6 2.1.1 Belajar
Belajar merupakan perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. Pengalaman inilah yang membuahkan hasil yang disebut belajar. Belajar juga merupakan kegiatan yang kompleks, artinya di dalam belajar terdapat berbagai kondisi yang dapat menentukan keberhasilan belajar. Indikator yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah berbagai kondisi yang berkaitan dengan proses.
Menurut Sumanto dan Yusdin (2008: 6 ) menjelaskan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melelui latihan atau pengelaman. Berbeda menurut James O. Whittaker ( yaqng dikutip Syaiful Bahri D, 1999: 201 ) belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan ataupun pengalaman. Menurut Slameto (yang dikutip Syaiful Bahri D, 1999: 201 ) Bellajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang terjadi dalam diri siswa kearah yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang dimaksudkan dalam belajar adalah adanya perubahan tingkah laku anak didik, yang berdasarkan pengalaman misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak terampil menjadi terampil belajar matematika.
2.1.2 Prestasi Belajar
Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yakni “prestizie” yang berarti apa yang telah diciptakan atau hasil pekerjaan. Pada dasarnya prestasi
belajar telah diciptakan atau hasil dari belajar. Wingkle (1994: 62) mengartikan kata prestasi sebagi bukti keberhasilan suatu usaha yang dicapai, sedangkan Nasution(2001:39) menyatakan bahwa prestasi adalah penguasaan seseorang terhadap pengetahuan dan ketrampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran yang diberikan oleh guru.
Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai seseorang setelah ia melakukan kegiatan, atau tugas sehingga prestasi belajar adalah prestasi yang yang menunjukkan tingkat keberhasilan seseorang yang dicapai karena telah melakukan usaha belajar yang sungguh-sungguh atau optimal
Pengertian Prestasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hasil yang telah dicapai dari apa yang telah dilakukan, dikerjakan, diusahakan dan sebagainya. Hasil ini dapat dinyatakan dengan kuantitatif dan kualitatif. Hasil kuantitatif adalah hasil yang dinyatakan dengan angka. Sedangkan hasil kualitatif adalah hasil yang dinyatakan dengan kata-kata, seperti baik, cukup, sedang, kurang, dan lain-lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan berprestasi adalah apabila anak mencapai hasil yang maksimal dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Apabila kita hubungkan dengan kegiatan belajar anak dengan pengertian tersebut diatas, maka prestasi merupakan kecakapan khusus dan nyata yang dicapai secara maksimal sebagai hasil yang dicapai dari belajar.
Sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai bahan materi yang telah diberikan, adalah salah satunya lewat penilaian hasil belajar yang diwujudkan dalam bentuk raport, dengan raport tersebut maka akan bisa diketahui tentang prestasi belajar yang diraih oleh siswa.
Masalah prestasi belajar merupakan masalah yang komplek, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor itu dapat berasal dari anak itu sendiri (internal), misalnya bagaimana intelegensinya, minat, bakat dan sebagainya. Maupun yang berasal dari luar diri anak (eksternal) yaitu faktor yang berasal dari keluarga, sekolah, masyarakat, dan waktu. Setiap kegiatan
sudah barang tentu ada faktor yang mempengaruhinya tentunya faktor-faktor tersebut ada yang bersifat mendorong dan menghambat.
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai atau ditunjukkan oleh murid sebagai hasil belajarnya baik berupa angka atau huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam perilaku tertentu. (M. Buchori, 1983: 24).
Dengan mengutip pendapat Gagne yang mengungkapkan bahwa prestasi belajar (educational echievement) terwujud berkat adanya perubahan dalam kecakapan, tingkah laku, ataupun pematangan yang dapat bertahan lama, beberapa waktu dan yang tidak disebabkan oleh proses pertumbuhan tetapi oleh adanya suatu situasi proses belajar. Perwujudanya berupa perbuatan variabel-variabel maupun tulisan, keterampilan, keterampilan yang bersifat mekanikal dan pemecahan masalah yang langsung dapat diukur atau dinilai dengan mengunakan tes-tes yang sudah standar. Perubahan dalam hal kecakapan, tingkah laku, ataupun kemampuan itu diukur dengan apa yang mungkin dan dapat diperbuat setelah melalui proses belajar tersebut.
