• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TASIKMALAYA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

76 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBINAAN

PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

Salsah

Program Pascasarjana Administrasi Negara

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi YPPT Priatim Tasikmalaya email: salsahh7478@gmail.com

ABSTRAK

Perkembangan perekonomian terus berkembang dari waktu ke waktu, persaingan usaha tidak dapat terhindarkan saat ini. Perubahan-perubahan terus terjadi membuat Pemerintah membuat berbagai regulasi untuk mengatur perekonomian masyarakat, diantaranya yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya melalui kebijakan Pemerintah tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang implementasi kebijakan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kabupaten Tasikmalaya. Metode penelitian digunakan yaitu metode kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui studi dokumentasi, observasi dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dilakukan melalui reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi kebijakan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kabupaten Tasikmalaya belum efektif dilaksanakan. Implementasi Kebijakan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kabupaten Tasikmalaya dapat berjalan efektif apabila didasarkan pada ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen sikap/ kecendrungan (disposition) para pelaksana, komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.

Kata kunci : Implementasi Kebijakan, Pasar Tradisonal dan Pasar Modern. ABSTRACT

Economic development continues to develop from time to time, business competition is inevitable at this time. Changes continue to occur, making the Government make various regulations to regulate the economy of the community, including those that occurred in the District of Tasikalaya through the Government's policy on Structuring and Guiding Traditional Markets, Shopping Centers and Modern Stores.

(2)

77 This study aims to analyze the implementation of policies on Structuring and Guiding Traditional Markets, Shopping Centers and Modern Stores in Tasikmalaya Regency. The research method used is qualitative method. Data collection techniques through the study of documentation, observation and in-depth interviews. Data analysis techniques are done through data reduction, data display and conclusion drawing.

Based on the results of the study showed that the implementation of traditional market management and management policies, shopping centers and modern shops in Tasikmalaya Regency had not been effectively implemented. The Policy Implementation of Structuring and Guiding Traditional Markets, Shopping Centers and Modern Stores in Tasikmalaya Regency can be effective if it is based on the size and objectives of the policy, resources, disposition of the implementers, communication between organizations and implementing activities, and the economic, social and political environment.

Keywords: Policy Implementation, Traditional Markets and Modern Markets. PENDAHULUAN

Keberadaan pasar modern di daerah-daerah dianggap sebagai dalang dari menurunnya pendapatan pedagang tradisional, dimana dalam catatan IKAPPI menjelaskan bahwa dengan banyaknya ritel modern tersebut pendapatan kotor pedagang tradisional turun hingga 50 persen dalam dua tahun terakhir. Hal tersebut dikarenakan adanya persaingan tidak sehat antara pasar modern dan pasar tradisional. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah seolah tutup mata, membiarkan ekspansi pasar modern yang sangat agresif ke daerah-daerah.

Keberadaan pasar modern jauh lebih unggul dibanding pasar tradisional, pasar modern saat ini juga menjual komoditas sama dengan yang dijual di pasar tradisional, meskipun harga barang di pasar modern relatif sedikit lebih mahal, namun sebagian masyarakat lebih memilih belanja di pasar modern, karena tempatnya lebih bersih dan nyaman. Selanjutnya waktu buka pasar modern relatif lebih lama, bahkan ada yang buka sampai dengan 24 jam, sementara pasar tradisional rata-rata hanya buka 5 jam.

Permasalahan lain yaitu jarak yang sangat dekat antara pasar tradisional dengan pasar modern, dan keberadaan minimarket di hampir setiap ruas jalan, membuat sebagian masyarakat enggan belanja ke pasar tradisional. Menurut Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APBBI) mencatat adanya peningkatan sektor ritel sekitar 10 hingga 15 % di seluruh Indonesia pada akhir tahun 2016, sementara pertumbuhan pasar tradisional justru - 8,1 %. Melalui fenomena tersebut pemerintah sudah seharusnya melakukan kebijakan dalam melakukan pembatasan pasar modern itu, terutama tentang komoditas yang dijual, waktu operasional dan zonasi pasar modern.

Pemerintah Kabupaten/Kota perlu melakukan upaya-upaya nyata dalam menghadapi fenomena-fenomena tersebut di atas, melakukan upaya untuk mengikis kesenjangan antara pasar modern dan pasar tradisional, dan rasanya tidak cukup hanya memperketat atau membatasi perkembangan pasar modern, sejatinya pemerintah juga melakukan penataan dan menguatkan pasar tradisional menjadi

(3)

78 pasar yang bersih dan nyaman. Pemerintah sendiri telah berupaya melakukan Revitalisasi pasar tradisional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, hal tersebut untuk menguatkan para pedagang tradisional, membuat pasar tradisional mampu bersaing dengan pasar modern, seperti supermarket, hipermarket, dan mal yang kini marak berdiri di setiap daerah.

