• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TERAKHIR PENELITIAN DOSEN PEMULA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TERAKHIR PENELITIAN DOSEN PEMULA"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN TERAKHIR PENELITIAN DOSEN PEMULA

PENGEMBANGAN DESAIN MOTIF UKIR UNTUK AKTUALISASI IDENTITAS JEPARA SEBAGAI KOTA UKIR

Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun

Agus Setiawan, M.Sn (Ketua) NIDN: 0615058302

Annas Marzuki Sulaiman, M.Sn (Anggota) NIDN: 0616087604

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

NOVEMBER 2016

(2)
(3)

iii RINGKASAN

world carving Centre adalah ungkapan yang paling tepat untuk Jepara. Jepara yang memiliki potensi besar dibidang seni ukir dapat dilihat dari masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat dan R.A. Kartini. Desain motif ukir hingga saat ini selalu mengalami perubahan, yang jelas tidak bisa lepas dari peran masyarakatnya. pengembangan desain motif ukir yang tetap bertahan hingga saat ini oleh para seniman. Motif ukir Jepara mampu dilihat sebagai kontruksi sosial keruangan dalam hubungannya dengan identitas kultural dan tradisi. Motif ukir di jadikan identitas kota melalui wujud kreasi-kreasi motif ukir dan ditempatkan di berbagai sudut kota.

Target khusus dalam penelitian ini adalah berupaya menguatkan identitas Jepara sebagai Kota Ukir melalui pengembangan desain motif ukir. Keberadaan motif ukir menjadi nafas bagi masyarakat Jepara. Solusi yang diusulkan penulis adalah sebuah pendekatan historis dan estetik desain penelitian kualitatif. Pendekatan ini dapat diimplementasikan untuk menjelaskan pengembangan desain motif ukir di Jepara dan aktualisasi identitas Jepara sebagai Kota Ukir. Data-data yang digunakan berasal dari narasumber, tindakan, arsip dan sumber tertulis. Adapun teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Berdasarkan data-data yang dihasilkan dalam penelitian ini, maka penulis menentukan analisis secara siklus guna menjelaskan pokok permasalahan yaitu pengembangan desain motif dan identitas Jepara sebagai kota ukir. Keseluruhan rencana kegiatan penelitian sesuai jangka waktu yang diusulkan.

(4)

iv PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan yang berjudul “PENGEMBANGAN DESAIN MOTIF UKIR UNTUK AKTUALISASI IDENTITAS JEPARA SEBAGAI KOTA UKIR”. Selanjutnya peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini, kami mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ketua LPPM UDINUS, Prof. Vincent Didiek Wiet Aryanto, MBA, Ph.D

2. Dr. Abdul Syukur, selaku dekan FIK Udinus yang telah memberikan ijin penelitian. 3. Ir. Siti Hadiati Nugraini, M.Kom, Ph.D. selaku ketua Prodi Desain Komunikasi Visual

Udinus yang selalu motivator peneliti.

4. Kepala BAPPEDA Kab. Jepara, Yurisman, SH. MH yang telah memberikan ijin untuk penelitian di wilayah Kabupaten Jepara.

5. Kasi Perdagangan Dalam Negeri Kab. Jepara, Rini Inharyani, SP. MM. yang telah memberikan informasi terkait perkembangan seni ukir Jepara. di wilayah Kabupaten Jepara.

6. Kasi Pemasaran Pariwisata Kab. Jepara, Iana Cholidah, S.Sos yang telah memberikan informasi terkait budaya masyarakat Jepara..

Semoga Allah SWT melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua. Harapan penulis, penelitian dan penulisan laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi positif bagi penulis khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Semarang, 25 November 2016

(5)

v DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii RINGKASAN ... iii PRAKATA ... iv DAFTAR ISI ... v DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Desain ... 5

2.2 Desain Sebagai Warisan Budaya ... 6

2.3 Motif ukir ... 7

2.4 Indentitas Kota ... 8

2.5 Penelitian Relevan ... 9

2.6 Kerangka Berpikir ... 12

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT ... 13

3.1 Tujuan Penelitian ... 13

3.2 Manfaat Penelitian ... 13

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 15

4.1 Strategi Penelitian ... 15

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

4.3 Sumber Data ... 15

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 15

4.5 Teknik Analisis Data ... 16

BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ... 17

5.1 Sejarah dan Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Jepara... 19

5.2 Jepara Sebagai Kota Ukir ... 19

5.3 Keberadaan Motif Ukir Jepara untuk Identitas ... 22

5.3 Pengembangan Desain Motif Ukir ... 30

5.3 Luaran yang Dicapai ... 33

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Fish Bone ………11 Gambar 2. Kerangka Berpikir……… 12 Gambar 3. Logo Kabupaten Jepara……… 23 Gambar 4. Motif ukir pada logo KPU pemilukada Jepara tahun 2016 dan 2012………. 26 Gambar 5. Perubahan logo pariwisata Jepara ……… ……… 27 Gambar 6. Motif ukir pada media promosi PemKab. Jepara………..28 Gambar 7. Motif ukir pada pada seragam batik PemKab. Jepara……….. 28 Gambar 8. a gapura dinas pariwisata, b gapura pendopo Kab. Jepara, c gapura Mesjid

Agung Jepara, d gapura SMPN 1 Welahan……… 29 Gambar 9. Bagan pengembangan desain……… 30 Gambar 10. Bentuk motif relung menjadi ikon motif ukir Jepara……….. 31 Gambar 11. Alternatif Pengembangan Digi-Motif dan Rancangan Aplikasi Media…….. 31

(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Personalia tenaga pelaksana beserta kualifikasinya……….. 36

Artikel Ilmiah………..……….. 40

Poster Penelitian ……….……….. 54

Profil Hasil Penelitian………..……….. 55

Artikel Hasil Seminar………..……….. 65

Hasil kegiatan seminar……….. 74

(8)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Centre world carving adalah ungkapan yang paling tepat untuk Jepara. Jenis motif ukir yang terdapat di Jepara sangat banyak ragam bentuknya, itu merupakan kelanjutan dari bentuk-bentuk motif ukir sebelumnya. Seperti halnya seniman ukir akan membuat bentuk motif ukir baru maka akan memunculkan kembali bentuk motif ukir yang lama seperti unsur daun atau bentuk relungnya. Semuanya memperlihatkan warisan ketrampilan dalam mengukir baik dalam bentuk kasar maupun halus. Keistemewaan dari motif ukir yang terdapat di Jepara menunjukkan suatu bukti bahwa keberadaannya merupakan peninggalan sejarah dari penguasa-penguasa pada masa tertentu. Gustami mengungkapkan bahwa keterlibatan para tokoh dan pemimpin wanita dalam proses pembentukkan seni kerajinan mebel ukir jepara merupakan bukti keterkaitan pemimpin bangsa sebagai inspirator, innovator, dan penggerak untuk memacu bangkitnya semangat para seniman dan perajin dalam berkreasi. (Gustami, 2000: 80)

Jepara yang memiliki potensi besar dibidang seni ukir dapat dilihat dari masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat dan R.A. Kartini. Desain motif ukir hingga saat ini selalu mengalami perubahan, yang jelas tidak bisa lepas dari peran masyarakatnya. Motif ukir yang selalu dikembangkan oleh masyarakat setempat yang sampai sekarang masih dapat dijumpai di berbagai bentuk mebel ukir. Tampaknya peranan motif ukir bagi masyarakat Jepara sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti dibidang kerajinan sebagai karya seni yang mampu menopang kehidupan sehari-hari, usaha-usaha pelestarian atau pengembangan terus dilakukan.

Motif ukir yang diciptakan dianggap menjadi satu dari sekian dari hasil budaya dari masyarakat Jepara, keberadaanya tidak dapat dipisahkan. Berbagai kenyataan historis menunjukkan adanya realitas yang dibentuk oleh dimensi ruang dan waktu. Ruang dan waktu ini telah digunakan seniman untuk membuat realitas. Realitas yang dimaksud adalah proses berkarya. Ketika kita ke kota Jepara,

(9)

2 berkeliling melihat-lihat atau membeli produk mebel yang berukir. Kita akan terkagum-kagum dengan motif ukir yang diterapkan pada sebuah produk mebel ukir karena didukung dengan penempatan yang tepat atau barang kali karena kehalusan garap dari ukiran tersebut. Tetapi kita tidak tahu kapan dan di mana kegiatan tersebut di buat serta siapa pembuatnya, juga tidak dapat dimengerti di mana peranan motif ukir tersebut? Sebab kita seolah-olah terhipnotis kekaguman oleh kehadiran motif ukir yang menghias mengisi ruang-ruang kosong pada benda tersebut. Sementara banyak juga motif ukir yang diterapkan pada bangunan-bangunan seperti makam, masjid atau rumah-rumah

Bila kita datang ke Jepara melihat hasil karya mebel ukir dan ketika kita memfokuskan pada bagian hiasan dari sekian banyak ragam bentuk motif ukir, maka motif ukir tersebut diterapkan guna menambah nilai dan kualitas pada karya mebel. Tidak hanya di mebel ukir, tetapi juga dapat dilihat pada bangunan seperti masjid dan pendapa Kabupaten Jepara dan di ruang publik seperti taman kota, tugu di perempatan dan pertigaan jalan dan kawasan kabupaten Jepara, bahkan juga pada hiasan lampu hias kota kehadirannya dapat dianggap untuk memperindah kota Jepara. Di sisi lain, motif ukir Jepara juga diterapkan pada pakaian dinas dan sekolah. Motif ukir ini tidak berdiri sendiri secara utuh, keberadaannya menempel pada berbagai karya seni. Secara tidak langsung menunjukkan motif ukir Jepara sangat berperan. Motif ukir yang dihasilkan oleh masyarakat Jepara mampu memberikan citra bagi wilayah Jepara hingga menjadi “idiom” kota Jepara.

