• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR Analisa Pengembangan Sektor Unggulan Kota Malang Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Kota Malang LAPORAN AKHIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR Analisa Pengembangan Sektor Unggulan Kota Malang Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Kota Malang LAPORAN AKHIR."

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman | i

(2)

Halaman | ii

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas diungkapkan selain rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT atas segala limpahan Rahman dan Rahim-Nya. Atas ijin-Nya pula Pekerjaan Analisa Pengembangan Sektor Unggulan Kota Malang ini berjalan dengan lancar.

Tujuan dari adanya Pekerjaan Analisa Pengembangan Sektor Unggulan Kota Malang oleh Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Kota Malang ini adalah tersusunnya dokumen untuk mengetahui dan menganalisis pengembangan sektor unggulan pada Kota Malang, yang berguna sebagai pedoman dan arahan untuk kepentingan umum di Kota Malang.

Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan. Tentu saja laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya kami mohon masukan dan saran. Semoga hasil kajian ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pengembangan sektor unggulan di Kota Malang.

Yogyakarta, Desember 2017

U

(3)

Halaman | iii

DAFTAR ISI

72T

KATA PENGANTAR72T ... ii

72T

DAFTAR ISI 72T ... iii

72T DAFTAR TABEL 72T ... v 72T DAFTAR GAMBAR 72T ... vi 72T BAB I. PENDAHULUAN72T... 1 72T 1.72T 72TPENDAHULUAN72T ... 2 72T 1.172T 72TLatar Belakang72T ... 2 72T 1.272T 72TPerumusan Masalah72T ... 6 72T 1.372T 72TTujuan Kegiatan72T ... 7 72T

1.472T 72TJadwal Pelaksanaan Pekerjaan72T ... 7

72T

BAB II. GAMBARAN UMUM DAN PUSTAKA72T ... 8

72T

2.72T GAMBARAN UMUM DAN 72TTINJAUAN PUSTAKA72T ... 9

72T

2.172T 72TGambaran Umum Wilayah72T ... 9

72T 2.2.72T 72TTinjauan Pustaka72T ... 11 72T 2.2.1.72T 72TPembangunan Ekonomi72T... 11 72T 2.2.272T 72TPertumbuhan Ekonomi72T ... 13 72T

2.2.372T 72TIlmu Ekonomi Regional72T ... 15

72T

2.2.472T 72TKonsep Pusat Pertumbuhan72T ... 17

72T

2.2.572T 72TPerencanaan Pembangunan Wilayah72T ... 18

72T

2.2.672T 72TOtonomi Daerah72T ... 20

72T

2.2.772T 72TPendapatan Asli Daerah72T ... 21

72T

2.2.872T 72TTeori Basis Ekonomi72T ... 22

72T

2.2.972T 72TSektor Unggulan72T ... 23

72T

2.3.72T 72TKerangka Teori72T ... 26

72T

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN72T ... 27

72T

3.72T 72TMETODOLOGI PENELITIAN72T ... 28

72T

3.1.72T 72TJenis Penelitian72T ... 28

72T

3.2.72T 72TDefinisi Operasional Variabel72T ... 28

72T

3.3.72T 72TMetode Analisis Data72T ... 29

72T

3.4.72T 72TTeknik Analisis Data72T ... 34

72T

3.5.72T 72TModel AHP untuk Merumuskan Prioritas Kebijakan Sektor Unggulan Kota Malang72T ... 37

(4)

Halaman | iv

72T

BAB IV. PEMBAHASAN72T ... 44

72T 4. PEMBAHASAN72T ... 45

4.1. Analisis Penentuan Sektor Unggulan Kota Malang ... 45

4.1.1. Analisis Typologi Klassen ... 45

4.1.2. Analisis Locations Quotiens ... 48

4.1.3. Analisis Shift Share ... 50

4.2. Analisis Deskriptif Sektor Unggulan Kota Malang ... 53

4.2.1. Sektor Industri Pengolahan ... 54

72T 4.2.2.72T 72TSektor Jasa Pendidikan72T ... 56

72T 4.2.372T 72TSektor Pariwisata72T ... 58

72T 4.2.472T 72TSektor Konstruksi72T ... 61

72T 4.2.572T 72TSektor Pengadaan Air72T ... 63

72T 4.2.672T 72TSektor72T72TPengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang72T ... 64

72T 4.372T 72TIdentifikasi Akar Permasalahan Kota Malang 72T(Root Couse Analysis) ... 66

72T 4.3.1. Identifikasi Permasalahan pada Lingkungan Eksternal72T ... 71

72T 4.3.2.72T 72TIdentifikasi Permasalahan Aksebilitas Bahan Baku72T... 75

72T 4.3.3.72T 72TIdentifikasi Permasalahan Proses Produksi72T ... 79

72T 4.3.4.72T 72TIdentifikasi Permasalahan Pemasaran72T ... 81

72T 4.3.5. Rekapitulasi Akar Permasalahan72T... 85

72T 4.4. Rancangan Prioritas Kebijakan StrategiPengembangan Sektor Unggulan Berdasarkan Analitical Hieraarki Proces72T .. 93

72T BAB V. PENUTUP72T ... 111

72T 5. PENUTUP72T ... 112

72T 5.1.72T 72TKesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan72T ... 112

(5)

Halaman | v

P

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Nama-nama Kelurahan Menurut Kecamatan ... 10

Tabel 3.1. Klasifikasi Typologi Klassen ... 29

Tabel 3.2. Skala Banding Berpasang ... 41

Tabel 4.1.1. Posisi Laju Pertumbuhan dan Kontribusi Rata-Rata PDRB Kota Malang dan Provinsi Jawa Timur ... 45

Tabel 4.1.2. Matrik Typologi klassen Sektor Perekonomian Kota Malang Tahun 2011-2016 ... 47

Tabel 4.1.3. Hasil Perhitungan Nilai LQ Kota Malang Tahun 2011-2016 ... 49

Tabel 4.1.4. Hasil Perhitungan Shift Share Kota Malang Tahun 2011-2016 ... 50

Tabel 4.1.5. Hasil Perhitungan Typologi Klassen, LQ, dan Shift Share ... 52

Tabel 4.2.1. Jumlah Akomodasi Hotel Menurut Kecamatan Kota Malang Tahun 2015 ... 60

Tabel 4.2.2. Sumber Air Baku PDAM Kota Malang... 63

Tabel 4.2.3. Jumlah Karyawan PDAM Kota Malang ... 64

Tabel 4.2.4. Jumlah Timbulan Sampah Kota Malang ... 65

Tabel 4.3.1. Permasalahan Tata Niaga Perolehan Bahan Baku pada Beberapa Kenis Industri Pengolahan di Kota Malang ... 78

(6)

Halaman | vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kota Malang dan Jawa Timur Tahun 2011-2016 ... 3 Gambar 1.2. Kontribusi Sektoral PDRB Kota Malang Menurut Harga Konstan

Tahun 2011-2016 ... 5 Gambar 1.3. Grafik Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan

Pekerjaan Utama di Kota Malang. ... 5 Gambar 2.1. Jumlah Penduduk Kota Malang Berdasarkan Kecamatan ... 11 Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Analisis Sektor Unggulan ... 26 Gambar 3.1 Contoh Hierarki Penetapan Prioritas Kebijakan Pengembangan

Sektor Unggulan Kota Malang ... 40 Gambar 4.2.1. Penyerapan Tenaga Kerja Sub Sektor Industri di Kota Malang ... ... 54 Gambar 4.2.2. Jumlah Industri Menengah Atas Berdasarkan Kecamatan di

Kota Malang ... 55 Gambar 4.2.3. Jumlah Industri Kecil Menengah Berdasarkan Kecamatan di

