• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN..."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR LAMPIRAN... ii

Bab 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Jender Dalam Proyek PMP-IFAD ... 1

1.3 Lokasi Proyek... 2

1.4 Issue Jender... 2

Bab 2. JENDER DAN PENGARUSUTAMAAN JENDER 2.1 Konsep-konsep Kunci... 4

2.2 Pengertian-pengertian Dasar Tentang Jender yang Perlu Dikuasai Untuk Memahami Pengarusutamaan Jender ... 5

2.2.1 Bagaimana Memahami Konsep “Perbedaan Jender” dan “Perbedaan Jenis Kelamin”? ... 5

2.2.2 Bagaimana “Perbedaan Jender” Berubah Menjadi “Diskriminasi Jender”?... 5

2.2.3 Bagaimana “Perbedaan Jender” Terkait Dengan Kegiatan “Pengarusutamaan Jender”? ... 6

2.3 Pembangunan Berorientasi Jender ... 6

2.4 Landasan Hukum ... 7

2.5 Pengarusutamaan Jender Dalam Proyek-proyek IFAD ... 7

Bab 3. TUJUAN DAN MANFAAT JENDER DI PROYEK PMP-IFAD 3.1. Tujuan ... 9

3.2. Tujuan Khusus ... 9

3.3. Manfaat ... 9

Bab 4. STRATEGI TINDAK JENDER DALAM PROYEK PMP-IFAD 4.1. Strategi Rencana Tindak Jender ... 10

4.1.1 Strategi di Tingkat PMO ... 10

4.1.2 Strategi di Tingkat PIU ... 10

4.2. Target Keterlibatan Perempuan Dalam Proyek PMP-IFAD... 11

4.3. Target Jumlah Kelompok Nelayan Perempuan... 11

Bab 5. PELAKSANA KEGIATAN 5.1. PMO (Project Management Office) Berkedudukan di Jakarta... 12

5.2. PIU (Project Implementation Unit) Berkedudukan di Ibukota Kabupaten dan Kota... 12

5.3. Focal Point Gender ... 12

5.3.1 Di Tingkat Pusat (PMO) Sebagai Pendamping (Counterpart) Ahli Jender ... 12

5.3.2 Di Tingkat Kabupaten Sebagai Staf (Anggota) Pelaksana Utama... 12

5.3.3 PMC (Project Management Consultant) ... 13

(2)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Master Plan Integrasi Jender Dalam Proyek PMP-IFAD... 14 Lampiran 2 Monitoring Peran Aktif Perempuan dan Indikator ... 18 Lampiran 3 Laporan Penelitian di Empat Kota dan Kabupaten... Lampiran 4 Foto-foto ...

(3)

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1. L

ATAR

B

ELAKANG

Proyek Pemberdayaan Mayarakat Pesisir atau Coastal Community Development – Internasional Fund for Agricultural Development (PMP/CCD-IFAD) ditujukan untuk pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan yang berkelanjutan (pro poor, pro job, pro growth and pro sustainability) yang sejalan dengan kebijakan dan program IFAD.

Empat alasan proyek ini diajukan untuk didanai:

 Masyarakat yang tinggal di pesisir dan pulau kecil pada umumnya termasuk kelompok masyarakat miskin sampai sangat miskin;

 Banyak masyarakat yang memiliki motivasi dan berkomitmen untuk memperbaiki tingkat ekonomi mereka dan bertanggungjawab dalam pembangunan;

 Adanya peluang-peluang ekonomi yang baik dengan potensi pasar yang kuat terutama untuk produk kelautan dan perikanan yang bernilai tinggi; dan

 Secara konsisten mendukung kebijakan dan prioritas pemerintah

Proyek ini juga mengakomodasi kepentingan perempuan. Hal ini terlihat dari salah-satu indikator output yang menyatakan bahwa 50 % perempuan dalam perencanaan kegiatan Proyek PMP-IFAD di desa/kelurahan pesisir mewakili prioritas mereka. Dipertegas kembali di dalam pembentukan kelompok usaha, dimana satu dari tiga anggota kelompok atau minimal 30 % harus perempuan. Jika pedoman ini tidak dapat dipenuhi maka pertimbangan pengarusutamaan/mainstream jender gagal dilaksanakan dan konsekuensinya alokasi dana untuk desa/kelurahan tersebut dapat dikurangi.

Pertimbangan lainnya adalah Proyek PMP-IFAD di lapangan dalam pelaksanannya berdasarkan:

- Pemberdayaan berbasis masyarakat, masyarakat mendapat kewenangan dan hak-hak otonom untuk mengelola proyek PMP-IFAD secara mandiri dan partisipatif.

- Sensitif terhadap jender dan kemiskinan, setiap kegiatan yang dilaksanakan harus selalu mempertimbangkan keberadaan kelompok miskin dan perempuan. Keberpihakan ini sangat penting, mengingat kedua kelompok tersebut sering termarjinalisasi.

(4)

- Transparansi, pengelolaan kegiatan proyek PMP-IFAD harus dilakukan secara transparan (terbuka) dan diketahui oleh masyarakat luas. Dengan transparansi maka segala sesuatu yang dilakukan akan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

- Berkelanjutan, proyek PMP-IFAD ini harus berkelanjutan menjadi program di tengah masyarakat. Pengelolaan program harus dapat diteruskan oleh masyarakat.

Temuan di lapangan (Survey Jender dan Outcome Survey) yang membuat perempuan harus dilibatkan, berdasarkan hasil:

- Perempuan cukup telaten dan dapat dipercaya dalam kegiatan pengolahan perikanan.

- Waktu senggang yang banyak, sehingga memungkinkan perempuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tambahan.

Teori-teori pembangunan yang dikemukakan oleh banyak akhli telah membuktikan, bahwa secara ideal normatif pembangunan adalah suatu ideologi sekaligus sarana untuk mencapai kehidupan masyarakat laki-laki dan perempuan secara proporsional adil dan setara. Meskipun pendekatan dalam pelaksanaan pembangunan itu bisa beragam, namun pada dasarnya pembangunan bertujuan sama untuk mencapai perbaikan tingkat kualitas hidup masyarakat yang dapat diukur menggunakan indikator-indikator objektif. Pada kenyataannya, hasil pembangunan belum secara merata dapat dinikmati. Antara lain, pembangunan belum memberi manfaat secara adil kepada perempuan dan laki-laki. Pembangunan yang semula dianggap “netral” dan akan memberi manfaat yang sama kepada semua warga, ternyata memberi kontribusi terhadap timbulnya ketidak setaraan dan keadilan jender (Gender Gap) yang pada gilirannya menimbulkan pemasalahan jender (gender issue).

