Suami-isteri (Hukum
Perkawinan). Yogyakarta: Academica dan Tazzaffa.
Neufeldt, Victoria (Ed.). 1984. Webster’s New World Dictionary. New York:
Webster’s New World Clevenland.
Nurhaeni, Ismi Dwi. 2009. Astuti Kebijakan Publik Pro Gender. Surakarta:
UMS Press.
Nye, F. Ivan. 1976. Role Structure and Analysis of the Family, vol. 4. London:
Sage Publications.
Ridwan. 2006. Kekerasan Berbasis Gender. Purwokerto: PSG STAIN Purwokerto.
Showalter Elaine (Ed.). 1989. Speaking of Gender. New York and London:
Routledge.
Luthfi Hamidi, Durrotun Nafisah, & Aris Nurohman: Rekonstruksi Kebijakan Pendidikan Berperspektif Gender di Kabupaten Banyumas
Soekamto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: U]-Press.
Soemitro, Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Gholia Indonesia.
Suratiyah, Ken dan Sunarru. 1991. Wanita, Kerja dan Rumah Tangga. Yogyakarta:
Pusat Penelitian UGM.
Syamsudin. 1998. Peranan Wanita Muslim dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Yogyakarta: Jumal Penelitian Agama Puslit LAIN Sunan Kalijaga.
Tiemey, Helen (Ed.). 2000. Women’s Studies Encyclopedia. New York: Green Wood Press.
Umar, Nasaruddin. 2001. Argumen Kesetaraan Jender Persepektif al-Qur’an.
Jakarta: Paramadina.
Wahid, Marzuki dan Rumadi. 2001. Figh Mazhab Negara. Yogyakarta: LKiS.