• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut. dan Kolelitiasis. Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut. dan Kolelitiasis. Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Diagnosis dan Tatalaksana Kolesistitis Akut

dan Kolelitiasis

Di SUSUN OLEH: Vinsensia Dita NIM 11 2015 114 PEMBIMBING : 1. Dr.Devy J Iskandar SpPD KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF ILMU PENYAKIT DALAM PERIODE 28 APRIL S/D 4 JUNI 2016 RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA DEPOK

(2)

Kolesistitis dengan Kolelithiasis

I. Identitas pasien

Nama : Ny. Sri Rubiastuti

Alamat :Pondok Duta I Blok D5 No.13 Depok TTL :Jogja, 15 juli 1955/ 61 tahun

Jenis kelamin :Perempuan

Status : Kawin

Agama : Islam

II. Anamnesis

Keluhan utama : nyeri perut kanan atas sejak 6 hari SMRS Riwayat penyakit :

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 6 hari SMRS. Nyari dirasakan menjalar sampai ke punggung, muncul tiba-tiba, berlangsung > 20 menit. Keluhan juga disertai nyeri pada ulu hati, kembung, sering sendawa, rasa panas di dada, dan demam terus menerus namun tidak terlalu tinggi, pasien juga mengatakan tiap kali setelah makan, makanan yang dimakan seperti berbalik ke tenggorokan. Keluhan nyeri perut timbul setelah makan makanan berlemak, mual muntah, kuning pada kulit dan mata disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Untuk keluhan ini pasien sudah berobat ke poliklinik dokter dan mendapat obat antibiotik, paracetamol, omeprazole, namun keluhan belum berkurang.

Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluahan yang sama, pasien memiliki riwayat penyakit maag. Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis tidak ada.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis

Tanda – tanda vital : Tekanan darah : 120/80mmHg Nadi :80x/menit,reguler,equal,isi cukup Pernapasan : 18x/menit

Suhu : 36,80C

Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

(3)

Faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 Leher :JVP 5-1 cmH2O, tidak terdapat

pembesaran pada kelenjar tiroid dan KGB.

Thorax :bentuk dada normal, gerak simetris, BPH ICS IV peranjakan 2 cm.

Cor : Ictus cordis tidak tampak, teraba di ICS IV linea midclav sinsitra, diameter 2 cm. batas kanan jantung pada ICS IV linea sternalis dextra, batas atas jantung pada ICS II linea sternalis sinsitra, batas kiri jantung pada ICS V linea midclav sinistra. Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternal sinstra. BJ I-II regular, murmur , gallop

Pulmo : fremitus raba kiri sama dengan kanan, sonor di seluruh lapang paru, vokal resonan kanan sama dengan kiri, vesikuler diseluruh lapang paru, ronki-/-, wheezing

-/-Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan epigastrium (+), Murphy sign (+), hepar dan lien tidak teraba, timpani, RT tidak terisi, bising usus (+) normal.

Ekstermitas :akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis -/-IV. Diagnosis

WD : kolesistitis akut

DD : pankreatitis akut, kolelitiasis, ulkus peptic Dasar diagnosis :

Pada anmanesis didapatkana danya nyeri pada perut kanan atas yang menjalar sampai punggung dan disertai adanya demam. Pada pemeriksaan fisik :

(4)

V. Pemeriksaan anjuran

Darah rutin, urin lengkap, usg abdomen, fosfatase alkali Hasil pemeriksaan anjuran

1. Darah rutin Hb : 13,1 g/dl Leukosit : 10.910/mm3 Trombosit :496.000/mm3 Hematokrit : 39% 2. Urin lengkap Makroskopik Mikroskopis

Warna : kuning jernih Eritrosit : 0-1 LPB

Reaksi : Asam Leukosit : 2-4 LPB

pH : 7 Epitel : (+)

Berat jenis : negatif Kristal :Amorf (+) Protein : negatif Silinder : negatif Glukosa : negatif Bakteri : negatif Bilirubin : negatif Candida : negatif Urobilinogen : negatif

Keton : negatif Blood : negatif Nitrit : negatif 3. USG abdomen

Kolesistitis dengan multiple batu pasir di GB. VI. Diagnosis Pasti

Kolesistitis dengan kolelithiasis VII. Tatalaksana

Cairan RL

Petidine 1 x 50 mg Cefotaksime inj 1 gram VIII. Prognosis

Ad vitam : ad bonam Ad fungsionam : ad bonam Ad sanationam : ad bonam

(5)

BAB I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut,memiliki batu empedu. Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kolesistitis diantarannya: Faktor biologi (jenis kelamin), faktor lingkungan, faktor penyakit. Kolesistitis juga merupakan keadaan yang membuat 10% hingga 25% pasien harus menjalani pembedahan kandung empedu. Bentuk yang akut lebih sering ditemukan di antara wanita yang berusia pertengahan; bentuk kronis di antara manula. Kolesistitis dengan penanganan yang baik mempunyai prognosis yang cukup baik.

