• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengantar Ilmu Hukum 4-6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengantar Ilmu Hukum 4-6"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL 4

BEBERAPA PENGERTIAN HUKUM

Pengertian hukum sebenarnya merupakan pengertian ilmiah dan mempunyai batas yang tegas, sehingga berbeda dengan pengertian sehari-hari. Kalau pengertian hukum tersebut berasal dari pengertian sehari-hari, misalnya yang digunakan dalam undang-undang atau dalam putusan hakim, maka pengertian tersebut akan memperoleh batasan yang tegas. Dengan demikian pengertian dari kehidupan sehari-hari telah menjadi pengertian ilmiah.

Di antara pengertian-pengertian hukum ada yang mempunyai tingkat abstraksi tinggi dan tidak dapat atau sulit diabstraksikan lebih lanjut, termasuk di sini adalah apa yang biasa disebut sebagai kategori hukum, seperti: subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum, akibat hukum, klasifikasi hukum dan kesadaran hukum.

KB 1. ASAS HUKUM, SISTEM HUKUM, DAN KLASIFIKASI HUKUM

A. SISTEM HUKUM

Sistem hukum adalah merupakan kesatuan yang bulat dan kompleks, yang terdiri dari sub-sub sistem atau bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Adanya pembagian menjadi bagian-bagian atau sub-sub sistem inilah yang merupakan ciri dari sistem hukum. Hubungan antara bagian yang satu dengan yang lain adalah merupakan hubungan fungsional. yang saling tergantung dan terorganisasi menurut suatu pola tertentu, yang kesemuanya itu untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berarti dalam usaha untuk mencapai tujuannya, sistem hukum itu mempunyai struktur tertentu. Ada beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik dalam sistem hukum, yaitu:

1. Apabila terjadi konflik di antara peraturan perundang-undangan, maka

penyelesaiannya dengan asas-asas peraturan perundang-undangan, yaitu: Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali; Lex superior derogat legi inferiori; Lex speciolis derogat legi generale; Lex posterior derogat legi anteriori atau lex posteriori derogat legi priori

2. Apabila terjadi konflik antara peraturan perundang-undangan dengan hukum adat atau

hukum kebiasaan, maka penyelesaiannya dengan mendasarkan pada sifat kaidah hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan. Apabila memuat kaidah hukum yang bersifat imperatif, maka yang dimenangkan adalah peraturan perundang-undangan, sedangkan apabila memuat kaidah hukum yang bersifat fakultatif, hukum adat atau hukum kebiasaanlah yang dimenangkan.

3. Apabila terjadi konflik antara peraturan perundang-undangan dengan putusan hakim,

maka penyelesaian terhadap kasus yang bersangkutan yang dimenangkan adalah putusan hakim. Hal ini berdasarkan asas ,,es judicata pro veritate habitur, yang artinya bahwa putusan hakim haruslah dianggap benar sampai ada pembatalan oleh putusan hakim yang lebih tinggi.

Sistem hukum sebagai suatu kesatuan yang bulat, itu bersifat lengkap, artinya kalau terjadi konflik maka pemecahannya harus dapat dicari dalam kerangka sistem hukum itu sendiri. kalau tidak lengkap, maka sistem hukum itu pun akan memberikan jalan keluarnya

(2)

untuk melengkapi. Sistem hukum memberi hak kepada hakim, jika suatu undang-undang tidak lengkap atau tidak jelas, untuk mengatasinya dilakukan penemuan hukum, misalnya dengan cara interpretasi, argumentasi, atau konstruksi hukum. Sistem hukum sebagai satu kesatuan menganut sistem terbuka, yang selalu tumbuh, berkembang dan lenyap bersama-sama dengan tumbuh, berkembang dan lenyapnya masyarakat

Sistem hukum, meliputi keseluruhan hukum yang ada dan berlaku baik yang bentuknya tertulis maupun yang bentuknya tidak tertulis, mempunyai unsur-unsur, yaitu:

1. Hukum undang-undang, yaitu meliputi hukum yang sengaja dibuat penguasa yang

berwenang (wettenrecht), yang bentuknya tertulis dan tertuang dalam peraturan perundang-undangan.

