• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan merupakan suatu hal yang diidam-idamkan oleh setiap individu sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan merupakan suatu hal yang diidam-idamkan oleh setiap individu sebagai"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB I PENDAHULUAN

Pekerjaan merupakan suatu hal yang diidam-idamkan oleh setiap individu sebagai salah satu alat untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Dengan bekerja seorang individu bias mendapatkan sejumlah uang yang dapat dipergunakannya untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya. Kebutuhan akan pekerjaan ini terutama dirasakan oleh para individu yang telah berusia 16 tahun ke atas, mulai dari lulusan sekolah dasar hingga individu yang telah menempuh dan menyelsaikan pendidikan di perguruan tinggi.

Bila pernyataan tersebut di atas dihubungkan dengan fakta yang ada di berbagai negara terutama Indonesia yang berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa maka ini berarti bahwa jumlah individu yang membutuhkan pekerjaan cukup banyak jumlahnya. Pada sisi lain, jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia di pasaran kerja sangatlah sedikit bila dibandingkan dengan jumlah individu yang memerlukn pekerjaan. Selain itu, pekerjaan yang ditawarkan tersebut belum tentu mampu dikerjakan oleh setiap individu yang melamar karena untuk dapat mengerjakan pekerjaan tersebut dengan baik dibutuhkan keahlian, keterampilan maupun dasar pengetahuan tertentu. Bila dilihat dari sisi organisasi/perusahaan, pihak ini membutuhkan para pekerja untuk dapat menjalankan roda kegiatan usaha mereka. Para pekerja yang dicari, dibutuhkan dan diharapkan mereka adalah para pekerja yang berkualitas untuk dapat meningkatkan kinerja organisasi atau perusahaan mereka. Berdasarkan pada adanya kondisi yang demikian inilah maka suatu pihak organisasi yang membuka suatu lowongan pekerjaan memberlakukan proses seleksi.

(3)

Menurut Berry dan Houston (1993) seleksi dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan orang yang paling tepat untuk melakukan suatu pekerjaan. Mondy dan Noe III (1993) mengatakan bahwa tujuan seleksi adalah untuk memasangkan secara tepat antara individu pelamar dengan pekerjaan atau posisi yang ditawarkan. Apabila pemasangan tersebut tidak tepat sehingga seorang individu terlalu atau kurang memenuhi syarat pekerjaan atau untuk alasan lain dia tidak cocok dengan pekerjaan atau organisasi maka dia mungkin akan meninggalkan organisasi tersebut kelak. Dapat disimpulkan bahwa seleksi merupakan salah satu kebijakan yang penting dalam suatu organisasi atau perusahaan karena seleksi merupakan jalan untuk bisa mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini pulalah yang turut mendasari sempitnya lowongan kerja yang tersedia di pasaran kerja.

Menurut Mondy dan Noe III (1993) dasar dilaksanakannya seleksi adalah perencanaan sumber daya manusia (human resource planning) yang disusun oleh departemen sumber daya manusia atau personalia. Ketika human resource planning mengindikasikan adanya suatu kebutuhan akan pekerja, organisasi terutama departemen personalia akan mengevaluasi jalan alternatif untuk menghadapi kebutuhan tersebut melalui proses rekruitmen dan seleksi.

Proses rekruitmen dan seleksi yang dilakukan terhadap para pelamar pekerjaan biasanya melalui beberapa tahap yaitu penerimaan surat lamaran, pemberian serangkaian tes, wawancara seleksi, pemeriksaan referensi dan latar belakang pelamar pekerjaan, evaluasi medis, wawancara oleh supervisor, pengenalan pekerjaan yang sebenarnya pada para pelamar yang diseleksi, dan keputusan menerima atau menolak. Pada keseluruhan rangkaian tahapan seleksi tersebut, keputusan menerima atau menolak merupakan hal

(4)

yang paling kritis karena hal inilah yang diumukan kepada para pelamar dan ditunggu-tunggu oleh para pelamar tersebut.

Adanya seleksi dan keputusan terbaik yang dihasilkan oleh pengambil keputusan akan membawa dampak yang positif terhadap perusahaan atau organisasi yaitu mendapatkan pekerja yang berkualitas, sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga mampu meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi yang bersangkutan. Pada sisi yang lain juga akan membangkitkan semangat para individu yang bekemampuan, berpendidikan dan berketerampilan untuk mengirimkan surat lamaran untuk lowongan pekerjaan yang dibuka oleh suatu perusahaan atau organisasi.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa proses seleksi seharusnya menyediakan informasi-informasi mengenai pelamar yang sereliabel dan sevalid mungkin agar kualifikasi para pelamar dapat dicocokan secermat mungkin dengan spesifikasinya. Pelamar yang memiliki kualifikasi sesuai dengan persyaratan yang dituntut oleh pekerjan yang diseleksi memliki peluang untuk diterima, semakin baik kualifikasinya maka semakin besar kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang ditawarkan tersebut.

Pada kenyataannya, di dalam beberapa kasus, ternyata pengetahuan dan segala kemampuan yang dimiliki oleh seorang pelamar belumlah menjadi jaminan mulusnya jalan lolos seleksi baginya apabila dirinya dipandang tidak menarik secara fisik. Sebuah artikel di majalah Tiara (no. 76, April 1993) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan para pencari kerja adalah penampilan fisik yang kurang memadai, terutama pada para pencari kerja wanita.

Dengan melihat uraian-uraian di atas telihat bahwa tidak selamanya kualifikasi pelamar akan menentukan keberhasilannya dalam mendapatkan pekerjaan. Ada hal lain

(5)

yang juga bermain penting yaitu penampilan fisik/daya tarik fisik pelamar. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis mencoba untuk menjelaskan apa itu pengambilan keputusan seleksi serta bagaimana peran kualifikasi dan daya tarik fisik pelamar terhadap keputusan seleksi. Dengan demikian, diharapkan dapat membantu para pengambil keputusan seleksi dan juga pelamar pekerjaan dapat memahami kontribusi kedua faktor tersebut guna menghasilkan keputusan yang valid dan reliabel.

(6)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengambilan Keputusan dalam Seleksi

Keputusan yaitu pilihan yang dibuat dari dua atau banyak alternatif. Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah (Robbins, 1995).

Proses pengambilan keputusan dimulai dengan suatu penilaian bahwa suatu permasalahan telah terjadi. Permasalahan yang muncul tersebut terkadang merupakan suatu kondisi negatif atau tidak menyenangkan yang membuat seseorang berkeinginan untuk menghilangkan kondisi tersebut. Selain itu, permasalahan juga dapat terjadi ketika seseorang menetapkan suatu tujuan karena tujuan juga mewakili suatu perasaan atau hasrat untuk memperbaiki kondisi yang terjadi pada saat itu.