I.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insiden kasus batu empedu pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria ( 2,5 : 1 ) dan terjadi peningkatan seiring bertambahnya umur. Di masyarakat barat, komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan penelitian di Jakarta didapatkan 73% batu pigmen dan 27% batu kolesterol. Faktor resiko terjadinya batu empedu adalah : usia, gender wanita, kehamilan, estrogen, obesitas, etnik, (penduduk asli Amerika), sirosis, anemi hemolitik, nutrisi parenteral total. 1

Balzer dkk, melakukan penelitian epdiemiologi untuk mengetahui seberapa banyak populasi penderita batu empedu di Jerman. Dilaporkan bahwa dari 11.840 otopsi ditemukan 13,1% pria dan 33,7% wanita menderita batu empedu. Faktor etnis dan genetic berperan penting dalam pembentukan batu empedu. Selain itu, penyakit batu empedu juga relative rendah di Okinawa Jepang.1

(6)

BAB II Pembahasan

2.1 Definisi Kolesistitis

Kolesistitis merupakan peradangan yang terjadi pada kandung empedu. Kolesistitis terbagi menjadi dua yaitu kolesistitis akut dan kronik. Kolesisttitis akut adalah suatu reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Kolesistitis kronik lebih sering karena batu, dan biasanya disebabkan oleh kolesistitis akut berulang yang menyebabkan penebalan dinding kandung empedu dan lama kelamaan efensiensinya berkurang.1,2

Kolelithiasis

Kolelithiasis adalah keadaan dimana terdapat batu empedu di dalam kandung empedu yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada 4F yaitu wanita ( female), usia di atas 40 tahun (forty), obese (fat), dan fertile. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran.1

(7)

Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu ( 90% ) yang terletak diduktus sistikus sehingga menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus).

Faktor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain perubahan komposisi empedu ( sangat jenuh dengan kolesterol), statis empedu ( akibat gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme sfingter oddi), dan infeksi ( bakteri dapat berpean sebagai pusat presipitasi/pengendapan) kandung empedu.1

2.3 Patofisiologi

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah :

 Stasis cairan empedu  Infeksi kuman

 Iskemia dinding kandung empedu

Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan empedu menjadi stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu diikuti reaksi inflamasi dan supurasi. Dinding kandung empedu akan meradang, kasus yang lebih berat akan erjadi nekrosis dan rupture. Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat nutrisi secara parenteral atau dapat juga terjadi sumbatan karena keganasan kandung empedu.2,3

Faktor resiko kolesistitis adalah faktor yang menyebabkan pembentukan batu empedu, termasuk hiperlipidemia, diet tinggi karbohidrat, obesitas, diabetes mellitus, hemoglobinopati, atau konsumsi alcohol dalam jangkanwaktu yang panjang. Faktor – faktor resiko ini meningkat dengan bertambahnya usia

(8)

seseorang. Jika dilihat dari sudut jenis kelamin, perempuan lebih beresiko karena pengaruh hormone dan kehamilan.

Patofisiologi kolelitiasis

a. Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini yaitu: bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu, dengan bantuan enzim glokuroniltransferase.Kekurangan enzim ini mengakibatkan presipitasi / pengendapan dari bilirubin tersebut.

b. Batu kolesterol, kolesteerol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosflipid). Proses pembentukan batu kolesterol adalah sebagai berikut :

 Supersaturasi koleterol  Nukleasi kolesterol

 Disfungsi kandung empedu.1

2.4 Gejala Klinis a. Kolesistitis

Keluhan khas adalah nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan kenaikan suhu tubuh disertai menggigil. Rasa sakit yang menjalar ke pundak atau scapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan bervariasi tergantung dari beratnya inflamasi. Tanda randang peritoneum juga dapat ditemukan pada kolesistitis akut apabila penderita merasa nyeri semakin bertambah pada saat menarik nafas dalam, selain itu terdapat juga anoreksia, mual dan muntah. 1

b. Kolelitiasis

Keluhan timbul bila batu bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Gejala klinis dapaat berupa kolik bilier, mual, mutah, dan lain-lain. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini

(9)

akibat obstruksi transien duktus istikus oleh batu, sehingga menyebabkan peningkatan intralumen an distensi kandung empedu. Kolik biasanya timbul malam atau dini hari, setelah makan berat ataua makanan berlemak malam hari. Nyeri meningkat tajam dalam 15 menit dan menetap selama 3-5 jam, timbul dikuadran kanan atas atau epigastrium, dapat menjalar ke punggung kanan, atau bahu kanan, dan dapat menyerupai angina pectoris. Episode kolik sering disertai mual, muntah.1

2.5 Diagnosis

a. Kolesistitis Akut

Anamnesis : nyeri perut kanan atas yang menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda, kenaikan suhu tubuh disertai menggigil, jaundice, dapat pula disertai anoreksia, mual, muntah.

Pemeriksaan fisik : ikterus ringan, teraba massa kandung empedu, nyeri tekan di daerah letak anatomis kandung empedu. Tanda murhpy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandunh empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.2,3

b. Kolelitiasis

Anamnesis : Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simptomatis, pasien biasanya dating dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam.

Pemeriksaan Fisik : Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis

(10)

akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneous dan sclera dan bisa teraba hepar.2,3

Pemeriksaan Penunjang Kolesistitis akut dan kolelithiasis

a. Pemeriksaan laboratoriun: leukositosis, peningkatan kadar bilirubin (< 4 mg/dl), peningkatan serum transaminase dan fosfastase alkali.

b. Pemeriksaan foto polos abdomen biasanya tidak khas untk melihat adanya batu, karena hanya sekitar 10-15 % batu kandung empedu berkadar kalsium tinggi sehingga bersifat radioopak.

c. USG abdomen sangat bermanfaat untuk melihat besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu, dan saluran empedu ekstrahepatik.

d. Kolesistografi, untuk penderita tertentu cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kontraindikasi : ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin > 2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.4

2.6 Diferensial Diagnosis

Kolesistitis akut : ulkus peptikum akut, pancreatitis akut, hepatitis alkohlik

Kolelitiasis : pancreatitis akut, striktur duktus biliaris, karsinoma kandung empedu, ulkus peptic.

(11)

a. Tindakan umum

Tirah baring, cairan intravena, diet ringan tanpa lemak, analgetik petidin dan terapi simptomatik lainnya

b. Antibiotik

Antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septicemia. Umumnya penyebab infeksi adalah bakteri E. coli, S. faecalis dan Klebsiella. Dapat dipilih golongan sefalosporin dan metronidazol atau golongan ureidopenisilin seperti piperasilin, atau ampisilin sulbaktan, atau sefalosporin generasi ketiga. Penisilin dan kontrimoksazol sama-sama disekresi dalam empedu, namun sepertiga bakteri koliform empedu kini resisten terhadap ampisilin. Sefotaksim mungkin merupakan antibiotic terpilih.

c. Terapi operatif

Terapi definitif kolesistitis akut adalah kolesistektomi. Terapi operatif ini dapat dilakukan secepatnya yaitu dalam waktu 2-3 hari atau ditunggu 6-10 minggu selepas diterapi dengan pengobatan. Sebagian ahli memilih terapi operatif dini untuk menghindari timbulnya gangrene atau komplikasi kegagalan terapi konservatif. Sebagian lagi memilih dilakukan bila kondisi penderita sudah stabil. Terapi operatif lanjut ini merupakan pilihan terbaik karena operasi dini akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi menjadi lebih sulit kaaren aproses inflamasi akut di sekitar dukutus akan mengaburkan gambaran anatomi.1

Tatalaksana Kolelitiasis

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang timbul bisa dihindari atau mengurangi dengan makanan berlemak. Jika batu empedu menyebabakan serangan nyeri berulang meskipun telah

(12)

dilakukan perubahan pola makan, makan dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.1

Kolesistektomi terbagi dua yaitu operasi secara terbuka dan lapparoskopik

a. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi dalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2 % pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.1

b. Kolesistektomi laparoskopi

Indikasi awal hanya pada pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa danya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan koledokolitiasis. Dibandingkan dengan prosedur konvensional, tindakan ini dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit, namun ada penyulit yaitu resiko cedera duktus biliaris.1

