• Tidak ada hasil yang ditemukan

USULAN PENELITIAN DOSEN PEMULA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USULAN PENELITIAN DOSEN PEMULA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

i USULAN

PENELITIAN DOSEN PEMULA

PENGEMBANGAN DESAIN MOTIF UKIR UNTUK AKTUALISASI IDENTITAS JEPARA SEBAGAI KOTA UKIR

Oleh:

Agus Setiawan, M.Sn (Ketua) NIDN: 0615058302 Annas Marzuki Sulaiman, M.Sn (Anggota) NIDN: 0616087604

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

APRIL 2015

(2)
(3)

iii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

RINGKASAN ... iv BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1Latar Belakang ... 1 1.2Rumusan Masalah ... 4 1.3Tujuan Penelitian ... 4 1.4Manfaat Penelitian ... 4 1.5Kontribusi ... 5 1.6Target Luaran... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1Desain ... 6

2.2Desain Sebagai Warisan Budaya ... 7

2.3Motif ukir... 8

2.4Indentitas Kota ... 9

2.5Penelitian Relevan... 10

2.6Kerangka Berpikir ... 13

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 14

3.1Strategi Penelitian ... 14

3.2Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.3Sumber Data ... 14

3.4Teknik Pengumpulan Data ... 14

3.5Teknik Analisis Data ... 15

BAB 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ... 16

4.1Anggaran Biaya ... 16

4.2Jadwal Penelitian ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 17

(4)

iv RINGKASAN

Centre world carving adalah ungkapan yang paling tepat untuk Jepara. Jepara yang memiliki potensi besar dibidang seni ukir dapat dilihat dari masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat dan R.A. Kartini. Desain motif ukir hingga saat ini selalu mengalami perubahan, yang jelas tidak bisa lepas dari peran masyarakatnya. pengembangan desain motif ukir yang tetap bertahan hingga saat ini oleh para seniman. Motif ukir Jepara mampu dilihat sebagai kontruksi sosial keruangan dalam hubungannya dengan identitas kultural dan tradisi. Motif ukir di jadikan identitas kota melalui wujud kreasi-kreasi motif ukir dan ditempatkan di berbagai sudut kota.

Target khusus dalam penelitian ini adalah berupaya menguatkan identitas Jepara sebagai Kota Ukir melalui pengembangan desain motif ukir. Keberadaan motif ukir menjadi nafas bagi masyarakat Jepara.

Solusi yang diusulkan penulis adalah sebuah pendekatan historis dan estetik desain penelitian kuaitatif. Pendekatan ini dapat diimplementasikan untuk menjelaskan pengembangan desain motif ukir di Jepara dan aktualisasi identitas Jepara sebagai Kota Ukir.

Data-data yang digunakan berasal dari narasumber, tindakan, arsip dan sumber tertulis. Adapun teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Berdasarkan data-data yang dihasilkan dalam penelitian ini, maka penulis menentukan analisis secara siklus guna menjelaskan pokok permasalahan yaitu pengembangan desain motif dan identitas Jepara sebagai kota ukir. Keseluruhan rencana kegiatan penelitian sesuai jangka waktu yang diusulkan.

(5)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Centre world carving adalah ungkapan yang paling tepat untuk Jepara. Jenis motif ukir yang terdapat di Jepara sangat banyak ragam bentuknya, itu merupakan kelanjutan dari bentuk-bentuk motif ukir sebelumnya. Seperti halnya seniman ukir akan membuat bentuk motif ukir baru maka akan memunculkan kembali bentuk motif ukir yang lama seperti unsur daun atau bentuk relungnya. Semuanya memperlihatkan warisan ketrampilan dalam mengukir baik dalam bentuk kasar maupun halus. Keistemewaan dari motif ukir yang terdapat di Jepara menunjukkan suatu bukti bahwa keberadaannya merupakan peninggalan sejarah dari penguasa-penguasa pada masa tertentu. Gustami mengungkapkan bahwa keterlibatan para tokoh dan pemimpin wanita dalam proses pembentukkan seni kerajinan mebel ukir jepara merupakan bukti keterkaitan pemimpin bangsa sebagai inspirator, innovator, dan penggerak untuk memacu bangkitnya semangat para seniman dan perajin dalam berkreasi. (Gustami, 2000: 80)

Jepara yang memiliki potensi besar dibidang seni ukir dapat dilihat dari masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat dan R.A. Kartini. Desain motif ukir hingga saat ini selalu mengalami perubahan, yang jelas tidak bisa lepas dari peran masyarakatnya. Motif ukir yang selalu dikembangkan oleh masyarakat setempat yang sampai sekarang masih dapat dijumpai di berbagai bentuk mebel ukir. Tampaknya peranan motif ukir bagi masyarakat Jepara sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti dibidang kerajinan sebagai karya seni yang mampu menopang kehidupan sehari-hari, usaha-usaha pelestarian atau pengembangan terus dilakukan.