Setelah permasalahan dikenali dan didefinisikan, individu pengambil keputusan mencari alternatif-alternatif yang sekiranya dapat mengurangi kondisi negatif yang terjadi atau alternatif yang dapat membantu mencapai tujuan. Alternatif tersebut adalah aktivitas-aktivitas yang diperkirakan individu yang bersangkutan akan mengarahkannya pada keadaan yang lebih baik. Ketika individu yang bersangkutan tersebut menggenerasikan alternatif-alternatif, ia membuat asumsi-asumsi dan prediksi-prediksi mengenai hasil yang akan dihasilkan oleh alternatif-alternatif tersebut. Untuk memilih alternatif yang terbaik, individu yang bersangkutan harus menggunakan kriteria untuk mengevaluasi alternatif tersebut. Kriteria yang digunakan untuk menilai alternatif tersebut biasanya berbeda antara individu yang satu dengan yang lain dan biasanya kriteria yang digunakan tersebut tidak senantiasa jelas. Pada tahap inilah unsur

(7)

subjektivitas turut berperan seperti persepsi, sikap dan nilai. Setelah dievaluasi dan diseleksi kemudian individu pengambil keputusan membuat keputusan dan mengimplementasikan alternatif pilihannya tersebut. Proses yang dikemukakan di atas merupakan model umum pengambilan keputusan atau pemecahan masalah menurut Tosi, Rizzo dan Caroll (1990).

Pada seleksi, keputusan mulai dibuat ketika seorang penyeleksi telah mendapatkan informasi atau data-data mengenai diri pelamar pekerjaan. Informasi atau data-data tersebut diperoleh dari setiap tahap seleksi yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan yang membuka lowongan. Menurut Mondy dan Noe III (1993), proses seleksi hingga diperoleh karyawan baru yang dibutuhkan adalah digambarkan pada gambar 1. Berdasarkan gambar 1 tersebut diketahui bahwa setiap individu pelamar pasti akan melalui serangkaian proses seleksi sebelum diputuskan diterima atau ditolak. Tahapan tersebut meliputi wawancara awal, evaluasi surat lamaran, rangkaian tes seleksi, wawancara seleksi dan pengecekan referensi. Tiap tahapan dari proses seleksi yang dilalui oleh pelamar yang bersangkutan menghasilkan informasi dan data-data yang nantinya akan menentukan keputusan seleksi yang diambil oleh pihak perusahaan atau organisasi terhadap dirinya.

(8)

Keputusan seleksi Lingkungan eksternal Lingkungan Internal P E L A M A R D I T O L A K Wawancara awal

Evaluasi surat lamaran

Rangkaian tes seleksi

Wawancara seleksi

Pengecekan referensi

Keputusan seleksi

Pemeriksaan fisik

Individu yang diterima Individu yang direkrut

(9)

Data-data yang dihasilkan dalam setiap tahap seleksi tersebut akan membentuk suatu kualifikasi mengenai diri seorang pelamar. Kualifikasi yang diperoleh dari keseluruhan rangkaian proses seleksi merupakan gambaran kualitas yang dimiliki oleh diri individu seorang pelamar karena berisi informasi mengenai pengetahuan, keterampilan atau keahlian, bakat, motivasi, minat dan karakteristik kepribadian. Kualifikasi inilah yang kemudian akan diperbandingkan dengan persyaratan pekerjaan yang dirumuskan dalam deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan. Perbandingan ini untuk melihat apakah kualifikasi yang dimiliki oleh pelamar yang bersangkutan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang sedang diseleksi atau tidak. Menurut Mondy dan Noe III (1993) sangatlah penting bagi seorang manajer untuk mempekerjakan seorang pelamar yang memiliki kualifikasi terbaik. Seseorang dnegan kualifikasi terbaik berarti orang yang bersangkutan sesuai dengan pekerjaan yang diseleksi dan diharapkan mampu mengerjakan pekerjaan tersebut secara optimal. Hal ini sesuai dengan tujuan seleksi menurut Mondy dan Noe III (1993) yaitu memasangkan seorang pekerja dengan suatu pekerjaan secara tepat.

Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ada dua hal yang menjadi dasar pengambilan keputusan seleksi :

1. Deskripsi dan spesifikasi jabatan

Deskripsi jabatan adalah dokumen yang berisi informasi mengenai tugas, kewajiban dan tanggung jawab dalam suatu pekerjaan. Sedangkan spesifikasi jabatan merupakan dokumen yang berisikan kualifikasi minimal yang harus dimiliki oleh seorang calon pekerja untuk dapat melakukan pekerjaan tertentu. Kedua dokumen inilah yang menjadi landasan berpijak seleksi karena kriteria-kriteria yang tercantum dalam

(10)

kedua dokumen inilah yang berusaha dicari, digali, diukur dan dievaluasi pada diri setiap pelamar.

2. Kualifikasi pelamar

Kualifikasi pelamar berisikan informasi mengenai pengetahuan, keterampilan atau keahlian, bakat, motivasi, minat dan karakteristik kepribadian. Keseluruhan informasi tersebut diperoleh dari surat lamaran (curriculum vitae), psikotes dan wawancara pada setiap tahap seleksi.

Pendapat lain yang secara implisit mendukung pernyataan bahwa kualifikasi menjadi dasar pengambilan keputusan adalah pendapat yang dikemukakan oleh Nankervis, Compton dan McCarty (1996). Menurut mereka seorang penyeleksi atau pengambil keputusan mengambil keputusan berdasarkan dua aspek secara fundamental yaitu :

1. Faktor yang dapat dilakukan (the can do factor)

Faktor ini meliputi pengetahuan, keterampilan atau keahlian, bakat (potensi) untuk memperoleh keahlian dan pengetahuan baru.

2. Faktor yang akan dilakukan (the will do factor)

Faktor ini meliputi motivasi, minat dan karakteristik kepribadian.

Individu yang memiliki kemampuan (the can do factor) akan tetapi tidak termotivasi untuk menggunakan kemampuannya tersebut (will not do) akan sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan individu atau pelamar yang kekurangan kemampuan yang dibutuhkan agar dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik. Informasi mengenai the can

do factor dan the will do factor akan terlihat dari kualifikasi pelamar.

Kualifikasi pelamar merupakan data-data yang masih harus diolah untuk menghasilkan suatu keputusan seleksi. Data-data tersebut kemudian dikombinasikan

(11)

dalam berbagai cara untuk mencapai suatu keputusan. Menurut Riggio (1990) ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mencapai suatu keputusan seleksi, yaitu pendekatan klinis dan pendekatan statistikal.