1.2

JENDER DALAM PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT

PESISIR (CCDP – IFAD)

Tanggung jawab membangun sistem pembangunan yang responsif jender ini ada pada negara, khususnya pemerintah, selaku pihak yang mendapat mandat dari rakyat untuk menjalankan pembangunan. Dengan kata lain, dikehendaki agar pemerintah dikelola menjadi suatu pemerintahan yang sensitif jender. Dengan demikian, pemerintah harus secara sengaja dan terencana, mengimplementasikan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan yang responsif jender yang memastikan perempuan dan laki-laki mendapatkan akses yang adil atas pembangunan. Pembangunan responsif jender sejalan dengan dokumen IFAD yang termaktub dalam Plan of Action dan Framework strategi IFAD tahun 2002 – 2006, bahwa semua kebijakannya harus mencerminkan pengarusutamaan jender (gender mainstreaming) dan pemberdayaan perempuan. Selaras juga dengan ketetapan United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) – Resolusi E/2002/L.14 – bahwa pengarusutamaan jender harus ada dalam seluruh program PBB di seluruh dunia. Secara detil yang dimaksud dengan jender dalam dokumen IFAD, meliputi:

(5)

-

Gender Equity, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama

untuk mengakses seluruh sumberdaya.

- Gender Equality, laki-laki dan perempuan mendapatkan perlakuan yang setara,

sesuai dengan kebutuhan dan kehormatan mereka, termasuk hak-hak dalam

pembagian keuntungan dan kesempatan.

Dalam menjalankan pembangunan tersebut, peran pemerintah, baik nasional, maupun kabupaten/kota, kecamatan dan desa menjadi sangat penting. Di lain pihak masyarakat sebagai pemanfaat hasil pembangunan, mempunyai peran yang lebih penting lagi.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan akan membantu memastikan terselenggaranya pembangunan yang responsif jender dengan melakukan pengawasan aktif terhadap Negara dalam melaksanakan kewajibannya itu dalam kebijakan pembangunan.

1.3

L

OKASI

P

ROYEK

Sasaran pelaksanaan integrasi jender dalam Proyek PMP-IFAD adalah masyarakat nelayan dan pesisir, di duabelas kabupaten dan kota, yaitu: Kabupaten Gorontalo Utara, Kota Bitung, Kota Pare-Pare, Kota Makasar, Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tenggara, Kota Ternate, Kabupaten Yapen Waropen, Kota Merauke, Kota Kupang, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Kubu Raya.

1.4

I

SSUE

J

ENDER

Dalam kenyataan di lapangan perempuan berpartisipasi dalam proses budidaya, pengolahan, proses produksi hasil-hasil laut/perikanan dan pemasaran, tetapi tidak dianggap/merupakan sebagai pemanfaat. Issue jender di dua belas (12) kabupaten adalah sebagai berikut:

a. Kabupaten Gorontalo Utara

Perempuan terlibat aktif dalam budidaya rumput laut, mulai dari pembibitan sampai pemasaran (Desa Popalo); Pengolahan ikan asin, keripik, baso, dodol (musiman) dan sebagian kecil nelayan tangkap (Desa Kwandang); tidak terlibat secara aktif di kegiatan-kegiatan nelayan dan perikanan, membantu suami – yang merupakan buruh di kapal ikan dan nelayan tradisional – di bidang pertanian (Desa Atinggola).

b. Kota Ambon

Hampir semua perempuan di Kota Ambon profesi mereka sebagai Jibu-jibu (Papa Lele) atau pemasaran dari hasil laut (ikan) tangkapan suaminya (negeri laha, Negeri Hutumuri, dan Negeri Latuhalat), ada juga yang berprofesi sebagai pengolah ikan asap cair (Negeri Laha), dan sebagian kecil sebagai nelayan tangkap (Negeri Hutumuri).

c. Kota Pare-Pare

Perempuan berpartisipasi dalam pengolahan ikan asin dan memasarkannya sampai di luar daerah mereka, diantaranya Makasar.

d. Kota Makasar

(6)

e. Kabupaten Yapen

Ada tiga kelompok perempuan di kabupaten Yapen. Masing-masing desa satu kelompok. Hanya ada satu kelompok yang terlibat dalam proses produksi, yakni pengolahan ikan asin dan ikan asap. Dua kelompok perempuan lainnya adalah tabungan. Partisipasi perempuan sekitar 25 % di proyek PMP-IFAD dan umumnya di desa-desa nelayan di Kabupaten Yapen.

f. Kabupaten Merauke

Ada delapan belas kelompok perempuan di Kabupaten Merauke. Semuanya

terlibat di kelompok usaha. Usaha yang mereka jalankan adalah, pembuatan

nuget ikan, terasi, keripik ikan, abon. 75% produksi mereka diserap pasar lokal.

Prosentase keterlibatan perempuan dalam proyek PMP-IFAD dan desa-desa

nelayan di kabupaten Yapen sekitar 45%.

g. Kabupaten Kubu Raya

Ada tiga kelompok perempuan di tiga desa di proyek PMP-IFAD di Kabupaten

Kubu Raya. Semuanya terlibat di kelompok usaha. Di Desa Padang Tikar,

pengolahan rajungan (kepiting), semua produksi dijual di pasar lokal. Di Desa

Dabung, kelompok perempuan terlibat dalam pengolahan kerang, dikeringkan

lalu dijual, pasarnya sudah ada dan dalam proses negoisasi. Selama ini kerang

dijual langsung dalam keadaan basah, sehingga nilai jualnya tidak begitu bagus.

Desa Sungai Nibung, kelompok perempuan menjalankan usaha pengolahan ebi

dan terasi. Semua produksi diserap pasar lokal. Yang lagi diupayakan adalah

meningkatkan hasil produksi. Keterlibatan perempuan dalam proyek PMP-IFAD,

sekitar 30% dan 15% untuk Kabupaten kubu Raya.

h. Kabupaten Lombok Barat

Di Kabupaten Lombok Barat keterlibatan perempuan dalam proyek PMP-IFAD

mencapai 50 %, mereka terlibat di tujuh kelompok pengolahan. Dua kelompok

pimpinannya adalah laki-laki. Usaha-usaha yang mereka lakukan adalah,

kerupuk ikan, kerupuk rumput laut, kerupuk teripang, pengolahan rajunganan,

dan pengolahan terasi. Khusus pengolahan rajungan sudah diekspor melalui

perusahaan di Surabaya, terasi panggang pasarnya sudah sampai ke Bali.