Motif ukir yang diciptakan dianggap menjadi satu dari sekian dari hasil budaya dari masyarakat Jepara, keberadaanya tidak dapat dipisahkan. Berbagai kenyataan historis menunjukkan adanya realitas yang dibentuk oleh dimensi ruang dan waktu. Ruang dan waktu ini telah digunakan seniman untuk membuat realitas. Realitas yang dimaksud adalah proses berkarya. Ketika kita ke kota Jepara,

(6)

2 berkeliling melihat-lihat atau membeli produk mebel yang berukir. Kita akan terkagum-kagum dengan motif ukir yang diterapkan pada sebuah produk mebel ukir karena didukung dengan penempatan yang tepat atau barang kali karena kehalusan garap dari ukiran tersebut. Tetapi kita tidak tahu kapan dan di mana kegiatan tersebut di buat serta siapa pembuatnya, juga tidak dapat dimengerti di mana peranan motif ukir tersebut? Sebab kita seolah-olah terhipnotis kekaguman oleh kehadiran motif ukir yang menghias mengisi ruang-ruang kosong pada benda tersebut. Sementara banyak juga motif ukir yang diterapkan pada bangunan-bangunan seperti makam, masjid atau rumah-rumah

Bila kita datang ke Jepara melihat hasil karya mebel ukir dan ketika kita memfokuskan pada bagian hiasan dari sekian banyak ragam bentuk motif ukir, maka motif ukir tersebut diterapkan guna menambah nilai dan kualitas pada karya mebel. Tidak hanya di mebel ukir, tetapi juga dapat dilihat pada bangunan seperti masjid dan pendapa Kabupaten Jepara dan di ruang publik seperti taman kota, tugu di perempatan dan pertigaan jalan dan kawasan kabupaten Jepara, bahkan juga pada hiasan lampu hias kota kehadirannya dapat dianggap untuk memperindah kota Jepara. Di sisi lain, motif ukir Jepara juga diterapkan pada pakaian dinas dan sekolah. Motif ukir ini tidak berdiri sendiri secara utuh, keberadaannya menempel pada berbagai karya seni. Secara tidak langsung menunjukkan motif ukir Jepara sangat berperan. Motif ukir yang dihasilkan oleh masyarakat Jepara mampu memberikan citra bagi wilayah Jepara hingga menjadi “idiom” kota Jepara.

Abdul Kadir (1979:12) sebutan Jepara sebagai kota ukir sudah menjadi idiom dan sering kita dengar bahkan sampai saat ini sudah mampu menembus pasar ekspor karena produk mebel ukirnya. Seperti halnya ungkapan ini, sesungguhnya, kata “Jepara” tak mungkin dipisahkan dari pengertian “kota Jepara” sebagai kota ukir. Sehingga perkataan ukiran Jepara seakan-akan sudah merupakan idiom. Kegiatan ukir-mengukir yang mampu bertahan berabad-abad lamanya di Jepara. Faktor itulah yang sering mengundang pada pendatang dari daerah bahkan Negara, untuk datang dan berkunjung ke Jepara untuk

(7)

3 mendapatkan gambaran langsung tentang kemampuan masyarakat Jepara dalam hal ukir-mengukir.

Hal yang menarik dari motif ukir Jepara disamping memiliki bentuk yang khas, ada indikasi perwujudan kekuatan pengembangan terhadap mewujudkan karya seni yang menjadi kebanggaan masyarakat Jepara. Tetapi dalam proses pengembangannya bisa dianggap bahwa masyarakat Jepara tidak tahu hasil-hasil kreatif dari para artis/seniman ukir apakah bentuk yang dihasilkan termasuk kedalam bentuk yang mencirikan bentuk dari motif ukir Jepara, itulah yang menarik kalau melihat dari sisi warisan dan perkembangan bentuk motif ukir.

Mike susanto (2003:34) motif ukir terpengaruh dengan berbagai budaya yang terjadi pada etnis tertentu, namun akan terlihat memiliki kesamaan dalam pola dasarnya. Jika melihat hasil-hasil kerja kreatifnya, bentuk yang dihasilkan tetap mencerminkan lokal. Yang dimaksud adalah masih tetap membentuk karakter yang mencirikan visual dari bentuk-bentuk sebelumnya berdasarkan pengalaman masyarakat pendukungnya.

Motif ukir Jepara pernah mengalami puncak kepopuleran, ketika motif ukir diterapkan pada produk mebel ukir yang dihasilkan oleh para pengrajin. Bahkan hampir semua produk mebel ukir yang dihasilkan dipenuhi dengan hiasan motif ukir. Ini merupakan sedikit peran motif ukir untuk memenuhi keinginan masyarakat guna menunjang keindahan rumah dengan segala produk mebel ukir.

Dapat digambarkan motif ukir Jepara berperan besar dalam memajukan kota Jepara dalam proses adaptasi terhadap perubahan zaman yang terus berkembang. Pengembangan motif ukir dalam mencapai puncak kepopulerannya juga mengingatkan akan peran pemerintah yang sering menyerukan keindahan motif ukir. Dalam hal ini pemerintah sudah mengupayakan untuk memperkuat identitas Jepara sebagai kota ukir. Upaya yang sudah dilakukan di antaranya melalui perancangan komunikasi visual berbentuk tiga dimensi dan dua dimensi. Perancangan komunikasi visual tiga dimensi di tempatkan di bangunan, monumen, tugu, gapura yang keberadaannya berada di seluruh wilayah kota Jepara. Adapun perancangan komunikasi visual dua dimensi diterapkan pada majalah, web, Spanduk, poster, baliho dll.

