• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS REPUBLIK INDONESIA LAPORAN NASIONAL 2012 KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS REPUBLIK INDONESIA LAPORAN NASIONAL 2012 KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN NASIONAL 2012

KOMISI NASIONAL

(2)

Pengantar

Dalam dekade terakhir ancaman penyakit yang menular dari hewan ke manusia terus meningkat baik di Indonesia maupun dunia. Karakter zoonosis yang tidak mengenal batas administratif wilayah menjadi tantangan dalam kerjasama antar provinsi, antar negara dan dunia yang semata-mata untuk melindungi masyarakat luas. Zoonosis telah diprediksi oleh para pakar dunia akan menjadi ancaman bagi masyarakat karena 70% dari penyakit menular baru (Emerging Infectious Diseases) yang berpotensi menimbulkan wabah dan pandemi yang berdampak pada kerugian jiwa, ekonomi dan sosial.

Indonesia telah menjadi pelopor dalam pengendalian zoonosis secara lintas sektor. Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (KNPZ) lahir sebagai perluasan bidang kerja Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (KNFBPI) untuk :

1. Mengoordinasikan dan menyinkronkan perumusan kebijakan dan program nasional; 2. Mengoordinasikan dan menyinkronkan pelaksanaan dan pengawasan pengendalian

zoonosis;

3. Memberikan arahan pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian zoonosis kepada komisi provinsi pengendalian zoonosis dan komisi kabupaten/kotapengendalian zoonosis; 4. Evaluasi pelaksanaan pengendalian zoonosis secara nasional.

Laporan ini merupakan refleksi penguatan koordinasi selama tahun 2012. Tentunya dalam tahun pertama masih menggali potensi kebijakan dan program untuk dikembangkan dan dilaksanakan secara terpadu agar pada waktunya sasaran yang diharapkan dapat tercapai.

H.R Agung Laksono

Ketua Komnas Pengendalian Zoonosis

(3)

Buku ini merupakan laporan upaya penguatan koordinasi pengendalian

zoonosis yang diamanatkan Presiden melalui Perpres 30 tahun 2011 tentang

pengendalian zoonosis. Terdapat dua hal strategis yang diamanatkan yaitu

percepatan pengendalian dan penanggulangan situasi kedaruratan akibat

zoonosis. Pada strategi pengendalian zoonosis melalui penguatan koordinasi

maka sinkronisasi dan sinergitas sumberdaya lintas sektor menjadi kunci

keberhasilan pengendalian zoonosis secara komprehensif dan terpadu. Pada

tahun 2012 dan merupakan tahun pertama perjalanan organisasi koordinatif

fungsional Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis.

Emil Agustiono

Ketua Tim Pelaksana / Sekretaris Komnas Pengendalian Zoonosis Deputi III Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

(4)

1 PERKEMBANGAN ZOONOSIS 1 2 PENGENDALIAN ZOONOSIS LINTAS SEKTOR 8 3 RAPAT KOORDINASIPERLINDUNGAN WILAYAH

BEBAS ENDEMIS ZOONOSIS 10 4 PERTEMUAN KOORDINASI DALAM RANGKA PEMBENTUKAN

SISTEM INFORMASI DAN DATA PERKEMBANGAN ZOONOSIS TERPADU 14 5 RAPAT KOORDINASI REGIONAL BARAT PENGENDALIAN

ZOONOSIS 16 6 RAPAT KOORDINASI REGIONAL TIMUR PENGENDALIAN

ZOONOSIS 18 7 PERTEMUAN KOORDINASI PENYUSUNAN REKOMENDASI

KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGENDALIAN ZOONOSIS 21 8 RAPAT KOORDINASI DALAM RANGKA SINKRONISASI

ROADMAP PEMBEBASAN WILAYAH ENDEMIS ZOONOSIS 24 9 PERTEMUAN KOORDINASI PENYUSUNAN PERENCANAAN

PROGRAM LINTAS SEKTOR 26 10 PERTEMUAN KOORDINASI JURNALIS TANGGAP ZOONOSIS 30 11 RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS 32 12 PENYUSUNAN RENCANA KESIAPSIAGAAN DAN

RESPON PANDEMI SEKTORAL

(Sectoral Pandemi Preparedness And Response Plan) 52 13 RAKOR TINGKAT MENTERI TENTANG PENGENDALIAN FLU

BURUNG LINTAS SEKTOR (SIDANG KOMNAS PENGENDALIAN ZOONOSIS) 56

(5)

FLU BURUNG

Flu burung (FB) pada unggas akibat

Highly Patogenic Avian Influenza strain H5N1 clade 2.1 pertama kali dilaporkan

pada tahun 2003 dan sampai dengan saat ini telah menyebar di seluruh provinsi kecuali Maluku Utara. Kejadian FB pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 2005 akibat virus yang sama pada unggas. Evaluasi dari tahun 2003 sampai dengan 2012 terjadi kecenderungan penurunan kejadian FB baik pada unggas maupun manusia. Analisa epidemiologi berdasarkan waktu diketahui peningkatan kejadian FB pada unggas dan manusia terjadi antara Desember sampai dengan April atau dapat juga disimpulkan meningkat di saat musim penghujan.

Kejadian kluster ke-16 terjadi di DKI jakarta pada awal januari 2012. Indonesia memiliki jumlah kejadian FB pada manusia terbanyak didunia dengan angka fatalitas tertinggi yaitu 83,3 % yang mengakibatkan 192 orang yang positif FB 160 diantaranya meninggal dunia. Waktu onset kejadian FB pada manusia pada waktu kurang atau sama dengan 2 hari memiliki kesembatan sembuh sebesar 38 %, untuk onset antara 3-5 hari memiliki kesempatan sembuh sebesar 26 % sedangkan kejadian onset terbanyak lebih dari 5 hari sehingga kesempatan sembuh menjadi lebih kecil hanya 14 %. Sejak terjadi FB pada manusia tahuun 2005 sampai dengan tahun 2012 (positif FB/kematian) menyebar di : DKI Jakarta (52/44), Jawa Barat (48/40), Banten (32/29), Jawa Tengah (13/12), Riau (10/8),

PERKEMBANGAN

(6)

Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Manusia (Sumber : Kementerian Kesehatan)

Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Unggas (Sumber : Kementerian Pertanian)

(7)

Jawa Timur (9/6), Sumatera Utara (8/7), Bali (6/6), Sumatera Barat (4/1), DI Yogyakarta (3/3), Lampung (3/0), Sumatera Selatan (1/1), Sulawesi Selatan (1/1), NTB (1/1) dan Bengkulu (1/1).

Pa d a t a h u n 2 0 1 2 t e l a h d i d e t e k s i keberadaan virus varian baru Highly

Patogenic Avian Influenza strain H5N1 clade 2.3.2 oleh Kementerian Pertanian yang

mematikan pada unggas bebek dimana sebelumnya tahan terhadap penularan. Varian virus baru tersebut dilaporkan oleh World Health Organisation (WHO) telah menular kepada manusia di China, Hongkong dan Bangladesh. Munculnya virus varian baru tersebut menyebabkan kerugian secara ekonomi bagi peternak bebek di 9 provinsi dan diprediksi tanpa ada pembatasan lalu lintas dan langkah-langkah penangan seperti depopulasi

dengan kompensasi akan terus menyebar mengikuti pola perdagangan bebek. Vaksin Flu Burung untuk unggas varian baru ditargetkan oleh Kementerian Pertanian akan di produksi pada triwulan pertama tahun 2013. Sampai dengan Desember 2012 belum ada manusia yang dinyatakan positif FB varian baru kclade 2.3.2.

RABIES

Rabies merupakan zoonosis dengan fatalitas paling tinggi hampir mendekati 100% apabila manusia yang terkena gigitan hewan penular rabies (HPR) tidak diberikan penanganan sesuai prosedur. Antara tahun 2008 sampai dengan 2010 kejadian rabies pada manusia (lyssa) terus meningkat. Namun pada tahun 2011 telah terjadi penurunan dibandingkan tahun 2010 sebesar 11% dan tahun 2012 telah

(8)

terjadi penurunan dibandingkan tahun 2011 sebesar 44%. Terjadinya penurunan selain karena cakupan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) bagi manusia juga vaksinasi pada anjing yang hidup di sekitar masyarakat di daerah endemis. Untuk mencegah penularan rabies ke provinsi yang belum tertular Kementerian Pertanian merekomendasikan pelaksanaan vaksinasi anjing di provinsi bebas (Babel, Kepri, DKI Jakarta, Jateng, DIY, Jatim, Papua, dan Papua Barat).

Kejadian Luar Biasa Rabies yang terjadi pada tahun 2012 di Pulau Babar, Kabupaten Maluku Barat Daya-Provinsi Maluku yang dimulai pada oktober 2011 sampai dengan januari 2012 menyebabkan 32 orang tergigit anjing penular rabies yang menyebabkan 2 orang meninggal.

Kejadian Luar Biasa Rabies yang terjadi pada tahun 2012 lainnya terjadi di Kecamatan Morotai Utara, Kabupaten Pulau Morotai-Provinsi Maluku Utara yang dimulai pada januari 2011 sampai dengan Februari menyebabkan 56 orang tergigit anjing penular rabies yang menyebabkan 1 orang meninggal.

ANTHRAKS

Anthraks selama 5 tahun terakhir telah terjadi pada manusia di 12 kabupaten/ kota di 5 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, NTT dan NTB). Karakter bakteri anthraks dapat membentuk spora yang mampu bertahan sampai dengan 100 tahun sehingga antisipasi perlu dilakukan terutama saat musim kemarau panjang. 11 provinsi endemis antraks pada hewan Gambar Peta Daerah Endemis Rabies Pada Hewan

(9)

adalah : Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat dan Jambi. Selama tahun 2012 sebanyak 44 orang tertular anthraks dari ternak sakit atau tanah yang terkontaminasi spora yang tersebar di K abupaten Maros dan Kabupaten Ende.

