• Tidak ada hasil yang ditemukan

CUUCOIDES spp (DIPTERA : CERATOPOGONIDAE) SEBAGAI VEKTOR BEBERAPA PENYAKIT PADA HEWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CUUCOIDES spp (DIPTERA : CERATOPOGONIDAE) SEBAGAI VEKTOR BEBERAPA PENYAKIT PADA HEWAN"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI VEKTOR BEBERAPA PENYAKIT

PADA HEWAN

Oleh MAWARDI

B.17.1187

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Mawardi. Culicoides spp (Diptera : Ceratopogonidae) seba-gai Vektor beberapa penyaki t pada Helvan. Culicoides spp

(biting midges = Agas) ordo diptera, famili Ceratoponidae, merup3.ka.nlalat kecil (panjang 1,5 - 5 mm) yang berwarna

coklat atau hi tam, yang biasanya menghisap darah hewan/ manusia dan bangs a unggas, yang lebih membedakan lalat ini dengan lalat lainnya karena mempunyai bercak-bercak pada sayapnya serta mempunyai kerangka sayap yane; melin-tang (cross-vein) yaitu: r - m. Lalat ini biasanya menye-rang induk semangnya secara bergerombol dan lebih menyu-kai hel-Ian yang berada diluar kandang, daerah yang <'lisena-nginya biasanya daerah tengkuk dan daerah bawah lmki.

Pada bagian kepalanya terdapat sepflsang antenna yang relatif panjang (15 segmen), pada yang jantan antennanya berbulu lebat, sedang yang betina tidak berbulu lebat. "Mulutnya relatif kecil dan menggantung vertilml di bavlah

kepala. Pada bagia:n kepala ini juga terdapat labrum yang tajam yang digunakan untuk merobek jaringan induk semang.

Thorax sedikit bongkok dan menonjol keatas kepala serta pada bagian dorsalnya terdapat titik-titik hitam dan sepasang tanda hitam yang memanjang keba\'Tah yang di-kenaI dengan humeral pits.

Abdomennya berbentuk silinder dan terdiri dari 10 segmen, pada segmen yang ke

9

dan ke 10 ukurannya menge-cil, dan pada segmen yang terakhir diperlengkapi den"~~~~

(3)

rah induk semang, rnenirnbulkan ketidakten?cngan hewan, rne-nimbulkan kerusakan jaringan induk sernang "serta menggigi t para wisatawan yang sedang berlibur di pantai.

Culicoides spp sebagai vektor penyakit: Blue tongue, Akabane, Bovine Ephemeral Fever, Leucocytozoonosis pada

unggas, Afrikan Horse Sickness, Venezuelan Equine Ence -phalomyelitis dan Infectious Bursal Disease serta sebagai vektor filaria dari Mansonella ozzardi dan onchocerca cervicalis.

Penanggulangan lalat ini yang paling efektif adalah rnerupakan kombinasi dari kontrol secara kimiawi dan ]con-trol melalui praktek tata laksana.

(4)

SEBAGAI VEKTOR BEBERAPA PENYAKIT PADA HE1/lAN

SKRIPSI

Skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakul tas Kedokteran He"lan

Institut Pertanian Beger

Oleh MAl'IARDI B.17.1187

Fakul tas Kedekteran Rel'lan Institut Pertanian Bogor

(5)

Menyetujui :

--ZZ~~

Drh. So etiyono Parto so edjono 11. 8c •

(6)

Bismillaahirrahmaanirrahim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah s.

't!.

t., karena hanya dengan rakhmat dan hidayah Nya sajalah penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mem_-perol eh gelar Dokter Rewan di Fakul tas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahHa penuli.§. an ini masih jauh dari sernpurna, walaupun demikian rnudah-mudahan ada gunanya sebagai sumbangan pemikiran bagi du-nia kedokteran hewan.

Pada kesempatan ini penulis rnenyampaikan ucapan te-rima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Drh. Soeti-yo no Partosoedjono M.Sc. yang telah memberikan bimbingan, nasehat serta saran sejak rnulai penulisan sarnpai akhir penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga sangat rnenghargai atas bantuan dan ker-ja sarna yang dilakukan selarna ini oleh ternan-ternan se as-rama mahasiswa Kalimantan Selatan Bogar, Perpustakaan Fa-kul tas Kedokteran Hewan, Balai Penyidikan Penyaki t Hewan Bogor dan Balai Peneli tian Ter-nak Ciawi, Bogor.

Akhirnya Icepada mama, ayah dan kakak-kakak tercinta, penulis sangat berhutang budi atas semua do'a, Pengorba-nan dan kesabaran mePengorba-nanti dengan penuh pengertian sampai penulis menyesaikan tulisan ini.

Bogor, Oktober 1986 Penulis

(7)

jutan pertama di S M P Negri I Kandangan, dan pada tahun 1980 berhasil menyelesaikan sekolah lanjutan atas di SMA Negri 3 Banjarmasin, ketiga-tiganya penulis selesaikan di Kalimantan Selatan.

Pada tahun 1980 itu pula penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui ja-lur Proyek Perintis II. Setelah menjalani kuliah selama dua semester penulis memilih bidang keahlian Kedokteran Hewan

(8)

I. II.

KATA PENGANTAR

...

DAFTAR lSI

...

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPI RAN

.. .. .. ..

..

..

.. ..

..

..

..

.. ..

..

.. ..

..

..

..

.. .. ..

..

..

.. ..

..

..

.. .. ..

....

..

.. ..

.. ..

..

.. ..

..

.. ..

..

..

..

..

..

.. .. ..

.. ..

Pendahul uan .. .. .. .. .. .. .. .... .. ... .. Morfologi ... .. 1. Daur hidup ... .. a. b. c. Telur Larva Pupa

..

... ..

...

"

....

..

... ..

Halaman vi vii ix x 1

5

11 11 12 14 d.. Imago .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 14 2. Tingkah laku serangga di alam ••••.••• 16 III. Peranan Culicoides spp dalam lingkungan

hidup Hewan/Manusia ••...•.••••. " . . . . 1. Sebagai ektoparasit •••••..••••••••••.• ;0. Sebagai Vektor penyaki t

..

..

..

.. ..

.. ..

..

..

.. ..

..

..

..

..

a. Blue Tongue

...

b. Akabane

...

c. Bovine Ephemeral Fever

...

d. Leucocytozoonosis pada Unggas ••••• e. African Horse Sickness •••••••••••

f. Venezuelan Equine Encephalomyelitis g. Infectious Bursal

3.

Sebagai Vektor Filaria

Disease ... ..

..

..

.. ..

..

..

.. ..

..

.. ..

..

..

..

.. ..

18 18 19 19 20 22 24

25

26 27

29

(9)

VI. Kesimpulan

. ... .

VII.Saran

...

Daftar Pustaka

...

4-8 4-9

50

(10)

Nomor Halaman 1. 2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Teks

Genus Culicoides dewasa betina, dilihat

dari lateral . . . .

Genus Culicoides betina dewasa, dilihat

dari dorsal . . . .

Kepala dan thorax Culicoides dewasa betina

dengan hll1Ileral pits . . . .

Sayap Culicoides spp dengan bercak-bercak

dan kerangka sayap r - m . . . • . . . • . .

Kaki Culicoides spp dewasa betina •••.•...••.• Abdomen Cu1 icoides spp del.msa betina ••••••. _.

A. Telur Culicoides spp •••••••••••••..••••••

B. Larva Culicoides spp ...•...••....•....•..

C. Kepala larva Culicoides spp ••••••.•••.•••• D. Segment terakhir larva Culicoides spp •••••• Pupa Culicoides spp, dilihat dari dorsal ....•

Pupa Culicoides spp, dilihat dari lateral •...

6 6 8 8 10 10

13

13

13

13

15

15

(11)

4. Distribusi neutralizing antibody terhadap virus Akabane pada sera sapi dari Jawa Timur

dan Bal i . . . 57

5. Distribusi neutralizing antib6dy terhadap virus Akabane pada sera sapi dari Jawa Timur

(12)

Serangga famili Ceratopogonidae, Ordo Diptera mem

-3 genera yaitu: Leptoconops, Forcipomya dan Culicoides. Dari ke tiga genera itu, Culicoides merupakan genus yang terpenting, karena banyak menimbulkan permasalahanper -masalahan baik sebagai vektor penyakit, sebagai induk s.§. mang dari berbagai parasit filaria maupun sebagai para -sit kulit pada hewan dan manusia (~ervice, 1980).

Genus Culicoides mempunyai beberapa ratus jenis di-antaranya yaitu:2.brevitarsis, C.hollensis, 2.furen, C. absoletus, C.sanguisuga, 2.pallidipennis, 2.belkini, C. schultzei, C.ditinctipennis, 2.picnastictus, 2. milnei,

2.

guttipennis, 2.barbosai, 2.circumscrintus, 2.imTlUnctatus, C.nubeculosus, C.riethi, 2.imicola, 2.sommermanae, 2.varii pennis, 2.puncticollis, 2.nipponensis, 2.arakawai, 2.~ latus dan 2.humeralis dll. Tersebar luas hampir di selu-ruh dunia (kosmopolit) kecuali di Patagonia di daerah ke pulauan Pasifik dan Selandia Baru (Brown, 1979).

Umumnya Culicoides spp ini menghisap darah hewan ver tebrata, bangs a unggas, dan banyak pula diantaranya yang menggigit dan menyerang manusia serta sebagai vektor c1ari berbagai parasit pada manusia (Service, 1980).