(8)

4 Berangkat dari latar belakang di atas terdapat hal yang menarik di antaranya pengembangan desain motif ukir yang tetap bertahan hingga saat ini oleh para seniman. Motif ukir Jepara mampu dilihat sebagai kontruksi sosial keruangan dalam hubungannya dengan identitas kultural dan tradisi. Motif ukir di jadikan identitas kota melalui wujud kreasi-kreasi motif ukir dan ditempatkan di berbagai sudut kota. Menggarisbawahi hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka representatif untuk dilakukan kajian lebih mendalam dengan judul ”Pengembangan Desain Motif Ukir Untuk Aktualisasi Identitas Jepara sebagai Kota Ukir”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan ketertarikan yang sudah dijabarkan di latar belakang, maka dapat di ambil perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan desain motif ukir Jepara?

2. Mengapa motif ukir diaktualisasikan sebagai identitas Jepara? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan: 1. Pengembangan desain motif ukir Jepara.

2. Eksistensi motif ukir dalam mengaktualisasi identitas Jepara sebagai Kota Ukir.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 3. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu desain khususnya Desain Komunikasi visual tentang konsep desain.

b. Menambah wawasan tentang konsep desain sebagai wujud pengembangan juga terkait perancangan desain motif ukir untuk implementasi identitas kota Jepara sebagai kota ukir.

c. Sebagai acuan dalam penelitian lantujan berkaitan pengembangan desain.

(9)

5 4. Manfaat praktis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru terhadap pengembangan desain motif ukir yang terus dilestasikan hingga menjadi identitas kota Jepara.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca untuk menambah wawasan terhadap kebudayaan tradisional yang masih hidup di masyarakat.

1.5 Kontribusi

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada para pengrajin ukir Jepara akan motif-motif terbaru. Pengembangan desain motif ukir dapat memperkuat dalam mengaktualisasi identitas Jepara sebagai Kota Ukir.

1.6 Target Luaran

Luaran penelitian ini adalah publikasi ilmiah dalam jurnal Naional ber-ISSN yang belum terakreditasi. Adapun Luaran tambahan yang diharapkan dari penelitian ini adalah pengayaan bahan ajar terkait pemahaman konsep desain.

(10)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desain

Menurut Frascara (2004:2), istilah desain grafis merujuk kepada proses perencanaan, memproyeksikan, koordinasi, memilih, dan mengorganisir serangkaian elemen-elemen tekstual dan visual untuk menciptakan komunikasi visual. Istilah desain juga digunakan dalam kaitannya dengan benda-benda yang diciptakan oleh proses itu. Sedangkan menurut Ambrose dan Harris (2009:12), desain grafis adalah seni visual kreatif yang mencakup banyak bidang ilmu diantaranya yaitu seni, tipografi, tata letak halaman (layout), teknologi informasi dan aspek kreatif lainnya. Banyaknya cakupan bidang ilmu tersebut mengakibatkan para desainer dapat mengkhususkan diri dan fokus pada sub bidang tertentu pada bidang ilmu desain grafis.

Istilah desain komunikasi visual merupakan pengembangan dari kata desain dengan menghubungkannya dengan suatu media yang bertujuan mengkomunikasikan pesan tertentu. Setiap bagian dari desain komunikasi visual muncul merupakan sarana komunikasi yang membawa pesan tertentu, dan untuk mendapatkan respon yang diinginkan. Inilah sebabnya mengapa salah satu tidak bias menilai kualitas desain hanya atas dasar tampilan visualnya. Aspek estetika yang mempengaruhi suatu karya desain tidak boleh mendistorsi tujuan utama desain komunikasi visual, yang berpusat pada menghasilkan respon tertentu dari masyarakat tertentu (Frascara, 2004:3).

Dalam pembuatan sebuah desain yang baik dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka perlu diperhatikan penyusunan unsur-unsur desain dan penggunaan prinsip prinsip desain yang tepat. Unsur-unsur desain mengacu pada "apa" yang digunakan dan prinsip-prinsip desain mengacu pada "bagaimana" Unsur-unsur desain tersebut digunakan. Unsur-unsur desain meliputi: Garis, bentuk, ruang negatif, volume, nilai, warna, dan tekstur. Prinsip-prinsip desain meliputi: Keselarasan (Harmoni), Kesebandingan (Proporsi), Irama (Ritme), Keseimbangan (Balance), dan Penekanan (Emphasis) Penggunaan masing-masing

(11)

7 prinsip spesifik untuk masalah individu yang harus dipecahkan. Setelah masalahnya adalah diteliti dan didefinisikan dengan baik, elemen dapat dipilih, dan prinsip dapat diterapkan (Hashimoto dan Clayton, 2009:1).

2.2 Desain sebagai Warisan Budaya

Warisan budaya, menurut Davidson (1991:2) diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa. Dari gagasan ini, warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu. Warisan budaya fisik (tangible heritage) sering diklasifikasikan menjadi warisan budaya tidak bergerak (immovable heritage) dan warisan budaya bergerak (movableheritage). Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada di tempat terbuka dan terdiri dari atas: situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan kuno dan/atau bersejarah, patung-patung pahlawan (Galla, 2001: 8). Warisan budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri dari: benda warisan budaya, karya seni, arsip, dokumen, dan foto, karya tulis cetak, audiovisual berupa kaset, video, dan film (Galla, 2001: 10).

Pasal 1 dari The World Heritage Convention membagi warisan budaya fisik menjadi 3 kategori, yaitu monumen, kelompok bangunan, dan situs (WorldHeritage Unit, 1995: 45). Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 2010). Upaya pewarisan budaya salah satunya dengan pelestarian. Menurut Daud A. Tanudirjo (2003: 6), pelestarian adalah upaya memberi makna baru dan dalam masyarakat yang pluralistik pemberian makna itu dapat beragam, maka pelestarian warisan budaya harus dapat dibicarakan bersama,dinegosiasikan dan perlu disepakati bersama pula melalui suatu dialog yang terbuka dan seimbang.

