• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIARE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIARE"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Definisi

Diare adalah keadaan kekerapan dan keenceran buang air besar dimana frekuensinya lebih dari tiga kali per hari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.

Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar di dunia telah mengajukan beberapa criteria mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih dari 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat.

Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari)

Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare noninfektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut.

Diare organic adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak ditemukan penyebab organik.

B. Etiologi

1. Faktor Infeksi

a. Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak

b. Infeksi bakteri : Vibrio coma, E. coli, Salmonella, Shigella, Compilobacter, Yersenia dan Acromonas

c. Infeksi virus : Entero virus (Virus echo, Coxechasi dan Poliomyelitis), Adeno virus, Rota virus dan Astrovirus

(2)

e. Infeksi parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut, tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun

2. Bukan faktor infeksi

a. Alergi makanan : susu dan protein b. Gangguan metabolik atau malabsorbsi.

c. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan d. Obat-obatan seperti antibiotik

e. Penyakit usus seperti Colitis ulseratif, crohn disease dan enterocolitis f. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas

g. Obstruksi usus C. Patofisiologi

1. Gangguan osmotik

Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini menyebabkan isi rongga usus berlebihan sehingga merangsang usus mengeluarkannya (diare).

2. Gangguan sekresi

Toxin pada dinding usus meningkatkan sekresi air dan elektrolit kedalam usus, peningkatan isi rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya.

3. Gangguan motalitas usus

Hiperperistaltik menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan atau peristaltik yang menurun menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat hal ini menyebabkan absorbsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare.

Patogenesis diare akut

a. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.

b. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) dalam usus halus. c. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).

d. Akibat toksin tersebut terjadi hypersekresi yang selanjutnya menimbulkan diare. Patogenesis diare kronik

Lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah : infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, dan malnutrisi.

(3)

a. Diare karena bakteri Non-Invasif (Enterotoksigenik).

Bakteri yang tidak merusak mukosa missal V.cholerae Eltor, Enterotoksigenic E.coli (ETEC) dan C.perfringens. V.Cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.

b. Diare karen Bakteri/parasit invasif (Enterovasif).

Bakteri yang merusak (invasive) antara lain: Enteroinvasif E.coli (EIEC), Salmonella, Shigelle, Yersinia, C.Perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Walau demikian, infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis. Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu: S.paratyphi B, Styphimurium, S.entereiditis, S.choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E.histolitica dan G.lamblia.

D. Manifestasi Klinis

Gejala klinik yang timbul tergantung dari intensitas dan tipe diare, namun secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi adalah :

a. Sering buang air besar lebih dari 3 kali dan dengan jumlah 200 – 250 gr b. Anoreksia

c. Vomiting

d. Feces encer dan terjadi perubahan warna dalam beberapa hari

e. Terjadi perubahan tingkah laku seperti rewel, iritabel, lemah, pucat, konvulsi, flasiddity dan merasa nyeri pada saat buang air besar

f. Respirasi cepat dan dalam

g. Kehilangan cairan/dehidrasi dimana jumlah urin menurun, turgor kulit jelek, kulit kering, terdapat fontanel dan mata yang cekung serta terjadi penurunan tekanan darah.

E. Evaluasi Diagnostik

1. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan

2. Pemeriksaan tinja; pH, lekosit, glukosa, dan adanya darah

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena

(4)

netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.

3. Kultur tinja

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.

4. Pemeriksaan elektrolit; BUN, kreatinin, dan glukosa

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap.

5. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

F. Penatalaksanaan

Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan auspan oral terbatas karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala. Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan:

1. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB) : gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kgBB.

2. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB) : turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 – 90 ml/kgBB.

(5)

3. Dehidrasi berat (hilang ciaran 8-10% BB) : tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis) dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kgBB.

