ABSTRAK
PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG PENGGUNAAN METODE PEMBERIAN TUGAS, AKTIVITAS BELAJAR MENGAJAR DAN CARA
PENILAIAN TERHADAP KINERJA GURU PADA SMP NEGERI 30 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh
HENDRI HERWANSYAH
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi guru tentang penggunaan metode pemberian tugas, aktivitas belajar mengajar dan cara penilaian terhadap kinerja guru pada SMP Negeri 30 Bandar Lampung. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif verivikatif dengan pendekatan ex post facto dan survey. Populasi dalam penelitian adalah seluruh guru SMP Negeri 30 Bandar Lampung tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 39 orang dengan jumlah sampel 36 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik probability sampling dengan pendekatan simple random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah obeservasi, wawancara, dokumentasi dan angket. Pengujian hipotesis dianalisis dengan menggunakan regresi linear sederhana dan regresi linear multiple.
Berdasarkan analisis data yang dihitung menggunakan rumus statistik diperoleh : 1. Ada pengaruh persepsi guru tentang penggunaan metode pemberian tugas
terhadap kinerja guru pada SMP Negeri 30 Bandar Lampung, dengan diperoleh thitung 3,746 > ttabel 2,032, koefisien korelasi (r) yang menunjukkan bahwa rhitung 0,489> rtabel 0,329 dan koefisien determinasi (r2) 0,239 dengan persamaan linear Yˆ44,2160,112X
determinasi (r2) 0,246 dengan persamaan linear Yˆ20,5910,552X
II. TINJAUAN PUSTSKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
Bagian ini akan membahas tinjauan pustaka (kinerja guru, metode pemberian tugas, aktivitas belajar, cara penilaian, dan hasil) penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis.
A. Tinjauan Pustaka
1. Kinerja Guru
a. Pengertian Kinerja Guru
Istilah “kinerja” adalah pengalihbahasan dari bahasa Inggris
“Performance” yang berarti unjuk kerja atau penampilan kerja. Kinerja adalah hasil atau taraf kesuksesan seseorang dalam bidang pekerjaanya menurut kriteria tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya (Basrowi, 2010:56).
Colquit, Le Pine dan Wesson dalam Basrowi (2010:55) mendefinisikan kinerja sebagai berikut.
“job performance is defined as the value of the set of employee behaviors that contribute, either positively or negatively, to organizational goal accomplishment. This definition of ajob performance includes behaviors that are whitin the control of employees, but it places a boundary on which behaviors that are (and are not) relevant to job performance.”
“bahwa kinerja didefinisikan sebagai nilai dari himpunan perilaku karyawan yang berkontribusi, baik positif atau negatif, untuk pencapaian tujuan organisasi. Definisi ini berarti, kinerja meliputi perilaku yang berada dalam kontrol karyawan, tetapi masih dalam batas perilaku pekerjaan (bukan yang diluar itu) dan relevan dengan kinerja”.
Berdasarkan definisi di atas dapat di simpulkan bahwa kinerja adalah prilaku yang dapat memberikan kontribusi di tempat dia bekerja untuk pencapaian tujuan yang di inginkan.
Teori lain mengungkapkan bahwa, Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. (Rivai dan Segala, 2009:548)
Kinerja merupakan suatu wujud prilaku orang atau organisasi dengan orientasi prestasi. (Rusman, 2011:50). Menurut Mangkunegara dalam Basrowi (2010:55) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat kita simpulkan bahwa kinerja adalah sebuah wujud unjuk kerja seseorang atau organisasi secara
keseluruhan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan menggunakan standard dan kriteria tertentu sebagai acuan. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud unjuk kerja yang dimaksud adalah berkaitan dengan kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.
b. Penilaian Kinerja Guru
Menurut Basrowi (2010:56) penilaian kerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dari standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap
karyawan. Menurut Mulyadi dan Setiawan dalam Helfert yang dikutip oleh Rivai dan Sagala (2009:604), tujuan utama penilaian kerja adalah untuk memotivasi individu karyawan untuk mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi.
Menurut Yuliani dalam Basrowi (2010:27) tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru yaitu, sebagai berikut.
1. Kemampuan pribadi meliputi hal-hal yang bersifat fisik seperti tampang, suara, mata atau pandangan, kesehatan, pakaian, pendengaran, dan hal yang bersifat psikis seperti humor, ramah, intelek, sabar, sopan, rajin, kreatif, kepercayaan diri, optimis, kritis, obyektif, dan rasional.
2. Kemampuan sosial antara lain bersifat terbuka, disiplin, memiliki dedikasi, tanggung jawab, suka menolong, bersifat membangun, tertib, bersifat adil, pemaaf, jujur, demokratis, dan cinta anak didik.
kemampuan professional guru yaitu: menguasai bidang studi dalam kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman/ aplikasi bidang studi, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas,
menggunakan media dan sumber, menguasai landasan-landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pendidikan, mengenai fungsi, dan program bimbingan penyuluhan, mengenal, menyelenggarakan administrasi sekolah, memahami prinsip, dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan belajar.`
Menurut Darmadi (2010: 61), kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun anak didik. Kinerja guru akan bermakna bila dibarengi dengan nawaitu yang bersih dan ikhlas, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya dan berupaya untuk dapat meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kearah yang lebih baik.
Simanjuntak dalam Basrowi (2010:59) menyebutkan bahwa kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya sebagai berikut.
1. Kompetensi individu
Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokan dalam dua golongan, yaitua: pertama,
kemampuan
dan keterampilan kerja. Kedua, motivasi dan etos kerja. 2. Dukungan organisasi
Kinerja setiap orang juga tergantung pada dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyedian sarana dan prasarana kerja, pemilihan teknologi, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi, dan syarat kerja.
3. Dukungan manajemen
Kinerja setiap orang sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan motivasi dan memobilisasi pegawai untuk bekerja secara optimal.
baik dan guru harus mengetahui apa yang semestinya di lakukan olehnya untuk meningkatkan kualitas kinerjanya.
Kinerja mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indikator dalam menentukan usaha untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Sehubungan hal tersebut maka upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja organisasi merupakan hal penting. Berbicara tentang kinerja tenaga kependidikan, erat kaitanya dengan cara mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu ditetapkan standar kinerja atau standar performance.(E Mulyasa, 2007:137)
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa penilaian terhadap kinerja suatu karyawan sangatlah penting untuk meningkatkan produktivitas dimana ia bekerja dan mampu bersaing untuk memajukan perusahaanya dimana tempat ia bekerja.
Penilaian kinerja ditunjukan bukan untuk kepentingan organisasi yang bersangkutan melainkan untuk semua pihak, seperti yang diungkapkan oleh Ruky dalam Basrowi (2010:62) bahwa penilaian prestasi mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. meningkatkan prestasi kerja karyawan baik secara individu, maupun kelompok;
2. mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas;
3. merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil kerja dan prestasi kerja;
4. membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan karyawan yang lebih tepat guna;
5. menyediakan alat/ sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai dengan gajinya atau imbalanya; dan
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
penilaian kinerja adalah proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai kerja karyawan. Apabila penilaian prestasi kerja dilaksanakan dengan baik, tertib, dan benar maka dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi sekaligus dapat meningkatkan loyalitas para anggota organisasi yang ada didalamnya, dan apabila ini terjadi akan menguntungkan organisasi itu sendiri.
c. Ukuran Kinerja Guru
Menurut Darmadi (2010:60-61), ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggungjawabnya menjalankan amanah, profesi yang diembanya, rasa tanggung jawab moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan tugas keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa tanggung jawabnya mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran.