(12)

8 Pewarisan budaya (transmission of culture) yaitu proses mewariskan budaya (unsur-unsur budaya) dari satu generasi ke generasi manusia atau masyarakat berikutnya melalui proses pembudayaan (proses belajar budaya). Sesuai dengan hakikat dan budaya sebagai milik bersama masyarakat, maka unsur-unsur kebudayaan itu memasyarakat dalam individu-individu warga masyarakat dengan jalan diwariskan atau dibudayakan melalui proses belajar budaya. Proses pewarisan budaya dilakukan melalui proses enkulturasi (pembudayaan) dan proses sosialisasi (belajar atau mempelajari budaya). Pewarisan budaya umumnya dilaksanakan melalui saluran lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, lembaga pemerintahan, perkumpulan, institusi resmi, dan media massa. Melalui proses pewarisan budaya maka akan terbentuk manusia-manusia yang memiliki kepribadian selaras dengan lingkungan alam, sosial dan budayanya disamping kepribadian yang tidak selaras (menyimpang) dengan lingkungan alam, sosial dan budayanya (Burhanuddin Arafah, 2003: 2).

2.3 Motif Ukir

Ensiklopedi Indonesia, Motif adalah pangkal dari tema kesenian. Soepratno (1984:11) mengungkapkan motif adalah dasar untuk menghiae sesuatu ornamen. Tukiyo berpendapat motif hias merupakan pokk pikiran dan bentuk dasar dalam perwujudan ornament atau ragam hias, yang meliputi segala bentuk alami ciptaan Tuhan (binatang, tumbuh-tumbuhan, manusia, gunung, air, awan, batu-batuan dan lain-lain), dan pula hasil daya kreasi atau khayalan manusia (bentuk, garis, motif hias kinara-kinari dan makhluk ajaib lainnya) (Syafii Tjetjep Rohendi Rohidi, 1987:4).

(Syafii Tjetjep Rohendi Rohidi, 1987:4) kembali menegaskan bahwa motif hias merupakan unsure bagian dari ornament yang membentuk serangkaian pola auat penciptaan pola. Pola hias merupakan unsure dasar yang dapat dipakai pedoman untuk menyusun sesuatu hiasan. Pola mengandung pengertian suatu hasil susunan dari motif hias tertentu dalam bentuk dan komposisi yang tertentu pula, isalnya motif hias kawung, pola hias majapahit, pajajaran, mataram dan sebagainya. Bastomi (1982:15) menambahkan berkait dengan pengelompokan

(13)

9 motif ada tiga macam yaitu tumbuh-tumbuhan, binatang, dan geometris. Adapun Tukiyo dan Sukarman (1981:12-13) membedakan motif menjadi lima macam yaitu motif hias geometris, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, dan khayali. 2.4 Identitas Kota

Kota adalah artifak yang dihuni. Kota sebagai lingkungan buatan manusia yang memperlihatkan karya besar dan kompleks, terdiri dari kumpulan bangunan (dan elemen-elemen fisik lainnya) serta manusia dengan konfigurasi tertentu membentuk satu kesatuan ruang fisik (physical-spatial entity) (Sandi Siregar (2003: 1).

Menurut Kevin Lynch (1960: 3), memfokuskan pada kebutahan pembentukan karakter kota yang dimulai dengan persepsi lingkungan, tanda pengenal dan kemudian citra kota. Menurut Kostof (1991 :9) kota adalah tempat kumpulan bangunan dan manusia (cities are place made up of buildings and people). Menurut E.N. Bacon (1974: 21) bahwa kota adalah artikulasi ruang yang memberikan suatu pengalaman ruang tertentu kepada partisipator. Oleh karena itu, lingkup perhatian perancang kota akan lebih lengkap jika meliputi bangunan, setting dan karakter kota. Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa setiap kota dalam rancangannya tidak dapat lepas dari upaya memahami karakter kota, sehingga apa yang dimaksud karakter adalah persoalan yang menyangkut identitas.

Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip satu sama lain; (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama diantara dua orang atau dua benda; (3) kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau benda; (4) Pada tataran teknis, pengertian epistimologi diatas hanya sekedar menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata “identik”, misalnya menyatakan bahwa “sesuatu” itu mirip satu dengan yang lain (Alo Liliweri, 2007: 69).

Istilah identitas memiliki pengertian yang beragam dan berkenaan untuk tujuan apa konsep identitas itu digunakan. Tilaar (2007: 118-120) dalam bukunya

(14)

10 berjudul “Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa”, menguraikan hubungan antara identitas individu, identitas etnis terbentuk menjadi identitas bangsa. Menguraikan bahwa setidaknya terdapat empat konsep yang dapat berkembang: 1) identitas berarti indentik dengan yang lain. Mengarah pada adanya kesamaan antara individu dengan individu lainnya; 2) identitas berarti menjadi diri sendiri, dilahirkan sebagai suatu individu yang memiliki jiwa sendiri yang terhubung dengan proses pemerdekaan; 3) indentitas berarti menjadi identik dengan suatu ide. Ide yang melepaskan kekuasaan individu, dan ide dalam konteks ini adalah suatu yang transendental; 4) identitas berarti individu yang realistis yang hidup bersama individu lainnya. Identitas dalam pengertian ini lebih dari hanya menjadi diri sendiri yang tidak terlepas dari lingkungan budaya maupun lingkungan alamiah.