Kota Malang ... 55 Gambar 4.2.4. Jumlah Industri Kecil Menengah Menurut Perizinan dan

Kecamatan di Kota Malang ... 56 Gambar 4.2.5. . Jumlah Infrastruktur Lembaga Pendidikan Formal di Kota

Malang ... 57 Gambar 4.2.6. Jumlah Infrastruktur Lembaga Pendidikan Non Formal Khusus

Anak Usia Dini di Kota Malang ... 57 Gambar 4.2.7. Jumlah Infrastruktur Lembaga Pendidikan/ Sekolah Luar Biasa

di Kota Malang ... 58 Gambar 4.2.8. Jumlah Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara

yang berkunjung ke Kota Maalang ... 59 Gambar 4.2.9. Obyek Pariwisata di Kota Malang ... 60 Gambar 4.2.10. Jumlah Restoran Menurut Kecamatan di Kota Malang ... 61 Gambar 4.2.11. Usaha Jasa Konstruksi di Kota Malang yang Tersertifikasi

Badan Usaha ... 62 Gambar 4.2.12. Klasifikasi Usaha Jasa Konstruksi di Kota Malang Berdasarkan

(7)

Halaman | vii Gambar 4.2.13. Jumlah Timbulan Sampah Kota Malang Tahun 2012 ... 65 Gambar 4.3.1. Alur Identifikasi Permasalahan Beserta Strategi

Pengembangan Sektor Unggulan Kota Malang ... 70 Gambar 4.3.2. Saluran Distribusi Pemasaran Skala UMKM di Kota Malang ... 83 Gambar 4.3.3. Dua Jenis Tata Niaga Skala UB di Kota Malang ... 84 Gambar 4.3.4. Akar Masalah Pengembangan Sektor Unggulan Kota Malang

Kategori UMKM ... 88 Gambar 4.3.5. Akar Masalah Pengembangan Sektor Unggulan Kota Malang

Kategori UB ... 90 Gambar 4.3.6 . Ilustrasi Multiplier Effect Antar Sektor Kota Malang ... 91

(8)

Halaman | 1

BAB I. PENDAHULUAN

(9)

Halaman | 2

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi bukan hanya memperhatikan nilai PDRB-nya saja, namun juga mencakup peranan kelembagaan dan segala bentuk perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Pembangunan ekonomi juga menyangkut masalah kemiskinan, pengangguran dan masalah sosial lainnya (Kesuma, 2015: 102). Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana Pemerintah Daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada. Sebagai implikasi dari perkembangan ini diharapkan kesempatan kerja akan bertambah, tingkat pendapatan meningkat, dan kemakmuran masyarakat menjadi semakin tinggi. Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah merupakan salah satu indikasi keberhasilan kinerja dari pemerintah daerah, sehingga pemerintah daerah harus senantiasa berhati-hati dalam menentukan arah kebijakan yang akan dilaksanakan bagi daerahnya (Sadono, 2006: 3).

Untuk melaksanakan perencanaan pembangunan ekonomi, tentunya pemerintah daerah perlu mengenal sumber daya yang ada di daerah tersebut, perlu diketahui sumber daya potensial apa yang ada di daerah tersebut sehingga dapat memaksimalkan tujuan pembangunan. Pemerintah daerah dituntut mengenali potensi yang dimiliki daerahnya karena menurut (Blakely, 1994) dalam (Kuncoro, 2010:25) pembangunan yang berdasarkan pada pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya fisik potensial dapat menciptakan peluang pekerjaan dan menstimulasi aktivitas ekonomi baru berbasis lokal. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Sehingga pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam menentukan kebijakan dan program pembangungan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan masing-masing daerah.

Kota Malang merupakan daerah yang strategis yang berlokasi tepat berada di tengah Provinsi Jawa Timur. Lokasi Kota Malang juga berdekatan dengan Kota Batu yang terkenal dengan wilayah pariwisata khas perbukitannya. Meskipun Kota Malang tidak memiliki sumber daya alam wisata seperti Kabupaten Malang dan Kota Batu, namun masih banyak potensi lain Kota Malang yang masih bisa dikembangkan untuk menjadi kota destinasi wisata, seperti seni, budaya, dan

(10)

Halaman | 3 kuliner, serta industri pengolahan, perdagangan dan jasa-jasa yang berperan sebagai sektor penunjang pariwisata. Selain itu, pada dasarnya Kota Malang terkenal dengan Tri Bina Cita, yang mana memuat tiga pondasi utama yaitu industri, pendidikan, dan pariwisata, yang kemudian menjadi perhatian utama dalam pembangunan perekonomian Kota Malang.

Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2013-2018, yang mengamanatkan agar terwujudnya Kota Malang sebagai kota pendidikan yang berkualitas dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang didukung sektor penunjang pariwisata, sektor industri, dan sektor perdagangan dan

jasa. Maka dengan itu, perlu adanya pembangunan sektor-sektor ekonomi

dengan menganalisis potensi ekonomi Kota Malang, yakni dengan mengetahui terlebih dahulu sektor unggulan apa yang berpotensi meningkatkan perekonomian wilayah. Hal ini mengingat kemungkinan terjadinya pergeseran sektor-sektor ekonomi Kota Malang pada tiap tahunnya, sehingga adanya perhatian lebih dari pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan.

Gambar 1.1.

Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kota Malang dan Jawa Timur Tahun 2011-2016

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah), 2017

Berdasarkan data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Malang masih belum mencapai target pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang ditargetkan pada RPJMD Kota Malang tahun 2013-2018

6,04 6,26 6,2 5,8 5,61 5,61 6,44 6,64 6,08 5,86 5,44 5,55 4,5 5 5,5 6 6,5 7 2011 2012 2013 2014 2015 2016 P r o s e n t a s e Tahun Kota Malang Jawa Timur

(11)

Halaman | 4 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata sebesar 7 persen setiap tahunnya. Hal ini terlihat dari adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,16 persen yang terjadi disepanjang tahun 2013-2014 dan terus mengalami penurunan hingga akhir tahun 2016.

Kondisi yang sama juga ditunjukkan pada tingkat provinsi dimana mulai tahun 2013 Provinsi Jawa Timur terus mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sampai dengan tahun 2016. Secara khusus kondisi yang terjadi baik tingkat provinsi maupun daerah merupakan akumulasi dari kondisi sektoral yang terdapat pada masing-masing daerah. Dengan begitu penyelesaian masalah yang terjadi pada tingkat sektoral secara langsung akan memperbaiki kondisi pertumbuhan ekonomi daerah.

Berdasarkan kontribusi per sektoral, struktur perekonomian Kota Malang didominasi oleh tiga sektor, yaitu sektor industri pengolahan; sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor; serta sektor konstruksi. Sepanjang tahun 2011-2016 sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar di Kota Malang dengan rata-rata sebesar 30,79 persen per tahun bahkan melebihi kontribusi rata-rata-rata-rata di tingkat Provinsi Jawa Timur yang hanya mencapai 18,27 persen per tahun.

Sedangkan untuk sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar 25,70 persen per tahun, adapun sektor konstruksi hanya mampu memberikan konstribusi terhadap PDRB Kota Malang sebesar 12,285 persen per tahun. Sedangkan sektor ekonomi lainnya hanya berkontribusi tidak sampai lima persen, selain Jasa pendidikan yang berkontribusi 7,8 persen per tahun. Peran sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor konstruksi dalam perkembangan perekonomian Kota Malang sendiri selama tahun 2011-2016 menunjukan peningkatan yang signifikan. Sedangkan untuk industri pengolahan justru mengalami penurunan setiap tahunnya.