2. Hukum kebiasaan dan/atau hukum adat, yaitu meliputi keajegan-keajegan dan

keputusan-keputusan (dari warga masyarakat dan/atau penguasa) yang didasarkan kepada keyakinan sebab akan menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam pergaulan hidup di masyarakat (gewoonterecht).

3. Hukum yurisprudensi, yaitu meliputi hukum yang diciptakan oleh hakim melalui

putusan-putusannya (iurisprudentierecht) yang dimaksudkan untuk menyelesaikan kasus hukum yang konkrit.

4. Hukum traktat, yaitu hukum yang terbentuk dalam perjanjian-perjanjian antar negara

(tractat enrecht).

5. Hukum ilmiah, yaitu hukum hasil konsepsi para ilmuwan hukum atau teoritisi hukum

(wetenschapsrecht).

B. ASAS-ASAS HUKUM

Asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dan hukum positif dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat. Asas hukum merupakan alasan umum yang mendasari lahirnya peraturan Hukum

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan asas-asas yang harus diperhatikan adalah: asas hukum umum sebagai asas kesusilaan yang tidak terikat tempat dan waktu, seperti asas: tidak boleh mencuri, tidak boleh korupsi, tidak boleh membunuh, tidak boleh berzina dan lain sebagainya; asas hukum yang dijadikan dasar kejiwaan suatu bangsa, di negara RI adalah Pancasila dan terwujudnya masyarakat adil dan makmur; dan asas hukum yang dijadikan dasar dan alasan umum pembentukan peraturan perundang-undangan atau ratio /egls (Rahardjo, 1982 : 86).

Asas-asas lain yang harus diperhatikan oleh pembentuk peraturan perundang-undangan, yaitu: asas formal (beginselen van behoorlijke regelgeving), yang berupa asas-asas: tujuan yang jelas (beginsel Van duidelijke doelstelling); organ atau lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan); perlunya peraturan (het beginsel van uitvoerbarheid); konsensus (het beginsel van den consensus); asas material, antara lain berupa asas-asas: terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminologie en duidelijke sistemqtiek); dapat dikenali (het beginsel van kenbaarheid); perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkeheids beginsel); kepastian hukum (het rechtszekerheids beginsel).

Asas-asas tersebut akan menjamin bahwa peraturan perundang-undangan yang dibuat akan berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis.

(3)

Asas-asas hukum mempunyai arti penting bagi:

1. Pembentuk undang-undang, sebab asas hukum memberikan dasar dan sekaligus

alasan pembentukan hukum. Dapat juga dikatakan bahwa asas hukum menunjukkan garis-garis besar yang harus diikuti oleh pembentuk undang-undang dalam pembentukan hukum'

2. Hakim, sebab asas hukum memberi bahan yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan

undang-undang secara dogmatis dan juga dalam melaksanakan undang-undang secara analogis, atau lebih jauh lagi untuk melaksanakan undang-undang sesuai dengan cita-cita dan pandangan etis masyarakat.

3. Ilmu pengetahuan hukum, sebab asas hukum merupakan hasil peningkatan atau

abstraksi peraturan-peraturan hukum ketingkat yang lebih tinggi.

C. KLASIFIKASI HUKUM

Dengan mencari sesuatu sistem klasifikasinya yang mungkin dapat diadakan itu, kita mempunyai dua tujuan, yaitu: pertama, supaya dapat memperoleh suatu pengertian yang lebih baik, jadi terkandung nilai-nilai teoritis; kedua, supaya dapat lebih mudah menemukan dan menerapkan hukum, di sini terkandung nilai-nilai praktis (Sanusi, 1977 :60).

Tujuan teoritis dari usaha klasifikasi hukum adalah sangat membantu para teoritisi, terutama yang berkecimpung di perguruan tinggi, dalam mempelajari hukum sebagai institusi sosial yang bersifat dinamis, yang secara terus menerus selalu diteliti, dipelajari dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tujuan praktis dari usaha klasifikasi hukum itu akan sangat menguntungkan bagi para penyelenggara negara, khususnya lembaga-lembaga negara yang mempunyai wewenang membuat peraturan perundang-undangan, demikian juga bagi para penegak hukum

Klarifikasi hukum dipengaruhi oleh unsur-unsur historis dan sosiologis, oleh sebab itu faktor tempat dan waktu ikut mempengaruhinya.