LEPTOSPIROSIS

Zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia yang ditularkan melalui urine tikus dan sering muncul mengiringi fenomena alam seperti banjir. Pada saat terjadi bencana nasional gunung merapi juga diiringi meningkatnya kejadian leptopirosis yang dimulai pada tahun 2010 sampai dengan 2011 di Kabupaten Bantul

dan Kulon Progo provinsi DI Yogyakarta. L e p t o s p i r o s i s b e r s i f a t a k u t d a n menyebabkan risiko kematian cukup tinggi. Gejala klinis leptospirosis mirip d e n g a n p e ny a k i t d e m a m d e n g a n pendarahan (haemorragic fever) lainnya sehingga seringkali luput dari diagnosa. Pada tahun 2012 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)leptospirosis di Kabupaten Tulung Agung Provinsi Jawa Timur yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia. Sedangkan pada tahun yang sama juga terjadi peningkatan angka fatalitas yang cukup tajam di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah.

PES/PLAQUE

Pes merupakan zoonosis yang termasuk Gambar Diagram Perkembangan Anthraks Pada Manusia

(10)

Gambar Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada Manusia Secara Nasional Sampai Dengan Juni 2012 (Sumber : Kementerian Kesehatan)

Gambar Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada Manusia Berdasarkan Provinsi Per Tahun (Sumber : Kementerian Kesehatan)

(11)

International Concern (PHEIC) selain Flu Burung. Pes disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis

yang dituarkan melalui gigitan pinjal tikus (Xenopsylla cheopis) Pes berpotensi menjadi wabah apabila muncul dalam bentuk pes paru (pneumonic pes) yang ditularkan melalui percikan ludah penderita. Kejadian Pes terakhir dilaporkan pada tahun 2007 sebanyak 82 orang tertular. Daerah endemis Pes sebagai berikut :

1. Jawa Tengah (Kecamatan Selo dan Cepogo, Kabupaten Boyolali); 2. DI Yogyakarta (Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman);

3. Jawa Timur (Kecamatan Nongkojajar, Tosari, Puspo, Pasrepan, Kabupaten Pasuruan). Pada tahun 2012 tidak dilaprkan adanya masyarakat di daerah endemis Pes yang kembali tertular. Pemantauan Pes di daerah endemis masih terus dilakukan oleh dinas kesehatan s e t e m p a t d e n g a n

melakukan pemeriksaan pinjal tikus yang berada d i s e k i t a r t e m p a t aktifitas masyarakat.

Gambar Diagram Hasil Pemeriksaan Spesimen Manusia Terhadap Pes

(Sumber : Kementerian Kesehatan)

Gambar Diagram Hasil Pemeriksaan Spesimen Rodent/ Hewan Pengerat Sebagai Hewan Penular Pes (Sumber : Kementerian Kesehatan)

(12)

PENGENDALIAN

ZOONOSIS LINTAS

SEKTOR

2

Rapat Koordinasi penyusunan pedoman p e n g e n d a l i a n l i n t a s s e k t o r y a n g diselenggarakan di DI. Yogyakarta pada 15-18 Februari 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis.

Tujuan dilaksanakan Rakor penyusunan pedoman lintas sektor adalah memperkuat kapasitas sumber daya berupa pedoman koordinasi lintas sektor dengan pendekatan konsep “one health” yaitu m e n g g a b u n g k a n a s p e k k e s e h a t a n m a s y a r a k a t , kesehatan hewan, kesehatan lingkungan dan satwa liar. Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis, Asda Bidang Kesra Provinsi DI Yogyakarta, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, utusan Dinas Peternak an

(13)

Provinsi Sulawesi Selatan, utusan Dinas Kesehatan prov Jawa Barat, utusan Dinas Perternakan Provinsi Jawa Barat, utusan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, utusan Dinas Perternakan Provinsi Sumatera Barat, utusan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, utusan Dinas Perternakan Provinsi Kalimantan Barat, utusan Dinas Peternakan Provinsi Denpasar, utusan Dinas Kesehatan Provinsi D enpasar, K a s u b d i t H a r v e t D i t p o l s a t w a Baharkam-Polri, Prof. drh. Widya Asmara (Guru Besar Bagian Virologi Veteriner-Universitas Gajah Mada).

Kesimpulan rakor penyusunan pedoman pengendalian lintas sektor adalah disepakatinya format yang menjadi dasar penyusunan pedoman koordinasi pengendalian zoonosis terpadu.

(14)

RAPAT KOORDINASI

PERLINDUNGAN

WILAYAH BEBAS ENDEMIS

ZOONOSIS

3

Rapat KoordinasiPerlindungan Wilayah Bebas Endemis Zoonosis dilaksanakan di Jakarta pada 28-29 Februari 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. T u j u a n d i s e l e n g g a r a k a n r a k o r perlindungan wilayah bebas endemis zoonosis adalah memperkuat harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan sektor tingkat nasional untuk menurunkan jumlah kematian danprevalensi serta dampak negatif yang dapat terjadi akibat penyakit menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya yang disebut Zoonosis melalui adanya upaya pembebasan wilayah bebas Zoonosis lintas sektor.

Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis yaitu : utusan Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Badan K arantina Per tanian (Kementer ian Pertanian), utusan Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Dirjen Pemerintahan Umum (Kementerian Dalam Negeri), utusan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dirjen Perhubungan Darat (Kementerian Perhubungan), utusan Direktorat Polisi Satwa Badan Pemeliharaan Keamanan POLRI, utusan Direktorat Surveilans, Immunisasi, Karantina dan Kesehatan Masyarak at Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan.

(15)

Rakor Penguatan Perlindungan Wilayah Bebas dari Penularan Zoonosis secara Lintas Sektor s e p a k a t m e n y a m p a i k a n rekomendasi hal-hal sebagai berikut : 1. Pe r l u n y a p e n i n g k a t a n pelaksanaan pengendalian zoonosis melalui: a. Pelaksanaan pengamatan, penyidikan, penelitian dan pemetaan zoonosis;

b. Kegiatan pelaksanaan p e n g u r a n g a n r i s i k o terjadinya wabah seperti melakukan sosialisasi, pelatihan, simulasi, geladi dan kewaspadaan dini; c. Perlunya peningkatan

sanitasi dan higienis pasar tradisional;

d. Kesiapan logistik obat dan vaksin untuk penanganan dan/atau tata laksana zoonosis;

e. Up- date hasil Penelitian dan

Pengembangan tentang Zoonosis; f. Peningkatan kemampuan deteksi

awal dan respon cepat terhadap munculnya kedaruratan akibat zoonosis;

2. Perlunya peningkatan pengawasan lalu lintas hewan serta produknya melalui : a. Penetapan pintu masuk/keluar

hewan serta produknya;

b. Pemetaan lalu lintas hewan serta produknya baik lalu lintas darat, laut dan udara;

c. Integrasi sistem pengawasan lalu lintas hewan dan produk ternak/ hewan non ternak melalui sistim pengawasan terpadu yaitu:

(16)

§

§ sarana pelayanan terpadu di jembatan timbang (pengawasan m u a t a n ) b a gi h e w a n y a n g ditransportasikan menggunakan kendaraan umum (keterpaduan sistem check-point, jembatan timbang dan pengawasan lalu lintas di jalan oleh Polri);

§

§ penguatan peran Polri dalam pengawasan lalu lintas hewan yang menggunakan kendaraan pribadi sesuai dengan pengaturan

yang ditetapkan oleh sektor yang membidangi urusan kesehatan hewan;

d. Penyediaan sarana dan prasarana (moda transportasi) khusus untuk lalu lintas hewan untuk mendukung pengembangan ekonomi rakyat khususnya peternakan;

e. Pemenuhan standar kesejahteraan hewan pada ternak yang dilalu lintaskan guna meningkatkan kualitas produk ternak;

f. Peningk atan kerjasama antar provinsi di wilayah perbatasan; 3. Perlunya penguatan regulasi untuk

pengendalian zoonosis melalui :

a. Akselerasi rencana revisi UU 32/2004 agar sektor Peternakan dan Kesehatan Hewan menjadi urusan wajib di daerah dalam rangka perlindungan masyarakat dari zoonosis;

b. Perlu diskusi k husus tentang mekanisme penetapan kejadian luar biasa (KLB)/wabah zoonosis pada hewan dan manusia terkait dengan sinkronisasi pelaksanaan UU 4/1984 dengan UU 18/2009 guna menetapkan skala wabah d a n m o b i l i s a s i s u m b e r d a y a penanganannya oleh pemerintah daerah;

(17)

c. Percepatan penerapan International

Health Regulation 2005 secara lintas

sektor;

4. Perlunya perubahan paradigma pengendalian zoonosis, yakni

a. P e m b e r d a y a a n m a s y a r a k a t dan swasta merupakan potensi sumberdaya yang menentukan dalam keberhasilan pengendalian zoonosis;

b. Lembaga yang menangani tidak hanya sektor yang menangani urusan peternakan dan kesehatan tetapi semua sektor terkait sesuai dengan Perpres nomor 30 tahun 2 0 1 1 t e n t a n g p e n g e n d a l i a n zoonosis;

c. I ntegrasi sitim pengendalian zoonsis melalui kelembagaan komisi pengendalian zoonosis yang

terdiri dari unsur pelaksana, unsur koordinasi dan unsur komando; d. Memasukan program pencegahan

dan pengendalian zoonosis ke dalam perencanaan pembangunan di daerah melalui Musrenbangda; e. Harmonisasi istilah kesehatan

hewan baik di Pusat apalagi dengan Daerah;

f. Meningkatkan anggaran APBN dan APBD untuk pencegahan dan pengendalian zoonosis;

5. Masing-masing Kementerian/Lembaga diharapk an dapat menguraik an perannya masing-masing dalam pengendalian zoonosis yang kemudian diatur dalam sebuah kebijak an sektoral guna melaksanakan strategi pengendalian zoonosis nasional secara lintas sektor.

