• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toxoplasmosis Mata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Toxoplasmosis Mata"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toxoplasmosis merupakan penyebab tersering retinokoroiditis infeksius baik pada dewasa mapun anak-anak. Organisme penyebabnya adalah Toxoplasma gondii, parasit yang tergolong pada filum protozoa dan bersifat obligat intraseluler.. Parasit ini tersebar luas diseluruh dunia. Kucing dan binatang sejenisnya (fellidae) merupakan hospes definitif dari parasit ini dan mempunyai peranan penting untuk penyebarannya, sedangkan mamalia lainnya termasuk manusia dan burung merupakan hospes perantara.1

Toxoplasmosis pertama kali ditemukan pada pasien dengan kelainan kongenital pada tahun 1923 oleh Janku di Praha. Pasiennya adalah seorang bayi laki-laki berusia tiga bulan dan meninggal dengan hidrosefalus, inflamasi granulomatosa pada mata dimana ditemukan protozoa pada retina. Wolf kemudian menemukan bahwa penyebabnya adalah Toxoplasma.2

Infeksi kongenital dapat terjadi jika seorang wanita hamil terinfeksi. Secara keseluruhan, sekitar 40% bayi dengan ibu yang terinfeksi juga akan tertular. Dari seluruh bayi yang terinfeksi ini, hanya sedikit yang langsung menunjukkan gejala.2

1.2 Batasan Masalah

Penulisan makalah ini dibatasi pada pembahasan mengenai definisi sampai penatalaksanaan dari toxoplasmosis pada bayi.

1.3 Tujuan Penulisan

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai toksoplasmosis pada bayi.

1.4 Metode Penelitian

Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk kepada beberapa literature.

(2)

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak menginfeksi manusia dan hewan peliharaan.

Toxoplasmosis dapat diklasifikasikan kepada toxoplasmosis didapat dan toxoplasmosis kongenital.

2.1.1 Toxoplasmosis Didapat

Sangat jarang ditemukan. Infestasi didapat melalui konsumsi daging yang tidak dimasak sampai matang atau melalui host perantara yang mengandung parasit dalam bentuk kista. Kebanyakan pasien asimtomatik dan lesi korioretinal sama dengan toksoplasmosis kongenital.3

2.1.1 Toxoplasmosis kongenital

Infeksi kongenital dapat terjadi ketika seorang wanita terinfeksi Toksoplasma. Saat terjadi parasitemia, Toxoplasma melewati plasenta dan menginvasi jaringan fetus yang sedang berkembang. Risiko dan tingkat keparahan infeksi pada anak tergantung pada waktu gestasi dimana ibu mendapatkan infeksi. Infeksi kongenital lebih berat jika terjadi di awal kehamilan. Frekuensi transmisi parasit dari ibu ke bayi paling tinggi pada trimester ketiga, ketika kontak antara ibu dan sirkulasi fetus paling banyak. Secara keseluruhan, 40% bayi akan terinfeksi jika ibunya juga terinfeksi saat hamil.2

Terdapat trias toxoplasmosis kongenital yaitu: kejang, korioretinitis dan kalsifikasi intracranial. Pada fase aktif, bentuk lesinya yang khas adalah necrotic granulomatous retinochoroiditis yang mengenai daerah macula. Kebanyakan bayi yang terinfeksi toxoplasma lahir dengan bentuk infeksi inaktif, yang ditandai dengan

(3)

3

bilateral healed punched out heavily pigmented chorioretinal scars di daerah makula yang biasanya baru terdeteksi jika terjadi gangguan penglihatan ketika sudah anak-anak atau pada saat pemeriksaan strabismus.3

2.2 Etiologi

Toxoplama gondii tergolong dalam kelas sporozoa. Hospes definitifnya adalah kucing sedangkan hospes perantara adalah manusia, mamalia lainnya dan burung. Toxoplasma gondii mempunyai daur hidup yang kompleks dimana terdiri dari tiga bentuk utama:

- Oosit

- Tachyzoit (bentuk infeksius)

- Kista jaringan (bentuk laten) yang mengandung banyak bradizoit.1

Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual (gametogoni) yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama tinja. Setiap ookista menghasilkan dua sporokista yang masing-masing mengandung empat sporozoit.Bila ookista ini tertelan oleh manusia atau hospes perantara lain, maka akan dibentuk kelompok-kelompok takizoit yang membelah secara aktif yang disebut takizoit.