Menurut Isjoni yang dikutip oleh Lusia dalam Basrowi (2010:63) ukuran kinerja guru dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:
1. rasa tanggung jawabnya dalam menjalankan amanah, 2. profesi yang diembanya,
3. rasa tanggung jawab moral yang diembanya,
4. kepatuhan dan loyalitas dalam menjalankan tugas keguruan di dalam maupun diluar kelas,
5. mempersiapkan semua kelengkapan pengajaran, dan
6. mempertimbangkan metodologi pengajaran, media pengajaran, dan alat penilaian yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi.
dengan tanggung jawab maka kinerja guru akan baik dan dapat memajukan prestasi anak didik.
Senada dengan itu, Rusman (2011:75) mengungkapkan bahwa berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru, Geogia Depatement
of Education telah mengembangkan teacher performance assement
instrument yang kemudian telah dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). Alat penilaian ini menyoroti tiga aspek utama kemampuan guru, yaitu: (1) rencana pembelajaran (teaching plans and material) atau sekarang disebut dengan renpen atau RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) prosedur pembelajran
(classroom procedure), dan hubungan antar pribadi (interpersonal skill); (3) penilaian pembelajaran.
Berdasrkan penilaian di atas ada 3 aspek utama untuk penilaian kemempuan guru. Yang pertama adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kedua hubungan antar pribadi, ketiga penilaian pembelajaran. Apabila ketiga aspek tersebut, guru dapat menjalankannya dengan baik maka kinerja guru dapat berjalan dengan optimal.
Guru yang memiliki kinerja tinggi akan bernafsu dan berusaha meningkatkan kompetensinya, baik kaitanya dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian pembelajaran, sehingga diperoleh hasil kerja yang optimal. Setidaknya terdapat sepuluh faktor yang dapat meningkatkan kinerja guru, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Kesepuluh faktor tersebut adalah dorongan untuk bekerja, tanggung jawab terhadap tugas, minat terhadap guru, penghargaan atas tugas, peluang untuk berkembang, perhatian dari kepala sekolah, hubungan interpersonal dengan sesama guru, (MKMP) dan (KKG), kelompok diskusi terbimbing dan layanan kepustakaan. (Darmadi, 2010:128)
Veitzal dan Ahmad dalam Lusia yang dikutip oleh Basrowi (2010:64-65) menyebutkan hal-hal yang perlu dilakukan dalam mengukur kinerja adalah sebagai berikut.
a. Indikator kerja yang baik, yaitu:
- pada hal-hal tertentu mendapat prioritas,
- terpusat pada hal-hal yang vital dan penting bagi pengambilan keputusan, dan
- terbatas terkaitnya dengan sistem pertanggungjawaban yang memperlihatkan hasil.
b. Pertimbangan utama penetapannya bahwa indikator kinerja harus: - menggambarkan hasil atau pencapaian hasil,
- merupakan indikator di dalam wewenangnya, - mempunya dampak negatif yang rendah,
- digunakan untuk menghilangkan insentif yang sudah ada, dan - ada pengganti atau manfaat yang lebih besar jika menghilangkan
insetif.
c. Keberhasilan atau kegagalan manajemen dapat diukur dengan melakukan:
- perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan, - perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang diharapkan, - perbandingan antara kinerja tahun ini dengan tahun-tahun
sebelumnya,
- perbandingan kinerja suatu sekolah dengan sekolah lain yang lebih unggul, dan
- perbandingan pencapaian tahun berjalan dengan rencana dalam trend pencapaian.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat di simpulkan bahwa ukuran kinerja guru yang baik adalah ketika guru dapat mengemban amanah yang di berikan padanya dan menjalankan tugasnya dengan baik ketika guru menerapkan kinerjanya dengan baik, maka di sekolahan tersebut akan terbentuk orang-orang yang bertanggung jawab dengan amanah yang mereka emban.
2. Persepsi Guru Tentang Penggunaan Metode Pemberian Tugas/
Resitasi
informasi ke dalam otak manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungan, hubungan ini dilakukan lewat inderanya yaitu indera penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman”. Jika sejumlah penginderaan disatukan dan dikoordinasikan di dalam pusat syaraf yang lebih tinggi (otak) sehingga manusia bisa mengenali obyek-obyek maka keadaan ini dinamakan persepsi (Sarwono, 1992:44).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu pandangan atau tanggapan dalam diri seseorang yang terjadi karena proses penginderaan yang nantinya dapat menentukan arah tingkah laku.
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.
Menurut Sumantri dkk (2001:130) mengemukakan bahwa “Metode pemberian tugas atau penugasan diartikan sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik di sekolah ataupun di rumah secara perorangan atau berkelompok”. Resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah (PR), tetapi jauh lebih luas dari itu. Resitasi merangsang anak untuk aktif belajar, baik secara individual maupun kelompok. Resitasi cocok untuk semua tingkat dan usia dan semua jenis mata pelajaran.
1. Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan: a. Tujuan yang akan dicapai.
b. Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.
c. Sesuai dengan kemampuan siswa.
d. Ada petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa. e. Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.
2. Langkah Pelaksanaan Tugas
a. Diberikan bimbingan/pengawasan oleh guru. b. Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
c. Diusahakan/dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
d. Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik.
3. Fase Mempertanggungjawabkan Tugas
Hal yang harus dikerjakan pada fase ini:
a. Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakannya. b. Ada tanya jawab/diskusi kelas.
c. Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau cara lainnya.
Fase mempertanggungjawabkan tugas inilah yang disebut “resitasi”.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode resitasi menurut Djamarah dan Zain (2010:87) adalah sebagai berikut.
Kelebihan metode resitasi:
a. Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok.
b. Dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru. c. Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
d. Dapat mengembangkan kreativitas siswa
Kelemahan metode resitasi:
a. Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengerjakan tugas ataukah orang lain.
b. Khusus untuk tugas kelmpok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lainnya tidak berpartisipasi dengan baik.
Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa persepsi guru tentang penggunaan metode pemberian tugas adalah pandangan atau tanggapan guru mengenai cara penggunaan metode
pemberian tugas melalui pengamatan dengan menggunakan alat inderanya. Metode pemberian tugas sangat baik di terapkan oleh guru untuk murid, dan metode pemberian tugas ini dapat merangsang anak untuk aktif
belajar, baik secara individual maupun kelompok. Metode pemberian tugas ini cocok untuk semua tingkat dan semua jenis pelajaran. Apabila guru dapat menerapkan metode ini dengan baik di kelas maka akan
menimbulkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
3. Aktivitas Belajar Mengajar
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku, untuk mengubah tingkah laku tersebut perlu adanya kegiatan. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas, karena aktivitas merupakan prinsip/asas penting di dalam interaksi pembelajaran yang nantinya akan berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Menurut Sardiman (2007: 96), ”aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik (jasmani) maupun mental (rohani), tanpa aktivitas, belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, berfikir, membaca, dan segala sesuatu yang menunjang prestasi belajar”.
hanya berkaitan dengan penambahan ilmu/ pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri.