Adapun ukuran atau kriteria yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi hukum antara lain berdasarkan:

1. sumber berlakunya, dibedakan menjadi: hukum undang-undang, hukum

kebiasaan/adat, hukum traktat, hukum yurisprudensi, dan hukum doktrin;

2. bentuknya, dibedakan menjadi: hukum tertulis dan hukum tidak tertulis

3. saat atau masa berlakunya, dibedakan menjadi: hukum positif, hukum yang

dicita-citakan, dan hukum alam;

4. tempat berlakunya, dibedakan menjadi: hukum nasional, hukum internasional, hukum

asing, dan hukum gereja;

5. sifat atau daya kerjanya, dibedakan menjadi: hukum yang bersifat fakultatif dan

hukum yang bersifat imperatif;

6. yang berlakunya, dibedakan menjadi: hukum khusus dan hukum umum;

7. kerja serta pelaksanaan sanksinya, dibedakan menjadi: hukum kaedah dan hukum

sanksi;

8. fungsinya atau bagaimana pertaliannya, dibedakan menjadi: hukum materiil dan

hukum formil;

(4)

10. hubungan aturan hukum itu satu sama lain, dibedakan menjadi: hukum tunggal atau seragam dan hukum kembar atau beraneka ragam.

KB2. PERISTIWA HUKUM

Peraturan hukum memberi kualifikasi terhadap peristiwa-peristiwa konkrit atau alamiah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari menjadi peristiwa hukum. Dengan demikian peraturan hukum hanya membuat kerangka dari peristiwa-peristiwa yang biasa terjadi dalam masyarakat menjadi peristiwa hukum.

Peristiwa alamiah atau konkrit yang terjadi, dan selanjutnya diarahkan atau dihubungkan dengan peraturan hukum, maka akan menjadi peristiwa hukum. Peraturan hukum menetapkan peristiwa-peristiwa tertentu dalam masyarakat sebagai suatu peristiwa hukum, artinya peristiwa tersebut mempunyai akibat hukum, atau peristiwa-peristiwa tersebut mengakibatkan timbul atau lenyapnya hak dan kewajiban. Peristiwa hukum pada hakekatnya adalah kejadian, keadaan atau perbuatan orang yang oleh hukum dihubungkan dengan akibat hukum (Mertokusumo, 1990 : 4l). Secara singkat dapat dikatakan bahwa peristiwa hukum adalah peristiwa yang mempunyai akibat hukum. Jadi dapatlah dikatakan, baru boleh dianggap sebagai suatu peristiwa hukum apabila telah ada suatu peraturan hukum yang memberi kualifikasi sebagai peristiwa hukum. Selama belum ada peraturan hukum yang mengkaitkan dengan suatu akibat hukum, maka peristiwa tersebut bukan peristiwa hukum, tetapi hanya merupakan peristiwa alamiah biasa.

Peristiwa hukum dapat dibagi menjadi peristiwa hukum karena perbuatan manusia dan peristiwa-peristiwa hukum lainnya, yang berupa kejadian dan keadaan. Peristiwa hukum yang terjadi karena perbuatan manusia dibedakan menjadi dua, yaitu: peristiwa hukum karena perbuatan manusia yang merupakan perbuatan hukum, dan peristiwa hukum karena perbuatan manusia yang bukan merupakan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang oleh peraturan hukum dikaitkan dengan timbul atau lenyapnya hak dan kewajiban, atau disebut juga sebagai perbuatan yang mempunyai akibat hukum, perbuatan hukum dibagi menjadi dua, yaitu : perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum berpihak dua atau timbal balik.