(18)

PERTEMUAN KOORDINASI

DALAM RANGKA PEMBENTUKAN

SISTEM INFORMASI DAN DATA

PERKEMBANGAN ZOONOSIS

TERPADU

4

Pertemuan Koordinasi Dalam Rangka Pembentukan Sistem Informasi Dan Data Perkembangan Zoonosis Terpadu dilaksanakan di DI Yogyakarta 15-17 Maret 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis.

Tujuan diselenggarakan pertemuan pembentukan sistem informasi dan data adalah menghimpun model sistem pengumpulan informasi data zoonosis pada masing-masing sektor untuk mengembangkan dan menerbitkan sistem yang terpadu bagi pengendalian

(19)

zoonosis lintas sektor serta membangun website komnas pengendalian zoonosis. Peserta hadir dalam rapat k o o r d i n a s i t e r d i r i d a r i u t u s a n k e m e n t e r i a n / lembaga anggota Komnas Pe n g e n d a l i a n Zo o n o s i s yang tergabung dalam tim pelaksana KNPZ, utusan Asda bidang Kesra Prov. DI. Yogyakarta, utusan Dinas Kesehatan, utusan Dinas Peternakan, utusan Dinas Perhubungan Komunikasi dan I nfor masi Prov. DI. Yogyakarta, utusan BPPV Wates, Dekan FKH dan utusan FK UGM, kepala bagian Epidemiologi FK UGM dan kepala bagian Kesmavet FKH UGM.

Rekomendasi pertemuan

pembentukan sistem informasi dan data sebagai berikut:

1. Sistem yang telah ada di Kemenkes, Kementan dan Kemendagri akan menjadi bahan bagi pembangunan sistem informasi khususnya pada sistem yang telah dimiliki kemendagri

yang telah line ke seluruh kabupaten/ kota di seluruh Indonesia.

2. ak an membentuk work ing grup (incidentil) dan kelompok kecil yang akan membangun sistem.

3. D i r e n c a n a k a n s i m u l a s i t e r k a i t kesiapan system informasi dan data pengendalian zoonosis.

(20)

RAPAT KOORDINASI

REGIONAL BARAT

PENGENDALIAN ZOONOSIS

5

R a p a t K o o rd i n a s i R e g i o n a l B a r a t Pengendalian zoonosis dilaksanakan di Medan pada 20-22 Maret 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis.

T u j u a n d i s e l e n g g a r a k a n R a k o r Regional adalah sosialisasi dan fasilitasi pembentukan Komisi Provinsi, Kabupaten dan Kota Pengendalian Zoonosis.

Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembaga

anggota Komnas Pengendalian Zoonosis serta utusan sekretaris daerah dari 14 Provinsi wilayah barat (Provinsi Nangroe Aceh Darusallam, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Lampung, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Bengkulu, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Kalimantan Barat) dan Sekda Kabupaten Kota di Sumatera Utara, Pemerintah Daerah Sumatera Utara.

(21)

Rekomendasi Rakor Regional sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah menindaklanjuti Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis baik pelaksanaan strategi m a u p u n p e m b e n t u k a n w a d a h koordinasi komisi provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan dalam bentuk Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota (pasal 24); 2. Sesuai UU no. 18 tahun 2009 menteri

kesehatan dan menteri pertanian harus segera menetapkan zoonosis prioritas berdasarkan nilai strategis yaitu:

§

§ Angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas)

§

§ Potensi terjadinya wabah/pandemi zoonosis

§

§ Dampak ekonomi (akibat kematian/ penurunan produksi ternak)

3. Membangun sistim perlindungan wilayah terhadap zoonosis yang ada dan sedang mengalami peningkatan kejadian pada wilayah yang berbatasan dengan wilayah Indonesia atau Negara yang sedang melakukan kerjasama dengan Indonesia yang melibatkan transportasi;

4. M e m b a n g u n p a ra d i gm a b a hw a keberadaan SKPD yang menangani urusan kesehatan hewan terkait dengan zoonosis merupakan urusan wajib yang

harus diselenggarakan karena dampak langsung pada kesehatan masyarakat yang menjadi urusan konkuren wajib dalam rangka melindungi masyarakat dari penularan zoonosis;

5. Menko kesra selaku ketua komnas perlu menerbitkan permenko tentang tata dan hubungan kerja, pedoman koordinasi dan bentuk laporan;

6. Pembentukan komisi pengendalian zoonosis di daerah dalam pendanaan kegiatan koordinasi berada di sekretaris daerah sedangkan pelaksanaan teknis pengendalian zoonosis berada di SKPD provinsi, kabupaten/kota yang terkait dengan pengendalian zoonosis.

(22)

RAPAT KOORDINASI

REGIONAL TIMUR

PENGENDALIAN ZOONOSIS

6

R a p a t K o o r d i n a s i R e g i o n a l Ti m u r Pengendalian zoonosis dilaksanakan di Makassar pada 26-28 Maret 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. T u j u a n d i s e l e n g g a r a k a n R a k o r Regional adalah sosialisasi dan fasilitasi pembentukan Komisi Provinsi, Kabupaten dan Kota Pengendalian Zoonosis.

Peserta hadir dalam rapat koordinasi terdiri dari utusan kementerian/lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis serta utusan sekretaris daerah dari 14 Provinsi wilayah timur (Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Gorontalo, Provinsi Maluku, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa

(23)

Tenggara Timur, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Papua) dan utusan Sekda Kabupaten Kota se-Sulawesi Selatan, SKPD provinsi Sulawesi Selatan terkait, unsur akademisi, serta organisasi profesi.

Rekomendasi Rakor Regional sebagai berikut:

1. S K P D y a n g m e n a n g a n i f u n g s i kesehatan hewan terkait dengan zoonosis, merupakan urusan wajib yang harus diselenggarakan karena dampak langsung pada kesehatan masyarakat yang menjadi urusan konkuren wajib dalam rangka melindungi masyarakat dari penularan zoonosis;

2. Pemerintah daerah menindaklanjuti Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis baik pelaksanaan strategi m a u p u n p e m b e n t u k a n w a d a h koordinasi komisi provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan dalam bentuk Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota (pasal 24); 3. Semua bentuk wadah koordinasi yang

dibentuk oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota tentang zoonosis melebur dalam wadah koordinasi komisi pengendalian zoonosis provinsi dan kabupaten/kota;

4. Memperkuat fungsi koordinasi sekda/ asda dalam pelaksanaan pengendalian zoonosis lintas sektor;

5. Pembentukan komisi pengendalian zoonosis di daerah dalam penyusunan perencanaan dan pendanaan kegiatan koordinasi berada di sek retaris daerah c.q asisten daerah yang menaungi bidang kesejahteraan rakyat sedangkan pelaksanaan teknis pengendalian zoonosis berada di SKPD provinsi, kabupaten/kota yang terkait dengan pengendalian zoonosis, anggaran teknis yang dimaksud adalah : ketersedian VAR dan Obat bagi manusia dan hewan serta logistik dan sarana prasarana lainnya yang berkaitan;

(24)

6. Selain dana APBD pengendalian zoonosis diusulkan dialokasikan melalui mek anisme pendanaan dekonsentrasi kementerian dalam negeri, kementerian kesehatan dan kementerian pertanian sesuai dengan PP NO. 19 tahun 2010 jo. PP no. 23 tahun 2011 tentang Gubernur sebagai aparat pemerintah di daerah;

7. Menjadikan sistem Par tisipator y Diseases Surveilans and Response (PDSR) untuk penanganan Flu Burung yang ak an berak hir pendanaan program bantuan luar negerinya pada tahun 2012 menjadi sebuah sistem yang menyatu dalam fungsi SKPD di Dinas yang menaungi fungsi kesehatan dan kesehatan hewan;

8. Perlu penguatan litbang melalui zoonosis center berbasis wilayah r e g i o n a l d e n g a n m e l i b a t k a n perguruan tinggi, lembaga penelitian nasional, balitbangkes, balitbangtan,

balitbangda, ser ta laboratorium kesehatan dan veteriner di tingkat regional;

9. Perlu pemberitaan yang sesuai dan proporsional tentang zoonosis melalui komunikasi risiko dalam rangka mencerdaskan masyarakat untuk mencegah dan mengurangi dampak sosial akibat zoonosis sekaligus m e m b e n t u k m a s y a r a k a t y a n g responsive terhadap kejadian zoonosis; 10. P e r l u d i l a k u k a n p e n i n g k a t a n

k apasitas sumberdaya manusia dalam pengendalian zoonosis melalui pelatihan kemampuan diagnostik, surveilans, pelaporan, tatalaksana kasus dan sebagainya;

11. Jenis zoonosis yang memerlukan prioritas dalam pengendalian mengacu pada jenis zoonosis prioritas nasional dan juga menempatkan jenis zoonosis lain sesuai dengan karakter tantangan di daerah

(25)

PERTEMUAN KOORDINASI

PENYUSUNAN REKOMENDASI

KEBIJAKAN PERCEPATAN

PENGENDALIAN ZOONOSIS

7

Koordinasi Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Percepatan Pengendalian Zoonosis dilaksanakan di Bandung 21-23 Mei dan 28-30 November 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis.

