12 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kinerja
Kinerja merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk menghasilkan sesuatu dari apa yang dikerjakan. Agar menghasilkan kinerja yang baik, seseorang harus memiliki kemampuan, mempunyai kemauan, usaha, serta kegiatan yang dilaksanakan, agar tidak mengalami hambatan yang berat dalam lingkungannya. Kemauan dan usaha dapat menghasilkan motivasi sehingga menimbulkan sebuah kegiatan (Berry dan Houston, 1993:112).
Definisi kinerja menurut Mc Cloy dkk (1994:4) adalah kelakuan atau kegiatan yang berhubugan dengan tujuan organisasi. Organisasi tersebut merupakan keputusan dari pimpinan. Dikatakan bahwa kinerja bukan outcome, konsekuensi atau hasil dari prilaku atau perbuatan. Disisi lain kinerja adalah perbuatan atau aksi itu sendiri. Kinerja adalah multidimensi sehingga untuk beberapa pekerjaan yang spesifik mempunyai beberapa bentuk komponen kinerja yang dibuat dalam batas hubungan variasi dengan variabel lain.
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi. (Prawirosentono, 1999:79).
13
Terdapat hubungan erat antara kinerja perorangan dengan kinerja organisasi, dengan kata lain bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja organisasi baik. Handoko (1995:67) mengistilahkan kinerja (performance) dengan prestasi kinerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Selanjutnya As’ad (2000:175) menyatakan penampilan kinerja (job performance) sebagai hasil kerja adalah menyangkut yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerjanya. Tingkat sejauh mana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut tingkat prestasi (level of performance).
2.1.2 Penilaian Kinerja
Pengertian penilaian kinerja menurut Sondang Siagian (2004:106) merupakan pengukuran dan perbandingan hasil-hasil kinerja nyata dengan hasil-hasil yang diharapkan akan tercapai. Menurut Anthony dan Govindarajan (2003:75), sistem penilaian kinerja adalah suatu mekanisme yang memperbaiki kemungkinan untuk perusahaan agar strategi yang dijalankan dapat berhasil. Penilaian kinerja menurut Mulyadi dan Jony Setyawan (1999:227) yaitu penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standard and criteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sony Yuwono dkk (2004:23) menyimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rentan nilai yang ada dalam perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian dilakukan sebagai umpan balik yang akan memberikan prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik
14
dalam perusahaan yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perancanaan dan pengendalian. Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan atau sasaran organisasi dan dalam mematuhi perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya (yang berupa kebijakan atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran) agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
2.1.3 Ukuran dan Metode Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi (2001 : 435) terdapat tiga ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif :
1) Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criteria)
Ukuran Kriteria tunggal adalah ukuran kinerja yang hanya meggunakan satu ukuran dalam menilai kinerja.
2) Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criteria)Ukuran Kriteria Beragam adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kinerja sebuah perusahaan.
3) Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criteria) Adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran, memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitungkan rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh kinerja perusahaan.
Metode penilaian kinerja menurut Sri Hadiati (2002 : 77-81) dapat dibagi kedalam tiga bagian, yaitu :
15
1) Metode Penilaian dengan Orientasi Masa Lalu
Metode ini merupakan metode dengan menggunakan data-data yang sudah ada untuk kemudian dilakukan perbandingan atau perhitungan pertumbuhan baik pertumbuhan penjualan diberbagai pasar sasaran, wilayah, maupun kelompok pelanggan. Pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yag dicapai dari satu periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan masing-masing komponen sumber pendapatan dapat dievaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian. 2) Metode Penilaian dengan Orientasi Masa Sekarang
a. Metode Skala Peringkat
Metode ini bersifat subyektif, dibuat dua kolom dimana satu kolom berisi variabel yang dinilai dan kolom lainnya berisi kategori penilaian yang biasa dinyatakan dalam betuk amat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang. Biasa juga dalam kategori ini diberi angka 90-100 amat baik, 80-89 baik, 70-79 cukup, 60-69 kurang, 0-59 sangat kurang.
b. Metode Check List
Pada metode ini penilai member tanda ( √ ) pada uraian perilaku pegawai baik negatif maupun positif, masing-masing perilaku diberi
16
bobot nilai yang besarnya tergantung pada tingkat kepentingan perilaku tersebut terhadap keberhasilan suatu pekerjaan.
c. Metode Insiden Tertikal
Dalam metode ini penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi ke dalam beberapa kategori.
d. Metode Tes dan Observasi
Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa tes dan observasi. Tes biasanya merupakan ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal atau ujian praktek yang langsung diamati oleh penilai. 3) Penilaian Kinerja dengan Orientasi Masa Depan
a. Penilaian Diri Sendiri (Self Assesment)
Metode ini mendasarkan pendapat bahwa seorang pegawai mempunyai kedewasaan mental, intelektual dan psikologis, sehingga dianggap bahwa mereka mampu menilai diri sendiri,baik mengenai prestasi di masa lalu maupun potensinya yang dapat dikembangkan di masa mendatang.