Dierich dalam Hamalik (2011: 172-173), mengklasifikasikan aktivitas belajar siswa menjadi beberapa bagian:
1. visual activities (kegiatan visual), misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, dan percobaan,
2. oral activities (kegiatan lisan), misalnya menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, dan diskusi,
3. listening activities (kegiatan mendengarkan), misalnya mendengarkan penjelasan guru, percakapan, musik, dan pidato,
4. writing activities (kegiatan menulis), misalnya menulis cerita, karangan, laporan, dan menyalin,
5. drawing activities (kegiatan menggambar), misalnya membuat grafik, peta dan diagram,
6. motorik activities (kegiatan metrik), misalnya melakukan kegiatan, membuat konstruksi, model, meparasi, dan bertenak,
7. mental activities (kegiatan mental), misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil keputusan,
8. emotional activities (kegiatan emosional), misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, dan tenang.
Sedangkan menurut Whipple dalam Hamalik (2011:173-175), aktivitas belajar terdiri dari:
1. bekerja dengan alat-alat visual, 2. ekskursi dan trip,
3. mempelajari masalah-masalah, 4. mengapresiasi literatur,
5. ilustrasi dan konstruksi, 6. bekerja menyajikan informasi.
lakukan dalam pembelajar maka akan timbul ke aktifan dan semangat dalam belajar.
Selain itu, terdapat juga beberapa aktivitas belajar menurut Soemanto (2006: 107), yaitu
1. mendengarkan, 2. memandang,
3. meraba, mencium dan mengecap, 4. menulis/mencatat,
5. membaca,
6. membuat ikhtisar/ringkasan dan menggaris bawahi, 7. mengamati tabel, diagram dan bagan,
8. menyusun paper/kertas kerja, 9. mengingat,
10. berpikir, 11. latihan/praktek
Banyaknya aktivitas yang dilakukan siswa akan membuat kegiatan pembelajaran semakin menyenangkan dan tidak cendrung membosankan, selain itu siswa akan menjadi lebih kreatif karena semua panca inderanya dapat difungsikan secara aktif. Pada proses pembelajaran, aktivitas
merupakan prinsip penting, keikutsertaan siswa yang aktif dalam kegiatan belajar akan sangat membantu proses belajar mengajar menjadi lebih efektif. Menurut Sardiman (2007: 97), prinsip aktivitas dibagi menjadi dua
pandangan, yaitu:
1. menurut pandangan ilmu jiwa lama,
aktivitas banyak didominasi oleh guru, sedang anak didik bersifat pasif dan menerima begitu saja. Jadi, siswa kurang memiliki aktivitas dan kreatifitas, dengan kata lain, bahwa siswa ibarat botol kosong yang diisi air oleh guru.
2. menurut pandangan ilmu jiwa modern,
potensinya. Dalam hal ini, anaklah yang beraktivitas, berbuat dan harus aktif sendiri.
Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus lebih banyak melakukan aktivitas dari pada guru, karena penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, maka kesan itu tidak akan mudah hilang/akan terus diingat, kemudian dipikirkan dan diolah serta dikeluarkan kembali dalam bentuk yang berbeda. Selain itu, dalam berbuat, siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, dan intisari dari pelajaran yang disajikan oleh guru.
Belajar adalah suatu proses aktif, yang dimaksud aktif disini bukan hanya aktivitas yang tampak seperti gerakan-gerakan badan, akan tetapi juga aktivitas-aktivitas mental seperti proses berfikir, mengingat dan sebagainya. Belajar yang baik adalah melaksanakan proses belajar sebagai aktivitas fisik dan psikis. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran juga diperlukan sumber belajar yang dapat dijadikan acuan bagi siswa untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas.
Sudirman dalam Djamarah (2006: 49) mengemukakan macam-macam sumber belajar sebagai berikut
a. Manusia (People) b. Bahan (Material) c. Lingkungan (Setting)
d. Alat dan perlengkapan (Tool and Equipment) e. Aktivitas (activities)
Aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.
Berdasarkan macam-macam sumber belajar di atas, dapat di simpulkan bahwa banyak sumber-sumber dalam belajar, tidak hanya berpedoman dengan apa yang di dapat ketika belajar di kelas, tetapi masih banyak sumber-sumber lainya yang dapat memberikan wawasan serta ilmun dalam belajar.
Selanjutnya, British Audio Association dalam Daryanto (2010: 71),
menyatakan bahwa 75% ilmu pengetahuan diperoleh dari indera penglihatan, 13% dari indera pendengaran, 6% dari indera sentuhan atau rabaan, dan 6% dari indera penciuman dan lidah, namun apabila dalam proses belajar siswa hanya melakukan aktivitas seperti:
1. membaca saja, maka pengetahuan yang mengendap hanya 10%, 2. mendengarkan saja, maka pengetahuan yang mengendap hanya 20%, 3. melihat saja, maka pengetahuan yang mengendap 30%,
4. melihat dan mendengar, maka pengetahuan yang mengendap mencapai 50%,
5. mengungkapkan sendiri, pengetahuan yang mengendap bisa 80%, 6. mengungkapkan sendiri dan mengulang pada kesempatan lain, maka
pengetahuan yang mengendap sebesar 90%.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila siswa melakukan aktivitas dengan memanfaatkan seluruh panca inderanya dengan baik, maka hasil belajar yang diperoleh akan cukup optimal dan prestasi belajar pun akan meningkat. jika siswa menjadi partisipan yang aktif dalam proses pembelajaran, maka ia akan memiliki prestasi belajar yang baik.
diartikan dengan memindahkan, seperti misalnya mentransfer uang.
Mentransfer dalam konteks ini diartikan sebagai proses menyebarluaskan. Smith dalam Wina Sanjaya(2011:96) mengemukakan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is imparting
knowledge or skill)
Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran. Dalam konteks
pembelajaran, sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak dan memperkecil peranan guru dipihak lain. Dalam istilah
pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optimal, demikian juga halnya dengan siswa. Perbedaan dominasi dan aktivitas, hanya mrnunjukkan kepada perbedaan tugas-tugas atau perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses pembelajaran. Dari uraian itu, maka tampak jelas bahwa istilah
“pembelajaran” menunjukkan pada usaha siswa mempelajarai bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru. Di sini jelas, proses pembelajaran yang
dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa perlakuan guru.
Bruce Weil dalam Wina Sanjaya (2011:104-106) mengemukan tiga prinsip penting dalam pembelajaran.
a. Proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa.
c. Dalam proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial. Anak akan lebih baik mempelajari pengetahuan logika dan sosial dari temannya sendiri.
4. Cara Penilaian
Penilaian adalah suatu proses merubah angka-angka kuantifikasi prestasi dalam hubungannya dengan “kedudukan” personal siswa yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam skala tertentu, misalnya skala tentang baik-buruk, bisa diterima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus (Purwanto, 2008: 73).
Sejalan dengan pendapat di atas, Mulyasa (2009: 208) mengemukakan bahwa penilaian merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik.
Dalam bahasa Inggris penilaian disebut sebagai assessment. Menurut Sumarmo, Utari dan Hasan, Hamid (2003) dalam Arnie Fajar (2009:218) asesmen (penilaian hasil belajar) sebagai “proses sistemik untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Sedangkan Rustaman Y. Nuryani (2003) mengemukakan bahwa “asesmen berada pada pihak yang di-ases dan digunakan untuk mengungkap kemajuan perorangan.
Penilaian yang dilakukan hendaknya dilakukan secara berkala dan
belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Nilai memegang peranan penting karena merupakan representasi kognitif dari kebutuhan individu di satu sisi dan tuntutan di sisi lain. Basrowi (2010: 48)
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematis, dan terprogram dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek atau produk, portopolio, serta penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran
menggunakan standar panilaian pendidikan dan panduan penilaian kelompok mata pelajaran.