Pada manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat memasuki tiap sel yang berinti. Bila sel penuh dengan takizoit, maka sel menjadi pecah dan takizoit memasuki sel-sel sekitarnya atau difagositosis oleh makrofag. Kista jaringan dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding.4

2.3 Patofisiologi

Toxoplasma diduga mencapai retina lewat jalur hematogen. Takizoit terperangkap di kapiler-kapiler retina dan menetap dalam bentuk kista (bradizoit). Pada sejumlah kecil kasus, Toxoplasma gondii mungkin berasal dari otak yang sudah terinfeksi berat, menyebar ke mata melalui nervus optikus.5 Retinitis primer ataupun berulang diduga terjadi apabila kista tersebut pecah dan melepaskan takizoit ke jaringan dan bermultiplikasi di sel-sel sekitarnya yang menyebabkan reaksi inflamasi

(4)

4 berlanjut di retina dan koroid.2 Faktor yang berhubungan dengan reaktivasi tidak diketahui dan waktu rekurensinya tidak bisa diprediksi.6

Selain retinokoroiditis, organism ini juga bisa menyebabkan dense vitritis, vitreous detachment, iridocyclitis, perivaskulitis, retinal detachment, neovaskularisasi, katarak dan glaucoma.2

2.4. Manifestasi Klinis

Diagnosis toksoplasmosis kongenital dapat dicurigai bila ditemukan gambaran klinis berupa hidrosefalus, korioretinitis dan kalsifikasi serebral. Namun, diagnosis sering sukar ditegakkan karena 60% bayi lahir tidak menunjukkan gejala dan tanda klinis sehingga ada yang membagi toxoplasmosis keongenital menjadi 4 bentuk :7

1. Bayi lahir dengan gejala

2. Gejala timbul dalam bulan-bulan pertama

3. Gejala sisa atau relaps penyakit yang tidak terdiagnosis selama masa kanak-kanak

4. Infeksi subklinis

Secara umum manifestasi klinis dari toxoplasmosis dibagi menjadi 2 yaitu : manifestasi sistemik dan neurologik. Yang digolongkan ke dalam manifestasi sistemik meliputi demam, hepatosplenomegali, anemia, serta pneumonitis yang terjadi karena adanya parasitemia. Sedangkan kelainan-kelainan seperti korioretinitis, hidrosefalus, serta serangan kejang tergolong manifestasi neurologik, yang terjadi karena adanya invasi parasit melewati barier otak, maupun deposit dari kista parasit di jaringan otak.8,9

Spectrum klinis dan riwayat kelainan alamiah toksoplasmosis congenital yang tidak diobati, yang secara klinis tampak pada tahun pertama, 80% dari anak ini mempunyai IQ kurang dari 70, dan banyak yang menderita kejang-kejang serta penglihatan yang terganggu berat.10

(5)

5 Sistem Saraf Sentral

Manifestasi neurologis toksoplasmosis congenital bervariasi dari ensefalopati masih akut ke sindrom neurologis yang tidak kentara. Toxoplasmosis harus dipikirkan sebagai penyebab setiap penyakit neurologist yang tidak terdiagnosis pada anak dibawah umur 1 tahun, terutama jika ada lesi retina.

Hidrosefalus mungkin merupakan satu-satunya manifestasi neurologist klinis toksoplasmosis congenital dan mungkin terkompensasi atau memerlukan koreksi dengan pemasangan shunt. Hidrosefalus mungkin muncul pada masa perinatal, berkembang sesudah masa perinatal, atau jarang, muncul di kemudian hari. Pola kejang berubah-ubah dan meliputi kejang motorik fokal, kejang-kejang petit mal dan grand mal, otot menyentak-nyentak (twitching), dan opistotonus.