Tujuan diselenggarakan Koordinasi Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Percepatan Pengendalian Zoonosis adalah memberikan rekomendasi pengembangan kebijakan dari sudut pandang berbeagai latar belakang keilmuan atau kepakaran. P e s e r t a h a d i r d a l a m p e r t e m u a n koordinasi Tim Pelaksana Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis unsur Pakar dan Akademisi, yaitu :

1. Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D, SpMK; 2. Prof. drh. Wiku Bawono Adisasminto,

M.Sc., Ph.D;

3. Prof. Dr. Herawati Sudoyo, MS, Ph.D; 4. Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH; 5. Prof. drh. IGN Mahardika; 6. Prof. drh. Widya Asmara; 7. Dr. drh. Heru Setijanto; 8. Dr. drh. CA. Nidom, M.Si; 9. Dr. Erlina Burhan, SpP, MSc; 10. Dr. Risman Musa, MA; 11. Dr. Sardikin Giriputro; 12. Dr. dr. Budiman Bela, SpMK; 13. Dr. drh. Agus Wiyono;

(26)

15. Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner-Kemtan, dan;

16. Per wak ilan dar i Badan Litbang Kesehatan-Kemkes.

Rekomendasi pertemuan Tim Pelaksana Unsur Pakar dan akademisi sebagai berikut: 1. Panel Ahli mengusulkan beberapa

masukan perihal penyelenggaraan r a k o r n a s p e r t a m a k o m n a s pengendalian zoonosis :

§

§ Arahan menteri diarahkan pada tema utama one health;

§

§ Perlunya pembelajaran daerah tentang penanganan zoonosis; §

§ Pengelompokan peserta rakornas a k a n d i b u at m e n j a d i e m p at kelompok yaitu :

§

§ Komitmen daerah dalam rangka membuat perencanaan terhadap turunan Perpres 30/2011 dan perencanaan anggaran;

§

§ Penguatan kelembagaan dan sistem komando dalam rangka respon cepat penanganan kejadian zoonosis;

§

§ Pemberdayaan masyarakat dan KIE;

§

§ Penelitan dan pengembangan. 2. Panel ahli mengusulkan agar kegiatan

surveilans yang dilakukan oleh sektor

terkait supaya dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan;

3. Panel ahli setuju bahwa enam zoonosis strategis yang menjadi prioritas penanganan komnas zoonosis adalah flu burung, rabies, antraks, leptospirosis, brucellosis, pes, sesuai yang tertuang dalam renstranas. Zoonosis lain akan dikelompokan ke dalam New emerging dan neglected zoonosis;

4. Panel ahli mengusulk an bahwa renstanas perlu penyempurnaan pada matrik agar konsisten dalam menetapkan indikator keberhasilan b a i k o u t p u t m a u p u n o u tco m e. Lampiran Matrik yang tercantum dalam dokumen final ternyata bukan yang up date 5 maret 2012, contoh : masukan kemenkes;

5. Panel ahli berpendapat bahwa susunan anggota tim pelaksana sebagian besar adalah pejabat struktural yang sudah memiliki tupoksi tersendiri sehingga dalam pelaksana tugas komnas zoonosis sangat terbatas. Sebagai solusi adalah mengacu pada struktur KPAN;

6. Program komnas zoonosis tahun anggaran 2013, panel ahli akan bertindak sebagai pemberi masukan subtansi pada program dan kegiatan yang tertuang dalam renstranas;

(27)

7. Panel ahli mengusulkan perlu ada kajian strategis terkait kebijakan, seperti apakah kita sudah perlu mengembangan vaksin pada manusia, dll. Panel ahli akan berperan sebagai evaluator dan penilai hasil penelitian s e r t a m e l a n j u t k a n n y a s e b a g a i rekomendasi panel ahli komnas zoonosis;

8. Panel ahli mengusulkan perlunya penguatan kapasitas dalam forensik m i k ro b i o l o g i d a n p e n i n g k a t a n keamanan laboratorium;

9. Panel ahli berpendapat bahwa segala macam isu yang terkait mutasi virus adalah konsumsi terbatas para ahli dan belum bisa disampaikan ke masyarakat umum kecuali yang sudah mendapat kesepakatan panel ahli dan harus disampaikan oleh perwakilan panel ahli;

10. Komnas pengendalian zoonosis di minta mendorong kerjasama riset terpadu antara perguruan tinggi dengan pusat penelitian untuk berkolaborasi memperkuat penelitian tentang penyakit menular baru (New-Emerging Infectious Diseases);

11. Komnas pengendalian zoonosis agar memperkuat perannya dalam antisipasi wabah dan pandemi yang berpotensi terjadi guna pengurangan dampak multi sektor.

(28)

RAPAT KOORDINASI DALAM

RANGKA SINKRONISASI

ROADMAP PEMBEBASAN

WILAYAH ENDEMIS ZOONOSIS

8

R a p at K o o rd i n a s i D a l a m R a n g k a Sinkronisasi Roadmap Pembebasan Wilayah Endemis Zoonosis dilaksanakan di Bandung, 12 – 15 Juni 2012 bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis.

Tujuan diselenggarakan Rapat Koordinasi Dalam Rangka Sinkronisasi Roadmap Pembebasan Wilayah Endemis Zoonosis adalah sinkronisasi kebijakan dan program lintas sektor sebagai bagian dari upya percepatan pengendalian zoonosis secara terpadu.

Peserta hadir dalam pertemuan koordinasi adalah utusan Kementerian/Lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis:

Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, POLRI, Tim Pelaksana Unsur Pakar/ A k a d e m i s i K o m n a s Pe n g e n d a l i a n Zoonosis.

Rekomendasi Rakor Penyusunan Roadmap Pembebasan wilayah Endemis zoonosis sebagai berikut :

1. Perlu disepakati Zoonosis prioritas antara Kemenkes dan Kementan karena dalam pembuatan Roadmap zoonosis isinya sangat universal, sehingga perlu disepakati bentuk dari Roadmap tersebut;

2. Perlunya koordinasi untuk menentukan siapa yang ak an mengolah dan membuat mapping dari data yang

(29)

sudah tersedia di Kemenkes dan K e m e n t a n , t e r m a s u k r o a d m a p beberapa zoonosis yang sudah tersedia, sehingga akan menjadi peta zoonosis yang Komprehensif dan terpadu; 3. Perlunya penyelarasan informasi dan

distribusi Vaksin di daerah-daerah endemis zoonosis dengan memberikan pemahaman tentang jenis-jenis vaksin yang barumaupun yang sudah ada serta implementasinya terhadap penyakit-penyakit yang terkait;

4. Perlunya kelembagaan yang jelas, karena rantai komando birokrasi tidak akan efektif tanpa dukungan dari Pemerintah Daerah termasuk penguatan kapasitas Pemda dalam hal penganggaran;

5. Perlunya k ajian mengenai Peta Zoonosis termasuk penanganan dan pengendaliannya.

Gambar Rapat Koordinasi Dalam Rangka Sinkronisasi Roadmap Pembebasan Wilayah Endemis Zoonosis

(30)

PERTEMUAN KOORDINASI

PENYUSUNAN PERENCANAAN

PROGRAM LINTAS SEKTOR

9

Per temuan Koordinasi Penyusunan Perencanaan Program Lintas Sektor dilaksanakan di Bandung, 27–30 Juni 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan pertemuan penyusunan perencanaan program lintas sektor adalah untuk sosialisasi dan koordinasi serta sinkronisasi pelaksanaan Rencana Strategis Nasional Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017.

Pe s e r t a h a d i r d a l a m p e r t e m u a n koordinasi adalah utusan Kementerian/ Lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis yaitu: Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian

Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, Kementerian PPN/BAPPENAS, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika,Kementerian Pa r i w i s a t a d a n E k o n o m i K r e a t i f, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Riset dan Teknologi, Sekretariat Kabinet, K e m e n t e r i a n Pe m b a n g u n a n D e s a Tertinggal,Kementerian Kehutanan, Badan Intelijen Negara,TNI, POLRI, PMI, Organisasi Profesi (PB IDI dan PB PDHI)

Rekomendasi penyusunan perencanaan program lintas sektor sebagai berikut :

(31)

1. P e n g e n d a l i a n z o o n o s i s h a r u s ditangani secara lintas sektor karena berdampak pada sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan pertahanan. Isu strategis dalam pengendalian zoonosis tidak hanya pada angka kesakitan dan kematian manusia serta nilai ekonomis kematian hewan, namun sudah sampai pada kekhawatiran potensi pandemi dan ancaman biodefens;

2. Sesuai amanah Peraturan Presiden nomer 30 tahun 2011, Kelembagaan d a l a m p e n g e n d a l i a n z o o n o s i s dikoordinasi oleh Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (KNPZ) yang beranggotakan 21 Kementerian dan Lembaga. KNPZ adalah lembaga koordinasi pengendalian zoonosis dalam kondisi bukan wabah, sedangkan pada saat pandemi, KNPZ dalam kapasitas sebagai pusat Pengendali zoonosis akan bertindak sebagai unsur pengarah pada BNPB. Untuk itu, perlu penguatan kapasitas dan mekanisme dalam pengendalian pandemi yang disebabkan zoonosis;

3. Segera dicanangkan/dilaunching oleh Kemenko Kesra; Rencana Strategi Nasional Pengendalian Zoonosis Telah terpadu (Renstanas zoonosis terpadu) 2012 - 2017 yang telah disusun dengan melibatk an lintas Kementerian/ Lembaga terkait, ditandatangani oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, diperkuat dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra nomer 28 tahun 2012.