Culicoides spp yang dewasa mempunyai sinonim nama yang banyak dan perbedaan penamaan ini pada dasarnya ka-rena perbedaan tempat/negara dimana asal Culicoides spp itu ditemukan, misalnya di Amerika dikenal dengan nama

(13)

Oleh karena itu penamaan Sandflies ini sekarang su-dah ditinggalkan orang. Nama lainnya yaitu "Gnats", Mid-ges", "Biting 11idMid-ges", "Rambetuk" dan "Agas". Penamaan yang terakhir ini hanya terkenal. di Indonesia, sedangkan para entomolog di seluruh dunia lebih sering menggunakan istilah biting midges, karena istilah ini lebih membeda-kan mereka dari lalat kecil lainnya yang tidak bersifat menggigit (Service, 1980).

Culicoides spp ukurannya sangat kecil kurang lebih 1,5 - 5 mm, dan merupakan lalat yang paling kecil yang menyerang manusia dan hel-Ian. Serangga tersebut mempunyai sepasB.ng mata yang jelas dan mempunyai sepasang antena yang relatif panjang. Culicoides jantan yang del-lBsa bia-sanya tidak menghisap darah dan mempunyai antenna yang berbulu lebat, tetapi pada yang betina dewasa menghisap darah dan antennanya tidak berbulu lebat. Sayap

Culico-ides spp ini pendek dan relatif kasar serta rangka sayap yang pertama sedikit redup, mempunyai rangka sayap melin tang (cross vein) yaitu r - m yang tidak di punyai oleh Lasiohelea dan Leptoconons. Perbedaan yang lebih

(14)

cukup j elas yai tu Vlarnanya yang hitam serta thoraxnya yang sedikit bongkok dan menonjol keatas kepala (Tokuna-e;a, 1937).

Lalat ini pada siang hari biasanya berkerumun/berge-rombol dekat kolam dan raVia-raVia dan menyerang mangsanya pada malam hari. Lalat ini berkembane; biak di dalam hutan lebat dan rawa-raVla, dengan meletakkan telurnya di atas lumpur atau tanah yang basah terutama dekat-rawa-rawa atau dapat juga pada tumpukan sampah yang membusuk pada kotoran hewan serta pada lobang-lobang pohon yane; berair (Service,

1980) .

Telur yang panjangnya kurang lebih 0,5 mm ini setelah 2 - 9 hari menetas menjadi larva, larva ini kemudian B.kan masuk kedalam dasar lumpur untuk mencari makanan clari si-sa· tlimbuh-tirnbuhan dengan mandi bullanya yang bergerigi, s~ telah melalui 4 ins tar larva berubah menjadi pupa dan se-telah 3 - 5 hari pupa tersebut berubah menjadi lalat de-wasa (BrOlvn, 1969).

Lalat de~lasa ini biasanya menyerang hewan pada malam hari dan disaat hewan itu berada di padang rumput, jarang sekali Culicoides spp ini ditemukan menyerang di siang ha-ri dan saat dalam kandang, selain itu sifat menyerangnya yang bergerombol (tidak satu persatu) dan biasanya menye-rang mangsanya berpindah-pindah dari hewan yang satu ke he\1an yang lain, hal ini yang merupakan Culicoides spp s<'>bagai vel<::tor yang potensial terhadap beberapa penyald t seperti Blue Tongue, Akabane, Bovine Ephemeral Fever,

(15)

perlukan mempel"jari sifat-sifat biologi dan kebiasaan-,cebiasaannya terutama pada saat dia menyerang mangsanya , dengan meffipelajari sifat-sifat tersebut nantinya akan d~ pat ditangani berbagai kasu8 yang ditimbulkan oleh lalat ini.

Berdasarkan keadaan·-keadaan di' a.-tas maka tulissn ini mencoba untuk melihat potensi dari Culicoides spp sebagai vektor dari berbagai penyakit virus dan parasit filaria ser,ta cara-cara pengendaliannya dan pemberantas-a=ya.

(16)

Oulicoides spp yang del,Jasa mempunyai bentuk tubuh yang silinder dengan cranial yang berbentuk bulat kecil dan ujung caudal yang melancip. Ukuran Oulicoides spp dari kepala sampai ujung abdomen

1,5 - 5

mm dan lebar rata-rata

0,5

mm (Service,

1980).

Kepala Oulicoides spp yang dewasa relatif kecil, dan pada bagian kepala ini terdapat sepasang mat a yang jelas yang ter1etak--di antara dasar antenna serta sepasang an-tenna yang rel~tif panjang yang terdiri dari

15

segmen, b.ga segmen yang terakhir merupakan segmen yang terpan-jang (Jobling,

1928

dalam Tokunaga,

1937),

pada yang jan-tan antenna ini berbulu lebat tetapi yang betina tidak berbulu lebat.

Bagian mulut yang menggigit pada umQmnya sangat ke-cil dan hampir-hampir tidak dikenal serta tidak menonjol kedepan tetapi menggantung vertikal di baliJah kepala. Pada bagian kepala ini juga terdapat labrum yang tajam yang di gunakan untuk merobek jaringan induk semang, sepasang ma-xilla dan sepasang mandibulla, selain itu terdapat juga hypopharyng dan bagian bibir yang bukan digunakan untuk menembus kuli t induk semang. Oulicoides spp juga dileng-kapi dengan maxilla palpi yang terdiri dari

5

segmen, ma-xilla palpi Oulicoides ini merupakan yang terlengkap dari semua ordo diptera, pada segmen yang ketiga dadari rna -xilla palpi ini diperlengkapi dengan spatulate yang beT-fungsi sebagai sensory organ (Tokunaga,

1937).

(17)

Gambar 1. Genus Culicoides dewasa betina, dilihat dari lateral

GaP1bar 2. Genus Culicoides betina devJasa, dilihat dari dorsal

(18)

Thorax Culicoide.s spp ini sedikit bongkok dan :nenonjol ke atas kepala, pada bagian dorsalnya terdapat titik-titik hi tam, sel'ta sepasang tanda hi tam yang memanjang kebal-Tah yang dikenal dengan humeral pits (Service, 19130),

Culicoides ini mempunyai sayan yang pendek dan rela-tif kasar dengan rangka sayap yang pertama relarela-tif redup tetapi mempunyai rangka sayap yang melintang (cross-vein) yai tu r - m, hal inil:'h yang membedakan dengan JJeptoconops dan Lesiohelea (Sorvice, 1980),

Menurut Tillyard's (1937) dalam Tokunaga (1937) pade rane;ka sayap Culicoides ini terdapat Costa (C) dan sub co.§. ta (Sc) yang relatif kecil, dan RadiusnYfl (R) bercnbang d~ a yaitu R1 dan Rs dan masing-masing cabane; ini berhubungan pada bagian dasar pada R1, ~ledianya eM) bercabang tiga ya-itu M1 , M;:> dan M3+4' M1 dan M2 berjalan sejajar tetapi M'l+4 dihubungkan langsung dengan OU1 dan M1+2 biasanya leta1mya melebihi cross vein (r - m), Pada qubitus yang pertama OU1 berhubungan dengan ~13+4 pada bagian depannya, sedang CU 2 dan 1A bentuknya kecil dan sederhana,

Kalci Oulicoides berbentuk silinder dan relatif pendek, pada bagian depan sangat pendek dan kaki bagian tengah yang terpanjang sedangkan Leptoconops dan Lasiohelea kaki belA-kang terpanjang (Macfie, 1925 dalam Tokunaga, 1937). Femur, tibia dan tarsus Culicoides panjang hampir sama untuk setiap kakinya. Kaki depan dan belakang par1.a ti bianya diper -lcngkapi dengan suatu alat perlindungan yang berupa tnji

(19)

..

.

....

.

... " • # • • • : ..

.. ...

. .

....

-.... "t·.

.

.

.

.

humeral pits

Gambar 3. Kepala dan thorax Culicoides del'lasa betina dengan humeral pits

r - m

Gambar 4. Sayap Culicoides spp dengan bercak-bercak dan kerangka sayap r - m.

(20)

sedangkan pada kaki bagian tengah diperlengkapi dengan bulu-bulu halus, pada bagian tarsalnya terdi~i dari ~ segmen dan tiap-tiap segmen bentuknya relatif sama serta dilengkapi juga dengan bulu-bulu hal us.

Abdomen bentuknya hampir silinder dan terdiri dari 10 segmen, segmen yang pertama sampai dengan yang ke

tu-juh strukturnya hampir bersamaan, tetapi pada tiga segmen yang terakhir lebih bermodifikasi sebagai fungsi sexual, pad a segmen lee sembilan dan ke sepuluh 1lkurannya sangat l<ecil dan pada segmen yang terakhir ini juga diperleng-kapi denge.n sepasang Cerci yang terletak di bagian sam-pingnya (~lalloch, 1915 dalam Tokunaga 1937).

(21)

Gambar 5. Kaki Culicoides spp devrasa betina

(22)

1. Daur hidup a. Telur

Telur Oulicoides spp ini berwarna coklat atau hitam, silindris dan berbentuk seperti pisang, panjang-nya kurang lebih 0,5 rom dan lebarpanjang-nya 0,15 mm, telur-telur ini dletakkan bergerumbul/berkelompok kurang lebih 30 -130 butir • Menurut Partosoedjono (1986) warna telur mul~ mula berwarna putih kuning muda kemudian berubah menjadi coklat dan ahkirnya hitam keabu-abuan dan satu kelompok telur bervariasi dari 4 20 butir yang diletakkan ter -geletak berjajar.