Abdul Kadir (1979:12) sebutan Jepara sebagai kota ukir sudah menjadi idiom dan sering kita dengar bahkan sampai saat ini sudah mampu menembus pasar ekspor karena produk mebel ukirnya. Seperti halnya ungkapan ini, sesungguhnya, kata “Jepara” tak mungkin dipisahkan dari pengertian “kota Jepara” sebagai kota ukir. Sehingga perkataan ukiran Jepara seakan-akan sudah merupakan idiom. Kegiatan ukir-mengukir yang mampu bertahan berabad-abad lamanya di Jepara. Faktor itulah yang sering mengundang pada pendatang dari daerah bahkan Negara, untuk datang dan berkunjung ke Jepara untuk

(10)

3 mendapatkan gambaran langsung tentang kemampuan masyarakat Jepara dalam hal ukir-mengukir.

Hal yang menarik dari motif ukir Jepara disamping memiliki bentuk yang khas, ada indikasi perwujudan kekuatan pengembangan terhadap mewujudkan karya seni yang menjadi kebanggaan masyarakat Jepara. Tetapi dalam proses pengembangannya bisa dianggap bahwa masyarakat Jepara tidak tahu hasil-hasil kreatif dari para artis/seniman ukir apakah bentuk yang dihasilkan termasuk kedalam bentuk yang mencirikan bentuk dari motif ukir Jepara, itulah yang menarik kalau melihat dari sisi warisan dan perkembangan bentuk motif ukir.

Mike susanto (2003:34) motif ukir terpengaruh dengan berbagai budaya yang terjadi pada etnis tertentu, namun akan terlihat memiliki kesamaan dalam pola dasarnya. Jika melihat hasil-hasil kerja kreatifnya, bentuk yang dihasilkan tetap mencerminkan lokal. Yang dimaksud adalah masih tetap membentuk karakter yang mencirikan visual dari bentuk-bentuk sebelumnya berdasarkan pengalaman masyarakat pendukungnya.

Motif ukir Jepara pernah mengalami puncak kepopuleran, ketika motif ukir diterapkan pada produk mebel ukir yang dihasilkan oleh para pengrajin. Bahkan hampir semua produk mebel ukir yang dihasilkan dipenuhi dengan hiasan motif ukir. Ini merupakan sedikit peran motif ukir untuk memenuhi keinginan masyarakat guna menunjang keindahan rumah dengan segala produk mebel ukir.

Dapat digambarkan motif ukir Jepara berperan besar dalam memajukan kota Jepara dalam proses adaptasi terhadap perubahan zaman yang terus berkembang. Pengembangan motif ukir dalam mencapai puncak kepopulerannya juga mengingatkan akan peran pemerintah yang sering menyerukan keindahan motif ukir. Dalam hal ini pemerintah sudah mengupayakan untuk memperkuat identitas Jepara sebagai kota ukir. Upaya yang sudah dilakukan di antaranya melalui perancangan komunikasi visual berbentuk tiga dimensi dan dua dimensi. Perancangan komunikasi visual tiga dimensi di tempatkan di bangunan, monumen, tugu, gapura yang keberadaannya berada di seluruh wilayah kota Jepara. Adapun perancangan komunikasi visual dua dimensi diterapkan pada majalah, web, Spanduk, poster, baliho dll.

(11)

4 Berangkat dari latar belakang di atas terdapat hal yang menarik di antaranya pengembangan desain motif ukir yang tetap bertahan hingga saat ini oleh para seniman. Motif ukir Jepara mampu dilihat sebagai kontruksi sosial keruangan dalam hubungannya dengan identitas kultural dan tradisi. Motif ukir di jadikan identitas kota melalui wujud kreasi-kreasi motif ukir dan ditempatkan di berbagai sudut kota. Menggarisbawahi hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka representatif untuk dilakukan kajian lebih mendalam dengan judul ”Pengembangan Desain Motif Ukir Untuk Aktualisasi Identitas Jepara sebagai Kota Ukir”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan ketertarikan yang sudah dijabarkan di latar belakang, maka dapat di ambil perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan desain motif ukir Jepara?

(12)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desain

Menurut Frascara (2004:2), istilah desain grafis merujuk kepada proses perencanaan, memproyeksikan, koordinasi, memilih, dan mengorganisir serangkaian elemen-elemen tekstual dan visual untuk menciptakan komunikasi visual. Istilah desain juga digunakan dalam kaitannya dengan benda-benda yang diciptakan oleh proses itu. Sedangkan menurut Ambrose dan Harris (2009:12), desain grafis adalah seni visual kreatif yang mencakup banyak bidang ilmu diantaranya yaitu seni, tipografi, tata letak halaman (layout), teknologi informasi dan aspek kreatif lainnya. Banyaknya cakupan bidang ilmu tersebut mengakibatkan para desainer dapat mengkhususkan diri dan fokus pada sub bidang tertentu pada bidang ilmu desain grafis.

Istilah desain komunikasi visual merupakan pengembangan dari kata desain dengan menghubungkannya dengan suatu media yang bertujuan mengkomunikasikan pesan tertentu. Setiap bagian dari desain komunikasi visual muncul merupakan sarana komunikasi yang membawa pesan tertentu, dan untuk mendapatkan respon yang diinginkan. Inilah sebabnya mengapa salah satu tidak bias menilai kualitas desain hanya atas dasar tampilan visualnya. Aspek estetika yang mempengaruhi suatu karya desain tidak boleh mendistorsi tujuan utama desain komunikasi visual, yang berpusat pada menghasilkan respon tertentu dari masyarakat tertentu (Frascara, 2004:3).

Dalam pembuatan sebuah desain yang baik dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka perlu diperhatikan penyusunan unsur-unsur desain dan penggunaan prinsip prinsip desain yang tepat. Unsur-unsur desain mengacu pada "apa" yang digunakan dan prinsip-prinsip desain mengacu pada "bagaimana" Unsur-unsur desain tersebut digunakan. Unsur-unsur desain meliputi: Garis, bentuk, ruang negatif, volume, nilai, warna, dan tekstur. Prinsip-prinsip desain meliputi: Keselarasan (Harmoni), Kesebandingan (Proporsi), Irama (Ritme), Keseimbangan (Balance), dan Penekanan (Emphasis) Penggunaan masing-masing

(13)

6 prinsip spesifik untuk masalah individu yang harus dipecahkan. Setelah masalahnya adalah diteliti dan didefinisikan dengan baik, elemen dapat dipilih, dan prinsip dapat diterapkan (Hashimoto dan Clayton, 2009:1).

2.2 Desain sebagai Warisan Budaya

Warisan budaya, menurut Davidson (1991:2) diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa. Dari gagasan ini, warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu. Warisan budaya fisik (tangible heritage) sering diklasifikasikan menjadi warisan budaya tidak bergerak (immovable heritage) dan warisan budaya bergerak (movable heritage). Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada di tempat terbuka dan terdiri dari atas: situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan kuno dan/atau bersejarah, patung-patung pahlawan (Galla, 2001: 8). Warisan budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri dari: benda warisan budaya, karya seni, arsip, dokumen, dan foto, karya tulis cetak, audiovisual berupa kaset, video, dan film (Galla, 2001: 10).

Pasal 1 dari The World Heritage Convention membagi warisan budaya fisik menjadi 3 kategori, yaitu monumen, kelompok bangunan, dan situs (World Heritage Unit, 1995: 45). Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 2010). Upaya pewarisan budaya salah satunya dengan pelestarian. Menurut Daud A. Tanudirjo (2003: 6), pelestarian adalah upaya memberi makna baru dan dalam masyarakat yang pluralistik pemberian makna itu dapat beragam, maka pelestarian warisan budaya harus dapat dibicarakan bersama,dinegosiasikan dan perlu disepakati bersama pula melalui suatu dialog yang terbuka dan seimbang.