identitas di atas mengisyaratkan bahwa identitas yang lahir dari “produk” sejarah dapat dikonstruksikan dan menyatakan sifatnya dapat berubah, terbentuk dan dibentuk berdasarkan ruang dan waktu. Kaplan (2006: 153) menegaskan hal tersebut dalam pandangannya terhadap identitas yang dilekatkan pada etnisitas mengatakan bahwa etnisitas merupakan sebuah konsep yang kompleks, memiliki ciri dan pandangan yang berbeda-beda di dalam mengartikan diri. Biasanya diasosiasikan dengan perilaku kebudayaan, contohnya, pada bahasa, adat istiadat, keyakinan, sejarah, pakaian dan budaya materi.

2.5 Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Kegiatan penelitian ilmiah umumnya diawali dengan studi kepustakaan, untuk mendapatkan data-data dalam rangka membangun kerangka pemikiran sebagai konsep dasar penelitian. Salah satu tujuan dari studi pustaka merupakan langkah untuk memberikan posisi penelitian yaitu menunjukkan perspektif yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dan mampu menunjukkan orisinalitas. Sejauh ini, penelitian mengenai “Pengembangan Desain Motif Ukir Untuk Aktualisasi Identitas Jepara Sebagai Kota Ukir” belum ada yang menulis sebagaimana permasalahan yang menjadi topik dalam penelitian ini.

(15)

11 Achmad Sjafi’i, “Studi Tentang Aspek Simbolis Pada Relief Mesjid Mantingan”, Skripsi, Yogyakarta: STSRI “ASRI” (1983). Laporan penelitian ini secara metode menggunakan penelitian kualitatif. Tetapi penelitian tersebut masih terbingkai pada hipotesis (seharusnya tidak perlu ada) “ada hubungan antara makna simbolis relief dengan fungsi mesjid”. Hasil penelitian menjelaskan bahwa relief Mesjid Mantingan mempunyai simbol-simbol Hindu-Islam. Disinggung juga mengenai panel-panel berukir bolak-balik (dwimuka), namun kurang adanya penjelasan secara detail. Pembahasan relief Mesjid Mantingan yang tampak, secara identifikasi dan klasifikasi pada aspek simbolis belum seluruhnya mengungkapkan “motif-motif tersembunyi” pada relief tersebut. Penelitian di atas lebih mengarah pada pembuktian hipotesis tentang adanya keterpengaruhan Hindu-Islam, sehingga pembahasan makna relief belum diungkapkan secara mendalam. Kerangka tafsir berdasarkan teori simbol presentasionalnya Susane K. Langer dalam Problem of Art dengan kaca mata yang mengarah pada eksistensi seni murni (seni Patung). Adapun rancangan penelitian ini yaitu melihat motif relief mesjid mantingan sebagai sumber bentuk pewarisan.

Abdul Khadir, Risalah dan Kumpulan Data Tentang Perkembangan Seni Ukir Jepara (1979). Buku ini berisi tentang perkembangan seni ukir Jepara antara tahun 1879 sampai tahun 1979 dengan disertai contoh-contoh hasil seni ukir Jepara mulai dari yang klasik sampai modern. Penjelasan tentang perkembangan seni ukir yang mempunyai latar belakang sejarah Mesjid dan Makam Mantingan dapat memberikan pengkayaan kajian bentuk ornamen. Adapun rancangan penelitian ini menjelaskan perkembangan seni ukir Jepara dari sisi pewarisan yang mengarah pada pembentukkan identitas kota.

SP. Gustami, Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara (2000). Buku ini lebih ke arah kerajinan mebel ukir Jepara menyangkut dari sudut estetika. Hasil penjelasannya terdapat tiga tokoh wanita penting yang mendorong perkembangan ukiran Jepara. Di antaranya diungkapkan sosok Ratu Kalinyamat yang memiliki peran penting dalam pengembangan ukiran serta penyebaran agama Islam melalui kesenian. Ukiran yang terdapat pada dinding Mesjid dan Makam Mantingan dimanfaatkan sebagai sarana dakwah dan penyebaran agama Islam.

(16)

12 Pengungkapan tulisan ini secara tidak langsung menjadi landasan pemikiran terkait keberadaan ornamen. Rancangan penelitian ini terfokus pada kreasi-kreasi motif ukir sebagai identitas kota yang keberadaannya berada di ruang publik.

Ibrahim Hemawan, dkk, Tinjauan Bentuk dan Kontruksi Mebel Jepara (2013) menjelaskan dalamdesain mebel terdapat berbagai aspek yang saling terkait yaitu bentuk, kontruksi, kenyamanan, dan estetika. Menjelaskan system kontruksi khususnya yang di aplikasikan pada kursi sofa dan kursi makan buatan Jepara.

Penelitian di atas merupakan penelitian yang mengkaji tentang Relief Mesjid mantingan, Perkembangan Seni Ukir, dan peran tokoh dalam perkembangan seni ukir Jepara. Namun rancangan penelitian pengembangan desain motif sebagai identitas kota belum banyak dikerjakan oleh peneliti lain. untuk itu, penelitian ini akan melengkapi penelitian–penelitian sebelumnya dalam rangka penguatan desain motif ukir sebagai identitas kota Jepara.

