• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA BELUT SAWAH Monopterus albus DALAM MEDIA AIR DENGAN PADAT TEBAR YANG BERBEDA JEFRY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA BELUT SAWAH Monopterus albus DALAM MEDIA AIR DENGAN PADAT TEBAR YANG BERBEDA JEFRY"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA BELUT SAWAH

Monopterus albus

DALAM MEDIA AIR DENGAN PADAT

TEBAR YANG BERBEDA

JEFRY

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kinerja Produksi Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Padat Tebar yang Berbeda” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016 Jefry NIM C14144010

(3)

ABSTRAK

JEFRY. Kinerja Produksi Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Padat Tebar yang Berbeda. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan YANI HADIROSEYANI.

Budidaya belut sawah dalam media lumpur yang pernah dilakukan belum mencapai produksi yang memuaskan dan kurang efisien dalam pengontrolan jumlah pakan. Dengan meningkatnya permintaan pasar akan komoditas belut sawah, maka dibutuhkan intensifikasi budidaya belut sawah dalam media air tanpa lumpur untuk meningkatkan kinerja produksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat tebar terbaik dalam kinerja produksi budidaya belut sawah Monopterus albus dalam media air. Belut sawah yang digunakan memiliki bobot rata-rata 13,34±0,30 g/ekor dan panjang 26,39±0,70 cm/ekor. Belut ssawah dipelihara dalam wadah plastik dan media air tanpa lumpur dengan padat penebaran 0,5 kg/m2, 1,0 kg/m2, dan 1,5 kg/m2 selama 56 hari dan diberi pakan berupa potongan daging ikan lele sebanyak 5% dari biomassa. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik (LPS) bobot, laju pertumbuhan mutlak (LPM) bobot, dan rasio konversi pakan (RKP) namun tidak berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup (DKH), LPS panjang, LPM panjang, koefisien keragaman bobot (KKB), dan koefisien keragaman panjang (KKP). Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan padat tebar 1,5 kg/m2 menghasilkan kinerja produksi terbaik dengan DKH 93,93±6,94% dan LPS bobot 0,38±0,04%. Kata kunci: belut sawah, kinerja produksi, padat tebar

ABSTRACT

JEFRY. Production Performance of Rice Field Eel Monopterus albus In Water Media With Different Density. Supervised by TATAG BUDIARDI and YANI HADIROSEYANI.

The conventional rice field eel using mud as cultivation media that had been done before has not achieved high satisfaction in its efficiency and causing difficulties for controling the feed quantity. As an effect of the eel market high demand, an intensive cultivation technology developed using water media in order to increase a better productivity. The aim of this research is to determine the best of density for Monopterus albus eel cultivation productivity by using water as media. The average weight of eel is 13.34±0.30 g/fish and the length is 26.39±0.70 cm/fish. The eel cultivation in plastic box and water media without mud is density of 0.5 kg/m2, 1.0 kg/m2, 1.5 kg/m2 during 56 days and being fed with minced meat of cat fish as much as 5% of its biomass. The result of this research indicated is that the differences of density has influenced the specific growth rate, the absolute growth rate and the feed ratio conversion, however it has not influenced the survival rate, the specific growth rate of fish length, the length of absolute growth rate, the coefficient of weight diversity and the coefficient of length diversity. Based on this research, it can be concluded that the eel cultivated in the water media without mud at density of 1.5 kg/ m2 produced the best productivity i,e. the survival rate at 93.93±6.94% and weight spesific growth rate at 0.38±0.04%.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA BELUT SAWAH

Monopterus albus

DALAM MEDIA AIR DENGAN PADAT

TEBAR YANG BERBEDA

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Kinerja Produksi Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Padat Tebar yang Berbeda” ini dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Tatag Budiardi, MSi dan Ibu Ir Yani Hadiroseyani, MM selaku pembibing skripsi yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu ibunda Wan Indriyani, dan ayahanda Hamiddin atas do’a, kasih sayang dan perhatiannya, beserta kakakku Sri Hayuni, SPd, dan adik-adikku Fadillah Wardani yang saya sayangi. Selain itu, ucapan terimakasih kepada Wahyu, SPi MSi dan teman-teman lainnya yang senantiasa memberikan do’a, bantuan, dan motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2016

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... .xi DAFTAR GAMBAR... .xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 2

Waktu dan Tempat. 2

Alat dan Bahan 2

Rancangan Percobaan...2 Prosedur Penelitian... 2

Parameter Uji dan Analisis Data 3

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN... 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 10

Kesimpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA... 11 LAMPIRAN... .. 13 RIWAYAT HIDUP ... 20

(8)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air 5 2 kinerja produksi belut sawah Monopterus albus yang dipelihara selama

56 hari dengan padat tebar yang berbeda 6 3 Data kualitas air belut sawah Monopterus albus yang dipelihara selama

56 hari dengan padat tebar yang berbeda 7

DAFTAR GAMBAR

1 Peningkatan bobot rata-rata belut sawah Monopterus albus yang dipelihara selama 56 hari dengan padat tebar yang berbeda 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tata letak unit percobaan penelitian 13

2 Wadah yang digunakan dalam penelitian 13

3 Analisis statistik parameter uji yang diamati 13 4 Data hasil pengukuran kualitas air pendederan ikan belut sawah 17

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belut sawah merupakan komoditas ikan air tawar yang masuk ke dalam filum Chordata dan kelas Actinopterygii dengan nama species Monopterus albus. Secara morfologis belut sawah merupakan ikan yang berbentuk seperti ular dengan bentuk tubuh memanjang dan bulat hingga ekornya serta tidak memiliki sirip perut dan sirip dada (Saanin 1968). Berdasarkan sifat makannya, belut sawah termasuk jenis hewan nokturnal yang aktif pada malam hari dan sebagai hewan karnivora yang berada di sawah. Pada habitat alamnya belut sawah memakan ikan-ikan kecil, cacing, serangga, dan jenis krustasea lainya.