Telur-telur tersebut terletak diatas permukaan lum-pur, atau tanah yang lembab dekan rawa tetapi bisa juga di atas sampah yang membusuk, humus, kotoran hewan atau bagian-bagaian lain didekat air (Service',198b)seperti di dalam lobang pohon, pada akar pohon pisang (Q.milnei dan Q.grahamii), Cara meletakan telur ini tergantung dari j~

nisnya.

Telurtelur ini kemudian menetas setelah berlang -sung 2 - 9 hari, kecepatan menetas ini tergantung dari suhu dan jenisnya, misalnya C.subimmaculatus telurnya akan menetas setelah 5,5 hari pada suhu 25°C, O.varii pennis akan menetas setelah 37 hari pada suhu 9,8°0 (Mullem,1983; Rutz,1984).

(23)

tif kecil yaitu

5 -

6 rom panjangnya. Pada bagian kepala larva ini terdapat sepasang mata dan sepasang antenna serta mandibulla, sedangkan pada bagian thorax terdapat tiga segmen dan bagian abdomen terdapat sembilan segmen. Pada segmen yang terakhir terdapat dua struktur seperti insang yang bergelambir empat buah yang dapat di tarik dan dijulurkan (Service, 1980).

Kemudian larva ini akan berenang-renang dengan ce-pat, berkelok-kelok ke kanan dan ke kiri/berbelit-belit masuk kEdalam dasar kolam mencari makan dari sisa-sisa tumbuh-tumbuhan dengan mandibullanya yang bergerigi. Ne nurut Partosoedjono (1986), kadang-kadang larva tersebut berdiam diri di antara massalumpur tersebut dan hanya k~

palanya saja yang kadang-kadang menengok kekanan dan ke-kiri atau tiba-tiba bergerak serti ular dan kemudian be-renang.

Masa larva ini berlangsung antara 1 - 12 bulan, hal ini tergantung suhu dan jenisnya misalnya di Australia Q.subimmaculatus masa larvanya 37 hari, sedang di

(24)

A C D Gambar

7.

A. Telur Culicoides spp B. Larva Cu1icoides spp

C. Kepala larva Culicoides spp

(25)

duk pada segmen yang terakhir (Service, 1980).

d. Imago

Setelah berakhir mas a pupa, maka keluarlah la-lat dewasa yang panjang tubuhnya hanya 1,5 - 5 mm yang diperlengkapi dengan probosis yang pendek, lalat del>laSa ini pada umumnya meyerang hewan/manusia pada malam hari sekitar jam 18 - 20 atau sekitar pukul

5 -

6 dini hari, tetapi ada juga beberapa jenis yang juga menyerang pada siang hari (C.grahamii), lalat dewasa yang jantan biasa-nya memakan/mengisap sari tumbuh-tumbuhan, tetapi yang betina menghisap juga darah hewan/manusia, umumnya lalat dewasa ini menyerang induk semang secara bergerombol

(tidak satu persatu) dan disaat indu]e semang sedang ber-ada dil uar kandang (exophagi c), tetapi ber-ada juga be berapa,

jenis yang menye~ang induk semang didalam kandang (endo-phagic) atau meuyerang didalam rumah antara lain C.milnei dan Q.grahamii (Brolifil, 195'9.; Service, 1980).

(26)

l.~~j't

,

; J-r ,,:,

:ofr':

. f r \.'

Gambar 8. ·Pupa. Culicoides spp, dilihat dari dorsal

(27)

untuk melakukan perkawinan, biasanya yang jantan ini ti-dak rnenghisap darah hewan/ manusia sehingga dia hanya me-makan sari tumbuh-tumbuhan, tetapi yang betina juga meng-llisap darah hewan/manusia (2.anadyriensis, 2.fliethi dan C.punctatus) dan darah burung (2.distinctipennis dan

2.

pycnostictus). Umumnya lalat dewasa ini menggigi t induk semang menjelang malam hari sekitar pukul 19.30 dan ak-tif kembali pada subuh hari sekitar pukul 5.00 (Wood dan Kline, 1984), tetapi ada beberapa jenis yang menyerang induk semangnya pada saat hewan itu berada diluar kandang

(Humphreys dan Turner, 1973) atau menyerang sapi yang se-dang berada di pase-dang rumput yang terbuka (Hayes, et aI, 1984) dan umumnya lalat ini menyerang secara bergerombol (To\-mley, et aI, 1984) dan sebagian besar lebih menyukai daerah tengkuk dan daerah bawah kaki pada kuda (2.obso-letus dan 2.dewulfi) jarang sekali yang senang menyerang daerah muka, walaupun ada juga yang senang meyerang

da-erah sisi tubuh bila ada lesio-Iesio di dada-erah tersebut (C.punctatus dan C.nubeculosus).

(28)

Q.sanguisuga dan Q.guttipennis (Humphreys, dan Turner, 1973) menyerang ind'lk semangnya lebih tertarik pada ukuran induk semangnya yaitu yang lebih besar dan tidak te:.~tarik pada tubuh induk semangnya.

Culicoides spp yang menyerang manusia di dnlam ru-mah at au menyerang hewan pada saat di dalam kandang se-perti Q.milnei dan C.grahamii.

Kemampuan terbang Culicoides spp" iiti hanya beberapa meter saja dari tempat habitat larvanya, tetapi dapat j~ ga mencapai jarak yang cukup jauh yaitu kurang lebih 6 Kilo meter selama setengah jam (O.mohave) bila terbawa angin karena tubuhnya ringan dan sangat kecil (Brenner,

(29)

fat menyerang dari gerombolan Culicoides spp ini menim -bulkan kerusakan jaringan tubuh hewan. Luka bekas gigitan serangga ini pada umumnya tidak terlalu besar, tetapi da-pat meni,,'mlkan perdarahan yang cukup banyak sebab Culi-coides itu sendiri menghisap darah (Uumphrey, 1973). L~ ka bekas gigitan ini akan tetap mengeluarkan darah kare-na air liur dari Culicoides spp ini mengandung zat anti koagulan yang dikeluarkan di tempat gigi tan. Luka belms gigitan ini gatal dan ruembentuk vesiculae atau urticaria pada kulit, kalau hal ini dibiarkan berlangsung lama ma-ka dapat menimbulma-kan demam pada induk semangnya.

Di beberapa negara seperti Scotlandia, Karibia, Ca-lifornia dan Florida, Culicoides ini dapat merupa:mn an-caman secara ekonomik yang serius, karena Culicoides spp ini menggigi t para Ivisatawan di negara tersebut ('Gibbs,

(30)

2. Sebagai Vektor Penyakit

a. Blue tongue

Blue tongue,(BT) ialah penyakit menular, non kon-tagius yang disebabkan oleh arbovirus dari golongan vi-rus untaian ganda RNA (double stranded RNA) dan termasuk famili Reoviridae, virus BT ini menyerang do mba maupun rumenansia lainnya, tetapi sapi merupakan reservoar yang potensial. Kejadian penyaki t ini hampir 1;r:Y.'sebar luas di ~ seluruh dunia misalnya di Sudan (Mellar et al., 1983), Israel (Braverman dan Galun, 1973), Kenya (Linthic\l.In dan Davies, 198~), Timur Tengah (Mellor, 1983; Boorman, 1983), Amerika (Mullen, 198~), Australia (Muller, 1985), Sene-gal (Lefevre dan Taylor, 1983) dan Tail-ran (Lien dan Chein, 1983).

Kejadian di Indonesia pertama kali rIilaporkan oleh Balai Penyidikan Penyaki t Hewan Wilayah VI Denpasar ta-hun 1981 dari isolasi virus BT dari Domba impor asal Australia di des a Caringin, kecamatan Ciawi, Bogor dan Semarang.

Domba merupakan heyran yang paling rentan terhadap penyakit ini. Domba yang masih menyusui relatif lebih ta han terhadap penyaki t ini, sedangkan domba yang berumur sekitar 1 tahun yang paling rentan. Ada perhedaan kepe-kaan ras domba terhadap penyakit BT ini. Domba asli Af-rika Selatan seperti ras AfAf-rikander dan Persia kurang peka di banding dengan ras Merino. Di Israel domba ras

(31)

Culicoides spp ini. Penularannya secara inokolasi, agent penyakit dalajJl stadium infektif bertumpuk di dalam ke-lenjar air liur dan di keluarkan bersama pada saat dia menggigit at au menghisap darah. Tidak kurang dari 30 ne-gara yang melaporkan bahlrla 9ulicoides spp merupakan vek-tor BT yang potensial misalnya di Afrika Selatan yaitu .Q.pallideDennis sebagai vektor utama sedang di Amerika dan Australia berturut-turut .Q.variipennis dan .Q.brevi-tarsis, di Sudan, Haiti, Fiji, Afrika dan Timur Tengah yaitu ,Q.variiDennis, di Spanyol, Portugal, Israel dan Yunani yai tu C.imicola. (Birley,

1984;

Muller,

1985).

b. Akabane

Akabane ialah penyakit menular, non kontagious yang disebabkan oleh arbovirus yang mempunyai inti RNA yang termasuk sub group Simbu, famili Bunyaviridae. Pe-nyakit Akabane ini ditandai dengan arthrogryposis (AG) dan disertai atau tanpa Hydranencephalitis (HE) sehingga sinonim penyakit ini adalah Arthrogryposis Hydranencepha litis (Gde 8udana,

1981).