Produk lainnya diserap pasar lokal hampir 100%. Dua kelompok perempuan

lainnya, bergerak sebagai pengepul dengan mengambil ikan dari nelayan

tangkap yang kemudian mereka jual di pasar.

i. Kota Bitung

Terdapat tiga kelompok khusus perempuan (10 orang) di tiga kelurahan Kota

Bitung. Di kelompok campuran (laki-laki dan perempuan) tersebar di 6 kelompok,

masing-masing 2 orang yang berprofesi sebagai nelayan tangkap. Kelompok

khusus perempuan bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran hasil

tangkapan. Umumnya mereka membuat baso ikan, produk ini dipasarkan di Kota

Bitung dan Kota Manado, Cuma hasilnya belum signifikan (masih dibawah 30 %).

Usaha lainnya adalah membuat suriemie; cacahan daging setengah jadi yang

banyak dilirik produsen makanan. Hanya saja produksi daging cacahan setengah

jadi harus diproduksi dalam skala besar. Karena masih dalam rintisan, hasil dan

produksinya juga belum terlihat. Kelompok ini masih membutuhkan berbagai

(7)

pelatihan untuk bisa eksis. Khusus yang berprofesi sebagai nelayan tangkap,

bantuan yang diterima berupa perahu katinting. Partisipasi perempuan dalam

proyek PMP-IFAD sekitar 30 %. Untuk Kota Bitung partisipasi perempuan di

sektor nelayan sekitar 30 %.

j. Kabupaten Maluku Tenggara

Hanya ada satu kelompok perempuan (10 orang) di Kabupaten Maluku

Tenggara, terdapat di Desa Lefran Kecamatan Kei Kecil. Mereka mengerjakan

budidaya rumput laut. Di Desa Lefran juga perempuan bergabung di kelompok

campuran (bersama laki-laki) di tujuh kelompok. 1-4 orang perempuan disetiap

kelompok. Kelompok campuran ini juga bergerak di budidaya rumput laut. Di

Desa Ohoira, Kecamatan Kei Kecil Barat, tidak ada kelompok khusus

perempuan, ada lima kelompok dan terdapat satu perempuan di masing-masing

kelompok. Peran perempuan sebagai sekretaris atau bendahara. Di Desa Hueri,

Kecamatan Kei Besar, terdapat satu kelompok yang mayoritas anggotanya

perempuan 8 dari 10 orang). Mereka bergerak di bidang pengolahan hasil

tangkap dengan membuat ikan asap dan sebagian kecil berprofesi sebagai

papalele. Seluruh produksi mereka diserap pasar lokal di ibukota Kecamatan Kei

Barat dan Kota Tual. Keterlibatan perempuan di Proyek PMP-IFAD mencapai 30

%. Angka 30 % juga diperkirakan untuk keterlibatan perempuan di sektor nelayan

di Kabupaten Maluku Tenggara, mengingat peran aktif keluarga (perempuan)

dalam membantu perekonomian keluarga.

k. Kota Ternate

Ada satu kelompok khusus perempuan (8 orang) di Kelurahan Moti Kota,

Kecamatan moti. Kelompok ini di bidang pengolahan abon, ikan pindang dan

ikan asap. Di kelurahan Sulamadaha, Kecamatan Pulau Ternate, terdapat satu

kelompok perempuan (10 orang). Tergabung dalam kelompok pemasaran dan

pengolahan ikan asap yang dipasarkan di kota Ternate dan pembelian

berdasarkan pesanan. Di kelurahan Sulamadaha, Kecamatan Pulau Ternate,

ada dua kelompok perempuan, masing-masing kelompok anggotanya 10 orang.

Mengolah dan memasarkan ikan asap dan abon, pasar sementara dirintis

disekitar Kota Ternate dan mencari mitra yang tepat. Selain kelompok khusus

perempuan, perempuan bergabung juga di 6 kelompok lain yang mayoritas

anggotanya laki-laki. Terdapat 2- 4 anggota perempuan di masing-masing

kelompok. Partisipasi perempuan di Proyek PMP-IFAD sekitar 35 %.

l. Kota Kupang

Proyek PMP-IFAD sangat memperhatikan pemberdayaan, tidak hanya masyarakat laki-laki tetapi juga masyarakat perempuan untuk membentuk kelompok perempuan, mendapat pendampingan/pembinaan dan penyuluhan serta pelatihan bagi kaum perempuan sesuai dengan kebutuhan. Namun kepedulian serta kesadaran akan pentingnya partisipasi perempuan dari lembaga terkait masih kurang.

(8)
(9)

Bab 2

JENDER DAN PENGARUSUTAMAAN JENDER

2.1 K

ONSEP

– K

ONSEP

K

UNCI

a. Jender adalah peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang

diajarkan, diyakini dan dijalankan/dipraktekkan.

b. Perbedaan jender mengacu pada perbedaan antara laki-laki dan perempuan

dalam peran, hak dan kewajiban yang biasanya tampak dalam pembagian tugas di rumah tangga dan masyarakat, misalnya: perempuan umumnya menjalankan peran reproduktif sebagai perawat dan pemelihara keluarga mengurusi rumahtangga (di rumah), sedangkan laki-laki umumnya menjalankan peran produktif sebagai pencari nafkah utama.

c. Perspektif jender adalah kerangka pemikiran yang menekankan penting untuk

mengidentifikasi dan mengkaji kesamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki, misalnya: dalam peran yang dijalankan, kebutuhan dan aspirasi serta peluang yang tersedia dan hambatan yang harus dihadapi.

d. Kesetaraan jender adalah suatu kondisi dimana laki-laki dan perempuan

memiliki peluang dan akses yang sama dalam berbagai kegiatan rumah tangga dan masyarakat, misalnya: untuk berpartisipasi dalam proyek pembangunan.

e. Keadilan jender suatu kondisi dimana laki-laki dan perempuan bisa mendapat

manfaat dari berbagai kegiatan dalam rumah tangga dan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan aspirasinya.

f. Pengarusutamaan jender adalah upaya untuk memasukkan perspektif kesetaraan dan keadilan jender serta pemberdayaan perempuan dalam strategi dan kegiatan pembangunan masyarakat1.

g. Pemberdayaan perempuan adalah suatau proses dari bawah (bottom up)

untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan kelompok dalam mengidentifikasi masalah, menyampaikan kebutuhan dan merumuskan pemecahan masalah. Pemberdayaan tersebut perlu dilakukan terhadap kelompok perempuan baik sebagai individu maupun kelompok dalam kegiatan pembangunan.

h. Partisipasi nominal adalah bentuk partisipasi yang hanya memperhatikan

jumlah keikutsertaan (orang / kelompok) dalam kegiatan pembangunan.

i. Partisipasi efektif adalah bentuk partisipasi yang memperhatikan jumlah keterlibatan (orang/kelompok) dalam proses identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan.