Belut sawah saat ini termasuk salah satu komoditas ekspor yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berdasarkan data KKP (2008) permintaan akan belut sawah terus meningkat dan Indonesia mampu mengekspor belut sawah sekitar 2.676 ton/tahun, meningkat dibandingkan dengan tahun 2007 yang hanya 2.189 ton. Pada tahun 2009 Indonesia mampu mengekspor sekitar 4.744 ton atau meningkat sekitar 77,2 % dibandingkan tahun 2008. Negara tujuan ekspor belut Indonesia adalah China, Hongkong, Jepang, Singapura, Taiwan, Korea, dan Thailand.

Produksi belut sawah yang diekspor kebanyakan merupakan tangkapan dari alam. Belut sawah secara alami mengalami siklus produksi setahun sekali yaitu memijah pada awal musim hujan hingga memasuki musim kemarau (Bahri 2000). Penangkapan secara terus menerus menyebabkan ketersedian belut pada alam semakin sedikit. Seiring dengan berkembangnya zaman maka terjadi penurunan habitat hidup belut dan meningkatnya penggunaan pestisida pada persawahan sehingga budidaya belut sawah penting untuk dilakukan agar produksi tetap stabil sepanjang tahun.

Budidaya belut sawah dapat dilakukan dengan menggunakan media lumpur dan tanpa substrat lumpur (air). Belut sawah yang dibudidayakan dengan menggunakan substrat lumpur saat ini masih kurang efisien dalam hal pengontrolan jumlah konsumsi pakan dan derajat kelangsungan hidupnya, berbeda dengan budidaya belut sawah dalam media air tanpa lumpur. Budidaya belut sawah dalam media air tanpa lumpur lebih efisien dalam pengelolaan dan pemantauan biota (Husen 2015). Dalam rangka meningkatkan produksi dapat dilakukan intensifikasi, yaitu dengan peningkatan padat penebaran. Penelitian budidaya belut sawah di media air dengan meningkatkan padat tebar dilakukan agar diketahui produksi optimalnya. Budidaya belut sawah di media air menggunakan wadah dan media terkontrol dapat meningkatkan produksi yang terprogram dibandingkan dengan hasil tangkapan alam. Padat penebaran dapat dikatakan optimal apabila ikan yang ditebar dalam jumlah tinggi tetapi kompetisi pakan dan ruang masih dapat ditolerir oleh ikan, sehingga menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan yang tinggi, serta variasi ukuran yang rendah (Budiardi et al. 2007).

1 2 3 1

(10)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat tebar belut pada pemeliharaan dalam media air tanpa menggunakan substrat lumpur yang menghasilkan kinerja produksi terbaik.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan selama 56 hari dimulai pada tanggal 29 Juni 2015 hingga 25 Agustus 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan dan tiga kali ulangan dari masing-masing perlakuan. Perlakuan terdiri dari pemeliharaan belut sawah dengan padat tebar masing-masing 0,5 kg/m2 (A), 1,0 kg/m2 (B), dan 1,5 kg/m2 (C). Penempatan tiap unit percobaan dilakukan secara acak (Lampiran 1).

Prosedur Penelitian Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan berupa bak plastik berukuran 50 cm x 30 cm x 30 cm sebanyak 12 unit (Lampiran 2). Wadah dipastikan dalam kondisi tidak bocor dan dibuat saluran outlet menggunakan solder pada bagian tengah bawah dinding bak dengan diameter 0,5 cm, kemudian saluran outlet dipasang selang. Pada bagian atas bak ditutup dengan tutup plastik bak yang diberi lubang-lubang kecil sebagai resirkulasi udara. Wadah dicuci dan digosok menggunakan deterjen lalu dibilas agar terhindar dari kontaminan penyakit serta menghilangkan bau plastik. Proses selanjutnya wadah diisi air yang berasal dari bak tandon hingga 5 cm dan belut siap ditebar.

Persiapan Hewan Uji

Ikan yang digunakan adalah belut sawah hasil tangkapan alam dari Cianjur. Belut sawah dikirim ke Bogor menggunakan sistem transportasi terbuka melalui jalur darat. Belut sawah yang telah sampai di tujuan lalu dikarantina selama 3 minggu agar kondisi ikan dalam keadaan tidak stres. Pada proses karantina belut sawah dipelihara selama 2 minggu dalam air bersalinitas sebesar 6 ppt dan dilakukan pergantian air setiap hari sebanyak 100%. Proses selanjutnya,

(11)

belut disortir di dalam bak sortir ikan dengan lubang yang berdiameter 13 mm lalu ditimbang bobotnya. Ukuran rata-rata belut sawah yang digunakan adalah bobot 13,34±0,30 g/ekor dan panjang 26,39±0,70 cm/ekor. Masing-masing wadah diisi belut sawah dengan biomassa sesuai perlakuan.

Pengelolaan Kualitas Air

Air yang digunakan dalam pemeliharaan belut sawah berasal dari sumur bor yang ditambahkan dengan garam krosok (NaCl) hingga mencapai salinitas 6 ppt, kemudian diendapkan selama 48 jam pada wadah tandon. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan menyifon sisa pakan dan feses yang berada pada dasar wadah pemeliharaan setiap hari. Setelah penyifonan kemudian dilakukan pergantian air sebanyak 100% pada wadah pemeliharaan dengan air tandon bersalinitas 6 ppt setiap hari. Proses pergantian air dilakukan dengan cara membuka outlet pada wadah pemeliharaan hingga air habis lalu outlet ditutup kembali dan diisi dengan air yang baru. Proses selanjutnya dilakukan kontrol kualitas air setiap 1 minggu sekali untuk mengukur kadar DO, pH, TAN, nitirit dan suhu sebelum diberi pakan.

Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan selama pemeliharaan berupa daging ikan lele yang telah dipotong-potong dengan ukuran 0,3 cm x 0,3 cm. Pakan diberikan 1 kali dalam sehari dengan metode restricted (terukur) sebanyak 5% dari biomassa. Pakan diberikan pada sore hari menjelang malam karena disesuaikan dengan sifat belut sawah yang cenderung aktif pada malam hari (nokturnal). Pakan ditimbang terlebih dahulu sebelum diberi dan sisa pakan yang tidak termakan diambil lalu ditimbang kembali.

Pengambilan Sampel

Selama 56 hari penelitian dilakukan pengambilan sampel sebanyak 5 kali setiap 2 minggu sekali. Sampel diambil secara acak sebanyak 3 ekor dari jumlah total belut sawah untuk mewakili data keseluruhan. Sampel kemudian ditimbang bobotnya dengan menggunakan timbangan digital berketelitian 0,001 g dan diukur panjang totalnya menggunakan penggaris berketelitian 0,1 cm. Data hasil pengukuran kemudian dicatat untuk diolah lebih lanjut.

Parameter Uji dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan selama 56 hari. Kematian dihitung dari jumlah belut sawah yang mati setiap hari. Data yang diperoleh, yaitu data panjang, bobot, serta data kematian, dan jumlah pakan yang diberikan kepada ikan digunakan untuk perhitungan parameter aspek produksi. Parameter tersebut meliputi derajat kelangsungan hidup (DKH), laju pertumbuhan spesifik (LPS) bobot dan panjang, laju pertumbuhan mutlak (LPM) bobot dan panjang, koefisien keragaman (KK) bobot dan panjang, serta rasio konversi pakan (RKP). Selain itu dilakukan pengamatan parameter kualitas air yang meliputi suhu, pH, DO, salinitas, amonia, dan nitrit.

(12)

Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (DKH) atau survival rate (SR) adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup sampai akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Derajat kelangsungan hidup dihitung menggunakan rumus dari Goddard (1996) yaitu:

100 0 x N N DKH t       

Keterangan: DKH = derajat kelangsungan hidup (%) Nt = jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) N0 = jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor) Laju Pertumbuhan Mutlak

Laju pertumbuhan mutlak (LPM) atau growth rate GR) adalah perubahan bobot dan panjang rata-rata individu dari awal sampai akhir pemeliharaan. Pertumbuhan bobot dan panjang mutlak dihitung menggunakan rumus dari Goddard (1996):

LPMw = t- o

t

Keterangan: LPMw = laju pertumbuhan bobot mutlak (g/hari) Wt = bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan (g) Wo = bobot rata-rata pada awal pemeliharaan (g) t = waktu pemeliharaan (hari)

LPML = t- o

t

Keterangan: LPML = laju pertumbuhan panjang mutlak (cm/hari) Lt = panjang rata-rata pada akhir pemeliharaan (cm) Lo = panjang rata-rata pada awal pemeliharaan (cm) t = waktu pemeliharaan (hari)

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik (LPS) atau spesific growth rate (SGR) merupakan laju pertumbuhan rata-rata yang diperoleh dalam satu hari dalam satuan persen (Huisman 1987). Parameter ini dihitung setiap 14 hari sekali pada saat dilakukan pengukuran. SGR dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

[√ t

o t

]

Keterangan: LPS = Laju pertumbuhan harian (%) Wt = Bobot rata-rata pada akhir perlakuan (g) Wo = Bobot rata-rata pada awal perlakuan (g) t = Periode pemeliharaan (hari)

(13)

Koefisien Keragaman (Bobot dan Panjang)

Koefisien keragaman (KK) digunakan untuk melihat perbandingan keragaman dua populasi atau lebih. Rumus yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut :

[ ] Keterangan : KK = Koefisien keragaman (%)

S = Standar deviasi Y = Rerata populasi

Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan (RKP) atau feed conversion ratio (FCR) merupakan jumlah pakan yang diberikan dalam kegiatan budidaya untuk menghasilkan satu kilogram pertumbuhan bobot (Goddard 1996). Perhitungan FCR sangat penting dilakukan dalam menghitung analisis usaha khususnya biaya variabel untuk menentukan untung atau ruginya usaha tersebut. Beberapa faktor yang menentukan nilai FCR yaitu kualitas dan kandungan gizi yang terdapat dalam pakan tersebut. Nilai FCR yang semakin kecil menyatakan pakan yang digunakan semakin efisien. FCR dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

       0 B B B F RKP d t Keterangan : RKP = rasio konversi pakan (g)

Bt = biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (g) Bd = biomassa ikan mati selama pemeliharaan (g) Bo = biomassa ikan pada awal pemeliharaan (g) F = jumlah pakan selama pemeliharaan (g)

Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dalam penelitian dilakukan secara rutin setiap minggu. Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Alat dan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air

Parameter Satuan Metode/ Alat

Suhu ºC Termometer DO mg/l DO-meter pH - pH-meter TAN Nsitrit mg/l mg/l Spektrofotometer Spektrofotometer

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Parameter kinerja produksi yang berupa derajat kelangsungan hidup (DKH), laju pertumbuhan spesifik bobot (LPS b), laju