Selain merevitalisasi pasar tradisional, bantuan permodalan dan pemasaran juga akan menguatkan daya saing pasar tradisional. Pemerintah perlu memastikan regulasi yang bakal dikeluarkan untuk membatasi atau memperketat perkembangan pasar modern, jangan sampai mematikan pasar modern itu sendiri. Pasar tradisional dan modern harus sama-sama dibina secara sinergis, sehingga mampu meningkatkan kesejateraan pedagang dan mendorong pertumbuhan ekonomi di negeri ini. Setiap daerah memiliki dilematika dalam menghadapi perkembangan pasar modern saat ini, sehingga setiap daerah mengeluarkan berbagai kebijakan terkait dengan penataan pasar modern dan pasar tradisional.

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam menghadapi perkembangan pasar modern saat ini juga mendapat berbagai kendala, dimana semakin marak berdirinya pasar modern di wilayah Kabupaten Tasikmalaya yang sudah menjadi tuntutan masyarakat modern yang pada umumnya untuk masyarakat ekonomi menengah atas, sementara keberadaan pasar tradisional sebagai suatu budaya bangsa saat ini mencoba untuk bertahan dan mengembangkan diri agar mampu bersaing di tengah arus tersebut. Liberalisasi investasi yang makin tidak terbendung telah membuat pasar tradisional semakin terdesak dengan bermunculannya pasar modern yang menawarkan lebih banyak keunggulan komoditi, harga serta kenyamanan. Kenyataan tersebut telah membuat masyarakat berpaling dari bagian kebudayaan dan beralih kepada kehidupan modern yang serba praktis dengan intensitas interaksi yang minim.

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, dengan tujuan utama terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat serta meningkatkan kemampuan dan daya saing antar pelaku ekonomi baik dengan skala modal besar maupun skala modal kecil, namun demikian dalam implementasinya belum sesuai dengan yang diharapkan.

LANDASAN TEORI

Secara umum, kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai sebuah kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh pihak berwenang (dalam hal ini pemerintah) yang boleh jadi melibatkan stakeholders lain yang menyangkut tentang publik yang secara kasar proses pembuatannya selalu diawali dari perumusan sampai dengan evaluasi. Istilah kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan oleh Easton (Thoha, 2005, hal. 62-63) menjelaskan bahwa:

Kebijakan publik merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh seluruh masyarakat. Akan tetapi, hanya pemerintah sajalah yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari nilai-nilai tersebut (the authoritative allocation of value for the whole

(4)

79 society but turns out that only the government can authoritatively act on the whole society, and everything the government choose to do or not to do results in the allocation of values).

Pendapat di atas menunjukkan kebijakan publik sebagai otoritas yang dimiliki oleh pemerintah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan publik atau masyarakat. Selanjutnya, istilah kebijakan publik menurut Dye (Nugroho, 2004, hal. 64) mengemukakan bahwa :

Kebijakan publik merupakan apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan ataupun untuk tidak dilakukan (whatever government choose to do or not to do). Dalam pengertian tersebut, pusat perhatian dari kebijakan publik tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan termasuk apa saja yang tidak dilakukan oleh Pemerintah. Apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah itulah yang memberikan dampak cukup besar terhadap masyarakat seperti halnya dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan otoritas pemerintah untuk melakukan maupun tidak melalukan terhadap persoalan-persoalan publik yang terjadi. Anderson (Widodo, 2010, hal. 190) memberikan pengertian tentang kebijakan publik dengan mengemukakan: “Kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu”.

Suatu kebijakan publik yang telah disyahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak diimplementasikan secara maksimal dan benar, hal tersebut dikarenakan implementasi kebijakan publik berusaha untuk mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak ke dalam realita nyata, sehingga harus ada implementor yang konsisten dan profesional untuk mensosialisasikan isi kebijakan tersebut, dengan kata lain pelaksanaan kebijakan publik berusaha menimbulkan hasil (outcome) yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran (target groups).

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Lester dan Stewart (Winarno, 2002, hal. 101-102) yang menjelaskan bahwa “Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan”.