Berdasarkan penelitian relevan di atas maka dapat digambarkan dalam bagan road map penelitian sebagai berikut:

Risalah dan Kumpulan Data Tentang

Perkembangan Seni Ukir Jepara Abdul Khadir, (1979). Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara, SP. Gustami, (2000). Pengembangan Desain Motif Ukir Untuk Aktualisasi Identitas Jepara Sebagai Kota Ukir Agus Setiawan dan Anas Marzuki Sulaiman (2015) (Akan dilakukan) Tinjauan Bentuk dan Kontruksi Mebel Jepara Ibrahim Himawan dkk (2013) Pengembangan Motif Batik berdasarkan desain motif ukir Jepara dan

aplikasinya dalam industry fesyen. (penelitian lanjutan) (2016)

(17)

13 2.6 Kerangka Berpikir

Pewarisan budaya yang terwujud dalam desain motif ukir Jepara terus dilestarikan. Wujud pelestarian melalui pengembangan desain motif sudah mulai ditanamkan dari keluarga, pendidikan, hingga dalam wujud konstruksi pengetahuan dapat diupayakan dengan kehidupan nyata yaitu praktik indutri mebel ukir dan peran seniman ukir. Motif ukir adalah potensi lokal yang kuat hingga mampu memberikan idiom jepara sebagai Kota Ukir. Langkah peneliti dalam memberikan kontribusi untuk peningkatan identitas Jepara sebagai kota ukir adalah dengan melihat desain motif ukir Jepara sebagai bentuk warisan yang tetap dilestarikan. Diharapkan dari penelitian ini diperoleh penjelasan tentang konsep desain motif ukir dan eksistensi motif ukir yang mampu menjadikan identitas Jepara sebagai Kota Ukir. Dari uraian tersebut dapat digambarkan skema kerangka berpikir sebagai berikut:

Desain Motif ukir Mesjid Mantingan Industry Mebel Ukir Seniman Ukir Pemerintah:

1. Dinas pendidikan dan kebudayaan 2. Dinas Pariwisata

3. Dinas tata Ruang kota dan pertamanan Strategi media

Strategi visual

Identitas Jepara sebagai kota Ukir Pengembangan

desain

(18)

14 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Strategi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang akan menjelaskan permasalahan melalui pengambilan data dari beragam sumber yang telah ditentukan. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pendekatan akan menghasilkan suatu gambaran permasalahan dengan meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan informan atau narasumber, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998: 15). Penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif permasalahan yang diangkat. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai November 2016. Penelitian akan mengambil lokasi di beberapa ruang publik di Jepara. Ruang publik di kota Jepara di antaranya mesjid mantingan, pendopo kabupaten Jepara, sentra industri seni ukir Jepara tepatnya desa Senenan Jepara. Beberapa ruang publik dipilih karena sejumlah kreasi motif ukir Jepara dihadirkan untuk memperkuat identitas sebagai kota ukir. Namun beberapa tempat ruang publik tersebut diambil sebagai pijakan awal lokasi penelitian. Selanjutnya penentuan lokasi penelitian menggunakan teknik snow-ball sampling.

3.3 Sumber Data

Sumber data diperoleh dari sumber tertulis (tulisan), dokumen (arsip), aktivitas, peristiwa, dan gagasan mengenai permasalahan yang telah ditentukan. 3.4 Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara dilakukan secara mendalam (indepth interview) yang bersifat terbuka terhadap narasumber dari kalangan praktisi desain visual, seniman ukir, pengrajin mebel ukir, guru muatan lokal seni ukir. Wawancara menggunakan jenis pertanyaan substantif untuk mendapatkan data tentang pengembangan

(19)

15 desain motif ukir dan perancangan komunikasi visual motif ukir Jepara yang diteliti sebagai identitas kota.

b. Pengamatan (observasi)

Pengamatan dilakukan untuk menyajikan gambaran mengenai obyek, kejadian, dan perilaku untuk menjawab pertanyaan penelitian.

c. Dokumentasi

Pengumpulan data melalui dokumen berupa bentuk-bentuk kreasi desain motif ukir hingga memahami pengembangan desain motif ukir. Di sisi lain, implementasi motif ukir di ruang publik.

3.5 Teknik Analisis Data

Menggunakan langkah-langkah analisis data pada studi kasus, yang meliputi:

a. Mengorganisir informasi.

b. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode. c. Membuat uraian mengenai kasus dan konteksnya. d. Menetapkan pola dan mencari hubungan antar kategori. e. Menginterpretasi temuan

f. Menyajikan secara naratif.

Teknik analisis dilakukan secara siklis dan dapat diulang untuk mendapatkan hasil penelitian yang memadai.

(20)

16 BAB 4

BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Anggaran Biaya

Anggaran Biaya dalam penelitian ini dapat diketahui secara ringkasan anggaran biaya (lampiran 1) dengan komponen sebagai berikut:

No Jenis Biaya yang diusulkan (Rp)

1 Gaji dan Upah (20%) 2.790.000

2 Peralatan Penunjang (50%) 5.970.000

3 Bahan habis pakai (20%) 2.650.000

4 Perjalanan ( %) 1.500.000

5 Lain-lain (10%) 1.500.000

Jumlah 14.410.000

4.2 Jadwal Penelitian

No Jenis Kegiatan Tahun I

1 2 3 4 5 6 7 1 Persiapan penelitian (koordinasi Tim dan

pembuatan proposal) 2 Perijinan 3 Pelaksanaan Penelitian § Pengumpulan data - Observasi - Wawancara

§ Pengolahan dan analisis data 4 Penulisan Laporan kemajuan

5 Perbaikan Laporan 6 Penulisan Laporan Akhir 7 Seminar dan Publikasi

(21)

17 DAFTAR PUSTAKA

Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Angkasa, 2007.