(12)

Halaman | 5 Gambar 1.2:

Grafik Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Malang Tahun 2011-2016 (%)

Sumber: BPS Kota Malang, 2017

Dilihat dari segi penyerapan tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha utama di Kota Malang, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor menyerap tenaga kerja terbesar kedua setelah sektor keuangan dan jasa-jasa yaitu sebesar 116,432 tenaga kerja, disusul oleh sektor industri pengolahan dengan total penyerapan tenaga kerja lebih dari 80.000 tenaga kerja. Sedangkan konstruksi hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 40.000 tenaga kerja.

Gambar 1.3:

Grafik Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama di Kota Malang Sampai Tahun 2014

(13)

Halaman | 6 Berdasarkan aspek pertimbangan pertumbuhan ekonomi, kontribusi sektoral, serta besarnya tingkat penyerapan tenaga kerja, ketiga sektor tersebut bisa dikatakan sebagai sektor unggulan di Kota Malang. Akan tetapi, melihat issue yang berkembang saat ini, yakni terkait program pemerintah dalam mengembangkan sektor pariwisata di Kota Malang, maka pemerintah tidak bisa jika hanya memprioritaskan ketiga sektor tersebut. Sehingga dibutuhkan adanya sektor prioritas lain, yang mampu mempercepat perkembangan pariwisata di Kota Malang.

Salah satu sektor ekonomi yang dapat dikembangkan pemerintah guna mendukung perkembangan pariwisata di Kota Malang, yaitu sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Meskipun kontribusi sektor ini tergolong rendah yakni hanya sebesar 4,23 persen per tahun, namun laju pertumbuhannya tergolong cepat yaitu mencapai 8,54 persen per tahun dan lebih besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan di tingkat Provinsi Jawa Timur, sehingga sektor ini masuk dalam kategori sektor ekonomi yang potensial dan masih bisa berkembang di masa mendatang. Selain itu sektor ini diyakini mampu memberikan lapangan pekerjaan yang lebih luas untuk masyarakat, dan mampu mendukung program pemerintah Kota Malang dalam meningkatkan perekonomian rakyat kecil sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJMD Kota Malang tahun 2013-2018.

Selain uraian di atas, hal lain yang melatar belakangi penelitian ini adalah pertumbuhan penduduk yang terus meningkat yang berdampak pula pada kebutuhan ekonomi yang semakin besar dan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tersebut maka diperlukan adanya penambahan pendapatan. Untuk meningkatkan pendapatan, maka konsekuensinya pemerintah harus bisa memfokuskan pembangunan ekonomi kepada pengembangan sektor-sektor yang memberikan dampak pengganda

(multiplier effect) yang besar terhadap sektor-sektor lainnya atau perekonomian

secara menyeluruh. Melihat kondisi di atas, hal tersebut menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti lebih jauh. Adanya perubahan kontribusi sektoral dan pergeseran sektor yang terjadi, kemudian digunakan sebagai dasar pembuatan strategi kebijakan pemerintah yang tepat dalam menjaga stabilitas dan mengoptimalkan peran masing-masing sektor ekonomi.

1.2 .Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka disusun perumusan masalah, yaitu 1. Sektor mana yang menjadi sektor unggulan pada Kota Malang?

(14)

Halaman | 7 2. Bagaimana strategi pengembangan sektor unggulan di Kota

Malang agar dapat memberikan multiplier effect perekonomian secara keseluruhan?

1.3 Tujuan Kegiatan

Tujuan dari kegiatan ini adalah

1. Mengetahui sektor unggulan pada Kota Malang.

2. Mengetahui strategi pengembangan sektor unggulan di Kota Malang agar dapat memberikan multiplier effect perekonomian secara keseluruhan

1.4 . Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

Kajian Analisis Pengembangan Sektor Unggulan Kota Malang ini dilaksanakan selama 90 hari kalender / 3 bulan.

(15)

Halaman | 8

BAB II. GAMBARAN UMUM DAN TINJAUAN

(16)

Halaman | 9

2. GAMBARAN UMUM DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . Gambaran Umum

Secara geografis Kota Malang terletak pada koordinat 112PoP 06’ - 112PoP

07’ Bujur Timur dan 7PoP06’ - 8PoP02’ Lintang Selatan. Kota Malang dikelilingi oleh gunung-gunung yaitu Gunung Arjuno di sebelah utara, Gunung Semeru di sebelah Timur, gunung Kawi dan Panderman di sebelah Barat serta Gunung Kelud di sebelah Selatan. Wilayah Kota Malang merupakan daerah perbukitan dan dan dataran tinggi serta dilewati oleh sungai baik sungai besar maupun sungai kecil.

Secara administrative Kota Malang merupakan wilayah di Propinsi Jawa Timur yang terdiri dari 5 (lima) wilayah kecamatan dan 57 kelurahan. Mencakup luas wilayah 110,06 km2 dengan perincian sebagai berikut:

a. Kecamatan Klojen dengan luas 8,83 kmP2P, terbagi menjadi 89 RW dan

674 RT

b. Kecamatan Kedungkandang dengan luas 39,89 kmP2P, terbagi menjadi

110 RW dan 822 RT.

c. Kecamatan Blimbing dengan luas 17,77 kmP2P, terbagi menjadi 123 RW

dan 880 RT.

d. Kecamatan Sukun dengan luas 20,97 kmP2P; terbagi menjadi 86 RW

dan 820 RT; dan

e. Kecamatan Lowokwaru dengan luas 22,60 kmP2P terbagi menjadi 118

(17)

Halaman | 10 Tabel 2.1.

Nama-nama KelurahanMenurut Kecamatan KECAMATAN

Klojen Kedungkandang Blimbing Sukun Lowokwaru

Kauman Madyopuro Arjosari Mulyorejo Tunjungsekar

Kasin Cemorokandang Purwodadi Pisangcandi Tulusrejo

Bareng Wonokoyo Blimbing Tanjungrejo Ketawanggede

Samaan Bumiayu Purwantoro Bakalankrajan Tasikmadu

Rampal Celaket Tlogowaru Bunulrejo Karangbesuki Tlogomas

Kidul Dalem Kedungkandang Kesatrian Sukun Merjosari

Penanggungan Lesanpuro Polehan Ciptomulyo Dinoyo

Gading Kasri Sawojajar Jodipan Kebonsari Mojolangu

Klojen Buring Balearjosari Gadang Jatimulyo

Sukoharjo Mergosono Polowijen Bandungrejosari Tulungwulung

Oro-oro Dowo Arjowinangun Pandanwangi Bandulan Sumbersari

Kotalama Lowokwaru

Sumber: BPS Kota Malang

Batasan wilayah administratif dari Kota Malang adalah di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karang Ploso Kabupaten Malang, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang, dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang.

Berdasarkan data BPS Kota Malang tahun 2015, jumlah penduduk Kota Malang mengalami peningkatan sebesar 0,65%. Secara keseluruhan jumlah penduduk Kota Malang pada tahun 2014 yaitu sebanyak 845.973 jiwa dan meningkat menjadi 851.298 jiwa pada tahun 2015. Berikut adalah tabel yang meringkas jumlah penduduk Kota Malang pada tahun 2015 berdasarkan kecamatan:

(18)

Halaman | 11 Gambar 2.1.