(14)

7 Pewarisan budaya (transmission of culture) yaitu proses mewariskan budaya (unsur-unsur budaya) dari satu generasi ke generasi manusia atau masyarakat berikutnya melalui proses pembudayaan (proses belajar budaya). Sesuai dengan hakikat dan budaya sebagai milik bersama masyarakat, maka unsur-unsur kebudayaan itu memasyarakat dalam individu-individu warga masyarakat dengan jalan diwariskan atau dibudayakan melalui proses belajar budaya. Proses pewarisan budaya dilakukan melalui proses enkulturasi (pembudayaan) dan proses sosialisasi (belajar atau mempelajari budaya). Pewarisan budaya umumnya dilaksanakan melalui saluran lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, lembaga pemerintahan, perkumpulan, institusi resmi, dan media massa. Melalui proses pewarisan budaya maka akan terbentuk manusia-manusia yang memiliki kepribadian selaras dengan lingkungan alam, sosial dan budayanya disamping kepribadian yang tidak selaras (menyimpang) dengan lingkungan alam, sosial dan budayanya (Burhanuddin Arafah, 2003: 2).

2.3 Motif Ukir

Ensiklopedi Indonesia, Motif adalah pangkal dari tema kesenian. Soepratno (1984:11) mengungkapkan motif adalah dasar untuk menghiae sesuatu ornamen. Tukiyo berpendapat motif hias merupakan pokk pikiran dan bentuk dasar dalam perwujudan ornament atau ragam hias, yang meliputi segala bentuk alami ciptaan Tuhan (binatang, tumbuh-tumbuhan, manusia, gunung, air, awan, batu-batuan dan lain-lain), dan pula hasil daya kreasi atau khayalan manusia (bentuk, garis, motif hias kinara-kinari dan makhluk ajaib lainnya) (Syafii Tjetjep Rohendi Rohidi, 1987:4).

(Syafii Tjetjep Rohendi Rohidi, 1987:4) kembali menegaskan bahwa motif hias merupakan unsure bagian dari ornament yang membentuk serangkaian pola auat penciptaan pola. Pola hias merupakan unsure dasar yang dapat dipakai pedoman untuk menyusun sesuatu hiasan. Pola mengandung pengertian suatu hasil susunan dari motif hias tertentu dalam bentuk dan komposisi yang tertentu pula, isalnya motif hias kawung, pola hias majapahit, pajajaran, mataram dan sebagainya. Bastomi (1982:15) menambahkan berkait dengan pengelompokan

(15)

8 motif ada tiga macam yaitu tumbuh-tumbuhan, binatang, dan geometris. Adapun Tukiyo dan Sukarman (1981:12-13) membedakan motif menjadi lima macam yaitu motif hias geometris, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, dan khayali. 2.4 Identitas Kota

Kota adalah artifak yang dihuni. Kota sebagai lingkungan buatan manusia yang memperlihatkan karya besar dan kompleks, terdiri dari kumpulan bangunan (dan elemen-elemen fisik lainnya) serta manusia dengan konfigurasi tertentu membentuk satu kesatuan ruang fisik (physical-spatial entity) (Sandi Siregar (2003: 1).

Menurut Kevin Lynch (1960: 3), memfokuskan pada kebutahan pembentukan karakter kota yang dimulai dengan persepsi lingkungan, tanda pengenal dan kemudian citra kota. Menurut Kostof (1991 :9) kota adalah tempat kumpulan bangunan dan manusia (cities are place made up of buildings and people). Menurut E.N. Bacon (1974: 21) bahwa kota adalah artikulasi ruang yang memberikan suatu pengalaman ruang tertentu kepada partisipator. Oleh karena itu, lingkup perhatian perancang kota akan lebih lengkap jika meliputi bangunan, setting dan karakter kota. Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa setiap kota dalam rancangannya tidak dapat lepas dari upaya memahami karakter kota, sehingga apa yang dimaksud karakter adalah persoalan yang menyangkut identitas.

Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu sama lain; (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama diantara dua orang atau dua benda; (3) kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau benda; (4) Pada tataran teknis, pengertian epistimologi diatas hanya sekedar menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata “identik”, misalnya menyatakan bahwa “sesuatu” itu mirip satu dengan yang lain (Alo Liliweri, 2007: 69).

Istilah identitas memiliki pengertian yang beragam dan berkenaan untuk tujuan apa konsep identitas itu digunakan. Tilaar (2007: 118-120) dalam bukunya

(16)

9 berjudul “Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa”, menguraikan hubungan antara identitas individu, identitas etnis terbentuk menjadi identitas bangsa. Menguraikan bahwa setidaknya terdapat empat konsep yang dapat berkembang: 1) identitas berarti indentik dengan yang lain. Mengarah pada adanya kesamaan antara individu dengan individu lainnya; 2) identitas berarti menjadi diri sendiri, dilahirkan sebagai suatu individu yang memiliki jiwa sendiri yang terhubung dengan proses pemerdekaan; 3) indentitas berarti menjadi identik dengan suatu ide. Ide yang melepaskan kekuasaan individu, dan ide dalam konteks ini adalah suatu yang transendental; 4) identitas berarti individu yang realistis yang hidup bersama individu lainnya. Identitas dalam pengertian ini lebih dari hanya menjadi diri sendiri yang tidak terlepas dari lingkungan budaya maupun lingkungan alamiah.

identitas di atas mengisyaratkan bahwa identitas yang lahir dari “produk” sejarah dapat dikonstruksikan dan menyatakan sifatnya dapat berubah, terbentuk dan dibentuk berdasarkan ruang dan waktu. Kaplan (2006: 153) menegaskan hal tersebut dalam pandangannya terhadap identitas yang dilekatkan pada etnisitas mengatakan bahwa etnisitas merupakan sebuah konsep yang kompleks, memiliki ciri dan pandangan yang berbeda-beda di dalam mengartikan diri. Biasanya diasosiasikan dengan perilaku kebudayaan, contohnya, pada bahasa, adat istiadat, keyakinan, sejarah, pakaian dan budaya materi.

2.5 Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Kegiatan penelitian ilmiah umumnya diawali dengan studi kepustakaan, untuk mendapatkan data-data dalam rangka membangun kerangka pemikiran sebagai konsep dasar penelitian. Salah satu tujuan dari studi pustaka merupakan langkah untuk memberikan posisi penelitian yaitu menunjukkan perspektif yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dan mampu menunjukkan orisinalitas. Sejauh ini, penelitian mengenai “Pengembangan Desain Motif Ukir Untuk Aktualisasi Identitas Jepara Sebagai Kota Ukir” belum ada yang menulis sebagaimana permasalahan yang menjadi topik dalam penelitian ini.

(17)

10 Achmad Sjafi’i, “Studi Tentang Aspek Simbolis Pada Relief Mesjid Mantingan”, Skripsi, Yogyakarta: STSRI “ASRI” (1983). Laporan penelitian ini secara metode menggunakan penelitian kualitatif. Tetapi penelitian tersebut masih terbingkai pada hipotesis (seharusnya tidak perlu ada) “ada hubungan antara makna simbolis relief dengan fungsi mesjid”. Hasil penelitian menjelaskan bahwa relief Mesjid Mantingan mempunyai simbol-simbol Hindu-Islam. Disinggung juga mengenai panel-panel berukir bolak-balik (dwimuka), namun kurang adanya penjelasan secara detail. Pembahasan relief Mesjid Mantingan yang tampak, secara identifikasi dan klasifikasi pada aspek simbolis belum seluruhnya mengungkapkan “motif-motif tersembunyi” pada relief tersebut. Penelitian di atas lebih mengarah pada pembuktian hipotesis tentang adanya keterpengaruhan Hindu-Islam, sehingga pembahasan makna relief belum diungkapkan secara mendalam. Kerangka tafsir berdasarkan teori simbol presentasionalnya Susane K. Langer dalam Problem of Art dengan kaca mata yang mengarah pada eksistensi seni murni (seni Patung). Adapun rancangan penelitian ini yaitu melihat motif relief mesjid mantingan sebagai sumber bentuk pewarisan.

Abdul Khadir, Risalah dan Kumpulan Data Tentang Perkembangan Seni Ukir Jepara (1979). Buku ini berisi tentang perkembangan seni ukir Jepara antara tahun 1879 sampai tahun 1979 dengan disertai contoh-contoh hasil seni ukir Jepara mulai dari yang klasik sampai modern. Penjelasan tentang perkembangan seni ukir yang mempunyai latar belakang sejarah Mesjid dan Makam Mantingan dapat memberikan pengkayaan kajian bentuk ornamen. Adapun rancangan penelitian ini menjelaskan perkembangan seni ukir Jepara dari sisi pewarisan yang mengarah pada pembentukkan identitas kota.

SP. Gustami, Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara (2000). Buku ini lebih ke arah kerajinan mebel ukir Jepara menyangkut dari sudut estetika. Hasil penjelasannya terdapat tiga tokoh wanita penting yang mendorong perkembangan ukiran Jepara. Di antaranya diungkapkan sosok Ratu Kalinyamat yang memiliki peran penting dalam pengembangan ukiran serta penyebaran agama Islam melalui kesenian. Ukiran yang terdapat pada dinding Mesjid dan Makam Mantingan dimanfaatkan sebagai sarana dakwah dan penyebaran agama Islam.