1 Pengertian pengarusutamaan gender (PUG) yang serupa juga dapat dilihat pada (1) Inpres RI No. 9 Tahun 2000 (2) permendagri No 15 Tahun 2008 (3) Kepmendagri No 132 Tahun 2003

(10)

2.2 P

ENGERTIAN

– P

ENGERTIAN

D

ASAR

T

ENTANG

G

ENDER YANG

P

ERLU

D

IKUASAI

U

NTUK

M

EMAHAMI

P

ENGARUSUTAMAAN

G

ENDER

2.2.1 Bagaimana Memahami Konsep 'Perbedaan Gender' dan 'Perbedaan

Jenis Kelamin'?

Perbedaan gender sering dipahami sebagai perbedaan jenis kelamin dan isu-isu gender cenderung dianggap sebagai masalah kelompok perempuan. Padahal perbedaan gender mengacu pada peran, hak maupun kewajiban perempuan dan laki-laki yang umumnya dibentuk oleh faktor-faktor sosial, seperti budaya dan kebiasaan setempat. Perbedaan peran dan pembagian tugas seperti: perempuan merawat keluarga dan laki-laki mencari nafkah utama adalah perbedaan gender. Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh budaya setempat dan bersifat tidak tetap, karena perempuan juga bisa bertugas sebagai pencari nafkah utama sedangkan laki-laki bisa melakukan tugas merawat keluarga.

Perbedaan gender membuat perempuan dan laki-laki melakukan kegiatan-kegiatan yang berbeda, akibatnya mereka juga memiliki pengalaman, kebutuhan, prioritas dan pandangan yang berbeda dalam kehidupan sehari-harinya. Kegiatan pembangunan perlu tanggap terhadap perbedaan-perbedaan ini supaya bisa memberi manfaat pada kelompok perempuan dan laki-laki sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.

Perbedaan jenis kelamin mengacu pada fungsi-fungsi jasmaniah perempuan dan laki-laki yang ditentukan oleh faktor biologis. Perbedaan fungsi jasmaniah seperti mengandung, melahirkan dan menyusui adalah perbedaan yang terkait dengan jenis kelamin dan bersifat tetap. Fungsi-fungsi reproduksi tersebut hanya bisa dilakukan oleh perempuan.

Jadi, perbedaan gender bisa berubah dan diubah sesuai dengan kondisi dan tuntutan masyarakat. Sedangkan perbedaan fungsi jasmaniah yang terkait dengan perbedaan jenis kelamin tidak bisa diubah (kalaupun diubah hanya bersifat kosmetik seperti yang terjadi pada operasi perubahan jenis kelamin).

2.2.2 Bagaimana 'Perbedaan Gender' Berubah Menjadi 'Diskriminasi

Gender'?

Perbedaan gender menjadi diskriminasi gender pada saat perbedaan peran, hak dan kewajiban/tugas membuat kelompok tertentu dirugikan/dilemahkan dan kelompok yang lain diuntungkan/dikuatkan. Terjadinya diskriminasi gender tidak selalu bersifat ekstrim dan tidak selalu disadari. Sekalipun demikian jika dibiarkan akan merugikan kelompok yang berada dalam posisi lebih lemah.

Contoh:

Tugas perempuan untuk merawat keluarga umumnya berlangsung terus-menerus sehingga menyulitkan mereka meluangkan waktu untuk hadir dan ikut serta dalam

(11)

kegiatan-kegiatan di luar rumah tangga yang membutuhkan waktu lama. Akibatnya perempuan sering tidak bisa terlibat atau hanya diwakili oleh Kepala Keluarga (KK) nya dan tidak punya akses langsung terhadap informasi dan proses pengambilan keputusan di masyarakat.

2.2.3 Bagaimana ‘Perbedaan Jender’ Terkait Dengan Kegiatan ‘Pengarus Utamaan Jender’ ?

Kegiatan pengarusutamaan gender terutama berfokus pada perbedaan gender (yaitu perbedaan peran, hak, kewajiban/ tugas yang dijalankan oleh kelompok perempuan dan laki-laki) dan tujuan untuk:

- Memperbaiki akses dan peluang kelompok perempuan dan laki-laki dalam mengikuti dan menerima manfaat dari berbagai kegiatan di rumah tangga dan masyarakat agar menjadi lebih setara dan adil.

- Mencegah agar perbedaan gender tidak menjadi diskriminasi gender.

2.3. P

EMBANGUNAN

B

ERORIENTASI

G

ENDER

a. Pada tahun 1985 pembangunan yang berorientasi jender digunakan pendekatan

Women In Development (WID) atau Wanita dalam Pembangunan. Semua kegiatan ditujukan untuk kepentingan langsung terhadap perempuan. Semua kegiatan dengan WID dirancang untuk kepentingan perempuan, seperti peningkatan pendapatan untuk perempuan, kesempatan kerja untuk perempuan, peningkatan kesadaran tentang WID, menyusun data dasar WID untuk sosial ekonomi.

b. Pendekatan WID sebenarnya kurang menguntungkan untuk pembangunan.

Karena pembangunan adalah untuk masyarakat laki-laki dan perempuan. Kenyataan di lapangan menunjukkan memasukkan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam pembangunan dapat meningkatkan produktivitas sekaligus efisiensi dalam penggunaan sumberdaya pembangunan. Untuk mendapatkan pembangunan yang responsif terhadap pengalaman, aspirasi dan permasalahan perempuan dan laki-laki, disebut Jender Dan Pembangunan/Gender And Development (GAD).

c. GAD tidak membuat perempuan sebagai subyek utama, pendekatan GAD

memperbaiki peranan perempuan dan memerlukan analisis tentang hubungan laki-laki dan perempuan. Sedangkan WID berfokus pada perbaikan peran perempuan karena posisinya yang tidak setara dengan laki-laki. Pendekatan GAD memperhatikan essence yang berkaitan proses sosial ekonomi dan politik.

d. Pengarusutamaan Jender (Gender Mainstreaming)

Pengarusutamaan Jender adalah strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender dalam pembangunan, dimana aspek jender terintegrasi dalam perumusan kebijakan program dengan kegiatan melalui perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

Pengarusutamaan jender akan berhasil, jika sudah dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat baik yang bergabung dalam lembaga pemerintah

(12)

(Departemen dan non Departemen), organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi keagamaan maupun pada masyarakat yang paling kecil yaitu keluarga.