Penentuan derajat dehidrasi

Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan: a. Keadaan kilnis: ringan, sedang, dan berat

b. Berat Jenis Plasma: pada dehidrasi BJ plasma meningkat  Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 – 1,040

 Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 – 1,032  Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 – 1,028 c. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP)

Bila CVP +4 s/d +11 cm H2 : normal

Bila CVP < +4 cm H2 : Syok atau dehidrasi

Skor penilaian klinis dehidrasi

Klinis Skor

Rasa haus/muntah 1

Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1 Tekanan darah sistolik <60> 2

Frekuensi nadi >120 x/mnt 1

Kesadaran apati 1

Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2

Frekuensi napas >30 x/mnt 1

Facies cholerica 2

Vox cholerica 2

Turgor kulit menurun 1

Washer womens hand 1

Ekstremitas dingin 1

Sianosis 2

Umur 50 – 60 tahun 1

Umur >60 tahun 2

Derajat Dehidrasi Menurut WHO

Yang dinilai Skor

1 2 3

Keadaan umum Baik Lesu/haus Gelisah, lemas,

mengantuk hingga syok

(6)

Mata Biasa Cekung Sangat cekung

Mulut Biasa Kering Sangat kering

Pernapasan <30x/menit 30-40x/menit >40x/menit

Turgor Baik Kurang Jelek

Nadi <120x/menit 120-140x/menit >140x/menit

Prinsip penatalaksanaan pada kegawatdaruratan

 Mengganti cairan yang hilang dan mengatasi syok.

 Mengganti elektrolit yang hilang.

 Mengenal dan mengatasi komplikasi yang terjadi.

 Memberantas penyebabnya.

Penatalaksanaan kegawatdaruratan diare pada anak 1. Mengganti cairan

Dasar pemberian cairan pada anak

Umur Pemberian awal Pemberian selanjutnya

< 12 bulan > 12 bulan 30 ml/kgbb/jam 30 ml/kgbb/0,5 jam 10 ml/kgBB/5jam 10 ml/2,5 jam

Umur Jumlah cairan yang diberikan setiap BAB < 24 bulan 2-10 tahun >10 tahun 5- 100 ml 100-200 ml Sebanyak mungkin 2. Dosis ulangan diberikan jika nadi masih lemah

3. Follow up pasien setiap 1-2 jam

4. Bila syok berikan adrenalin 0,05-0,5 ug/kgBB/mnt untuk memicu kerja jantung agar TD dapat kembali normal

5. Terapi cairan syok

terapi cairan syok ↓ Syok tertasi ↓ Terapi deficit ↓  hipertonik  hipotonik  isotonic

(7)

Penatalaksanaan pada diare akut pada orang dewasa antara lain: 1. Rehidrasi :

Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalkasanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonic mengandung elektrolit dan gula atau harus diberikan. Terapi rehidrasi orla murah, efektif dan lebih praktis dairpada cairan intravenal. Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status dehidrasi.

Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derjat dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat.

a. Ringan bila pasien mengalami kekurangan cairan 2-5% dair BB. b. Sedang bila pasien kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. c. Berat bila pasien kehilangan cairan 8-10% dari berat badan.

Metode pierce berdasarkan klinis :

Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x BB (kg) Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x BB (kg) Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x BB (kg) Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis :

skor

Kebutuhan cairan = --- x 10 % x kgBB x 1 liter 15

Bila skor < 3 dan tidak ada syok maka Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang, nasogastrik atau intravena.

Bila skor > 3 disertai syok atau dehidrasi sedang/berat pasien diberikan cairan melalui infuse pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra indikasi atau oral/saluran cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3.5 g NaCl, 2.5 g Natrium bikarbonat dan 1.5 g KCl setiap liter. Contoh oralit generic, renalyte, pharolit dll.

2. Diet

Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien dianjurkan minum minuman sari buah, the, minuman tidak bergas, makanan mudah

(8)

dicerna seperti pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

3. Obat anti-diare

Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. a) yang paling efektif yaitu derifat opiad missal loperamid, difenoksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamid paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan ensefalopati bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit. b) obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare berhenti. c) obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari.