(18)

11 Pengungkapan tulisan ini secara tidak langsung menjadi landasan pemikiran terkait keberadaan ornamen. Rancangan penelitian ini terfokus pada kreasi-kreasi motif ukir sebagai identitas kota yang keberadaannya berada di ruang publik.

Ibrahim Hemawan, dkk, Tinjauan Bentuk dan Kontruksi Mebel Jepara (2013) menjelaskan dalamdesain mebel terdapat berbagai aspek yang saling terkait yaitu bentuk, kontruksi, kenyamanan, dan estetika. Menjelaskan system kontruksi khususnya yang di aplikasikan pada kursi sofa dan kursi makan buatan Jepara.

Penelitian di atas merupakan penelitian yang mengkaji tentang Relief Mesjid mantingan, Perkembangan Seni Ukir, dan peran tokoh dalam perkembangan seni ukir Jepara. Namun rancangan penelitian pengembangan desain motif sebagai identitas kota belum banyak dikerjakan oleh peneliti lain. untuk itu, penelitian ini akan melengkapi penelitian–penelitian sebelumnya dalam rangka penguatan desain motif ukir sebagai identitas kota Jepara.

Berdasarkan penelitian relevan di atas maka dapat digambarkan dalam bagan road map penelitian sebagai berikut:

Risalah dan Kumpulan Data Tentang

Perkembangan Seni Ukir Jepara Abdul Khadir, (1979). Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara, SP. Gustami, (2000). Pengembangan Desain Motif Ukir Untuk Aktualisasi Identitas Jepara Sebagai Kota Ukir Agus Setiawan dan Anas Marzuki Sulaiman (2015) (Akan dilakukan) Tinjauan Bentuk dan Kontruksi Mebel Jepara Ibrahim Himawan dkk (2013) Pengembangan Motif Batik berdasarkan desain motif ukir Jepara dan

aplikasinya dalam industry fesyen. (penelitian lanjutan) (2016)

(19)

12 2.6 Kerangka Berpikir

Pewarisan budaya yang terwujud dalam desain motif ukir Jepara terus dilestarikan. Wujud pelestarian melalui pengembangan desain motif sudah mulai ditanamkan dari keluarga, pendidikan, hingga dalam wujud konstruksi pengetahuan dapat diupayakan dengan kehidupan nyata yaitu praktik indutri mebel ukir dan peran seniman ukir. Motif ukir adalah potensi lokal yang kuat hingga mampu memberikan idiom jepara sebagai Kota Ukir. Langkah peneliti dalam memberikan kontribusi untuk peningkatan identitas Jepara sebagai kota ukir adalah dengan melihat desain motif ukir Jepara sebagai bentuk warisan yang tetap dilestarikan. Diharapkan dari penelitian ini diperoleh penjelasan tentang konsep desain motif ukir dan eksistensi motif ukir yang mampu menjadikan identitas Jepara sebagai Kota Ukir. Dari uraian tersebut dapat digambarkan skema kerangka berpikir sebagai berikut:

Desain Motif ukir Mesjid Mantingan Industry Mebel Ukir Seniman Ukir Pemerintah:

1. Dinas pendidikan dan kebudayaan 2. Dinas Pariwisata

3. Dinas tata Ruang kota dan pertamanan Strategi media

Strategi visual

Identitas Jepara sebagai kota Ukir Pengembangan

desain

(20)

13 BAB 3

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan:

1. Pengembangan desain identitas kota Jepara berdasarkan motif ukir Jepara yang memiliki ciri khas tersendiri.

2. Eksistensi motif ukir dalam mengaktualisasi identitas Jepara sebagai Kota Ukir.

3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu desain khususnya Desain Komunikasi visual tentang konsep desain.

b. Menambah wawasan tentang konsep desain sebagai wujud pengembangan juga terkait perancangan desain motif ukir untuk implementasi identitas kota Jepara sebagai kota ukir.

c. Sebagai acuan dalam penelitian lantujan berkaitan pengembangan desain.

2. Manfaat praktis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru terhadap pengembangan desain motif ukir yang terus dilestasikan hingga menjadi identitas kota Jepara.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca untuk menambah wawasan terhadap kebudayaan tradisional yang masih hidup di masyarakat.

3. Kontribusi

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada para pengrajin ukir Jepara akan motif-motif terbaru. Pengembangan desain motif ukir dapat

(21)

14 memperkuat dalam mengaktualisasi identitas Jepara sebagai Kota Ukir. Luaran penelitian ini adalah publikasi ilmiah dalam jurnal Naional ber-ISSN yang belum terakreditasi. Adapun Luaran tambahan yang diharapkan dari penelitian ini adalah pengayaan bahan ajar terkait pemahaman konsep desain.

(22)

15 BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Strategi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang akan menjelaskan permasalahan melalui pengambilan data dari beragam sumber yang telah ditentukan. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pendekatan akan menghasilkan suatu gambaran permasalahan dengan meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan informan atau narasumber, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998: 15). Penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif permasalahan yang diangkat. 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai November 2016. Penelitian akan mengambil lokasi di beberapa ruang publik di Jepara. Ruang publik di kota Jepara di antaranya mesjid mantingan, pendopo kabupaten Jepara, sentra industri seni ukir Jepara tepatnya desa Senenan Jepara. Beberapa ruang publik dipilih karena sejumlah kreasi motif ukir Jepara dihadirkan untuk memperkuat identitas sebagai kota ukir. Namun beberapa tempat ruang publik tersebut diambil sebagai pijakan awal lokasi penelitian. Selanjutnya penentuan lokasi penelitian menggunakan teknik snow-ball sampling.

4.3 Sumber Data

Sumber data diperoleh dari sumber tertulis (tulisan), dokumen (arsip), aktivitas, peristiwa, dan gagasan mengenai permasalahan yang telah ditentukan. 4.4 Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara dilakukan secara mendalam (indepth interview) yang bersifat terbuka terhadap narasumber dari kalangan praktisi desain visual, seniman ukir, pengrajin mebel ukir, guru muatan lokal seni ukir. Wawancara menggunakan jenis pertanyaan substantif untuk mendapatkan data tentang pengembangan

(23)

16 desain motif ukir dan perancangan komunikasi visual motif ukir Jepara yang diteliti sebagai identitas kota.

b. Pengamatan (observasi)

Pengamatan dilakukan untuk menyajikan gambaran mengenai obyek, kejadian, dan perilaku untuk menjawab pertanyaan penelitian.

c. Dokumentasi

Pengumpulan data melalui dokumen berupa bentuk-bentuk kreasi desain motif ukir hingga memahami pengembangan desain motif ukir. Di sisi lain, implementasi motif ukir di ruang publik.

4.5 Teknik Analisis Data

Menggunakan langkah-langkah analisis data pada studi kasus, yang meliputi:

1. Mengorganisir informasi.

2. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode. 3. Membuat uraian mengenai kasus dan konteksnya. 4. Menetapkan pola dan mencari hubungan antar kategori. 5. Menginterpretasi temuan

6. Menyajikan secara naratif.

Teknik analisis dilakukan secara siklis dan dapat diulang untuk mendapatkan hasil penelitian yang memadai.

(24)

17 BAB 5

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1 Sejarah dan Sosial Budaya Masyarakat Kabupaten Jepara 1. Sejarah Kabupaten Jepara

Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa di barat dan utara, Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di timur, serta Kabupaten Demak di selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa. Kabupaten Jepara terletak di pantura timur Jawa Tengah yang bagian barat dan utaranya dibatasi oleh laut. Bagian timur wilayah kabupaten ini merupakan daerah pegunungan. Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau di Laut Jawa (https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jepara diakses tangal 15 Mei 2016).

Keberadaan kota Jepara memliki sejarah yang panjang Awalnya, nama Jepara berasal dari kata-kata Edge, Edge Mara dan Jumpara yang kemudian menjadi Jepara, yang berarti permukiman, tempat para pedagang menuju berbagai daerah. Sejarah Baru Dinasti Tang (618-906 M) mencatat bahwa pada tahun 674 Masehi, musafir China bernama I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kalinga (Kaling), atau juga dikenal sebagai Jawa atau Japa, dan diyakini berlokasi di Keling, Jepara timur hari ini. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Shima, raja yang dikenal sangat tegas.