Keterlibatan spinal dan bulber mungkin dimanifestasikan oleh paralisis tungkai, kesukaran dalam menelan, dan distress pernapasan. Mikrosefali biasanya menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi beberapa anak dengan mikrosefali karena toksoplamosis congenital yang telah diobati tampak berfungsi secara normal. Pada tahun-tahun pertama, toksoplamosis congenital yang tidak diobati yang bergejala pada umur 1 tahun, dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan.

Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa anak dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan pengobatan dengan primentamin dan sulfonamid selama 1 bulan. Kejang-kejang dan cacat motorik fokal dapat menjadi nyata setelah masa neonatus, walaupun infeksi pada saat lahir subklinis.

Kelainan cairan serebrospinal (CSS) terjadi pada sekurang-kurangnya sepertiga bayi dengan toksoplamosis congenital. Produksi local antibody spesifik T. gondii dapat ditunjukan pada cairan CSS individu dengan infeksi congenital. CT scan otak yang diperkuat dengan kontras berguna untuk mendeteksi kalsifikasi, menentukan ukuran ventrikel, mencitra lesi radang aktif, dan menggambarkan struktur kistik porensefalik (Gb. 244-3). Kalsifikasi terjadi diseluruh otak, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan khusus perkembangan lesi demikian pada nucleus kaudatus (yaitu, terutama area ganglia basalis), pleksus koroid dan subependim.

(6)

6 Ultrasonografi mungkin berguna untuk memantau ukuran vertikel pada bayi dengan infeksi congenital. Pencitraan resonansi magnetk (MRI), CT dengan penguatan kontras, dan scan radionukleotid otak dapat berguna untuk mendeteksi lesi radang aktif.

Mata

Ciri khas infeksi toxoplasmosis ocular adalah korioretinitis nekrotik akut dan biasanya bilateral, yang terjadi waktu embryogenesis. Pada kasus toxoplasmosis kongenital, kelainan dapat diketahui segera setelah lahir atau beberapa saat setelah itu. Namun pada sebagian besar kasus, infeksi tidak terdeteksi sampai awal masa kanak-kanak, ketika gejala sistemik muncul. Pada saat ini, lesi pada mata mungkin aktif atau sudah sembuh.11

Baik pada toxoplasmosis kongenital ataupun didapat, toxoplasmosis korioretinitis diawali dengan retinitis yang ditandai secara klinis dengan satu atau lebih lesi fokal yang berwarna putih kekuningan, batas tidak tegas, dan dihubungkan dengan uveitis posterior yang mungkin difus dan berat. Pada beberapa kasus korioretinitis menyerupai nekrosis retina akut yang biasanya disebabkan oleh herpes virus. Meskipun demikian, walaupun focus primer infeksi toxoplasmosis adalah pada retina, inflamasi hampir selalu menyebar ke koroid dan kadang-kadang mengenai sclera, dan menyebabkan skleritis.11

Lebih dari 90% pasien dengan korioretinitis toxoplasma aktif menunjukkan gejala. Kebanyakan pasien pada awalnya mengeluhkan mata kabur, dan yang lainnya mengeluhkan metamorphopsia, nyeri mata, fotofobia dan mata berair.11

Hampir pada semua individu dengan infeksi congenital yang tidak diobati akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita gangguan penglihatan berat. T. gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat pada individu dengan infeksi congenital. Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan retina. Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk macula.

(7)

7 Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toksoplasma yang melibatkan proyeksi jalur visual dalam otak atau korteks visual juga menyebabkan gangguan penglihatan.

Dalam kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang, menyebabkan eritema pada mata luar. Penemuan okuler lain meliputi sel dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli anterior), endapan keratin luas, sinekia posterior, nodulus pada iris dan pembentukan neovaskuler pada permukaan iris, kadang-kadang disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan perkembangan glaucoma. Otot-otot ekstraokuler dapat juga terlihat secara langsung, bermanifetasi sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan mikro – oftalmia.

2.5. Diagnosis

Toxoplasmosis congenital harus dicurigai pada bayi baru lahir dengan hidrosefalus atau mikrosefalus, korioretinitis dan adanya focus kalsifikasi intra serebral pada gambaran radiology. Pada anak yang lebih besar, gangguan penglihatan atau kebutaan karena korioretinitis, retardasi mental dengan atau tanpa hidrosefalus juga harus dicurigai.