(14)

pertumbuhan spesifik panjang (LPS p), laju pertumbuhan mutlak bobot (LPM b), laju pertumbuhan mutlak panjang (LPM p), koefisien keragaman bobot (KK b), koefisien keragaman panjang (KK p), dan rasio konversi pakan (RKP) dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 3). Apabila terdapat perbedaan nyata maka diuji lanjut menggunakan uji Duncan untuk menentukan perlakuan yang berbeda nyata. Data kualitas air dianalis secara deskripsi kuantitatif dengan menggunakan tabel (Lampiran 4). Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Ms. Excel 2010 dan SPSS 20.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kinerja produksi belut sawah Monopterus albus pada akhir pemeliharaan dicantumkan pada Tabel 2. Tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik panjang, pertumbuhan mutlak panjang, koefisien keragaman bobot, dan koefisien keragaman panjang pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05) sedangkan parameter laju pertumbuhan spesifik bobot, pertumbuhan mutlak bobot, dan konversi pakan dari masing-masing perlakuan berbeda nyata. Nilai laju pertumbuhan spesifik bobot, pertumbuhan mutlak bobot, dan konversi pakan pada perlakuan 1,5 kg/m2 lebih baik daripada perlakuan yang lainnya. Data bobot rata-rata belut sawah pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Peningkatan bobot rata-rata ikan belut sawah selama 56 hari pada perlakuan A dan B memiliki pola yang sama, namun berbeda pada perlakuan C.

Tabel 2 Kinerja produksi belut sawah Monopterus albus yang dipelihara selama 56 hari dengan padat tebar yang berbeda

Parameter Perlakuan

A(0,5 kg/m2) B (1,0 kg/m2) C (1,5 kg/m2) Derajat Kelangsungan Hidup (%) 88,13±5,48 a 92,03±3,29 a 93,93±6,94 a Laju Pertumbuhan Spesifik Bobot (%) 0,16±0,00 c 0,27±0,07 b 0,38±0,04 a Laju Pertumbuhan Spesifik Panjang (%) 0,083±0,04 a 0,086±0,03 a 0,123±0,04 a Pertumbuhan Mutlak Bobot (g/hari) 0,021±0,00 c 0,039±0,01 b 0,058±0,00 a Pertumbuhan Mutlak Panjang (cm/hari) 0,016±0,05 a 0,020±0,01 a 0,030±0,01 a Koefisien Keragaman Bobot (%) 9,89±1,24a 19,04±1,32b 17,83±1,12b Koefisien Keragaman Panjang (%) 3,39±0,41a 6,06±0,41b 5,52±0,19b Rasio Konversi Pakan 7,52±0,27 b 5,16±1,31a 3,66±0,37 a

Nilai rata-rata pada baris yang sama dengan huruf cetak atas sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (p>0,05)

(15)

Gambar 1 Peningkatan bobot rata-rata belut sawah Monopterus albus yang dipelihara selama 56 hari dengan padat tebar yang berbeda

Tabel 3 merupakan data kualitas air yang diperoleh selama penelitian. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi nilai parameter kualitas air yang diamati, namun secara keseluruhan masih berada dalam kisaran toleransinya. Tabel 3 Data kualitas air belut sawah Monopterus albus yang dipelihara selama 56

hari dengan padat tebar yang berbeda

Parameter Perlakuan Nilai

optimal A (0,5 kg/m2) B(1,0 kg/m2) C (1,5 kg/m2)

Suhu (0C) 26-29 26-29 26-28 25-30 (Boyd 1990)

pH 6,70-7,20 6,70-7,20 6,70-7,20 6-8 (Boyd dan tucker 1998) DO (mg/l) 1,00-2,40 0,90-2,20 0,80-1,90 5 (Boyd 1990)

Amonia (mg/l) 0,001-0,003 0,001-0,004 0,001-0,006 <0,1 (Wedemeyer 2001) Nitrit (mg/l) 0,041-0,164 0,141-0,269 0,338-0,573 <0,5 (Boyd dan tucker

1998)

PEMBAHASAN

Derajat kelangsungan hidup (DKH) merupakan salah satu parameter penting dalam kegiatan budidaya perikanan, dan dapat dijadikan sebagai tolok ukur suatu keberhasilan budidaya. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan yaitu kondisi fisika-kimia perairan. Menurut Hoar et al. (1979), secara alamiah setiap organisme mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya dalam batas-batas tertentu atau disebut tingkat toleransi. Apabila suatu organisme tersebut mengalami perubahan lingkungan sekitarnya di luar batas toleransi maka organisme tersebut akan mengalami tingkat stres yang cukup tinggi bahkan akan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 1, DKH dari masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata. DKH pada setiap perlakuan dapat dikatakan cukup baik sama halnya dengan penelitian sebelumnya (Husen 2015) yang mencapai 96,33%. Hal ini diduga karena parameter pH, suhu, dan amonia pada penelitian ini relatif stabil dan di dalam batasan toleransi ikan untuk hidup.