Menurut seorang penulis Portugis, Tomé Pires, dalam Suma Oriental, Jepara baru dikenal yang pada abad XV (1470 M) sebagai pelabuhan perdagangan kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan berada di bawah pemerintahan Demak. Kemudian, Aryo Timur digantikan oleh putranya bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun sebuah kota Jepara. Pati Unus dikenal sangat gigih melawan Portugis di Malaka yang menguasai rantai perdagangan di kepulauan. Setelah Pati Unus meninggal, ia digantikan oleh ipar Faletehan, yakni Fatahillah, yang berkuasa pada 1521-1536. Kemudian tahun 1536 oleh sultan penguasa Demak, Trenggono, Jepara

(25)

18 diserahkan kepada anak dan putri Ratu Retno Kencono dan Pangeran Ladies, suaminya. Akan tetapi, setelah kematian Sultan Trenggono dalam Ekspedisi Militer di Panarukan, Jawa Timur, pada 1546, insiden perebutan takhta kerajaan Demak amukan berakhir dengan kematian Pangeran Hadiri oleh Aryo Penangsang pada 1549. Kematian ini membuat Ratu Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Setelah pembunuhan Aryo Penangsang oleh Sutowijoyo, Ratu Retno Kencono bersedia turun dari biara dan menjadi penguasa Jepara. Ia diresmikan oleh Ratu Kalinyamat, dengan gelar NIMAS.

2. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat Jepara

Sejak jaman dulu, Jepara terkenal di tingkat lokal maupun di seantero dunia. Reputasinya telah menarik banyak kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan produksi dan pengolahan kayu, khususnya pembuatan mebel. Saat ini, Jepara telah menjadi salah satu sentra industri di mana pertumbuhan dalam satu sektor (pembuatan mebel kayu) telah menarik ribuan industri ukuran kecil dan menengah ke Kabupaten Jepara. Industri mebel Jepara telah memberikan pengaruh positif bagi perkembangan industri di sektor lainnya.

Ruang pamer yang banyak terdapat di Jepara merupakan suatu mikrokosmos dari Keanekaragaman pilihan mebel, desain, ketrampilan, pedagang dan ekspedisi yang ditawarkan di pulau Jawa. Konsentrasi kegiatan industri inilah yang memicu peningkatan perekonomian yang cukup pesat di Jepara dan wilayah sekitarnya sehingga menarik dukungan politik setempat. Sebagai contoh, kebutuhan truk kontainer untuk mengangkut mebel ekspor mendorong pemerintah untuk memberlakukan status beberapa jalan utama di kabupaten sebagai jalan provinsi. Dengan demikian, sebagian besar wilayah di kabupaten dapat dijangkau oleh truk kontainer sehingga terjadi peningkatan perekonomian yang ditandai dengan datangnya lebih banyak orang. Hal ini memajukan kegiatan perekonomian di Jepara. Upah minimum pekerja di Jepara disinyalir lebih tinggi dibandingkan dengan tempat lain di Provinsi Jawa Tengah (Schiller 2000).

Sektor industri mebel merupakan tiang penyangga utama perekonomian Kabupaten Jepara. Sektor ini dibedakan dalam kelompok industri besar, industri

(26)

19 sedang, industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, industri besar adalah perusahaan dengan jumlah karyawan atau tenaga kerja 100 orang ke atas. Industri sedang adalah perusahaan dengan jumlah tenaga kerja antara 20 - 99 orang. Industri kecil adalah perusahaan dengan jumlah tenaga kerja antara 5 - 19 orang dan industri rumah tangga mempunyai tenaga kerja kurang dari lima orang.

5.2 Jepara sebagai kota ukir

1. Latar belakang Jepara sebagi Kota ukir

Ukiran Jepara sudah ada jejaknya pada masa Pemerintahan Ratu Kalinyamat (1521-1546). Pada 1549. Ratu mempunyai anak perempuan bernama Retno Kencono yang besar peranannya bagi perkembangan seni ukir. Di kerajaan, ada menteri bernama Sungging Badarduwung, yang datang dari Campa (Cambodia) dan dia adalah seorang pengukir yang baik. Ratu membangun Masjid Mantingan dan Makam Jirat (makam untuk suaminya), dan meminta Sungging untuk memperindah bangunan itu dengan ukiran. Sungging lalu memenuhi permintaan Ratu Kalinyamat. Hingga sekarang, ukiran itu bisa disaksikan di masjid dan Makam Sultan Hadlirin yang terdapat 114 relief pada batu putih.

Daerah Belakang Gunung konon terdapat kelompok ukir yang bertugas melayani kebutuhan ukir keluarga kerajaan. Kelompok ukir itu kemudian mengembangkan bakatnya dan tetangga sekitar ikut belajar dari mereka. Jumlah pengukir tambah banyak. Pada masa Ratu Kalinyamat kelompok mereka berkembang. Namun, sepeninggal Ratu Kalinyamat mereka stagnan. Dan kemudian berkembang lagi pada masa Kartini.

Seni ukir Jepara hingga kini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat karena memiliki cirri khas tersendiri sehingga ukiran jepara banyak digemari oleh masyarakat luas. dan bahkan merupakan salah satu bagian dari “nafas kehidupan dan denyut nadi perekonomian“ masyarakat Jepara. Guna meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia misalnya, dilakukan melalui pendidikan Sekolah Menengah Industri Kerajinan Negeri dan Akademi Teknologi Perkayuan dan pendidikan non formal melalui kursus-kursus dan latihan-latihan.

(27)

20 Dengan penigkatan kualitas sumber daya manusia ini diharapkan bukan saja dapat memacu kualitas produk, tetapi juga memacu kemampuan para pengrajin dan pengusaha Jepara dalam pembaca peluang pasar dengan segala tentutannya. (Nangoy dan Sofiana, 2013)

2. Perkembangan Industri Ukir Jepara

Ukiran adalah kerajinan utama dari kota Jepara. Ukiran dari kayu di Jepara ini untuk produksinya ada tempat-tempat yang lekat dengan para ahli pahat ukir Jepara sebagai centre of production yaitu di Desa Mulyoharjo untuk pusat kerjinan ukir dan patung Jepara. Yang dimaksud disini adalah ukiran yang berasal dari kayu yang bisa berasal dari kayu jati, mahoni, sengon dan lain-lain. Di kota Jepara hampir di seluruh kecamatan mempunyai mebel dan ukir kayu sesuai dengan keahliannya sendiri-sendiri. Hasil dari kerajinan ukir Jepara bisa bermacam-macam bentuk mulai dari motif patung, motif daun, relief dan lain-lain. Menurut Rini Inharyani selaku kasi perdagangan dalam negeri Kab. Jepara bahwa untuk mendukung eksistensi seni ukir Jepara maka perlu promosi keluar negeri, seperti yang selama ini pemerintah lakukan. Tindakan promosi ini sebagai upaya meningkatkan nilai ekspor di sisi lain, tetap mengenalkan mebel ukir yang selama ini mengalami penurunan. Permintaan konsumen cenderung minimalis tanpa adanya hiasan ornamen (wawancara, 4 Agustus 2016).

Eksistensi seni ukir juga di petakan Gustami (2000), dalam membagi sejarah perkembangan industri mebel Jepara dalam empat periode waktu, sebagai berikut:

a. Ratu Shima (periode Hindu)

Terdapat peninggalan (artefak) yang ditemukan di daerah Keling yang diduga sezaman dengan perkembangan pemerintahan Ratu Shima, dimana pada waktu itu memerintah dengan adil dan bijaksana. Kerajaan Ratu Shima dikelilingi oleh pagar dari bambu yang kuat.

b. Ratu Kalinyamat (awal zaman Islam)

Jauh sesudah kekuasaan Ratu Shima berlalu (sembilan abad kemudian), di Jepara lahir tokoh perempuan lain, yaitu Ratu Kalinyamat. Beliau adalah sosok seorang patriot, pemberani, ahli seni dan strategi

(28)

21 perang. Ratu Kalinyamat memiliki perhatian yang besar pada bidang seni kerajinan dan pertukangan dimana pada masa itu berkembang subur yang membawa dampak pada hubungan international yang terjalin baik pula. c. Raden Ajeng Kartini (zaman modern)

Tiga abad sesudah surutnya pemerintahan Ratu Kalinyamat, lahirlah tokoh perempuan lain, yakni Raden Ajeng Kartini yang terkenal dengan masa emansipasi wanita, karena beliau menaruh perhatian besar pada bidang pendidikan, khususnya untuk kaum perempuan. Beliau melihat adanya ketidakadilan pada perempuan yang tidak boleh memperoleh pendidikan yang lebih baik dari seorang pria. Selain pada bidang pendidikan, beliau juga memberikan perhatian pada bidang seni kerajinan dan ukir serta pertukangan. R.A Kartini berhasil menciptakan seni ukir baru dan menyebarkanya ke berbagai daerah serta mempromosikan mebel ukir Jepara ke luar negeri.

d. Tien Soeharto (masa Orde Baru)

Tien Soeharto dikenal sangat perhatian dalam bidang seni dan budaya, beliau membangun pusat-pusat seni dan budaya diantaranya TMII. Karena kecintaannya pada dunia seni dan budaya, Tien Soeharto mempromosikan mebel ukir Jepara melalui penyediaan ruang Jepara di Istana Negara. Dalam masa itu, Jepara menjadi pusat industri mebel ukir di Jawa Tengah khususnya, dan di Indonesia pada umumnya.