1. Pendekatan klinis

Pendekatan klinis merupakan suatu pendekatan dimana pengambil keputusan mengkombinasikan sumber-sumber informasi atau data secara sederhana untuk mendapatkan beberapa kesan umum mengenai diri pelamar pekerjaan. Keputusan diambil berdasarkan pada pengalaman dan keyakinan mengenai tipe-tipe sumber informasi apa yang lebih atau kurang penting. Kelemahan dari pendekatan klinis ini adalah adanya subjektivitas yang turut berpengaruh dalam keputusan yang diambil sehingga menimbulkan kecenderungan terjadi kesalahan (error) dan ketidakakuratan, meskipun telah dilakukan oleh seorang pengambil keputusan yang berpengalaman. 2. Pendekatan statistikal

Pendekatan statistikal adalah suatu pengambilan keputusan dengan cara mengkombinasikan informasi-nformasi untuk menyeleksi pelamar dalam beberapa model yang objektif. Setiap bagian dari informasi mengenai pelamar pekerjaan diberi beberapa bobot optimal yang mengindikasikan kekuatannya dalam memprediksi kinerja pelamar yang bersangkutan di masa mendatang.

Para pengambil keputusan seringkali mengkombinasikan kedua macam pendekatan tersebut yaitu pendekatan klinis dan pendekatan statistikal dalam mengambil keputusan seleksi.

(12)

Dalam mengambil keputusan seleksi, seorang pengambil keputusan juga melibatkan proses mental. Hal tersebut dapat dilihat dari bagan proses mental pengambilan keputusan menurut Tosi, Rizzo dan Caroll (1993).

Penentuan solusi Alternatif hasil 1 1 2 2 3 3 . . . . n k Kriteria evaluasi Pemilihan alternatif Implementasi Perilaku evaluatif dan kreatif Pemilihan dan pendefinisian masalah

Kondisi yang tidak menguntungkan Tujuan

Gambar 2. Bagan Proses Mental Pengambilan Keputusan (Tosi, Rizzo dan Caroll, 1993)

Menurut Tosi, Rizzo dan Caroll (1993), penilaian mengenai apa yang baik atau buruk dan apa yang benar atau salah oleh seorang individu sangat dipengaruhi oleh persepsi, nilai dan sikap yang dimilikinya. Hal ini berarti bahwa proses pengambilan keputusan terjadi berbarengan dengan proses persepsi karena pada dasarnya proses persepsilah yang memberi arti terhadap setiap langkah hingga keputusan dihasilkan. Pada tahap awal pengambilan keputusan, seorang pengambil keputusan dituntut untuk bisa memilih

(13)

masalah mana yang menuntut penyelesaian dan mendefinisikannya. Pada tahap memilih masalah mana yang harus diselesaikannya, seorang pengambil keputusan dituntut untuk bisa memahami sekelilingnya. Seorang pengambil keputusan harus bisa memberi makna kepada keadaan di sekelilingnya untuk bisa memahami keadaaan tersebut. Pemberian makna dapat dilakukan dengan cara mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensori melalui proses mental dan kognitif. Inilah yang disebut dengan proses persepsi. Ketika memilih masalah, seorang pengambil keputusan dihadapkan pada beberapa informasi atau data. Dengan melalui proses persepsi, data-data tersebut ditangkap oleh indera dan diorganisasikan oleh otak (kognitif). Namun data-data tersebut belum memiliki arti karena baru bersifat data mentah. Data-data yang disimpan di otak kemudian diolah bersama-sama untuk diberi arti. Pada proses penginterpretasian data tersebut seorang individu menggunakan pengalaman-pengalaman masa lalu, sikap dan nilai yang dimilikinya. Kesemua hal tersebut yaitu pengalaman, sikap dan nilai berbeda untuk tiap individu. Dengan hal inilah seorang pengambil keputusan memberikan penilaian terhadap masalah yang dihadapinya dan sekaligus memberikan definisi.

Proses mental seperti diuraikan di atas terjadi dalam setiap tahap pengambilan keputusan hingga dihasilkannya sebuah keputusan termasuk juga dalam seleksi karyawan. Pada proses seleksi, yang menjadi data atau informasi sebagai dasar pengambilan keputusan adalah hasil yang dicapai oleh tiap pelamar dari keseluruhan tahapan seleksi. Persepsi yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan seleksi adalah persepsi sosial karena yang berusaha dipahami dalam hal ini adalah seorang manusia yaitu pelamar pekerjaan.

(14)

B. Daya Tarik Fisik

1. Definisi Daya Tarik Fisik

Daya tarik fisik adalah kombinasi dari gambaran wajah, fisik dan penampilan yang dipandang sebagai suatu keindahan (Baron dan Byrne, 1994). Menurut Landy dan Sigall (1974), daya tarik fisik adalah penampilan fisik seseorang secara keseluruhan. Feingold (1990) menggambarkan daya tarik fisik sebagai keindahan (beauty) atau good looks seseorang yang tertangkap secara visual oleh orang lain. Apabila keseluruhan pendapat ketiga orang ahli di atas disatukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai penampilan seseorang bergerak dalam kategori menarik hingga kurnag menarik. Menurut Salim dan Salim (1991), menarik berarti menyenangkan hati karena keindahan yang ditampilkan oleh seseorang.

Menurut Baron dan Byrne (1991), daya tarik fisik merupakan karakteristik eksternal yang mempengaruhi perilaku nyata seseroang. Orang akan melakukan aksi pada saat menangkap karakter eksternal orang lain yang tertangkap secara inderawi karena penampilan fisik telah menarik perhatian lebih dahulu sebelum perilaku yang lain muncul (Johnson dkk dalam Baron dan Byrne, 1991)

2. Karakteristik Daya Tarik Fisik

Menarik atau tidaknya wajah seseorang tidak selalu sederhana ukurannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cunningham (1986) terdapat dua kategori wajah cantik pada seorang wanita. Kategori pertama adalah wanita yang kekanak-kanakan, mata lebar, hidung kecil dan berdagu sempit. Kategori kedua adalah wanita yang tampak matang, tulang pipi tinggi, pipi seperti busur, pupil mata besar dan banyak tersenyum. Langlois

(15)

dan Rogman (1990) berpendapat bahwa orang akan tertarik pada orang lain dengan wajah berukuran sedang; misalnya orang dengan hidung sedang (tidak terlalu mancung atau pesek), tinggi dahi juga sedang dan seterusnya.

Karakteristik daya tarik fisik terutama daya tarik wajah yang diuraikan di atas lebih mengarah pada karakteristik daya tarik fisik wanita. Hal ini berkaitan dengan adanya anggapan umum yang melekat pada masyarakat umum yang disitir oleh majalah Tiara (no. 83, Juli 1993), yang menyatakan bahwa wanitalah yang memiliki daya tarik, terutama secara fisik. Wanita itu indah, di mata pria maupun wanita sendiri, tetapi pria tidak.

