• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Studia

Akuntansi dan Bisnis

ISSN: 2337-6112

Vol.3 No.1

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP ALOKASI BELANJA

MODAL PADA PEMERINTAH PROVINSI BANTEN

Pindonta Nalsasl* Nurul Janah Umiyati Hanifiyah**

* STIE La Tansa Mashiro, Rangkasbitung ** STIE La Tansa Mashiro, Rangkasbitung

Article Info

Abstract

Keywords:

Financial Performanece and Allocation of Capital Expenditure

Corresponding Author:

pindontanalsalpurba@gmail.com nuruljan01@gmail.com

In the implementation of regional autonomy in essence it

provides a great opportunity for the regions to further optimize

the potential of the regions. For this reason, good regional

financial management will affect the progress of a region. The

allocation of capital expenditure to the regional government is

also influenced by the good or not of financial performance which

is focused on knowing how much the role of regional financial

performance in influencing the decision to allocate capital

expenditure budget. This study examines the effect of financial

performance on the allocation of capital expenditure with the

research method used is the Descriptive Quantitative Analysis

method, with the research population, namely the Banten

Province administration and samples in this study, namely in

Lebak Regency, Pandeglang Regency, Serang Regency,

Tangerang Regency and Kota Tangerang by using secondary data

in the form of regional government financial reports for

2005-2014. While the data collection techniques carried out by

researchers are with documentation techniques and data analysis

used, namely by analyzing quantitative data using simple

regression analysis, correlation, determination, and t test. The

results of the t test are used to determine the effect of financial

performance (x) on capital expenditure (y). And the conclusions

obtained are financial performance in the form of independence

ratio which has a significant influence on capital expenditure.

And the financial performance of the dependency ratio has a

significant influence on capital expenditure.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya memberikan peluang besar kepada daerah untuk lebih mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Untuk itu dengan pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah. Alokasi belanja modal pada pemeritah daerah juga dipengaruhi oleh baik tidaknya kinerja keuangan yang difokuskan untuk mengetahui seberapa besar peran kinerja keuangan daerah dalam mempengaruhi keputusan pengalokasian anggaran belanja modal. Penelitian ini menguji pengaruh kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dengan metode penelitian yang digunakan adalah metode Analisis Kuantitatif Deskriptif, dengan populasi penelitian, yaitu pemerintahanan Provinsi Banten dan sampel dalam penelitian ini, yaitu pada Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang Kabupaten Tangerang, dan

(2)

©2015 JSAB. All rights reserved.

keuangan pemerintah daerah Tahun 2005-2014. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan teknik dokumentasi dan analisis data yang digunakan yaitu dengan analisis data kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi sederhana, korelasi, determinasi, dan uji t. Hasil uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh antara kinerja keuangan (x) terhadap belanja modal (y). Dan kesimpulan hasil yang didapat yaitu kinerja keuangan berupa rasio kemandirian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal. Dan kinerja keuangan rasio ketergantungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal

Pendahuluan

Lahirnya Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menjadi titik awal di mulainya otonomi daerah. Undang-undang tersebut menjadi landasan utama dalam pelaksanaan otonomi daerah yang pada hakekatnya memberikan peluang besar kepada daerah untuk lebih mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah, baik menyangkut sumber daya manusia, dana maupun sumber daya lain yang merupakan kekayaan daerah.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut pemerintah daerah dituntut untuk dapat menyusun anggaran yang kreatif dan inovatif, karena pada umumnya penganggaran akan menghadapi masalah pengalokasian. Masalah pengalokasian ini terutama terkait dengan sumber daya. Tidak semua daerah kaya akan sumber daya dan potensi. Dengan sumber daya yang terbatas, pemerintah daerah harus dapat mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.

Dalam mengalokasikan belanja modal diatas, untuk itu pemerintah daerah harus mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya, sehingga menghasilkan penerimaan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan adanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

Dengan pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah. “Pengeloalaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for money serta partisipasi, transparasi, akuntabilitas dan keadilan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi” (Havid, 2011: 110). Upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah yang diukur menggunakan analisis rasio keuangan pemerintah daerah. Dengan demikian maka suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena itu alokasi belanja modal pada pemeritah daerah dipengaruhi oleh baik tidaknya kinerja keuangan daerah seperti kemandirian keuangan dan ketergantungan keuangan.

