• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI Proses Perpindahan Kalor. Perpindahan kalor merupakan ilmu untuk meramalkan perpindahan energi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI Proses Perpindahan Kalor. Perpindahan kalor merupakan ilmu untuk meramalkan perpindahan energi"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Proses Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor merupakan ilmu untuk meramalkan perpindahan energi dalam bentuk panas yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Dalam proses perpindahan energi tersebut tentu ada kecepatan perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih dikenal dengan laju perpindahan panas. Maka ilmu perpindahan panas juga merupakan ilmu untuk meramalkan laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Perpindahan kalor dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpindahnya suatu energi (kalor) dari satu daerah ke daerah lain akibat adanya perbedaan temperatur pada daerah tersebut. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan yang diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.1.1. Perpindahan Kalor Secara Konduksi

Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium

(2)

yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum.

Gambar 2.1 Perpindahan panas konduksi [2]

Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut :

Persamaan dasar konduksi : 𝑄k= −𝑘𝐴∆𝑇

∆𝑥 ...(2.1) Keterangan :

Qk = Laju perpindahan panas (J/det,W) k = Konduktifitas termal (W/m.°C) T = Perbedaan temperatur ( °C, °F ) ∆x = Perbedaan jarak (m)

(3)

∆𝑇

∆𝑥 = gradien temperatur kearah perpindahan kalor konstanta positif ”k” disebut konduktifitas atau kehantaran termal benda itu, sedangkan tanda minus disisipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala temperatur.

Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah perbandingan antara laju aliran panas yang melintas permukaan isothermal dan gradien yang terdapat pada permukaan tersebut berlaku pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap waktu yang dikenal dengan hukum Fourier.

Dalam penerapan hokum Fourier (persamaan 2.1) pada suatu dinding datar, jika persamaan tersebut diintegrasikan maka akan didapatkan :

𝑄k= −𝑘𝐴∆𝑇

∆𝑥(𝑇2− 𝑇1) ...(2.2) Bilamana konduktivitas termal (thermal conductivity) dianggap tetap. Tebal dinding adalah Δx, sedangkan T1 dan T2 adalah temperatur muka dinding.

Konduktivitas Termal

Tetapan kesebandingan (k) adalah sifat fisik bahan atau material yang disebut konduktivitas termal. Persamaan (2.1) merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktifitas termal berbagai bahan. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu.

(4)

Tabel 2.1 Daftar konduktivitas termal berbagai bahan pada 0 °C [3] Konduktivitas termal Bahan W/m.°C Btu/h . ft . ºF Logam Perak (murni) 410 237 Tembaga (murni) 385 223 Alumunium (murni) 202 117 Nikel (murni) 93 54 Besi (murni) 73 42 Baja karbon, 1% C 43 25 Timbal (murni) 35 20,3 Baja karbon-nikel 16,3 9,4 (18% cr, 8% ni) Bukan logam

Kuarsa (sejajar sumbu) 41,6 24

Magnesit 4,15 2,4

Marmer 2,08-2,94 1,2-1,7

Batu passir 1,83 1,06

Kaca, jendela 0,78 0,45

(5)

Serbuk gergaji 0,059 0,034 Wol kaca 0,038 0,022 Zat cair Air-raksa 8,21 4,74 Air 0,556 0,327 Amonia 0,540 0,312

Minyak lumas, SAE 50 0,147 0,085

Freon 12, 22FCCI 0,073 0,042

Gas

Hidrogen 0,175 0,101

Helium 0,141 0,081

Udara 0,024 0,0139

Uap air (jenuh) 0,0206 0,0119

Karbon dioksida 0,0146 0,00844

2.1.2. Perpindahan Kalor Secara Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll. Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya

(6)

perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free/natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa/eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced convection).

Gambar 2.2 Perpindahan panas konveksi [4]

Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran tertutup seperti pada gambar 2.2 merupakan contoh proses perpindahan panas. Laju perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan

𝑄 = −ℎ𝐴 (𝑇𝑤 − 𝑇)...(2.3)

Keterangan :

Q = Laju perpindahan panas (J/det atau W)

 ℎ = Koefisien perpindahan panas konveksi (W / m2. °C) A = Luas bidang permukaan perpindahaan panas ( ft2 , m2 )  𝑇𝑤 = Temperatur dinding ( °C , K )

(7)

 𝑇 = Temperatur sekeliling ( °C , K )

Tanda minus ( - ) digunakan untuk memenuhi hukum II termodinamika, sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif ( + ).

Persamaan (2.4) mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien perpindahan panas permukaan ℎ, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju perpindahan panas didaerah dekat pada permukaan itu.

Gambar 2.3 Perpindahan panas konveksi [5]

Perpindahan konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, karena dapat meningkatkan efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan fluida yang lain.

(8)

2.2. Bilangan Reynolds

Dalam mekanika fluida, bilangan reynolds adalah rasio antara gaya inersia terhadap gaya viskos yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan ini digunakan untuk mengidentikasikan jenis aliran yang berbeda, misalnya laminar dan turbulen. Namanya diambil dari Osborne Reynolds (1842–1912) yang mengusulkannya pada tahun 1883.

Bilangan reynolds merupakan salah satu bilangan tak berdimensi yang paling penting dalam mekanika fluida dan digunakan, seperti halnya dengan bilangan tak berdimensi lain. Jika dua pola aliran yang mirip secara geometris, mungkin pada fluida yang berbeda dan laju alir yang berbeda pula, memiliki nilai bilangan tak berdimensi yang relevan, keduanya disebut memiliki kemiripan dinamis. [6]

Jenis dari bilangan reynolds :

a. Aliran laminar

Aliran laminer adalah aliran fluida yang bergerak dengan kondisi lapisan-lapisan (lanima-lanima) membentuk garis-garis alir yang tidak berpotongan satu sama lain. Hal tersebut ditunjukan oleh percobaan Osborne Reynolds. Pada laju aliran rendah aliran laminer tergambar sebagai filamen panjang yang mengalir sepanjang aliran.

b. Aliran Turbulen

Aliran turbulen adalah aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak secara acak dan tidak stabil dengan kecepatan berfluktuasi yang saling berinteraksi.