Implementasi kebijakan (Nugroho, 2004, hal. 162) mengemukakan bahwa: “Pelaksanaan atau implementasi kebijakan dalam konteks manajemen berada di dalam kerangka pengorganisasian (organizing) atau memimpin pelaksanaan pengendaliannya (leading-controlling)”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa implementasi kebijakan berkaitan dengan manajemen yang berada dalam ruang lingkup pengorganisasian dan memimpin sekaligus melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya.

Jones (Widodo, 2010, hal. 191) mengartikan implementasi kebijakan publik sebagai “getting the job done and doing it”, dari pernyataan tersebut menunjukkan dalam melaksanakan implementasi kebijakan menuntut adanya syarat antara lain

(5)

80 adanya orang atau pelaksana, uang, dan kemampuan organisasional. Lebih lanjut Jones merumuskan batasan implementasi sebagai “a process of getting additional resources so as to figure out what is to be done”. Implementasi dalam hal ini merupakan proses mendapatkan sumber daya tambahan, sehingga dapat menghitung apa yang harus dikerjakan. Dari pendapat tersebut paling tidak kebijakan memerlukan dua macam tindakan berurutan; pertama, merumuskan tindakan yang akan dilakukan; dan kedua, melaksanakan tindakan apa yang telah dirumuskan tadi.

Mazmanian dan Sabatier (Agustino, 2008, hal. 196) memberikan pengertian tentang implementasi kebijakan dengan menyatakan :

Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah-masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.

Menurut Van Metter dan Van Horn (Agustino, 2008, hal. 142) menyatakan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan budaya sosial yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan pada level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik pada level yang dikatakan berhasil. 2. Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pelaksana pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan juga perlu diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap/ Kecendrungan (disposition) para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.

(6)

81 Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang juga perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Karena itu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik yang kondusif juga perlu diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Locke (Creswell, 2015, hal. 229) merupakan penelitian interpretif, yang didalamnya peneliti terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dan terus-menerus dengan para partisipan. Keterlibatan inilah yang nantinya memunculkan serangkaian isuisu strategi, etis, dan personal dalam proses penelitian kualitatif.

Informan dalam penelitian ini yaitu orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang kajian penelitian baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung mengenai pelaksanaan atau implemetnasi Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, studi dokumentasi, dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu terdiri dari reduksi data, display data dan pengarikan kesimpulan.

PEMBAHASAN

Sektor perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan dengan tujuan utama terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat serta meningkatkan kemampuan dan daya saing antar pelaku ekonomi baik dengan skala modal besar maupun skala modal kecil, serta dalam rangka mencegah terjadinya praktek usaha yang tidak sehat maka perlu ditingkatkan kemitraan antara pelaku usaha pasar tradisional, pengusaha kecil dan koperasi dengan pelaku usaha pusat perbelanjaan dan toko modern berdasarkan prinsip kesamaan dan keadilan dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan sehingga terwujud tata niaga dan pola distribusi yang mantap, lancar, efisien dan berkelanjutan demi pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, menjadi pertimbangan diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Perputaran ekonomi saat ini tidak terlepas dari adanya pasar, baik pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan adanya toko modern. Keberadaan pasar tradisional yang menjadi salah satu faktor pendukung ekonomi di daerah, saat ini

(7)

82 lambat laun tergerus oleh adanya pusat perbelanjaan dan toko modern, termasuk di Kabupaten Tasikmalaya, sehingga apabila kurangnya penataan dan pembinaan, akan merugikan salah satu pusat perekomian masyarakat, yaitu pasar tradisional. Pasar tradisional sering kalah bersaing dengan pusat perbelanjaan maupun dengan toko modern, yang umumnya menjual produk-produk yang hampir sama.

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dalam upaya mengimplementasikan kebijakan tersebut di atas, berdasarkan berdasarkan data yagn diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tasikmalaya, pada tahun 2014 telah merevitalisasi sedikitnya 12 pasar tradisional yang tersebar di sejumlah kecamatan. Revitalisasi pasar tersebut dilakukan pada berbagai infrastruktur hingga meningkatkan keterampilan pelayanan terhadap para pedagang terutama dalam pengemasan produk atau barang yang dijualnya, hal tersebut diambil sebagai langkah menyeimbangkan pelayanan kepada pembeli atau masyarakat sebagaimana pelayanan yang diberikan oleh pusat perbelanjaan dan toko modern yang lebih mengutamakan kenyamanan dalam berbelanja.