Furniture jepara mempunyai ciri khas yang menunjukkan bahwa ukiran itu asli dari Jepara atau tidak. Salah satu ciri khas yang terkandung didalamnya adalah bentuk corak dan motif. Untuk motif sendiri bisa kita lihat dari: Daun Trubusan yang terdiri dari dua macam yaitu dilihat dari yang keluar dari tangkai relung dan yang keluar dari cabang atau ruasnya.

Ukiran asli Jepara juga terlihat dari motif Jumbai atau ujung relung dimana daunnya seperti kipas yang sedang terbuka yang pada ujung daun tersebut meruncing. Dan juga ada buah tiga atau empat biji keluar dari pangkal daun. Selain itu,tangkai relungnya memutar dengan gaya memanjang dan menjalar membentuk cabang-cabang kecil yang mengisi ruang atau memperindah.

(29)

22 Ciri-ciri Khas di atas sudah cukup mewakili sebagai identitas ukiran Jepara. Bentuk motif ukiran tersebut ada juga yang oleh para ahli pahat disisipkan di berbagai alat rumah tangga seperti contoh di kursi atau meja yang diberikan ukiran khas Jepara,juga yang lain misal figura foto yang diberi khas Jepara dengan ukiran. Peningkatan kualitas produk dan pengawasan mutu memang menjadi obsesi Jepara dalam memasuki pasar internasional, yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan luar negri terhadap produk industri Jepara. Jepara yang dikenal sebagai penghasil meubel terbesar di Indonesia pada tanggal 17 Juli 2010 telah memecahkan rekor Indonesia dalam kegiatan mengukir kayu secara bersama-sama dalam satu tempat yang menghadirkan 502 orang , sehingga MURI mencatatkan kabupaten ”Bumi Kartini” ini dalam buku rekornya yang ke 4391. (http://www.balaibudaya.com/2013/11/28/seni-ukir-jepara/ diakses tanggal 15 Mei 2016)

Namun pelaku industi mebel dan kerajinan di Jepara dalam bebarapa tahun belakangan ini cukup resah dengan eksistensi usahanya karena pesaing dari negara lain yang semakin kuat, serta masuknya industri di sektor lain di Jepara. Sampai saat ini, banyak perusahaan mebel di Jepara yang sudah merumahkan karyawannya lantaran semakin berkurangnya pesanan dari buyer. Sehingga para pengrajin ukir Jepara berharap dukungan pemerintah untuk mengembangkan industri ini untuk bersama-sama menjaga marwah Jepara sebagai kota ukir dan mebel, dengan memberikan fasilitasi kepada pelakau industri mebel Jepara dalam berbagai pameran skala internasional untuk mendongkrak

pasar.(http://amkri.org/amkri/2016/05/10/penguatan-industri-mebel-jepara-mendesak-dilakukan/?lang=id diakses tanggal 15 Mei 2016) 5.3 Keberadaan Motif Ukir Jepara untuk Identitas

Motif ukir yang menjadi andalan masyarakat Jepara telah menjadi kekuatan bagi perkembangan pemerintah sebagai ujung tombak perekonomian, sehingga timbul kekuatan untuk tetap melestarikan dan menguri-uri budaya seni ukir. Iana Cholidah mengungkapkan bahwa untuk melihat seni ukir jepara dari sudut pariwisata maka kami dinas pariwisata tetap memunculkan motif ukir dalam logo pariwisata. Tindakan ini merupakan salah satu bentuk untuk menguatkan

(30)

23 posisi Jepara yang memiliki sejarah dan budaya seni ukir yang cukup lama (wawancara, 4 Agustus 2016).

Keberadaan seni ukir sebagai ikon diaplikasikan ke dalam berbagai media sehingga mampu mewujudkan Jepara sebagai kota ukir. Lebih lanjut Iana Choidah mengukapkan terkait bentuk ukiran pada logo pariwisata adalah berupaya membranding sebagai kota ukir melalui kegiatan atau event pariwisata. Penguatan seni ukir ini tidak hanya pada mebel atau bangunan, namun mewujud dalam aksi tindakan wisata yang satu sama lain bersinergi misal wisata desa, penggarapan oleh-oleh khas baik dari produknya maupun kemasan harus mengandung unsure ikonik motif ukir Jepara (wawancara, 5 Agustus 2016). Keberadaan desain motif ukir dan pengaplikasiannya dapat dilihat dari beberapa desain dan media di antaranya logo Kab. Jepara, logo Pilbup KPU Jepara, logo pariwisata Kab. Jepara, media umbul-umbul, dan gapura dibeberapa instansi pemerintah. Berikut wujud desain motif dan media yang digunakan untuk mendukung identitas Jepara sebagai kota ukir.

1. Motif ukir dalam logo pemerintahan Jepara

Gambar 3. Logo Kabupaten Jepara

(https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/9/9f/Kabupaten_Jepara.png/15 0px-Kabupaten_Jepara.png diakses tanggal 15 Mei 2016)

(31)

24 Gambar di atas berbentuk perisai bersudut lima, dan berisi lukisan yang diidentifikasikan sebagai berkut:

a. Nama daerah “jepara” ditulis dengan huruf latin (romawi), berwarna merah diatas dasar putih.

b. Langit berwarna biru muda c. Gunung berwarna biru tua

d. Bintang bersudut lima warna kuning emas e. Menara berwarna putih

f. Pohon beringin warna hijau bersulur empat dan berakar lima g. Ukir-ukiran relung motif jepara asli berwarna coklat

h. Sebulir padi berbiji 17 berwarna kuning

i. Setangkai ranting dengan 8 buah kapok yang sedang merekah berkulit coklat dan isi putih.

j. Bunga melati berwarna putih diikat dengan pita merah. k. Tanah dataran berwarna hijau muda

l. Laut berwarna biru dan bergelombang biru muda

Makna bentuk dan motif-motif dalam lambang di antaranya perisai bersudut lima, melambangkan perjuangan dan perlindungan. Gunung, melambangkan kesentausaan serta ketenangan dan merupakan salah satu sumber kesuburan. Bintang bersudut lima, melambangkan kepercayaan kepada tuhan yme sesuai dengan sila i dari pancasila. Menara, melambangkan sebagian besar penduduk kabupaten jepara yang memeluk agama islam. Pohon beringin, melambangkan pengayoman dan persatuan sedangkan sulur 4 dan akar 5 mengandung arti angka tahun 45. Ukir-ukiran relung motif jepara asli, melambangkan hasil seni kerajinan yang spesifik, penuh kreasi dan terkenal sampai keluar negeri. Padi, melambangkan kemakmuran dalam bidang pangan, berbiji 17 mengandung arti angka tanggal 17. Kapok, melambangkan produksi daerah yang terkenal tinggi kwalitasnya dipasaran dunia, sedangkan jumlah 8 buah angka bulan ke 8. Perpaduan antara butir padi berbiji 17, kapok 8 buah dan sulur 4 serta akar 5, merupakan rangkaian angka-angka yang mewujutkan saat

(32)

25 yang bersejarah hari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945. Bunga melati, diikat dengan pita merah melambangkan perjuangan dan kemajuan wanita serta menunjukkan tempat kelahiran pahlawan nasional ra kartini. Tanah datar, melambangkan kesuburan daerah, merupakan potensi pertanian dan perkebunan untuk kemakmuran. Laut, melambangkan kebebasan , mengandung kekayaan alam yang melimpah ruah sebagai sumber mata pencaharian utama bagi para nelayan. Perpaduan antara langit, gunung, tanah dataran dan laut, menggambarkan kekayaan alam di daerah sebagai sumber kehidupan dan penghidupan rakyat. (seputarjeparaku.blogspot.com/2011/07/arti-lambang-daerah.html diakses tanggal 7 Agustus 2016)

2. Motif ukir pada logo KPU pemilukada Jepara

Sebagai bentuk kesadaran terhadap Jepara sebagai kota ukir, lembaga KPU turut andil dalam menyemarakkan pemilukada. Pada tahun 2012 KPU telah mengadakan kompetisi tentang cipta desain logo KPU yang digunakan untuk Pilbup Jepara. Pesta demokrasi yang tidak lupa akan potensi daerah yang membanggakan bagi masyarakat Jepara. Kotak pemilu dipadukan dengan beberapa helai daun yang menggambarkan bentuk ukiran tampak tumbuh dari sudut kotak pemilu. Berikut desain logo KPU yang dipadukan dengan motif ukir yang mampu mendukung keberadaan Jepara sebagai kota ukir.