4. Dalam rangka peningkatan sistem infokom perlu didukung dengan p e n e r b i t a n w e b s i t e k o m n a s pengendalian zoonosis;

(32)

5. R e n s t r a n a s t e r s e b u t m a s i h h a r u s s e g e r a ditindaklanjuti dengan p e n y u s u n a n r e n c a n a aksi dari masing-masing Kementerian/Lembaga. Untuk itu, Renstranas i n i m a s i h p e r l u te r u s dimonitor dan internalisasi p a d a p r o g r a m s e r t a

perencanaan anggaran masing-masing Kementerian/Lembaga guna melihat keterkaitan antar strategi. Untuk itu diperlukan Tim Kecil yang dibentuk KNPZ untuk menyusun Rencana Aksi dengan cara menyusun matriks yang mampu melihat interface antar Kementerian/Lembaga; Optimalisasi program dan anggaran serta dengan memperhitungkan SDM dan daya dukung;

6. Renstranas Pengendalian Zoonosis terpadu yang merupakan dokumen hidup harus sejalan dengan RPJMN

dan berbagai Renstra Kementerian/ Lembaga, sehingga apabila terdapat program kegiatan Kementerian/ Lembaga yang belum ada pada Renstranas, maka program kegiatan tersebut dapat dimasukkan sebagai INISIATIF BARU khususnya pada matrik kegiatan, namun pemutakhirannya tetap mengacu pada delapan strategi pengendalian yang ada;

7. Dalam upaya optimalisasi pelaksanaan Renstranas Zoonosis Terpadu 2012-2017, diperlukan adanya koordinasi dan sinkronisasi mulai dari perencanaan program sampai monitoring dan

(33)

evaluasi program, baik program yang sudah tertuang dalam lampiran matrik pada renstranas (sudah diberi pejelasan ataupun yang masih ditandai bintang satu/belum diberi penjelasan), maupun upaya realisasi program new inisiative (ditandai bintang dua). Pelaksanaan koordinasi dan sink ronisasi ini dapat diawali dengan koordinasi perencanaan kegiatan pengendalian zoonosis tahun anggaran 2013 yang telah disusun KL terkait serta evaluasi pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012;

8. Menyadari bahwa selain Komnas Pengendalian Zoonosis terdapat juga “Komnas” terkait kesehatan, misalnya Komnas Implementasi IHR di Ditjen P2PL dan Komnas PINERE di Badan Litbangkes, maka diperlukan harmonisasi kegiatan tersebut dengan inisiatif Komisi Nasional Zoonosis; 9. Panel Ahli Komnas Pengendalian

Z o o n o s i s d i i h a r a p k a n d a p a t

merencanakan kegiatan penelitian dan pengembangan tentang zoonosis antara lain dengan memanfaatkan Sumber Daya Manusia di Perguruan Tinggi dengan menfaatkan anggaran di Kementerian Pendidik an dan Kebudayaan;

10. Mengingat terdapat pergeseran

trend perubahan bio-terorism dari

penggunaan bahan peledak menjadi bioterorism termasuk zoonosis, maka diharapkan TNI dan POLRI serta BIN dapat lebih berperan pada koordinasi pengendalian zoonosis. Untuk itu diperlukan pembicaraan khusus agar mekanisme koordinasi ini dapat berjalan;

11. Agar Simulasi Pandemi nampak seperti kejadian yang sesungguhnya, maka disarankan agar kegiatan simulasi memberikan gambaran aspek yang sifatnya lebih kompleks bukan hanya gambaran korban manusia saja;

(34)

Pertemuan Koordinasi Jurnalis Tanggap Zoonosis dilaksanakan di Jakarta, pada 5 Juli 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis. Tujuan diselenggarakan Per temuan Jur nalis Tanggap Zoonosis adalah membentuk publik awarenes di masyarakat

tentang zoonosis dan membentuk media komunikasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat dengan jangkauan publikasi yang luas mengenai upaya pemer intah dalam mengendalik an zoonosis.

P e s e r t a h a d i r d a l a m p e r t e m u a n koordinasi adalah Kementerian Kesehatan,

PERTEMUAN KOORDINASI

JURNALIS TANGGAP

(35)

Kementarian Pertanian, Kementerian Komunikasi dan Informasi, organisasi internasional seperti FAO, WHO, lembaga donor seperti USAID serta perwakilan jurnalis dari media cetak dan media elektronik nasional.

Kesimpulan pertemuan koordinasi jurnalis tanggap zoonosis sebagai berikut:

1. FAO akan menyampaikan pemantauan media elektronik tentang zoonosis;

2. J u r n a l i s te r t a r i k i s u e zo o n o s i s khususnya kejadian wabah dan potensi kematian yang ditimbulkan;

3. Jurnalis merupakan mitra pemerintah dalam mensosialisasikan pencegahan dan penanganan dini zoonosis guna meningkatkan pengetahuan masyarakat.

(36)

RAPAT KOORDINASI

NASIONAL PENGENDALIAN

ZOONOSIS

11

Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) p e n g e n d a l i a n z o o n o s i s 2 0 1 2 diselenggarakan di Denpasar-Bali pada 24-27September 2012 merupakan bagian dari implementasi penguatan koordinasi berdasarkan Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis.

Tu j u a n d i s e l e n g g a r a k a n r a k o r n a s adalah untuk sosialisasi dan sinkronisasi kebijakan nasional tentang pengendalian

zoonosis lintas sektor dan pembentukan p a ra d i gm a m e n g e n a i p e n d e k at a n kesehatan semesta serta nilai strategis zoonosis kepada pemerintah daerah, organisasi internasional, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi.

Rakornas dihadiri oleh para pejabat eselon I, II dan III dari Kementerian/Lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis dan undangan perwakilan Pemerintah

(37)

Daerah dari unsur Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Sekretariat Daerah (Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat), Dinas Kesehatan, Dinas yang menaungi fungsi kesehatan hewan, Badan Perencanaan Pe m b a n g u n a n D a e ra h d a n B a d a n Penanggulangan Bencana Daerah dari 22 provinsi sebagai berikut :

1. Kementerian Dalam Negeri 2. Kementerian Pertanian 3. Kementerian Kesehatan

4. Kementerian Komunikasi dan Informasi 5. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi

Kreatif

6. K e m e n t e r i a n P e r e n c a n a a n Pembangunan Nasional/BAPPENAS

7. Tentara Nasional Indonesia 8. Kepolisian Republik Indonesia 9. Sekretariat Kabinet

10. Badan Intelijen Negara

11. Perwakilan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

12. Perwakilan Provinsi Sumatera Utara 13. Perwakilan Provinsi Sumatera Barat 14. Perwakilan Provinsi Riau

15. Perwakilan Provinsi Jambi

16. Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan 17. Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat 18. Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan 19. Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur 20. Perwakilan Provinsi Banten

21. Perwakilan Provinsi Jawa Barat 22. Perwakilan Provinsi Jawa Tengah 23. Perwakilan Provinsi DI Yogyakarta 24. Perwakilan Provinsi Jawa Timur

(38)

25. Perwakilan Provinsi Bali 26. Perwakilan Provinsi Maluku 27. Perwakilan Provinsi Papua 28. Perwakilan Provinsi Papua Barat 29. Perwakilan Provinsi Sulawesi

Tengah

30. Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara

31. Perwakilan Provinsi Gorontalo

32. National Zoonosis Center Institut

Pertanian Bogor

33. Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia

34. WHO Representative to Indonesia 35. FAO Representative to Indonesia 36. USAID Indonesia

37. AUSAID Indonesia 38. SAVE project manajer 39. RESPOND project manajer 40. PREDICT project manajer

Informasi yang didapat dalam pelaksanaan Rakornas sebagai berikut :

1. Desentralisasi Dan Kepemimpinan Daerah Dalam Pengendalian Zoonosis

§

§ Pemerintah daerah menindaklanjuti arah kebijakan pengendalian zoonosis di daerah dengan acuan rencana jangka menengah dan panjang daerah dan pengalokasian

anggaran pengendalian zoonosis sesuai fungsi SKPD anggota Komisi pengendalian zoonosis provinsi, kabupaten dan kota;

§

§ Melaksanak an pengendalian zoonosis berdasarkan spesifitas tantangan di kabupaten/kota dengan melakukan penguatan kerjasama antar wilayah yang melalui koordinasi pemerintah daerah provinsi;

§

§ Pemerintah pusat fokus kepada z o o n o s i s y a n g b e r p o t e n s i menimbulk an wabah meluas antar wilayah, berdampak secara ekonomi dan menjadi ancaman terhadap kesehatan dan kehidupan manusia;

§

§ P e m e r i n t a h d a e r a h s e g e r a membentuk wadah koordinasi

(39)

komisi pengendalian zoonosis s e b a g a i w a d a h u n t u k m e n s i n e r g i s k a n p e r a n d a n s u m b e r d a y a p e n g e n d a l i a n zoonosis sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD yang tergabung dalam wadah tersebut;

§

§ Melakukan penguatan kapasitas pemerintah desa/kelurahan dalam berperan sebagai ujung tombak untuk menggerakan masyarakat di wilayahnya guna berpartisipasi aktif dalam pengendalian zoonosis;

2. Tantangan Dan Pelaksanaan

International Health Regulations

(IHR) 2005 Dalam Pengendalian Zoonosis Di Lintas Batas

§

§ P e l a k s a n a a n p e n g e n d a l i a n zoonosis lintas batas terdapat beberapa tantangan yaitu:

1) Tingkat endemisitas zoonosis m a s i h t i n g g i s e h i n g g a masyarakat masih terancam dengan tertular dari hewan sebagai sumber penularan sehingga perlu dilakuk an advokasi penguatan regulasi di daerah dan menjalankan regulasi tersebut secara konsisten; 2) Keterbatasan tenaga kesehatan

hewan (veterinarian) di daerah kabupaten/kota endemis;

3) K e t e r b a t a s a n m o b i l i t a s operasional karena kurangnya sarana dan prasarana, kondisi geografis dan pendanaan; 4) Disparitas kapasitas sumberdaya

Pe m d a d a l a m m e l a k u k a n pengendalian zoonosis;

5) Diperlukan kerjasama untuk membatasi penyebaran zoonosis melalui pengawasan lalu lintas hewan antar wilayah Indonesia maupun dengan negara lain di pintu masuk wilayah;

6) Masyarakat dan pemangku kepentingan masih belum sepenuhnya paham tentang p e n g e n d a l i a n z o o n o s i s sehingga aspek sosial-budaya dalam masyarakat diarahkan h a r u s m e n d u k u n g u p a y a pengendalian zoonosis;

§

§ Akselerasi peningkatan kapasitas inti bidang surveilans dan point

of entry (bandara, pelabuhan, pos

lintas batas) untuk optimalisasi I m p l e m e n t a s i / p e l a k s a n a a n

International Health Regulations

(IHR) 2005 target 2014 tercapai; §

§ Konsep “one health” merupakan salah satu kunci keberhasilan pengendalian zoonosis;

§

(40)

Perpres No.30 tahun 2011 sangat mendukung upaya pengendalian

P u b l i c H e a l t h E m e r g e n c y o f International Concern (PHEIC)

khususnya pengendalian kejadian/ kasus zoonosis berpotensi PHEIC.