Daya tarik fisik merupakan salah satu bagian dari penampilan yang menarik dan penampilan yang menarik merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Hal ini berkaitan dnegan pernyataan yang disitir oleh majalan Tiara (no. 110, Juli 1994) dari hasil pengkajian yang dilakukan Hamermesh dari University of Texas dan Biddle dari Michigan State University. Dikatakan bahwa wajah yang menarik memperoleh keberuntungan 5 % lebih banyak dibanding wajah orang yang memiliki daya tarik fisik rata-rata; wajah wanita yang tingkat kemenarikannya rata-rata lebih beruntung 5 % dari wanita yang berwajah di bawah rata. Sedangkan pria yang berwajah di bawah rata keberuntungannya berkurang 5 % dibanding mereka yang berwajah di tingkat rata-rata.

3. Persepsi mengenai Daya Tarik Fisik

Daya tarik merupakan salah satu hasil persepsi sosial yang paling penting. Sebelum membahas mengenai persepsi sosial khususnya mengenai daya tarik fisik alangkah

(16)

baiknya terlebih dahulu memahami definisi secara umum menurut beberapa ahli mengenai apa itu persepsi.

3.1 Definisi Persepsi

Istilah persepsi merupakan suatu istilah yang lazim digunakan orang di dalam kehidupan. Menurut Moorhead dan Griffin (1989) persepsi merupakan sekumpulan proses yang menyebabkan seorang individu menjadi sadar mengenai lingkungannya dan kemudian menginterpretasikannya. Sedangkan menurut Robbins (1995) persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensori mereka untuk memberi makna lingkungannya. Kreitner dan Kinicki (1992) berpendapat bahwa persepsi lebih merupakan suatu proses mental dan kognitif yang membuat seorang individu mampu menginterpretasi dan memahami sekelilingnya.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya persepsi itu merupakan proses penginterpretasian individu terhadap informasi-informasi dari lingkungannya. Pada saaat melakukan interpretasi terhadap lingkungannya seorang individu melibatkan proses mental dan kognitif.

3.2 Definisi Persepsi Sosial

Definisi persepsi seperti yang diulas di atas merupakan definisi atas persepsi yang bersifat umum. Maksud dari persepsi yang bersifat umum adalah persepsi yang tidak membedakan antara persepsi terhadap benda dengan persepsi terhadap manusia. Persepsi terhadap benda dikenal dengan nama persepsi, sedangkan persepsi terhadap manusia dikenal dengan nama persepsi sosial.

(17)

Secara umum yang dimaksud dengan persepsi sosial adalah bagaimana seseorang memahami seseorang yang lain. Menurut Nelson dan Quick (1997) yang dimaksud dengan persepsi sosial adalah proses menginterpretasikan informasi-informasi mengenai orang lain. Hal tersebut berarti bagaimana informasi-informasi mengenai orang lain bermakna bagi diri pemersepsi. Menurut Baron dan Greenberg (1990), persepsi sosial merupakan suatu tugas mengkombinasi, mengintegrasi dan menginterpretasikan informasi mengenai diri orang lain untuk mendapatkan pemahaman yang akurat mengenai diri orang tersebut. Hal ini berarti bahwa agar seseorang individu dapat memahami orang lain dia harus melakukan dan melalui serangkaian proses yang kompleks dalam dirinya.

Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut di atas dapat terlihat bahwa agar seseorang dapat memahami diri individu lain yang ada di sekitarnya dengan baik individu yang bersangkutan haruslah mampu mengkombinasikan, mengintegrasikan informasi yang diterimanya mengenai individu lain dengan baik, baik secara kognitif maupun afektif, sehingga dapat menghasilkan interpretasi yang akurat (objektif) mengenai diri individu yang bersangkutan.

3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Proses Persepsi Sosial Menurut Nelson dan Quick (1997), kelancaran dan keberhasilan proses persepsi sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Karakteristik Pemersepsi

1. Familiaritas dengan target yang akan dipersepsi

Bila seorang pemersepsi familiar atau akrab dengan seseorang maka dia akan melakukan observasi yang berulang-ulang untuk memastikan kesannya

(18)

terhadap orang yang bersangkutan. Jika informasi yang diperolehnya selama berlangsungnya observasi tersebut akurat maka dia mungkin akan mempunyai persepsi yang akurat mengenai target. Namun demikian, keakraban dengan target tidak selalu menjamin akurasi karena terkadang kita cenderung akan menghapus atau mengabaikan infomrasi-informasi yang tidak konsisten dengan informasi yang telah kita miliki mengenai target sebelumnya.

2. Sikap pemersepsi

Bagaimana sikap seorang pemersepsi terhadap suatu hal dapat mempengaruhi persepsinya terhadap ornag lain. Contohnya : sikap pemersepsi yang menganggap bahwa seorang wanita tidak mampu mengendalikan dirinya pada saat negosiasi yang berat akan mempengaruhi persepsinya terhadap kandidat wanita dalam suatu wawancara seleksi.

3. Suasana hati

Suasana hati memiliki pengaruh yang kuat pada persepsi seseorang. Seseorang akan memiliki pikiran yang berbeda bila dia sedang gembira daripada ketika dia dalam keadaan depresi. Selain itu, seseorang akan mengingat informasi yang konsisten dengan suasana hatinya daripada informasi yang tidak konsisten dengan kondisi suasana hatinya. Bila suasana hati positif maka orang tersebut akan membentuk kesan yang positif mengenai orang lain.

(19)

4. Konsep diri pemersepsi

Seseorang dengan konsep diri yang positif cenderung akan memperhatikan atribusi yang positif pada diri orang lain

5. Struktur kognitif

Pola pikir seseorang juga dapat mempengaruhi persepsi sosialnya. Beberapa orang memiliki kecenderungan untuk memperhatikan sesuatu yang berhubungan dengan fisik seperti tinggi, berat dan penampilan lebih daripada yang lain. Kekompleksan kognitif akan mengarahkan seseorang untuk memperhatikan banyak karakteristik dari orang lain daripada hanya memperhatikan sifat-sifat yang sedikit jumlahnya.

b. Karakteristik Target

Karakteristik dari target, orang yang dipersepsi, dapat mempengaruhi persepsi sosial seseorang. Beberapa karakteristik dari target yang mempengaruhi persepsi sosial adalah :

1. Penampilan fisik

Karakteristik ini memainkan peranan besar dalam persepsi terhadap orang lain. Pemersepsi akan memperhatikan keadaan fisik target seperti tinggi, berat, ras, usia dan jenis kelamin. Daya tarik fisik sering mewarnai keseluruhan kesan yang terbentuk mengenai diri orang lain. Orang atau target yang mempunyai wajah yang menarik memiliki stereotip positif atau baik. Daya tarik fisik ini merupakan salah satu bagian dari penampakan secara fisik (Nelson dan Quick, 1997). Daya tarik fisik merupakan salah

(20)

satu penentu utama daya tarik seseorang. Didalam masyarakat, daya tarik fisik dikaitkan dengan kecantikan.