Hal ini di dukung oleh pendapat Fajar (2009:218-219) tentang macam-macam penilaian, antara lain:
1. Penilaian melalui tes, meliputi:
a. Tes tertulis (uraian objektif, uraian non-objektif/uraian bebas, jawaban atau isian singkat, pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, sebab akibat).
b. Tes lisan.
c. Tes perbuatan/kinerja/performens/penampilan (melakukan tugas tertentu seperti membuat laporan atau makalah).
2. Penilaian melalui observasi atau pengamatan 3. Penilaian melalui portofolio
4. Penilaian melalui wawancara
5. Penilaian melalui tugas terstruktur baik individu maupun kelompok.
Secara lengkap digambarkan bagan penilaian sebagai berikut:
Gambar 1: Penilaian/Asesmen Diadaptasi dari Utari Sumarmo dan S Hamid Hasa
Adapun instrument penilaian dalam Fajar (2009: 221-225), yaitu: 1. Penilaian Ranah Kognitif
Klasifikasi ranah kognitif, menurut Bloom (1956) dalam Uzer, Usman (2000) terdiri dari:
a. Pengetahuan (ingatan)
Pengetahuan (Ingatan), yang mengacu kepada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah di pelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar.
b. Pemahaman
Pemahaman, yang mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Ranah ini berada satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah.
PENILAIAN
TES
LISAN TULISAN PENAMPILAN
c. Penerapan/Aplikasi
Penerapan/Aplikasi, mengacu kepada kemampuan yang menggunakan atau mererapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip. Aplikasi merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi dari pemahaman. d. Analisis
Analis, mengacu kepada kemampuan menguraikan materi kedalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu
memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih di mengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan lebih tinggi dari pemahaman maupun aplikasi.
e. Sintesis dan
Sintesis, mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru dan memerlukan prilaku yang kreatif sintesi merupakan kemampuan tingkat berpikir lebih tinggi dari kemampuan-kemampuan sebelumnya.
f. Evaluasi
Evaluasi, mengacu pada kemampuan memeberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat skemampuan yang tinggi.
2. Penilaian Ranah Psikomotor
Klasifikasi penilaian ranah psikomotor, menurut Dave (1970) dalam Uzer, Usman (2000) terdiri dari:
a. Peniruan
Peniruan, mengacu kepada kemampuan mengamati suatu gerakan mulai dari memberi respon serupa dengan yang di amati,
mengurangi koordinasi dan kontrol alat-alat syaraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
b. Manipulasi
Manipulasi, mengacu kepada kemampuan yang menekankan pada perkembangan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang mentapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
c. Ketetapan
d. Artikulasi
Artikulsi, mengacu kepada kemampuan yang menekankan
koordinasi suatu rangkayan gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang di harapkan atau konsisten internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda.
e. Pengalamiahan
Pengalamiahan, mengacu kepada kemampuan yang menutut tingkah laku yang di tampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis dan gerakan dilakukan secara rutin. Kemampuan ini merupakan tingkat tertinggi dalam rana psikomotor.
3. Penilaian Ranah Afektif
Klasifikasi penilaian ranah afektif, Krathwohl (1964) dalam Uzer, Usman (2000) terdiri dari:
a. Penerimaan
Penerimaan, kemampuan yang mengacu kepada kesukarelaan, memperhatikan dan memberikan respon terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan ini merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam ranah epektif.
b. Pemberian respons
Pemberian respon, kemampuan yang mengacu kepada keikutsertaan siswa secara aktif, menjadi peserta dan tertarik.
c. Penilaian
Penilain, kemampuan yang mengacu kepada nilai atau pentingnya keikutsertaan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Kemapuan-kemampuan tersebut dapat di klasifikasikan menjadi “ sikap” dan “ apresiasi”.
d. Pengorganisasian , dan
Pengorganisaian, kemampuan yang mengacu kepada penyatuan nilai yang menimbulkan suatu sikap tertentu. Sikap-sikap berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang mencerminkan dalam suatu falsasah hidup. e. Karakterisasi
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa cara penilaian adalah suatu kegiatan untuk mengukur suatu perubahan yang telah terjadi pada peserta didik. Apabila guru melakukan penilaian kepada anak didiknya dengan baik, maka secara langsung guru tersebut telah melakukan suatu kinerja yang baik dalam proses pembelajaran.
B. Penelitian yang Relevan
Tabel 2. Hasil Penelitian yang Relevan
No Nama Judul Skripsi Hasil
1 Suci Deviska Analis pengaruh kompetensi guru dan masa kerja
terhadap kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran pada SMK Negeri 1 Bandar Lampung Tahun 2004 Tahun 2004, dengan R hitung 0,718> R table 0,294 dan R2 0,515 2 Susanti Pengaruh pengawasan,
masa kerja dan kompensasi terhadap kinerja guru pada SMA negeri 4 Bandar pada SMA Negeiri 4 Bandar Lampung tahun pelajaran 2009/2010,
Anggraini Hubungan antara Nilai Tes Masuk Sekolah dan Aktivitas Belajar dengan Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Kelas X Semester Ganjil SMAN 1 Kota Agung Kabupaten
Tanggamus Tahun Pelajaran
ada hubungan antara aktivitas belajar dengan prestasi belajar
2008/2009 2009, hal ini
ditunjukkan dengan thitung= 9, 500 > ttabel= 1,978 dengan koefesien korelasi (r) sebesar 0,636 dan koefisien determinasi (r2)
sebesar 0,404 atau 40,4%.
C. Kerangka Pikir
Tujuan pendidikan adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, professional, bertanggung jawab, dan sehat jasmani serta rohani.
Sekolah merupakan wadah untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut dan tenaga pendidik khususnya guru merupakan jiwa dari sekolah. Guru adalah tokoh yang diposisikan sebagai garda terdepan di dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar dan guru memegang posisi yang sangat strategis dalam upaya menciptakan lulusan yang profesional dan berkualitas sehingga dapat memenuhi kebutuhan sumberdaya manusia yang profesional. Oleh karena itu, kualitas kinerja guru yang tinggi sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah.
acuan. Kinerja guru sangat berkaitan dengan tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, tinggi rendahnya kualitas kinerja guru dapat dilihat dari hasil yang telah ia capai. Banyak faktor yang diduga berpengaruh terhadap kinerja guru, beberapa
diantaranya adalah penggunaan metode pemberian tugas,aktiviatas belajar mengajar dan cara penialaian. Bagi seorang guru metode pemberian tugas merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kinerjanya dalam mengajar, karena apabila tugas yang di berikan tidak dapat
meningkatkan prestasi belajar siswanya maka guru tersebut akan berusaha mencari metode pemberiaan tugas yang lain.
Banyaknya aktivitas yang dilakukan siswa akan membuat kegiatan pembelajaran semakin menyenangkan dan tidak cendrung membosankan, selain itu siswa akan menjadi lebih kreatif karena semua panca inderanya dapat difungsikan secara aktif. Pada proses pembelajaran, aktivitas
merupakan prinsip penting, keikutsertaan siswa yang aktif dalam kegiatan belajar akan sangat membantu proses belajar mengajar menjadi lebih efektif.oleh karena itu guru harus memiliki kinerja yang baik untuk menciptakan aktivitas belajar mengajar siswa yang aktif, kreatif dan inovatif.
menggunakan standar panilaian pendidikan dan panduan penilaian
kelompok mata pelajaran, dan penilaian yang konsisten tersebut menuntut seorang guru untuk memiliki kinerja yang baik. Berdasarkan pemikiran di atas, untuk memperjelas pengaruh persepsi guru tentang penggunaan metode pemberian tugas, aktivitas belajar mengajar dan cara penilaian terhadap kinerja guru dapat dilihat pada paradigma berikut.