3. Unifikasi Sistim Kesehatan Menuju Dunia Bebas Zoonosis

§

§ Zoonosis memilik i diversitas induk semang (hewan penular) yang sangat beragam demikian halnya dengan dampak yang ditimbulkan sehingga diperlukan pendekatan multi sektor dalam pengendaliannya;

§

§ Potensi ancaman pandemi zoonosis

semakin meningkat karena :

1) Interaksi antara hewan domestik, ternak dan satwa liar dengan manusia;

2) Degradasi ekosistem, polusi, perubahan iklim dan mobilitas penduduk (urbanisasi) yang mempengaruhi kerapatan penduduk sehingga berdampak p a d a k u a l i t a s k e s e h a t a n masyarakat;

§

§ Wabah zoonosis dapat berdampak pada kerugian jiwa, ekonomi dan sosial namun dapat dicegah dan dikendalikan secara lintas sektor untuk itu diperlukan unifikasi

(41)

kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan dan kesehatan satwa liar;

§

§ Pe ra n Pe m d a s e b a g a i g a rd a terdepan harus didukung oleh akademisi, peneliti, organisasi p r o f e s i , d u n i a u s a h a d a n masyarakat;

§

§ Strategi sinergitas dan koordinasi untuk pembangunan kesejahteraan rak yat salah satunya adalah p e n g e n d a l i a n z o o n o s i s d a n pengurangan dampak termasuk dalam pilar penanggulangan, antisipasi dan tanggap cepat gangguan kesejahteraan rakyat artinya munculnya wabah zoonosis akan mengganggu pencapaian kesejahteraan rakyat;

§

§ Apabila dilakukan penilaian risiko maka sebagian besar wilayah Indonesia merupakan memiliki risiko tinggi terhadap penularan zoonosis dengan melihat kepadatan penduduk, populasi hewan penular, kesiapan kapasitas sumberdaya ( m a n u s i a , p r a s a r a n a - s a r a n a , anggaran dan kelembagaan) akibat disparitas dalam prioritas dan arah kebijakan antar daerah;

§

§ Te r d a p a t t a n t a n g a n d a l a m p e l a k s a n a a n p e n g e n d a l i a n zoonosis yang perlu segera di

diselesaikan yaitu :

1) Le m a h ny a s i n e rgi t a s d a n sinkronisasi program lintas sektor;

2) Belum optimalnya pemanfaatan dan pengembangan IPTEK; 3) K u r a n g n y a j u m l a h d a n

kompetensi Sumber Daya Manusia;

4) Lemahnya dukungan regulasi sebagai dasar pengambilan kebijakan di daerah.

4. Tantangan Dalam Pelaksanaan Kebijakan Dan Strategi Konservasi Hutan Untuk Perlindungan

Kesehatan Satwa Liar

§

§ Indonesia merupakan negara mega biodiversity atau memiliki kenakeragaman hayati yang sangat tinggi baik dari jumlah spesies hewan maupun tubuhan yang berada dalam hutan tropis yang luasnya mencapai 71% luas daratan indonesia;

§

§ Dalam pelaksanaan pengendalian zoonosis melalui kesehatan satwa liar yang termasuk dalam upaya konservasi maka terdapat dua pembagian ruang yaitu :

1) Konservasi in-situ merupakan konservasi yang dilakukan di habitat alaminya atau hutan)

(42)

melalui upaya perlindungan h a b i t a n d a n s a t w a l i a r, penegakan hukum, manajemen k awasan, monitor ing dan evaluasi;

2) Konservasi ek-situ merupakan konservasi yang dilakukan d i l u a r h a b i t a t a l a m i ny a seperti kebun binatang, pusat rehabilitasi, taman safari, pusat penangkaran dan taman satwa dengan berpedoman pada indikator kesejahteraan satwa liar di konservasi ek-situ yaitu : Bebas dari rasa lapar dan haus, Bebas dari ketidaknyamanan lingkungan, Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, Bebas dari rasa takut dan tertekan; dan Bebas untuk mengekspresikan perilaku alami.

§

§ Kebijakan Kementerian Kehutanan dalam pengendalian zoonosis dilakukan dengan penguatan fungsi Balai Konservasi Sumber Daya Alam utnuk melaksanakan surveilans, pemantauan terhadap habitat satwa liar, perubahan biologis dan kejadian kematian yang tidak wajar. Dalam kondisi tertentu maka Kementerian Kehutanan dapat melakukan pembatasan ekspor pemanfaatan satwa liar

untuk kepentingan komersil dan penghentian sementara ijin angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri. Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan lembaga atau instansi terkait yang berkompeten dalam pemeriksaan kesehatan satwa liar di lokasi-lokasi konservasi; §

§ U n t u k m e m p e r k u a t p e r a n Kementerian Kehutanan melalui fungsi konservasi satwa liar tentang pengendalian zoonosis maka saat ini telah di susun naskah akademik t e n t a n g p e n g e n d a l i a n d a n penanggulangan zoonosis pada satwa liar guna dijadikan substansi kebijakan dalam bentuk peraturan menteri kehutanan.

5. Pencegahan Penularan Zoonosis Di Daerah Tujuan Wisata

§

§ Dampak wabah zoonosis berakibat multi dimensional salah satunya berdampak pada sektor pariwisata yang sebagaian besar melibatkan masyarakat destinasi pariwisata, apabila terjadi wabah zoonosis maka akan menurunkan citra destinasi pariwisata bagi wisatawan sehingga kesejahteraan masyarakat di daerah destinasi pariwisata akan terganggu;

§

§ Kementer ian par iwisata dan Ekonomi Kreatif bersama dinas

(43)

p a r i w i s a t a b e r t u g a s u n t u k m e n g e n d a l i k a n p e n y e b a r a n zoonosis di daerah tujuan wisata g u n a m e n g u r a n g i d a m p a k zoonosis melalui peningkatan partisipasi pemangku kepentingan di daerah tujuan wisata yang akan diatur melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; §

§ R u a n g l i n g k u p p e n c e g a h a n p e n y e b a r a n z o o n o s i s d i lingkungan pariwisata adalah upaya keterpaduan kegiatan seluruh unsur masyarak at di bidang usaha kepariwisataan yang meliputi pencegahan penyebaran, penanganan dini penyebaran dan pengawasan serta evaluasi;

§

§ Upaya yang akan dilaksanakan dalam pengendalian zoonosis di sektor pariwisata adalah antara lain:

1) M e w a j i b k a n p e l a k s a n a p e l a y a n a n p a r i w i s a t a mempunyai higene personal yang baik;

2) M e n j a g a k e b e r s i h a n d a n melakukan sanitasi lingkungan tempat usaha pariwisata; 3) Peningk atan pengetahuan

k ar yawan di lingk ungan pariwisata;

4) Penyediakan makanan dan

minuman wajib melakukan pengawasan produk makanan beserta proses pengelolahannya; 5) Wajib mengawasi kondisi

kesehatan hewan peliharaannya dan wajib memvaksinasi hewan tersebut secara teratur;

6) Bagi usaha perjalanan dianjurkan untuk selalu mendapatkan informasi masalah penyakit di tempat tujuan perjalanan, sehingga dapat di tunda atau dilakukan vaksinasi sebelumnya; 7) M e n y e b a r l u a s k a n b a h a n

komunikasi, informasi, edukasi.

§

§ Pembinaan dan pengawasan dalam pengendalian zoonosis di sektor pariwisata adalah :

1) S e c a ra re g u l e r d i l a k u k a n pemantauan melalui laporan 3 bulan sek ali oleh Dinas pariwisata kab/kota, 6 bulan sekali oleh Dinas pariwisata provinsi dan 1 tahun sekali oleh Pusat;

2) Hasil pemantauan dibahas dalam pertemuan periodik sekurang-kurangnya 1 tahun 1 kali;

3) Menindak lanjuti keluhan pelanggan atau masyarakat; 4) Memberi peringatan lisan atau

(44)

tertulis bila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan hal-hal yang terkait pencegahan dan pengendalian zoonosis;

5) Melakukan usulan perbaikan terhadap hal-hal yang belum dilaksanakan secara optimal.

§

§ Tantangan yang dihadapi oleh sektor pariwisata untuk berperan aktif dalam pengendalian zoonosis adalah :

1) K apasitas SDM di daerah destinasi wisata masih terbatas b a i k w a w a s a n m a u p u n kemampuan operasionalnya; 2) Tingkat endemi zoonosis masih

tinggi (AI, Rabies dan anthrax); 3) B e l u m o p t i m a l n y a

pemberdayaan masyarakat, Pemda, bersama asosiasi untuk melaksanakan kegiatan dalam mencegah penyebaran zoonosis; 4) Sosialisasi dan implementasi

Regulasi (Perpres 30/2011 tentang Pengendalian Zoonosis ) belum optimal.