Perbaikan pasar tradisional juga dilakukan pada tahun 2015 sebanyak 12 pasar, namun demikian tidak seluruh pasar tradisional mendapatkan revitalisasi sesuai yang diharapkan, hal tersebut terbentur oleh anggaran. Dari data yagn diperoleh pasar yang ada di Kabupaten Tasikmalaya diketahui sebanyak 72 pasar yang lima pasar di antaranya berstatus milik pemerintah daerah., dan sebanyak 67 pasar milik pemerintahan desa. Sementara pada tahun 2017, diketahui jumlah pembangunan pasar sebanyak 1 unit, dan rehabilitasi pasar sebanyak 3 Unit dengan target 3 Unit. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, setiap tahun melakukan revitalisasi pasar tradisional sebagai urat nadi perekonomian, dimana saat ini bersaing dengan toko modern yang menjamur sampai ke desa-desa.

Menjamurnya pasar dan toko modern atau mini market di daerah menjadi salah satu penyebab pasar tradisional, yang sebagian besar dilakukan oleh para pedagang kecil, mulai ditinggalkan oleh msyarakat. Pasar dan toko modern atau mini market dengan konsep kenyamanan dalam berbelanja tentu lambat laun akan menggilas pasar tradisional, sehingga peran pemerintah dalam hal ini sangat penting. Penataan dan pembinaan terhadap pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk menjaga keberlangsungan dari setiap jenis usaha tersebut.

Ukuran keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan dapat dilihat dari kinerja para pelaksana kebijakan disesuaikan dengan tujuan kebijakan. Penataan dan pembinaan terhadap pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern di Kabupaten Tasikmalaya merupakan kewenangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Sebagai pelaksana kebijakan memerlukan konsep yang jelas dalam melakukan penataan dan pembinaan terhadap segala kegiatan yang terjadi di lapangan. Masih ditemukannya dan menjadi permasalahan di masyarakat terhadap munculnya toko-toko modern yang belum memiliki izin tetapi sudah beroperasi, menunjukan lemahnya pengawasan dari para pelaksana kebijakan.

Sumber daya manusia, dalam hal ini pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Kabupaten Tasikmalaya masih sangat terbatas untuk melaksanakan

(8)

83 kebijakan terkait penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Data yang ada saat ini pegawai adalah sebagai berikut:

Tabel 1.

Keadaan pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tasikmalaya

No. Unit Kerja Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan

1. Kepala 1 - 1

2. Sekretariat 7 3 10 3. Bidang Industri Agro 3 2 5 4. Bidang Industri Non Agro 2 3 5 5. Bidang Perdagangan 6 1 7 6. Bidang Pasar 4 1 5 7. Unit Pelaksana Teknis Dinas 37 1 38 8. Kelompok Jabatan Fungsional 3 4 7

Jumlah total 63 15 78

Berdasarkan data di atas jumlah pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 78 orang, dengan sebaran pada Sekretariat sebanyak 10 orang, dan pada Bidang Industri Agro sebanyak 5 orang, Bidang Industri Non Agro juga sebanyak 5 orang, sementara jumlah pegawai pada Bidang Perdagangan sebanyak 7 orang, dan pada Bidang Pasar sebanyak 5 orang, sedangkan pegawai yang ada pada Unit Pelaksana Teknis Dinas sebanyak 37 orang, sedangkan yang berada dalam Kelompok Jabatan Fungsional sebanyak 7 orang pegawai. Ketersediaan jumlah pegawai yang berkaitan dengan penataan dan pembinaan terhadap penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, berdasarkan data tersebut tentu tidak sebanding dengan jumlah pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern yang ada.

Wilayah Kabupaten Tasikmalaya yang cukup luas, dengan jumlah penataan dan pembinaan pasar tradisional dan toko modern yang tersebar diberbagai tempat, tentu akan menyulitkan para pegawai untuk melakukan penataan dan pembinaannya. Keterbatasan sumber daya manusia dan sarana prasarana penunjang lainnya akan menghambat dalam pelaksanaan penataan dan pembinaan sesuai dengan isi kebijakan. Keterbatasan sumber daya tentu akan menghambat tercapainya tujuan kebijakan, sehingga diperlukan adanya kerjasama, komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak demi tercapainya tujuan kebijakan.

Faktor terpenting dalam melaksanakan kebijakan, yaitu adanya sikap dari para pelaksana kebijakan itu sendiri. Pada dasarnya setiap pegawai di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tasikmalaya yang berkaitan dengan penataan dan pembinaan terhadap pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, telah berusaha melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara maksimal, tetapi dengan keterbatasn sumber daya yang dimilki tenttu menjadi tidak optimal dalam pelaksanaan seluruh isi kebijakan.