(9)

Akibat dari hal tersebut garis alir antar partikel fluidanya saling berpotongan. Oleh Osborne Reynolds digambarkan sebagai bentuk yang tidak stabil yang bercampur dalam waktu yang cepat yang selanjutnya memecah dan menjadi tak terlihat. [7]

Gambar 2.4 Aliran laminar dan turbulen [8]

 Bilangan reynolds untuk aliran internal: - Aliran laminar : Re < 2300

- Aliran transisi : 2300 < Re < 4500 - Aliran turbulen : Re > 4500

 Bilangan reynold untuk aliran Eksternal: - Laminer (Re < 5.105)

- Turbulen (Re > 5.105)

Persamaan bilangan reynolds diberikan sebagai berikut [9] :

Re = d.v/ 𝜇 ……….………...(2.4)

Dimana:

(10)

v = Kecepatan fluida (m/s)

𝜇 = Viskositas kinematik fluida (m2/s) dan faktor gesekan:

λ =2.g.V.d/v2. l ……….………..………..(2.5) Dimana: g = Percepatan gravitasi (m/s2) V = Tekanan diferensial (mH2O) d = Diameter pipa (m) v = Kecepatan fluida (m/s) 2.3. Bilangan Nusselt

Bilangan nusselt adalah rasio pindah panas konveksi dan konduksi normal terhadap batas dalam kasus pindah panas pada permukaan fluida, bilangan Nusselt adalah satuan tak berdimensi yang dinamai menggunakan nama Wilhelm Nusselt. Komponen konduktif diukur di bawah kondisi yang sama dengan konveksi dengan kondisi fluida stagnan atau tidak bergerak.

Aliran panas konduksi dan konveksi sifatnya sejajar satu sama lainnya dan terhadap permukaan normal terhadap bidang batas, sehingga :

NuL = ℎ

𝑘 ……….………..……….(2.6)

(11)

L = Panjang karakteristik k = Konduktivitas termal fluida

h = Koefisien perpindahan panas konvektif

Pemilihan panjang karakteristik harus searah dengan ketebalan dari lapisan batas. Contoh dari panjang karakteristik misalnya diameter terluar dari silinder pada aliran yang mengalir di luar silinder, tegak lurus terhadap aksis silinder. Selain itu, panjang papan vertikal terhadap konveksi alami yang bergerak ke atas dan diameter bola yang berada di dalam aliran konveksi juga merupakan panjang karakteristik. Untuk bangun yang lebih rumit, panjang karakteristik bisa dihitung dengan membagi volume terhadap luas permukaannya.

Untuk konveksi bebas, rataan bilangan Nusselt dinyatakan sebagai fungsi dari bilangan Rayleigh dan bilangan Prandtl. Dan untuk konveksi paksa, rataan bilangan Nusselt adalah fungsi dari bilangan Reynolds dan bilangan Prandtl. Hubungan empiris untuk berbagai geometri terkait konveksi menggunakan bialangan Nusselt didapatkan melalui eksperimen. [10]

2.4. Korelasi Dittus-Boelter (Konveksi Paksa)

Untuk aliran fluida pada pipa melingkar yang lurus dengan bilangan reynolds antara 10000 dan 120000, ketika bilangan prandtl di anara 0.7 dan 120, untuk titik yang jaraknya lebih dari sepuluh kali diameter pipa dan ketika permukaan pipa halus secara hidraulik, koefisien perpindahan panas antara fluida dan permukaan pipa dapat diekspresikan sebagai berikut : [11]

(12)

h = 𝑘

𝐷 Nu ….………...(2.7)

Dimana :

k = konduktivitas termal fluida Dh = diameter hidraulik

Nu = bilangan Nusselt

bilangan Nusselt dapat dicari dengan:

Nu = 0,023 . Re 0.8 . Pr n (korelasi Dittus-Boelter)………(2.8) Dimana :

Pr = bilangan prandtl Re = bilangan reynolds

n = 0.4 Untuk pemanasan (dinding lebih panas dari fluida yang mengalir) dan 0.33 untuk pendinginan (dinding lebih dingin dari fluida yang mengalir). [12]

2.5. Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Koefisien perpindahan panas menyeluruh didefinisikan sebagai koefisien hambatan termal menyeluruh menuju perpindahan panas diantara dua fluida. Koefisien perpindahan panas menyeluruh juga didefinisikan sebagai hasil gabungan proses konduksi dan konveksi dengan memperhitungkan hambatan diantara fluida yang dipisahkan oleh lapisan komposit dan dinding silinder. [13]

(13)

Gambar 2.5 Koefisien perpindahan panas menyeluruh pada Heat Exchanger [14]

Dalam melakukan analisis untuk menentukan seberapa tinggi koefisien perpindahan panas total saat proses maka dapat diperoleh melalui persamaan berikut :

U = (1 𝑖

+

1 𝜂𝑜ℎ𝑜

+

ln (𝑂𝐷𝐼𝐷) 2.𝜋.𝑘.𝐿

+ 𝑅

𝑓𝑖

+ 𝑅

𝑓𝑜) −1 ………..…...(2.9)

Dengan : U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh, W/m2.°C hi = Koefisien perpindahan panas sisi refrigeran, W/m2.°C ho = Koefisien perpindahan panas sisi udara, W/m2.°C OD = Diameter luar pipa, m

ID = Diameter dalam pipa, m L = Panjang pipa, m

k = Konduktifitas termal pipa, W/m.°C Rfo = Faktor pengotoran sisi luar, m2.°C/W Rfi = Faktor pengotoran sisi dalam, m2.°C/W

(14)

Perpindahan panas dan friction factor untuk kondensor jenis compact sesuai dengan jenis surface pada sisi udara dapat dicari menggunakan grafik Kays dan London, yaitu pada gambar 2.6, 2.7 dan 2.8.