(3)

Tingkat kemandirian dan ketergantungan yang dinilai berdasarka perhitungan rasio, seharusnya rasio tersebut dapat mencerminkan keadaan otonomi suatu daerah dengan besarnya PAD untuk membiayai belanja modal, untuk itu suatu daerah dikatakan tidak ketergantungan pada pemerintah pusat, apabila PAD yang dimiliki dapat membiayai belanja modal yang telah dianggarkan. Sedangkan pada rasio kemandirian daerah mencerminkan keadaan otonomi suatu daerah yang diukur dengan besarnya PAD terhadap jumlah total pendapatan daerah. Sehingga suatu daerah yang dikatakan mandiri karena dapat meningkatkan jumlah belanja modal.

Dengan demikian terdapat keterkaitan antara alokasi belanja modal dengan kinerja keuangan yang difokuskan untuk mengetahui seberapa besar peran kinerja keuangan daerah dalam mempengaruhi keputusan pengalokasian anggaran belanja modal. Seperti beberapa hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kinerja keuangan dapat digunakan sebagai dasar penilaian kesuksesan pemerintah daerah dalam menjalankan otonomi daerah, yaitu mempengaruhi pengalokasian belanja modal. Havid Sularso dan Yanuar E. Restianto (2011) tentang Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Alokasi Belanja Modal Dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Hasil penelitian Mochamad Fajar Hidayat (2013) tentang Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Alokasi Belanja Modal (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur).

Kajian Pustaka

Teori Belanja Modal Pemerintah

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, “belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.”

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar mendeskripsikan belanja modal :

Pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah dimana aset tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual.

Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah sesuai dengan prioritas anggaran dan

(4)

Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain dan membeli. Namun biasanya cara yang dilakukan dalam pemerintahan adalah dengan cara membelli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit.

Menurut permendagri No.13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa :

belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap tak berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakandalam kegiatan pemerintah, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/Pmk.02/2011 Tentang Klasifikasi Anggaran, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan belanja modal adalah “Pengeluaran untuk pembayaran perolehan asset dan/atau menambah nilai asset tetap/asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi asset tetap/asset lainnya yang ditetapkan pemerintah”.

Berdasarkan beberapa pengertian belanja modal diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belanja modal adalah pengeluaran pemerintah yang ditunjukkan untuk kelancaran pembangunan di daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah kekayaan daerah serta selanjutnya akan menambah belanja operasional dan pemeliharaan.

Belanja modal yang dikeluarakan oleh Pemerintah Daerah, merupakan investasi daerah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat yang manfaatnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat. Dalam mengelola belanja modal, pemerintah daerah harus didasarkan pada prinsip efektifitas, efisien, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan dengan mempertimbangkan skala prioritas pembangunan daerah.

Kinerja Keuangan

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi. Kinerja dapat dinilai berdasarkan beberapa aspek. Penilaian kinerja menurut Mulyadi, (1997: 419). adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan

(5)

kinerjanya sangat bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek.

Sedangkan pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Menurut Bastian, (2007: 397) “kinerja keuangan yaitu sebagai laporan operasi kegiatan pemerintah yang bertujuan untuk menilai kinerja keuangan organisasi dalam hal efisiensi dan efektifitas serta memonitor biaya actual dengan biaya yang dianggarkan”.

Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode Analisis Kuantitatif Deskriptif. Analisis kuantitatif deskriptif adalah perhitungan statistik yang mempunyai tugas mengorganisasi dan menganalisa data angka, agar dapat memberikan gambaran secara teratur, ringkas dan jelas, mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaan, sehingga dapat ditarik pengertian atau makna tertentu. Analisis ini juga digunakan untuk menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga data yang dihasilkan dari penelitian dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang membutuhkan.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan Variabel Y (Belanja Modal)

Tabel Statistic Descriptive Belanja Modal Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Mean

Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error

Belanja_modal 50 59.14 8.06 67.20 21.4036 1.39573

Sumber : Output SPSS V. 20.0

Tabel diatas menunjukan analisa statistik deskriptif variable Y (Belanja Modal) dengan jumlah sampel sebanyak 50, kemudian data tersebut diolah dan telah di uji menggunakan program SPSS mendapatkan hasil data yang dinyatakan valid. Dengan keterangan sebagai berikut :

Maximum adalah Nilai terbesar dari suatu data. Nilai terbesar dari variabel Belanja Modal

adalah 67,20.

Minimum adalah nilai terkecil dari suatu data. Pada variabel Belanja Modal nilai terkecil adalah

8,06.

Mean (rata-rata) yaitu nilai tengah yang diperoleh dari jumlah seluruh nilai kumpulan data

dibagi dengan banyaknya data tersebut, jadi pada variable Y didapat nilai tengah sebesar 21,4036.

Std. Error of Mean yaitu mencerminkan keakuratan sampel yang diambil dari populasi. Std.

(6)

Variabel X (Kinerja Keuangan)

Tabel Statistic Descriptive Rasio Kemandirian Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Mean

Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error

Rasio_kemandirian 50 124.54 3.33 127.87 25.5370 3.41907

Sumber : Output SPSS V. 20.0

Tabel diatas menunjukan analisa statistik deskriptif variable X (Kinerja Keuangan berupa Rasio Kemandirian) dengan jumlah sampel sebanyak 50, kemudian data tersebut diolah dan telah di uji menggunakan program SPSS mendapatkan hasil data yang dinyatakan valid. Dengan keterangan sebagai berikut :

1. Maximum adalah Nilai terbesar dari suatu data. Nilai terbesar dari variabel Belanja Modal adalah 127,87.

2. Minimum adalah nilai terkecil dari suatu data. Pada variabel Belanja Modal nilai terkecil adalah 3,33.

3. Mean (rata-rata) yaitu nilai tengah yang diperoleh dari jumlah seluruh nilai kumpulan data dibagi dengan banyaknya data tersebut, jadi pada variable Y didapat nilai tengah sebesar 25,5370.

4. Std. Error of Mean yaitu mencerminkan keakuratan sampel yang diambil dari populasi. Std.

Error of Mean pada variabel Y sebesar 3,41907.

Tabel Statistic Descriptive Rasio Ketergantungan Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

Rasio_Ketergantungan 50 83.06 31.12 114.18 79.5992 2.98786 21.12737

Sumber : Output SPSS V. 20.0

Tabel diatas menunjukan analisa statistik deskriptif variable X (Kinerja Keuangan berupa Rasio Ketergantungan) dengan jumlah sampel sebanyak 50, kemudian data tersebut diolah dan telah di uji menggunakan program SPSS mendapatkan hasil data yang dinyatakan valid. Dengan keterangan sebagai berikut :

1. Maximum adalah Nilai terbesar dari suatu data. Nilai terbesar dari variabel Belanja Modal adalah 114,18.

2. Minimum adalah nilai terkecil dari suatu data. Pada variabel Belanja Modal nilai terkecil adalah 31,12.

(7)

3. Mean (rata-rata) yaitu nilai tengah yang diperoleh dari jumlah seluruh nilai kumpulan data dibagi dengan banyaknya data tersebut, jadi pada variable Y didapat nilai tengah sebesar 79,5992.

4. Std. Error of Mean yaitu mencerminkan keakuratan sampel yang diambil dari populasi. Std.

Error of Mean pada variabel Y sebesar 2,98786.

Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan dari hasil penganalisaan lebih lanjut mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap belanja modal di Provinsi Banten pada tahun 2005-2014 dan total sampel sebanyak 50 sampel yang dihitung per tahun laporan keuangan APBD Provinsi Banten pada Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kinerja keuangan Provinsi Banten pada Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang untuk rasio kemandirian mengalami fluktuatif dan rata-rata yang diperoleh masih berada pada tingkat cukup mandiri mengalami fluktuatif dan masih rendah. Ini karena pada setiap Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Banten memiliki hasil Pendapatan Asli Daerah yang berbeda-beda, dengan ini menjdi patokan pada tinngkat kenandirian suatu daerah. Namun, untuk Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang pada tahun-tahun terakhir sudah mencapai pada tingkat mandiri. Sedangkan untuk kinerja keuangan pada rasio ketergantungan juga mengalami fluktuasi dengan kategori pada tingkat cukup tergantung pada pusat dan provinsi. Ini dilihat dari rata-rata yang diperoleh dari masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Banten.

2. Seperti halnya dengan kinerja keuangan, belanja modal pada Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang pun mengalami fluktuatif dan dengan rata-rata masih berada pada tingkat yang rendah. Ini disebabkan karena belanja modal yang dialokasikan belum sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, yaitu > 32%. Sedangkan pada kabupaten dan kota di Provinsi Banten tersebut rata-rata tingkat belanja modalnya masih dibawah 32%

3. Pengalokasian belanja modal yang dilakukan oleh pemerintahan Provinsi Banten yang dipengaruhi oleh kinerja keuangan khususnya rasio kemandirian dan rasio ketergantungan. Hasil penelitian menunjukkan indikasi bahwa rasio kemandirian dan rasio ketergantungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja modal pada pemerintahan Provinsi Banten.

Daftar Pustaka

(8)

Hidayat, Mochamad Fajar. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Alokasi Belanja Modal (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Jawa Timur. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bawijaya. 2013.

Lembaran Negara Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar.

__________. Permendagri No.13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. __________. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/Pmk.02/2011 Tentang Klasifikasi

Anggaran.

__________. PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi: Yogyakarta. 2002.

Mahmudi. Analisis Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah. UPP STIM YKPN: Yogyakarta. 2010.

Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis (cetakan ke-8).Bandung: Alfabeta. 2002.

Sularso, Havid dan Yanuar E. Restianto. Pengaruh Kinerja Keuangan Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Puwokerto: Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman. 2011

Supranto, J. Statistik Teori dan Aplikasi. Erlangga: Jakarta. 2009

Winarna, Jaka. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Jawa Tengah. Jawa Tengah: Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 2010.

www.bps.serangkab.go.id www.BPPKD.Bantenprov.go.id www.lebakkab.go.id

www.tangerangkab.go.id www.tangerangkota.go.id

Gambar

Tabel diatas menunjukan analisa  statistik deskriptif variable X (Kinerja Keuangan berupa  Rasio Kemandirian) dengan  jumlah  sampel  sebanyak 50, kemudian data tersebut diolah dan telah  di  uji  menggunakan  program  SPSS  mendapatkan  hasil  data  yang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disumpulkan mengenai bentuk konflik sosial oleh Coser yang dialami oleh

TULISKAN “K" DI KOLOM 1 PADA KALENDER BULAN TERAKHIR UNTUK KEHAMILAN YANG BERAKHIR DENGAN KEGUGURAN, "A" UNTUK KEHAMILAN YANG BERAKHIR DENGAN DIGUGURKAN,

Dengan menggunakan sistem secara terkomputerisasi akan membantu dalam pengolahan data maupun pencatatan persediaan barang, dan membuat laporan lebih cepat dan tepat,

a) Gunakan kuadran kayu/bambu/aluminium seperti dalam Gambar 3.8. Ambillah contoh serasah kasar langsung setelah pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah, lakukan

Berdasarkan pengertian tersebut, definisi operasional dalam penelitian ini, yaitu hasil skor yang diperoleh dari penelitian ini akan dijadikan data untuk mengetahui

1) Menentukan SMP N 16 Kota Jambi sebagai tempat penelitian 2) Membuat materi menemukan unsur-unsur cerita anak. 4) Menentukan jumlah nilai siswa. 2) Peneliti mengarahkan

1) Sayuran organik ialah sayuran yang tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimiawi pada proses produksinya dan ditunjukkan dengan label organik di Super

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden memberikan jawaban kuisioner