4. Obat antimikroba

Dalam praktek sehari-hari acapkali dokter langsung memberikan antibiotik/antimikroba secara empiris. Pedoman sederhana pemberian antibiotik pada diare akut dewasa seperti terlihat pada table berikut

Pedoman Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Diare Akut Indikasi Pemberian Antibiotik Pilihan Antibiotik Demam (suhu oral >38,50C),

bloody stools, leukosit, laktoferin, hemoccult, sindroma disentri

Kuinolon 3 – 5 hari Kotrimoksazole 3 – 5 hari Traveler’s diarrhea Kuinolon 1 – 5 hari Diare persisten (kemungkinan

Giardiasis)

Metronidazole 3x500 mg selama 7 hari

Shigellosis Kotrimoksazole selama 3 hari

Kuinolon selama 3 hari

Intestinal Salmonellosis Kloramfenikol/Kotrimoksazole/Kuinolon selama 7 hari

Campylobacteriosis Eritromisin selama 5 hari

EPEC Terapi sebagai Febrile Dysentry

(9)

EIEC Terapi sebagai Shigellosis

EHEC Peranan antibiotik belum jelas

Vibrio non kolera Terapi sebagai febrile dysentery Aeromonas diarrhea Terapi sebagai febrile dysentery

Yersiniosis Umumnya dapat di terapi sebagai febrile dysentri.Pada kasus berat : Ceftriaxon IV 1 g/6 jam selama 5 hari

Giardiasis Metronidazole 4 x 250 mg selama 7 hari. Atau Tinidazole 2 g single dose atau Quinacine 3 x 100 mg selama 7 hari

Ingtestinal Amebiasis Metronidazole 3 x 750 mg 5 – 10 hari + pengobatan kista untuk mencegah relaps: Diiodohydroxyquin 3 x 650 mg 10 hari atau Paramomycin 3 x 500 mg 10 hari atau Diloxanide furoate 3 x 500 mg 10 hari Cryptosporidiosis Untuk kasus berat atau

immunocompromised : Paromomycin 3 x 500 selama 7 hari

Isosporiosis Kotrimoksazole 2 x 160/800 7 hari

G. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada anak yang menderita diare adalah : 1. Dehidrasi 2. Hipokalemi 3. Hipokalsemi 4. Cardiac disrythmias 5. Hiponatremi 6. Asidosis 7. Syok hipovolemik H. Penyimpangan KDM

(10)

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian

(11)

Pengkajian primer 1. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

2. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

3. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

4. Disability

Tingkat kesadaran klien yang dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS), dimana penilaiannya yaitu pada mata (4), motorik (6), verbal (5)

Pengkajian sekunder

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas s/d efek proses penyakit.

2. Sirkulasi

Tanda : Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K), hipotensi postural, Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).

(12)

3. Integritas Ego

Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis. perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Faktor stress akut/kronis mis. Hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal. Faktor budaya – peningkatan prevalensi.

Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi. 4. Eliminasi

Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan dorongan/kram (tenesmus). Defakasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feces. Peradarahan perektal.

Tanda : Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria.

5. Makanan/Cairan

Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitive mis. Buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak. Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan turgor

kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut. 6. Higien e

Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan.

7. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia.

Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi. 8. Keamanan

(13)

Gejala : Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu.

Tanda : Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis. 9. Interaksi Sosial

Gejala : Masalah hubungan/peran s/d kondisi, ketidakmampuan aktif dalam sosial. 10. Penyuluhan Pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga berpenyakit diare

b. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko kurang volume cairan b/d Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status hipermetabolik dan pemasukan terbatas.

Tujuan : Klien akan menampakkan volume cairan adekuat/mempertahankan cairan adekuat

Kriteria Evaluasi :

Dibuktikan oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, TTV stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah.

Intervensi :

1) Awasi masukan dan haluaran urine, karakter dan jumlah feces, perkirakan IWL dan hitung SWL.

R/ : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan. 2) Observasi TTV.

R/ : Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.

3) Observasi adanya kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, prngisisan kapiler lambat.

R/ : Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi. 4) Ukur BB tiap hari.

R/ : Indikator cairan dan status nutrisi.

5) Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari kerja.

(14)

kehilangan cairan usus.

6) Catat kelemahan otot umum dan disritmia jantung

R/ : Kehilangan cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit. Gangguan minor pada kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup.

7) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :

 Cairan parenteral, transfusi darah sesuai indikasi

R/ : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggatntian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia.

 Anti diare

R/ : Menurunkan kehilangan cairan dari usus.

 Antiemetik

R/ : Digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada eksaserbasi akut.