Lembaga pemerintah merupakan sasaran utama dari Pengarusutamaan jender seperti yang tertuang dalam INPRES No. 9 Tahun 2000. Dengan kewenangan yang dimiliki, Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia dari tingkat pusat sampai lini lapangan, yang berperan membuat kebijakan, program dan kegiatan (policy maker), dan perencanaan program (technical planning) mutlak harus mengutamakan jender dalam setiap langkahnya. Begitu pula organisasi swasta, organisasi profesi, organisasi keagamaan dan lain sebagainya, adalah organisasi-organisasi yang sangat menguasai keadaan di lapangan dan dekat dengan masyarakat.

2.4. L

ANDASAN HUKUM

Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender

Dalam Pembangunan. Ini adalah salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Dengan inpres ini, Presiden RI menginstruksikan kepada jajaran eksekutif, Gubernur, Bupati dan Walikota untuk melaksanakan strategi pengarusutamaan gender (PUG) sebagai bagian dari pembangunan nasional. PUG harus dilaksanakan disetiap tahap penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan.

Permendagri No 15 Tahun 2008 tentang pedoman umum pelaksanaan

pengarusutamaan gender di daerah, yaitu strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di daerah.

Kepmendagri No 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan di Daerah, yaitu:

pengarusutamaan gender adalah salah satu strategi pembangunan yang

dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, dan program, proyek dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

2.5. P

ENGARUSUTAMAAN

G

ENDER

D

ALAM

P

ROYEK

- P

ROYEK

ADB

Pengarusutamaan gender dalam proyek-proyek ADB mengacu pada ke bijakan gender yang dirumuskan dalam:

a. Gender and Development: Policies and Strategies (1998)

Kebijakan ini menerapkan pengarusutamaan (mainstreaming) sebagai suatu strategi kunci dalam meningkatkan kesetaraan gender. Untuk pengoperasian kebijakan tersebut, kegiatan ADB akan berfokus pada:

 Membantu negara-negara berkembang anggota ADB untuk membangun kapasitas dan kesadaran akan Gender dan Pembangunan, merumuskan dan

(13)

melaksanakan kebijakan serta program-program yang ditujukan untuk perbaikan status/pemberdayaan perempuan;

 Membantu mengkaji analisa gender dari usulan-usulan proyek serta memastikan agar isu-isu gender dipertimbangkan secara memadai di setiap tahapan proyek (identifikasi, persiapan, penilaian, implementasi dan evaluasi)

 Mempromosikan peningkatan kesadaran Gender dan Pembangunan dalam intern ADB melalui pelatihan dan seminar-seminar untuk staf ADB serta pembuatan pedoman untuk mengimplementasikan kebijakan gender dalam proyek.

 Membantu negara-negara berkembang anggota ADB untuk

mengimplementasikan komitmen yang telah dibuat pada Beijing World

Conference of Women.

b. Gender and Development (GAD) Plan of Action (2008-2010)

Dokumen ini merupakan pembaharuan komitmen ADB dalam pengarusutamaan gender dan identifikasi berbagai aspek yang dapat mendorong kegiatan operasional ADB untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan secara konkrit.

Utamanya, GAD Plan of Action berupaya memastikan bahwa pengarusutamaan gender dilaksanakan di setiap proyek ADB. Selain itu, GAD Plan of Action juga berupaya agar jumlah proyek ADB yang memiliki tema gender di berbagai sektor menjadi lebih seimbang (tidak hanya terpusat di sektor pendidikan dan kesehatan). Ini dilakukan dengan:

 Secara sistematis mengumpulkan dan menggunakan informasi spesifik dan data terpilah gender termasuk data dan informasi yang dikumpulkan melalui proses partisipasi dan pengetahuan lokal.

 Melembagakan penyusunan dan penggunaan Rencana Tindak Gender (Gender action Plan/GAP) yang spesifik untuk suatu proyek.

 Memasukan target dan indikator gender ke dalam desain kerangka dan monitoring/evaluasi untuk semua proyek.

 Memastikan bahwa spesialis gender di tingkat Residence Mission terlibat dalam persiapan framework asistensi teknis (Technical Assistance) dan pinjaman.

 Mendorong adanya tenaga ahli dibidang gender dan pembangunan untuk jangka panjang di dalam institusi dan agen pelaksana proyek.

 Menyediakan sistem monitoring proyek yang merefleksikan target dan indikator gender.

(14)

Bab 3

TUJUAN DAN MANFAAT JENDER DI PROYEK CCDP-IFAD

3.1. T

UJUAN

Tujuan CCDP-IFAD yang berorientasi jender, memberikan kesempatan pada masyarakat laki-laki dan perempuan terutama masyarakat miskin, secara proporsional sesuai tugas dan tanggung jawabnya dalam kegiatan Pembangunan (melalui proyek CCDP-IFAD) yang ditentukan secara musyawarah.

3.2. T

UJUAN

K

HUSUS

Memberi kesempatan kepada kaum perempuan untuk berpartisipasi dan berperan aktif dalam kegiatan proyek CCDP-IFAD dengan upaya:

a. Meningkatkan kemampuan perempuan di desa dan kelurahan proyek CCDP-IFAD melalui kelompok, pelatihan dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi;

b. Meningkatkan kemampuan perempuan untuk mampu berperan aktif dalam pembangunan desa dalam budidaya ikan/hasil laut, usaha ekonomi produktif, pengolahan hasil budidaya ikan, pemasaran, peningkatan gizi keluarga, serta manajemen rumah tangga melalui penumbuhan kelompok perempuan.

c. Meningkatkan manajemen kelompok dengan meningkatkan kemampuan berorganisasi, kepemimpinan, administrasi kelompok, serta pemahaman fungsi dan tugas pengurus kelompok.

3.3. M

ANFAAT

a. Masyarakat Desa/kelurahan Proyek PMP-IFAD, laki-laki dan perempuan secara proporsional bekerjasama dalam kemandirian untuk mencapai hasil pembangunan (melalui Proyek CCDP-IFAD) yang menguntungkan bagi masyarakat luas.

b. Masyarakat Desa/kelurahan Proyek PMP-IFAD, perempuan mempunyai akses sumberdaya yang mendukung usaha kelompok maupun individu untuk pengembangan ekonomi dan kesejahteraan keluarga.

