• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Sutin, 2008. Dengan judul “Pembuatan Asap Cair Dari Tempurung Dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis Serta Fraksinasinya Dengan Ekstrasinya” : penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi asap cair dari tempurung dan sabut kelapa. Hasil pembakaran pada suhu pembakaran 300 °C menghasilkan asap cair dengan rendemen sebesar 38,69 % untuk tempurung kelapa dan 49,10% untuk sabut kelapa. Pada pemurnian asap cair diperoleh asap cair dari bahan tempurung kelapa diperoleh volume terekstrak 3,22%, 3,25% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol. Sedangkan pada pemurnian asap cair dari bahan sabut kelapa diperoleh volume terekstrak 1,96%, 2,57% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol.

Sri widyastuti, dkk, 2012. Dengan judul “Optimasi Proses Pembuatan Asap Cair Dari Tempurung Kelapa Sebagai Pengawet Makanan Dan Prospek Ekonomisnya” :penelitian ini bertujuan untuk mengolah asap cair dari tempurung kelapa, sebagai pengawet alami bahan pangan segar maupun olahan. Hasil percobaan optimasi proses dan kinerja pirolisator menunjukan bahwa semakin tinggi suhu semakin cepat proses pembakaran dan semakin banyak rendeen yang dihasilkan. Variasi kadar air bahan tidak secara nyata mempengaruhi rendemen. Secara fisik asap cair yang dihasilkan berwarna bening kemerahan sampai bening kekuningan.

Sri Sunarsih, dkk, 2012. Dengan judul “Suhu, Waktu Dan Kadar Air Pada Pembuatan Asap Cair Dari Limbah Padat Pati Aren (Studi Kasus Pada Sentra Industri Sohun Dukuh Bendo, Daleman, Tulung, Klaten)” : Telah diteliti pengaruh suhu, waktu dan kadar air dalam limbah padat pati aren terhadap terbentuknya asap cair hasil pirolisis. penelitian ini suhu divariasi pada harga 150 °C, 200 °C, 250 °C, 300 °C dan 400 °C dan pengmbilan asap cair dilakukan pada menit ke- 45; 60; 75; 90; dan 105. Untuk variabel kadar air,

(2)

5

digunakan sampel serat pati aren yang basah dan kering. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin besar suhu dan waktu pirolisis, volume asap cair yang dihasilkan makin banyak dan kerapatannya makin besar pula, namun residu arangnya semakin kecil.

Slamet Budijanto, dkk, 2008. Dengan judul “Identifikasi Dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa Untuk Produk Pangan” : Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keamanan pangan asap cair tempurung kelapa untuk produk pangan dengan uji toksisitas akut dan identifikasi komponen volatil menggunakan Gas Chromatography- Mass Spectroscopy (GC-MS). Hasil analisis GC-MS menunjukkan terdapat 40 komponen yang teridentifikasi dari asap cair, dengan 7 komponen yang dominan yaitu 2-Methoxyphenol (guaiacol), 3,4-Dimethoxyphenol, Phenol, 2 – methoxy – 4 - methylphenol, 4 – Ethyl – 2 - methoxyphenol, 3-Methylphenol, dan 5 – Methyl - 1,2,3 - trimethoxybenzene.

Ir. Mochamad Achrom, Msi danKresnamurti Tri Kurniasih, Ssi., Msi, 2011. Dengan judul “Pengaruh Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit Terhadap Pertumbuhan Cendawan Terbawa Benih Secara Invitro” : penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui pengaruh asap cair kelapa sawit terhadap perkembangan cendawan dilakukan penelitian secara invitro dengan menggunakan isolat cendawan terbawa benih Alternaria porri, Botryodiplodia teobromae, Colletotrichum capsici, Sclerotium rolfsii. Hasil dari penelitian diketahui bahwa seluruh perlakuan asap cair pada semua inokulum menunjukan tidak ada pertumbuhan inokulum dibanding kontrol yang berkembang secara normal.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Asap cair

Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain, bahan

(3)

6

baku yang banyak digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu dll (Amritama, 2007).

Asap cair adalah kondensat komponen asap yang dapat digunakan untuk menciptakan flavor asap pada produk (Whittle dan Howgate, 2002). Asap cair sudah dibuat pada akhir tahun 1800-an, tetapi baru sepuluh sampai lima belas tahun belakangan digunakan secara komersial pada industri untuk pengawetan Ribbed Smoked Sheet (Tranggono at al., 1997). Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode distilasi kayu asap (Pszczola, 1995).

Menurut Darmadji (1996), asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti sellulosa, hemisellulosa dan lignin.