 Antipiretik

R/ : Mengontrol demam. Menurunkan IWL.

 Elektrolit tambahan

R/ : Mengganti kehilangan cairan melalui oral dan diare.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ganguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi ditandai dengan :

-Penurunan BB, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk -Bunyi usus hiperaktif, Konjungtiva dan membran mukosa pucat

-Menolak untuk makan.

Tujuan : pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat Kriteria Evaluasi :

a. Klien akan menunjukkan/menampakkan BB stabil

b. Peningkatan BB sesuai sasaran dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi. Intervensi :

1) Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.

R/ : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi. 2) Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut.

(15)

dan simpanan energi. 3) Anjurkan istirahat sebelum makan

R/ : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan. 4) Berikan kebersihan mulut terutama sebelum makan

R/ : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan. 5) Ciptakan lingkungan yang nyaman

R/ : Lingkungan yang nyaman menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan.

6) Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus R/ : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.

7) Dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makanan/diet

R/ : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.

8) Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet sesuai indikasi, mis : cairan jernih berubah menjadi makanan yang dihancurkan, rendah sisa, protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat

R/ : Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan. Rendah serat menurunkan respon peristaltik terhadap makanan.

9) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :

 Preparat Besi

R/ : Mencegah/mengobati anemi.

 Vitamin B12

R/ : Penggantian mengatasi depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, Meningkatkan produksi SDM/memperbaiki anemia.

 Asam folat

R/ : Kehilangan folat umum terjadi akibat penurunan masukan/absopsi.

 Nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi

(16)

3. Nyeri b/d Hiperperistaltik,diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal ditandai dengan :

- Laporan nyeri abdomen kolik/kram/nyeri menyebar. - Perilaku distraksi, gelisah, Perhatian pada diri sendiri - Ekspresi wajah meringis

Tujuan :

- Klien akan melaporkan nyeri hialng/terkontrol.

- Klien akan menampakkan perilaku rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi :

1) Dorong klien/keluarga untuk melaporkan nyeri yang dialami oleh klien. R/ : Mencoba untuk mentoleransi nyeri daripada meminta analgesik.

2) Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10), selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.

R/ : Nyeri sebelum defakasi sering terjadi dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karakterisik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi.

3) Amati adanya petunjuk nonverbal , selidiki perbedaan petunjuk verbal dan nonverbal.

R/ : Bahasa tubuh/petunjuk nonverbal dapat secara psikologis dan fisiologis dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.

4) Kaji ulang faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya/menghilangnya nyeri. R/ : Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.

5) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, ubah posisi dan aktifitas senggang.

R/ : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.

(17)

6) Observasi/catat adanya distensi abdomen dan TTV.

R/ : Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan parut.

7) Kolaborasi dengan timgizi/ahli diet dalam melakukan modifikasi diet dengan memberikan cairan dan meningkatkan makanan padat sesuai toleransi.

R/ : Istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri/kram. 8) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :

- Analgesik

R/ : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat secara adekuat dan prose penyembuhan.

- Antikolinergik

R/ : Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya nyeri kolik. - Anodin supp.

R/ : Merilekskan otot rectal dan menurunkan nyeri spasme.

4. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan ditandai dengan :

- Eksaserbasi penyakit tahap akut.

- Peningkatan ketegangan, distress, ketakutan. - Menunjukkan masalah tentang perubahan hidup. - Perhatian pada diri sendiri.

Tujuan :

- Orang tua akan menampakkan perilaku rileks dan melaporkan penurunan kecemasan sampai tingkat mudah ditangani.

- Orang tua akan menyatakan kesadaran perasaan kecemasan dan cara sehat menerimanya.

Intervensi :

1) Amati petunjuk perilaku mis : gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.

R/ : Indikator derajat kecemasan/stress. Hal ini dap terjadi akibat gejala fisik kondisi juga reaksi lain.

(18)

R/ : Membuat hubungan teraupetik. Membantu klien/orang terdekat dalammengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress. Klien dengan diare berat/konstipasi dapat ragu-ragu untuk meminta bantuan karena takut terhadap staf. 3) Berikan informasi nyata/akurat tentang apa yang dilakukan mis : tirah baring,

pembatasan masukan peroral dan posedur.