6. Rencana Strategis Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017

§

§ Penyusunan renstra sebagai salah satu bentuk dokumen terpadu nasional dengan tujuan untuk melakukan pengendalian dalam

rangka mencegah dan mengurangi dampak negatif akibat bencana / w a b a h z o o n o s i s . R e n s t r a juga bermanfaat agar upaya pengendalian zoonosis terpadu dapat lebih terarah sehingga sasaran pengendalian zoonosis dapat tercapai pada waktunya; §

§ Penyusunan renstranas merupakan salah satu implementasi tugas Komnas pengendalian zoonosis yaitu mengoordinasik an dan m e n y i n k r o n k a n p e r u m u s a n kebijakan dan program nasional pengendalian zoonosis ser ta pelaksanaan strategi nasional pengendalian zoonosis melalui p e r e n c a n a a n t e r p a d u d a n percepatan pengendalian;

§

§ L u a s n y a p o t e n s i d a m p a k z o o n o s i s d a n k a r a k t e r i s t i k tantangan di daerah menjadikan pemerintah bukan satu-satunya penangungjawab dan pelaksana dalam pengendalian zoonosis, k a r e n a s e l u r u h k o m p o n e n masyarak at termasuk swasta memiliki fungsi dan peran yang sama pentingnya. Dampak zoonosis dibagi menjadi dua yaitu :

1) Dampak secara langsung yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat mulai dari dampak

(45)

penyakit akut hingga kronis serta mulai dari tingkat mortalitas rendah hingga tinggi;

2) D a m p a k T i d a k L a n g s u n g berkaitan dengan perekonomian rakyat dan keamanan.

§

§ Sasaran pengendalian zoonosis adalah :

1) M e m p e r t a h a n k a n d a n memperluas daerah bebas zoonosis;

2) Menurunkan kasus penularan dan kematian akibat zoonosis pada hewan dan manusia di masyarakat;

3) Mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat zoonosis.

§

§ K e b i j a k a n n a s i o n a l d a l a m pengendalian zoonosis diarahkan u n t u k m e n g a n t i s i p a s i d a n menanggulangi situasi kedaruratan akibat wabah zoonosis melalui p e r c e p a t a n p e n g e n d a l i a n zoonosis dengan langkah-langkah komprehensif dan lintas sektor dari pemerintah, dunia usaha dan masyarakat serta pembentukan mek anisme sistem komando pengendalian zoonosis yang terpadu dalam situasi kedaruratan akibat wabah/pandemi zoonosis; §

§ P e n g u k u r a n k e b e r h a s i l a n

pengendalian zoonosis dilihat dari aspek pelaporan, pemantauan dan evaluasi terhadap indikator dan mekanisme keberhasilan, pemanfaatan data dan informasi serta pengembangan kapasitas.

7. Nilai Strategis Zoonosis Dari Sudut Pandang Pertahanan Nasional

§

§ Zoonosis akan menjadi ancaman terhadap per tahanan negara apabila digunakan sebagai senjata pemusnah massal atau digunakan dalam tindak bioterorisme;

§

§ Undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang pertahanan negara mengatur bahwa sistim pertahanan n e g a r a d a l a m m e n g h a d a p i ancaman non militer menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa;

§

§ B i o t e r o r d i a r t i k a n s e b u a h ancaman atau tindakan dengan menggunak an patogen yang menyebabkan sakit atau kematian p a d a m a n u s i a , h e w a n d a n tumbuhan yang bertujuan untuk menyebabkan kepanikan dan rasa takut pada masyarakat;

§

(46)

pernah terjadi di wilayah indonesia terjadi pada juni 2005 pada kedutaan RI di Canberra yang saat itu dikirimi amplop berisi bubuk spora anthraks kemudian setelah diteliti ternyata hanya bubuk putih biasa namun hal ini menyebabkan kepanikan pada karyawan kedutaan dan kedutaan RI ditutup selama 1 minggu, aksi bioteror kedua terjadi pada 23 april 2012 pada kedutaan Perancis di Jakarta namun dengan kecepatan informasi dan respon diketahui bahwa bubuk putih dalam amplop tersebut bukan bubuk spora anthraks dan kedutaan Prancis tetap berjalan seperti sediakala;

§

§ Apabila spora anthraks disebarkan di saluran udara suatu gedung maka membutuhkan waktu 1 tahun untuk dekontaminasi sehingga akan menyebabkan kerugian yang sangat besar;

§

§ 6,5 Kg bubuk spora anthraks daya bunuhnya sama dengan 1 mega ton bom nuklir atau setara dengan 160 metrik ton senjata kimia;

§

§ Zoonosis memiliki nilai ganda dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat dan sebaliknya dapat disalahgunakan untuk teror atau senjata pemusnah massal;

Ancaman bioteror sudah pernah terjadi dan mengarah kepada ancaman non militer sehingga penanganannya dikedepankan instansi diluar bidang pertahanan.

8. Zoonosis Pada Hewan Dan Pengendaliannya

§

§ Tantangan dunia kesehatan dalam dasawarsa terakhir menjadi cukup kompleks antara lain : ketersedian pangan yang ber kelanjutan,

e m e r g i n g d i s e a s e s , p o l u s i ,

perubahan iklim, Genetic Modified

Organisms (GMO’s), migrasi dan

ledakan populasi; §

§ Kemajuan moda transportasi dan pertambahan populasi manusia di dunia menyebabkan terjadinya percepatan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, kecepatan perpindahan manusia tersebut juga tidak lepas dengan r i s i k o p e r p i n d a h a n p ato g e n (mikroorganisme penyebab sakit); §

§ Peningkatan populasi manusia j u g a m e n i n g k a t k a n demand terhadap kebutuhan pangan baik berupa karbohidrat maupun protein hewani sehingga memacu produsen melakukan intensifikasi dan manipulasi ekologi guna meningkatkan produksi bahan pangan. Kemajuan ekonomi dunia

(47)

dan kemudahan mendapatkan akses terhadap suatu barang dan jasa turut mempengaruhi gaya hidup seperti berburu dan pemeliharaan satwa eksotik. Energi merupakan suatu kebutuhan pada era modern sehingga ekplorasi dan eksploitasi terhadap sumber energi di daerah pedalaman hutan menjadi suatu pilihan, hal demikian akan menyebabkan pengalihfungsian lahan. Beberapa hal tersebut akan memicu kerentanan terhadap munculnya suatu penyakit pada manusia;

§

§ Munculnya wabah penyakit hewan yang menular pada manusia atau zoonosis telah berdampak terhadap perekonomian dunia. Epidemi SARS di beberapa negara telah menyebabkan kerugian ekonomi paling besar mencapai 50 milyar USD dibanding epidemi lainnya seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi yang mencapai 30 milyar USD hanya di Inggris saja dan Bovine Spongiform

Encephalopaty (BSE) atau sapi gila

di Inggris, Jepang dan Amerika yang mencapai 18 milyar USD; §

§ One Health merupakan representasi s t r a t e g i i n t e rd i s i p l i n d a l a m menangani kesehatan sebagai

satu kesatuan menyeluruh juga didefinisikan sebagai usaha-usaha yang dilakukan secara bersama secara multisektor yang bekerja dalam cakupan lokal, nasional dan global untuk memperoleh kesehatan yang optimal pada manusia, hewan dan lingkungan. Kedepan paradigma kesehatan akan mengedepankan pendekatan populasi secara pro aktif dilakukan dengan prinsip pencegahan pada sistim global dengan keterlibatan inter-disiplin;

§

§ Kedekatan interaksi antara manusia d e n g a n h e wa n ya n g m u t l a k diperlukan akan mempengaruhi t e r j a d i n y a z o o n o s i s , u n t u k melakukan pengendalian guna menciptakan keseimbangan antara hewan, manusia dan lingkungan maka profesi dokter hewan memiliki peranan antara lain :

1) Perawatan kesehatan dan perlindungan terhadap hewan penghasil makanan, hewan sebagai teman, hewan olahraga dan hewan laborator ium, pelestarian hewan liar dan akuatik (konservasi);

2) Penetapan diagnosis, surveilans dan pengendalian zoonosis pada hewan penular, dan

(48)

perlindungan terhadap bahaya lingkungan yang mengancam hewan dan manusia;

3) Bertanggung jawab terhadap aspek kesehatan dari produksi, pengolahan dan pemasaran makanan asal hewan;

4) Penelitian biomedis dasar dan komparatif dan aplikasi temuan ilmiah untuk kebutuhan kesehatan manusia dan hewan.

§

§ Terdapat 4 zoonosis prioritas yang ditangani Kementerian Pertanian yaitu : Rabies, Flu Burung, Brucellosis dan anthraks. Secara umum perkembangan zoonosis p e d a h e w a n p e n u l a r re l a t i f menurun jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun untuk antraks oleh karena sifat spora yang mampu bertahan puluhan tahun dan kemunculannya juga dipengaruhi siklus musim dan curah hujan maka terjadi fluktuatif setiap tahunnya;

§

§ Fokus pengendalian zoonosis dilak uk an berdasar k an jenis patogen seperti :

1) Pengendalian flu burung pada unggas dilakuk an melalui vaksinasi pada area berisiko, biosecurity, kontrol lalu lintas dan urveillans;

2) Pengendalian rabies pada anjing sebagai hewan penular dilakukan melalui vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok, managemen populasi anjing dan meningk atk an tanggung jawab pemilik anjing; 3) Pengendalian anthraks pada

te r n a k d i l a k u k a n m e l a l u i vaksinasi area endemik, kontrol lalu lintas dan tindakan disposal pada hewan terinfeksi;

4) Pengendalian brucellosis pada ternak yang tertular dilakukan berdasarkan tingkat prevalensi, untuk daerah dengan prevalensi lebih dari 2% dilakukan vaksinasi sedangkan untuk daerah dengan prevalensi kurang dari 2% dilakukan culling berkompensasi. Selain itu dilakukan pengawasan lalu lintas ternak.