Gambar 2.6 Grafik heat transfer and friction factor for a circular tube continuous fin heat exchanger. Surface 8.0-3/8 T. [15]

(15)

Gambar 2.7 Grafik heat transfer and friction factor for flow acrros circular finned-tube matrix. Surface CF-8.72(c). [16]

Gambar 2.8 Grafik heat transfer and friction factor for flow across inned-tube matrix. Surface CF-8.7-5/8 J. [17]

(16)

Faktor Pengotoran

Hambatan-hambatan yang terjadi pada permukaan pipa saat proses penukaran panas berlangsung secara normal disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kotoran fluida, pembentukan karat dan reaksi lain yang terjadi antara fluida dan dinding material penyusun pipa. Keseluruhan faktor tersebut masing-masing mempunyai nilai hambatan yang ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Fouling factors (coefficients) and factor (resistance) [18]

2.6. Tekanan

Tekanan adalah gaya normal yang diberikan oleh suatu fluida persatuan luas benda yang terkena gaya tersebut. Tekanan absolut adalah tekanan di atas nol atmosfir, sedangkan ukuran gauge diukur di atas tekanan atmosfer suatu tempat. Satuan tekanan yang biasa dipakai : Pa, Psi.

(17)

2.6.1. Penurunan Tekanan (Pressure Drop)

Penurunan tekanan (pressure drop) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penurunan tekanan dari satu titik dalam pipa atau tabung ke hilir titik. Penurunan tekanan adalah hasil dari gaya gesek pada fluida ketika mengalir melalui tabung yang disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Penentu utama resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui pipa dan viskositas fluida. Aliran cairan atau gas akan selalu mengalir dalam arah perlawanan paling sedikit (tekanan kurang).

Penurunan tekanan meningkat sebanding dengan gaya gesek dalam jaringan pipa. Penurunan tekanan dipengaruhi oleh sebuah jaringan pipa yang berisi rating kekasaran relatif tinggi serta banyak pipa fitting dan sendi, konvergensi tabung, divergensi, kekasaran permukaan dan sifat fisik lainnya. Selain itu perubahan energi kinetik dan perhitungan penurunan tekanan yang disebabkan oleh gesekan dalam pipa melingkar juga berpengaruh terhadap pressure drop. Kecepatan aliran tinggi dan, atau cairan viskositas tinggi dalam hasil penurunan tekanan yang lebih besar di bagian pipa atau katup atau siku. Kecepatan rendah akan mengakibatkan penurunan tekanan yang lebih rendah atau tidak ada. Pada perancangan ini penurunan tekanan tidak boleh lebih besar dari 15 kPa, kondisi ini disesuaikan dengan kompresor yang ada.

Penurunan tekanan dapat dihitung mengunakan persamaan :

∆𝑃 =𝑣

2 . 𝑓 . 𝐿 . 𝜌

(18)

Dimana :

ΔP = Penurunan tekanan dalam pascal (Pa) v = Kecepatan dalam meter per detik (m / detik) f = Faktor gesekan

L = Panjang pipa atau selang dalam meter (m)

ρ = Massa jenis fluida dalam kilogram per meter kubik ID = Diameter dalam pipa atau selang dalam meter (m)

Tabel 2.3 Turbulen Flow Isothermal Fanning Friction Factor Correlations for Smooth Circular Ducts [19]

Penurunan tekanan akibat tikungan (bends) ∆𝑃𝑏 = 4𝑓 (

𝐿𝑠

𝐼𝐷) ρ

𝑣𝑚2

2 ………..………..(2.11)

 Penurunan tekanan pada bagian pipa yang lurus ∆𝑃𝑠 = 4𝑓 (𝐿

𝐼𝐷) ρ

𝑣𝑚2

(19)

Dimana : f = Faktor gesekan

Ls/ID = Panjang equivalen tikungan ρ = Massa jenis (kg/m3)

vm = Kecepatan aliran refrigeran (m/s)

Tabel 2.4 Panjang equivalen tikungan [20]

Product Description of Product Equivalent

Length in Pipe Diameters, Le/di Angle Valves Conventional with no obstruction in flat-, bevel-, or plug-type seat

Fully open 145

Conventional with wing or pin-guided disc

Fully Open 200

Gate Valves

Conventioanl wedge disc, double disc, or plug disc

Fully Open 13

Three-quarters open 35

One-half open 160

Check Valves

Conventional swing Fully open 135

Clearway swing Fully open 50

90ᵒ standart elbow 30

45ᵒ standart elbow 16

90ᵒ long radius elbow 20

90ᵒ street elbow 50

45ᵒ steet elbow 26

Square corner elbow 57

Standart tee with flow through run

20 Standart tee with flow

through branch

60

Fittings Close Pattern return

bend

(20)

2.7. Entalpi

Entalpi adalah energi yang dikandung oleh suatu bahan sesuai dengan temperatur dan massa bahan tersebut. Dalam setiap proses refrigerasi yang kita amati adalah perubahan entalpinya. Perubahan entalpi adalah jumlah kalor yang yang diberikan atau diambil dalam tiap satuan massa melalui proses tekanan konstan. Harga entalpi biasanya sudah disajikan dalam bentuk tabel atau grafik dengan varibel tekanan dan temperatur.

ℏ = u + pv ...(2.13) dengan, ℏ = Entalpi jenis, J/kg

p = Tekanan, Pa

v = Volume spesifik, m3/kg u = Energi dalam, J/kg

2.8. Temperatur

Temperatur suatu bahan menyatakan keadaan termalnya dan kemampuan untuk bertukar energi dengan bahan lain. Semakin tinggi perbedaan temperatur bahan terhadap benda lain maka kemampuan untuk bertukar energi lebih besar.

2.8.1. Perbedaan Temperatur Rata-rata Logaritmik (LMTD)

Di dalam kondensor, banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan perbedaan temperatur logaritmik. Hal tersebut dilukiskan pada gambar di bawah ini. Semakin besar perbedaan temperatur rata-rata logaritmik maka semakin kecil ukuran penukar kalor (luas bidang perpindahan panas) yang bersangkutan.