Aktivitas belajar dapat dikatakan berhasil dengan baik apabila perubahan yang diharapkan tersebut tercapai pada waktu yang ditentukan, sehingga evaluasi belajar merupakan keharusan untuk dilaksanakan secara bertahap hingga akhir dari proses belajar itu dapat mengetahui taraf keberhasilan siswa. Sehingga untuk mempermudah dalam mengistilahkan pengertian identik dengan nilai belajar, yaitu suatu nilai yang diberikan guru pada siswanya karena siswa melakukan suatu kegiatan sebagaimana yang telah diprogramkan dalam proses belajar-mengajar diadakan.
Sehingga untuk mempermudah dalam mengistilahkan dengan “nilai belajar”, yaitu suatu nilai yang diberikan guru kepada siswanya karena siswanya melakukan suatu kegiatan sebagaimana yang telah diprogramkan dalam proses belajar mengajar yang diadakan, nilai disini dimaksudkan nilai raport siswa.
Berdasarkan pengertian diatas untuk sementara dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan peserta didik di
dalam melakukan kegiatan belajar. Prestasi belajar dapat diperoleh dengan perangkat tes dan hasil tes yang akan memberikan informasi-informasi tentang apa yang dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik dapat dikatakan berhasil dalam belajar apabila prestasi yang diperoleh menunjukkan nilai yang tinggi atau sesuai dengan target yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Prestasi belajar dapat dilihat pada hasil evaluasi, sedangkan evaluasi yang dimaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai berbagai hal yang pernah diajarkan sehingga dapat diperoleh gambaran tentang pencapaian program pendidikan secara menyeluruh.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
A. Faktor yang berasal dari dalam ( faktor intern )
Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (1995 : 54) yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan.
1) Faktor Jasmani
Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.
a) Faktor kesehatan
Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, jika kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk, jika keadaan badannya lemah dan kurang darah ataupun ada gangguan kelainan alat inderanya.
b) Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya mengenai tubuh atau badan. Cacat ini
berupa buta, setengah buta, tulis, patah kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain-lain (Slameto,2003:55)
2) Faktor Psikologi
Dapat berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan.
a) Intelegensi
Slameto (2003: 56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dan cepat efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
b) Perhatian
Menurut al-Ghazali dalam Slameto (2003 : 56) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal atau sekumpulan obyek. Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik, usahakan buku pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya.
c) Bakat
Menurut Hilgard dalam Slameto (2003 : 57) bahwa bakat adalah the capacity to learn. Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih.
Kemudian menurut Muhibbin (2003 : 136) bahwa bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
d) Minat
Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996 : 214) bahwa minat adalah menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, wawasan akan bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan atau pencapaian prestasi belajar siswa yang seoptimal mungkin karena siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu pelajaran akan mempelajari dengan sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya.
e) Motivasi
Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.
f) Kematangan
Menurut Slameto (2003 : 58) bahwa kematangan adalah sesuatu tingkah atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru. Berdasarkan pendapat di atas, maka kematangan adalah suatu organ atau alat tubuhnya dikatakan sudah matang apabila dalam diri makhluk telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan
fungsinya masing-masing kematang itu datang atau tiba waktunya dengan sendirinya, sehingga dalam belajarnya akan lebih berhasil jika anak itu sudah siap atau matang untuk mengikuti proses belajar mengajar.
g) Kesiapan
Kesiapan menurut James Drever seperti yang dikutip oleh Slameto (2003 : 59) adalah preparedes to respon or react, artinya kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi.
Jadi, dari pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa kesiapan siswa dalam proses belajar mengajar, sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, dengan demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa itu sendiri mempunyai kesiapan dalam menerima suatu mata pelajaran dengan baik
3) Faktor kelelahan
Ada beberapa faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto (1995:59) sebagai berikut:
“Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena ada substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus karena memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa, tidak sesuai dengan minat dan perhatian”.
Dari uraian di atas maka kelelahan jasmani dan rohani dapat mempengaruhi prestasi belajar dan agar siswa belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya seperti lemah lunglainya tubuh. Sehingga perlu
diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan rohani seperti memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa tidak sesuai dengan minat dan perhatian. Ini semua besar sekali pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Agar siswa selaku pelajar dengan baik harus tidak terjadi kelelahan fisik dan psikis.