Gambar 2. Paradigma Pengaruh Persepsi Guru Tentang Penggunaan Metode Pemberian Tugas (X1), Aktivitas Belajar Mengajar (X2) dan Cara Penilaian (X3) terhadap Kinerja Guru (Y)
r1 r2
R
r3
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Ada pengaruh persepsi guru tentang penggunaan metode pemberian tugas terhadap kinerja guru pada SMPN 30 Bandar lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.
Cara Penilaian X3 Persepsi Guru
Tentang Penggunaan Metode Pemberian
Tugas (X1)
Aktivitas Belajar Mengajar
(X2)
2. Ada pengaruh aktivitas belajar mengajar terhadap kinerja guru pada SMPN 30 Bandar lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.
3. Ada pengaruh cara penilaian terhadap kinerja guru pada SMPN 30 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Bagian ini akan membahas metodologi penelitian, populasi dan sampel, variabel
penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, uji persyaratan
instrument, pengukuran data, uji persyaratan analisis data, uji keberartian dan
kelinieran regresi, dan pengujian hipotesis.
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
verifikatif kausal atau sebab akibat dengan pendekatan ex post facto dan
survey. Penelitian Verifikatif diartikan sebagai penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih. Hubungan kausal adalah
sebab akibat. Pendekatan ex post facto merupakan suatu pendekatan yang
dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi kemudian merunut
kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian
tersebut. (Sugiyono, 2010:7)
Sementara itu pendekatan survey yaitu penelitian yang dilakukan pada besar
maupun populasi kecil, tetapi yang dipelajari adalah data dari sampel yang
diambil dari populasi tersebut sehingga ditemukan dari kejadian-kejadian
relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antara variabel sosiologis maupun
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2011:61) populasi adalah wilayah yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya.
Populasi dalam penelitian ini yang akan menjadi populasi adalah seluruh guru
SMP Negeri 30 Bandar Lampung yang berjumlah 39 orang.
2. Sampel
Menurut Sugiyono (2011:62) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan teknik probability sampling
dengan menggunakan simple random sampling. Probability sampling adalah
teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, sedangkan
simple random sampling karena pengambilan anggota sampel dari populasi
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu
(Sugiyono, 2011: 63-64)
Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin sebagai
berikut:
di mana:
n = ukuran sampel N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan misalnya 2%
(Budi Koestoro dan Basrowi, 2006:250)
Populasi 39 guru dan presisi yang ditetapkan atau tingkat signifikansi 0,05,
maka besarnya sampel pada penelitian ini adalah:
= 1 +
= 1 + 39.0,05 39
= 35,53 dibulatkan menjadi 36
Jadi jumlah keseluruhan responden dalam penelitian ini adalah 36 guru.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulanya. (Sugiyono, 2011:2)
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Independen atau Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahanya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel bebas yaitu persepsi guru tentang
penggunaan metode pemberian tugas (X1), aktivitas belajar mengajar (X2),
2. Variablel Dependen atau Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kinerja guru (Y).
D. Definisi Konseptual Variabel dan Definisi Operasional Variabel
1. Definisi Konseptual Variabel
Defenisi variabel secara oprasional adalah mendeskripsikan variable penelitian
sedemikian sehingga variabel tersebut spesipikasi dan terukur. Definisi
oprasional dalam penelitian ini terdiri dari tiga variable bebas dan satu variable
terikat, diantaranya:
1. Kinerja Guru adalah ” hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas di
bandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah di sepakati bersama ” (Rivai, 2008:14).
2. Persepsi guru tentang penggunaan metode pemberian tugas adalah “ suatu
pandangan atau pengamatan melalui panca indera terhadap cara interaksi
belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk
dikerjakan peserta didik di sekolah ataupun di rumah secara perorangan
atau berkelompok” (Sumantri dkk, 2001: 130)
3. Aktivitas belajar mengajar adalah “aktivitas yang bersifat fisik (jasmani)
maupun mental (rohani), tanpa aktivitas, belajar tidak mungkin berlangsung
4. Cara penilaian adalah “ suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku
yang telah terjadi pada diri peserta didik.” (Mulyasa, 2009: 208).
2. Definisi Operasional Variabel
Kinerja Guru ( Y )
1. Absen Guru
Absen guru selama 1 semester (bulan Juli sampai Desember).
Dapet memberikan pemahaman materi kepada siswa.
Mendapatkan hasil yang maksimal atas pekerjaannya.
Berupaya meningkatkan kinerja diri sendiri.
Tidak melanggar tata tertib yang berlaku/yang telah di buat oleh
sekolahan.
Penggunaan Metode Pemberian Tugas (X1)
1. Interaksi Belajar
Siswa bertanya kepada guru.
Guru menjelaskan kepada siswa
Guru dan siswa saling berdiskusi
Siswa dengan teman saling berdiskusi
2. Tugas dari Guru
Siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru
Siswa mengejakan tugas secara mandiri
Aktivitas Belajar Mengajar (X2)
1. Aktivitas fisik
Mendengarkan
Mencatat
Mengerjakan soal
Memperhatikan
Menghitung
Mengingat
Diskusi
Menganalisis
2. Aktivitas mental
Memberi saran kritik
Menyanggah
Memimpin kelompok
Bersikap kritis
Menjadi peraga
Mengeluarkan pendapat
Cara Penilaian (X3)
1. Perubahan perilaku siswa
Memahami tugas yang diberikan guru
Siswa tidak mencontek
Siswa memahami materi pelajaran
Siswa mendapatkan nilai yang baik
Tabel 3. Definisi Operasional Variabel 4. Siswa dengan teman
saling berdiskusi
perilaku siswa 1. Memahami tugas yang diberikan guru 2. Siswa tidak 5. Siswa aktif dalam
pembelajaran
Lanjutan…
5. Tidak melanggar tata tertib yang
berlaku/yang telah di buat oleh sekolahan
Ordinal Angket
E. Pengukuran Variabel
Sehubungan data dalam instrument penelitian ini masih berbentuk ordinal,
maka digunakan Methode of Sucsessive Internal (MSI), yaitu suatu metode
yang digunakan untuk menaikan atau mengubah tingkat pengukuran dari data
ordinal menjadi data interval dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. untuk setiap pertanyaan, hitung frekuensi jawaban setiap kategori (pilihan jawaban);
2. berdasarkan frekuensi setiap kategori dihitunng proporsinya;
3. dari proporsi yang diperoleh, hitung proporsi komulatif untuk setiap kategori;
4. tentukan pula nilai batas Z untuk setiap kategori; dan
5. masukan nilai Z ke dalam rumus distribusi normal baku dengan rumus (z) = 1
√2πexp
6. hitung scale value (internal rata-rata) untuk setiap kategori melalui persamaan berikut:
7. hitung score (nilai hasil transformasi) untuk setiap kategori melalui persamaan:
= + | | + 1
(Hays, W, L, 1976, Quantification in Psychology, Prentice Hall, New Delhi)
Pengunaan rumus MSI dari W.L Hays ini dikarenakan jangkauan antara hasil
MSI dan nilai data ordinal sebenarnya tidak terlalau jauh.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk penelitian ini penulis menggunakan metode sebagai
berikut.
1. Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses tersusun
dari berbagai proses biologis maupun psikologis. Teknik ini digunakan
apabila penelitian berkenan dengan perilaku manusia, proses kerja,
gejala-gejala alam, dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono,
2010:310). Observasi dilakukan untuk mengamati keadaan yang ada
dilapangan pada saat mengadakan penelitian pendahuluan yaitu untuk
mengamati proses pembelajaran di dalam kelas, seperti mengamati metode
menagajar yang digunakan oleh guru, media pembelajaran yang digunakan,
dan kegiatan yang dilakukan siswa pada saat proses pembelajaran
berlangsung.
2. Interview (wawancara)
Interview digunakan sebagai teknik pengambilan data, apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menentukan permasalahan yang
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
(Sugiyono, 2010:317). Teknik wawancara ini digunakan untuk
mendapatkan data berupa, jumlah siswa, jumlah guru dan data-data lain
yang berhubungan dengan penelitian.
3. Dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan
catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,
sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan
perkiraan (Budi Koestoro dan Basrowi, 2006:142). Metode ini digunakan
untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen.
Dalam penelitian sosial, fungsi data yang berasal dari dokumentasi lebih
banyak digunakam sebagai data pendukung dan pelengkap bagi data primer
yang diperoleh melalui observasi dan wawancara.
4. Angket (kuisioner)
Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2010:199). Apabila ada
kesulitan dalam memahami kuesioner, responden bisa langsung bertanya
kepada peneliti. Angket ini digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai persepsi guru tentang penggunaan metode pemberian tugas,
aktivitas belajar mengajar dan cara penilaian terhadap kinerja guru dengan
menggunakan skala interval. Dengan menggunakan skala likert, yaitu
menetapkan subyek kepada kategori atau kontinum dengan memberikan
nomor atau angka pada kategori tersebut. (Sugiyono, 2010:134)
G. Uji Persyaratan Instrumen
1. Uji Validitas Angket
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan suatu
instrument. Untuk menguji tingkat validitas pada penelitian ini
menggunakan rumus korelasi product momentdengan angka kasar
(rxy).Rumus ini digunakan karena memiliki hasil standart eror yang rendah,
selain itu penggunana rumus korelasi person dalam uji validitas soal
memiliki hasil keterbacaan yang lebih mudah dianalisis karena langsung
dapat dicari dari hasil angket. Karena datanya terdiri dari variabel X dan Y,
sehingga untuk mengetahui analisis koefisien korelasi pearson digunakan
untuk mengukur kuat lemahnya hubungan antara satu variabel bebas dan
satu variabel, korelasi pearson digunkan karena data berskala interval. Jadi
menurut peneliti rumus korelasi product moment dengan angka kasar (rxy)
tepat digunakan untuk menguji tingkat validitas angket pada penelitian ini.
Rumus korelasi product moment dengan angka kasar (rxy) adalah, sebagai
berikut.
= N ∑ XY − (∑ X)(∑ Y)
{N ∑ X − (∑ X) }{N ∑ Y − (∑ Y) }
Keterangan:
=
= ℎ
= ℎ ( )
(Suharsimi Arikunto, 2009:72)
Dengan kriteria pengujian jika rhitung > rtabel dengan taraf signifikansi 0,05,
maka alat ukur tersebut valid. Begitu pula sebaliknya, jika rhitung < rtabel maka
alat ukur tersebut tidak valid.
2. Hasil Uji Coba Validitas Angket
Kriteria pengujian, apabila rhitung > rtabeldengan taraf signifikansi 0,05
maka alat ukur tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya.
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Pada Angket Uji Coba Untuk Variabel Kinerja Guru (Y)
Item soal untuk variabel Kinerja Guru (Y) berjumlah 20 item soal dan
terdapat 4 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 5,8,9 dan 10
dengan nilai r hitung < r tabel = 0.444 (n=20, α=5%). 0,444. Untuk soal yang
tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut. (Lampiran 4)
Tabel 5. Hasil Uji Validitas Pada Angket Uji Coba Untuk Variabel Persepsi Guru Tentang Penggunaan Metode Pemberian Tugas (X1)
Item soal untuk variabel Persepsi Guru Tentang Penggunaan Metode
Pemberian Tugas (X1) berjumlah 20 item soal dan terdapat 2 buah soal
yang tidak valid, yaitu item soal nomor 14 dan 17 dengan nilai r hitung < r
tabel= 0.444 (n=20, α=5%). 0,444. Untuk soal yang tidak valid, maka
peneliti memperbaiki soal tersebut. (Lampiran 5)
Tabel 6. Hasil Uji Validitas Pada Angket Uji Coba Untuk Variabel Aktivitas Belajar Mengajar (X2)
Item soal untuk variabel Aktivitas Belajar Mengajar (X2) berjumlah 20
item soal dan terdapat 2 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor
15 dan 19 dengan nilai r hitung < r tabel = 0.444 (n=20, α=5%). 0,444. Untuk
soal yang tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut. (Lampiran
6)
Tabel 7. Hasil Uji Validitas Pada Angket Uji Coba Untuk Variabel Cara Penilaian (X3)
Item soal untuk variabel Cara Penilaian (X3) berjumlah 20 item soal dan
terdapat 2 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 3 dan 16
dengan nilai r hitung < r tabel = 0.444 (n=20, α=5%). 0,444. Untuk soal yang
tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut. (Lampiran 7)
3. Uji Reliabilitas Angket
Reliabilitas adalah ketelitian dan ketepatan teknik pengukuran.
Reliabilitasdigunakan untuk menunjukan sejauh mana alat ukur dapat
dipercaya atau diandalkan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, uji
reliabilitas angket menggunakan rumus alpha. Menggunakan rumus alpha,
karena yang akan di ukur berupa data berskala likert. Jawaban angket pada
skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.
Jadi rumus yang tepat digunakan adalah rumus alphadengan bentuk rumus
sebagai berikut.
= ( − 1) 1 −∑ Keterangan:
= =
= ℎ
=
(Suharsimi Arikunto, 2009:109)
Dengan kriteria pengujian jika rhitung > rtabel dengan taraf signifikansi 0,05,
maka alat ukur tersebut reliabel. Begitu pula sebaliknya, jika rhitung < rtabel
maka alat ukur tersebut tidak reliabel.
Jika alat instrumen tersebut reliabel, maka dapat dilihat kriteria penafsiran
mengenai indeks korelasi (r) sebagai berikut.
a. Antara 0,800-1,000 : sangat tinggi b. Antara 0,600-0,800 : tinggi
c. Antara 0,400-0,600 :sedang d. Antara 0,200-0,400 :rendah
e. Antara 0,000-0,200 :sangat rendah (Suharsimi Arikunto, 2009:75)
4. Hasil Uji Coba Reliabilitas
Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat
dipercaya atau diandalkan. Dalam penelitian ini uji reliabilitas
menggunakan rumus alpha.
Setelah dilakukan pengujian instrumen untuk variabel Kinerja Guru (Y)
diperoleh rhitung 0,949 (lampiran 3); variabel Metode Pemberian Tugas
(X2) diperoleh rhitung 0,950 (lampiran 5) dan variabel Cara Penilaian (X3)
diperoleh rhitung 0,914 (lampiran 6). Hasil ini kemudian dibandingkan
dengan kriteria tingkat reliabilitas. Dari hasil perbandingan dengan kriteria
tersebut, maka dinyatakan bahwa tingkat reliabilitas dari instrumen X1,
X2, X3 dan Y tergolong sangat tinggi.