(21)

Gambar 2.9 Perbedaan temperatur rata-rata logaritmik

2.9. Alat Penukar Kalor (Heat Exchanger)

Alat penukar panas (heat exchanger) adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperature yaitu fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah. Perpindahan panas tersebut baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kebanyakan sistem kedua fluida ini tidak mengalami kontak langsung. Kontak langsung alat penukar kalor terjadi sebagai contoh pada gas kalor yang terfluidisasi dalam cairan dingin untuk meningkatkan temperatur cairan atau mendinginkan gas.

Alat penukar panas banyak digunakan pada berbagai instalasi industri, antara lain pada: ketel uap, kondensor, cooler, cooling tower. Sedangkan pada kendaraan kita dapat menjumpai radiator yang fungsinya pada dasarnya adalah sebagai alat penukar panas.

(22)

Tujuan perpindahan panas tersebut di dalam proses industri diantaranya adalah : a) Memanaskan atau mendinginkan fluida hingga mencapai temperatur tertentu

yang dapat memenuhi persyaratan untuk proses selanjutnya, seperti pemanasan reaktan atau pendinginan produk dan lain-lain.

b) Mengubah keadaan (fase) fluida : destilasi, evaporasi, kondensasi dan lain-lain.

Proses perpindahan panas tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Maksudnya adalah :

1) Pada alat penukar kalor yang langsung, fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin (tanpa adanya pemisah) dalam suatu bejana atau ruangan tertentu. Contohnya adalah clinker cooler dimana antara clinker yang panas dengan udara pendingin berkontak langsung. Contoh yang lain adalah cooling tower untuk mendinginkan air pendingin kondensor pada instalasi mesin pendingin sentral atau PLTU, dimana antara air hangat yang didinginkan oleh udara sekitar saling berkontak seperti layaknya air mancur. 2) Pada alat penukar kalor yang tidak langsung, fluida panas tidak berhubungan

langsung dengan fluida dingin. Jadi proses perpindahan panas itu mempunyai media perantara, seperti pipa, pelat atau peralatan jenis lainnnya. Untuk meningkatkan efektivitas pertukaran energi, biasanya bahan permukaan pemisah dipilih dari bahan-bahan yang memiliki konduktivitas termal yang tinggi seperti tembaga dan aluminium. Contoh dari penukar kalor seperti ini sering kita jumpai antara lain radiator mobil, kondensor AC.

(23)

Pertukaran panas secara tidak langsung terdapat dalam beberapa tipe dari penukar kalor diantaranya tipe plat, shell and tube, spiral, dll. Pada kebanyakan kasus penukar kalor tipe plat mempunyai efektivitas perpindahan panas yang lebih bagus.

2.9.1. Klasifikasi Alat Penukar Kalor

Adapun klasifikasi dari alat penukar kalor dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu:  Berdsarkan konstruksinya 1) Tabung (tubular) 2) Plate-Type 3) Extended Surface 4) Regenerative

 Berdasarkan pengaturan aliran 1) Single Pass

2) Multi Pass

 Bedasarkan jenis aliran

1) Aliran Berlawanan Arah (Counter Flow) 2) Alira Sejajar (Parallel Flow)

3) Aliran Silang (Cross Flow) 4) Aliran Terpisah (Split Flow) 5) Aliran Bercabang (Divide Flow)  Berdasarkan banyaknya laluan

(24)

2) Seluruh cross-parallel flow 3) Parallel counter flow

Berdasarkan mekanisme perpindahan panas

1) Konveksi satu fasa (dengan konveksi paksa atau alamiah) 2) Konveksi dua fasa (dengan konveksi paksa atau alamiah) 3) Kombinasi perpindahan panas

 Berdasarkan fungsinya dapat digolongkan pada beberapa nama:

1) Exchanger : Memanfaatkan perpindahan kalor diantara dua fluida proses (steam dan air pendingin tidak termasuk sebagai fluida proses, tetapi merupakan utilitas).

2) Heater : Berfungsi memanaskan fluida proses, dan sebagai bahan pemanas alat ini menggunakan steam.

3) Cooler : Berfungsi mendinginkan fluida proses, dan sebagai bahan pendingin digunakan air.

4) Condenser : Berfungsi untuk mengembunkan uap atau menyerap kalor laten penguapan.

5) Boiler : Berfungsi untuk membangkitkan uap.

6) Reboiler : Berfungsi sebagai pensuplai kalor yang diperlukan bottom produk pada distilasi. Steam biasanya digunakan sebagai media pemanas.

7) Evaporator : Berfungsi memekatkan suatu larutan dengan cara menguapkan airnya.

8) Vaporizer : Berfungsi memekatkan cairan selain dari air.

(25)

1. Alat penukar kalor Shell dan Tube 2. Alat penukar kalor Coil dan Box 3. Alat penukar kalor Double dan Pipe 4. Alat penukar kalor tipe Plate

2.9.2. Klasifikasi Penukar Kalor Berdasarkan Susunan Aliran Fluida

Yang dimaksud dengan susunan aliran fluida disini adalah berapa kali fluida mengalir sepanjang penukar kalor sejak saat masuk meninggalkannya serta bagaimana arah aliran relatif antara kedua fluida (apakah sejajar/parallel, berlawanan arah/counter atau bersilangan/cross).

a) Pertukaran panas dengan aliran searah (co-current/parallel flow)

Yaitu apabila arah aliran dari kedua fluida di dalam penukar kalor adalah sejajar. Artinya kedua fluida masuk pada sisi yang satu dan keluar dari sisi yang lain mengalir dari arah yang sama. Karakter penukar panas jenis ini temperatur fluida yang memberikan energi akan selalu lebih tinggi dibanding yang menerima energi sejak mulai memasuki kalor hingga keluar.