Penggunaan asap cair mempunyai banyak keuntungandibandingkan metode pengasapan tradisional, yaitu lebihmudah diaplikasikan, proses lebih cepat, memberikankarakteristik yang khas pada produk akhir berupa aroma,warna, dan rasa, serta penggunaannya tidak mencemarilingkungan (Pszczola 1995).

Asap cair merupakan salah satu hasil pirolisistanaman atau kayu pada suhu sekitar 400 derajat Celcius (Soldera 2008). Pirolisa merupakan proses pemecahan lignoselulosa oleh panas dengan oksigen yang terbatas dan menghasilkan gas, cairan dan arang yang jumlahnya tergantung pada jenis bahan, metode, dan kondisi dari pirolisanya. Pada proses pirolisa sellulosa mengalami 2 tahap. Tahap pertama merupakan reaksi hidrolisis asam yang diikuti oleh dehirasi yang menghasilkan glukosa. Tahap kedua pembentukan asam asetat dan homolognya bersama air serta sejumlah kecil furan dan fenol (Girard, 1992).

(4)

7

Pembakaran adalah hasil sejumlah besar reaksi yang rumit. Salah satu macam reaksi yang terjadi ialah pirolisis, yakni pemecahan termal molekul besar menjadi molekul kecil tanpa kehadiran oksigen. Pembakaran campuran organik, seperti kayu, tidak selalu berupa pengubahan sederhana menjadi CO2 dan H2O. Pirolisis molekul-molekul besar dalam kayu misalnya, menghasilkan molekul-molekul gas yang lebih kecil, yang kemudian bereaksi dengan oksigen di atas permukaan kayu itu (Fessenden, 1982).

Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati kondensor dan dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005).

Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet dan Lane tahun 1940 (Girrard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam asap kayu jumlahnya lebih dari 1000, 300 senyawa diantaranya dapat diisolasi dan yang sudah dideteksi antara lain : fenol 85 macam telah diidentifikasikan dalam kondensat dan 20 macam dalam asap, karbonil, keton dan aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35 macam, furan 11 macam. Alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam, hidrokarbon alifatik 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap. Komposisi kimia asap cair dapat dilihat pada Tabel 2.1.

(5)

8

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Asap Cair

Komposisi kimia Kandungan (%)

Air 11 – 92 Fenol 0,2 – 2,9 Asam 2,8 – 4,5 Karbonil 2,6 – 4,6 Ter 1 – 17 Sumber : Maga (1988)

Tabel 2.2 Senyawa Penyusun Asap Cair Yang Dipisahkan BerdasarkanTitik Didihnya Senyawa Titik didih (°C, 760 mmHg) Fenol - Guaiakol - 4-metilguaikol - Eugenol - Siringol - Furfural - Piroketakol - Hidroquinon - Isoeugenol 205 211 244 267 162 240 285 266 Karbonil - Glioksal - Metil glioksal - Glioksal dehida - Diasetil - Formaldehida 57 72 97 88 21

(6)

9 Asam - Asam asetat - Asam butirat - Asam propionate - Asam isovalerat 118 162 141 176 Sumber : Endah (2010)

2.2.2 Aplikasi Asap Cair

Tujuan pengasapan pada awalnya hanya untuk pengawetan lateks, namun dalam pengembangannya berubah, yaitu menghasilkanproduk pengawetan lateks menjadi koagulum, meningkatkan efisiensi, memperbaiki penampilan dan meningkatkan daya simpan produk. Di bidang perkebunan, teknologi pengasapan digunakan secara tradisional yaitu pada pengolahan karet sheet, pengolahan kopra dan pengomprongan tembakau. Pengasapan dengan tujuan utama untuk pengurangan kadar air ini juga berefek positif terhadap keawetan produk yang diasapi, bahkan kayu yang berada diatas dapur tungku akan lebih awet dibanding kayu dibagian bangunan lain yang tidak terkena asap. Proses pengawetan ini terjadi karena adanya senyawasenyawa phenol, karbonil dan asam serta komponen lain yang jumlahnya ratusan yang merupakan antimikrobia, antioksidan, dan disinfektan (Darmadji, 2009).

Penggunaan asap cair menurut Pearson dan Tauber (1973), pada pengawetan koagulasi lateks dengan cara :

a. Mencampur secara langsung kedalam emulsi lateks. b. Pencelupan.

c. Pemercikan cairan (spraying).

d. Penyemprotan kabut asap cair kedalam ruang pengasapan (atomizing).

(7)

10

e. Asap cair diuapkan dengan cara meletakkan asap cair tersebut di atas permukaan yang panas.

