• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Botani dan Morfologi Tanaman Karet 2.1.1 Botani Tanaman Karet

Di Indonesia, areal pertanaman karet tersebar hampir di seluruh nusantara. Dari sebaran itu, sebanyak 83% dikelola oleh rakyat (perkebunan rakyat), 8% dalam bentuk perkebunan negara, dan 9% dalam bentuk perkebunan swasta. Data ini menunjukkan bahwa perkebunan karet yang di kelola rakyat memberikan kontribusi dominan dalam ekspor nasional (Siregar dan Suhendry, 2013). Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Havea

Spesies : Havea brasiliensis 2.1.2 Morfologi Tanaman Karet

A. Akar (Radix)

Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Akar tunggang dapat menunjang tanah pada kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Akar yang paling aktif menyerap air dan unsur hara adalah bulu akar yang berada pada kedalaman 0-60 cm dan jarak 2,5 m dari pangkal pohon (Setiawan dan Andoko, 2005).

(2)

5 B. Batang (Caulis)

Tanaman karet adalah pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memliki percabangan yang tinggi. Di beberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Budiman, 2012).

C. Daun (Folium)

Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Biasanya tanaman karet mempunyai “jadwal” kerontokan daun pada setiap musim kemarau. Di musim rontok ini kebun karet menjadi indah karena daun-daun karet berubah warna dan jatuh berguguran.

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai anak daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun antara 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing. Tepinya rata dan gundul, tidak tajam (PS, 2013).

D. Bunga (Flos)

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima tajuk yang sempit. Panjang tanda bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut vilt. Ukurannya lebih besar sedikit dari yang jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang.

(3)

6

Kepala sari terbagi dalam 2 karangan, tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah suatu bakal buah yang tidak tumbuh sempurna (PS, 2013).

E. Buah (Fructus)

Karet merupakan tanaman berbuah polong (diselaputi kulit yang keras) yang sewaktu masih muda buahnya berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua warna kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering. Pada waktunya pecah dan jatuh, bijinya tercampak lepas dari kotaknya. Tiap buah tersusun atas 2-4 kotak biji. Pada umumnya berisi 3 kotak biji dimana setiap kotak terdapat 1 biji. Tanaman karet mulai menghasilkan buah pada umur lima tahun dan akan semakin banyak setiap pertambahan umur tanaman (PS, 2013).

F. Biji (Semen)

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya tiga, kadang enam, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang klias. Biji yang sering menjadi mainan anak-anak ini sebenarnya berbahaya karena mengandung racun (PS, 2013).

2. 2 Syarat Tumbuh Tanaman Karet 2.2.1 Iklim

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 150 LS dan 150 LU (batas astronomi bumi). Di luar zona itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga panen perdana lateks juga ikut terlambat. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500

(4)

7

mm sampai 4.000 mm/tahun, jumlah hari hujan berkisar antara 100 sampai dengan 150 setiap tahunnya. Akan tetapi, tidak semua wilayah yang memiliki jumlah hari hujan di kisaran tersebut cocok untuk pertumbuhan karet. Apabila di suatu wilayah sering mengalami hujan pada waktu pagi hari, maka produksi lateks akandipastikan berkurang (Nurhakim dan Aditya, 2016).

2.2.2 Jenis Tanah

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, alluvial dan bahkan tanah gambut. Tanah–tanah vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup baik, terutama dari segi struktur, tekstur, solum, ke dalaman air tanah, aerasi, dan drainasenya. Akan tetapi sifat-sifat kimianya umumnya sudah kurang baik, karena kandungan haranya relatif rendah. Tanah-tanah alluvial umumnya cukup subur, tetapi sifat fisisnya terutama drainase dan aerasinya kurang baik. Pembuatan saluran-saluran drainase akan menolong memperbaiki keadaan tanah ini (Budiman, 2012).

2.2.3 Ketinggian Tempat

Tanaman karet akan tumbuh optimal pada daerah dataran rendah yang berketinggian 200 m dari permukaan laut. Daerah yang berketinggian lebih dari 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh kembang tanaman karet tujuan komersial. Pengaruh ketinggian tempat tumbuh terhadap tanaman karet, yakni pada umur sadap perdana. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka umur sadapan perdana tanaman karet semakin lama (Nurhakim dan Aditya, 2016).

(5)

8 2. 3 Tanah Ultisol

Tanah termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan bahan organik yang sangat rendah sehingga memperlihatkan warna tanahnya berwarna merah kekuningan, reaksi tanah yang masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al yang tinggi, dan tingkat produktivitas yang rendah. Tekstur tanah ini adalah liat hingga liat berpasir, bulk density yang tinggi antara 1.3-1.5 g/cm³. Tanah ini memiliki unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat dan merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno, 1993).