(26)

Gambar 2.10 Aliran paralel dan profil temperatur [21]

Q = ṁ . c . (T1 – T2) = ṁ . c . (T4 – T3)……...……….(2.14)

Dimana : Q = Beban perpindahan panas (watt) ṁ = Laju aliran massa fluida (kg/s) c = Kapasitas kalor spesifik (J/kg°C) T = Suhu fluida (°C)

Dengan assumsi nilai kapasitas kalor spesifik (Cp) fluida dingin dan panas konstan, tidak ada kehilangan panas ke lingkungan serta keadaan steady state, maka kalor yang dipindahkan :

(27)

Dimana :

U = Koefisien perpindahan panas secara keseluruhan (𝑊/𝑚2. 𝐾) A = Luas perpindahan panas (m2)

Dan juga mempunyai nilai LMTD sebagai berikut : LMTD = ∆𝑇2−∆𝑇1 𝑙𝑛∆𝑇2 ∆𝑇1 ………..….(2.16) Dimana : ∆𝑇2 = T2 – T4 ∆𝑇1 = T1 – T3

b) Pertukaran panas dengan aliran berlawanan arah (counter current flow)

yaitu bila kedua fluida mengalir dengan arah yang saling berlawanan dan keluar pada sisi yang berlawanan. Pada tipe ini masih mungkin terjadi bahwa temperatur fluida yang menerima panas (temperatur fluida dingin) saat keluar penukar kalor (T4) lebih tinggi dibanding temperatur fluida yang memberikan kalor (temperatur fluida panas) saat meninggalkan penukar kalor.

(28)

Dari gambar diatas, laju perpindahan panasnya dapat dinyatakan sebagai berikut: Q = ṁ . ch . (T1 – T2) = ṁ . cc . (T4 – T3) ………..(2.17)

Dimana : Q = Beban perpindahan panas (watt) ṁ = Laju aliran massa fluida (kg/s) c = Kapasitas kalor spesifik (J/kg°C) T = Suhu fluida (°C)

Dan juga mempunyai nilai LMTD sebagai berikut : LMTD = ∆𝑇2−∆𝑇1 𝑙𝑛∆𝑇2 ∆𝑇1 ………...(2.18) Dimana : ∆𝑇2 = T1 – T4 ∆𝑇1 = T2 – T3

c) Pertukaran panas dengan aliran silang (cross flow)

Artinya arah aliran kedua fluida saling bersilangan. Contoh yang sering kita lihat adalah radiator mobil dimana arah aliran air pendingin mesin yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan. Apabila ditinjau dari efektivitas pertukaran energi, penukar kalor jenis ini berada diantara kedua jenis di atas. Dalam kasus radiator mobil, udara melewati radiator dengan temperatur rata-rata yang hampir sama dengan temperatur udara lingkungan kemudian memperoleh panas dengan laju yang berbeda di setiap posisi yang berbeda untuk kemudian bercampur lagi

(29)

setelah meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai temperatur yang hampir seragam.

Gambar 2.12 Aliran silang [23]

Dan juga mempunyai nilai LMTD sebagai berikut : LMTD = ∆𝑇2−∆𝑇1 𝑙𝑛∆𝑇2 ∆𝑇1 ………...(2.19) Dimana : ∆𝑇2 = T1 – T4 ∆𝑇1 = T2 – T3

LMTD di atas merupakan nilai LMTD untuk penukar panas jenis cross flow yang memerlukan faktor koreksi LMTD, sehingga persamaan menjadi :

Q = U . A . LMTD . F ……….(2.20) Dimana :

F = Faktor koreksi LMTD untuk penukar kalor jenis cross flow, ditentukan dengan grafik faktor koreksi LMTD.

(30)

Gambar 2.13 Grafik LMTD correction factor F for a crossflow heat exhanger with both fluids unmixed [24]

2.10. Alat Penukar Kalor Jenis Compact

Secara bebas dapat diartikan, alat penukar kalor compact merupakan salah satu yang tergabung dalam alat penukar kalor yang memiliki bidang perpindahan panas dengan kerapatan tinggi. Kerapatan tinggi yang dimaksud adalah rasio antara luas permukaan bidang yang mengalami perpindahan panas terhadap volume alat penukar kalor. Namun hal tersebut bukan berarti alat penukar kalor compact harus selalu memiliki dimensi dan massa yang kecil. Dengan pengartian yang sama, juga dapat ditetapkan kerapatan permukaan alat penukar kalor compact lebih besar dari 700 m2/m3. [25]

(31)

Seperti yang disebutkan sebelumnya, penukar kalor compact yang menggunakan udara sebagai fluida kerjanya membutuhkan luas permukaan yang lebih besar dari pada alat penukar kalor compact yang menggunakan cairan sebagai fluida kerjanya. Peningkatan luas permukaan dapat dilakukan dengan menaikkan kerapatan permukaan perpindahan panasnya. Jenis konstruksi dasar yang digunakan dalam desain sebuah penukar compact adalah :

Menambahkan luas permukaan alat penukar dengan menggunakan sirip (fin) pada satu atau lebih sisi-sisinya,

 Pembangkit panasnya menggunakan diameter hidrolik permukaan yang kecil, dan

 Pipa pada alat penukar memiliki diameter yang kecil.

Beberapa yang patut dipertimbangkan adalah biaya, tekanan dan temperatur pada saat pengoperasian, pengotoran, kontaminasi fluida, dan pertimbangan produksi. Jenis yang umum digunakan pada alat penukar dengan permukaan yang ditambahkan adalah jenis pelat-sirip dan pipa-sirip. Pada alat penukar kalor jenis plat-sirip, sirip-sirip ini diapit oleh pelat secara paralel, seperti yang ditampilkan oleh gambar 2.10, terkadang sirip ini digabungkan dengan pipa yang bentuknya telah disesuaikan. Sirip tersebut dilekatkan pada pelat dengan cara mematri, solder, mengelem, las, dan ekstrusi. Yang tergolong dalam pelat-sirip adalah :

 Sirip lurus dan sederhana, misalnya sirip segitiga sederhana dan segiempat.