B. Faktor yang berasal dari luar ( faktor ekstern )
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 1995 : 60).
1) Faktor Keluarga
Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.
a) Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, hal ini dipertegas oleh Wirowidjojo dalam Slameto (2003:60) mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan negara.
Dari pendapat di atas dapat dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang mendidik anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya.
b) Relasi antar anggota keluarga
Menurut Slameto (2003 : 60) bahwa yang penting dalam keluarga adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya atau dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah apakah ada kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau sikap acuh tak acuh, dan sebagainya.
c) Keadaan keluarga
Menurut Hamalik (2002 : 160) mengemukakan bahwa keadaan keluarga sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan individu seperti kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, hubungan antara orang tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan realitas kehidupan.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa keadaan keluarga dapa mempengaruhi prestasi belajar anak sehingga faktor inilah yang memberikan pengalaman kepada anak untuk dapat menimbulkan prestasi, minat, sikap dan pemahamannya sehingga proses belajar yang dicapai oleh anak itu dapat dipengaruhi oleh orang tua yang tidak berpendidikan atau kurang ilmu pengetahuannya.
d) Keadaan ekonomi keluarga
Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan sebagainya.
e) Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar (Roestiyah, 1989: 156). Oleh karena itu perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.
f) Suasana rumah
Suasana rumah sangat mempengaruhi prestasi belajar, hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2003 : 63) yang mengemukakan bahwa suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising dan semwarut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar.
Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang besar terlalu banyak penghuninya. Suasana yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok, pertengkaran antara anggota keluarga yang lain yang menyebabkan anak bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang akibatnya belajarnya kacau serta prestasinya rendah.
2) Faktor Sekolah
Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, alat-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan, yaitu :
a) Guru dan cara mengajar
Menurut Purwanto (2004 : 104) faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya turut menentukan hasil belajar yang
akan dicapai oleh siswa. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Djamarah (2006 : 39) mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses , yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.
Dalam kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menhidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Dengan demikian cara mengajar guru harus efektif dan dimengerti oleh anak didiknya, baik dalam menggunakan model, tehnik ataupun metode dalam mengajar yang akan disampaikan kepada anak didiknya dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan konsep yang diajarkan berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses belajar mengajar.
b) Model pembelajaran
Model atau metode pembelajaran sangat penting dan berpengaruh sekali terhadap prestasi belajar siswa, terutama pada pelajaran matematika. Dalam hal ini model atau metode pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu model pembelajaran saja, akan tetapi harus bervariasi yang disesuaikan dengan konsep yang diajarkan dan sesuai dengan kebutuhan siswa, terutama pada guru matematika. Dimana guru matematika harus bisa menilih dan menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran.
c) Alat-alat pelajaran
Untuk dapat hasil yang sempurna dalam belajar, alat-alat belajar adalah suatu hal yang tidak kalah pentingnya dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya perpustakaan, laboratorium, dan sebagaianya.
Menurut Purwanto (2004 : 105) menjelaskan bahwa sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak.
d) Kurikulum
Kurikulum diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa, kegiatan itu sebagian besar menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa kurikulum yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik terhadap proses belajar maupun prestasi belajar siswa.
e) Waktu sekolah
Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu sekolah dapat pagi hari, siang, sore bahkan malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa (Slameto, 2003 : 68).
f) Interaksi guru dan murid
Menurut Roestiyah (1989 : 151) bahwa guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar. Oleh karena itu, siswa merasa jenuh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif di dalam belajar.
g) Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar (Slameto, 2003 : 67). Kedisiplinan sekolah ini misalnya mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan pelaksanaan tata tertib, kedisiplinan pengawas atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain.
h) Media pendidikan
Kenyataan saat ini dengan banyaknya jumlah anak yang masuk sekolah, maka memerlukan alat-alat yang membantu lancarnya belaajr anak dalam jumlah yang besar pula (Roestiyah, 1989 : 152). Media pendidikan ini misalnya seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media lainnya yang dapat mendukung tercapainya prestasi belajar dengan baik.
3) Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di lingkungan keluarganya
a) Kegiatan siswa dalam masyarakat
Menurut Slameto (2003 : 70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.
b) Teman Bergaul
Anak perlu bergaul dengan anak lain, untik mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.
Menurut Slameto (2003 : 73) agar siswa dapat belajar, teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik-baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus bijaksana.
c) Cara Hidup Lingkungan
Cara hidup tetangga disekitar rumah di mana anak tinggal, besar pengaruh terhadap pertumbuhan anak (Roestiyah, 1989 : 155). Hal ini misalnya anak tinggal di lingkungan orang-orang rajib belajar, otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin juga tanpa disuruh.
2.1.4 Pembelajaran Matematika
A. Pengertian Matematika
Menurut James dan James mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sebagai contoh, adanya pendapat yang mengatakan bahwa matematika itu timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran yang terbagi
menjadi empat wawasan yang luas yaitu aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis dengan aritmetika mencakup teori bilangan dan satistika.
Johnson dan Rising mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Sebagai pengetahuan, matematika mempunyai ciri-ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis.
Soejadi dalam Muhsetyo (1999,1.2) menyatakan bahwa keabstrakan matematika bahwa objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip. Ciri keabstrakan matematika beserta ciri lainnya yang tidak sederhana, yang menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipelajari, dan pada akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik terhadap matematika (masih lebih untuk daripada membenci atau alergi terhadap matematika). Inii berarti perlu ada jawaban yang dapat menghubungkan kelimuan matematika tetap terjaga dan matematika dapat lebih mudah untuk dipahami.
B. Tujuan Pembelajaran Matematika
Untuk menghadapi tantangan perkembangan jaman yang semakin pesat dan mendasar dari berbagai aspek kehidupan menunjukkan bahwa kehidupan sekarang dan mendatang penuh dengan tantangan dan persaingan. Untuk mampu bertahan hidup serta mampu menghadapi tantangan persaingan, ketidakpastian, dan permasalahan pelik dan rumit generasi muda sekarang perlu memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan pengalaman sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan jaman.
Dengan demikian kita memerlukan pendidikan yang bermutu tinggi untuk membawa generasi muda menjadi manusia yang cerdas, ahli, trampil, cinta tanah air, mempunyai dedikasi da tanggung jawab
yang tingi terhadap kemajuan bangsa negara dan berkompeten dalam pembangunan.
Menurut Muhsetyo (2008:1) pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Peserta didik yang kompeten adalah peserta didik yang cerdas,cakap,mampu memahami dengan baik bahan yang diajarkan, mampu bersikap, bernalar, dan bertindak sesuai prosedur yang benar dan mengembangkan integritas kebersamaan dalam perbedaan. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi pembelajaran matematika yang disesuaikan dengan:
1) Topik yang sedang dibicarakan, artinya guru dalam menenntukan strategi pembelajaran perlu untuk menyesuaikan dengan karakeristik topik pembelajaran sebab tidak semua strategi pembelajaran cocok untuk semua topik pembelajaran.
2) Tingkat perkembangan intelektual peserta didik, artinya penerapan strategi pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan intelektual peserta didik, misalnya siswa SD kelas rendah lebih tepat diterapkan strategi pembelajaran yang lebih banyak mengajak siswa untuk bermain dan belaja.
3) Prinsip dan teori belajar, artinya prinsip dan teori belajar memberikan banyak pengetahuan tentang bagaimana seharusnya guru merancang strategi pembelajaran sehingga diharapkan pembelajaran lebih berhasil dalam mencapai kompetensi siswa.
4) Keterlibatan aktif peserta didik, artinya penggunaan startegi pembelejaran harus semaksimal mungkin melibatkan siswa secara aktif sehingga yang diperoleh siswa lebih bermakna dalam kehidupannnya.
5) Keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari, artinya strategi pembelajaran harus diupayakan agar mampu mengaitkan apa yang dipelajari siswa dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian apa yang dipelajari siswa bukan sesuatu yang asing namun bermakna dan bermanfaat bagi kehidupannya.
6) Perkembangan dan pemahaman penalaran tematis, artinya penyusunan strategi pembelajaran perlu memperhatikan perkembangan dan pemahaman penalaran siswa dimana siswa pada tingkatan rendah masih memahami sesuatu secara tema bukan secara sendiri-sendiri.
