1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas pelayanan kesehatan. Kualitas fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk aksebilitas terhadap fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyatakan bahwa angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 259 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika dibanding dengan negara-negara tetangga. Lima penyebab kematian ibu terbesar adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama atau macet, dan abortus (Kemenkes, 2014).
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 tahun. Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan untuk mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan anak adalah Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA). SDKI tahun 2012 menyatakan bahwa AKN sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup menurun dari 20 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan 23 per 1.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil SDKI 2002. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 56% kematian bayi. Untuk mencapai target penurunan AKB pada Melenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi baru lahir menjadi prioritas utama. Komitmen global dalam MDGs menetapkan target terkait kematian anak yaitu menurunkan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015 (Kemenkes, 2014).
Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah pada masa neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 hari). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi pada umur 0-6 hari. Komplikasi yang menjadi penyebab kematian neonatal terbanyak adalah asfiksia, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), dan infeksi. Capaian penanganan neonatal dengan
komplikasi mengalami peningkatan dari tahun 2012 yang sebesar 48,48% menjadi 51,47% pada tahun 2013. Meskipun terjadi peningkatan capaian, namun masih terdapat disparitas yang cukup besar antar provinsi. Capaian tertinggi diperoleh Provinsi DIY dengan angka sebesar 90,60% diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 75,36%, dan Bali sebesar 71,27%. Capaian terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 15,34%, diikuti oleh Papua sebesar 15,38%, dan Sumatra Utara sebesar 18,69% (Kemenkes, 2014).
Situasi derajat kesehatan di suatu wilayah digambarkan dalam berbagai indikator derajat kesehatan. Indikator yang dinilai paling peka dan telah disepakati secara nasional sebagai ukuran derajat kesehatan suatu wilayah meliputi : (1) Umur Harapan Hidup, (2) Angka kematian Ibu, (3) Angka Kematian Bayi, (4) Angka Kematian Balita, dan (5) Status Gizi Balita atau Bayi. Tahun 2012 jumlah kelahiran sebesar 46.104 dengan kasus lahir mati sebanyak 360 bayi. Jumlah kelahiran dan kematian yang dilaporkan meningkat dari tahun 2011. Secara nasional angka kematian ibu di DIY juga tetap menempati salah satu yang terbaik. Tahun 2012 jumlah kematian ibu menurun menjadi sebanyak 40 kasus dengan penyebab utama adalah perdarahan, eklamsi, dan sepsis, sesuai dengan pelaporan dari Dinas Kesehatan Kab/Kota, sehingga apabila dihitung menjadi Angka Kematian Ibu dilaporan sebesar 87,3 per 100.000 kelahiran hidup. Hasil SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi di DIY mempunyai angka yang relatif lebih tinggi, yaitu jumlah kematian bayi (0-12 hari) tahun 2012 sebesar 400 kasus atau sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup (target MDGs sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015). Apabila melihat angka hasil SDKI 2012 tersebut, maka masalah kematian bayi merupakan hal yang serius yang harus diupayakan penurunan agar target MDGs dapat dicapai. Untuk kasus kematian neonatal (0-28 hari), di DIY tahun 2012 terjadi 400, tahun 2011 terjadi sebanyak 311 kasus, meningkat dibanding tahun 2010 sebanyak 241 kasus, dengan penyebab kematian terbanyak disebabkan karena BBLR dan asfiksia (Dinkes DIY, 2013).
Kematian bayi (0-11 bulan) tahun 2012 di kabupaten Sleman sebanyak 69 bayi terdiri dari kematian bayi laki-laki sebanyak 42 bayi, kematian bayi perempuan sebanyak 27 bayi. Dari data persalinan ibu hamil yang ada, sebanyak 13.697 lahir hidup tersebut menunjukkan bahwa kematian bayi baru lahir (neonatal) di kabupaten
menjadi penyebab terkait dengan pelayanan kesehatan pada kehamilan, persalinan dan perawatan bayi baru lahir. Penyebab kematian bayi adalah karena asfiksia, hipotermia, dan BBLR (Dinkes Kab Sleman, 2013).
Asfiksia adalah ketidakmampuan bayi baru lahir untuk bernapas pada waktu 60 detik pertama. Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari kegawatan janin intrauteri yang disebabkan oleh banyak hal. Fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga menimbulkan perubahan metabolisme janin menuju metabolisme anaerob, yang menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi CO2. Kejadian asfiksia jarang terjadi pada persalinan normal, sebagian besar neonatus adalah vigorous baby dengan skor Apgar 8-10 (Manuaba, 2007).
Transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin melibatkan serangkaian perubahan fisiologik kompleks yang dimulai sebelum lahir. Yang mengejutkan adalah walaupun bayi mengalami sedikit hipoksemia intermiten selama persalinan, namun sebagian besar pada akhirnya menjalani transisi ini. Transisi ini dapat terganggu oleh berbagai peristiwa antepartum atau intrapartum yang menyebabkan depresi kardiorespirasi, asfiksia atau keduanya. Berbagai kondisi pada fetal, maternal, dan plasental yang berhubungan dengan adaptasi neonatal abnormal terhadap kehidupan ekstrauterin. Kondisi maternal tersebut adalah anestesi umum, terapi obat-obat maternal, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, hipertensi kronik, infeksi maternal, diabetes melitus maternal, polihidramnion dan oligohidramnion (Lissauer & Fanaroff, 2009).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor risiko pada ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Sleman sehingga pencegahan terhadap faktor risiko pada ibu dapat dilakukan.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Apakah ada hubungan faktor risiko pada ibu meliputi umur, diabetes melitus, hipertensi, anemia, perdarahan antepartum, paritas, infeksi dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Sleman?”
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui adanya hubungan faktor risiko pada ibu meliputi umur, diabetes melitus, hipertensi, anemia, perdarahan antepartum, paritas, infeksi dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Sleman.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat diperolah data-data untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan faktor risiko pada ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada RSUD Sleman untuk mempertahankan atau meningkatkan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) secara menyeluruh sesuai dengan program pemerintah terutama deteksi dini faktor risiko.
b. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi kepada tenaga kesehatan khususnya dokter dalam memahami faktor risiko pada ibu yang berhubungan dengan kejadian asfiksia neonatorum. Dapat digunakan untuk menyusun strategi pencegahan dan penanggulangannya. c. Diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan khususnya
ibu hamil agar selalu melakukan antenatal care secara teratur agar mudah dideteksi kelainan-kelainan yang terjadi.
1.5 Keaslian Penelitian
Peneliti menemukan beberapa kesamaan variabel dalam penelitian yang mana dilakukan oleh peneliti lainnya, yaitu :
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Tahun 2012 2012 2012 2011 2011 2011
Peneliti I Wayan Dharma Artana
Gilang, Horsoyo Notoatmodjo, Maya Dian Rakhmawatie
Gietha S Ravindran Adhie Nur Radityo S
Martono Tri Utomo Chayasak Pitsawong, Prisana Panichkul. Judul Faktor Risiko dan
Luaran Fungsi Hati pada Asfiksia Neonatus di Unit Perawatan Intensif Neonatus (UPIN) RSUP Sanglah Denpasar Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi Di RSUD Tugurejo Semarang) Hubungan Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir Dari Ibu Preeklamsi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari Tahun 2008-2011
Asfiksia Neonatorum Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Gagal Ginjal Akut
Risk Factors For Birth Asphyxia
Risk Factors Associated with Birth Asphyxia in Phramongkutklao Hospital
Metode Cross Sectional Analitik cross sectional Deskriptif analitik cross
sectional
Kohort prospektif Case control retrospective Case control retrospective
Hasil Faktor risiko terhadap kejadian asfiksia adalah umur kehamilan
(p<0,013) dan berat badan lahir rendah (p<0,001)
Faktor-faktor yang merupakan faktor yang berhubungan dengan asfiksia neonatorum antara lain umur ibu (p=0,040), perdarahan antepartum (p=0,010), Berat Badan Lahir (BBL) bayi (p=0,033), pertolongan persalinan letak sungsang perabdominam dan pervaginam (p=0,006), partus lama atau macet (p=0,035) dan Ketuban Pecah Dini (KPD) (p=0,004)
Terdapat hubungan yang signifikan antara preeklamsi pada ibu hamil dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir (p=<0.001) Asfiksia berat merupakan faktor risiko terjadinya GGA (p=0,006; RR 2,5; 95% CI 1,2-5,1)
Faktor risiko yang berhubungan dengan asfiksia adalah perdarahan antepartum p=0,009, OR 2,607 (1,242-5,473), preeklamsia p=0,000, OR 2,372 (1,688-3,333), prematuritas p=0,000, OR 4,055 (2,939-5,595), postmaturitas p=0,001, OR 3,811 (1,637-8,872), berat lahir rendah p=0,000, OR 5,833 (4,245-8,016) dan bedah Caesar p=0,000, OR 3,778 (2,750-5,190)
The risk factors associated with birth asphyxia included moderate to thick meconium (OR 5.51, 95% CI 2.58-11.77), breech presentation (OR 4.53, 95% CI 1.72-11.92), birth weigh <2,500 grams (OR 2.46, 95% CI 1.4-4.29), sedation with morphine (OR 2.29, 95% CI 1.37-3.84) or pethidine and preterm delivery (OR 2.08, 95% CI 1.24-3.51) Jumlah Sampel 46 neonatus asfiksia dan 60 kontrol
69 kasus 91 orang 63 neonatus Asphyxia 178 cases and
1948 non asphyxia neonate
150 with an APGAR score at 1 minutes of 7 or less, and control 300 with an APGAR score at 1 minute more than 7