(15)

Bab 4

RENCANA TINDAK JENDER

DALAM PROYEK CCD-IFAD

4.1. S

TRATEGI

R

ENCANA

T

INDAK

J

ENDER

Dalam Rencana Tindak Jender atau Gender Action Plan (GAP) merupakan pedoman utama dalam Pengarus utamaan Jender/Gender Mainstreaming didalam kegiatan proyek yang akan memfokuskan kepada partisipasi perempuan. Kegiatan ini menggambarkan dengan cara bagaimana proyek ini akan memperlakukan dimensi Jender. Khususnya menyangkut partisipasi perempuan di dalam kegiatan peningkatan kemampuan, penggalangan masyarakat dan pemberdayaan, serta pembangunan, implementasi dan koordinasi. Strategi pokok yang digaris bawahi dalam GAP :

4.1.1

Strategi di Tingkat PMO

a. Sosialisasi Persamaan persepsi tentang integrasi jender bagi PMO, PMC dan PIU

b. Penempatan focal point jender di PMO dan PIU.

c. Seleksi Penyuluh dan .

d. Workshop bagi TPD, Penyuluh dan focal point tingkat kabupaten.

e. Pelatihan bagi PPBM.

f. Pelaporan, monitoring dan evaluasi. g. Evaluasi kinerja TPD dan Penyuluh.

4.1.2

Strategi di Tingkat PIU

a. Workshop /sosialisasi bertujuan untuk pemahaman jender.Persamaan persepsi tentang integrasi jender bagi staf desa/kelurahan.

b. Penyiapan panduan Jender oleh Konsultan Lokal, bersama Penyuluh dan TPD

c. Pembentukan dan pemantapan/penguatan kelompok pengolah, usaha dan produksi (anggota dominan perempuan) sejumlah 300 kelompok

d. Menyusun rencana kerja kelompok

e. Mendorong Pokmas beranggotakan sekurang-kurangnya 30% perempuan Pelatihan manajemen kelompok (administrasi, kepemimpinan, kepengurusan, monitoring dan evaluasi)

f. Pelatihan bagi pembudidaya harus mencapai 25% peserta perempuan:

 Kab.Gorontalo Utara- bududaya rumput laut dan budidaya kerapu

 Kab. Merauke air tawar dan air payau

 Kab. Yapen budidaya air payau dan air tawar

 Kab. Lombok Barat budidaya

 Kab. Maluku Tenggara Budidaya rumput laut dan budidaya kerapu

 Kab. Kubu Raya

 Kota Ambon

 Kota Bitung

 Kota Makasar

(16)

 Kota Ternate

 Kota Kupang

g. Promosi pengembangan pemasaran ikan.

Menyusun modul dirancang khusus mengenai peran perempuan, Focal point tingkat kabupaten bersama TPD dan Penyuluh.

h. Kegiatan penyuluhan sedikitnya 20% pesertanya perempuan. i. Evaluasi, monitoring dan pelaporan.

4.2. T

ARGET

K

ETERLIBATAN

P

EREMPUAN

D

ALAM

P

ROYEK

CCDP-IFAD

Sasaran Keikutsertaan Jender

Komponen/Kegiatan Pendekatan dan Sasaran Jender

Penyiapan dan Pemberdayaan Masyarakat

 Terbentuknya 300 kelompok

pembudidaya/ pengolah/ usaha yang anggotanya perempuan.

 Sedikit-dikitnya 30% peserta dalam proses konsultasi untuk penilaian

kebutuhan dan penyiapan

masyarakat adalah perempuan.  Sedikitnya dikitnya 30% anggota

Pokmas adalah Perempuan.

 Sedikit-dikitnya 20% pengurus Pokmas adalah perempuan.

Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya

 Sedikit-dikitnya 25% peserta pelatihan budidaya ikan adalah perempuan.

Peluang Mata Pencaharian  Sedikit-dikitnya 33% peserta

pelatihan kegiatan usaha mikro adalah perempuan.

 Sedikit-dikitnya 25% usaha mikro binaan Proyek dikelola oleh perempuan.

Pengembangan Pemasaran Ikan  Promosi pemasaran mencakup

modul-modul, yang dirancang khusus mengenai peran perempuan dalam produksi pengolahan, budidaya dan proses produksi.

Tambahan Staf PMO dan PIU  Sedikit-dikitnya 30% staf yang

direkrut oleh Proyek adalah perempuan.

4.2. T

ARGET

J

UMLAH

K

ELOMPOK

B

UDIDAYA

, P

ENGOLAH

, P

RODUK

SI

(anggotanya dominan Perempuan)

2013-2016

No Lokasi PIU Target Jumlah Kelompok

(17)

20013 2014 2015 2016 2017 1 Kab. Gorut 3 6 6 7 7 36 2 Kota Ambon 3 3 3 3 3 15 3 Kota Makasar 2 3 3 3 3 14 4 Kota Pare-Pare 2 2 2 2 2 10 5 Kota Bitung 3 3 3 3 3 15 6 Kota Ternate 3 3 3 3 3 15 7 Kota Kupang 3 3 3 3 3 15

8 Kab. Lombok Barat 3 3 3 3 3 15

9 Kab. Kubu Raya 3 3 3 3 3 15

10 Kabupaten Merauke 3 3 3 3 3 15

11 Kabupaten Yapen 3 3 3 3 3 15

12 Kab. Maluku Tenggara 3 3 3 3 3 15

(18)

Bab 5

PELAKSANA KEGIATAN

5.1. PMO (P

ROJECT

M

ANAJEMENT

O

FFICE

) B

ERKEDUDUKAN DI

J

AKARTA

Dipimpin oleh Direktur Proyek, dalam pelaksanaan sehari – hari direktur proyek dibantu oleh Manajer Proyek. Merupakan unit organisasi yang antara lain mempunyai tugas memantau, membina, dan mengkoordinasikan kegiatan Proyek yang dilaksanakan oleh PIU di daerah. Salah satu kegiatan proyek PMP-IFAD adalah integrasi jender dalam proyek PMP-IFAD.

5.2. PIU (P

ROJECT

I

MPLEMENTATION

U

NIT

) B

ERKEDUDUKAN DI KOTA DAN

K

ABUPATEN

PIU dipimpin oleh kepala dinas yang membidangi perikanan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Dalam pelaksanaan sehari-hari KPA dibantu oleh PPK.