Murstein (1972) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecantikan adalah kecantikan yang terlihat oleh mata pada diri seseorang. Secara umum, orang cenderung untuk percaya bahwa cantik adalah sesuatu yang baik. Sekarang ini stereotip ini sudah aktif semenjak seseorang masihdalam masa kanak-kanak awal. Sikap yang mementingkan daya tarik fisik ini mungkin diperoleh dari orang dewasa. Orang terkesan dengan daya tarik fisik seseorang yang lain karena secara sosial mereka dipandang sebagai orang yang memiliki kelebihan-kelebihan lain seperti kelebihan fisik yang dimiliki seperti lebih kuat, lebih sensitif, lebih diterima secara sosial daripada orang yang tidak menarik secara fisik. Banyak orang percaya bahwa individu yang menarik secara fisik memiliki lebih banyak ciri sifat kepribadian dan ciri sifat sosial. (Eagly, Ashmore, Makhijani dan Longo, 191 dalam Schultz dan Schultz, 1994).

2. Komunikasi verbal

Dalam mempersepsi seseorang, pemersepsi cenderung mendasarkan inputnya pada topik yang dibicarakan, tekanan suara dan aksen bicara seorang target.

3. Komunikasi nonverbal

Karakteristik ini memberi banyak informasi mengenai target. Kontak mata, ekspresi wajah, gerak tubuh dan postur dan semua yang ditunjukkan

(21)

oleh seorang target diperhatikan oleh pemersepsi untuk merumuskan kesan mengenai terget.

4. Intensi

Maksud yang diutarakan oleh seorang target mempengaruhi cara pemersepsi memandang target tersebut.

c. Karakteristik Situasi

Situasi yang ada pada saat terjadi interaksi antara pemersepsi dan target turut mempengaruhi kesan pemersepsi terhadap target. Beberapa hal dari situasi yang mempengaruhi persepsi sosial seseorang, yaitu :

1. Konteks sosial

Hal ini merupakan pengaruh utama dalam persepsi sosial. Konteks sosial adalah situasi dari tempat dimana interaksi antara pemersepsi dan target sedang berlangsung. Contohnya : bertemu dengan seorang profesor di ruang kerjanya mempengaruhi kesan pemersepsi dalam suatu cara tertentu yang mungkin berlawanan dengan kesan yang terbentuk ketika bertemu dengan profesor tersebut di suatu restoran.

2. Kekuatan dari isyarat situasional

Beberapa situasi menyajikan isyarat-isyarat yang kuat untuk perilaku yang tepat. Dalam situasi yang seperti ini, pemersepsi menganggap bahwa perilaku individual dapat menyesuaikan dengan situasi dan ini mungkin tidak merefleksikan/mencerminkan disposisi individu itu sendiri. Inilah yang disebut prinsip potongan (discounting principle) dalam persepsi sosial. Contohnya : seorang individu mempersepsikan seorang penjual

(22)

mobil yang hangat, yang menanyakan hobi dan pekerjaannya, tertarik dengan seleranyanya dalam hal mobil. Dapatkah perilaku tersebut dianggap mencerminkan kepribadian penjual mobil? Individu mungkin tidak dapat melakukannya karena pengaruh dari situasi dimana penjual adalah orang yang sedang dalam posisi atau situasi menjual mobil kepadanya dan perilaku ini ditujukkan pada semua orang.

3.4. Faktor yang Menghalangi Kesan yang Akurat mengenai Orang Lain a. Persepsi yang selektif

Persepsi yang selektif ini merupakan kecenderungan pemersepsi untuk memilih informasi-informasi yang mendukung pandangannya. Dengan adanya persepsi yang demikian, seorang individu sering mengabaikan informasi-informasi yang membuat dirinya merasa tidak nyaman atau mengancam pandangannya.

b. Stereotip

Stereotip merupakan suatu generalisasi tentang sekelompok orang. Stereotip ini membuat pemersepsi mengurangi informasi mengenai diri orang lain/target hingga pada suatu level yang dapat bekerja dan efisien untuk penyusunan dan penggunaan informasi. Stereotip ini dapat akurat dan ketika stereotip ini akurat, dia dapat berguna untuk dijadikan petunjuk persepsual. Namun demikian, stereotip ini lebih sering tidak akurat. Stereotip merusak individu atau pemersepsi bila mereka memperoleh kesan yang tidak akurat karena kesa tersebut akan diterapkannya pada semua aspek pandangnya pada diri target tanpa diuji dan tidak diubah terlebih dahulu.

(23)

Salah satu stereotip yang paling kuat pada persepsi sosial adalah daya tarik. Anggapan yang beredar adalah bahwa individu yang menarik adalah individu yang hangat, baik, sensitif, mandiri, kuat dan diterima secara sosial. Namun sebenarnya tidak semua individu yang dianggap menarik berkarakteristik seperti itu.

c. Kesalahan kesan pertama

Kesalahan kesan pertama adalah kecenderungan seseorang untuk membentuk opini yang berlangsung dan bertahan lama di ingatan mengenai seseorang individu lain berdasarkan pada persepsi awal. Pada kondisi ini pemersepsi mengobservasi suatu perilaku awal dari seseorang (target) pada pertemuan pertama dan menduga bahwa perilaku tersebut mencerminkan bagaiman orang itu sebenarnya. Efek ini berbahaya bila terjadi pada waktu wawancara seleksi karena pemersepsi akan membentuk kesan pertama secara cepat dan kesan ini menjadi dasar bagi hubungan kerja dalam waktu yang panjang.

d. Teori kepribadian implisit

Faktor ini dapat mempengaruhi persepsi sosial menjadi persepsi yang tidak akurat karena dengan faktor ini pemersepsi cenderung membuat teori mininya sendiri mengenai bagaimana seseorang terlihat dan berperilaku berdasarkan pemikirannya sendiri.

e. Ramalan pemuasan diri

Ramalan pemuasan diri adalah suatu situasi dimana harapan-harapan pemersepsi mengenai seorang target mempengaruhi interaksinya dnegan target hingga harapannya terpenuhi.