Tujuan pelaksanaan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar dirumuskan sebagai berikut :
1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan, keadaan dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, dan efektif.
2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dalam pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
3) Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari. 4) Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui
kegiatan matematika akan membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin
C. Strategi Pembelajaran Matematika
Dalam pembelajaran matematika dikenal beberapa strategi yang dapat diterapkan yaitu:
1. Strategi Ekspositorik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar semua aspek dari komponen-komponen sistem pembelajaran mengarah pada terkesampaikannya materi pelajaran atau
pesan kepada siswa secara langsung. Dalam strategi ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang dipelajari.
2. Strategi Heuristik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati aspek-aspek dari komponen-komponen pembentuk sistem pembelajaran mengarah kepada pengaktifan siswa untuk mencari dan memahami
sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan ( Muhsetyo,2008).
D. Prinsip Pembelajaran Matematika
Dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika seorang guru sebaiiknya menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran matematika. Menurut Muhsetyo (2008:9) mengemukakan bahwa prinsip pembelajaran matematika adalah sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran dalam pengajaran matematika seperti latihan (drill), menghafal, dan ulangan memang memadahi tetapi akan lebih efektif apabila guru mendorong kreatifitas siswa dengan membantu menanamkan pengertian ide dasar dan prinsip-prinsip berhitung melalui kegiatan-kegiatan tersebut. Pembelajaran matematika yang dilandasi pengertian akan mengakibatkan daya ingat dan daya transfer yang lebih besar. Seperti yang dikemukakan oleh Thondike bahwa perlu diupayakan banyak praktik dan latihan (drill and practice) kepada peserta didik agar konsep dan prosedur dapat mereka kuasai dengan baik.
2. Dalam menyajikan topik-topik baru hendaknya dimulai dari tahapan yang paling sederhana menuju ke tahapan yang lebih kompleks, dari lingkungan yang dekat dengan anak menuju ke lingkungan yang lebih luas.
3. Pengalaman-pengalaman sosial anak dan penggunaan benda-benda kongkret perlu dilakukan guru untuk membantu pemahaman anak-anak terhadap pengertian-pengertian dalam pembelajaran matemtika.
4. Setiap langkah dalam pembelajaran matematika hendaknya diusahakan melalui penyajian yang menarik untuk menghindarkan terjadinya tekanan atau ketegangan pada diri siswa.
5. Setiap siswa belajar dengan kesiapan dan kecepatannya sendiri-sendiri. Tugas guru selain memotivasi kesiapan juga memberikan pengalaman yang bervariasi dan efektif.
6. Latihan-latihan sangat penting untuk memantapkan pengertian dan ketrampilan. Karena itu latihan-latihan harus dilandasi pengertian. Latihan akan sangat efektif apabila dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip penciptaan suasana yang baik. Latihan yang terlalu rumit, padat, dan melelahkan hendaknya dihindarkan untuk mencegah terjadinya ketegangan.Berlatih secara berkala, teratur, dengan mengulang kembali secara ringkas, akan mendorong kegiatan belajar karena timbul rasa menyenangi dan menghindarkan dari kelelahan.
7. Relevansi pembelajaran matematika dengan kehidupan sehari-hari perlu ditekankan. Dengan demikian pelajaran matematika yang didapatkan anak-anak akan lebih bermakna baginya dan lebih jauh lagi mereka dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu guru perlu membuat persiapan yang terencana agar anak- anak mendapatkan pengalaman belajar yang beragam dan fungsional.
2.1.5 Model CORE
Terkait dengan pendidikan dalam konteks pembelajaran maka guru akan dihadapkan dengan siswa. Untuk membentuk siswa yang memiliki pengetahuan luas dan menyeluruh guru harus menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan, selain itu guru harus menerapkan strategi atau model pembelajaran yang bisa membantu siswa untuk memetakan materi dalam memorinya dengan membuat keterkaitan antara materi dan menarik kesimpulan pada setiap materi yang diberikan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Jacob (2005) yang menyatakan bahwa pengetahuan siswa akan semakin luas dan terpetakan dengan baik
dalam memorinya apabila ditunjang dengan lingkungan sosial yang baik, selain itu guru harus membantu siswa merefleksikan apa yang mereka pelajari. Selain partisipasi aktif dan kemampuan merefleksikan apa yang telah dipelajari dalam proses pembelajaran dibutuhkan pula kemampuan untuk mengubungkan pola-pola dan memperluas pengetahuan.