H.Uji Persyaratan Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sebaran data penelitian yang
telah dilakukan. Untuk mengetahui apakah datanya normal, mendekati
normal atau tidak normal. Data yang normal atau mendekati normal
menandakan data dapat digunakan dalam penelitian. Untuk mengetahui
apakah datanya normal, mendekati normal atau tidak normal pengujian
normalitas data hasil penelitian dengan uji Kolomogrov-Smirnov, dilakukan
dengan langkah langkah sebagi berikut:
a). Perumusan hipotesis
Ho : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1: sampel berasl dari populasi berdsitribusi tidak normal b). Data diurutkan dari yang terkecil ke yang terbesar
c). Menentukan kumulatif proporsi(kp) d). Data ditransformasikan ke skor baku Zi: e). Menentukan luas kurva Z (Z – tabel) f). Menentukan a1 dan a2:
a2: selisish Z tabel dan kp pada batas atas (a2=absolut(kp-z-tab )) a1: selisih Z tabel dan kp pada batas bawah( a1= absolute (a2-fi/n)
Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan
persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering
terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik. Konsep dasar dari
uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan
distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal
baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke
dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Jadi sebenarnya uji
Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya
dengan data normal baku.
2. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel data berasal
dari populasi yang memiliki variansi yang sama atau tidak. Pada analsis
regeresi, persyaratan analisis yang dibutuhkan adalah bahwa galat regresi
untuk setiap pengelompokan berdasarkan variabel terikatnya memiliki
variansi yang sama.
Pengujian Homogenitas data pada penelitian ini menggunakan uji Barlett,
karena data yang akan di uji berbentuk data interval dan mempunyai
jumlah derajad bebas dengan perlakuan yang sama.Sehingga dalam
penilitian ini menggunakan uji Barlett, melalui beberapa langkah sebagai
berikut:
a. Menghitung varians gabungan dari semua sampel dengan rumus: = ( − 1) / ( − 1)
c. Uji Barlett menggunakan statistic Chi Kuadrat dengan rumus: = ( 10) − ( − 1) log 2
Dengan in 10=2,3026 merupakan bilangan tetap yang disebut logaritma asli
dari bilangan 10. Kriteria pengujian adalah jika x2
hitung<x2tabel dan =0,05 dk=
(k-1) maka varians populasi terbesar bersifat homogen. (Sudjana, 2005:263).
3. Uji Keberartian dan Kelinieran Regresi
Uji keberartian dan kelinieran dilakukan untuk mengetahui apakah pola regresi
bentuknya linier atau tidak serta koefisien arahnya berarti atau tidak. Untuk uji
keberartian regresi linier multiple menggunakan statistik F, dengan rumus:
=
Keterangan:
= =
(Sudjana, 2005:332)
Dengan dk 1 dan dk penyebut n-2 dengan = 0,05 kreteria uji, apabila Fh > Ft
maka Ho ditolak yang menyatakan arah regresi berarti. Sebaliknya apabila Fh
< Ft maka Ho diteriama yang menyatakan koefisien arah regresi tidak berarti,
analisis varians digunakan untuk melokalisasi variabel-variabel bebas yang
penting dalam suatu penelitian dan menentukan bagaimana mereka saling
berinteraksai dan saling mempengaruhi.
Uji keberartian digunakan untuk mengetahui keberartian r ( uji korelasi) dan
untuk menerima atau menolak hipotesis yang telah diajukan.
Sedangkan untuk uji kelinieran regresi linier multiple menggunakan statistik F
=
Keterangan: = =
(Sudjana, 2005:332)
Tabel 8. Ringkasan Anava keberartian dan kelinieran regresi
Sumber: (Sujana, 2005:332)
Kriteria uji keberartian dan kelinieran regresi:
a. Jika Fhitung ≥ Ftabel (1-)(1,n-2) maka koefisien arah regresi berarti, sebaliknya
apabila Fhitung ≤ Ftabel (1-)(1,n-2) maka koefisien arah regresi tidak berarti
4. Uji Multikolinieritas
Menurut Sudarmanto (2005: 136-138), uji asumsi tentang multikolinieritas
dimaksudkan untuk membuktikan atau menguji ada tidaknya hubungan yang
linier antara variabel bebas (independen) yang satu dengan variabel bebas
(independen) lainnya. Ada atau tidaknya korelasi antarvariabel independen
dapat diketahui dengan memanfaatkan statistik korelasi product moment dari
Pearson.
r
xy=
{ ∑ ∑ (∑ ) }{ ∑(∑ )(∑ ) (∑ ) }Rumusan hipotesis yaitu:
H0 : tidak terdapat hubungan antar variabel independen.
H1 : terdapat hubungan antar variabel independen.
Kriteria hipotesis yaitu:
Apabila rhitung < rtabel dengan dk = n dan alpha 0,05 = maka H0 ditolak
sebaliknya jika rhitung > rtabel maka H0 diterima.
5. Uji Autokorelasi
Menurut Sudarmanto (2005: 142-143), pengujian autokorelasi dimaksudkan
untuk mengetahui apakah terjadi korelasi di antara data pengamatan atau
tidak. Adanya Autokorelasi dapat mengakibatkan penaksir mempunyai
varians tidak minimum dan uji t tidak dapat digunakan, karena akan
memberikan kesimpulan yang salah. Ada atau tidaknya autokorelasi dapat
dideteksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Ukuran yang digunakan
Durbin-Watson mendekati angka 2, maka dapat dinyatakan bahwa data
pengamatan tidak memiliki autokorelasi.
Tahap-tahap pengujian dengan uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut:
a. Tentukan hipotesis nol dan alternatif. Hipotesis nol adalah variabel ganguan tidak mengandung autokorelasi dan hipotesis alternatifnya adalah variabel ganguan mengandung autokorelasi.
b. Hitung besarnya statistik DW dengan rumus
= ∑ ( − ∑ )
d. Bandingkan nilai statisik DW dengan nilai teoritik DW sebagai berikut untukρ> 0( autokorelasi positif)
1. Bila DW ≥ dц ( dengan df n –K-1) : K adalah banyaknya variabel
bebas yang digunakan: H0 diterima jadi ρ = 0 berarti tidak ada autokorelasi pada model regresi itu.
2. Bila DW ≤ dL( dengan df n – K -1) : Ho ditolak, jadi ρ ≠ 0 berarti ada
autokorelasi positif pada model itu
3. Bila dL< DW < du; uji itu hasilnya tidak konklusif, sehingga tidak
dapat ditentukan apakah terdapat autokorelasi atau tidak pada model itu
e. Untuk ρ< 0 ( autokorelasi negatif)
1. Bila (4- DW) ≥du ; h0 diteriama jadi ρ = 0 berarti tidak ada autokorelasi pada model itu
2. Bila (4-DW) ≤ dL; h0 ditolak , jadi ρ ≠ 0 berarti ada autokorelasi posutif pada model itu
Bila dL < (4-DW) < du ; uji itu hasilnya tidak konklusif sehingga tidak dapat ditentukan apakah terdapat autokorelasi atau tidak pada model itu. (Muhammad Firdaus :100 - 101)
6. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Sudarmanto (2005: 147-148), uji heteroskedastisitas dilakukan
untuk mengetahui apakah varian residual absolut sama atau tidak sama untuk
semua pengamatan. Pengamatan yang digunakan untuk mendeteksi ada atau
yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya hetersokedastisitas digunakan
rank korelasi Spearman sebagai berikut.
a. Buat model regresinya Y = B1 + B2X2i+ ei b. Carilah nilai nilai variabel ganguan penduga ei
Rangking nilai nilai ei itu serta nilai-nilai e itu serta nilai nilai X yang bersangkutan dalam urutan yang semakin kecil atau semakin besar Hitung koefisien regresi penduga rank spearman r dengan rumus
r =1 ∑( )
dimana = di menunjukkan perbedaan setiap pasang rank n menunjukkan jumlah pasang rank
Bila rs mendekati maka kemungkinan besar terdapat heteroskedaktisitas
dalam model itu, sedangkan bila r mendekati 0 maka kemungkinan adanya
heteroskedaktisitas kecil. (Muhammad Firdaus : 107-108)
I. Pengujian Hipotesis
Untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
dan juga untuk mengukur tingkat signifikansi (diterima atau ditolak) antara X
dan Y dengan menggunakan analisis regresi.