Jumlah Penduduk Kota Malang Berdasarkan Kecamatan

Sumber: BPS Kota Malang

2.2 . Tinjauan Pustaka

2.2.1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu Negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan system kelembagaan (Arsyad, 1996:6). Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa pembangunan ekonomi memiliki pengertian (Arsyad, 1996:6):

a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi teru-menerus. b. Usaha untuk menaikan pendapatan perkapita.

c. Kenaikan pendapatan perkapita itu harus berlangsung dalam jangkaa panjang.

d. Perbaikan system kelembagaan di segala bidang. Kelembagaan ini bisa ditinjau dari 2 aspek, yaitu: aspek perbaikan di bidang organisasi (institusi) dan aspek di bidang regulasi (baik formal maupun informal). Menurut Todaro (2000:21), pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan ekonomi. Masih menurut Todaro, proses pembangunan harus mempunyai tiga tujuan inti, yaitu:

(19)

Halaman | 12 a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam

barang kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan).

b. Peningkatan standar hidup yang hanya berupa peningkata pendapatan, namun juga meliputi pertmbahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan, dimana semuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan meterill melainkan juga untuk menumbuhkan jati diri bangsa yang bersangkutan.

c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan social bagi tiap individu dan bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari sikap ketergantungan.

Selama ini tujuan yang ingin dicapai dari suatu pembangunan ekonomi

adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang biasa diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan per kapita. Dengan demikian tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk meningkatkan pendapatan nasional juga untuk meningkatkan produktivitas. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tingkat output pada suatu saat tertentu ditentukan oleh tersedianya atau digunakannya baik sumberdaya alam maupun sumber daya manusia, tingkat teknologi, keadaan pasar dan kerangka kehidupan ekonomi serta sikap dari output itu sendiri (Amalia, 2012).

Sejak era reformasi tahun 1999 telah terjadi pergeseran paradigma dalam sistim penyelenggaraan pemerintahan dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi atau disebut Otonomi daerah yang mengandung makna, beralihnya sebagian besar proses pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah (Armida, 2000). Hal ini membawa implikasi mendasar terhadap keberadaan tugas, fungsi dan tanggung jawab pelaksanaan otonomi daerah yang antara lain di bidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan antar daerah serta pencarian sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan dengan cara menggali potensi yang dimiliki oleh daerah. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi daerah sangat ditentukan oleh kebijakan daerah itu sendiri dalam menentukan sektor-sektor yang diprioritaskan untuk pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi sebagai indikator pembangunan daerah memprioritaskan pembangunan ekonomi dengan memperkuat sektor-sektor potensial yang ada di daerah tersebut. Tarigan (2014:46) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

(20)

Halaman | 13 wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi.

2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan sebagai proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Karena dikatakan sebagai “proses”, maka pertumbuhan ekonomi bersifat dinamis atau berkembang dan berubah dari waktu ke waktu (Boediono, 1999:1). Menurut Sukirno (2010:422) pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan fiskal produksi barang dan jasa di suatu negara, seperti bertambahnya jumlah produksi barang dan jasa, perkembangan infrastruktur, meningkatnya jumlah sekolah, dan meningkatnya jumlah produksi industri. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu perekonomian mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya.

Menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003:57), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara (daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini timbul sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. berdasarkan sudut pandang tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan istilah pertumbuhan ekonomi yang akan dilihat dari sudut pandang Produk Domesti Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada tahun tertentu (PDRBRtR) dengan sebelumnya (PDRBRt-1R).

Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah penting sekali kegunaanya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya. Pengembangan metode analisis ini kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil guna mempercepat laju pertumbuhan yang ada. Akan tetapi di pihak lain harus diakui, menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit (Arsyad, 1999). Beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian diantaranya data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).

Sirojuzilam (2008) menyatakan bahwa pendekatan perencanaan regional dititikberatkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dengan instansi-instansi di pusat dalam

(21)

Halaman | 14 melihat aspek ruang di suatu daerah. Artinya bahwa dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan disparitas antar wilayah, maka pendekatan perencanaan parsial adalah sangat penting untuk diperhatikan. Dalam perencanaan pembangunan daerah perlu diupayakan pilihan-pilihan alternatif pendekatan perencanaan, sehingga potensi sumber daya yang ada akan dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.

Pengembangan wilayah diartikan sebagai semua upaya yang dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang ditandai dengan pemerataan pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh bagian wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor tertentu pula. Wilayah yang memiliki potensi berkembang lebih besar akan berkembang lebih pesat, kemudian pengembangan wilayah tersebut akan merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor yang memiliki potensi berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih awal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah (Sukirno, 2010:429):

1. Tanah dan kekayaan alam

Kekayaan alam akan dapat mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian, terutama di masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Apabila kekayaan suatu negara dikelola dengan baik dan diusahakan untuk memperoleh keuntungan maka pertumbuhan ekonomi akan dapat dipercepat.

2. Jumlah dan mutu penduduk dan tenaga kerja

Jumlah penduduk yang meningkat dapat berdampak positif dan negatif. Dapat berdampak positif jika dengan bertambahnya jumlah penduduk dapat meningkatkan produksi.

3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi

Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi keefisienan pertumbuhan ekonomi. Tanpa adanya kemajuan tingkat teknologi barang-barang modal tidak akan mengalami perubahan dan tetap berada pada tingkat yang sangat rendah.

(22)

Halaman | 15 4. Sistem sosial dan sikap masyarakat

Sistem sosial dan sikap masyarakat akan berperan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Ahli-ahli ekonomi menunjukan bahwa sikap masyarakat dapat menjadi penghambat dalam pembangunan. Adat-istiadat yang tradisional dapat menghambat masyarakat untuk menggunakan cara memproduksi yang modern yang akan meningkatkan produktifitas.

5. Luas pasar dan sumber pertumbuhan

Terbatasnya pasar bagi berbagai kegiatan ekonomi akan membatasi kemungkinan untuk mengembangkan berbagai jenis kegiatan ekonomi.

2.2.3. Ilmu Ekonomi Regional

Ilmu ekonomi regional adalah suatu cabang dari ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya memasukkan unsur perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain. Pembahasan ilmu ekonomi regional yaitu menganalisis suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang beragam dan bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah. Jadi unit analisis ekonomi regional adalah wilayah ataupun sektor dan bukan kegiatan individual (Tarigan, 2014:1-2). Memasukan unsur wilayah tentu memudahkan pemerintah tingkat regional untuk mengambil keputusan guna memacu pertumbuhan ekonomi. Efisiensi juga akan tercapai karena memang mengetahui potensi unggulan pada wilayah tersebut kemudian menjadi sebuah solusi dari masalah pada masing-masing wilayah.

Sejalan dengan itu menurut Sjafrizal (2012:14) penekanan dalam menganalisisnya adalah pada pengaruh aspek ruang. Fokus pembahasan hanya pada tingkat wilayah (seperti provinsi dan kabupaten) dan perkotaan. Dengan demikian, ilmu ekonomi regional sebenarnya merupakan pengembangan dari ilmu ekonomi sebelumnya kepada aspek tertentu, yaitu aspek lokasi dan tata ruang, yang sebegitu jauh masih belum banyak di bahas.

Pembatasan ruang dan menganalisis potensi wilayah tertentu menjadi inti dari ilmu ekonomi regional. Dubey Vinod (1964) memberikan definisi mengenai ilmu ekonomi regional secara luas sebagai berikut:

“... the study from the point of view economics, of the differentation and interrelationship of areas in a universe of unevenly distributed and imperfectly mobile resources, with particular emphasis in application on the planning of the

(23)

Halaman | 16

social overhead capital invesments to mitigate the social problems created by these circumstances ...”

Di sini telihat bahwa ilmu ekonomi regional sebenarnya lebih banyak menekankan analisisnya pada pemecahan masalah (problem solving) yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh suatu wilayah atau daerah perkotaan daripada pengembangan ilmu ekonomi secara murni yang kebanyakan lebih bersifat teoritis dan konseptional (Sjafrizal, 2012:15).