Aktivitas yang membuat siswa berpartisipasi aktif dan merefleksikan apa yang mereka pelajari bisa dilakukan dalam bentuk diskusi. Setyowati (2011) menyatakan bahwa “Diskusi adalah suatu kegiatan yang dihadiri dua orang atau lebih untuk berbagi ide dan pengalaman serta memperluas pengetahuan.” Metode diskusi adalah suatu cara mengajar dengan mengaitkan topik atau masalah yang memicu para peserta diskusi untuk berusaha mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama (Nursidik, 2008).
Calfee et al. (Jacob, 2005: 13) mengusulkan suatu model pembelajaran yang menggunakan metode diskusi untuk dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan dengan melibatkan siswa yang disebut model CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Exending). Harmsen (2005) menyatakan bahwa elemen-elemen tersebut digunakan untuk menghubungkan informasi lama dengan informasi baru, mengorganisasikan sejumlah materi yang bervariasi, merefleksikan segala sesuatu yang siswa pelajari dan mengembangkan lingkungan belajar.
Model CORE yang sintaksnya terdiri dari Connecting, Organizing, Reflecting dan Ekstending dan berbasis pada keaktifan siswa membuat konsentrasi belajar siswa lebih fokus pada materi yang dipelajarinya. Yang dapat digambarkan dalam proses pembelajaran berikut ini :
1. Membuka pelajaran dengan kegiatan yang menarik siswa yaitu menyanyikan yang mana isi lagu berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan kosep baru oleh guru kepada siswanya. (Conecting)
3. Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. (Organizing)
4. Pembagian kelompok secara heterogen ( Campuran antara yang pandai, sedang, dan kurang) terdiri dari 3 – 5 anak.
5. Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapatkan dan dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa. ( Reflecting)
6. Pengembangan, memperluas, menggunakan dan menemukan melalui tugas individu dengan mengerjakan tugas. (Extending)
Proses diskusi dalam model CORE membuat siswa bisa belajar dengan lebih nyaman karena siswa bisa menuangkan ide-ide pemecahan masalahnya sendiri dan belajar mengungkapkan ide-ide tersebut sehingga bisa diterima oleh orang lain. Adapun keunggulan dan kekurangan metode CORE adalah sebagai berikut :
1. Keunggulan Metode CORE a. Siswa aktif dalam belajar
b. Melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep / inforamasi c. Melatih daya pikir kritis siswa terhadap sutu masalah
d. Memberikan npengalaman belajar kepada siswa, karena siswa banyak berperan aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
2. Kelemahan Metode CORE
a. Membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini
b. Menuntut siswa untuk terus berpikir kritis c. Memerlukan banyak waktu
2.2 KERANGKA BERPIKIR
Calfee et al. (Jacob, 2005: 13) mengusulkan suatu model pembelajaran yang menggunakan metode diskusi untuk dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan dengan melibatkan siswa yang disebut model CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Exending). Harmsen (2005) menyatakan bahwa elemen-elemen tersebut digunakan untuk menghubungkan informasi lama dengan informasi baru, mengorganisasikan sejumlah materi yang bervariasi, merefleksikan segala sesuatu yang siswa pelajari dan mengembangkan lingkungan belajar.
Agar penyampaian materi berlangsung secara efektif, salah satu solusi yang paling tepat adalah Penggunaan metode CORE yang diharapkan dengan Metode CORE suasanan belajar menjadi PAIKEM atau suasana pembelajaran yang Aktif, Inovatif , Kreatif Efektif dan juga Menyenagkan. Dengan demikian hasil belajar atau prestasi siswa diharapkan dapat meningkat khususnya pada pelajaran Matematika dikelas IV SD Negeri Sidalang 01 Kecamatan Tersono Kabupaten Batang.
2.3 HIPOTESA TINDAKAN
Berdasarkan hasil kajian teoritis yang dapat diajukan hipotesis penerapan metode CORE dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Sidalang 01 Kecamatan Tersono Kabupaten Batang Semester I tahun pelajaran 2013/2014.