5.3

. F

OCAL

P

OINT

G

ENDER

Sebagai pembantu pelaksana kegiatan jender PMO dan PIU. Tugas pokok Focal Point adalah melakukan bimbingan, pembinaan, pendampingan dan tugas-tugas dalam rangka mengintegrasikan program jender dalam proyek PMP-IFAD.

5.3.1 Di tingkat Pusat (PMO) Sebagai Pendamping (Counterpart) Ahli

Jender

a. Membantu PMO dalam melaksanakan program jender sesuai dengan “Rencana

Induk Integrasi Jender Dalam Proyek PMP-IFAD”

b. Bekerjasama dengan PMC Ahli Jender dalam melaksanakan kegiatan jender. c. Memberi bimbingan dan petunjuk tentang kegiatan Jender pada Focal Point

tingkat Kabupaten dan Kota.

d. Melaksanakan sosialisasi dan memberikan petunjuk tentang jender dalam proyek PMP-IFAD pada PIU.

5.3.2 Di Tingkat Kabupaten dan KotaSebagai Staf (Anggota) Pelaksana

Utama

a. Membantu PIU dalam pelaksanaan kegiatan program jender.

b. Mengadakan sosialisasi tentang program jender kepada camat dan pamong desa/kelurahan di lokasi proyek PMP-IFAD.

c. Mengadakan sosialisasi tentang jender kepada Konsultan Lokal, Penyuluh, dan TPD.

d. Bekerjasama dengan Konsultan Lokal, Penyuluh dan TPD pada pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program jender pada Kelompok-kelompok Usaha di proyek PMP-IFAD

(19)

5.3.3 PMC (Project Management Consultant)

Ahli Jender di PMC bertugas :

a. Merancang program jender dalam proyek PMP-IFAD.

b. Bekerjasama dengan Focal point jender di PMO dan PIU, dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

c. Menyusun petunjuk monitoring dan evaluasi.

5.3.4 Konsultan Lokal, Penyuluh, dan TPD

Melaksanakan kegiatan jender di Tingkat Kelurahan dan Pedesaan proyek PMP IFAD, dengan:

a. Sosialisasi jender, melalui penyuluhan dan pelatihan kepada pembudidaya ikan, pelatihan kelompok pengolah dan usaha serta menggerakkan masyarakat laki-laki dan perempuan melalui pertemuan di kelurahan dan pedesaan.

b. Membantu Focal Point Kota dan Kabupaten dan kota menumbuh kembangkan kelompok pengolah, budidaya dan usaha.

c. Menggerakkan partisipasi perempuan dalam Pokmas. d. Mengadakan monitoring dan evaluasi program jender.

(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)

No Tahap

Kegiatan Ringkasan Rekomendasi Indikator Input Indikator Proses

Indikator Output Indikator Dampak 1 Sosialisasi Proyek Persamaan persepsi tentang integrasi jender dalam proyek PMP-IFAD. Bagi staf proyek kabupaten, kota kabupaten, kota dan aparat tk kecamatan dan desa.  Memastikan integrasi jender dalam proyek PMP-IFAD.

 Membahas/mendiskusikan perempuan, kemiskinan partisipasi masyarakat.

 Menjelaskan sasaran jender dalam proyek dan strategi pengurangan kemiskinan.  Dikembangkan & diperbaikinya “gender Action Plan” yang mengaitkan hasil yang menguntungkan bagi laki-laki & perempuan.

 Pedoman yang terkait jender siap digunakan.

Workshop antar PMO, PIU dan PMC untuk menyamakan persepsi tentang jender. Korelasi yang positif dan pelaksanaan kegiatan dan jender.  Peningkatan sosial ekonomi bagi masyarakat.  Peningkatan partisipasi perempuan di bidang sosial ekonomi dan yang berkaitan dengan lingkungan 2 Seleksi TPD dan Penyuluh.

 Prioritas TPD dan penyuluh yang berpengalaman tentang issue jender dan kelompok masyarakat tidak beruntung.

 Memastikan bahwa mereka terdiri laki-laki dan

perempuan.  Kriteria candidat: - Mempunyai pengetahuan tentang jender. - Perempuan atau laki-laki.  Pengumuman lewat radio atau surat kabar.  Daftar calon peserta.  20 % perempuan Meningkatkan kesadaran jender bagi TPD dan Penyuluh Berbasis Masyarakat. 3 Workshop/ Pelatihan PPBM tentang monitoring dan evaluasi integrasi jender dalam proyek.  Memusatkan sosialisasi terhadap monitoring dan evaluasi.

 Memantau proyek

 Penurunan kemiskinan dan meningkatkan kesadaran jender.  Dilaksanakannya pelatihan/workshop need assesment tentang kepekaan jender.  Penempatan ahli jender di PMO dan PIU

Sosialisasi atau workshop

Peserta memperoleh keahlian baru dan atau meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki. Peningkatan orientasi jender di tingkat kabupaten dan kota.

(27)

TPD dan penyuluh

workshop akan mencakup: - Hal-hal tentang issue

jender.

- Apa itu jender? - Mengapa integrasi

jender dalam proyek PMP-IFAD.

- Rencana aksi jender. - Dsb

desa/kelurahan. laki atau

perempuan terlatih kepekaan jender dalam proyek. masyarakat dan aparat desa/kelurahan mampu mengajarkan jender dengan menggunakan PRA. desa/kelurahan sadar akan pentingnya integrasi jender dalam proyek PMP-IFAD. 5 Penyiapan panduan jender bagi aparat desa/kelurahan

Identifikasi cara spesifik yang dapat diterima untuk:

- menyebarluaskan

informasi bagi perempuan desa/kelurahan.

- Memastikan bahwa perempuan dapat

berpartisipasi dalam aspek program.

- Memfasilitasi

pengelompokan kaum perempuan tersendiri. Dan melibatkan 30% menjadi anggota Pokmas. - Memastikan bahwa 20%

kaum perempuan ikut serta dalam pelatihan dan penyuluhan dalam budidaya, pengolahan, dan proses produksi.