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)
Metode ini menggunakan target sebagai acuan kerja. Metode ini didasari pada pendapat bahwa apabila seseorang dilibatkan dalam penentuan sasaran kelompok, yang notabene juga akan merupakan
17
bagian dari sasaran organisasi, maka dia akan merasa bertanggung jawab untuk mencapai sasaran tersebut.
c. Penilaian Psikologikal
Dalam penilaian ini para ahli dapat menggunakan berbagai teknik seperti wawancara, berbagai tes psikolog, diskusi dengan para superior.
d. Penggunaan Pusat-Pusat Penilaian
Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi para manajer tingkat menegah yang akan dipromosikan. Dengan semakin banyaknya pusat-pusat penilaian didirikan semakin mudah organisasi menilai kinerjanya.
2.1.3.1 Efektivitas Sebagai Penilaian Kinerja
Efektivitas berkaitan erat dengan keberhasilan suatu aktivitas sektor publik sehingga suatu kegiatan akan dikatakan efektif apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan sebelumnya (Mardiasmo, 2000:99). Efektivitas menurut Obsorne (1997:389) merupakan ukuran dari suatu kualitas output. Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi (Abdul Halim, 2007 :234).
18
Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 690.900.327 tahun 1996 tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan, maka criteria efektivitas kinerja keuangan dapat dilihat di Tabel 2.1
Tabel 2.1 Kriteria Efektivitas
Realisasi Target Efektivitas < 60 % 60-80% 80-90 % 90-100 % >100 % Tidak Efektif Kurang Efektif Cukup Efektif Efektif Sangat Efektif Sumber : Keputusan Mentri Dalam Negeri
No. 690.900.327 tahun 1996
Tabel 2.1 menunjukkan bahwa dalam perhitungan efektivitas, apabila hasilnya menunjukkan presentase yang semakin besar dapat dikatakan bahwa perbandingan antara realisasi dan target semakin efektif, demikian pula sebaliknya semakin kecil presentase hasilnya meunjukkan bahwa perbandingan antara realisasi dan target semakin tidak efektif.
19
2.1.3.2 Kepuasan Pelanggan Sebagai Penilaian Kinerja
Pada umumnya perusahaan lebih banyak memusatkan diri pada kapasitas internal dengan mengandalkan kinerja produk dan inovasi teknologi tanpa memahami dan memperhatikan aspek eksternal yaitu pelanggan. Hal ini nantinya akan dimanfaatkan oleh pesaing untuk menyerang melalui penawaran produk dan jasa yang lebih baik sesuai dengan prefensi pelanggan. Kinerja yang buruk dari aspek ini, akan menurunkan jumlah pelanggan dimasa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Kaitannya dengan perusahaan daerah, kepuasan pelanggan merupakan suatu gambaran keberhasilan pemerintah daerah dalam mengupayakan pelayanan publik yang optimal, sehingga dalam jangka panjang kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
Menurut Faudy Tjiptono (2000 :7) kepuasan pelanggan terhadap jasa yang diperoleh pada umumnya dapat dievaluasi dengan menggunakan atribut dalam menentukan kualitas jasa, yaitu :
1) Bukti langsung (Tangible), secara umum meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan sarana komunikasi.
2) Keandalan (Realibility), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang menjanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
3) Daya Tanggap (Responsiveness) mencakup keinginan para karyawan untuk membantu para pelanggan dalam memberikan pelayanan dengan tanggap.
20
4) Jaminan atau Kepastian (Insurance) mencakup pegetahuan, kemampuan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
5) Empati (Emphaty) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi dengan baik, perhatian, dan pemahaman terhadap kebutuhan pelanggan.
Pelanggan dalam Perusahaan Daerah Pasar Kabupaten Badung adalah para pedagang pasar yang sudah terdaftar pada Perusahaan Daerah Pasar Kabupaten Badung, sehingga kepuasan pelanggan dalam penelitian ini adalah kepuasan pedagang pasar.