§

§ Masyarakat memiliki peran sangat penting dalam pengendalian zoonosis sehingga perlu dilakukan kampanye kesadaran masyarakat (Public awareness) agar masyarakat harus mendapat informasi yang benar tentang risiko dan bahaya zoonosa strategis ser ta cara pengendaliannya.

(49)

9. Pengurangan Risiko Penularan Zoonosis Melalui Pasar Sehat

§

§ Pasar tradisional adalah salah satu fasilitas yang penting di kab/ kota dalam menyediakan pasokan mak anan, gizi yang penting bagi kesehatan. Pasar tradisional menjadi sandaran hidup bagi 12.625.000 pedagang;

§

§ J u m l a h p a s a r t r a d i s i o n a l d i indonesia baik dalam wilayah kabupaten/kota maupun desa mencapai 17.445 pasar, namun 95% kondisi bangunannya sudah berusia lebih dari 25 tahun sehingga dapat dikatakan sudah tidak layak lagi. Berdasarkan studi sampel lingkungan diketahui bahwa 47% pasar tradisional sudah tercemar oleh virus Flu Burung;

§

§ Pasar tradisional menjadi salah satu tempat berisiko penularan zoonosis karena :

1) Budaya masyarakat indonesia lebih menyukai membeli daging segar dibanding yang sudah melalui proses pengolahan terlebih dahulu;

2) Rendahnya sanitasi pasar dan higiene personal pedagang; 3) Tidak terkelolanya sampah,

perawatan fasilitas umum dan

pengaturan zona pasar dengan baik, dan ;

4) Lemahnya pegawasan terhadap keamanan dan kualitas produk.

§

§ Upaya pemutusan rantai penularan zoonosis di pasar dilakukan melalui promosi Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pembersihan pasar, pemeriksaan rutin dan promosi keamanan pangan, kerjasama lintas sektor dalam peningkatan kesehatan hewan, peningkatan pengetahuan pedagang, perbaikan infrasutruktur dan pemberdayaan masyarakat pasar;

§

§ Kementerian kesehatan berupaya menurunkan risiko penularan flu burung dan penyakit yang dihantar k an melalui pangan d i p a s a r t ra d i s i o n a l m e l a l u i Program Pasar Sehat (PPS) untuk memberdayakan komunitas pasar dalam mewujudkan Pasar Sehat yang mandiri dan berkelanjutan; §

§ Program pasar sehat dilaksanakan di 9 provinsi yaitu : 1. Pasar Cibubur, Kota Jakarta Timur, 2. Pasar Podosugih, Kota Pekalongan, 3. Pasar Margorejo, Kota Metro, 4. Pasar Argosari, Kabupaten Gunung Kidul, 5. Pasar Wonosari, Kota Malang, 6. Pasar Pagesangan, Kota

(50)

Mataram, 7. Pasar Rawa Indah, Kota Bontang, 8. Pasar Ibuh, Kota Payakumbuh, 9. Pasar Gianyar, K abupatenGianyar, 10. Pasar Bunder, Kabupaten Sragen;

§

§ Konsep program pasar sehat diharapkan mampu mewujudkan k o n d i s i p a s a r y a n g b e r s i h , aman, nyaman dan sehat oleh masyarakat secara mandiri dan berkesinambungan melalui : ketersediaan infrastruktur yg memenuhi syarat, masyarakat Pasar yg berdaya, meningkatnya PHBS dan manajemen efektif, efisien, akuntabel untuk itu telah disusun pedoman program pasar sehat melalui Kepmenkes nomor 519 tahun 2007 tentang pedoman program pasar sehat;

§

§ Komponen kegiatan pasar sehat terdiri dari :

1) Koordinasi : Pertemuan LS di daerah untuk mengembangkan p r o y e k p e r c o n t o h a n P P S dan Sosialisasi PPS kepada p e m e r i n t a h d a e r a h d a n pembentukan kelembagaan; 2) Penguatan kapasitas : Menyusun

modul TOT Pasar Sehat (antara lain: PHAST, Pembersihan Pasar, Manajemen PPS dan Strategi

PPS dan Melatih fasilitator daerah (propinsi, kab/kota, dan komunitas pasar);

3) Fasilitas penunjang PHBS : Peningkatan kualitas sarana s a n i t a s i d a n a i r b e r s i h , melengk api k it keamanan pangan, kit pembersihan pasar dan pembersihan pasar secara rutin;

4) Pe n i n g k a t a n K e s a d a r a n : S u r v e y K A P t e n t a n g P P S d a n A I , m e n g e m b a n g k a n media komunikasi PPS serta mengembangan Radio Land, sebagai media infomasi dan edukasi di pasar.

§

§ Potensi pengembangan PPS dipasar tradisional diseluruh Indonesia yang berjumlah 17.445 (tradisional dan desa) dan pengembangan lokasi-lokasi percontohan lainnya baik melalui anggaran APBN (tahun 2012 di 8 lokasi), dana daerah dan CSR Perusahaan.

10. Penguatan Riset dan Kajian Pengendalian Zoonosis

§

§ Kejadian zoonosis merupakan interaksi tiga komponen yaitu a g e n , h o s t d a n l i n g k u n g a n . Ag e n m e r u p a k a n k o m p o n e n yang sangat beragam seperti

(51)

Infektivitas, Patogenisitas, Virulensi, Imunogenisitas, Stabilitas antigenic dan Survival. Komponen lingkungan terdiri dari Cuaca, Habitat/Kandang, Geografi, Vegetasi, Kualitas udara, Pa k a n -A i r d a n Ta n a h - L a h a n . Komponen inang/host zoonosis memiliki keragaman dan dapat dikelompokkan sesuai dengan fungsi hewan penular;

§

§ Paradigma yang masih banyak terjadi bahwa banyak sek ali kejadian anthraks pada manusia tidak dilaporkan karena faktor pertimbangan non kesehatan d e n g a n m e m p e r t i m b a n g k a n dampak yang akan terjadi oleh karena hal tersebut maka akan meningkatkan potensi terjadinya w a b a h z o o n o s i s s e h i n g g a zoonosis harus ditangani secara komprehensif dan profesional; §

§ Terdapat 3 tantangan yang harus dipahami dalam pengendalian zoonosis yaitu :1) karakter alami penyakit (the nature of disease), 2) menilai (to assess) resiko-resiko terhadap manusia, 3) munculnya strain pandemi asal hewan (animal

origin);

§

§ Pencegahan merupakan prinsip u t a m a d a l a m p e n g e n d a l i a n

zoonosis namun masih diperlukan p e n g u a t a n k a j i a n d a l a m mendukung upaya pencegahan zoonosis yang meliputi :

1) Pengenalan zoonosis terutama riset zoonosis pada satwa liar yang telah dilaporkan bahwa 60% zoonosis melibatk an satwa liar dalam penularannya kepada manusia, oleh karena itu dibutuhkan penguatan kerjasama khususnya dalam melengkapi kapasitas secara lintas sektor, salah satunya : diagnostik laboratorium dan peningkatan kapasitas SDM antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Pertanian dan Perguruan Tinggi;

2) Investigasi terhadap patogen apa saja yang kemungkinan dibawa oleh satwa liar khususnya yang memasuki habitat manusia, untuk melakukan investigasi tersebut terdapat permasalahan terutama dalam pengambilan sampel;

3) Kolaborasi harus memperhatikan struktur hubungan antar institusi karena adanya pembatasan yang diatur oleh regulasi yang berlaku di sektor masing-masing, salah

Gambar

Gambar Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Manusia (Sumber : Kementerian Kesehatan)
Gambar Peta Daerah Endemis Rabies Pada Hewan (Sumber : Kementerian Pertanian)
Gambar Diagram Perkembangan Anthraks Pada Manusia  (Sumber : Kementerian Kesehatan)
Gambar Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada Manusia Secara Nasional Sampai Dengan Juni 2012  (Sumber : Kementerian Kesehatan)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisa tentang studi numerik distribusi temperatur dan kecepatan udara di Ruang Keberangkatan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya yang telah

Pada grafik pada gambar 5 dapat disimpulkan skenario II memberikan penambahan kumulatif tertinggi mencapai 800 MSTB, skenario dengan rate injeksi sebesar 3000 BWPD

(1) IPTEK dan Penelitian, (2) Peranan penelitian dalam perkembangan ilmu dan teknologi, (3) Prinsip dasar dan desain penelitian, (4) Usulan penelitian dan

Standarisasi penyelenggaraan pendidikan baik akademik, penelitian dan pengabdian masyarakat adalah salah satu dari kriteria bermutu, yang tercakup dalam upaya peningkatan

Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) yang dihasilkan adalah 2,64 yang berarti proyek pembangunan kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder memenuhi kelayakan jika dilihat dari biaya

Rasio struktur modal yang besar maka semakin besar pula resiko yang ditanggung perusahaan sehingga menyebabkan turunnya minat investor untuk menanamkan modalnya

Secara garis besar, proses umum yang akan dilakukan oleh sistem tonjur angklung adalah menerima masukan partitur angklung dalam notasi not balok berupa berkas

Hasil uji statistik Paired Sampel T-test untuk mengetahui penurunan kekerasan permukaan email gigi pada kelompok I dengan perlakuan berupa aplikasi bahan pemutih