Perbuatan hukum sepihak pada hakekatnya adalah perbuatan hukum yang hanya memerlukan pernyataan kehendak dari satu pihak saja untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Contoh: Pembuatan surat wasiat, penerimaan atau penolakan warisan, penolakan persekutuan harta kekayaan, pemilikan, dan pembayaran. Di antara perbuatan hukum sepihak ada yang mensyaratkan bahwa untuk timbulnya akibat hukum itu memerlukan adanya kehendak dan penyataan kehendak dari pihak lain

Perbuatan hukum berpihak dua adalah perbuatan hukum yang memerlukan adanya kehendak dan pernyataan kehendak dari keduabelah pihak untuk timbulnya suatu akibat hukum. Perbuatan hukum berpihak dua sering juga disebut sebagai perjanjian, sebab untuk timbulnya akibat hukum harus ada kesesuaian kehendak yang dinyatakan oleh keduabelah pihak.

Perjanjian dibagi menjadi empat, yaitu :

1. Perjanjian dalam hukum keluarga, misalnya perkawinan yang sekarang dilakukan

(5)

2. Perjanjian dalam hukum benda, yaitu suatu perjanjian yang mengakibatkan timbul atau lenyapnya hak-hak kebendaan, misalnya perjanjian penyerahan (traditie).

3. Perjanjian obligator adalah perjanjian untuk membentuk perikatan

4. Perjanjian dalam pembuktian adalah perjanjian yang diadakan oleh para pihak

mengenai alat-alat pembuktian yang akan mereka gunakan dalam suatu proses persidangan

Perbuatan Manusia yang Bukan Perbuatan Hukum

Perbuatan manusia yang bukan perbuatan hukum, yang oleh undang-undang dihubungkan dengan suatu akibat hukum. Keterikatan seseorang adalah tanpa disadari, tetapi terjadi karena adanya ketentuan undang-undang yang harus dipatuhi. Perbuatan jenis ini dibedakan menjadi dua, yaitu : yang sah dan yang melawan hukum.

Perbuatan yang oleh hukum dihubungkan dengan suatu akibat, yang kemungkinan akibat tersebut tidak dikehendaki oleh orang yang bersangkutan. Perbuatan melawan hukum (onrechtmotige daad) adalah suatu perbuatan yang oleh peraturan hukum diikatkan dengan suatu akibat, yaitu untuk membayar ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan tersebut. Peristiwa hukum yang bukan karena perbuatan manusia

Peristiwa hukum lainnya yang bukan karena perbuatan manusia, ada yang merupakan kejadian, misalnya: kelahiran, kematian, dan ada pula yang merupakan suatu keadaan, misalnya: umur, kadaluwarsa.

(6)

MODUL

5

SUBJEK HUKUM, OBJEK HUKUM DAN HAK

Manusia sebagai makhluk biologis, eksistensinya dalam masyarakat dilihat baik dalam kapasitasnya sebagai pribadi atau orang perorangan maupun sebagai bagian atau anggota dari kelompok. Orang adalah konstruksi hukum, jadi kalau bermaksud meningkatkan harkat dan martabat manusia, itu sama maksudnya dengan mengorangkan manusia. Di Indonesia setiap manusia dianggap sebagai orang (persoon), artinya setiap manusia diakui harkat dan martabatnya sebagai orang, atau secara yuridis diakui sebagai subjek hukum (natuurlijke persoon). Pengakuan manusia sebagai subjek hukum secara tegas diakui oleh Pasal 28A UUD 1945 yang menetapkan bahwa Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. subjek hukum adalah segala sesuatu yang dianggap dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban atau dianggap mempunyai kewenangan hukum (rechtsbewoegdheid). Subjek hukum, di samping manusia, juga berdasarkan anggapan atau fiksi hukum adalah badan hukum (rechtspersoon). Disamakan dengan badan hukum adalah yayasan dan wakaf.

KB 1. SUBJEK HUKUM

A. MANUSIA SEBAGAI SUBJEK HUKUM

Manusia sebagai subjek hukum, atau sebagai pendukung hak dan kewajiban, mempunyai kewenangan untuk menyandang hak dan kewajiban sejak dilahirkan dan akan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Saat mulainya manusia sebagai subjek hukum yaitu sejak dilahirkan, ternyata pengakuan tersebut ada penyimpangannya. Apabila kepentingannya menghendaki sehubungan dengan harta peninggalan atau warisan yang terbuka, anak yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah dilahirkan asalkan ia lahir hidup (Pasal 2 ayat (l) KUH Perdata). Apabila anak lahir meninggal dunia, maka ia dianggap tidak pernah ada (Pasal 2 ayat (2) KUH Perdata). Adanya pengecualian tersebut sebenarnya untuk lebih menghargai kewenangan hukum manusia sebagai subjek hukum, serta untuk menjamin keamanan atas kepentingannya dalam hal mewaris harta peninggalan ayahnya.