(24)

3.5 Proses Persepsi Sosial

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi sosial dan ada juga faktor yang dapat menghambat terbentuknya persepsi sosial yang akurat. Keseluruhan faktor tersebut, baik faktor yang mempengaruhi persepsi sosial maupun faktor penghambat, saling berinteraksi hingga dihasilkannya suatu persepsi sosial. Proses tersebut dijelaskan oleh Brigham (1991) melalui gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa persepsi sosial dimulai dengan observasi terhadap orang, perilaku dan situasi. Kadang-kadang seorang pemersepsi melakukan penilaian pintas melalui tanda-tanda tersebut yaitu orang, perilaku dan situasi. Dengan berdasar pada ketiga tanda tersebut, pemersepsi langsung membuat kesan mengenai diri seseorang. Namun terkadang di lain waktu seorang pemersepsi membentuk kesan hanya setelah membuat atribusi dan kemudian mengintegrasikannya. Menurut Brigham, keseluruhan kesan yang dihasilkan baik melalui penilaian pintas maupun analisis yang lebih hati-hati, pemersepsi tetap menjadi subjek bagi terjadinya bias.

Penilaian pintas

Pemersepsi elemen proses atribusi disposisi proses kesan

Orang integrasi

Situasi Perilaku

Konfirmasi bias

(25)

C. Kualifikasi Pelamar

Kualifikasi pelamar merupakan gambaran menyeluruh mengenai diri seorang pelamar yang diperoleh setelah membandingkan hasil-hasil yang diperolehnya dalam keseluruhan tahapan seleksi dengan deskripsi dan spesifikasi jabatran yang dirumuskan dalam persyaratn jabatan (job requirement). Kualifikasi merupakan profil untuk mengetahui apakah pelamar yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan yang diseleksi atau tidak dan kualifikasi ini pulalah yang kemudian akan menjadi dasar utama pengambilan keputusan seleksi untuk menentukan apakah seorang pelamar diterima atau ditolak.

Berdasarkan definisi tersebut di atas diketahui bahwa deskripsi dan spesifikasi jabatan merupakan dasar utama pelaksanaan seleksi. Menurut Werther dan Davis (1989), input dari proses seleksi itu ada tiga yaitu analisis jabatan, perencanaan sumber daya manusia (human reosurce plans) dan para individu yang telah direkrut.

Analisis jabatan memberikan informasi mengenai deskripsi jabatan, spesifikasi individu yang dibutuhkan dan performansi standar yang diperlukan oleh setiap jabatan atau pekerjaan. Perencanaan sumber daya manusia memberikan informasi kepada manajer mengenai jabatan apa yang membutuhkan indivdu pekerja baru. Rencana tersebut mengijinkan seleksi untuk berporses dalam perilaku yang logis dan efektif. Para individu yang telah direkrut merupakan kelompok subjek yang menjadi sasaran dari proses seleksi.

Spesifikasi dan deskripsi jabatan merupakan hasil dari analisis jabatan dan itulah sebabnya mengapa kedua dokumen tersebut menjadi dasar utama pelaksanaan seleksi karyawan. Ketiga input tersebut di atas menentukan efektivitas dari proses seleksi yang

(26)

dilakukan oleh suatu organisasi atau perusahaan. Apabila informasi analisis jabatan, perencanaan sumber daya manusia dan para individu yang direkrut memiliki kualitas yang tinggi maka proses seleksi seharusnya juga akan berjalan baik.

Pada saat bersamaan, tantangan-tantangan lain terhadap proses seleksi juga memungkinkan kesuksesan proses seleksi menjadi terbatas dan tantangan- tantangan tersebut harus diatasi bila menginginkan seleksi dapat berjalan dengan sukses. Tantangan-tantangan tersebut yaitu : keterbatasan penyediaan tenaga kerja, pertimbangan-pertimbangan etis, penyimpangan surat-surat kepercayaan, kebijakan organisasional, hukum mengenai persamaan dalam pekerjaan, dan peraturan-peraturan mengenai pelayanan imigrasi dan naturalisasi serta tantangan legal lainnya. Keseluruhan aktivitas di atas merupakan aktivitas manajemen personalia dalam proses seleksi menurut Werther dan Davis (1989) sebagaimana yang terlihat pada gambar 4.

Inputs Tantangan Analisis jabatan Perencanaan sumber daya manusia Para individu yang direkrut

- Penyediaan tenaga kerja - Pertimbangan etis - Penyimpangan surat kepercayaan - Kebijakan organisasional - Hukum persamaan pekerjaan - Peraturan pelayanan - Masalah legal lainnya

Seleksi

Gambar 4. Aktivitas Manajemen Personalia dalam Proses Seleksi (Werther dan Davis, 1989)

(27)

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa suatu organisasi atau perusahaan melakukan seleksi terhadap setiap pelamar berdasarkan pada persyaratan jabatan. Menurut Berry dan Houston (1993), persyaratan jabatan ditentukan melalui analisis jabatan. Analisis jabatan merupakan suatu cara untuk mempelajari suatu jabatan. Menurut Berry dan Houston (1993), ada dua macam informasi yang digali melalui analisis jabatan:

a. Informasi tentang tugas

Informasi mengenai tugas memuat pernyataan tentang pekerjaan apa yang dilakukan, bagaimana melakukanya, dan untuk tujaun apa pekerjaan tersebut dilakukan. Informasi tentang tugas tersebut juga meliputi pernyataan mengenai perlengkapan dan material yang diperlukan, kondisi kerja yang khusus atau spesial seperti resiko-resiko yang mungkin terjadi, dan hubungan dengan orang lain seperti supervisor atau penyelia dan bawahan.

b. Informasi mengenai kualifikasi pekerja

Informasi mengenai kualifikasi pekerja memuat informasi mengenai pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan karakteristik-karakteristik lain yang diperlukan oleh seorang pekerja agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik.

Oleh karena itu, persyaratan jabatan memuat semua informasi mengenai jabatan yang menjadi target seleksi yang dibutuhkan oleh para penyeleksi. Informasi tersebut antara lain informasi mengenai kemampuan apa saja—baik fisik maupun mental—yang dituntut agar seseorang dapat mengerjakan pekerjaan tersebut dengan baik. Hal tersebut disebabkan karena persyaratan pekerjaan disusun berdasarkan deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan yang merupakan hasil analisis jabatan.

(28)

Deskripsi jabatan adalah suatu pernyataan tertulis yang menjelaskan mengenai tugas, kondisi kerja dan aspek lain dari suatu jabatan yang spesifik. Spesifikasi jabatan adalah suatu deskripsi mengenai apa yang dituntut oleh suatu jabatan terhadap individu pekerja dan keterampilan yang dibutuhkan.

Idealnya, tujuan seleksi adalah mendapatkan seorang individu pekerja baru yang mampu memenuhi persyaratan jabatan dan spesifikasi jabatan. Menurut Werther dan Davis (1989), berdasarkan spesifikasi dan deskripsi jabatan yang ada—yang sesuai dengan jabatan atau pekerjaan yang membutuhkan sumber daya manusia—pihak personalia perusahaan akan menentukan tes-tes yang akan digunakan dalam seleksi yang diperkirakan mampu untuk mengungkap informasi dari diri pelamar sesuai dengan tuntutan spesifikasi dan deskripsi jabatan. Hasil perumusan gabungan informasi dari kedua hal tersebut yaitu informasi hasil keseluruhan tahapan seleksi dan spesifikasi serta deskripsi jabatan akan membentuk suatu kualifikasi pekerja yang dibutuhkan oleh jabatan yang dimaksud.