(33)

26 Gambar 4. Motif ukir pada logo KPU pemilukada Jepara tahun 2016 dan 2012

(foto. Agus, 2016) 3. Motif ukir pada logo pariwisata Jepara

Logo pariwisata sudah mengalami beberapa perubahan yaitu mengolah kata jepara menjadi logo type. Logo pertama lebih menekankan pada huruf P sebagai center of interest yang sedikit dimodifikasi dan dibentuk dengan unsur ukiran berbentuk ukel. Adapun logo pariwisata yang baru lebih menekankan pada huruf J sebagai center of interest. Huruf J di dirancang seperti sulur-suluran motif ukir Jepara yang menjadi andalannya. Tampak tiga helai daun disusun seolah-olah tumbu dari tangkai. Logotype kedua dipadukan dengan unsure gelombang yang dianggap mencitrakan indahnya laut yang mempesona. Berikut logo pariwisata yang pernah luncurkan untuk menguatkan image pariwisata yang tetap menunjukkan kekhasan Jepara sebagai kota ukir.

(34)

27 Gambar 5. Perubahan logo pariwisata Jepara

(https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jepara diakses tanggal 15 Mei 2016) 4. Motif ukir pada media promosi PemKab. Jepara

Aplikasi motif ukir pada media promosi menguatkat posisi Jepara sebagai kota ukir. Salah satu media adalah umbul-umbul yang didesain dengan motif ukir dan logo Kab. Jepara. Mendekati HUT RI, kehadiran umbul-umbul di sepanjang jalan utama kota Jepara banyak terpasang. Media ini digunakan untuk menguatkan citra Jepara sebagai kota ukir. Berdasarkan pengamatan terhadap media ini dimaksudkan bahwa gambar yang menunjukkan sebuah ukiran. Umbul-umbul yang terpasang menunjukkan desain motif percandian bukan relung yang selama ini dianggap sebagai cirri khas Jepara.

(35)

28 Gambar 6. Motif ukir pada media promosi PemKab. Jepara

(Sumber: Dokumentasi Agus, 2016) 5. Motif ukir pada seragam batik PemKab. Jepara

Tindakan dan kebijakan dari pemkab Jepara untuk mengukuhkan Jepara sebagai kota ukir salah satunya adalah motif ukir relung dalam pakaian kedinasan. Desain motif ukir yang biasanya hadir dalam ukir kayu kini diaplikasikan dalam batik. Bentuk relung disertai dengan beberapa daun yang mengembang menyerupai bentuk kipas.

Gambar 7. Motif ukir pada pada seragam batik PemKab. Jepara (Sumber: Dokumentasi Agus, 2016)

(36)

29 6. Motif ukir pada pintu gerbang perkantoran PemKab. Jepara

Pintu gerbang atau gapura juga menjadi media komunikasi tentang

keberadaan motif ukir. Gapura dengan ukiran relung teradapat dibeberapa instansi diantaranya dinas Pariwisata, Museum Kartini, SMPN 1 Welahan, Pendopo Kab. Jepara, dan Mesjid Agung Jepara. Berikut beberapa pintu gerbang dengan hiasan ukiran relung.

a b

c d

Gambar 8. a gapura dinas pariwisata, b gapura pendopo Kab. Jepara, c gapura Mesjid Agung Jepara, d gapura SMPN 1 Welahan

(Sumber: Dokumentasi Agus, 2016)

(37)

30 1. Pengembangan Berbasis Motif Relung

Berdasarkan apa yang sudah diungkapkan pada hasil pada Bab 5 dan acuan acuan berpikir di atas maka untuk pengembangan desain motif ukir Jepara direncanakan akan memerlukan beberapa tahapan yang secara terjelaskan dalam bagan berikut ini:

Gambar 9. Bagan pengembangan desain

Langkah pertama, mengidentifikasi motif ukir sehingga menemukan secara ikonik dari bentuk motif ukir. Ke dua mengembangkan ikonik motif ukir dengan cara melakukan penggayaan/stilasi/deformasi hingga dianggap cukup mantap untuk mencapai tahap ke tiga yaitu visualisasi desain motif ukir Jepara. Berdasarkan hasil pengembangan maka di perlukan aplikasi media yang mampu menguatkan identitas Jepara sebagai kota ukir. Di sisi lain, pengembangan desain motif ukir dapat diterapkan sebagai brand promosi dalam kancah international. Brand promosi selalu hadir disetiap agenda/event, pameran yang dilaksakan di dalam dan luar negeri, sehingga kesan kuat dan citra positif dapat melekat pada masyarakat luas akan kualitas produk.

Penggayaan Stilasi deformasi Ikonik Bentuk Relung dan bentuk daun

pengembangan visualisasi Aplikasi

Media Desain

(38)

31

Gambar 10. Bentuk motif relung menjadi ikon motif ukir Jepara (dokumentasi: Agus, 2016)

2. Pengembangan berbasis digi-motif

Bentuk desain motif ukir berbasis relung digunakan sebagai studi visual, sehingga pengembangan desain motif ukir untuk mengaktualisasikan Jepara sebagai kota ukir yang diharapkan mampu menciptakan brand promosi, city brand Jepara world carving center.

(39)

32 Gambar 11. Alternatif pengembangan Digi-motif dan rancangan aplikasi media

(40)

33 5.5 Luaran yang Dicapai

1. Agus Setiawan, Annas Marzuki Sulaiman. “Pengembangan Desain Motif Ukir Untuk Aktualisasi Identitas Jepara Sebagai Kota Ukir” jurnal

Andharupa. Vol: 03 No 01 Februari 2017. ISSN 24772852. Semarang:

Udinus

2. Agus Setiawan, Annas Marzuki Sulaiman. “Pengembangan Desain “Digi-Motif” Untuk Aktualisasi Identitas Jepara Sebagai Kota Ukir” Prosiding Seminar dan Pameran Nasional hasil Penelitian dan pengabdian masyarakat: Seni Teknologi dan Masyarakat. Surakarta: ISI Surakarta. 2016.

3. Poster. “Pengembangan Desain “Digi-Motif” Untuk Aktualisasi Identitas Jepara Sebagai Kota Ukir” Pameran hasil Penelitian dan pengabdian masyarakat: Seni Teknologi dan Masyarakat. Institute Seni Indonesia Surakarta. 24 November 2016.

(41)

34 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Jepara yang memiliki potensi besar dibidang seni ukir dapat dilihat dari masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat dan R.A. Kartini. Desain motif ukir hingga saat ini selalu mengalami perubahan, yang jelas tidak bisa lepas dari peran masyarakatnya. Keberadaan seni ukir sebagai ikon diaplikasikan ke dalam berbagai media sehingga mampu mewujudkan Jepara sebagai kota ukir. Penguatan seni ukir ini tidak hanya pada mebel atau bangunan, namun mewujud dalam aksi tindakan wisata yang satu sama lain bersinergi. Keberadaan desain motif ukir dan pengaplikasiannya dapat dilihat dari beberapa desain dan media di antaranya logo Kab. Jepara, logo Pilbup KPU Jepara, logo pariwisata Kab. Jepara, media umbul-umbul, dan gapura dibeberapa instansi pemerintah. Keseluruhan dianggap bagian dari upaya mewujudkan Jepara sebagai kota ukir. Desain motif ukir berbasis relung diharapkan mampu menciptakan tentang city brand Jepara world carving center.

6.2. Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan multidisiplin guna mengetahui selera pasar terhadap bentuk motif ukir Jepara.

2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang citra estetik motif ukir Jepara sebagai desai dan wujud ekspresi artis.

(42)

35 DAFTAR PUSTAKA

Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Angkasa, 2007.

Ambrose, Gavin, Paul Harris, The Fundamentals of Graphic Design, Singapore: AVA Publishing, 2009

Arafah, Burhanuddin. “Warisan Budaya, Pelestarian Dan Pemanfaatannya”. Artikel. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Hasanuddin (UNHAS). 2003. Bacon, Edmund, Design of Cities, New York: Penguin, 1974.

Bastomi, Suwaji. Seni Ukir. Semarang: IKIP Semarang Press. 1982.

Creswell, J.W., Qualitatif Inquiry and Research Design, California: Sage Publications, Inc., 1998.

Davison, G. dan C Mc Conville, A Heritage Handbook. St. Leonard, NSW: Allen & Unwin. 1991.

Frascara, Jorge. Communication design : principles, methods, and practice. New York: Allworth Press, 2004

Galla, A. Guidebook for the Participation of Young People in Heritage. Conservation. Brisbane: Hall and jones Advertising. 2001

Gustami, Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara, Yogyakarta: Kanisius, 2000.

Hashimoto, Alan, Mike Clayton, Visual Design Fundamentals: A Digital Approach, Boston: Cengage Learning, 2009

Kadir, Abdul, Risalah dan Kumpulan Data tentang Perkembangan Seni Ukir Jepara, Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara, 1979. Karmadi, A.D. 2007. “Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya dan Upaya

Pelestariannya”. Makalah disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, di Semarang pada tanggal 8 - 9 Mei 2007.

Kostof, Spiro. The City Shaped, tanpa kota: tanpa penerbit. 1991. Lynch, Kevin, The Image Of The City, MIT Pres Cabridge, 1960.

Siregar, A., Sandi, “Tata Bangunan dan Lingkungan di Kota Bandung” Artikel Seminar pekan kebudayaan Jerman Indonesia di Bandung berjudul “Prospek Bandung Menuju Kota Jasa di Era Globalisasi dilihat dari sudut pandang tata kota” 9 oktober 2003.