(32)

Penyakit ini pertama kali terdapat di Jepang (1961), Israel (1969), Australia (1974) dan Kenya (1981), kemu-dian diikuti oleh laporan dari beberapa negara seperti Thailand, Hongkong, Fiji, Haiti, Afrika dan Timur Tengah. Zat kebal netralisasi terhadap virus Akabane di temukan pula di Cyprus, T'lailand dan Indonesia (Anonymous, 1982).

Hewan yang peka terutama ialah sapi, domba dan kam-bing, tetapi bila sapi, domba dan kambing yang mas a mu-danya beras&l dari daerah yang sebagian besar ternaknya terinfeksi virus Akabane, jarang sekali atau hampir ti-dak ada laporan tentang adanya gejala AG dan HE, sedang: kan sapi, domba dan kambing bunting yang dimasukkan da-ri daerah bebas penyakit Akabane ke daerah teda-rinfeksi merupakan hewan yang sangat rentan dan sebagai akibat-nya dapat terjadi abortus, mumifikasi fetus, kesulitan lahir, fetus dengan gejala AG yaitu pembengkokan perseg dian yang bersifat permanen pada kaki, torticolis yaitu pembengkokan tulang leher, scoliosis yaitu pembengkokan tulang punggung. Pada gejala HE terjadi otot gerak me-ngalami atropi sehingga anak sapi yang dilahirkan tidak dapat berdiri. Pada anak sapi yang ... lahir cacat dengan tanda-tanda AG dan HE biasanya dapat hidup berbulan-bu-Ian dengan gejala gangguan kordinasi ataksia, kebutaan, disfagia atau gangguan regurgitasi (Gde Sudana, 1981).

Kejadian penyakit Akabane ini di Indonesia di si-nyalir di jaIVa tengah pada sapi perah impor dari Austra

(33)

vektor Culicoides spp. Di Australia Q.brevitarsis di Is-rael C.puncticollis, di Kenya C.schultzei dan di Jepang oleh Q.miharai, Q.nubeculosus dan Q.oxystoma (Muller,1985).

c. Bovine Ephemeral Fever (BEF)

Bovine Ephemeral Fever adalah penyaki t pada sapi ~-ang bersifat binagna, non '.mntagius "[;:m disebabkan oleh virus dari golongan Rhabdovirus (Soeharsono et

£1.,

1981).

Pengalaman dari Australia menunjukan bahwa pada ke-jadian epizootika di Australia yang di mulai dari daerah Australia Timur laut yang meluas kedaerah lainnya. Di Victoria BEF ini dapat menimbulkan gejala penyakit 2% -5% pada suatu kelompok ternak sapi (Anonymous, 1982).

Dari segi kernatian, penyakit ini tidak terlalu ber-arti (1%) tetapi dari. segi produksi dan tenaga kerja cu-kup berarti karena he\'Jan yang sedang laktasi turun pro-duksi susunya dan hewan pekerja tidak lllampu bekerja 3 -5 hari (Anonymous, 1982).

Penyakit ini bila terjadi secara epizootika tidak sukar ditentukan, akan tetapi apabila hanya terjadi spo-radik males agak sukar ditentukan karena gejala-gejalanya ringan dan berlangsung singkat (Anonymous, 1982).

(34)

Gejala klinis penyakit ini biasanya didahului dengan kenaikan suhu badan sampai LI·20C sehingga penyaki t ini

di-sebut juga Ephemeral Fever atau Bovine Epizootika l"ever, demam ini biasanya hanya berlangsung 2 - 3 hari dan akhiE nya menghilang dengan sendirinya sehingga penyakit ini di sebut juga penyakit 3 Hari, gejala klinis lainnya ialah kekakuan ekstremitas dan kepincangan, kelemahan gerak sa~ pai tidak sanggup berdiri, kadang-kadang dapat juga dii-kuti oleh pengeluaran cairan dari mata, hidung, hypersa-Ii vasi, sesak napo.s dan gemetar (Soeharsono, 1981).

Kejadian penyakit ini di Indonesia pertama kali per-nah dilapo:::-kan di daerah Sumatera, tahun 1920, kemudian pa da tahun 1979 penyaki t yang sarna muncul klembali di kabupa ten Tuban (Gde Sudan a , 1979 dalam Aj1onymous, 1982), wala}!; pun baru-baru ini bf,lum ada dilaporkan tentang penyakit ini tetapi mengingat Indonesia yang tahun-tahun beJ.akangan ini banyak mengimpor sapi dari Australia dan di Australia penyaki t ini. enzootik maka perlu mendapat nerhatian.

Penularan penyakit ini terutama sekali melalui'gigitan vektor penghisap darah yaitu Culicoides spp. dan belum peE

nah dilaporkan penularan secara kontak langsung, di Queen-sland penularan penyakit ini oleh C.brevitarsis Kieff

(Doherty et al., 1973), di Kenya oleh C.schultzei (Linthi-cum dan Davies, 1984), di Inggris oleh Q.variipennis (Jen-ning et al., 1982), di Australia oleh C.brevitarsis (Bur-gess, 1971).

(35)

(Anonymous, 1982).

Protozoa ini telah dilaporkan menimbulkan wabah di-Thailand, India, Birma, Filipina, Singapura, Malaysia dan lain-lain. Di Thailand Campbell (1954) menyebut pe-nyakit ini dengan nama "Bangkok Hemorrhagic Disease". Kejadian penyakit ini di Indonesia pernah dilaporkan oleh Pro",azek tahun 1912 di Sumatera adanya f!.schuffneri yang menyerang ayam. Sedangkan di Bali penyakit ini ber-sifat endemik dengan angka kesakitan don angka kematian yang:- bervariasi yai tu pada anak ayam- angka kesaki tan ber-kisar antara 0 - 40% pada ayam dewasa

7 -

40%, sedangkan angka kematian pada an:tk ayam berkisar 7 - 50% clan pacla ayam devlasa 2 - 60% (Anonymous, 1982).

Kerugian ekonomik akibat penyakit ini selain kemati-an dapat juga terhambatnya pertumbuhkemati-an pada ayam muda, sedangkan pada ayam dewasa penyakit ini dapat mengakibat-kan penurunan dan penghentian produksi telur. Pads 1<:81

-kun disertai dengan penurunan berat dan daya tetas telur. Cara penularan penyakit ini pada ayam adalah melalui ~igitan agas (Sigit, Partosoedjono dan Akib, 1983) yang

(36)

mengandung sporozoi t. Di dalam tubuh ayam sporozoi t ma-sule kedalam sel endothel pembuluh darah dan berkembang menjadi skison. Bila skison telah dewasa ia akan pec~h dan menghasilkan merozoit, merozoit masuk kedalam erit-rosi t dan disana berkembang dan akhirnya terbentuk mik-ro dan makmik-rogametosi t (Anonymous, 19S?).

Di dalam tubuh Culicoides spp. mikro dan makrogame-tosit bertemu dan mengalami perkemb'angbiakan secara sik-lis yaitu terjadi p<:>rkembangan berturnt-tnrut menjadi zygot, ookinet, oocyst dan sporozoit yang infektif pa-da ayam (Anonymous, 1982).

e. African Horse Siclmess (ABS)

AHS adalah suatu penyakit menular yang siPatnya akut atau sub akut dan menyerang hewan berkuku satu, pe-nyebab penyakit ini adalah sejenis virus patogen yang teE masuk genus arbovirus dan tergolong virus untaian ganda

lli~A (virus double stranded RNA) (Anonymous, 1982).

Kejadian penyaki t ini pertama'-kali di Afrika kemu-dian menyebar ke Timur Tengah, Cyprus, Spanyol bar;ian s~ latan dan beberapa negara Asia yaitu Pakistan Barat, Af-ganistan dan India. Di Indonesia penyakit ini belum per-nah dilaporkan tetapi karena semakin berkembangnya olah raga berkuda di tanah air maka kemungkinan impor kuda

dari negara tersehut dapat saja terjadi (Anonymous, 19S2). Gejala klinis yang tampak pada penyaki t ini ialah demam yang cukup tinggi dan kesusahan bernapas serta

(37)

ba-dengan kuda yang sehat dalam satu kandang yang bebas se-rangga. Culicoides spp merupakan vektor utama penyakit ini sebab biasanya wabah terjadi di daerah panas, lembab dan berawa-rawa terutama dijumpai pada kuda yang di le-pas di padang rumput pada waktu malam hari. Di Afrika terkenal Q.variipennis, di Zimbabwe oleh C.imikola Kieff di Israel oleh Q.puncticollis Becker (Mellor et al, 1983).

f. Venezuelan Equine Encephalomyelitis (VEE)

VEE adalah uuatu penyakit yang disebabkan oleh vi-rus RNA (arbovivi-rus) termasuk famili Togavariidae dengan tanda-tanda demam, anorexia, dep~essi, mencret, encepha-litis dan berakhir dengan kematian (Jones et ~., 1972).

Penyebab penyakit ini pertama kali di isolasi pleh Kubes dan Rios (1939) di Venezuela. Sej.ak saat itu epi-demik dengan kematian yang tinggi dilaporkan juga di Co-lombia, Equ:ldor, Brasilia, Peru, Mexico, Panama, Texas dan lain-lain. Kejadian penyakit ini di Indonesia belum pernah dilaporkan (Anonymous, 1982).