Untuk mendapatkan diagnosis pasti dapat digunakan beberapa cara sebagai berikut :

1. Pemeriksaan langsung takizoit atau kista 2. Isolasi parasit

3. Biopsi kelenjar 4. Pemeriksaan serologis 5. Pemeriksaan radiologi10

Diagnosis infeksi Toxoplasma akut dapat dibuat dengan isolasi T. gondii dari darah atau cairan tubuh dan juga dengan gambaran takizoit pada potongan atau preparat jaringan dan cairan tubuh, kista pada plasenta atau jaringan janin atau neonatus, dan histologi limfonodi yang khas. Uji serologis juga amat berguna untuk diagnosis. CSS sering abnormal pada bayi dengan Toxoplasmasmosis congenital.

(8)

8 T. gondii dapat juga diisolasikan dengan biakan jaringan. Pada pemeriksaan mikroskop, plak pada preparat ini ditemukan berisi sel nekrosis, terinfeksi berat dengan banyak takizoit straseluler. Isolasi T. gondii dari darah atau dari cairan tubuh menggambarkan infeksi akut, kecuali pada janin atau neonatus, biasanya tidak mungkin memperagakan infeksi akut dengan isolasi T. gondii dari jaringan seperti otot rangka, paruh-paruh, otak, atau mata yang diperoleh melalui biopsy atau pada saat autopsy.

Pemeriksaan Serologis

1. Uji pewarnaan Sabin – Feldman adalah sensitive dan spesifik. Uji ini terutama mengukur antibody IgG. Hasilnya harus dinyatakan dalam Unit Internasional (UI/mL), hal ini didasarkan pada rujukan standar internasional serum dari Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO). Tidak dipakai lagi karena pelaksanaannya sulit.

2. Uji antibody fluoresens IgG (IgG – IFA) mengukur antibody yang sama seperti pada uji pewarnaan, dan titernya cenderung parallel. Anti body ini biasanya tampak 1-2 minggu sesudah infeksi, mencapai titer tinggi (>1:1000) sesudah 6-8 minggu, dan kemudian menurun dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Titer rendah (1:4 sampai 1:64) biasanya menetap seumur hidup. Titer antibody tidak berkorelasi dengan keparahan penyakit. Kira-kira setengah dari kit IFA (yang telah di uji) yang ada dipasaran ditemukan telah distandarisasi secara tidak tepat dan dapat menghasilkan angka-angka hasil positif – palsu & negative – palsu.

3. Uji aglutinasi (Bio – Merieux, Lyon, Prancis) tersedia di pasaran Eropa (misalnya, formalin, preserved whole parasite digunakan untuk mendeteksi IgG). Uji ini tepat, sederhana untuk dilakukan, dan tidak mahal.

4. Uji antibody fluoresens IgM ( IgM – IFA ) berguna untuk diagnosis infeksi T. gondii akut pada anak yang lebih tua karena antibody IgM tampak lebih awal (sering pada 5 hari sesudah infeksi) dan menghilang lebih cepat dari pada antibody IgG. Pada kebanyakan keadaan, uji antibody IgM – IFA naik dengan

(9)

9 cepat ( sampai ke kadar 1:50 sampai >1:1000) dan turun sampai titer rendah (1:10 atau 1:20) atau menghilang dalam waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Namun pada beberapa penderita, antibody IgM tetap positif pada titer rendah selama beberapa tahun. Uji IgM – IFA mendeteksi IgM spesifik Toxoplasma kurang lebih hanya pada 25% bayi yang terinfeksi secara congenital pada saat lahir. Antibody IgM juga sering tidak ditemui dalam serum penderita imunodefisien dengan toksoplasmosis akut atau pada kebanyakan penderita dengan toksoplasmosis aktif yang hanya ada dimata. Baik uji IgG – IFA maupun IgM – IFA dapat menunjukan hasil positif – palsu yang disebabkan oleh factor rheumatoid.