 Sirip sederhana namun bergelombang (berombak), dan

Sirip bercelah, misalnya offset strip, louver, sirip berlubang, dan sirip pin. Dengan memvariasikan variabel geometris dasar untuk setiap jenis permukaan plat-sirip, adalah mungkin untuk memperoleh berbagai permukaan

(32)

geometris spesifik. Walaupun pada umumnya kerapatan sirip antara 120-700 sirip/m, namun aplikasinya memungkinkan hingga 2100 sirip/m. Ketebalan sirip pada umumnya antara 0,05-0,25 mm. Ketinggian (puncak) sirip antara 2-20 mm. Sebuah alat penukar kalor pelat sirip dengan luas permukaan perpindahan panas 1300 m2 tiap meter kubiknya mampu ditempati sirip dengan kerapatan 600 sirip/m.

Gambar 2.14 Susunan Plat-sirip [26]

Pada alat penukar kalor jenis pipa-sirip pada umumnya menggunakan pipa berpenampang lingkaran dan persegi panjang, namun pipa berpenampang elips juga terkadang digunakan. Penambahan sirip dapat digunakan pada sisi luar, dalam, atau luar dan dalam pipa, tergantung pada penggunaannya. Sirip-sirip tersebut digabungkan pada pipa dengan cara pengelasan, pematrian, penekanan (extrusion), tension winding.

Beberapa jenis yang tergolong pipa dengan sirip pada sisi luar yaitu :

1. Sirip kontinyu pada susunan pipa yang terbagi lagi dalam sirip sederhana dan sirip bergelombang.

(33)

2. Sirip normal pada pipa tunggal, disebut juga sebagai pipa tunggal bersirip 3. Sirip longitudinal pada pipa tunggal.

Khusus untuk sirip kontinyu, ciri-ciri untuk jenis ini adalah memiliki kerapatan sirip antara 300-600 sirip/m, ketebalan sirip antara 0,1-0,25 mm, panjang alir sirip antara 25-250 mm, kerapatan penukar panas pipa-sirip 725 m2/m3 pada 400 sirip/m.

Sirip pendingin yang dipakai pada evaporator dan kondesor terbuat dari aluminium berbentuk plat persegi panjang yang disusun sejajar dengan jarak tiap sirip sama. Fungsi sirip pendingin adalah sebagai media transfer panas secara konveksi. [27]

(34)

Gambar 2.15 Jenis-jenis pipa bersirip [28]

2.11. Pengertian Refrigerasi

Refrigerasi adalah aplikasi dari hukum ke dua termodinamika yang dinyatakan oleh Clausius, ”adalah hal yang tidak mungkin untuk membangun suatu alat yang beroperasi dalam suatu siklus yang mengalirkan kalor dari ruangan yang bersuhu rendah ke ruangan yang bersuhu tinggi tanpa memasukan energi dari

(35)

luar”, pernyataan tersebut menjelaskan sistem dapat menghasilkan perpindahan kalor dari sumber yang dingin ke sumber yang lebih panas asalkan terdapat masukan berupa kerja atau energi.

Suatu penggunaan yang luas dari termodinamika adalah refrigerasi yaitu perpindahan panas dari temperatur yang rendah ke temperatur yang lebih tinggi. Sistem yang menghasilkan proses refrigerasi adalah refrigerator (atau pompa panas), dan siklusnya disebut siklus refrigerasi. Siklus refrigerasi yang banyak digunakan adalah siklus kompresi uap sederhana, dimana refrigeran diuapkan, dan dikodensasikan dengan jalan mengkompresi uap tersebut.

Prinsip utama mesin refrigerasi adalah untuk menurunkan temperatur agar materi atau ruangan dapat terjaga temperaturnya sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan yang dikehendaki.

2.11.1. Siklus refrigerasi kompresi uap

Mesin refrigerasi dengan kompresi uap merupakan sistem yang terbanyak digunakan dalam daur refrigerasi. Prinsip dasar uap ini adalah uap ditekan kemudian diembunkan setelah itu tekanannya diturunkan agar cairan itu akan menguap kembali karena menyerap panas lingkungan. Dalam sistem kompresi diperlukan 4 komponen, yaitu kompresor, kondensor, katup ekspansi dan evaporator. Fungsi dari masing-masing alat tersebut adalah sebagai berikut:

(36)

Gambar 2.16 Sistem kompresi uap

Sistem kompresi uap standar terdiri dari empat komponen utama yaitu : a. Kompresor

Kompresor menghisap uap refrigeran untuk dinaikan tekanannya, dengan naiknya tekanan maka temperatur refigeran juga naik. Sehingga setelah keluar dari kompresor, refigeran menjadi berbentuk uap panas lanjut. Energi yang diperlukan untuk kompresi diberikan oleh motor listrik yang menggerakan kompresor. Jadi dalam proses kompresi, energi diberikan kepada uap refrigeran.

b. Kondensor

Uap refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi pada akhir kompresi dengan mudah dicairkan dengan menggunakan fluida pendingin seperti udara atau air. Dengan kata lain, uap refrigeran melepaskan kalor laten pengembunan kepada fluida pendingin sehingga refrigeran tersebut mengembun dan menjadi cair. Pada siklus ideal tidak terjadi penurunan tekanan dan temperatur

Kondensor

Evaporator

Qk

Qe

kompresor Sisi tekanan rendah Sisi tekanan tinggi

Saluran hisap Saluran tekan Katup ekspansi Saluran ekspansi Saluran cairan Cairan P , T  Uap P , T  Campuran P , T  Uap P , T 

(37)

di kondensor. Sedangkan pada siklus aktual terjadi penurunan tekanan yang diikuti penurunan temperatur yang terjadi karena gesekan antara refrigeran dengan pipa kondensor.

c. Katup Ekspansi (Pipa Kapiler)