Bila pembedahan tidak dilakukan, dapat dilakukan terapi medikamentosa atau menggunakan metode ESWL.

a. Terapi medikamentosa : diberikan pada pasien yang menolaka operasi, atau pasien resiko tinggi untuk kolesistektomi. Zat pelarut batu empedu yang digunakan

(13)

adalah asam kenodioksikolat (CDCA) dan ursodeoksikolat (UDCA). Keduanya hanya efektif untuk batu kolesterol yang kecil (<10mm) dan tidak dapat melarutkan pigmen. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehingga kejenuhan dalam kandung empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. UDCA dengan dosis 8-10 mg/KgBB/hari atau 8-12 mg/KgBB/hari merupakan pilihan karena efek samping diare atau rambut rontok lebih kecil. UDCA diberikan selama 6-12 bulan. Sabiston merekomendasikan kombinasi antara UDCA dan CDCA dengan dosis masing-masing 7,5 mg/KgBB/hari. Terapi dengan zat pelarut ini harus diberikan lama yaitu antara 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu tersebut larut.

b. ESWL ( Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy)

Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. Pecahnya batu tersebut akan keluar melewati saluran cerna. Namun beberapa komplikasi dapat timbul apabila bpecahnya batu tersebut menyumbat saluran pankreas sehingga menyebabkan pancreatitis, selain itu dapat juga menyumbat saluran cerna yang sempit seperti ileum terminale sehingga menimbulkan gejala ileus obstruktif.1

2.8 Komplikasi

Kolesistitis akut tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren, kadang dapat berkembang dengan cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati, dan peritonitis.

(14)

a. Kolesistitis akut : biasanya dipresipitasi oleh obstruksi duktus sistikus akibat kalkulus.

b. Kolesistitis kronik : inflamasi kronis menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu , biasanya menjadi menyusut, dan tidak berfungsi

c. Obstruksi saluran bilier skunder akibat perjalanan kalkulus ke dalam duktus bilier komunis ( koledokolitiasis) dengan jaundice obstruktif

d. Pankreatitis akut : terdapat hubungan yang kuat dengan batu empedu. Batu pada ujung bawah duktus bilier komunis tidak hanya merusak drainase pankreas, namun juga menimbulkan refluks empedu ke dalam duktus pankreas.

e. Ileus batu empedu : terjadi ketika batu empedu mengalami ulserasi ke dalam duodenum melalui fistula dan menyebabkan obstruksi usus halus akibat impaksi batu

f. Karsinoma kandung empedu : jarang namum biasanya berhubungan dengan kalkulus kandung empedu.

g. Empiema : setelah batu empedu terjepit di dalam duktus sistikus akan terjadi distensi dan inflamasi , dengan kandungan purulen pada kandung empedu.5

2.9 Prognosis

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu yang menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tindakan bedah akut pada usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek disamping kemungkinan timbul banyak komplikasi pasca bedah.1

Kebanyakan pasien dengan batu empedu tetap asimtomatik sepanjang hidupnya. Kolik bilier timbul pada 1% pasien, dan pilihan terapi adalah kolesistektomi. Obstruksi duktus sistikus mengakibatkan kolesistitis akut. Terapia dalah antibiotik dan kolesistektomi.

(15)

Penutup

3.1 Kesimpulan

Kolesistitis merupakan peradangan yang terjadi pada kandung empedu. Kolelithiasis adalah keadaan dimana terdapat batu empedu di dalam kandung empedu yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada 4F yaitu wanita ( female), usia di atas 40 tahun (forty), obese (fat), dan fertile. Keluhan khas adalah nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan kenaikan suhu tubuh disertai menggigil. Rasa sakit yang menjalar ke pundak atau scapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Keluhan timbul bila batu bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Gejala klinis dapaat berupa kolik bilier, mual, mutah, dan lain-lain.

Pada kolesistitis ditemukan leukositosis, peningkatan kadar bilirubin (< 4 mg/dl), peningkatan serum transaminase dan fosfastase alkali.

Daftar pustaka

1. Suzanna N. Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Ukrida; 2013. hlm 187 – 96 2. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009

3. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran Klinis. Ed ke 6. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2005. hlm 254-9

4. Davey P. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2007. hlm.245-9

5. Patel P. Lecture Note Radiologi. Ed ke 2. Jakarta: Erlangga Medical Series; 2006. hlm 141-2

(16)

Referensi

Dokumen terkait