Secara khusus permasalahan yang terjadi di wilayah berbeda-beda seperti halnya potensi. Ilmu ekonomi regional bertujuan untuk menjawab pertanyaan di wilayah mana suatu kegiatan sebaliknya dipilih dan mengapa bagian wilayah itu menjadi pilihan. Penentuan lokasi ini hanya mampu menunjuk (memberi arahan) sampai batas di wilayah mana (atau di bagian wilayah mana), tetapi tidak sampai menunjuk kepada tempat kegiatan. Ferguson (1965) mengatakan bahwa tujuan utama kebijakan ekonomi adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan full empoyment atau setidak-tidaknya tingkat pengangguran yang rendah menjadi tujuan pokok pemerintahan pusat maupun daerah. Dalam kehidupan masyarakat, pekerjaan bukan saja berfungsi sebagai sumber pendapatan, tetapi sekaligus juga memberikan harga diri/status bagi yang bekerja. 2. Adanya economic growth (pertumbuhan ekonomi), karena selain menyediakan

lapangan kerja bagi angkatan kerja baru, juga diharapakan dapat memperbaiki kehidupan manusia atau peningkatan pendapatan. Tanpa perubahan, manusia merasa jenuh atau bahkan merasa tertinggal.

3. Terciptanya price stability (stabilitas harga) untuk menciptakan rasa aman/tentram dalam perasaan masyarakat. Harga yang tidak stabil membuat masyarakat merasa resah, misalnya apakah harta atau simpanan yang diperoleh dengan kerja keras, nilai riil atau manfaat berkurang di kemudian hari.

4. Tujuan ekonomi yang tidak mungkin dilakukan daerah (pemerintah daerah) apabila daerah itu bekerja sendiri, yaitu menstabilkan tingkat harga. Namun, apabila daerah itu dapat memenuhi tujuan pertama dan kedua, hal itu membantu pemerintah pusat untuk tujuan ke tiga. Di sisi lain, daerah karena wilayahnya sempit dapat membuat kebijakan yang lebih bersifat spasial sehingga ada hal-hal yang dapat dilakukan oleh daerah secara baik dibanding oleh pemerintah (Tarigan, 2014:5).

(24)

Halaman | 17 2.2.4. Konsep Pusat Pertumbuhan

Konsep Pusat Pertumbuhan (growth point concept) terutama yang berasal

dari teori kutub pertumbuhan pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Perancis yang bernama Perroux (1950) dengan teorinya Pole Croisanse atau Pole de Development. Pemikiran dasar dari teori ini adalah kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung terpusat pada satu titik lokal dan kegiatan ekonomi tersebut akan semakin berkurang jika jarak suatu daerah semakin jauh dengan pusat pertumbuhan sedangkan daerah disekitarnya yang masih terpengaruh

adalah daerah pengaruhnya.

Konsep Pusat pertumbuhan ini dapat dijelaskan dengan dua cara yaitu konsep pusat pertumbuhan secara fungsional dan secara geografis. Suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun keluar (daerah belakangnya) merupaka penjelasan pusat pertumbuhan bila dilihat secara fungsional. Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk melakukan kegiatan ekonomi di tempat tersebut dan masyarakat senang datang untuk memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut (Tarigan, 2005:162-163).

Selanjutnya menurut Sihotang (2001:97), semakin kuat ciri-ciri nodal dari daerah yang bersangkutan, akan semakin tinggi tingkat pertumbuhannya dan perkembangan ekonomi sosialnya. Dengan demikian, kebijakan regional yang diterapkan akan berhasil jika kebijakan tersebut mendukung ciri-ciri nodal alami yang sudah terbentuk pada daerah tersebut. Selain itu, pusat-pusat penduduk yang besar mempunyai potensi pasar yang tinggi dan secara kultural dan social lebih menarik untuk dikembangkan. Dengan demikian titik pertumbuhan biasanya terjadi secara alami dan kemudian dikembangkan, karena peningkatan ekonomi pada pusat pertumbuhan tersebut amat tergantung dari penggunaan sumber daya yang digunakan pada titk dan daerah pengaruhnya.

Konsep Titik Pertumbuhan (growth point concept) ini merupakan mata rantai antara struktur daerah-daerah nodal yang berkembang dengan sendirinya dan perencanaan fisik dan regional. Sebagaimana telah diketahui, keuntungan-keuntungan aglomerasi menyebabkan konsentrasi produksi lebih efisien dari pada yang terpencar-pencar, sedangkan keseimbangan antara keuntungan-keuntungan

(25)

Halaman | 18 skala dalam penyediaan pelayanan-pelayanan sentral dan keinginan akan kemudahan hubungan telah mengakibatkan konsentrasi penduduk yang tersusun dalam suatu hirarki difokuskannya pusat-pusat sub-regional bagi pertumbuhan telah membantu menjembatani celah antara teori lokasi dan teori ekonomi regional. Richardson, juga memasukan unsur kesatuan dan pengarahan ke dalam kebijakasanaan-kebijaksanaan regional seperti: pembuatan prasarana pada titik-titik pertumbuhan, lokasi perumahan baru, dan penggairahan migrasi intra-regional dan perjalanan ke tempat kerja ke pusat-pusat yang direncanakan.

Pemikiran dasar dari titik pertumbuhan adalah bahwa kegiatan ekonomi di dalam suatu wilayah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah titik-titik lokal. Di dalam suatu wilayah, arus polarisasi akan bergravitasi kea rah titik-titik lokal ini, walaupun kepadatan dari arus tersebut akan berkurang karena jarak. Di sekitar titik lokal (pusat dominan) ditentukan garis perbatasan dimana kepadatan arus turun sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dinamakan sebagai titik pertumbuhan, dan untuk wilayah di dalam garis perbatasan merupakan wilayah pengaruhya (wilayah pertumbuhan) atau yang sering disebut sebagai daerah hinterland (Tarigan, 2005:154).

Berdasarkan penjelasan di atas, distribusi penduduk secara spasila tersusun dalam sistem pusat hirarki degan kaitan-kaitan fungsional. Semakin kuat ciri-ciri nodal dari wilayah-wilayah yang bersangkutan semakin tinggi tingkat pertumbuhannya dan demikian juga halnya dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosialnya. Dengan demikian rencana pengembangan wilayah akan lebih berhail jika rencana tersebut diarahkan untuk memperkuat ciri-ciri titik pertumbuhan alamiah yang terdapat di masing-masing wilayah. Strategi titik pertumbuhan dapat ditafsirkan sebagai upaya mengkombinasi ciri-ciri tempat sentral yang mempunyai orde tinggi dan lokasi potensial yang dapat memberikan keuntungan-keuntungan anglomerasi.

2.2.5. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

Lincolin Arsyad (2015: 156) mengemukakan bahwa pengertian perencanaan daerah memiliki beberapa pengertian menurut para ahli, yakni:

1. Suatu usaha sadar, terorganisasi, dan terus menerus guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Waterson, 1965, dalam Arsyad, 2015: 156).

(26)

Halaman | 19 2. Suatu aktivitas berkelanjutan dan memutuskan apa yang dapat dilakukan dan diinginkan untuk masa depan, serta bagaimana mencapainya (Melville J.Branch, dalam Arsyad, 2015: 156).

3. Suatu penyusunan rangkaian tindakan secara berurut yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu (Peter Hall, 1992, dalam Arsyad: 156).

4. Suatu proses bersinambungan yang mencakup proses pengambilan keputusan atau memilih berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang (Conyers dan Hills, 1994, dalam Arsyad, 2015: 156).

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber daya-sumber daya public yang tersedia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber daya-sumber daya swasta secara bertanggung jawab. Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi-organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi (economic entity) yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain (Arsyad, 2010: 127-128).