2.2.3 Inovasi Teknologi Pembuatan Asap Cair Sebagai Koagulasi Lateks Sheet

Menanggapi kebijakan zero waste di industriperkebunan sesuai dengan ISO 14000, khususnya diperkebunan karet, telah dilakukan inovasi penelitian pemanfaatan limbah kayu karet tua hasil peremajaan kebun untuk bahan baku pembuatan asap cair serta memanfaatkan asap cair tersebut sebagai pengganti pengasapan karet sheet tradisional sekaligus untuk meningkatkan kulitas produk karet. Penelitian ini diawali dengan optomasi proses produksi asap cair dari kayu karet dengan menggunakan response surface methodology, evaluasi anti bakteri dan anti jamur karet, evaluasi sebagai koagulan lateks dan karakteristik karet sheet yang dihasilkan. Hasil uji asap cair kayu karet terhadap pertumbuhan jamur pada karet, dilaporkan bahwa pada konsentrasi asap 2 % dapat menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan bakteri yang diisolasi pada karet sheet, ruang sortasi, ruang penyimpanan dan bidangsadap (Darmadji, 1998).

Penggunaan asap cair kayu karet untuk proses pembekuan lateks pada industri perkebunan karet sheet didapatkan dengan pengunaan optimum pada konsentrasi 4,45 %, jumlah 120,12 ml dan waktu koagulasi 4,12 jam. Pada kondisi optimum tersebut karet sheet yang dihasilkan mempunyai elongasih kekerasan dan plastisitas (PRI) yang baik. Secara fisik karet sheet I RSS (Darmadji dan suherdi, 1998). Karet sheet yang dihasilkan berwarna coklat keemasan pada produk yang diakibatkan oleh reaksi pencoklatan non enzimatis oleh senyawa karbonil pada asap cair terhadap protein lateks dan karet (Darmadji, dkk, 1999).

Penelitian tersebut juga dilakukan dengan menggunakan asap cair kayu karet dan cangkang karet sebagai koagulan dan pengawet lateks beku

(8)

11

rakyat (BOKAR). Hasil pengamatan dari aspek teknis asap cair mampu sebagai koagulan dan pengawet koagulum lateks dilihat dari pengamatan sifat fisik koagulum sebagai warna, bau, tekstur permukaan, jamur dan lain sebagainnya. Pengamatan terhadap vulkanisal karet yang dihasilkan memberikan hasil yang sangat baik pada parameter kekerasan, PRI, tegangan putus dan perpanjangan putus, sekaligus asap cair ini dapat mengurangi bau busuk bokar yang sangat mengganggu lingkungan.

Keterpaduan industri perkebunan karet, asap cair kayu karet tua ternyata juga dapat berfungsi sebagai anti jamur pada kayu pada kayu karet serta dapat juga sebagai anti rayap. Dengan metode perendaman kayu karet dalam asap cair, dihasilkan olahan kayu karet yang awet dengan warna yang kuning keemasan sampai coklat sehingga kualitasnya lebih baik (Darmadji, dkk, 2005; Adi Pazman., 2009). Arang hasil produksi asap cair juga mempunyai potensi yang sangat besar untuk arang aktif dan aflikasinya untuk pemurnian asap cair, dan sebagai pilter yang baik kompon karet yang selanjtnya digunakan bahan pembuatan sol sepatu dan ban (Suhardi, dkk, 1998; Darmadji, dkk., 2005).

2.3 Cangkang Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) memiliki beberapa varietas, diantaranya dura, pesifera, dan tenera (Naibaho, 1998). Taksomomi tumbuhan kelapa sawit tergolong sebagai ordo palmales, famili palmae, spesies E. guineensis Jacq, E. melanococa atau E. oleifera yang berasal dari Amerika latin.Cangkang sawit adalah bagian berkayu yang ada didalam buah sawit. Bahan ini berwarna coklat tua sampai kehitaman dengan tektur yang cukup keras dan berfungsi sebagai pelindung daging buah biji sawit (endosperm). Cangkang kelapa sawit sebagai salah satu limbah padat pengolahan minyak CPO dan PKO, dapat dimanfaatkan sebagai sumber

(9)

12

energi. Dengan kandungan karbon terikat sebesar 20,5%, cangkang kelapa sawit mampu dijadikan sebagai sumber energi alternative (Husain dkk., 2002).

Cangkang sawit seperti halnya kayu diketahui mengandung komponen-komponen serat seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Menurut Widiarsi (2008) cangkang kelapa sawit mempunyai komposisi kandunan selulosa (26,27 %), hemiselulosa (12,61 %), dan lignin (42,96 %). Ketiga komponen ini apabila mengalami kondensasi dari pirolisanya akan menghasilkan asap cair yang mengandung senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam. Menurut Girard (1992).