(29)

BAB III PENUTUP

Pekerjaan merupakan hal yang didambakan oleh banyak orang. Dengan bekerja, seseorang individu akan mampu untuk membiayai kehidupannya. Dengan bekerja, seorang individu akan memiliki prestise tertentu di mata masyarakat di sekitarnya. Dengan bekerja, seorang individu memiliki kesempatan untuk bisa mendapatkan banyak hal dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. Namun sayang, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk bisa bekerja terutama di bawah naungan suatu instansi/organisasi atau perusahaan tertentu.

Jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia di pasar kerja sangat terbatas dan bila pun ada lowongan, tidak semua orang mampu mengisinya karena pekerjaan tersebut menuntut suatu keahlian, kemampuan atau pengetahuan tertentu agar bisa menjalankannya dengan optimal. Di sisi lain, jumlah pelamar yang mengajukan diri untuk bekerja sangat banyak. Kondisi yang demikianlah yang menuntut suatu organisasi atau perusahaan mengadakan proses rekrutmen dan seleksi untuk memenuhi kebutuhan kerjanya.

Mondy dan Noe III (1993) mengatakan bahwa tujuan seleksi adalah untuk memasangkan secara tepat antara individu pelamar dengan pekerjaan atau posisi yang ditawarkan. Apabila pemasangan tersebut tidak tepat sehingga seorang individu terlalu atau kurang memenuhi syarat pekerjaan atau untuk alasan lain dia tidak cocok dengan pekerjaan atau organisasi maka dia mungkin akan meninggalkan organisasi tersebut kelak. Dapat disimpulkan bahwa seleksi merupakan salah satu kebijakan yang penting

(30)

dalam suatu organisasi atau perusahaan karena seleksi merupakan jalan untuk bisa mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini pulalah yang turut mendasari sempitnya lowongan kerja yang tersedia di pasaran kerja.

Proses rekruitmen dan seleksi yang dilakukan terhadap para pelamar pekerjaan biasanya melalui beberapa tahap yaitu penerimaan surat lamaran, pemberian serangkaian tes, wawancara seleksi, pemeriksaan referensi dan latar belakang pelamar pekerjaan, evaluasi medis, wawancara oleh supervisor, pengenalan pekerjaan yang sebenarnya pada para pelamar yang diseleksi, dan keputusan menerima atau menolak. Pada keseluruhan rangkaian tahapan seleksi tersebut, keputusan menerima atau menolak merupakan hal yang paling kritis karena hal inilah yang diumukan kepada para pelamar dan ditunggu-tunggu oleh para pelamar tersebut.

Pada seleksi, keputusan mulai dibuat ketika seorang penyeleksi telah mendapatkan informasi atau data-data mengenai diri pelamar pekerjaan. Informasi atau data-data tersebut diperoleh dari setiap tahap seleksi yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan yang membuka lowongan. Tiap tahapan dari proses seleksi yang dilalui oleh pelamar yang bersangkutan menghasilkan informasi dan data-data yang nantinya akan menentukan keputusan seleksi yang diambil oleh pihak perusahaan atau organisasi terhadap dirinya

Data-data yang dihasilkan dalam setiap tahap seleksi tersebut akan membentuk suatu kualifikasi mengenai diri seorang pelamar. Kualifikasi yang diperoleh dari keseluruhan rangkaian proses seleksi merupakan gambaran kualitas yang dimiliki oleh diri individu seorang pelamar karena berisi informasi mengenai pengetahuan, keterampilan atau keahlian, bakat, motivasi, minat dan karakteristik kepribadian. Kualifikasi inilah yang

(31)

kemudian akan diperbandingkan dengan persyaratan pekerjaan yang dirumuskan dalam deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan. Perbandingan ini untuk melihat apakah kualifikasi yang dimiliki oleh pelamar yang bersangkutan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang sednag diseleksi atau tidak. Menurut Mondy dan Noe III (1993) sangatlah penting bagi seorang manajer untuk mempekerjakan seorang pelamar yang memiliki kualifikasi terbaik. Seseorang dengan kualifikasi terbaik berarti orang yang bersangkutan sesuai dengan pekerjaan yang diseleksi dan diharapkan mampu mengerjakan pekerjaan tersebut secara optimal.

Individu yang memiliki kemampuan (the can do factor) akan tetapi tidak termotivasi untuk menggunakan kemampuannya tersebut (will not do) akan sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan individu atau pelamar yang kekurangan kemampuan yang dibutuhkan agar dapat mengerjakan pekerjaan dengan baik. Informasi mengenai the can

do factor dan the will do factor akan terlihat dari kualifikasi pelamar.

Dalam mengambil keputusan seleksi, seorang pengambil keputusan juga melibatkan proses mental. Penilaian mengenai apa yang baik atau buruk dan apa yang benar atau salah oleh seorang individu sangat dipengaruhi oleh persepsi, nilai dan sikap yang dimilikinya. Hal ini berarti bahwa proses pengambilan keputusan terjadi berbarengan dengan proses persepsi karena pada dasarnya proses persepsilah yang memberi arti terhadap setiap langkah hingga keputusan dihasilkan

Pada proses seleksi, yang menjadi data atau informasi sebagai dasar pengambilan keputusan adalah hasil yang dicapai oleh tiap pelamar dari keseluruhan tahapan seleksi. Persepsi yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan seleksi adalah persepsi sosial

(32)

karena yang berusaha dipahami dalam hal ini adalah seorang manusia yaitu pelamar pekerjaan. Persepsi sosial adalah bagaimana seseorang memahami seseorang yang lain

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu kesan pertama, stereotip pelamar ideal, jenis kelamin, usia, informasi pekerjaan, tanda-tanda visual dan sikap (Gilmore, Beehr dan Love, 1986). Variabel-variabel tersebut juga dapat mempengaruhi proses pengambilan keputsan seleksi karena dalam pengambilan keputusan seleksi juga terdapat pengaruh persepsi.

Salah satu pengaruh dari variabel-variabel tersebut di atas pada keputusan seleksi adalah bahwa pengambil keputusan mempunyai tendensi untuk mengatribusikan karakteristik-karakteristik secara berbeda pada para pelamar berdasarkan atas variabel-variable tersebut. Salah satu variabel yang dapat mempengaruhi keputusan seleksi adalah penampilan fisik dari pelamar pekerjaan.