Pertumbuhan merupakan suatu pertambahan ukuran dalam volume, panjang serta biomassa terhadap satuan waktu tertentu. Pertumbuhan ikan

13 13.5 14 14.5 15 15.5 16 16.5 0 2 4 6 8 B o b o t rata -r ata (g /ekor ) Minggu ke A B C 7

(16)

bergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis ikan, tingkat nafsu makan, kemampuan memanfaatkan pakan, ketahanan terhadap penyakit, faktor lingkungan atau kualitas air, dan ruang gerak/padat tebar (Hepher dan Pruginin, 1981). Berdasarkan data yang diperoleh, laju pertumbuhan bobot ikan belut sawah pada padat tebar 1,5 kg/m2 (C) menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan padat tebar 1 kg/m2 (B) dan perlakuan B lebih baik daripada perlakuan 0,5 kg/m2 (A). Hal ini membuktikan bahwa padat tebar tinggi memberikan dampak positif bagi pertumbuhan belut sawah dan didukung oleh faktor eksternal berupa kualitas air yang masih dalam batas toleransi yang dapat diterima oleh belut. Kecenderungan tingginya padat tebar dalam pemeliharaan belut sawah di media air berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Ikan belut sawah akan merasa lebih nyaman berkumpul dengan ikan belut sawah yang lainnya dalam menggantikan substrat lumpur pada habitat aslinya dan belut sawah akan terpacu makan apabila belut lainnya mengkonsumsi pakan. Tingginya tingkat konsumsi pakan pada padat tebar tinggi (C) memberikan dampak pertumbuhan terbaik.

Koefisien keragaman bobot dan panjang adalah nilai variasi bobot dan panjang selama pemeliharaan. Semakin rendah nilai kofiesien keragaman dalam budidaya maka hasil yang diperoleh maka akan semakin baik. Nilai koefisien keragaman bobot ikan belut sawah yang dipelihara selama 56 hari menunjukkan hasil berbeda nyata antara perlakuan A terhadap B dan C dengan kisaran 9,89-19,04%. Koefisien keragaman panjang juga menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05) antara perlakuan A terhadap B dan C dengan kisaran 3,39-6,06%. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), nilai koefisien keragaman secara umum dibawah 20% dapat diartikan bahwa data yang diperoleh masih homogen atau seragam. Dengan demikian kisaran koefisien keragaman bobot dan panjang pada ikan belut sawah masih dianggap seragam. Dalam budidaya ikan, ukuran yang beragam dapat menimbulkan kesempatan yang berbeda dalam mendapatkan pakan, yaitu ikan yang berukuran besar mempunyai kesempatan mendapatkan pakan yang lebih banyak daripada ikan kecil (Lovell 1989). Oleh sebab itu pada awal pemeliharaan, ukuran ikan yang ditebar dalam wadah pemeliharaan harus homogen dan pakan ditebar secara merata, sehingga peluang ikan belut sawah dalam memperoleh pakan sama dan terpenuhi sesuai dengan kebutuhan.

Nilai rasio konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dihabiskan (kg) untuk menghasilkan 1 kilogram biomassa (NRC, 1993). Menurut Effendi (2004), konversi pakan sering dijadikan indikator kinerja teknis dalam mengevaluasi suatu usaha akuakultur. Jika nilai rasio konversi pakan semakin tinggi maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk pakan. Nilai rasio konversi pakan yang diperoleh dalam pemeliharaan ikan belut sawah selama 56 hari menunjukkan hasil yang berbeda nyata, yaitu perlakuan C lebih baik daripada perlakuan B dan perlakuan B lebih baik dari perlakuan A. Kisaran nilai rasio konversi pakan yang diperoleh (Tabel 2) yaitu sebesar 3,66-7,52 yang dihitung dari bobot ikan lele filet yang diberikan terhadap biomassa. Tingginya nilai FCR yang diperoleh disebabkan karena tingginya kadar air dalam pakan belut yang berupa filet lele. Menurut Rosa et al. (2007), ikan lele filet memiliki kandungan air 75,68%, protein 16,80%, lemak 5,70, dan kadar abu 1%. Nilai FCR tersebut sama halnya dengan ikan kerapu yang diberi pakan alami berupa ikan rucah yang berkisar 4,31-5,83 (Fauzi et al. 2008). Pada perlakuan C terbaik diduga karena ikan belut

(17)

sawah pada padat penebaran tinggi lebih efisien dalam menggunakan energi sehingga pertumbuhan lebih optimal dan mempengaruhi nilai FCR.

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan budidaya. Suhu mempengaruhi nafsu makan dan laju metabolisme dengan mempengaruhi enzim pencernaan di lambung dan usus sehingga meningkatnya suhu dapat mempercepat laju pencernaan pada ikan yang akan merangsang proses rasa lapar pada ikan (Affandi dan Tang 2002). Perubahan suhu yang terlalu cepat dapat mengakibatkan ikan stres dan mengakibatkan kematian. Berdasarkan data selama pemeliharaan (Tabel 3), suhu berkisar pada 26-29 0C. Nilai suhu tersebut masih dalam kisaran optimal untuk ikan secara keseluruhan (Boyd 1990).

Kandungan oksigen dalam perairan sangat penting dalam kegiatan budidaya. Oksigen dalam perairan sangat dibutuhkan dalam respirasi ikan sebagai bahan untuk mengoksidasi pakan dalam proses metabolisme (Affandi dan Tang, 2002). Nilai kandungan oksigen terlarut dalam pemeliharaan belut sawah selama 56 hari yaitu sebesar 0,9-2,4 mg/L. Nilai DO yang diperoleh di bawah kisaran optimum untuk ikan secara umum yaitu 5 mg/L (Boyd 1990). Namun dalam pemeliharaan belut sawah kisaran nilai DO tersebut masih dapat ditoleransi sehingga tidak mempengaruhi derajat kelangsungan hidupnya. Menurut Rusmaedi (1986), kandungan oksigen terlarut kisaran antara 0,10-1,20 mg/L masih dapat ditoleransi untuk kehidupan belut sawah. Hal itu disebabkan karena ikan belut sawah memiliki alat pernafasan tambahan berupa kulit tipis yang berada di rongga mulut yang berfungsi untuk mengambil oksigen langsung ke udara (Ishimatsu 2012).