Ambrose, Gavin, Paul Harris, The Fundamentals of Graphic Design, Singapore: AVA Publishing, 2009

Arafah, Burhanuddin. “Warisan Budaya, Pelestarian Dan Pemanfaatannya”. Artikel. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Hasanuddin (UNHAS). 2003. Bacon, Edmund, Design of Cities, New York: Penguin, 1974.

Bastomi, Suwaji. Seni Ukir. Semarang: IKIP Semarang Press. 1982.

Creswell, J.W., Qualitatif Inquiry and Research Design, California: Sage Publications, Inc., 1998.

Davison, G. dan C Mc Conville, A Heritage Handbook. St. Leonard, NSW: Allen & Unwin. 1991.

Frascara, Jorge. Communication design : principles, methods, and practice. New York: Allworth Press, 2004

Galla, A. Guidebook for the Participation of Young People in Heritage. Conservation. Brisbane: Hall and jones Advertising. 2001

Gustami, Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara, Yogyakarta: Kanisius, 2000.

Hashimoto, Alan, Mike Clayton, Visual Design Fundamentals: A Digital Approach, Boston: Cengage Learning, 2009

Kadir, Abdul, Risalah dan Kumpulan Data tentang Perkembangan Seni Ukir Jepara, Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara, 1979. Karmadi, A.D. 2007. “Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya dan Upaya

Pelestariannya”. Makalah disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, di Semarang pada tanggal 8 - 9 Mei 2007.

Kostof, Spiro. The City Shaped, tanpa kota: tanpa penerbit. 1991. Lynch, Kevin, The Image Of The City, MIT Pres Cabridge, 1960.

Siregar, A., Sandi, “Tata Bangunan dan Lingkungan di Kota Bandung” Artikel Seminar pekan kebudayaan Jerman Indonesia di Bandung berjudul “Prospek Bandung Menuju Kota Jasa di Era Globalisasi dilihat dari sudut pandang tata kota” 9 oktober 2003.

Soepratno. Ornamen Ukir Kayu Tradisional Jawa, Jilid I, II. Semarang:tanpa penerbit. 1984.

Susanto, Mike. Membongkar Seni Rupa, Yogyakarta: Jendela, 2003.

Syafii, Tjetjep Rohendi Rohidi. Ornamen Ukir. Semarang:Penerbit IKIP Semarang Press. 1987.

Tanudirjo, Daud A. Warisan budaya untuk semua: Arah kebijakan pengelola warisan budaya Indonesia di masa mendatang”. Makalah disampaikan pada Kongres Kebudayaan V, Bukittinggi, 2003.

Tukiyo dan Sukarman. Pengantar Kuliah Ornamen I. Yogyakarta: STSRI-ASRI. 1981.

World Heritage Unit. Australia’s World Heritage. Canberra: Department of Environment, Sports and Territories. 1985.

(22)

18 LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Justifikasi anggaran dalam penelitian ini terperinci sebagai berikut: 1. Honor

Honor Honor/Jam (Rp)

Waktu (jam/minggu)

Minggu Honor per Tahun (Rp)

Th I Th II Th n Ketua 2.000 120 Jam 6 1.440.000 Anggota 1.500 120 Jam 6 1.080.000 Pembantu Lapangan 10.000 27 Jam 1 270.000 Sub Total (Rp) 2.790.000 2. Peralatan Penunjang Material Justifikasi Pemakaian Kuantitas Harga satuan (Rp) Honor/tahun (Rp) Th I Th II Th n Sewa Kamera Observasi Lapangan 14 Hari 50.000 700.000 Sewa Scanner Alat Peminda gambar dan surat 1 paket 100.000 100.000 Buku Pencatatan lapangan 9 Buah 30.000 270.000

Sewa Mobil Perijinan observasi Lapangan

14 Hari 350.000 4.900.000

(23)

19 3. Bahan Habis Pakai

Material Justifikasi Pemakaian Kuantitas Harga satuan (Rp) Honor/tahun (Rp) Th I Th II Th n Kertas A4 Pembuatan Laporan 3 Rim 50.000 150.000 Cartridge Canon Black Printer 1 buah 250.000 250.000 Cartridge Canon Black Printer 1 buah 275.000 275.000 ATK Bahan Penelitian 25 pake t 75.000 1.875.000 CD Kaset Penyimpan Data 10 kepi ng 10.000 100.000 Sub Total (Rp) 2.650.000 4. Perjalanan

a. Semarang – Jepara Perijinan untuk pengambilan data

500.000

b. Semarang – Jepara Pengumpulan data 1.000.000 Sub Total (Rp) 1.500.000 5. Lain-lain Material Justifikasi Pemakaian Kuantitas Harga satuan (Rp) Honor/tahun (Rp) Th I Th II Th n Proposal Pengajuan Penelitian 5 Eks 30.000 150.000

(24)

20 Laporan Kemajuan Pemantauan Penelitian 5 Eks 30.000 150.000

Laporan Akhir Hasil Penelitian

5 Eks 30.000 150.000

Jilid Hasil

penelitian

5 Eks 10.000 50.000

Publikasi Jurnal dan dokumentasi

1 paket 500.000 500.000

Seminar Publikasi 1 Paket 500.000 500.000 Sub Total (Rp) 1.500.000

Total anggaran yang diperlukan setiap tahun (Rp) 14.410.000

(25)