5. Double – sandwich enzyme – linked immunosorbent assay (ELISA IgM) lebih sensitive dan spesifik dari pada uji IgM – IFA untuk deteksi antibody IgM Toxoplasma. Pada anak yang lebih tua, kadar antibody IgM terhadap Toxoplasma dalam serum 1,7 atau lebih besar (nilai dari salah satu labolatorium rujukan ; setiap labolatorium harus menegakan nilainya sendiri) menunjukan bahwa kemungkinan orang itu baru saja mendapat infeksi toxoplasma. ELISA IgM mendeteksi sekitar 75% bayi dengan infeksi congenital. ELISA IgM menghindarkan terjadinya, baik hasil positif – palsu karena factor rematuid yang dihasilkan oleh bayi yang tidak terinfeksidalam rahim maupun hasil negative – palsu karma tingginya kadar antibody IgG ibu yang dipindahkan secara pasif pada serum janin, seperti yang terjadi pada uji IgM – IFA.

6. Reaksi rantai polymerase (PCR) digunakan untuk memperbesar DNA T. gondii, yang kemudian dapat di deteksi dengan menggunakan probe DNA. Deteksi gen T. gondii repetitif, yaitu gen B1, pada cairan amnion terutama berguna untuk menegakan diagnosis infeksi Toxoplasma congenital pada janin. Sensitivitas dan spesifitas uji ini dengan menggunakan cairan amnion yang diambil pada kehamilan > 18 minggu mendeteksi 100%. Pada pemeriksaan ini penderita korioretinitis akibat toxoplasmosis biasanya terdapat titer IgG yang rendah dan IgM yang negative. Dengan pemeriksaan ini PCR, titer antibody rendahpun dapat dideteksi.10

(10)

10 Pemeriksaan Radiologis

Kalsifikasi serebral merupakan salah satu tanda toxoplasmosis congenital. Gambaran ini dapat noduler atau linier. Pemeriksaan CT scan akan lebih jelas menunjukkan tingkat beratnya kerusakan terjadi.10

2.6. Diagnosis Banding

Banyak manifestasi Toxoplasmosis congenital terjadi pada penyakit perinatal lainnya, terutama penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus. Klasifikasi serebral atau pun korioretinitis tidak bersifat patognomonis. Kurang dari 50% anak di bawah usia 5 tahun dengan korioretinitis yang memenuhi criteria serologis untuk Toxoplasmosis congenital ; penyebab dari sebagian besar kasus lainnya belum diketahui. Gambaran klinis pada bayi baru lahir dapat juga sesuai dengan gambaran sepsis, meningitis aseptic, sipilis, atau penyakit hemolitik. Pada kasus penyakit di dapat, penyebab lain penyakit limfadenopati harus dibedakan dari Toxoplasmosis.

2.7 Penatalaksanaan

Pada bayi baru lahir dengan infeksi Toxoplasma, dapat diberikan kemoterapi anti-Toxoplasma kombinasi yang terdiri dari pyrimethamine 1 mg/kgBB per 12 jam sampai hari kedua. Pada hari ketiga, 1 mg/kgBB perhari selama 2-6 bulan. Bulan selanjutnya diberikan 1 mg/kgBB tiga kali seminggu setiap Senin, Rabu dan Jumat.

Sulfadiazine diberikan 50 mg/kgBB per 12 jam selama tahun pertama kehidupan. Dapat pula diberikan Leucovorin 10 mg tiga kali seminggu selama pemberian pyrimethamine dan seminggu setelahnya. Kortikosteroid (prednisone) digunakan apabila kadar protein di CSS > 1 gr/dl atau jika korioretinitis aktif mengancam fungsi penglihatan.

Selain pemberian obat-obatan, follow up yang teratur juga diperlukan untuk mendeteksi manifestasi penyakit lebih awal, melakukan terapi tambahan atau modifikasi terapi bila diperlukan, dan menentukan prognosa.

(11)

11 Hitung darah lengkap 1-2 kali per minggu untuk pemberian dosis pyrimethamine harian dan 1-2 kali per bulan untuk pemberian dosis pyrimethamin tiap 2 hari dilakukan untuk memonitor efek toksik dari obat.

Diperlukan pula pemeriksaan pediatrik yang lengkap, meliputi pemeriksaan perkembangan saraf setiap bulan, pemeriksaan oftalmologi setiap 3 bulan sampai usia 18 bulan kemudian setiap tahun sekali, serta pemeriksaan neurologis tiap 3-6 bulan sampai usia 1 tahun.