Nilai pH merupakan suatu derajat basa atau asam suatu perairan, dan jika perairan cenderung basa akan menyebabkan nilai amonia tinggi. Menurut Boyd (1990), jumlah fraksi amonia akan semakin meningkat dengan disertai meningkatnya pH perairan dan sebaliknya. Nilai derajat keasaman atau pH pada setiap perlakuan dalam pemeliharaan belut sawah selama 56 hari berkisar antara 6,7-7,2. Nilai pH yang diperoleh masih dalam keadaan optimal yang dapat ditoleransi oleh ikan belut sawah, sehingga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan belut sawah. Kisaran pH yang optimal untuk kehidupan belut sawah adalah 6-7 (Fujiani et al 2015).

Amonia merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam kegiatan budidaya karena bersifat toksik bagi ikan dalam kisaran nilai tertentu. Menurut Wedemeyer (2001), kadar amoniak yang dapat ditoleransi oleh ikan secara umum kurang dari 0,1 mg/L. Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 3), kadar amonia masih dapat ditoleransi oleh ikan, sehingga tidak menggangu kinerja produksi. Hal itu disebabkan karena pergantian air yang dilakukan setiap hari sebanyak 100%.

Nitrit merupakan suatu proses peralihan perombakan dari amonia menjadi nitrat dengan bantuan bakteri aerob (Risamasu dan Prayitno 2011). Kadar nitrit yang terlalu tinggi dapat bersifat toksik bagi biota perairan, sehingga pentingnya dilakukan pengontrolan. Menurut Boyd dan Tucker (1998), kadar nitrit yang dapat ditoleransi oleh ikan secara umum kurang dari 0,5 mg/L. Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 3), kadar nitrit masih dapat ditoleransi oleh ikan, sehingga tidak menggangu kinerja produksi.

(18)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan ikan belut sawah pada padat tebar 1,5 kg/m2 menghasilkan kinerja produksi terbaik berupa laju pertumbuhan spesifik bobot 0,38%, dan rasio konversi pakan 3,66 dalam waktu 56 hari.

Saran

Kegiatan produksi ikan belut sawah dalam media air jernih disarankan menggunakan padat tebar 1,5 kg/m2. Selanjutnya diperlukan dilakukan penelitian dengan sistem resirkulasi untuk menghemat air dan garam mencapai kinerja produksi yang maksimal.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Tang M. 2002. Fisiologi Hewan Air. Jakarta (ID): Unri Pr.

Bahri F. 2000. Studi Mengenai Aspek Biologi Ikan Belut Sawah Monopterus albus di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

Boyd CE, Tucker CS. 1998. Pond Aquaculture Water Quality Management. Massachusetts (USA): Kluwer Academic Publisher.

Boyd CE. 1990. Water Quality Management in Pond Fish. Alabama (USA): International for Aquaculture. Agriculture Experiment Station.

Budiardi T, Gemawaty N, Wahjuningrum D. 2007. Produksi Ikan Neon Tetra Paracheirodon innesi Ukuran L Pada Padat Tebar 20, 40, dan 60 Ekor/Liter dalam Sistem Resirkulasi. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 211-215. Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Fauzi IA, Mokoginta I, Yaniharto D. 2008. Pemeliharaan Kerapu Bebek Cromileptes altives Yang Diberikan Pakan Pelet dan Ikan Rucah di Keramba Jaring Apung. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(1): 65-70.

Fujiani T, Efrizal, Rahayu R. 2015. Laju Pertumbuhan Belut Sawah Monopterus albus dengan Pemberian Berbagai pakan. Jurnal Biologi, 4(1):50-56. Goddard S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. New York (US):

Chapman and Hall.

Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel. New York (US): John Wiley and Sons.

Hoar WS, Randall DJ, Brett JR. 1979. Fish Physiology Volume III. Bioenergenetics and Growth. San Diego (US): Academic Press.

Huisman EA. 1987. Principle of Fish Production. Amsterdam (NL): Department of Fish Culture and Fisheries, Wageningen Agricultural University.

Husen Y. 2015. Kinerja Produksi Ikan Belut Sawah Monopterus albus Pada Ketinggian Air Pemeliharaan Berbeda. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ishimatsu A. 2012. Evolution of the Cardiorespiratory System in Air-Breathing Fishes. Japan: Institute of East China Sea Research, Nagasaki University. KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2008. Permintaan Belut dan Sidat

Semakin Meningkat [Internet].[Diunduh 22 Juni 2015]. www.wpi.kkp.go.id

Lovell T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. New York: Van Nostrand Reinhold

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press. hlm 68.

(20)

[NRC] National Research Council. 1993. Nutrient Requirement of Fish. Washington DC: National Academic of Science Press.

Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi. Bandung : Penerbit Bina Tjipta.

Rosa R, Bandarra NM, Nunes ML. 2007. Nutritional quality of African catfish Clarias gariepinus (Burchell 1822): a positive criterion for the future development of the European production of Siluroidei. International Journal of Food Science and Technology 42:342–351.

Risamasu JLF, Prayitno HB. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan, 16(3): 135-142.

Rusmaedi. 1986. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Bogor: Balai Penelitian Perikanan Air Tawar.

Steel GD, Torrie JH. 1993. Prinsip-Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wedemeyer GA. 2001. Fish Hatchery Management, 2nd Edition. Bethesda, Maryland: American Fisheries Society.