Walaupun tanah Ultisol sering diidentifikasikan dengan tanah yang tidak subur, dimana mengandung bahan organik yang rendah, nutrisi rendah dan pH rendah (kurang dari 5,5) tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial jika dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada (Munir, 1996). Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas tanah Ultisol maka perlu dilakukan penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik dapat menurunkan bulk density tanah karena membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. Tanah Ultisol umumnya peka terhadap erosi serta mempunyai pori aerasi dan indeks stabilitas rendah sehingga tanah mudah menjadi padat. Akibatnya pertumbuhan akar tanaman terhambat karena daya tembus akar ke dalam tanah menjadi berkurang. Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah (Subowo dkk, 1990).

(6)

9

Tanah Ultisol merupakan tanah yang memiliki masalah keasaman tanah, bahan organik rendah dan nutrisi makro rendah dan memiliki ketersediaan P sangat rendah (Fitriatin dkk, 2014). Mulyani dkk, (2010) menyatakan bahwa kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB) dan C-Organik rendah, kandungan alumunium (kejenuhan Al) tinggi, fiksasi P tinggi, kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi. Tingginya curah hujan disebagian wilayah Indonesia menyebabkan tingkat pencucian hara tinggi terutama basa-basa, sehingga basa-basa dalam tanah akan segera tercuci keluar lingkungan tanah dan yang tinggal dalam tanah menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah.

Ultisol tergolong lahan marginal dengan tingkat produktivitasnya rendah, kandungan unsur hara umumnya rendah karena terjadi pencucian basa secara intensif, kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat terutama di daerah tropika. Ultisol memiliki permeabilitas lambat hingga sedang, dan kemantapan agregat rendah sehingga sebagian besar tanah ini mempunyai daya memegang air yang rendah dan peka terhadap erosi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Tanah Ultisol terdapat kandungan P potensial sangat rendah, dan K potensial bervariasi sangat rendah sampai rendah disemua lapisan tanah. Jumlah basa dapat tukar tergolong sangat rendah disemua lapisan. KTK tanah di semua lapisan termasuk rendah dan KB sangat rendah, kecuali lapisan atas termasuk rendah sampai sedang. Dengan demikian potensi kesuburan ultisol dinilai sangat rendah sampai rendah (Damanik dkk, 2010).

Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga

(7)

10

kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Data analisis tanah ultisol dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa sifat tanahnya bergantung dari bahan induks (batu liat atau pasir). Ultisol memiliki kelas tekstur yang bervariasi dari berlempung halus sampai berliat (Damanik dkk, 2010). Defisiensi magnesium pada tanaman juga dapat terjadi pada tanaman yang ditanam pada tanah yang mempunyai perbandingan Ca/Mg dapat ditukar sangat besar. Perbandingan yang ideal adalah tidak lebih dari 7:1. Pada sebagian besar humid tanah bertekstur besar dan dikapur kalsit terus-menerus dapat menyebabkan gangguan Ca dan Mg yang akhirnya menyebabkan defisiensi Mg.

Tanah Ultisol pada umumnya berwarna kelabu. Tanah ultisol bertekstur gugat kuat, gumpal-gumpal bersudut. Agregat tanah kurang stabil. Permeabilitas relative rendah kandungan liat tinggi (Hardjowigeno, 1989). Selulosa, zat pati, gula protein, sukar didekomposisikan jasad heterotropik (bakteri, fungi, aktinomisetes) lebih banyak daripada jasad autotropik (Suriadikarta dan Teddy Sutriadi, 2007). Biomassa karbon mikroorganisme tanah adalah bagian hidup dari bahan organik tanah yang terdiri dari bakteri, fungi, algae, dan protozoa, tidak termasuk akar tanaman dan fauna tanah yang lebih besar dari amuba terbesar kurang lebih (Jenkinson and Powlson, 1976).

Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai manfaat dan peranan yang penting dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali terkendala oleh iklim dan relief. Kesuburan alami tanah ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi

(8)

11

tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman (Subagyo dkk, 2004 dalam Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Di Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar, tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik. Pemanfaatan tanah ultisol untuk pengembangan tanaman pangan lebih banyak menghadapi kendala dibandingkan dengan untuk tanaman perkebunan. Oleh karena itu, tanah ini banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanman industri, terutama di Sumatera dan Kalimantan (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

2. 4 Sifat Fisik Tanah

Tanah terbentuk melalui disintegrasi dan dekomposisi dari batuan oleh proses fisika dan kimia. Proses pelapukan fisika ini berlangsung disebabkan pengembangan dan pengerutan akibat pemanasan dan pendinginan yang silih berganti, tekanan oleh pembekuan dan pencairan serta penetrasi akar. Adapun proses pelapukan kimia meliputi hidrasi, oksidasi dan reduksi, pelarutan dan penguraian (Lubis, 2015).