Perencanaan ekonomi adalah upaya pemerintah yang dilakukan secara sengaja dan hati-hati untuk mengoordinasi keputusan-keputusan ekonomi selama jangka panjang. Keputusan-keputusan ekonomi tersebut ditujukan untuk memengaruhi, mengarahkan, dan dalam beberapa kasus bahkan untuk mengendalikan tingkat dan pertumbuhan variabel-variabel ekonomi utama (pendapatan, konsumsi, kesempatan kerja, investasi, tabungan, ekspor, impor, dan lain-lain) yang tujuan akhirnya adalah terpenuhinya tujuan pembangunan yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara sederhana, rencana ekonomi adalah seperangkat target ekonomi kuantitatif tertentu yang harus dicapai selama periode waktu tertenut dengan penetapan strategi untuk memenuhi target-target tersebut (Kuncoro, 2012: 7-8).

Pembangunan ekonomi ini ditandai dengan adanya usaha untuk memenuhi berbagai ciri tertentu serta adanya tujuan yang bersifat pembangunan tertentu. Inilah yang membedakan perencanaan pembangunan dengan perencanaan-perencanaan yang lain. Ciri-ciri dari suatu perencanaan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut:

(27)

Halaman | 20 1. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang mantap. Hal ini dicerminkan dalam pertumbuhan ekonomi yang positif.

2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan per kapita.

3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini seringkali disebut sebagai usaha diversifikasi ekonomi.

4. Usaha perluasan kesempatan kerja.

5. Usaha pemerataan pembangunan sering disebut sebagai distributive justice. 6. Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih

menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.

7. Usaha secara terus-menerus menjaga stablitas ekonomi.

Campur tangan pemerintah untuk perencanaan daerah-daerah mempunyai manfaat yang sangat tinggi, di samping mencegah jurang kemakmuran antar daerah, melestarikan kebudayaan setempat, dapat juga menghindarkan perasaan tidak puas masyarakat. Jika masyarakat sudah tenteram, dapat membantu terciptanya kestabilan dalam masyarakat terutama kestabilan politik, padahal kestabilan dalam masyarakat merupakan syarat mutlak jika suatu negara hendak mengadakan pembangunan negara secara mantap. Perumusan dan kunci keberhasilan suatu perencanaan biasanya memerlukan adanya (1) komisi perencanaan; (2) data statistik; (3) tujuan; (4) penetapan sasaran dan prioritas; (5) mobilitas sumber daya; (6) keseimbangan dalam perencanaan; (7) sistem administrasi yang efisien; (8) kebijakan pembangunan yang tepat; (9) administrasi yang ekonomis; (10) dasar pendidikan; (11) teori konsumsi; dan (12) dukungan masyarakat (Arsyad, 2010: 133).

2.2.6. Otonomi Daerah

Perubahan sistem pemerintahan dari yang tadinya bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi berdampak pada perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah saat ini lebih menitikberatkan pada potensi dan karakteristik khusus daerah. Perubahan sistem dan orientasi perencanaan pembangunan daerah ini sejalan dengan prinsip otonomi daerah sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Sjafrizal, 2014:110).

Otonomi daerah memungkinkan daerah mengelola perekonomian daerahnya sesuai dangan potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Sehingga adanya otonomi daerah ini diharapkan setiap daerah dapat lebih mengembangkan perekonomiannya

(28)

Halaman | 21 dengan menggali potensi-potensi yang dimiliki. Selain itu, dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pembangunan daerah.

Menyunting pendapat dari Hidayat Syarief (2000) dalam (Sjafrizal, 2014:106) menyatakan terdapat tiga alasan pokok perlunya otonomi yaitu:

1. Political Equality yaitu guna menciptakan partisipasi politik masyarakat pada tingkat daerah. Hal ini penting artinya untuk meningkatkan demokrasi dalam pengelolaan negara.

2. Local accountability yaitu meningkatkan kemampuan dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam mewujudkan hak dan aspirasi masyarakat di daerah. Hal ini penting artinya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di masing-masing daerah.

3. Local Responsiveness yaitu meningkatkan responsi pemerintah daerah terhadap masalah-masalah sosial ekonomi yang terjadi di daerahnya. Unsur ini sangat penting bagi peningkatan upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial di daerah.

2.2.7. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. PAD merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan (Darise, 2009:48).

Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal terhadap pemerintah pusat. Peningkatan kemandirian daerah berkaitan dengan kemampuan daerah dalam mengelola PAD. Semakin tinggi daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula direksi daerah untuk menggunakan PAD sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah (Mahmudi, 2010:18). Peningkatan PAD mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah agar mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat semakin berkurang dan pada akhirnya daerah dapat mandiri. Secara rinci Hariadi (2010:13) menjelaskan sumber-sumber PAD adalah:

(29)

Halaman | 22 1. Pendapatan Pajak Daerah

2. Pendapatan Retribusi Pajak

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah meliputi:

a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan

b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak c. dipisahkan

d. Jasa giro

e. Pendapatan bunga f. Tuntutan ganti rugi

g. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing h. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan i. dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.

2.2.8. Teori Basis Ekonomi

Dalam Perekonomian regional terdapat kegiatan basis dan kegiatan-kegiatan bukan basis. Menurut Glasson (1977) kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan basis adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa keluar batas perekonomian masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan kegiatan bukan basis adalah kegiatan menyediakan barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan ini tidak mengekspor barang jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar yang terutama bersifat lokal. Implisit didalam pembagian kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi (Haris, 2012:18).

Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk kemudian diekspor, sehingga akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja baru. Strategi pembangunan daerah yang didasarkan pada teori ini biasanya memberikan penekanan terhadap arti penting bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan atau batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang

(30)

Halaman | 23 berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut (Arsyad, 2015: 376).

Menutrut Tarigan (2005:5) teori basis ekonomi menyatakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Teori basis ini digolongka kedalam dua sektor yaitu sektor basi dan non basis. Sektor basis yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang melayani pasar baik di daerah tersebut maupun luar daerah. secara tidak langsung daerah mempunyai kemampuan untuk mengekspor barang dan jasa yang dihasilkan sektor tersebut ke daerah lain. sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian tersebut. Berdasarkan teori ini, teori basis perlu dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

Sektor basis dan non basis suatu wilayah dapat diketahui dengan menggunakan analisis Locations Quotient (LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesiali sektor basis atau unggulan dengan cara membandingkan perannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional (Emilia, 2006)

Glasson (1977) menyatakan semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor non basis. Dengan kata lain sektor basis berhubungan langsung dengan permintaan dari luar, sedangkn sektor non basis berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor basis terlebih dahulu. Dapat dikatakan bahwa sektor basis merupakan

penggerak utama dalam perekonomian suatu wilayah (Novrilasari, 2008: 42).

2.2.9. Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya: pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuan yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang;

(31)

Halaman | 24 keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Usya, 2006).

Sektor unggulan merupakan devariasi dari sebuah asumsi yang dikembangkan dalam kajian perdagangan internasional, di mana suatu negara harus memiliki sebuah keunggulan. Selanjutnya kata keunggulan tersebut menjadi wacana perdagangan baik dalam maupun luar negeri. Implikasinya masing-masing negara yang masuk dalam perdagangan internasional mengembangkan ekonominya berdasarkan keunggulan komparatif yang dimiliki. Asumsi dari keunggulan komparatif adalah bahwa jika sebuah bangsa ingin mendapatkan keuntungan atau manfaat dalam perdagangan internasional, maka perlu adanya keunggulan komparatif yang dimiliki suatu bangsa (Dominick Salvatore, 1976 dalam Haris, 2012:26).

Manfaat dari mengetahui sektor unggulan adalah mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibanding sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan (Ismail, 2015).

Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi dari pembangunan nasional. Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan. Dalam ruang lingkup pembangunan nasional, terdapat ketergantungan (pembangunan) wilayah dengan tujuan pembangunan nasional. Perubahan hubungan yang semula tergantung menjadi saling ketergantungan ini membutuhkan adanya perubahan struktural di bidang politik dan ekonomi, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di tingkat wilayah hingga lokal.

Dalam Hanafiah (1988), konsep pembangunan wilayah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Konsep Homogenitas

Wilayah diberi batasan berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu dalam wilayah bersangkutan. Pembagian wilayah seperti ini lebih karena adanya kesamaan permasalahan yang dihadapi, maupun kondisi di lapangan.

2. Konsep Nodalitas

Konsep ini menekankan pada perkembangan struktur tata ruang dalam wilayah yang memiliki sifat ketergantungan fungsional, seperti hubungan fungsional antar

(32)

Halaman | 25 kota sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan desa sebagai wilayah belakangnya.

3. Konsep Administrasi dan Unit Program

Penentuan batas wilayah ini berdasarkan pada perlakuan kebijaksanaan yang seragam, seperti sistem dan tingkat pajak yang sama, dsb.

Pembangunan wilayah merupakan pembangunan ekonomi dengan mempertimbangkan variabel tempat dan waktu. Kebijakan pembangunan wilayah akan menetapkan prioritas sektor dan tempat, alokasi dan besaran investasi atau pengeluaran pemerintah, alokasi insentif bagi investasi swasta, serta pengelompokan wilayah berdasarkan fungsi (Nindyantoro, 2004). Pada dasarnya kegiatan perencanaan tata ruang wilayah merupakan upaya untuk memformulasikan aspirasi dalam pemanfaatan ruang wilayah secara optimal dan efisien serta disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang dimiliki wilayah tersebut (Purliana, 2003).

Sementara itu menurut Suyanto (2000:146) pengertian sektor unggulan biasanya berkaitan dengan suatu perbandingan, baik itu perbandingan berskala regional, nasional maupun internasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggulan jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik. Suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.

(33)

Halaman | 26

2.3. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2.

Kerangka Pemikiran Analisis Sektor Unggulan

ANALISA PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN

Susunan Prioritas dan Pengembangan Sektor Unggulan

Fokus Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN Metode: -LQ -Shift Share -Typologi klassen -Observasi dan case study Metode:

RCA (Root Cause

Analysis) dan

AHP (Analytical

(34)

Halaman | 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

(35)

Halaman | 28

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif sekaligus kualitatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dari dinas-dinas terkait dan mencatat teori-teori dari buku-buku literatur, bacaan-bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung kepada responden terkait. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan pendekatan kuantitatif. Metode pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian berupa angka-angka dan analisis bersifat statistik (Sugiyono, 2013: 120). Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai taraf deskripsi yaitu menganalisis dan menyajikan data secara sistematik. Kemudian penelitian eksploratif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menemukan sesuatu yang berupa pengelompokan suatu gejala, fakta, atau fenomena tertentu. Tujuan dari jenis penelitian ini adalah untuk menggambarkan keadaan suatu fenomena, dalam penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya suatu variabel, gejalan atau keadaan.

3.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional digunakan untuk menyamakan pemahaman tentang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian dan untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran.

1. Sektor Unggulan

Sektor unggulan (leading sektor) adalah sektor yang memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) atau sektor basis dan memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage), memiliki peranan yang besar dalam pembentukan PDRB dan memiliki pertumbuhan yang cepat serta sektor tersebut harus dapat diperdagangkan (tradable) dan memiliki potensi faktor produksi yang berlimpah. Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif artinya adalah sektor yang mempunyai keunggulan secara perbandingan. Keunggulan ini memliki peranan yang besar dalam pembentukan PDRB dan memliki pertumbuhan yang cepat. Dalam perdagangan sektor yang memiliki keunggulan komparatif lebih menguntungkan untuk dikembangkan (Tarigan, 2014: 79-80).

(36)

Halaman | 29 3.3 Metode Analisis Data

Dalam analisis data, penelitian ini menggunakan analisis Typology

Klassen, Location Quotient (LQ) dan Shift Share untuk menentukan sektor basis

atau unggulan. Setelah di dapat hasil sektor unggulan tersebut, dilakukan Root

Cause Analysis (RCA) dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode ini dipilih

dengan tujuan untuk menyusun prioritas dari berbagai alternatif/pilihan yang ada dan pilihan-pilihan tersebut bersifat kompleks atau multi kriteria.

1. Typologi Klassen

Pola pertumbuhan sektor ekonomi wilayah dapat ditentukan dengan analisis Typologi Klassen dengan pendekatan sektoral yang diamati dengan menggabungkan secara sistematis terhadap laju pertumbuhan PDRB dan kontribusi PDRB per sektor, dan setelah itu diklasifikasikan ke dalam kelompok/karakteristik menurut Typologi Klassen. Menggunakan analisis ini dapat diketahui empat klasifikasi pertumbuhan sektor ekonomi, yaitu sektor yang maju dan tumbuh cepat, sektor maju tapi tetekan, sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat, dan sektor yang relatif tertinggal (Novrilasari, 2008:63).

Klasifikasi Typologi Klassen pendekatan sektoral: Tabel 3.1.

Klasifikasi Typologi Klassen

gi>=g gi<g

si>=s Sektor Maju dan

Tumbuh Cepat

Sektor Maju Tetapi Tertekan

si<s Sektor Potensial Sektor Relatif Tertinggal

Keterangan:

gi = Laju pertumbuhan PDRB sektoral Kota Malang

si = Konstribusi PDRB sektoral Kota Malang

g = Laju pertumbuhan PDRB provinsi sektoral

s = Kontribusi PDRB provinsi sektoral

Kriteria klasifikasi pertumbuhan sektor ekonomi provinsi, yaitu: 1) Sektor Maju dan Tumbuh Cepat

Klasifikasi sektor yang mengalami laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB Kota Malang yang lebih tinggi dari rata-rata PDRB provinsi. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan si>s. Sektor dalam

(37)

Halaman | 30 kuadran I dapat pula diartikan sebagai sektor yang potensial karena memiliki kinerja laju pertumbuhan ekonomi dan kontribusi yang lebih besar daripada daerah yang menjadi acuan (provinsi).

2) Sektor Maju tetapi Tertekan

Klasifikasi sektor yang relatif maju, tetapi dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB Kota Malang (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB provinsi (g), tetapi memiliki kontribusi PDRB Kota Malang (si) lebih besar dibandingkan kontribusi PDRB provinsi (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi<g dan si>s. Sektor dalam kuadran ini dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh.

3) Sektor Potensial

Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhuan PDRB Kota Malang (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB provinsi (g), tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB Kota Malang (si) lebih kecil dibadingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB provinsi (s). Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi>g dan si<s. Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang naik daun. Meskipun pangsa pasar daerahnya relatif lebih kecil dibandingkan rata-rata nasional.

4) Sektor Relatif Tertinggal

Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB Kota Malang (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB provinsi (g) dan sekaligus kontribusi terhadap PDRB Kota Malang (si) yang lebih kecil dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB provinsi (s). Sektor ini mempunyai multiplier rendah dan peranan dari sektor swasta yang kurang berkembang.

Menurut Sjafrizal (2014:198-199) apabila menggunakan analisis Typologi Klassen akan berimplikasi pada perencanaan pembangunan daerah. Implikasi terhadap perumusan kebijakan dan program pembangunan antara lain sebagai berikut:

1. Kebijakan yang dilakukan untuk daerah kuadran I atau daerah maju adalah dengan menfokuskan pembangunan pada sektor kegiatan ekonomi dan sosial menggunakan teknologi yang modern dan bersifat padat modal seperti sektor industri dan jasa. Sehingga produktivitas perekonomian di

(38)

Halaman | 31 daerah maju dapat lebih berkembang sehingga dapat meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat dan meningkatkan pembangunan ekonomi.