2.8 Prognosis

Toxoplasmosis kongenital dapat menyebabkan kecacatan fisik dan mental dan berat, bahkan pada infeksi toxoplasmosis subklinis. Pada bayi yang menunjukkan gejala ketika lahir, angka kematiannya 12%, dan hanya 10-15% yang dapat hidup tanpa adanya sekuele.

(12)

12 BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Toxoplasma gondii adalah salah satu organisme yang dapat menyebabkan infeksi pada fetus dan sering timbul pada bayi baru lahir sebagai penyakit yang bersifat lokal ataupun general

Trias klasik dari toxoplasmosis kongenital, yaitu korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi intrakranial. Kejang, retardasi mental, dan kekakuan adalah sekuele yang sering ditemukan.

Terdapat berbagai tes serologis yang bermakna untuk mendeteksi antibodi terhadap T.gondii seperti Tes Sabin-Feldman, Indirect Fluorescent Antibody (IFA), dan ELISA.

Bila IgM positif, merupakan bukti kuat adanya infeksi kongenital, tetapi IgM negatif tidak menyingkirkan diagnosis. IgM menjadi positif 1-2 minggu setelah terinfeksi dan menetap beberapa bulan sampai tahun. IgG spesifik dalam serum bayi berasal dari ibu menurun 50% setiap bulan, tetapi dapat menetap sampai bayi berumur 1 tahun. IgG mulai mulai disintesa pada umur 3 bulan pada bayi yang mendapat pengobatan. IgA serum lebih sensitif untuk mendeteksi infeksi toksoplasma kongenital dibandingkan dengan IgM.

Pada bayi baru lahir dengan infeksi Toxoplasma, dapat diberikan kemoterapi anti-Toxoplasma kombinasi yang terdiri dari pyrimethamine 1 mg/kgBB per 12 jam sampai hari kedua. Pada hari ketiga, 1 mg/kgBB perhari selama 2-6 bulan. Bulan selanjutnya diberikan 1 mg/kgBB tiga kali seminggu setiap Senin, Rabu dan Jumat.

Sulfadiazine diberikan 50 mg/kgBB per 12 jam selama tahun pertama kehidupan. Dapat pula diberikan Leucovorin 10 mg tiga kali seminggu selama pemberian pyrimethamine dan seminggu setelahnya. Kortikosteroid (prednisone) digunakan apabila kadar protein di CSS > 1 gr/dl atau jika korioretinitis aktif mengancam fungsi penglihatan.

(13)

13 3.2 Saran

Dokter diharapkan mengetahui dan memahami toxoplasmosis pada bayi serta dapat merujuk jika menemukan tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan infeksi toxoplasmosis.

Referensi

Dokumen terkait

PEMBERIAN BANTUAN PADA SMAK JOHANES AERTS TAHUN 2017. UNIT

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lalu berdasarkan etnofarmasi yang menggunakan

Selanjutnya yaitu pencampuran serat aren yang kering seperti pada Gambar 7 dan bubur kertas yag sudah dikeringkan seperti pada Gambar 8, kedua bahan tersebut dicampurkan

Sebaiknya menggunakan kamera dengan resolusi yang lebih tinggi dan kemampuan komputer yang tinggi, untuk mendeteksi durasi kedipan mata sehingga jarak deteksi dapat lebih

Behavioural accounting research (BAR), Terdapat beberapa alasan yang sangat bagus bahwa BAR sangat pentig untuk praktisi akuntasi dan yang lain perlunya penelitian

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) ini diharapkan agar siswa menjadi lebih aktif dalam proses belajar sesuai dengan tujuan kurikulum yang berlaku. Sedangkan, penggunaan

Dengan demikian dapat diketahui bahwa 23,04% perubahan yang terjadi pada kinerja pamong belajar secara langsung adalah disebabkan oleh adanya pe- rubahan pada kepemimpinan

Volume perdagangan saham yang besar menandakan bahwa saham tersebut aktif ditransaksikan sehingga broker atau dealer tidak perlu menyimpan saham terlalu lama