2.4 Pirolisis

Pirolisis adalah teknologi alternatif sebagai sumber hidrokarbon. Berbagai teknik pirolisis dikembangkan tidak hanya untuk konversi bahan-bahan polimer menjadi hidrokarbon bermanfaat tetapi juga digunakan untuk sintesis hidrokarbon berbahan biomassa/tumbuhan. Teknik yang terakhir disebutkan merupakan salah satu upaya penganekaragaman sumber hidrokarbon yang memiliki peluang cukup besar. Disamping sumber dayanya yang dapat terbarukan, teknologi pirolisis dapat dikembangkan dalam berbagai variasi metode mengarah pada teknologi bersih dan memiliki aspek pemanfaatan sumber daya alam.

Proses pirolisis untuk pembuatan asap cair dapat memakai bahan baku berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. Selama pembakaran, komponen dari kayu akan mengalami pembakaran tidak sempurna menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya. Asap merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase cairan terdispersi dan medium gas sebagai pendispersi. Reaksi –reaksi yang terjadi dalam proses

(10)

13

pirolisis antara lain: dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi dan kondensasi. (Tranggono dkk dalam Mansur, 2009).

2.5 Rancangan Acak Lengkap dan Uji Duncan 2.5.1 Rancangan Acak Lengkap

Beberapa bidang tertentu seringkali respon yang muncul merupakan akibat dari beberapa faktor. Bila respon yang muncul hanya dipengaruhi oleh satu faktor dikenal dengan percobaan faktor tunggal. Apabila faktor yang muncul lebih dari satu dikenal dengan percobaan multi faktor (Widiharih, T 2007).

Percobaan dicirikan dengan perlakuan yang merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari taraf-taraf faktor dari faktor yang dicobakan. Percobaan yang melibatkan dua faktor, faktor A dengan 2 taraf faktor (a1 dan a2) dan faktor B dengan 3 taraf faktor (b1, b2, dan b3) dapat dinyatakan sebagai percobaan faktorial 2 x 3. Jika faktor A mempunyai a taraf dan faktor B mempunyai b taraf maka banyaknya kombinasi dinyatakan dengan a x b x n. Dimana n adalah banyaknya ulangan. Percobaan yang melibatkan dua faktor, faktor A dengan 2 taraf faktor (a1 dan a2) dan faktor B dengan 3 taraf faktor (b1, b2, dan b3) maka yang dimaksud dengan perlakuan merupakan kombinasi dari semua taraf faktor yaitu : a1b1, a1b2, a1b3, a2b1, a2b2, a2b3. Percobaan dua faktor dapat diaplikasikan secara langsung terhadap seluruh satuan-satuan percobaan. Jika satuan percobaan yang digunakan relatif homogen, maka disebut rancangan dua faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL).

(11)

14 2.5.2 Uji Duncan

Uji Duncan didasarkan pada sekumpulan nilai beda nyata yang ukurannya semakin besar, tergantung pada jarak di antara pangkat-pangkat dari dua nilai tengah yang dibandingkan. Dapat digunakan untuk menguji perbedaan diantara semua pasangan perlakuan yang mungkin tanpa memperhatikan jumlah perlakuan.

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Asap Cair

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan harus lebih meningkatkan partisipasi manajer-manajer tingkat bawah dalam proses penyusunan anggaran sebab dengan semakin meningkatnya partisipasi

Mengenai tingkat likuiditas perusahaan, pihak manajemen CV.Assteam Kota Bekasi diharapkan tetap mampu mengendalikan keseimbangan antara pemasukan dengan pengeluaran

Analisis (roots) yang dapat ditangkap dari teks berita tersebut yaitu pemerintah mengambil kebujakan yang salah yaitu melakukan barter petugas DKP yang ditahan Polisi

Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman yang diberi pupuk kandang kambing dengan dosis 30 ton/ha paling tinggi yaitu 37,29 cm dan memiliki jumlah daun paling

Penelitian dilakukan dengan membandingkan sistematika laporan oleh pihak konsultan dengan Buku BMS “Panduan Pengawasan Jembatan Bagian 1”, Manual 030/BM/2011 atau Instruksi

Beberapa penelitian terakhir terhadap kinerja bangunan dari struktur beton bertulang yang direncanakan sebagai Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) sesuai SNI

5.2 Hubungan Sanitasi Dasar dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014

Sementara sesekali sakit punggung atau leher sakit bukanlah alasan untuk alarm, jika rutin terjadi rasa sakit atau ketidaknyamanan diabaikan, kerusakan fisiologis