(38)

Kerugian yang ditimbulkan penyakit ini berupa ke-matian pada kuda, tetapi yang lebih penting lagi karena penyakit ini bersifat zoonosis, walaupun pada manusia pe-nyakit ini tidak seganas seperti pada kuda(Jones, 1Q72).

l1emang pada umumnya penyakit VEE ini ditularkan oleh sejenis nyamuk sebagai vektornya, tetapi di Arnerika Selatan, Arnerika. Tengah dan Texas, C.arabae merupakan vektor VEE yang potensial (Fox dan Hoffman, 1971' :dalam Jones et a1., 1972).

g. Infectious Bursal Disease (IED)

IBD disebut juga penyakit Bursitis yang menular, pe-nyakit ini merupakan pepe-nyakit unggas yang penting dan rii-t~mukan diseluruh dunia, yang menjadi korban ialah ayam yang berumur hingga 6 minggu. Penyakit ini dapat bermani-festasi sebagai bentuk a'·ut yai tu terjadi dengan ti ba-ti-ba, jalan penyakit pendelc disamping kerusakan limfoit c1i-bursa fabricius dan dilain jaringan limfoit. Bisa juga berbentuk menahun tanpa menimbulkan gejala-gejala yang

j elas. (Res sang , 1984-).

P:n:;yakit ini disebut juga penyakit Gumboro (Delaware, USA), karena penyakit ini pertama kali ditemukan di dis-trik Gumboro. (Ressang, 1984-)

~enyebab penyakit ini ialah virus RNA yang masih be-lum dimasukan dalam, sua-tu golongan secara taksonomi. I13DV ini dikeluarkan melaui tinja selama kira-kira 2 minggu sesudah penularan, sesudah fesli's tidak mengandung hama lagi, belum pernah dilaporkan bahwa virus ini diturunkan

(39)

ke empat, pada permukaan mucosa terlihat tanda-tanda ra-dang yang jelas dan bursa membesar hingga 2 - 3 kali. Radang disertai destruksi jaringan limfoit secara prog-ressif, hal ini menyebabkan atropi yang jelas sekali pa-da bursa papa-da hari ke delapan (Ressang, 19Fji'-).

(40)

3. Sebagai Vektor Filaria

Filaria Mansonella ozzardi pernah dilaporkan di Bra zil, Colombia dan Haiti, mengganggu ketenangan penduduk karena f::'laria ini menyebabkan kegatalan pada kulit. Fi-laria ini ditransmisikan oleh Q.Dhlebotomus, Q.barbosai, C.furens (Linley dan Hoch, 1983). Menurut LOvlrie dan Raccurt (1984), C.barbosai merupakan tempat perkembangan dari filaria mansonella ozzardi hingga pada tahap infek-tif. Di daerah Amerika C.furens merupakan vektor utama dari filaria Mansonella ozzardi (Linley dan Braverman, jJ')84) •

ottley, Dallemagne dan Moorhouse pada tahun 1983 di daerah Queensland dan di daerah utara Australia per-nah melakw(an penyidikan pada karkas kuda yang menderi-ta onchocerciasis, mereka berkesimp:illan bahwa Q.victori-ae merupakan vektor yang potensial untuk microfilaria Onchocerca cervicalis dan ditularkan pada saat mereka menghisap darah kuda, tetapi

c.

brevi tarsis Kieff bukan me~upakan vektor micr6filaria ini. MenurutBeveridge dan

Kummerow (1981) pernah melakukan penyidikan pada sapi-sapi yang menderita Bovine Onchocerciosis, kemudian de-ngan light-trap mereka men~ngkap serangga yang ada dise-ki tar sapi yang menderi ta penyadise-ki t tersebut, ternyata sebagian besar yang tertangkap adalah Q.marksi Lee dan Reye, Q.actoni Smith dan Forcipomyia sp, penyidikan se-lRnjutnya menunjukan pada C.marksi merupakan vektor

(41)

uta-bab',Onchocerciosis ini ialah filaria dari Onchocerca ~­ ticula dan diduga C.rubeculosus sebagai vektor. utamanya.

(42)

Para entcmolog pada umumnya sepakat bahwa dalam men cegah dan memberantas populasi serangga diperlukan keter paduan berbagai cara. Dalam hal men~nggulangi Agas ini, ada beberapa cara yang dapat di tempuh di antaranya ada-lah : (1) Kontrol dengan senyawa kimia, (2) Kontrol se-cara fisik dan mekanis, (3) Kontrl sese-cara alami, (4-) Kon trol melalui praktek tat a laksana.

1. Kontrol dengan senyawa kimia (insektisida)

Sebelum bahan-bahan kimia digunakan untuk mengusir atau memberantas Agas, maka terlebih dahulu ada beberapa kriteria ynng harus dipenuhi. Diantaranya : (a) Bahan tersebut secara efektif dapat membunuh minimal satu sta-dium siklus hidup lalat, (b) Daya kerjanya cepat, (c) R~· latif tidak toksik terhadap ternak itu sendiri, (d) Pe-makaiannya mudah. (e) Harganya dapat terjangkau dan (f)

Residu yang ditinggalkannya seminimal mungkin dan toxis terhadap sorangga.

Cara pemberantasan dengan insektisida pada Agas ini dapat dilakukan pada induk semangnya at au pada lingkungan hidupnya, sehingga pemakaian insektisida ini dalam pem-berantasan agas harus di dukung oleh pengetahuan biolo-ginya yang J.lemadai.

Umumnya populasi Culicoides spp terbesar pada musim panas, mereka mengambil makanan dengan cara menghisap d~ rah hel-lan mamalia, bangsa unggas dan bangsa burung, s

(43)

e-ri dan bila lapar ia aKen menyerang induk semangnya pada waktu malam hari di padang rumput. Maka sehubungan dengan itu pemberantasan diarahkan di tempat-tempat mereka hi-dup dan daerah-daerah di tempat serangga tersebut hing-gap dan menghisap darah (Sigit et al., 1983).

Senyawa-senyawa kimia yang digunakan biasanya beru-pa persenyawaan organofosfat, karena mempunyai daya

ker-ja yang baik dengan dosis kecil, akan tetapi harganya relatif mahal. Daya kerja insektisida ini biasanya seba-bai racun syaraf. Racun aInn ruenghambat acetyl cholin esterase (AchE) yang diperlukan untuk menghidrolisa ace-tyl cholin menjadi asam asetat dan air di dalam tubuh. Oleh karena acetyl cholin di ham bat terjadilah gejala parasympatomimetik, lalat yang berkontak dengan racun akan mati beberapa meni t kemudian,(Reed et al., 1972).

p~nggunaan insektisida untuk pemberantasan Culico-ides spp. ini sebagian besar ditujukan pada stadium lar-va, karena pada stadium ini rnerupakan stadium yang diang gap paling rawan dan juga paling mudah dilakukan

aplika-sinya, serta relatif tidak terlalu banyak mencemari ling kung an (Reed at ~9" 1972).

(44)

Tahun

1972

(Reed et al) pernah melaDorkan pengguna-an insektisida DDT

1

lb/acre

(1

1 b ~

0,4539

Kg

1

acre~

4-04-6,9 m2) pada stadium larva memberikan kontrol yang

efektif selama 2 ta~un, sedangkan pemakaian Dursban

0,1

lb/acre dapat memberikan kontrol selama 1 tahun serta da pat menekan pertumbuhan larva selam 2 tahun.

Kline

(1985)

menggunakan

4

macam larvasidal dari g£ long~n organa fosfat dan hasilnya cukup memuaskan yaitu Chlorpyrifos

9

kali lebih efektif dari pada Temephos dan

22

kali lebih efektif dari pada Fenthion serta

176

kali lebih efektif dari pada ~lal·athion untuk menyebabkan ke -rna tian yang sama pada larva, dan diaplikasikan di atas permukaan air.

Di Colorado, Halbrook

(1984)

dan Agun

(1984)

meng-gunakan 3 macam insektisida terhadap larva Q.variipennis yaitu Chlorpyrifos, Fenthion dan Temephos dengan

konsen-trasi

0,20

ppm,

0,10

ppm,

0,05

ppm untuk masing-masing insektisida dan memberikan hasil

100%, 50%, 63,7%

menu-runkan populasi larva untuk Chlorpyrifos,

94,5%, 99% ,

90,7%

menurunkan populasi larva unthk Fenthion,

99,5%,

99,7%, 99,3%

menurunkan populasi larva untuk Temephos.

Standfast

(1984)

dan Muller (198Lj.) pernah memberi-kan insektisida ivermectin per injeksi sub cutan pada k~ lompok sapi yang digigit Q.brevitarsis sebanyak

200

ug/Kg berat badan, mengakibatkan kematian

99%

serangga setelah 48 jam, dan masih memberikan kontrol yang efektif sete-penyuntikan

24

hari.

(45)

2. Kont::ol seca:ca fisik dan mekanis

Pemberantasan secara fisik dan mekanis yaitu dengan cara menangkapi dan uembunuh semua Culicoides spp yang tertangkap, tetapi dengan cara ini sulit dilakukan kare--La Culicoides spp ini sangatkecil. Bila memungkinkan d~ ngan memasang kelambu pada sekeliling kandang ayam meru-pakan tindakan yang cukup baik untuk mencegah masuknya Culicoides spp (Anonymous, 1982).