 Mengembangkan metode dan alat pembelajaran jender, untuk memenuhi kebutuhan latihan. TPD bersama Penyuluh Berbasis Masyarakat membuat pedoman jender. Terselesaikannya panduan jender Meningkatnya partisipasi masyarakat permpuan dalam sosial ekonomi. 6 Pelatihan bagi Penyuluh Berbasis Masyarakat Pelatihan integrasijennder dalam proyek PMP-IFAD dengan menggunakan PRA

Menyiapkan panduan jender. Diselenggarakan workshop tentang kepekaan jender bagi Penyuluh Penyuluh Berbasis Masyarakat mampu sebagai pendamping Pengetahuan & manajemen yang lebih baik serta berkelanjutan di

(28)

masyarakat perempuan untuk menyusun rencana kerja dalam proyek. desa/kelurahan. 7 Proses partisipasi pembelajaran & pelaksanaan Memastikan bahwa 30% perempuan desa proyek memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan – kegiatan proyek agar kemampuan / kapasitas perempuan desa/kelurhan meningkat.  Jumlah 30% perempuan desa berpartisipasi dalam perencanaan program berdasarkan kebutuhan penerima manfaat.  Dilaksanakan partisipatory appraisal bagi kebutuhan laki-laki dan perempuan dilaksakan. Kelompok masyarakat laki-laki/perempuan (kelompok terpisah perempuan) menyusun rencana kerja berdasarkan potensinya. Proposal berdasarkan rencana kerja kelompok perempuan diajukan ke PIU melalui TPD, untuk dinilai dan disetujui. Peningkatan pemahaman dan pengetahuan kaum perempuan tentang perencanaan dari bawah 8 Pelaporan, Monitoring dan evaluasi.  Pelaporan  Monitoring  Mencakup indikator – indikator partisipasi. kaum perempuan dalam pelaporan.  Dalam monitoring memastikan adanya kesetaraan jender.  memonitor partisipasi  Pelaporan, monitoring dan evaluasi berorientasi jender. Keterlibatan dan kesadaran staf PIU dan PMO tentang adanya orientasi jender dalam proyek safver. Perbaikan akses dalam pembangunan oleh kaum perempuan melalui proyek safver. Perbaikan partisipasi perempuan dalam pembangunan desa melalui proyek safver dan peran perempuan dalam

pengambilan keputusan.

(29)

 Evaluasi  Studi partisipasi untuk memperbaiki dampak proyek dalam peningkatan kesetaraan jender

(30)

PERAN AKTIF PEREMPUAN DAN INDIKATOR

KABUPATEN/KOTA:

Kecamatan :

Desa/Kel. :

Bulan :

Hasil yang Diharapkan Cara Mengukur Indikator Keberhasilan

1. Perempuan hadir dan berperan aktif dalam pertemuan, peyuluhan dan pelatihan.

 Melihat langsung proses yang sedang berjalan.

 Melihat dokumen yang

ada,seperti:

 Daftar hadir pertemuan

 Formulir penggalian

gagasan.

 Formulir penilaian tingkat partisipasi

 Notulensi rapat atau catatan proses yang memuat siapa yang bertanya dan meberi tanggapan

 Jumlah perempuan yang hadir relatif meningkat.

 Perempuan berani berbicara dan bertanya.

 Perempuan memberi tanggapan atau mempertahankan pendapatnya.

2. Perempuan mengetahui dan paham tentang segala aspek proyek PMP-IFAD di

desanya/kelurahannya.

Mewawancarai perempuan di

desa/kelurahan yang

bersangkutan secara acak mengenai:

 Keberadaan program

 Pelaksanaan kegiatan

Perempuan dapat menjelaskan segala aspek proyek PMP-IFAD di desanya/kelurahannya dengan baik.

(31)

3. Perempuan berperan aktif dalam penyusunan usulan yang berkualitas dan berpotensi untuk didanai.

 Mewawancarai perempuan

pengusul.

 Mengamati proses penyusunan usulan.

 Membaca dan mempelajari usulan.

 Melihat daftar prioritas usulan.

 Perempuan mampu menjelaskan rincian usulan yang diajukan kelompoknya dan mampu mengemukakan alasan pengajuan alasan.

 Usulan dapat memenuhi kebutuhan perempuan.

 Tahap pelaksanaan terurai dengan lengkap.

 Dampak positif usulan terungkap secara jelas.

 Kegiatan tindak lanjut diungkapkan secara jelas. 4. Perempuan masuk dan

berperan aktif dalam Pokmas

Melihat petunjuk teknis

operasional untuk mempelajari struktur tim ( ketua, penulis,

bendahara dan unit-unit

pelaksana) dan mencatat posisi yang dipegang perempuan,

 Jumlah perempuan dalam Pokmas.

 Perempuan dapat mengerjakan tugasnya dalam tim, misalnya sebagai ketua dapat mengkoordinasikan anggota, sebagai bendahara mampu membuat pembukuan.

5. Ada kesinambungan peran perempuan setelah proyek PMP-IFAD

berakhir.

 Mewawancarai tokoh

masyarakat tentang peran perempuan dalam kegiatan – kegiatan di luar proyek PMP-IFAD.

 Mewawancarai perempuan

untuk mengetahui adanya perubahan peran perempuan dalam proyek PMP-IFAD dan dalam masyarakat umumnya.

 Pemerintah setempat peduli akan keterlibatan perempuan.

 Jumlah perempuan yang berperan aktif di dalam dan di luar proyek PMP-IFAD.

 Jumlah perempuan yang menjadi tokoh masyarakat

Tanggal,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan kompos tandan kosong sawit (TKS) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bibit, bobot basah dan bobot kering akar pada umur 12

Material komposit sudah dikembangkan dalam berbagai aplikasi, dengan memanfaatkan limbah (biowaste) tulang sapi yang diolah menjadi serbuk Hidroksiapatit dengan campuran

Layanan reservasi merupakan bagian dari fungsi layanan depan yang memungkinkan pengguna perpustakaan melakukan pemesanan koleksi yang diinginkan yang pada saat

pondok APIP (Asrama Pelajar Islam Pesantren), karena pada waktu itu fasilitas dan sarana untuk belajar belum memadai maka Kyai Asy’ari juga menggunakan musholla

103 Teguh Fasty Syaputra UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Teknik Industri UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

Proforma Posisi Keuangan Konsolidasian Ringkasan Perseroaan semata-mata disusun untuk mencerminkan dampak keuangan material atas informasi Laporan Keuangan

Saran yang dapat diberikan terkait dengan sistem sanksi dalam hukum Islam adalah: Negara Indonesia seharusnya tidak membatasi keberlakuan hukum Islam di Indonesia

Dari latar belakang tersebut, maka perlu dibangun sebuah sistem informasi dalam bentuk peta yang dapat memberikan informasi tentang kualitas udara pada tempat