1. Regresi Linier Sederhana
Untuk menguji hipotesis pertama, kedua dan ketiga yaitu pengaruh
persepsi guru tentang penggunaan metode pemberian tugas terhadap
kinerja guru, pengaruh aktivitas belajar mengajar terhadap kinerja guru,
dan pengaruh cara penilaian terhadap kinerja guru menggunakan statistik t
dengan model regresi linier sederhana, yaitu:
Ŷ = a + bX
Untuk mengetahui prediksi (ramalan) hubungan fungsional ataupun kausal
satu variabel independen dengan satu variabel dependen.
Keterangan:
a
=
(∑ )(∑∑ ) (∑ )(∑(∑ ) )b
=
∑∑ (∑ )(∑ )(∑ )Harga b merupakan fungsi dari koefisien korelasi. Bila koefisien korelasi
tinggi, maka harga b juga tinggi, sebaliknya bila koefisien korelasi rendah
maka harga b juga rendah (kecil). Selain itu, bila koefisien korelasi negatif
maka harga b juga negatif, dan bila koefisien korelasi positif maka harga b
juga positif.
Keterangan:
Ŷ = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan a = Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstanta)
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada perubahan variabel independen. Bila (+) arah garis naik, dan bila (-) maka arah garis turun.
X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu. (Sugiyono, 2011:261-262)
Setelah menguji hipotesis regresi linier sederhana dilanjutkan dengan uji
signifikan dengan rumus uji t. Menggunakan rumus uji t karena simpangan
baku populasinya tidak diketahui. Simpangan baku dapat dihitung
berdasarkan data yang sudah terkumpul. Jadi rumus yang tepat untuk uji
signifikan dalam penelitian ini adalah uji t, dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
=
b = koefisien arah regresi Sb = Standar deviasi
Kriteria pengujian hipotesis yaitu:
jika tØ>ttabelmaka Ho ditolak dan jikatØ<ttabel maka Ho diterima. Ttabel
diperoleh dari daftar distribusi t dengan peluang (1-) dan dk = n-2.
2. Regresi Linier Multipel
Untuk pengujian hipotesis keempat yaitu untuk mengetahui pengaruh
persepsi guru tentang penggunaan metode pemberian tugas, aktivitas
belajar mengajar, dan cara penilaian terhadap kinerja guru menggunakan
rumus regresi linier multiple, yaitu:
Ŷ = a + b1X1 +b2X2+ b3X3
Keterangan:
Untuk memprediksi (meramalkan) keadaan variabel dependen (kriterium),
dengan dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor.
Keterangan:
Ŷ = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan a = Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstanta)
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada perubahan variabel independen. Bila (+) arah garis naik, dan bila (-) maka arah garis turun.
Kemudian untuk menguji signifikan simultan dilakukan uji F dengan
rumus:
= /( − − 1)/
Keterangan:
( ) = + +
( ) = − ( )
n = banyaknya responden k = banyaknya kelompok
Dengan Ft = F (k : n – k – l)
Keterangan:
= tingkat signifikansi k = banyaknya kelompok n = banyaknya responden (Sudjana, 2005:355-356)
Dengan kriteria uji adalah “tolak Ho jika Fhitung>Ftabel dan demikian pula
sebaliknya, jika Fhitung<Ftabel maka Ho diterima. Ftabel untuk dk pembilang =
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk mengukur Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) Siswa, guru harus
memberikan beberapa ulangan kepada Siswa agar Guru dapat melihat sejauh
mana Siswa telah menguasai pelajaran yang telah diberikan oleh Guru.
Semakin banyak guru memberikan ulangan atau ujian kepada Siswa, Guru
dapat mengetahui dimana letak kesulitan Siswa dalam mengerjakan sosal-soal
ujian/ulangan dan Gurupun dapat membrikan jawaban dan menjelaskan
kembali tentang sosal-soal yang dianggap Siswa sulit dalam mengerjakannya.
Hal ini supaya Siswa dapat mengerti dan memahami tentang soal-soal
tersebut. Namun, pada kenyataannya Guru masih belum maksimal dalam
mengajar banyak sekali soal-soal yang tidak dapat dijawab oleh Siswa
dikarenakan kurangnya ke ahlian Guru dalam menerapkan model-model
pembelajaran. Dan Guru tidak berusaha untuk menjelaskan kembali soal-soal
setelah ujian selesai. Seharusnya Guru memberikan kunci jawaban supaya
Siswa dapat mempelajarinya kembali di Rumah, tetapi hal itu tidak
dilaksanakan sehingga sebagian besar hasil belajar Siswa belum mencapai
Kriteria Ketuntusan Minimum (KKM).
Saat ini guru menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
lagi memberikan dorongan kepada Siswa agar lebih aktif lagi dalam belajar,
dan Guru bisa menggunakan model-model pembelajaran salah satunya seperti
STAD. Dengan menggunakan model tersebut Siswa dirangsang untuk aktif
dalam belajar dan Guru disini adalah sebagai fasilitator. Guru hanya
mengawasi dan meluruskan ketika ada anak Didik tidak paham atau tidak
mengerti tetang pelajaran. Namun pada kenyataannya Guru masih dominan,
Guru-Guru masih banyak yang menggunakan metode ceramah, Guru
menjelaskan, Siswa memperhatikan dan mencatat materi pembelajaran hal ini
berlangsung dari pertama sampai dengan akhir pembelajaran. Hal ini akan
menyebabkan Siswa jenuh dan tidak aktif dalam proses pembelajaran.
Pada umumnya Murid harus meperhatikan dan meniru apa yang dijelaskan
oleh Guru didepan kelas dan peran Guru sangat dominan. Disaat
berlangsungnya proses pembelajaran di dalam kelas Guru di tuntut agar
tampil optimal, terutama dalam menguasai pelajaran yang akan Guru ajarkan
dan jelaskan kepada murid di kelas. Dengan adanya penguasaan materi yang
baik oleh Guru maka Siswa akan muda mencerna dan mengerti pelajaran
yang Guru sampaikan. Namun, apabila Guru mengajarnya sangat dominan,
maka Siswa akan cendrung bosan dan minat belajarnya akan berkurang.
Berdasarkan kajian diatas, Guru harus lebih bisa memberikan dorongan
kepada Siswa agar Siswa dapat lebih aktif lagi dalam belajar dan Siswa
mampu mengaplikasikan apa yang di jelaskan oleh Guru di depan kelas.
Guru di tuntut agar dapat membimbing Siswa-Siswanya untuk berpartisipasi