R/ : Keterlibatan klien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan kecemasan.

4) Berikan lingkungan tenang dan istitahat.

R/ : Memindahkan klien dari stress luar meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan kecemasan.

5) Dorong orang tua untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian.

R/ : Tindakan dukungan dapat membantu klien merasa stress berkurang, memungkinkan energi dapat ditujukan pada penyembuhan/perbaikan.

6) Bantu orang tua untuk mengidentifikasi/memerlukan perilaku koping yang digunakan pada masa lalu.

R/ : Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/stress saat ini, meningktkan rasa kontrol diri klien.

7) Bantu orang tua belajar mekanisme koping baru mis : teknik mengatasi stress, keterampilan organisasi.

R/ : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress dan kecemasan, meningkatkan kontrol penyakit.

5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis kebutuhan pengobatan b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat dan tidak mengenal sumber informai ditandai dengan :

- Pertanyaan, meminta informasi, pernyataan salah konsep. - Tidak akurat mengikuti instruksi.

- Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah. Tujuan :

- Orang tua akan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan pengobatan. - Orang tua akan dapat mengidentifikasi situasi stress dan tindakan khusus untuk

menerimanya.

(19)

- Orang tua akan melakukan perubahan pola hidup tertentu.

Intervensi :

1) Kaji persepsi orang tua tentang proses penyakit yang diderita anaknya.

R/ : Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu.

2) Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor penyebab. Dorong orang tua untuk mengajukan pertanyaan.

R/ : Pengetahuan dasar yang akurat memberikan orang tua kesempatan untuk membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. Meskipun kebanyakan klien tahu tentang proses penyakitnya sendiri, merek dapat mengalami informai yang tertinggal atau salah konsep.

3) Jelaskan tentang obat yang diberikan, tujuan, frekuensi, dosis dan kemungkinan efek samping.

R/ : Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.

4) Tekankan pentingnya perawatan kulit mis : teknik cuci tangan dengan baik dan perawatan perineal yang baik.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa. Jakarta : Gaya Baru.

Darmawan, Iyan, MD. Cairan Alternatif untuk Resusitasi Cairan: Ringer Asetat. Medical Departement PT Otsuka Indonesia, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

FH Feng, KM Fock, Peng, Penuntun Pengobatan Darurat. Yayasan Essentia Medica - Andi Yogyakarta, Edisi Yogya 1996 hal 5–16

Sunatrio, S. Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan. Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta, 14 Agustus 1999

Thaib, Roesli. Syok Hipovolemik dan Terapi Cairan. Kumpulan Naskah Temu NAsional dokter PTT, FKUI, Simposisum h 17-32

Wirjoatmodjo, M. Rehidrasi - Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi Kedua, ED Soeparman. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987 hal 8–12

Referensi

Dokumen terkait

Harun Nasution menunjukkan pendapat yang menyatakan bahwa agama, karena merupakan wahyu, tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu sosial, dan kalaupun dapat dilakukan,

Hal-hal menarik yang dapat dijadikan sebagai obyek penelitian antara lain adalah menghitung jumlah kendaraan, segmentasi, ekstraksi ciri, klasifikasi, dan

Terlihat bahwa video 10fps h asil kompresi 133:1 dapat dikirimkan dalam kanal 23Kbps dengan r ata-rata Signal To Noise Ratio 38.51dB, cukup lumayan. Tentunya ji ka kita ingin

Selama melakukan keterlibatan jaminan, fungsi audit internal secara rutin dan teratur berkomunikasi dengan tokoh-tokoh kunci di area subyek audit. Sebagian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat penyebarluasan informasi SPP PNPM dengan tingkat pemahaman masyarakat, pengaruh tingkat

Peneliti menemukan kemudahan bagi siswa dalam mengingat dan mengucapkan nama-nama negara, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyampaian kurikulum baru dengan metode

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kualitas hidup pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUD

Komponen pembentuk gel (KPG) yang terkadung pada estrak cincau memiliki fermentabilitas yang lebih baik dari selulosa dan menghasilkan asam lemak rantai pendek asetat, propionat