(21)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tata letak unit percobaan penelitian

Lampiran 2. Wadah yang digunakan dalam penelitian

Lampiran 3. Analisis statistik parameter uji yang diamati

a. Analisis statistik derajat kelangsungan hidup (%) ikan belut sawah dengan perlakuan padat tebar 0,5 kg/m2, 1,0 kg/m2, 1,5 kg/m2

Anova

Sumber keragaman Jumlah kuadrat

db Kuadrat tengah F P

Perlakuan 52,525 2 26,262 0,884 0,461

Sisa 178,227 6 29,704

Total 230,751 8

*) Perlakuan padat tebar tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan belut sawah (P>0,05).

Duncan Perlakuan N α = 0.05 1 0,5 kg/m2 3 88,133 1,0 kg/m2 3 92,036 1,5 kg/m2 3 93,936 P 0,254 13

(22)

b. Analisis statistik laju pertumbuhan spesifik bobot (%) ikan belut sawah dengan perlakuan padat tebar 0,5 kg/m2(A), 1,0 kg/m2(B), dan 1,5 kg/m2(C).

Anova Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Db Kuadrat tengah F P Perlakuan 0,075 2 0,037 15,516 0,004 Sisa 0,014 6 0,002 Total 0,089 8

*) Perlakuan padat tebar berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik bobot ikan belut sawah (P<0,05)

Duncan Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 0,5 kg/m2 3 0,160 1,0 kg/m2 3 0,270 1,5 kg/m2 3 0,383 P 1,000 1,000 1,000

c. Analisis statistik laju pertumbuhan spesifik panjang (%) ikan belut sawah dengan perlakuan padat tebar 0,5 kg/m2(A), 1,0 kg/m2(B), dan 1,5 kg/m2(C).

Anova Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Db Kuadrat Tengah F P Perlakuan 0,003 2 0,001 0,985 0,427 Sisa 0,009 6 0,001 Total 0,012 8

*) Perlakuan padat tebar tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik panjang ikan belut sawah (P>0,05)

Duncan Perlakuan N α = 0.05 1 0,5 kg/m2 3 0,083 1,0 kg/m2 3 0,086 1,5 kg/m2 3 0,123 P 0,267

d. Analisis statistik laju pertumbuhan mutlak bobot (g/hari) ikan belut sawah dengan perlakuan padat tebar 0,5 kg/m2(A), 1,0 kg/m2(B), dan 1,5 kg/m2(C).

(23)

Anova Sumber Keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat Tengah F P Perlakuan 0,002 2 0,001 17,930 0,003 Sisa 0,000 6 0,000 Total 0,002 8

*) Perlakuan padat tebar berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan mutlak bobot ikan belut sawah (P<0,05)

Duncan Perlakuan N α = 0.05 1 2 3 0,5 kg/m2 3 0,021 1,0 kg/m2 3 0,039 1,5 kg/m2 3 0,058 P 1,000 1,000 1,000

e. Analisis statistik laju pertumbuhan mutlak panjang (cm/hari) ikan belut sawah dengan perlakuan padat tebar 0,5 kg/m2(A), 1,0 kg/m2(B), dan 1,5 kg/m2(C).

Anova

*) Perlakuan padat tebar tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan mutlak panjang ikan belut sawah (P>0,05)

Duncan Perlakuan N α = 0.05 1 0,5 kg/m2 3 0,016 1,0 kg/m2 3 0,020 1,5 kg/m2 3 0,030 P 0,124

f. Analisis statistik laju koefisien keragaman bobot (%) ikan belut sawah dengan perlakuan padat tebar 0,5 kg/m2(A), 1,0 kg/m2(B), dan 1,5 kg/m2(C).

Anova Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Db Kuadrat Tengah F p Perlakuan 98,865 2 49,433 32,379 0,009 Sisa 4,580 3 1,527 Total 103,445 5 Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Db Kuadrat Tengah F P Perlakuan 0,000 2 0,000 1,857 0,236 Sisa 0,000 6 0,000 Total 0,001 8 15

(24)

*) Perlakuan padat tebar berpengaruh nyata terhadap koefisien keragaman bobot ikan belut sawah (P<0,05)

Duncan perlakuan N α = 0.05 1 2 0,5 kg/m2 2 9,890 1,5 kg/m2 2 17,835 1,0 kg/m2 2 19,040 P 1,000 0,401

g. Analisis statistik laju koefisien keragaman panjang (%) ikan belut sawah dengan perlakuan padat tebar 0,5 kg/m2(A), 1,0 kg/m2(B), dan 1,5 kg/m2(C).

Anova Sumber Keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat Tengah F P Perlakuan 8,004 2 4,002 31,702 0,010 Sisa 0,379 3 0,126 Total 8,382 5

*) Perlakuan padat tebar berpengaruh nyata terhadap koefisien keragaman panjang ikan belut sawah (P<0,05)

Duncan Perl akuan N α = 0.05 1 2 0,5 kg/m2 2 3,390 1,5 kg/m2 2 5,525 1,0 kg/m2 2 6,065 P 1,000 0,226

h. Analisis statistik rasio konversi pakan ikan belut sawah dengan perlakuan padat tebar 0,5 kg/m2(A), 1,0 kg/m2(B), dan 1,5 kg/m2(C).