21 Lampiran 2 Identitas ketua dan anggota peneliti

A. Identitas Diri Ketua

1 Nama lengkap (dengan gelar) Agus Setiawan, M.Sn

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli

4 NIP/NIK/identitas lainnya 0686.11.2013.519

5 NIDN 0615058302

6 Tempat dan tanggal lahir Jepara, 15 Mei 1983

7 Email wawansetiawan18@yahoo.co.id

8 Nomor telepon/Hp 085328337343

9 Alamat kantor Universitas Dian Nuswantoro

Jl. Imam Bonjo No. 205-207 Semarang

10 Nomor telepon/faks (024)3517261/(024)3569684

11 Lulusan yang telah dihasilkan S1= 0 Orang

12 Mata Kuliah yang di ampu 1. Sejarah Seni Rupa

Indonesia 2. Metodologi Penelitian 3. Estetika 4. Seminar B. Riwayat Pendidikan 2 S1 S2 S3 1 Nama perguruan tinggi

ISI Surakarta ISI Surakarta -

3 Bidang Ilmu Kriya Seni Pengkajian Seni Rupa -

4 Tahun masuk-lulus 2002-2007 2007-2009 -

5 Judul Skripsi/Tesis Motif Hias Warana

Kaputran dan

Kaputren

Peninggalan R.A Kartini Di Museum Kamar Pengabdian R.A Kartini Pendopo Rumah Dinas Bupati Rembang

Ornamen Mesjid

Mantingan Jepara-Jawa Tengah

-

(26)
(27)

23 A. Identitas Diri Anggota

1 Nama lengkap (dengan gelar) Annas Marzuki Sulaiman, M.Sn

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli 4 NIP/NIK/identitas lainnya 0686.11.2010.364

5 NIDN 0616087604

6 Tempat dan tanggal lahir Kendari, 16 Agustus 1976

7 Email anazdesign@gmail.com

8 Nomor telepon/Hp 085642134504

9 Alamat kantor Jl. Nakula 1 No.5-11 Semarang 10 Nomor telepon/faks 024-3517261/ 024-356984 11 Lulusan yang telah dihasilkan S1=30 Orang

12 Mata Kuliah yang di ampu 1. Metode Reproduksi Grafika 2. Desain Web 3. Animasi 2D 4. Sejarah DKV B. Riwayat Pendidikan 2 S1 S2 S3 1 Nama perguruan tinggi Universitas Sebelas Maret Surakarta ISI Surakarta - 3 Bidang Ilmu Desain Grafis Pengkajian Seni Rupa -

4 Tahun masuk-lulus 1994-2001 2011-2015 -

5 Judul Skripsi/Tesis Promosi dan Periklanan Kaos Kanoe Produksi PT Mondrian Klaten

Kajian Strategi Komunikasi Visual Iklan Televisi Kuku Bima Energi

-

6 Nama Pembimbing Drs. Rusmadi Dr. I Nyoman Murtana, S.Kar., M.Hum

-

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml Juta (Rp)

(28)
(29)

25 Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pemberian Tugas No Nama/NIDN Instansi asal Bidang

Ilmu Alokasi waktu Uraian Tugas 1 Agus Setiawan/ 0615058302

Program Studi Desain Komunikasi Visual S1

Universitas Dian Nuswantoro

Kriya Seni

6/minggu - Ketua peneliti - Perijinan - Observasi, wawancara - analisis -Asministrasi dan kesekretariata n - Publikasi ilmiah 2 Annas Marzuki Sulaiman, M.Sn/ 0616087604

Program Studi Desain Komunikasi Visual S1 Universitas Dian Nuswantoro Desain Grafis 6/minggu -Anggota -Observasi -Analisis -Keuangan dan Laporan Anggaran

(30)

Referensi

Dokumen terkait

The research aimed to describe politeness strategy of Request are employed by the characters in the film entitled “You’ve got mail” and describe the factors influence

Hasil dari kombinasi metode tersebut menunjukkan performa yang lebih baik daripada menggunakan kombinasi algoritma C4.5 dan PCA, serta algoritma C4.5 saja untuk kasus

Dalam persoalan sifat-sifat Tuhan, aliran rasionalis memegang kuat paham Tuhan tidak memiliki sifat, karena jika Tuhan memiliki sifat, maka sifat itu juga harus kekal

Nilai Adjustd R-Square sebesar 0.102875 yang berarti variabel dependen dalam model dapat menjelaskan variabel independen sebesar 10.28% bahwa variabel dependen yaitu Return

Penelitian tentang Pola Asuh Anak Dalam Keluarga Di Lingkungan Lokalisasi Padang Bulan ini, menggunakan 7 (tujuh) informan pokok orang tua yaitu para mucikari yang memiliki anak

(2) Pengelolaan database kependudukan oleh satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan kependudukan dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

Keadaaan ini cukup membuat reaktor berada dalam kecelakaan, daya reaktor , temperatur bahan bakar dan temperatur pendingin terlihat naik beberapa kali lipat.. Kata Kunci :

Melestarikan kepustakaan wayan& agar bisa disimpan lebih lama, disimpan lebih ringkas tanpa mengurangi isi kepustakaan, penyimpanan dengan cara lebih mudah (