Perampasan kedudukan manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban, sehingga mengakibatkan sampai seseorang kehilangan sama sekali hak-hak keperdataannya atau kematian perdata (burgerlijkdood), sama sekali tidak dapat dibenarkan. Hal itu adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 3 KUH Perdata yang menentukan bahwa Tiada suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewargaan. UUHAM sebenarnya dimaksudkan untuk melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. XVIIA4PR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Pengakuan hak-hak asasi manusia di Indonesia untuk waktu sekarang telah mempunyai landasan konstitusional yang sangat kuat, sebab dalam amandemen kedua yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000 telah ditambahkan bab baru yaitu BAB XA tentang Hak Asasi Manusia yang memuat 10 pasal, dari Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J.

(7)

Apakah setiap manusia sebagai subjek hukum cakap hukum?

Semua manusia adalah subjek hukum, tetapi tidak setiap manusia cakap hukum. Seseorang dianggap cakap hukum (handelingsbekwoam) adalah orang yang dianggap cakap atau cukup cakap untuk mempertanggungjawabkan sendiri segala tindakan-tindakannya, berarti ia dibenarkan bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya dan untuk melakukan perbuatan hukum. Di samping itu orang yang cakap hukum dapat dipertanggungjawabkan pidana secara penuh, apabila ia terbukti melakukan perbuatan pidana.

Perbuatan hukum adalah perbuatan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum yang sengaja dikehendaki oleh subjek hukum yang bersangkutan. Untuk adanya perbuatan hukum harus memenuhi dua unsur, yaitu: adanya kehendak dan adanya pernyataan kehendak yang sengaja dikehendaki untuk timbulnya akibat hukum (Mertokusumo, 1986:.42). Seseorang yang dalam melaksanakan hak-haknya atau melakukan perbuatan hukum harus diwakili orang lain dikualifikasikan sebagai orang yang tidak cakap hukum (handelingsonbekwaam : personae miserabile). Dimasukkannya mereka dalam golongannya orang tidak cakap hukum adalah semata-mata untuk melindungi orang itu sendiri terhadap tindakan dirinya sendiri, khususnya dalam lapangan hukum harta kekayaan.

Termasuk golongan orang yang tidak cakap hukum adalah:

l. anak yang belum cukup umur atau belum dewasa (minderjarig), menurut KUH Perdata adalah mereka belum berumur 2l tahun dan belum kawin, anak yang belum dewasa, ia berada di bawah kekuasaan orang tua atau di bawah perwalian.

2. orang yang tidak sehat pikirannya atau gila, pemabuk, pemboros, atau lemah daya, mereka itu diletakan di bawah pengampuan (curatele).

Di samping itu, ada pengecualian secara insidentil pada manusia. Pengecualian pada manusia yang sifatnya membatasi kewenangan hukumnya tersebut antara lain disebabkan:

l. Faktor kewarganegaraan

2. Faktor tempat tinggal atau domisili 3. Faktor kedudukan atau jabatan, 4.Faktor perilaku atau perbuatan

B. BADAN HUKUM

Badan hukum (rechtspersoon) adalah merupakan suatu organisasi atau perkumpulan manusia yang dapat bertindak dalam lalu lintas hukum seolah-olah ia itu orang. Agar suatu organisasi atau perkumpulan dapat dikualifikasikan sebagai badan hukum yang dapat bertindak dan dianggap sebagai orang, harus memenuhi unsur-unsur atau memenuhi kriteria tertentu, yaitu: adanya organisasi, mempunyai harta kekayaan yang terpisah, mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai kepentingan sendiri.

Pembagian macam-macam badan hukum

Menurut sejarah hukum yang berlaku di Indonesia badan hukum dapat dibedakan antara lain berdasarkan kriteria: hukum yang diperlakukan, kepentingan yang disandang, dan jenisnya.