Setelah uap refrigeran dicairkan di dalam kondensor kemudian refrigeran cair yang bertekanan tinggi tersebut diekspansikan melalui pipa kapiler (katup ekspansi). Pada saat melewati pipa kapiler tekanan refrigeran mulai turun dan diikuti dengan turunnya temperatur refrigeran secara drastis.

d. Evaporator

Cairan refrigeran yang telah diekspansikan di dalam katup ekspansi (pipa kapiler) sehingga turun tekanan serta temperaturnya kemudian masuk ke dalam pipa evaporator. Di dalam pipa evaporator cairan refrigeran menguap secara berangsur-angsur karena menerima kalor laten sebanyak kalor laten pengembunan dari ruangan yang didinginkan. Selama proses penguapan, didalam pipa akan terdapat campuran refrigeran-refrigeran dalam fasa cair dan fasa uap. Pada siklus ideal, temperatur dan tekanan di dalam pipa dianggap konstan. Tetapi pada kondisi aktualnya terjadi penurunan tekanan dan temperatur yang diakibatkan karena adanya rugi-rugi gesek antara refrigeran dan pipa-pipa evaporator.

2.11.2. Proses Operasi

Komponen utama dari sistem pengkondisian udara kompresor, kondensor, katup ekspansi, evaporator dan receive-driver. Minimal dengan empat komponen alat ini suatu sistem pengkondisian udara dapat beroperasi.

(38)

Sistem pendinginan menggunakan aliran zat yang berupa cairan atau uap yang berubah-ubah keadaannya saat menjalani siklus. Hal ini disebabkan oleh tekanan, suhu, entalpi dan entropi adalah sifat penentu selama perubahan. Maka hubungan antara sifat-sifat ini dapat digambarkan dengan diagram (P-h), seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.17 Diagram P-h

1-2 : Kompresi secara adiabatik dan reversible dari uap jenuh menuju tekanan kondensor.

2-3 : Pelepasan kalor secara reversible pada tekanan konstan menyebabkan penurunan panas (desuperheating) dan pengembunan refrigeran.

3-4 : Ekspansi ireversible pada entalpi konstan dari cairan jenuh menuju tekanan evaporator.

4-1 : Penambahan kalor pada tekanan tetap yang menyebabkan penguapan menuju uap jenuh.

(39)

2.11.3. Panas Buang Kondensor

Panas refrigeran yang dibuang kondensor disebut panas buang kondensor, besarnya adalah :

qk = h2 – h3 ……….(2.21) dengan, qk = Panas buang kondensor, J/kg

ℏ2 =Entalpi pada awal desuperheating, J/kg ℏ3 =Entalpi pada akhir kondensasi, J/kg

2.11.4. Panas Buang Total Kondensor

Kalor buang total kondensor adalah kalor yang dibuang kondensor dikalikan dengan laju aliran massa refrigeran. Besarnya adalah :

Qk = ṁ . qk ...(2.22) dengan, Qk = Kalor buang total kondensor, Watt

(40)

2.12. Refrigeran

Refrigeran adalah fluida kerja yang dipakai pada mesin refrigerasi yang dapat menyerap panas melalui penguapan. Sebagai media perpindahan panas dalam sistem pendinginan, refrigeran sangat penting untuk diperhatikan sifat-sifatnya, selain itu refrigeran juga perlu dipertimbangkan segi ekonomisnya untuk pendinginan yang berkapisitas besar. Dalam pemakaiannya refrigeran dibedakan menjadi refrigeran primer dan refrigeran sekunder.

Refrigeran primer adalah refrigeran yang dipakai dalam sistem kompresi uap. Refrigeran sekunder adalah cairan yang digunakan untuk mengangkut energi kalor suhu rendah dari suatu tempat ke tempat lain. Pemilihan refrigeran hendaknya dapat dipilih jenis refrigeran yang sesuai dengan jenis kompresor dan pemilihan refrigeran harus memperhatikan syarat-syarat termodinamika, kimiawi, fisik. Pada perancangan ini penulis memilih menggunakan refrigeran jenis R-134a. [29]

Persyaratan refrigeran untuk unit refrigerasi adalah sebagai berikut:

2.12.1. Syarat-syarat Refrigeran 1. Syarat Termodinamika

a. Titik didih

Titik didih refrigeran merupakan indikator yang menyatakan apakah refrigeran yang dipakai dapat menguap pada temperatur rendah yang diinginkan, tetapi pada tekanan yang tidak terlalu rendah.

(41)

b. Tekanan pengembunan yang tidak terlampau tinggi

Dengan tekanan pengembunan yang rendah maka perbandingan kompresinya lebih rendah sehingga penurunan prestasi mesin dapat dihindarkan. Selain itu dengan tekanan kerja yang lebih rendah, mesin dapat bekerja lebih aman karena kemungkinan terjadinya ledakan, kebocoran rendah.

c. Tekanan penguapan harus cukup tinggi

Sebaiknya refrigeran memiliki temperatur penguapan pada tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfir, kerusakan dan sebagainya akan menjadi lebih kecil.

d. Kalor laten penguapan

Panas laten (panas penguapan) refrigeran yang tinggi sangat dikehendaki, sebab akan menghasilkan refrigerating effect yang besar. Aliran refrigeran yang disirkulasikan akan lebih rendah bila refrigerating effect tinggi dan akan lebih ekonomis.

e. Titik beku

Refrigeran yang dipakai sedemikian rupa sehingga titik beku fluida ini jauh berada di bawah temperatur kerja evaporator, jika titik beku refrigeran ini ternyata lebih dekat dengan temperatur kerja evaporator, maka waktu pendinginan akan berlangsung lebih lama dari semestinya.

2. Syarat kimia refrigeran

a. Tidak mudah terbakar dan mudah meledak b. Tidak boleh beracun dan berbau merangsang. c. Tidak menyebabkan terjadinya korosi.

(42)

d. Stabil dan bereaksi dengan material yang dipakai. e. Tidak mengganggu lingkungan.