Sifat fisika tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak penggunaan lahan yang diharapkan dari tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung drainase dan kapasitas penyimpan hara, kemudahan ditembus akar, aerasi dan penyimpanan hara tanaman secara erat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Sifat-sifat fisik tanah meliputi tekstur tanah, struktur tanah, konsistensi tanah dan porositas tanah. Konversi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan akan menimbulkan berbagai dampak negatif, salah satunya pemadatan permukaan tanah. Pembukaan lahan hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan umumnya dilakukan dengan alat berat dan pembersihan permukaan tanah.

(9)

12 2.4.1 Tekstur Tanah

Tanah yang di dominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar) disebut lebih poreus, tanah yang di dominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang) agak poreus, sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (kecil) atau tidak poreus, sehingga makin dominan fraksi pasir akan makin kecil daya menahan tanah terhadap air, energi atau bahan lain, dan sebaliknya jika liat yang dominan (Hanafiah, 2005).

Tekstur tanah mencerminkan kasar halusnya tanah dari fraksi tanah halus (<2 mm), yang merupakan perbandingan antara pasir, debu dan liat, maka tanah dikelompokkan ke dalam beberapa kelas tekstur. Pengaruh yang ditimbulkannya antara lain terhadap kapasitas menahan air, permeabilitas tanah dan efisiensi penggunaan pupuk. Secara umum tekstur yang baik adalah tekstur yang halus dan agak halus karena yang demikian memungkinkan tanah dapat lebih mampu menahan unsur hara dan pupuk mempunyai kapasitas lebih tinggi dalam mensuplai unsur-unsur hara tersedia (Hakim dkk, 1986).

2.4.2 Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Bulk Density (kerapatan massa tanah) adalah perbandingan berat tanah kering dengan satuan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah, umumnya dinyatakan dalam gr/cm3. Sedangkan bentuk density adalah berat suatu massa tanah persatuan volume tanpa pori-pori tanah dengan gr/cm3. Sampel tanah yang diambil untuk menentukan berat jenis pasir

halus per satuan volumenya. Bulk density ditentukan dengan mengukur massa tanah di udara dan massa air (Pairunan, 1985).

Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi Bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Tanah yang lebih padat memiliki bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada

(10)

13

umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral mempunyai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dibawahnya. Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1-0.7 gr/cm3, sedangkan tanah

organik umumnya memiliki BD antara 0.1-0.9 gr/cm3 (Hardjowigeno, 2003).

Bulk density dipengaruhi oleh faktor-faktor tekstur, struktur, dan kandungan bahan organik. Bulk density dengan cepatnya berubah karena pengolahan tanah dan praktek budidaya. Hubungannya dengan tekstur adalah misalnya saja adalah tanah yang bertekstur liat memiliki pori yang kecil karena tingkat kepadatannya tinggi sehingga berpengaruh terhadap bulk densitynya, sama juga halnya dengan struktur tanah. Ketersediaan bahan organik juga berpengaruh hal ini disebabkan karena semakin banyak bahan organik yang terkandung dalam tanah maka semakin tinggi bulk densitynya (Mas’ud, 2015). 2.4.3 Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang ditempati oleh air dan udara. Sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poroeus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara sehingga mudah keluar masuk tanah secara leluasa (Hanafiah, 2005).

Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika bahan organik tinggi. Tanah dengan struktur granuler/remah, mempunyai porositas yang tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur massive/pejal. Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 2003).

Referensi

Dokumen terkait

Model peningkatan kinerja agroindustri perkebunan kelapa sawit PBUMN dirancang dalam suatu rangkaian kesisteman yang disesuaikan dengan berbagai keilmuan, dimulai dari

salah satu karya seni yang cukup digemari oleh masyarakat di sanggar ini adalah tari Marhaban, tarian ini di kreasikan dari Tari Rampak Bedug, Rudat dan pencak

Dengan nama allah yang maha pengasih lagi maha penyayang segala puji dan syukur saya panjat kan kehadirat allah SWT.berkat ridho dan karunia nya penulisan skripsi ini dapat

Nilai rerata indikator ini adalah 2,3 yang termasuk dalam kriteria kurang; (3) Keaktifan dan perhatian siswa pada saat guru menyampaikan materi, pada pratindakan untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas subkronis Ekstrak Curcuma Bebas Minyak Atsiri (ECBA) yang diberikan secara per oral pada pemakaian jangka panjang dengan

Sistem absensi di Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) masih dilakukan secara manual menggunakan kertas daftar absensi, masing-masing mahasiswa yang

Desain yang digunakan adalah penelitian survay analitik dengan pendekatan Cross Sectional study mengenai pengaruh pencahayaan dan masa kerja berdasarkan waktu kerja

Jumlah skor permata kuliah Proporsi Maha siswa Yang Lulus Ketepatan Wa ktu Penyerah-an Nilai MK Wajib/ Pilihan Nama MK No6.