Cara lain yaitu dengan menggunakan faktor-faktor alam, dimana kita berusaha mengubah lingkungan dan keada an hidup lalat tersebut, sehingga mereka tidak tahan hi-dup lama di daerah tersebut. Caran3"a yai tu dengan membe,!: sihkan saluran-saluran air, kutoran-kotoran yang bertum-puk-tumpuk, mengeringkan daerah yang biasa ditinggali oleh kelompok lalat dewasa ataupun larvanya dan membakar semak-semak atau hutan-hutan yang non produktif dan se-bagai sarang tempat peristirahatannya. Tujuan cara ini adalah memutuskan daur hidup lalat tersebut, sehingga P£ pulasinya terhambat dan mereka yang devrasa terusir jauh dari kelompok ternak.

(46)

3. Komtrol secara alami (natural control)

Untuk melakukan kontrol secara alarili ini ki ta harus mengetahui dengan pasti jenis Culicoides spp yang ada di daerah tersebut, se~[b dari sekian banyak jenis Oulico-ides ihi mempunyai perbedaan sifat adaptasinya terhadap alam lingkungannya, rnisalnya C.subirnrnaculatus (Edward, 1q82) akan aktif pada suhu 25°C, Q.variinennis (Mullens, 1983) akan aktif pada suhu 10,5°0, di Taiwan C.maculatus dan C.humeralis (Lien dan Chen, 1981) sangat aktif pada musirn dingin.

Selain suhu lingkungan, angin dapat juga merupakan kontrol alami, karena bent uk tubuh yang sangat kecil dan ringan sehingga mudah sekali terbawa angin rnisa~nya di-California bagian selatan C. mohave (brenner et al, 1984)

-

-pernah terbawa angin sarnpai sejauh 6 Krn dari tempat per-indukannya.

Di U.S.S.R, Saidalieva (198·5) pernah melakukan sur-vey terhadap C.desertorum, C.puncticollis dan C.circum-scrintus, rnengatakan bahwa nematoda Heleidomermis vivi-para dari super famili ~lermi todea IJerupakan kontrol bi-ologik yang potensial, karena rnematoda ini rnemakan larva dari jenis: Culicoides tersebut. Hal ini juga di perkuat oleh penelitian Gafurov dan Saidalieva (1983) di daerah Soviet Asia Tengah.

(47)

nage) yang baik dianggap merupak3.n salah satu cara yang menunjang keberhasilan ini, pengawasan ternak gembala yang teratur yai tu dengan memasuk- ternak kedalam kan-dang pada malam hari dan memberikan penerangan/cahaya yang cukup pada ternak di dalam kandang serta memasang

jaring nyamuk yang telah di semprot dengan insektisida seperti Milathion 6% p.kim me:ilCegah- Culicoides spp kurang lebih 1 bulan.

Bahan hijauan kering dan jerami-jerami di simpan p.§; da tempat yang tertutup at au jika mungkin dibuatkan satu tempat yang dapat mencegah pembusukan. Bila makanan ter-sebut hendak diavletkan, maka hendaknya :dilet§ikkan di tem pat yang leering, sedangkan jerami yang tidak berguna

di-singkirkan dari permukaan tanah dengan cs_ra di pendam atau di bakar.

Dalam melakukan pemberantasan lalat ini dapat digu-nakan keterpaduan antara kontrol secara fisik dan meka-nis dengan pemakaian bahan-bahan kimia, misalnya insek-tisida aerosol panas atau insekinsek-tisida yang mempunyai

vo-lume yang sangat rendah (~Ul tra Low-Volume = ULV) yang

(48)

Deristirahatannya dan memberikan hasil yang sangat memu-askan • Keterpaduan cara ini sam~~pai sekarang dianggap merupakan metoda yang paling akurat dan efektif di dalam menekan poplilasi Culicoides s~p ini (Service, 1980).

(49)

hubungan dengan parasitologi terutama entomologi, sebaEai gambaran dari laporan tahunan hasil penyidikan penyakit helifan di Indonesia periode tahun 1982-1983 dan tahun 1983-1984- (Lamp. 1) terlihat bahlifa penyidikan tentang entomo-logi hanya satu kali, sedangkan untuk bakterioentomo-logi dan virologi masing-masing sebanyak 13 dan 18 kali. Dilain pihak prioritas penelitian lebih diarahkan pada usaha-usa ha yang langsung meningkatkan populasi ternak, sedang nelitian parasitologi sekarang masi)l\" dianggap sebagai pe-lengkap saja.

Diperkirakan tidak kurang dari 300 jenis Culicoides yang hidup di alam ini yang tersebar luas hampir diselu-ruh dunia, dan hampir terdapat merata di setiap negara, umumnya Culicoides spp ini menyebabkan permasalahan yanE sama seluruhnya, tetapi ada jenis Culicoides tertentu yang lebih menyukai sebagai vektor penyaki t tertentu a:tau

hanya sebagai pengganggu keten~ngan heYlan saja, Culicoi-des spp yang ada di alam antara lain: C.pallidepennis, C.variipennis, C.brevitarsis, Q.imicola, Q.puncticollis, C.schultzei, Q.miharai, Q.nubeculosus, Q.oxystoma,

(50)

Q.ara-bae, Q.barbosae, Q.furens, a.phlebotomus, Q.victoriae C.marksi Lee and Reye, C.actoni,

Q.

subimmaculatus,

Q.ma

culatus, C.humeralis, C.mohave, Q.desertonum, Q.circum-scriptus, C.milnei, Q.pycnostictus, dan lain-lain.

Menurut Sigit, Partosoedjono dan Akib (1983) pads. laporan penelitian Inventarisasi dan pemetaan parasit Indonesia, tahap pertama, Culicoides ya~g ada di Indone-sia ialah : Q.arakawae, Q.guttifer, Q.perep;rinus, Q.ama miensis, C.oalpifer, Q.humeralis, Q.sub flavescens, Q.

ridecitus, Q.orientalis, C.huffi dan C.schultzei, dari semua jenis Culicoides spp tersebut, Culicoides arakm·rae merupakan yan(; palinf~ dominan. Di JaNa dcm Bali eul icoi-des ini tampaknya menyebar rata dan dapat di temui hampir pada setiap kandang ayam, sedangkan diluar Jawa dan Bali Agas ini belum pernah diteliti.

Beberapa laporan dari luar negri Culicoides spp ini umumnya menyerang hewan mamalia, bangsa burung dan bang-sa unggas, tetapi di Indonesia (Sigi t,; Partosoedjono,; Akib, 1983) pernah melakukan penelitian langsung terha-dap Culicoides spp ini merupakan vektor yang potensial terhadap penyaki t Leuo.ocytozoonosis, walaupun di Indone-sia belum pernah diteliti langsung dan dilaporkan tentang penydci t-penyaki t lain ya:1g ·ii tularkan oleh Culicoides spp, tetapi karena Inilonesia merupalmn negara berke:1'\bang yang ingin meningkatkan produksi ternaknya, baik untuk

konsumsi daging maupun konsumsi susu, maka sejak bebera-pa tahun yang lalu Indonesia mulai mengimpor ternak sapi

(51)

Wilayah VI Denpasar tahun 1981 dari isolasi virus BT

pa-da domba impor asal Aust:':'alia di Bogor clem di Semarang.

Penyakit ini terutama cekali ditularkan oleh Culico-des spp. Hewan yang rentan terutama domba sedangkan sapi merupakan reservoir yang potensial, oleh sebab itu bila

dalam satu kandang terdapat "~ernak sapi dan domba hal ini

akan mempermudah peranan Culicoides spp sebagai vektor BT ini.

Peranan Culicoides spp se1agai vektor utama BT di-Indonesia, pernah diamatL di desa Caringin, Kecamatan

Cial-li, Bogor tahun 1981 pada domba-domba impor asal

Aus-tralia yang dipelihara dalam satu kandang tapi dalam ko-tak-kotak yang terpisah (Lamp. 2) ternyata domba-domba terse but memperlihatkan gejala-gejala saki t yang sarna, hal ini membuktikan bahVla lwntalc langsung bukan merupakan penularan penyakit ini, tetapi vektor arthropod inilah ya,g utamanya. Hal ini pernah juga dibuktikan oleh pene-Ii ti yang sarna pada biri-biri, teronyata sangat mengarah pada penyakit BT yang disebabkan oleh virus dan dipindah-kan oleh velctor (arthropod).

(52)

Penyakit Akabane di Indonesia memang belwn pernah dilaporkan tetapi secara serologik ditemukan zat kehal netralisasi terhadap virus Akabane pada Eapi di Indone-sia hal ini pernah dilaporkan di daerah Jawa Tengah, Ja-"ra Timur dan Bali tahun 1981pada sapi perah impor asal australia yanG melahirkan anaknya dengan gejala AG dan HE mumifikasi fetus dan abortus. Sapi domba dan kambing mem-punyai kerentanan yang sarna terhadap penya'ci t ini, sedang Culicoides spp merupakan vektor utamanya, sehincga penye-baran pe;waki t ini di Indonesia akan C'?P[lt meluas, kare-na semua jenis sapi yang ada di Indonesia, ternyata da-pat terinfeksi oleh virus Akabane (Lamp. 3) sedangkan prevalensi neutralizing antibodi berdasarkan daerah sera tidak menunjukan perbedaan nyata (Lamp~ I,).