Anova Sumber Keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat Tengah F P Perlakuan 22,648 2 11,324 17,469 0,003 Sisa 3,889 6 0,648 Total 26,537 8

*) Perlakuan padat tebar berpengaruh nyata terhadap konversi pakan ikan belut sawah (P<0,05)

(25)

Duncan Perlakuan N α = 0.05 1 2 1,5 kg/m2 3 3,666 1,0 kg/m2 3 5,160 0,5 kg/m2 3 7,520 P 0,064 1,000

i. Uji statistik normalitas dengan metode Kolmogorof-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Uji Residu

N 9,000

Normal Parametersa,b

Mean 0E-7 Std. Deviation 0,137 Most Extreme Differences Absolute 0,166 Positive 0,114 Negative -0,166 Kolmogorov-Smirnov Z 0,499

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,964

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Lampiran 4. Hasil pengukuran kualitas air pendederan ikan belut

a. Suhu minggu ke Perlakuan A B C 0 28,00 28,00 28,00 1 27,75 27,75 27,25 2 28,00 28,00 28,00 3 27,75 28,00 28,00 4 28,00 28,25 27,75 5 28,00 27,75 26,50 6 27,75 27,75 28,00 7 27,75 26,50 27,75 8 27,50 27,50 27,50 17

(26)

b. pH Minggu ke Perlakuan A B C 0 7,08 7,05 7,05 1 7,15 7,13 7,05 2 6,95 6,85 6,83 3 6,88 6,83 6,80 4 7,03 6,88 6,85 5 6,98 6,95 6,85 6 6,93 6,90 6,78 7 6,98 6,95 6,88 8 7,03 6,88 6,90

c. Oksigen terlarut (DO)

minggu ke Perlakuan A B C 0 2,250 2,050 1,775 1 2,350 2,075 1,750 2 1,375 1,200 1,125 3 1,350 1,200 1,175 4 1,125 1,100 0,925 5 1,100 1,05 0,950 6 1,225 1,050 0,900 7 1,100 1,075 1,025 8 1,225 1,100 0,950 d. Nitrit minggu ke Perlakuan A B C 0 0,064 0,178 0,235 1 0,075 0,173 0,267 2 0,077 0,241 0,363 3 0,119 0,189 0,341 4 0,120 0,203 0,341 5 0,117 0,250 0,341 6 0,113 0,222 0,324 7 0,111 0,191 0,239 8 0,144 0,199 0,276 18

(27)

e. Amonia Minggu ke Perlakuan A B C 0 0,0010 0,0021 0,0034 1 0,0011 0,0034 0,0049 2 0,0010 0,0015 0,0034 3 0,0011 0,0019 0,0019 4 0,0027 0,0023 0,0026 5 0,0011 0,0012 0,0024 6 0,0010 0,0025 0,0019 7 0,0017 0,0019 0,0023 8 0,0018 0,0017 0,0026 19

(28)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 18 Januari 1994 dari ayah yang bernama Hamiddin dan ibu yang bernama Wan Indriyani. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar di SD Pertiwi kota Medan, dan menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Perguruan Islam Al-ULUM Terpadu Medan pada tahun 2008. Penulis menempuh pendidikan sekolah menengah atas di Madrasah Aliyah Negeri MAN 1 Medan dan lulus pada tahun 2011. Selama pendidikan di MAN 1 Medan, penulis pernah menjabat sebagai Ketua Organisasi Basket di MAN 1 medan pada tahun 2009-2010. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan di Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama pendidikan di Program Diploma, penulis pernah mengikuti organisasi Halfmoon Adventure pada periode 2011-2012 menjabat sebagai anggota tetap. Penulis juga pernah mengikuti magang mandiri di Balai Pengembangan Benih Ikan Air Payau dan Laut Pangandaran, tentang Pembenihan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di bawah naungan Dinas Perikanan dan Kelautan, Jawa Barat pada tahun 2013.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program Diploma III IPB ini, penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan sebagai tugas akhir yang berjudul

“Pembenihan dan Pembesaran Udang Vaname Litopenaeus vannamei di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur”. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan studi ke jenjang sarjana di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Departemen Budidaya Perairan dan menyelesaikan tugas akhir dengan menyusun skripsi yang berjudul “Kinerja Produksi Belut

Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Padat Tebar yang Berbeda”.

Gambar

Tabel 1 Alat dan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air
Tabel  2  Kinerja  produksi  belut  sawah  Monopterus  albus  yang  dipelihara  selama  56 hari dengan padat tebar yang berbeda
Gambar  1  Peningkatan  bobot  rata-rata  belut  sawah  Monopterus  albus  yang  dipelihara selama 56 hari dengan padat tebar yang berbeda

Referensi

Dokumen terkait

memberikan tingkat keuntungan yang cukup besar bagi pengelolanya. Kegiatan yang relatif tidak menuntut waktu lama ini, dibandingkan dengan kegiatan pemeliharaan yang

(2010) menunjukkan bahwa penambahan angkak hingga level 1,5% berpengaruh tidak nyata terhadap kadar lemak sosis Cina. Kadar lemak sosis pada perlakuan level angkak

setuju pada rekomendasi konferens untuk memecat jemaat, maka konferens akan mengadakan pertemuan komite eksekutif dan merekomendasikan rapat konstituensi konferens untuk memecat

 hipotesa : variasi dalam spesies adalah heritable (bawaan) &amp; adaptif terhadap habitat pada batas spesies  Ecotype... Variasi

- Mahasiswa mampu memberikan penilaian terhadap contoh tipe window Presentasi studi kasus 3x50 7 Mahasiswa/i dapat memilih perangkat interaksi yang tepat dalam desain UI

Skripsi ini merupakan karya yang penulis tuntaskan guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Admnistrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan

Semua proses itu sudah melalui pemilihan jenis layout , typeface , penggunaan bahasa, fotografi, warna dan informasi yang diperlukan mengenai masjid tua abad XV

Dalam konteks pendidikan Islam, dikotomi lebih dipahami sebagai dualisme sistem pendidikan antara pendidikan agama Islam dan pendidikan umum yang memisahkan kesadaran keagamaan