Kemampuan berkomunikasi dalam pelaksanaan tugas penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern menjadi sangat

(9)

84 penting para pegawai sangat penting dimiliki, hal tersebut untuk mencapai keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan, dan dengan kemampuan komunikasi dan koordinasi dalam penyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan yang timbul sebagaimana yang terjadi dengan adanya toko-toko modern yang belum memiliki perijinan tetapi sudah melakukan kegiatan usaha, sehingga menimbulkan konflik di masyarakat.

Keberhasilan pelaksanaan kebijakan penataan dan pembinaan pasar

tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern di Kabupaten Tasikmalaya tidak terlepas dari aspek aspek ekonomi masyarakat, aspek sosial masyarakat dan aspek politik atau kepentingan-kepentingan yang ada didalamnya. Persoalan-persoalan yang timbul dari maraknya pusat perbelanjaan dan toko modern yang menjadi salah satu pesaing dari pasar tradisional, menurut peraturannya pembinaan dan pengawasannya telah menjadi tanggunjawab Bupati Tasikmalaya. Selanjutnya Bupati melimpahkan kewenangan pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pengelolaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern kepada Dinas.

Salah satu poin penting dalam implementasi kebijakan berkaitan dengan penataan dan pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yaitu belum tercapainya penciptaan sistem manajemen pengelolaan pasar, pelatihan terhadap sumber daya manusia, konsultasi, fasilitasi kerjasama, pembangunan dan perbaikan sarana maupun prasarana Pasar Tradisional, serta belum efektifnya fungsi pembinaan dan pengawasan melalui koordinasi dalam upaya mengantisipasi kemungkinan timbulnya permasalahan dalam pengelolaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan sebagai akibat pendirian Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Disamping itu, belum optimalnya para pegawai dalam melakukan pembinaan dan pengawasan dalam melakukan perlindungan kepada pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi pasar serta pelaku-pelaku usaha yang ada di dalamnya, dari aspek fasilitasi lokasi usaha yang strategis dan menguntungkan, peningkatan daya saing dengan pelaku usaha di Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, dan kepastian hukum untuk menjamin keberlangsungan usaha.

KESIMPULAN

Implementasi Kebijakan Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kabupaten Tasikmalaya belum sepenuhnya mengetahui dan memahami isi kebijakan, terutama tentang tujuan adanya kebijakan tersebut. Sumber daya manusia sebagai pelaksana kebijakan masih kurang dan sarana prasarana dalam mengimplementasikan kebijakan kurang memadai sehingga implementasi kebijakan menjadi kurang berjalan secara efektif. Para pelaksana kebijakan belum sepenuhnya memiliki ketegasan dalam melaksanakan atau mengimplementasikan seluruh kebijakan berkaitan penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern di Kabupaten Tasikmalaya. Keberhasilan implementasi kebijakan diperlukan kemampuan komunikasi yang baik dari para pelaksana kebijakan terhadap semua pihak yang terlibat didalamnya,

(10)

85 serta masih memerlukan analisis dari aspek ekonomi masyarakat, sosial masyarakat dan berbagai kepentingan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, L. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Creswell, John W. 2015. Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication.

Nugroho, R. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Thoha, M. 2005. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali.

Widodo, J. 2010. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media.

Winarno, B. 2002. Kebijakan Publik : Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Presindo.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa Program Studi Ilmu S1 Keperawatan Universitas muhammadiyah

Sistem catu daya listrik utama PLN merupakan sumber penyedia utama yang dipasok dari Gardu Induk Serpong melalui saluran kabel bawah tanah pada tegangan 20 kV

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor

Menurut kitab Senjata Mukmin karya tulisan Al-Allamah Sheikh Haji Husin Qadri, barangsiapa beramal dengan membaca ayat-ayat 33 ini pada siang atau malam hari, adalah dia dalam aman

Dengan melihat luasnya permasalahan yang mencakup dalam penelitian ini, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada sifat fisik tanah (tekstur, struktur

Administrasi sarana dan prasarana pendidikan merupakan hal yang sangat menunjang atas tercapainya suatu tujuan dari pendidikan, untuk meningkatkan daya kerja

Siswa telah menguasai kompetensi dasar nomor 3.4 di kelas III Sekolah Dasar, yaitu menggali informasi dari teks dongeng tentang kondisi alam dengan bantuan guru atau

Maka Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari Hak dan kewajiban PT.PLN(Persero) dengan masyarakat sebagai Konsumen, dalam Penggunaan Meter Listrik