Hasil pemeriksaan serologik menunjukkan bahva sapi sejak umur muda (sampai 1 tahun) telah mengandung anti-bodi (12/22= 54-,5%) yang didapat dari infeksi melalui gi-gitan vektor atau didapat dari induk (Collostral antibodi; Kenn.ikan prosentase positip antibodi meningkat sejalan dengan umur sapi (lihat Lamp.

5),

hal ini disebabkan oleh karena iklim di Indonesia yang memungkinkan vektor-vektor penyebar penyakit ini aktip sepanjang tahun.

Di Indonesia sapi rata-rata mulai bunting pada umur 2 - 3 tahun. Pada umur ini 17/18 (94-,4-%) sapi telah memi-liki antibodi terhadap penyakit Akabane. Dengan demikian kemungkinan besar kasus AH hanya tinggal 5,6%.

(53)

pernah dilaporkan di Queensland (Doherty,

1969.;

Oatley,

1970

dan Australia (Burgess,

1971).

Di Indonesia

penya-kit yang sarna pernah juga timbul tahun

1979

(Gde Sudana, et aI,

1979).

Gejala klinis sapi-sapi saki t yang diamati eli Tuban dan Lamongan r,1irip sekali dengan gejala-gejala klinis yang diinokulasi secara buatan dengan virus Ephemeral Fever di Australia, yaitu s.danya demam, anorexia, keka-kuan otot gerak sehingga menimbulkan pincang, tremor, tidak mau berdiri dan adanya exudat· hidung yang bersifEt sereus (Snowdon,

1970).

Penyebaran penyakit perkandang yang diamati membe-rikan gambaran bahwa penyaki tnya tidak menular secara kontak, melainkan ker:·ungkinan di tularkan oleh vektor. Lingkungan alam di daerah i tu dimana banyak sawah berisi air, adalah sangat baik untuk lalat-lalat culicoides spp.

Oulicoides spp diduga keras bertindak sebagai vek-tor Ephemeral Fever di Australia (Standfast, et aI,

1973).

Penyebaran penyakit pada sapi di Tuban dan Lamongan le-bih lambat bila dibandingkan dengan penyebaran Ephemeral Fever di Australia. Diduga hutan-hutan jati yang ada

(54)

di-sekeliling Tuban dan Lamongan bertindak sebagai "natural barrier" •

Leucocytozoonosis suatu penyakit yang disebabkan parasit darah dan ditularkan oleh Culicoides spp (Sigit, Partosoedjono, Akib,

1983),

Culicoides spp ini merupakan vektor yang cukup menimbulkan permasalahan pada peterna-kan ayam di Indonesia.

Di Bali penyakit ini sif'atnya endemik. Anghl sakit penyakit ini bervariasi ditentukan antara lain oleh po-pulasi vektor (Culicoides spp), umur ayam dan cara peme-liharaan.

Ayam tertular penyaki t karena gigi tan Agas yang me-ngandung sporozoit. Didalam tubuh ayam sporozoi t masuk ke dalam sel endothel pembuluh darah dan "jerkembang

men-jadi skison. ~ila skison telah dewasa ia akan pecah dan menghasilkan merozoit, merozoit yang dihasilkan oleh ski-son akhirnya ma"11].:: kedalam eri trosi t, disana berkembang akhirnya terben-:;uklah mikro dan makrogametosoi t.

Di dalam tubuh Culicoides spp selanjutnya mikro dan makrogametosoit bert emu dah berkembang berturut-turut menjadi Zygot, ookinet, oocyst dan sporozoite "rang

selan-jutnya infe:ctif pada ayam (Sigi t et a1.,

1983).

Pada peternakan ayam C:ulicoides ini selain sebagai vektor Leucocytozoon, dia dapat juga mengganggu ketenll,-ngan ternak ayam, sebagai akibatnya pada ayam-ayam muda akan terhambat pertumbuhan badannya, setelah dewasa tida~

(55)

Selain kuda infeksi alami dapat juga terjadi pada he wan bagal dan keledai, kambi ng Angc;ora di18porkan pelm ter hadap penyakit ini. Bagal, keledai, gajah, zebra dan

an-jing tidak sepeka seperti \<uda,· tetapi hewan-hel'Tan terse-but dapat bertindak sebagai reservoar virus AHS. Walaupun di Indonesia adanya penyaki t ini belum pe::-nah dilaporkan, tetapi karena adanya hewan-hewan yang dapat bertindak se-bagai reservoir dari virus ARS dan juga karena terdapat vektor Culicoides spp maIm Icemungkinan akan timbulnya pe-nyakit ini besar sekali (t1ellor, 1983).

VEE m3rupakan penyakit yane; disebabkan oleh sejenis. virus yang urnurnnya menyerang bangs a kuda, penyakit ini bi asanya di tularkan oleh nyamulc, tetapi pernah dilaporkan di Amerika Selatan, Amerilw Tengah dan Texas, .Q.ar8bae

(1!'ox dan Hoffman, 1971 dalam Jones et al, 1972). Seperti juga pada penyaki t AHS, penyaki t VEE ini memang bel1.L-n peE

nah dilaporkan di Indonesia, tetapi karena semakin her -kembangnya olah raC;2. berkuda di tanah air maIm kemuncki-nan impor kuda dari negara tersebut bisa saja terjadi.

Perhitungan ekonomi secara mutlak akibat kerugian yang ditimbulkan oleh parasi t ini (Culicoides spp)

(56)

me-dasarkan perkiraan kerugiannya cukup besar, sebab selain sebagai vektor dari beberapa penyakit dan beberapa fila- . ria, Culicoides spp ini dapat juga mengganggu ketenangan hewan, sehingga hewan tersebut gelisah, nafsu makan ber-kurang sehingga terhambat pertumbuhan badannya, selai.n i tll sebagai ektoparasi t c.ia dapat menimbulkan dermatitis yang cukup berarti pada kulit ternak, akibatnya mutu ku-l i t akan turun dan harga jualnyapu~ menjadi rendah.

Di beberapa negara seperti Sco~landia, Karibia, Ca-lifornia dan Florida (Federova ~

&,

1981) Culicoides spp merupa:,an ancaman ekonomik yang cukup seri us, karena Culicoides spp ini menyerang para wisatawan ya;l.g sedang berlibur dinegara tersebut, sehingga mengurangi minat pada wisatmran lainnya untuk berlibur ke negara tersebut akibatnya menurunkan pendapatan negara tersebut dari se-gi industri parawisata. Di Indonesia bc}um pernah dite-l i t i dite-langsung pengaruh dite-ladite-lat ini terhadap perkembangan industri parawisata, tetapi dinerkirakan hal yang sarna dapat saja terjadi mcngingat Indonesia merupakan nagal'a yang banyak mempunyai, sung~i dan danau.

Culicoides sPP ID'?rupakan vektol' yang potensia,l dari beberapa penyakit, hal ini disebabkan oleh sifat menye-rang induk semangnya yang bergerombol, dal!l biasanya ge-rombolan Culicoides spp ini tidak hanya menyerang satu macam induk semang saja, tetapi berpindah-pindah dari satu induk semang ke induk semang lainnya untuk mencari

(57)

purna mulai telur, larva, pupa sampai dewasa. Telur di-letakkan pada tempat-tempat yang berair a:l;au lembab dan larvanya juga hidup di tempat terse~)ut, melihat banyaknya +;c,·:pat-tempat seperti ini di Indonesia maka hal ini sa-ngat menguntungkan untuk berkembang bialmya lalat terse-but, sehingga kemungkinan seluruh kepulauan Indonesia terdapat lalat ini.

Lalat dewasa ini menghisap darah hewan mamalia pada malam hari dan sesudahnya ia beristirahat di semak-semak pohon dan gulma. Agas ini mempunyai jarak +;erbang yang pendek, akan tetapi mudah terbawa angin.

IBD merupakan penyakit bursitis yang menular, peny~ kit ini merupakan penyakit unggas yang penting dan dite-mukan diseluruh dunia, yang menjadi korban adalah ayam yang berumur 6 minggu, penyakit ini tidak pernah dilapoE kan penularannya melalui telur, tetapi diduga transmisi penyaki t ini ole:l vektor Culicoides spp. (Res sang, 19S/j·).

Culicoides spp sebagai vektor dari filaria Mansonella ozza~di dan mikrofilaria Onchocerca cervicalis pernah di-amati di Queensland, Australia, Fortugal, Haiti dan

(58)

lain-lain, karenC'. m'.~ngganggu ketenangan penduduk sebab fila-ria ini menimbulkan kegatalan pada kuli t (Baker, 1984).

Beveridge dan Kummerow (1981) mengamati sapi yang menderita Bovine Onchocercosis, kemudian dengan light-trap mer~ka menangkap serangga yang ada disekitar sapi yang menderita penyakit tersebut, ternyata sebagian be-sar yang tertangkap adalah C.marksei Lee dan Reye, dan C.actoni Smith sehingga diduga 'i{uat bahwa Culicoides STlTl

merupakap vektor utamanya.

Penanggulangan Culicoides spp ini memang cuku]) su-l i t karena sifat menyerangnY8 yang berC;0ron1bol dan nada

malam hari serta menyenangi hewan pada saat berada dilu-ar kandang, sehingga tidak ada satupun macam kontrol y8.ng efektif untuk memberantas Culicoides spp ini, tetadi un-tuk mengontrol lalat ini harus merupakan kombinasi dari ke empat cara yaitu : (1) kontrol dengan senyawa kimia (2) kontrol secara fisik dan mekanik, (3) kontrol secara alami, (4) kontrol melalui prakte'i{ tata la]'~sana. Untuk melakukan kontrol tersebut harus didukung penget8huan biolocinya yang memadai sehingga diharapkan mendap8.t ha-sil yang efisein dan efektif.