Penampilan fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terutama persepsi sosial yaitu persepsi mengenai diri orang lain. Daya tarik fisik kerap mewarnai keseluruhan kesan yang terbentuk mengenai diri orang lain. Orang/target yang memiliki wajah yang menarik memiliki stereotip yang positif/baik. Orang terkesan dengan daya tarik fisik seseorang yang lain karena secara sosial mereka dipandang sebagai orang yang memiliki kelebihan-kelebihan lain seperti lebih kuat secara fisik, lebih sensitif, lebih diterima secara sosial daripada orang yang tidak menarik secara fisik. Banyak orang percaya bahwa individu yang menarik secara fisik memiliki lebih banyak ciri sifat kepribadian dan ciri sifat sosial yang diharapkan.

Pengambil keputusan adalah seorang manusia biasa yang hidup di lingkungan dan tidak terlepas dari kehidupan sosial. Hal ini berarti bahwa ia tidak terlepas dari proses

(33)

persepsi sosial dimana ia melakukan penilaian terhadap orang lain di sekitarnya termasuk penilaian terhadap para pelamar yang diseleksinya. Berdasarkan pada keadaan tersebut maka terdapat kemungkinan bahwa seorang pengambil keputusan juga memiliki stereotip yang positif terhadap pelamar yang dinilainya menarik secara fisik dan hal ini mempengaruhi penilaiannya secara keseluruhan terhadap diri pelamar yang bersangkutan. Keadaan tersebut akhirnya juga mempengaruhi keputusan yang diambilnya. Kecenderungan terjadinya bias ini lebih besar pada proses wawancara.

Adanya seleksi dan keputusan terbaik yang dihasilkan oleh pengambil keputusan akan membawa dampak yang positif terhadap perusahaan atau organisasi yaitu mendapatkan pekerja yang berkualitas, sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga mampu meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi yang bersangkutan. Pada sisi yang lain juga akan membangkitkan semangat para individu yang bekemampuan, berpendidikan dan berketerampilan untuk mengirimkan surat lamaran untuk lowongan pekerjaan yang dibuka oleh suatu perusahaan atau organisasi. Oleh karenanya diharapkan agar pengambil keputusan seleksi agar dapat menghasilkan keputusan secara bijaksana dengan tetap berpedoman pada kualifikasi pelamar dan tidak mengabaikan kemungkinan terjadinya bias selama proses penilaian berlangsung terutama pada saat wawancara seleksi. Bias tersebut antara lain adalah daya tarik fisik pelamar yang bisa mempengaruhi penilaian objektif pengambil keputusan.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Baron, R.A & Greenberg, J. 1990. Behavior in Organization: Understanding and

Managing the Human Side of Work. 3rd ed. New York : Allyn & Bacon

Berry, L.M & Houston, J.P. 1993. Psychology at Work : An Introduction to Industrial

and Organizational Psychology. Madison : Brown & Benchmark Publishers

Brigham, J.C. 1991. Social Psychology. 2nd ed. New York : Harper Collins Publishers

Feingold, A. 1990. Gender Differences in Effects of Physical Attractiveness on Romantic Attraction : A Comparison Across Five Research Paradigm. Journal of Personality

and Social Psychology, 59, 5, 981-993.

Kreitner, R & Kinicki, A. 1992. Organizational Behavior. 2nd ed. Boston : Richard D

Irwin, Inc

Landy, P & Sigall, H. 1974. Beauty is Talent Evaluation as A Function of the Performer’s Physical Attractiveness. Journal of Personality and Social Psychology,

29, 3, 299-304

Langlois, J.H & Roggman, L.A. 1990. Attractive Faces are Only Average. Psychological

Science, 1, 2, 115-121

Mondy, R.W & Noe III, R.M. 1993. Human Resource Management. 5th edition. New

York : Allyn & Bacon

Moorhead, G & Griffin, R.W. 1989. Organizational Behavior. 2nd edition. Boston :

Houghton Mifflin Company

Nankervis, AW.R, Compton, R.L & McCarthy, T.E. 1996. Strategic Human Resource

Management. 2nd edition. Melbourne : An International Thomson Publising

Compny

Nelson, D. I & Quick, J.C. 1997. Organizational Behavior Foundation, Realities and

Challenges. 2nd edition. Canada : west publishing company.

Riggio, R.E. 1990. Introduction to Industrial/Organizational Psychology. New York : Scott, Foresman & Company

Robbins, S.P. 1995. Organizational Behavior – Concepts, Controversies, Application. 8th

(35)

Schultz, D.P & Schultz, S.E. 1994. Psychology and Work Today : An Introduction to

Industrial and Organizational Psychology. 6th edition. New York : Macmillan

Publishing Company & Maxwell Macmillan International

Tosi, H.L, Rizzo, J.R & Caroll, S.J. 1990. Managing Organizational Behavior. 2nd

edition. New York : Harper Collins Publishers

Werther, W.B, Jr & Davis, K. 1989. Human Resource and Personnel Management. 3rd

edition. Singapore : McGraw-Hill, Inc

______, 1993. Bisinis dan Manajemen : Sepuluh Penyebab Kegagalan Pencari Kerja.

Tiara, no. 76, 11-24 April 1993

Gambar

GAMBAR 1. Bagan Proses Seleksi (Mondy dan Noe III, 1993)
Gambar 2. Bagan Proses Mental Pengambilan Keputusan  (Tosi, Rizzo dan Caroll, 1993)
Gambar 3. Proses Persepsi Sosial (Brigham, 1991)
Gambar 4. Aktivitas Manajemen Personalia dalam Proses Seleksi   (Werther dan Davis, 1989)

Referensi

Dokumen terkait

Pendorong kinerja, yang meliputi perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan, diturunkan dari proses penerjemahan strategi

Perkembangan bangsa kambing di dunia mengarah kepada tiga produk utama yaitu daging, susu dan bulu (mohair). Di Indonesia, daging kambing dihasilkan terutama oleh jenis kambing

Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan di bawah garis kemiskinan..

Tingkat akurasi metode multiple kernel support vector machine yang dihasilkan untuk data ekspresi gen leukimia yaitu 85% dan untuk data tumor usus besar sebesar

perikanan merupakan mata rantai penting dalam pencegahan IUU fishing, tanpa pengawasan dan pengendalian di lapangan sebagai unsur MCS (Monitoring,

Jumlah jam praktik mengajar (PPL) yang dilakukan praktikan berdasarkan jadwal dan alokasi waktu pelajaran di SMA N 1 Kota Mungkid yang sudah dilampirkan. Dalam melaksanakan

Dampak yang ditimbulkan dari pembelajaran yang tidak menggunakan media, kemampuan membaca anak tidak berkembang dengan baik, pada kondisi awal, dari total

[r]