3. Syarat fisik refrigeran

1. Konduktivitas termal yang tinggi akan menyebabkan terjadinya efek perpindahan panas baik.

2. Viskositas yang rendah akan memberikan kerugian tekanan. 3. Mempunyai sifat insulator yang baik.

4. Koefisien Joule-Thomson

Hendaknya dipilih refrigeran yang mempunyai penurunan tekanan yang kecil tetapi mempunyai penurunan temperatur yang besar. Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien Joule-Thompson pada masing-masing refrigeran.

2.12.2. Pipa Refrigeran

Pipa refrigeran menghubungkan komponen yang satu dengan komponen yang lain dalam mesin refrigerasi. Ada tiga bagian utama dalam sistem perpipaan refrigerasi dasar. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini, ada perpipaan untuk jalur tekan, jalur cairan dan jalur hisap.

(43)

Gambar 2.18 Perpipaan pada sistem refrigerasi

 Jalur cair

Jalur ini terletak antara kondensor dan evaporator. Pipa ini mengalirkan cairan yang lebih tinggi rapat massanya dibandingkan uap pada bagian lain, maka diameternya akan lebih kecil. Pada jalur ini tejadi penurunan tekanan karena adanya katup ekspansi.

Pipa refrigeran juga dipakai pada evaporator dan kondensor.

Untuk refrigeran flourokarbon menggunakan pipa tembaga pipa tanpa sambungan (seamless). Ukuran biasa memakai OD (outside diameter).

Untuk amonia memakai pipa besi. Ukuran memakai OPS (iron pipe size).  Jalur hisap

Jalur cair Evaporator Kondensor

kompresor katup ekspansi

Jalur tekan

(44)

Jalur ini terletak antara evaporator dan kompresor. Jalur hisap ini cukup kritis dalam desain dan kontruksi karena berpengaruh pada penurunan tekanan saat masuk kompresor.

 Jalur tekan

Jalur ini terletak antara kompresor dan kondensor. Pada jalur ini harus dicegah aliran balik dari kondensor ke kompresor. [30]

2.13. Kondensor

Didalam sistem kompresi uap (vapor compression) kondensor adalah suatu komponen yang berfungsi untuk merubah fase refrigeran dari uap bertekanan tinggi menjadi cairan bertekanan tinggi atau dengan kata lain pada kondensor ini terjadi proses kondensasi. Refrigerant yang telah berubah menjadi cair tersebut kemudian dialirkan ke evaporator melalui pompa.

Gambar 2.19 Kondensor [31]

Prinsip kondensasi di kondensor adalah menjaga tekanan uap superheat refrigerant yang masuk ke kondensor pada tekanan tertentu kemudian suhu

(45)

refrigerannya diturunkan dengan membuang sebagian kalornya ke media pendingin yang digunakan di kondensor. Sebagai media pendingin digunakan udara dan air atau gabungan keduanya. Dalam perancangan ini akan digunakan udara lingkungan sebagai media pendingin.

Pada proses pendinginan (cooling) cairan refrigeran yang menguap di dalam pipa-pipa Cooling Coil (evaporator) telah menyerap panas sehingga berubah wujudnya menjadi gas dingin dengan kondisi superheat pada saat meninggalkan cooling coil. Panas yang telah diserap oleh refrigeran ini harus dibuang atau dipindahkan ke suatu media lain sebelum ia dapat kembali diubah wujudnya menjadi cair untuk dapat mengulang siklusnya kembali. [32]

2.13.1. Komponen – komponen Utama Pada Kondenser

Kondensor pada umumnya memiliki beberapa komponen utama, dimana masing-masing komponen memiliki fungsinya tersendiri. Adapun komponen-komponen utama dari kondensor adalah sebagai berikut :

1. Suction pipe dan discharge pipe ( Pipa saluran masuk dan pipa saluran keluar ) a. Suction pipe

Suction pipe adalah pipa saluran masuk untuk masuknya media pendingin ke dalam kondensor, yang mana media pendingin itu berupa fluida cair yang bertekanan yang merupakan hasil dari pemampatan di kompresor.

b. Discharge pipe

Discharge pipe adalah pipa saluran keluar refrigeran dari kompresor melalui pipa ke tangki receiver.

(46)

2. Tube ( Pipa dalam kondenser )

Tube adalah pipa aliran yang dilalui refrigeran yang bertekanan dan panas yang merupakan hasil dari turbin melalui suction pipe dan akan disalurkan ke discharge pipe dan kemudian diterima oleh tangki receiver.

Gambar

Gambar 2.1 Perpindahan panas konduksi  [2]
Tabel 2.1 Daftar konduktivitas termal berbagai bahan pada 0 °C  [3]  Konduktivitas termal  Bahan      W/m.°C  Btu/h
Gambar 2.2 Perpindahan panas konveksi  [4]
Gambar 2.3 Perpindahan panas konveksi  [5]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh perbedaan konsentrasi antimikroba terhadap pertumbuhan mikroorganisme dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan yaitu Uji Efektivitas Ekstrak Daun Jambu

(3) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, forum musyawarah Desa, lembaga

UNTUK PERIODE ENAM BULAN YANG BERAKHIR PADA TANGGAL-TANGGAL 30 JUNI 2010 DAN 2009 (disajikan dalam satuan Rupiah, kecuali dinyatakan

Apa saja laporan yang anda inginkan dengan data Wisman pada bagian Pusat Data dan Informasi serta apakan memerlukan data warehouse dalam memperoleh informasi

1) Kebijakan, standar pengembangan dan pedoman penyusunan serta evaluasi mutu laboratorium/bengkel/studio dirumuskan oleh LP3M. 2) Rumusan kebijakan dan standar

Pada pengujian ini akan dibuktikan kemampuan insert dari database MySQL dan MongoDB. Adapun prosesnya akan dijabarkan lebih detail di bawah ini. Membuat query insert

lecanii dengan kerapatan konidia yang berbeda-beda menunjukkan hasil, semakin tinggi tingkat kerapatan konidia semakin tinggi nilai persentase mortalitas ulat