(59)

jarang seka1i yang senang daeral1 muka, tetapi ada juga yang senang daerah sisi tubuh, sifat m'2T'yerangnya berEe-rombo1 dan 1ebih rnenyukai hewan yang di1epas di nndo.ne; rumput. TJalat ini menjalani metamori'osa sempurna yai tu telur, larva, pupa dan dewasa dalam satu periode.

Culicoides spp rnerupako.n vektor utama dari beberapa penyakit antara lain: (a) Blue Tongue, (b) Akabane, (c) BEF, (d) Leucocytozoonosis, (e) ARS, (f) VEE, (g) IBD dan beberapa filaria antaranya : Fi,laria Mansonel1 a ozzaT'

di dan mikpofilaria Onchocerca cervicalis.

Sebagai ektoporasit Culicoidea app menggnnr;gu kete-nangan dari hel'1an, menyebabkF\TI der1lJatitia, vesi.clllae dan urticaria, pada manuaia dapat nenimbulkan kegatalan pada kulit.

Penanggu1angan Cu1icoides spp ia12 '1 deo1gan

memper-baiki sanitasi dan tata laksana serta pemberian insekti-sida yang tepat misalnya DDT, Dursban, Chlornyrifos, Te-mephos, Fenthion, Malathion dan Ivermectin.

(60)

SARAN

1. Terhadap ternak masuk dari luar negri;

Pintu masuk ternak dari luar negri ke Indor· ')sia melalui karantina harus dipenuhi bagi ternak-ternak yang baru masu!e. Fascilitas karantina, seharusnya di-penuhi untu!e segala kemungkinan sehingga pemasukan penyakit terna!e yang tidak ditemukan eli Indonesia da-pat dihindar!ean. Misalnya : Pemeri!esaan !euda, harus dilaku!ean terhadap pe,lyaki t AHS, VEE secara serologis. 2. Mengingat Cul±coides spp merupakan vektor yang

poten-sial untu!e berbagai penyakit darah, yang dapat meru-pakan ancaman bagi peternakan di Indonesia, maka per-lu disiapkan tena~Cl. dan f'ascilitas yang mampu untuk s ewaktu-vlaktu mendet.eksinya.

3. Pengamanan ternak-ternak terhadap serangan Culicoi-des spp:

3.1. mela!esanakan aktif surveillance secara

continous dan teratur

3.2. spraying tetap dilaksanakan elengan inteE val tertentu sesua~ dengan bahan yang dipergunakan serta sifat-sif'at serangga yang menjadi sasaran

~. Menghimbau para peneliti entomolog veteriner untu!e melanjutkan penelitian tentang Culicoides spp sebagai vektor Denyakit pada hewan ternak di Indonesia.

(61)

B.

1981.

An investigation of biting midges in rela-tion to their potensial as vector of bovine onchocer-ciosis in North Quennsland. Journal of the Aus'!;. En-tomological Society

20

(1):

39 - 45.

Dalam Review of Applied Entomohrgy

70

(1): 1L~5. 1982.

Birley, M. H.; Braverman,

Y.;

Frish, K.

1984.

Survival and blood-feeding rate of some CUlicoides spp (Dipt: Ceratopo~onidae) in Israel. Environmental

Entomolo-gy

13 (2): 424- - 429.

Dalam Revievl of Applied

Ento-mology

72 (10): 2626.

1984.

Boorman, J. P. T.; Wilkinson, P. J.

1983.

Potensial vec-tor of blue tongtte in Lesbon, Greece. Vet. Record

113 (17):395 - 396.

Braverman,

Y.;

Galun,

R. 1973.

The occurrence of Culico-ides in Israel with reference to the incidence of blue tongue. Refuah Veterinarith

30 (3/4): 1?1 - 127.

Dalam Rev:iel, of Applied Entomology 62 (S):

1886.

1QS4.

Brown, H. Id.

1969.

Basic Clinical Parasi tCllogy.

Di'l;erje-mahkan oleh Rukmono, B et al.,

1979.

Dasar Parasito-logi ~dinis. Edisi ke tlga-.- Gramedia. Jakarta.

Burges, G.

vi.

1971.

Bovine Ephemeral Vet. Bulletin

41 (11): 887 - 895.

Applied EntomoIOgy

61 (8): 1502.

Fever: Dalam

1973.

a review. Review of

Doherty, R. L.; Carley, J. G.; 8taufast,H. A.; Dyce, A. L.; Kay, B. H.; Snowdon,

Iv.

A.

'1973.

Isolation of arbo-viruses f'rom mosquitoes, biting midges, sandflies and vertebrates collected in Queensland,

1969

and

1970.

Transactions of' Royal Soc i ety of' Tropical t'8dicine

and Hygiene

67 (4): 536 - 543.

Dalam Review of Applied Entomology 6~(6):

1303.

1974.

Edward, P. B.

1982.

Laboratory observations on the biolo-gy and lif'e cycle of the Australian biting midges

C.subimmaculatus (Dipti Ceratopogonidae). Journal of Hedlcal Entomology

19 (5): 545 - 552.

(62)

Gde Sudana dan M. ~lalole. 1981. Laporan I Penyidikan Pe-nyakit Hewan "Blue Tongue" di desa Oaringin, Kabupa-ten Bogor. Balai Penyidikan Penyaki t Hewan vlilayah VI. Denpasar.

Gde Sudana dan Y. Miura. 1981. Penyakit Akabane. Peme-riksaan serologik terhadap sapi dari Jawa Timur dan Bali. BPPH Wil. VI. Denpasar.

Gibbs, E. P. J.; Greiner, E.O. 1982. Blue tongue infec-tion in Oulicoides spp associated with livestock in Florida and Car~bbean Region. In double stranded RNA virus. Proceeding of the first International sympo-sium on Double Stranded RNA viruses, held October 5-10, 1982, at Frenchman's Reef, st. Thomas, U.S. Vir-gin Island (edited by Compans, R. ~I.; Bishop, D. H. L) New York USA: Elseiver Biomedical 375 - 382. Da-lam Revie\v of Applied Entomology 72(5) :1120. 1984. Greiner, E.

0.;

Garris, G.

r.;

Rollo, R. T.; Knausenberger,

\-,. I.; Jones., J. E.; Gibbs, E." P. J. 1984. Prelimi-nary studies on the Culicoides spp. as Potensial vec-tor of Blue tongue in the Caribbean Region. Preven-tive Vet. Med. 2, 398 - 399. Dalam Review of Applied Entomology 72 (7): 1708. 1984.

Harwood, R. F. 1981. Health. 7th Ed. New York.

Entomology in Human and Animal Mac millon Publishing 00. Inc.

Hayes, M. E.; Mullen, G. R.; Nusbaum, K. E. 1984. Oom-parison of Oulicoides spp (dipt:Oeratopogonidae) at-tracted to cattle in an open pasture and bordering woodland. Mosquito News 44(3): 368 - 370. Dalam Review of Aplied Bntomology 73(5): 1282. 1S85.

Holbrook, F.

R.;

Agun, S. K. 1984. ~ield trial of pesti-cides to control larvae

o.

variipenn-i s (Oeratopogoni-dae). Mosquito News 44 "(2): 233 - 235. Dalam Revielfl of Applied Entomology-"72 (10): 2629. 1932".

Humphrey, J. G.; Turner, E. O.JR. 1973. Blood feedine; activity of female Oulicoides (Dipt:Ceratoponidae). J.of Med. Entomology

10(1):

79 - 83.

Jenning, M.; Platt, G. S.; Bowen, E. T. 1982. The Susce£ ribility of O.variipennis (Dipt:Oeratopogonidae) to lab. infection wi tnR~f't Valley fever virus. Tran-sactions of the royal Society of Tropical Madicine and Hygiene 75(9): 587 - 589. Dalam Reviel-l of Applied Entomology _'7'TC1): 134. 1983.

Gambar

Gambar  1.  Genus  Culicoides  dewasa  betina,  dilihat  dari  lateral
Gambar  3.  Kepala  dan  thorax  Culicoides  del'lasa  betina  dengan  humeral  pits

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah beban sewatama+khd dibagi 34.6 dikurang ampere penyulang sei baru

Saya yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis saya yang berjudul “Pengaruh Kesiapan Berubah terhadap Semangat Kerja pada Pekerja Perkebunan”

Setelah melaksanakan proses belajar mengajar di kelas, guru pembimbing akan memberikan umpan balik yang berkaitan dengan kegiatan praktek mengajar yang dilakukan mahasiswa

Utang atas surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo) -9. Selisih restrukturisasi entitas sepengendali

[r]

Dari data pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa keempat variabel bebas yang digunakan, yaitu sosialisasi perpajakan, pengetahuan perpajakan, persepsi wajib pajak tentang sanksi

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah didalam penelitian ini menggunakan variabel sanksi perpajakan dan tarif pajak sebagai tambahan variabel

Untuk melihat peran Industri berbasis perkebunan dalam pemulihan ekonomi dan perbaikan distribusi pendapatan secara lebih rinci, maka sektor pertanian akan dibagi menjadi dua yaitu