2.1.4 Pengertian Perusahaan Daerah
Perusahaan daerah atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) didirikan oleh pemerintah daerah sebagai pusat laba. Artinya Perusahaan Daerah merupakan unit organisasi dalam tubuh Pemda yang didirikan untuk menghasilkan pendapatan bagi pemerintah daerah yang mendirikan (Abdul Halim, 2007:84). Dengan demikian, disamping wajib menulis laporan keuangan, pemerintah daerah suatu provinsi/kabupaten/kota juga menjadi pemakai laporan keuangan entitas lain, yaitu perusahaan daerah atau BUMD di lingkungannya.
Hal ini akan dapat dilihat dari aspek teori keagenan (agency theory). Teori keagenan adalah teori hubungan prinsipal dan agen. Dalam hubungan tersebut, prisipal (rakyat/DPRD) mempercayakan pengolahan kepada agen (pemerintah daerah). Dalam konteks teori tersebut, pemerintah daerah bertugas mengelola dana
21
prinsipal rakyat yang diwakili DPRD. Sebaliknya, bagi prinsipal pemerintah daerah menyerahkan pengelolaan kekayaan kepada perusahaan daerah atau BUMD yang bertindak sebagai agen. Dalam kedudukannya sebagai prinsipal, pemerintah daerah harus mampu menganalisis laporan keuangan yang dihasilkan agennya yaitu perusahaan daerah.
Perusahaan Daerah Pasar Kabupaten Badung merupakan badan usaha yang melakukan pembinaan, pegelolaan, pengembangan, dan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan di bidang pemasaran. Kegiatan tersebut terutama diarahkan kepada pelayanan masyarakat dan pemberian jasa serta melaksanakan prinsip-prinsip perusahaan dengan tujuan mengembangkan dan mempertahankan hidup perusahaan. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Wardika (2004) meneliti tentang Kinerja Puskesmas di Kabupaten Badung, ditinjau dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Teknik analisis data yang digunakan adalah rasio keuangan dengan rumus efektivitas, sarana dan prasarana, kepuasan pengunjung dan karyawan dengan menggunakan skala Niven. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan sudah cukup baik.
Sriani (2004) meneliti tentang kinerja Kantor Pelayanan Pajak Denpasar dalam pemungutan PPh. Variabel yang digunakan yaitu kepuasan pengunjung dan efektivitas keuangan. Teknik analisis data yang digunakan untuk efektivitas keuangan
22
yaitu dengan membandingkan realisasi penerimaan dan target penerimaan. Sedangkan analisis data kepuasan pengunjung menggunakan skala Niven. Secara umum kinerja KKP Denpasar dalam pemungutan PPh dinilai baik.
Arya Semadi (2005) meneliti tentang kinerja PDAM Kabupaten Klungkung ditinjau dari empat perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelanjaan dan pertumbuhan. Teknik analisis yang digunakan menggunakan rasio keuangan yang biasa digunakan oleh PDAM Kabupaten Klungkung, indeks kepuasan pengunjung, MCE (Manufacturing Cycle Efficiency), produktivitas karyawan dan kepuasan karyawan. Hasil penelitian secara umum menunjukkan hasil yang cukup baik.
Trisna Dewi (2005) meneliti tentang kinerja PDAM kota Denpasar dengan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Teknik analisis data yag digunakan adalah rasio keuangan, rasio pertumbuhan, indeks kepuasan pengunjung., MCE, IKK (Indeks Kepuasan Karyawan) dan tingkat produktivitas karyawan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil yang baik dan pengunjung merasa puas terhadap layanan yang diberikan PDAM.
Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya khusus untuk penelitian Arya dan Trisna adalah sama-sama meneliti perusahaan daerah dengan aspek finansial dan non-finansial. Sedangkan persamaan penelitian sekarang dan sebelumnya khusus untuk Wardika dan Sriani yaitu sama-sama menggunakan rumus
23
efektivitas sebagai teknik analisis data aspek finansial dan skala Niven sebagai teknik analisis data untuk aspek non-finansial. Perbedaan penelitian sekarang dengan sebelumnya khusus untuk Wardika dan Sriani yaitu berbeda obyek penelitian, sedangkan perbedaan penelitian khusus untuk Arya dan Trisna adalah terletak pada teknik analisis data baik finansial dan non-finansial.