Soepratno. Ornamen Ukir Kayu Tradisional Jawa, Jilid I, II. Semarang:tanpa penerbit. 1984.

Susanto, Mike. Membongkar Seni Rupa, Yogyakarta: Jendela, 2003.

Syafii, Tjetjep Rohendi Rohidi. Ornamen Ukir. Semarang:Penerbit IKIP Semarang Press. 1987.

Tanudirjo, Daud A. Warisan budaya untuk semua: Arah kebijakan pengelola warisan budaya Indonesia di masa mendatang”. Makalah disampaikan pada Kongres Kebudayaan V, Bukittinggi, 2003.

Tukiyo dan Sukarman. Pengantar Kuliah Ornamen I. Yogyakarta: STSRI-ASRI. 1981.

World Heritage Unit. Australia’s World Heritage. Canberra: Department of

(43)

36 LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Personalia tenaga pelaksana beserta kualifikasinya A. Identitas Diri Ketua

1 Nama lengkap (dengan gelar) Agus Setiawan, M.Sn

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli

4 NIP/NIK/identitas lainnya 0686.11.2013.519

5 NIDN 0615058302

6 Tempat dan tanggal lahir Jepara, 15 Mei 1983

7 Email wawansetiawan18@yahoo.co.id

8 Nomor telepon/Hp 085328337343

9 Alamat kantor Universitas Dian Nuswantoro

Jl. Imam Bonjo No. 205-207 Semarang

10 Nomor telepon/faks (024)3517261/(024)3569684

11 Lulusan yang telah dihasilkan S1= 0 Orang

12 Mata Kuliah yang di ampu 1. Sejarah Seni Rupa

Indonesia 2. Metodologi Penelitian 3. Estetika 4. Seminar B. Riwayat Pendidikan 2 S1 S2 S3 1 Nama perguruan tinggi

ISI Surakarta ISI Surakarta -

3 Bidang Ilmu Kriya Seni Pengkajian Seni Rupa -

4 Tahun masuk-lulus 2002-2007 2007-2009 -

5 Judul Skripsi/Tesis Motif Hias Warana Kaputran dan Kaputren

Peninggalan R.A Kartini Di Museum Kamar Pengabdian R.A Kartini Pendopo Rumah Dinas Bupati Rembang

Ornamen Mesjid

Mantingan Jepara-Jawa Tengah

-

(44)
(45)

38 A. Identitas Diri Anggota

1 Nama lengkap (dengan gelar) Annas Marzuki Sulaiman, M.Sn

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli 4 NIP/NIK/identitas lainnya 0686.11.2010.364

5 NIDN 0616087604

6 Tempat dan tanggal lahir Kendari, 16 Agustus 1976

7 Email anazdesign@gmail.com

8 Nomor telepon/Hp 085642134504

9 Alamat kantor Jl. Nakula 1 No.5-11 Semarang 10 Nomor telepon/faks 024-3517261/ 024-356984 11 Lulusan yang telah dihasilkan S1=30 Orang

12 Mata Kuliah yang di ampu 1. Metode Reproduksi Grafika 2. Desain Web 3. Animasi 2D 4. Sejarah DKV B. Riwayat Pendidikan 2 S1 S2 S3 1 Nama perguruan tinggi Universitas Sebelas Maret Surakarta ISI Surakarta - 3 Bidang Ilmu Desain Grafis Pengkajian Seni Rupa -

4 Tahun masuk-lulus 1994-2001 2011-2015 -

5 Judul Skripsi/Tesis Promosi dan Periklanan Kaos Kanoe Produksi PT Mondrian Klaten

Kajian Strategi Komunikasi Visual Iklan Televisi Kuku Bima Energi

-

6 Nama Pembimbing Drs. Rusmadi Dr. I Nyoman Murtana, S.Kar., M.Hum

-

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml Juta (Rp)

(46)
(47)

40 Lampiran 2. Artikel Ilmiah (status Submission)

(48)

41 Submission Artikel Penelitian tanggal 28 Juli 2016

PENGEMBANGAN DESAIN MOTIF UKIR

UNTUK AKTUALISASI IDENTITAS JEPARA SEBAGAI KOTA UKIR

Agus Setiawan, Annas Marzuki Sulaiman agus.setiawan@dsn.dinus.ac.id, anazdesign@gmail.com

Progdi Desain Komunikasi Visual Universitas Dian Nuswantoro Semarang Jl. Imam Bonjo No. 205-207 Semarang

Abstrak

Centre world carving adalah ungkapan yang paling tepat untuk Jepara. Jepara yang memiliki potensi besar dibidang seni ukir dapat dilihat dari masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat dan R.A. Kartini. Desain motif ukir hingga saat ini selalu mengalami perubahan, yang jelas tidak bisa lepas dari peran masyarakatnya. pengembangan desain motif ukir yang tetap bertahan hingga saat ini oleh para seniman. Motif ukir Jepara mampu dilihat sebagai kontruksi sosial keruangan dalam hubungannya dengan identitas kultural dan tradisi. Motif ukir di jadikan identitas kota melalui wujud kreasi-kreasi motif ukir dan ditempatkan di berbagai sudut kota. Target khusus dalam penelitian ini adalah berupaya menguatkan identitas Jepara sebagai Kota Ukir melalui pengembangan desain motif ukir. Keberadaan motif ukir menjadi nafas bagi masyarakat Jepara. Solusi yang diusulkan penulis adalah sebuah pendekatan historis dan estetik desain penelitian kuaitatif. Pendekatan ini dapat diimplementasikan untuk menjelaskan pengembangan desain motif ukir di Jepara dan aktualisasi identitas Jepara sebagai Kota Ukir. Data-data yang digunakan berasal dari narasumber, tindakan, arsip dan sumber tertulis. Adapun teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Berdasarkan data-data yang dihasilkan dalam penelitian ini, maka penulis menentukan analisis secara siklus guna menjelaskan pokok permasalahan yaitu pengembangan desain motif dan identitas Jepara sebagai kota ukir. Keseluruhan rencana kegiatan penelitian sesuai jangka waktu yang diusulkan.

Keywords: desain, motif ukir, identitas, Jepara

PENDAHULUAN

Centre world carving adalah ungkapan yang paling tepat untuk Jepara. Jenis motif ukir yang terdapat di Jepara sangat banyak ragam bentuknya, itu merupakan kelanjutan dari bentuk-bentuk motif ukir sebelumnya. Seperti halnya seniman ukir akan membuat bentuk motif ukir baru maka akan memunculkan kembali bentuk motif ukir yang lama seperti unsur daun atau

bentuk relungnya. Semuanya memperlihatkan warisan ketrampilan dalam mengukir baik dalam bentuk kasar maupun halus. Keistemewaan dari motif ukir yang terdapat di Jepara menunjukkan suatu bukti bahwa keberadaannya merupakan peninggalan sejarah dari penguasa-penguasa pada masa tertentu. Gustami mengungkapkan bahwa keterlibatan para tokoh dan pemimpin wanita dalam proses pembentukkan seni kerajinan mebel ukir

Gambar

Gambar 1. Fish Bone
Gambar 2. Kerangka Berpikir
Gambar 7. Motif ukir pada pada seragam batik PemKab. Jepara  (Sumber: Dokumentasi Agus, 2016)
Gambar 8. a gapura dinas pariwisata, b gapura pendopo Kab. Jepara, c gapura  Mesjid Agung Jepara, d gapura SMPN 1 Welahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

The research aimed to describe politeness strategy of Request are employed by the characters in the film entitled “You’ve got mail” and describe the factors influence

Hasil dari kombinasi metode tersebut menunjukkan performa yang lebih baik daripada menggunakan kombinasi algoritma C4.5 dan PCA, serta algoritma C4.5 saja untuk kasus

Pada SAP 2000 hal ini bias dianalisis dengan memutar sumbu gording hingga posisi tetap sesuai dengan kenyataan yang terjadi dan beban mati, hidup dan hujan tetap dimasukkan

Hasil penelitian ini menunjukkan Nilai massa jenis dan Viskositas pada tiap-tiap persentase campuran minyak oli bekas dan minyak pirolisis menggalami peningkatan,

Nilai Adjustd R-Square sebesar 0.102875 yang berarti variabel dependen dalam model dapat menjelaskan variabel independen sebesar 10.28% bahwa variabel dependen yaitu Return

Penelitian tentang Pola Asuh Anak Dalam Keluarga Di Lingkungan Lokalisasi Padang Bulan ini, menggunakan 7 (tujuh) informan pokok orang tua yaitu para mucikari yang memiliki anak

(2) Pengelolaan database kependudukan oleh satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan kependudukan dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

Melestarikan kepustakaan wayan& agar bisa disimpan lebih lama, disimpan lebih ringkas tanpa mengurangi isi kepustakaan, penyimpanan dengan cara lebih mudah (