2. Kebijakan perencanaan pembangunan yang dilakukan untuk daerah kuadran II adalah dengan menfokuskan pembanggunan untuk memecahkan masalah apa yang menyebabkan pertumbuhan daerah tersebut terhambat. 3. Kebijakan perencanaan pembangunan yang dilakukan pada daerah kuadran

III yaitu dengan menfokuskan pada upaya untuk mendorong proses pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki serta mendorong masuknya investor asing atau luar daerah.

4. Kebijakan perencanaan pembangunan untuk daerah tertinggal harus difokuskan pada upaya meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan melalui teknologi padat karya. Kegiatan ekonomi utama seharusnya difokuskan pada kegiatan pertanian yang produknya mempunyai pasaran yang cukup luas.

Typologi Klassen juga dapat digunakan untuk menganalisis sektor potensi daerah. Jika digunakan untuk menganalisis sektor potensi daerah indikator yang digunakan mengalami perubahan yaitu menggunakan indikator laju pertumbuhan dan konstribusi masingmasing sektor di setiap daerah (Sjafrizal, 2014:202). Dengan menggunakan analisis Typologi Klassen, sektor-sektor yang ada bisa dibagi menjadi empat kategori yaitu sektor ekonomi andalan, sektor ekonomi potensial, sektor ekonomi berkembang, dan sektor ekonomi tertinggal. Pembagian sektor-sektor ini juga memberikan implikasi terhadap perencanaan pembangunan. Apabila sasaran utama pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi maka prioritas pembangunan ditujukan kepada sektor-sektor andalan. Akan tetapi bila sasaran pembangunan adalah pemerataan pembangunan maka prioritas pembangunan ekonomi ditujukan pada sektor ekonomi yang termasuk dalam sektor ekonomi tertinggal (Sjafrizal, 2014:202).

2. Location Quotient (LQ)

Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan besarnya peranan suatu

sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Teknik LQ mengasumsikan: (1) adanya sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografis; (2) produktivitas tenaga kerja adalah homogen (sama); (3) setiap industri mengashilkan barang yang sejenis didalam sektor yang bersangkutan. Kriteria LQ>1 menunjukkan peranan sektor tersebut di suatu daerah menonjol dan merupakan sektor surplus serta kemungkinan dapat mengekspor ke daerah lain

(39)

Halaman | 32 karena produk tersebut lebih efisien/lebih murah sehingga mempunyai keunggulan komparatif disebut sektor basis (Tarigan, 2014: 82).

Analisis sektor basis dengan pendekatan LQ untuk mengetahui potensi spesialisasi suatu daerah terhadap aktivitas ekonomi utama atau untuk mengetahui sektor unggulannya, dengan rumus:

Keterangan: = PDRB sektor i di Kota Jawa Timur

= Total PDRB di 18 Kota Jawa Timur = PDRB Jawa Timur sektor i

= Total PDRB Jawa Timur

Dari Hasil perhitungan LQ tersebut maka ada tiga kondisi yang dapat dicirikan pada suatu wilayah, yaitu :

1) Apabila nilai nilai LQ>1 artinya peranan sektor/komoditi tersebut di daerah itu lebih menonjol dibandingkan peran sektor/komoditi secara provinsi atau lebih luas.

2) Apabila LQ<1 artinya peranan sektor/komoditi tersebut lebih kecil dari pada peranan sektor/komoditi tersebut secara provinsi. Dalam analisis ini menggunakan data PDRB Kota Malang Atas Dasar Harga Konstan dari tahun 2011 sampai 2016 dan PDRB Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2011-2016.

3) Apabila LQ=1 artinya peranan sektor tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri.

Analisis LQ (Location Quotient) merupakan metode analisis yang umum digunakan dalam ekonomi geografi. Analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis aktivitas dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Nilai LQ merupakan indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut secara total. LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati (Budiharsono, 2001). Asumsi yang digunakan dalam analisis LQ adalah : (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola aktivitas bersifat seragam, (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang seragam. (Novrilasari, 2008: 63)

(40)

Halaman | 33 Analisis LQ dapat juga digunakan untuk mengetahui apakah sektor-sektor ekonomi tersebut termasuk kegiatan basis atau bukan basis sehingga dapat melihat sektor-sektor yang termasuk ke dalam kategori sektor unggulan. Perhitungan LQ digunakan untuk menunjukkan perbandingan antar peranan sektor tingkat regional dengan peran sektor wilayah tingkat yang lebih luas. Tidak meratanya penyebaran ekonomi yang pada umumnya hanya terkonsentrasi pada beberapa daerah saja memberikan indikasi bahwa produk ekonomi wilayah merupakan komoditi ekspor. Berdasarkan konsep basis ekonomi dengan analisis LQ, pendapatan dari sektor basis akan memberikan dampak positif yang luas dalam pertumbuhan perekonomian wilayah. (Novrilasari, 2008: 64)

3. Shift Share

Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu : Pertama, pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national growth effect), yang menunjukkan bagaimana

pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian

daerah. Kedua, pergeseran proporsional (proporsional shift) yang menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (proportional

shift) disebut juga pengaruh bauran industri (industri mix). Pengukuran ini

memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada indutri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang

dijadikan referensi. Ketiga, pergeseran diferensial (differential shift) yang

memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi. Jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah posisitf, maka industri tersebut relatif lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran diferensial disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif. Formula yang digunakan untuk analisis shift share ini adalah sebagai berikut:

1. Dampak riil pertumbuhan ekonomi daerah. DRij R= NRijR + MRijR + CRij

2. Pengaruh pertumbuhan ekonomi referensi. NRij R= ERij Rx rn

Gambar

Grafik Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Produk Domestik Regional  Bruto (PDRB) Kota Malang Tahun 2011-2016 (%)
Gambar berikut ini memperlihatkan hirarki penentuan kriteria dan  alternatif yang diperlukan untuk menjamin pengembangan sektor unggulan  Kota Malang agar dapat memberikan multiplier effect  perekonomian secara  keseluruhan
Ilustrasi Multyplier Effect Antar Sektor Kota Malang.

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan persiapan bahan dalam rangka menyusun program kegiatan penelitian dan pengembangan untuk merumuskan kebijakan bidang ekonomi, keuangan daerah, investasi

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BARENLITBANG Tahun 2018 34 Terlaksananya penyusunan dokumen Renja yang targetnya terpenuhi oleh SKPD bidang Infrastruktur dan

Sistem perencanaan pembangunan yang diatur dengan Peraturan Perundang-Undangan (Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004) memiliki kepastian yang tetap yang harus

- Pelaksanaan persiapan bahan dalam rangka menyusun program kegiatan penelitian dan pengembangan untuk merumuskan kebijakan bidang transportasi darat, laut dan udara, tata ruang

Disebut unggulan, apakah karena dilihat dari kondisi saat ini (existing) KPJU unggul dibanding dengan yang lain tanpa melihat ada kontradiksi dengan skenario kebijakan

Jejaring Kebijakan: Pemerintah, Masyarakat dan Swasta di Bidang Pariwisata (Potensi Lokal dalam Tiga Pilar Sektor masyarakat). Herman menyebutkan dalam (2001:30) bahwa

Peremajaan Kawasan Permukiman Kumuh (Urban Renewal) – terutama pada Kawasan Metropolitan KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KOTA BANJARMASIN..

Tabel 6.1 : Penentuan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Berdasarkan Karakteristik Obyek, Daya tarik, Aksesibilitas, Dampak ekonomi, Lingkungan, dan Sosial Budaya