1. Berdasarkan kriteria hukum yang diperlakukan, badan hukum dibedakan menjadi: a. Badan hukum Eropa, yaitu badan hukum yang tunduk kepada hukum Eropa (KUH

(8)

b. Badan hukum adat, yaitu badan hukum yang tunduk kepada hukum adat

2. Berdasarkan kriteria kepentingan yang disandang atau berdasarkan kriteria cara berdirinya, badan hukum dibedakan menjadi:

a. Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang diadakan atau diakui oleh penguasa, atau yang didirikan berdasarkan hukum publik dan menyangkut kepentingan umum, yang dibedakan menjadi:

l. Lembaga yang bersifat pemerintahan, yang dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu : o mempunyai daerah atau wilayah bersifat umum.

o mempunyai daerah atau wilayah bersifat khusus. o mempunyai daerah atau wilayah.

2. Badan usaha milik negara atau perusahaan perseroan (Persero). 3. Lembaga atau organisasi partai politik.

b. Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang pendiriannya berdasarkan hukum privat atau perdata, dan menyangkut kepentingan pribadi. Badan hukum privat adalah termasuk badan hukum yang diperbolehkan atau yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan yang baik. Berdasarkan tujuannya badan hukum privat dapat dibedakan menjadi:

a. badan hukum yang tujuannya bersifat sosial atau amal dan tidak mencari keuntungan ekonomis;

b. tujuannya bersifat ekonomis atau mencari keuntungan ekonomis atau laba;

c. tujuannya menekankan pada pemenuhan kebutuhan material para anggotanya, untuk kesejahteraan para anggotanya, jadi tidak semata-mata bersifat ekonomis. 3. Berdasarkan ruang lingkup jenis kegiatannya, badan hukum dibedakan menjadi: yang

bersifat umum biasa disebut korporasi dan yang bersifat khusus yaitu yayasan dan wakaf. a. Korporasi adalah suatu perkumpulan yang bertindak dalam lalu lintas hukum

seolah-olah ia adalah orang yang mempunyai organisasi yang teratur, kekayaan sendiri yang terpisah, tujuan tertentu dan kepentingan sendiri.

b. Yayasan pada asasnya merupakan harta kekayaan yang dipisahkan dengan tujuan tertentu yang bersifat non profit (dalam bidang sosial, kebudayaan, atau ilmu pengetahuan), tidak ada pemiliknya dan dalam lalu lintas hukum diperlakukan seolah-olah sebagai orang. Yayasan yang diklasifikasikan sebagai badan hukum mempunyai 3 (tiga) unsur pokok, yaitu: adanya harta kekayaan yang terpisah dan tidak ada pemiliknya; mempunyai tujuan tertentu yang bersifat non profit; dan mempunyai pengurus.

c. Wakaf pada hakekatnya mirip dengan yayasan, yaitu adanya harta kekayaan yang dipisahkan dari pemiliknya dan dilembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Sesuai dengan ketentuan tersebut agar wakaf dapat dianggap sah menurut hukum, maka harus memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat tertentu, yaitu:

a. Wakif, yaitu orang atau badan hukum yang mewakafkan benda miliknya.

b. Benda wakaf, dapat berupa benda tetap atau benda bergerak., dan benda tersebut harus bebas dari segala pembebanan, ikatan,'sitaan dan sengketa.

(9)

d. Nadzir, adalah perseorangan atau badan hukum yang diserahi tugas memelihara dan mengurusi benda wakaf.

e. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), adalah petugas pemerintah yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkewajiban untuk menerima ikrar wakaf dari Wakif dan menyerahkannya kepada Nadzir, serta bertugas untuk mengawasi kelangsungan dari perwakafan.

C. DOMISILI

Menurut hukum, tiap-tiap orang harus mempunyai domisili atau tempat tinggal di mana ia harus dicari. Domisili mempunyai arti penting untuk menentukan tempat di mana seseorang: harus menikah, harus dipanggil oleh ;pengadilan, harus mengajukan gugatan dan lain sebagainya. Domisili adalah tempat di mana seseorang dianggap selalu hadir dalam melakukan hak-haknya dan memenuhi kewajiban-kewajibannya, meskipun dalam kenyataannya ia tidak berada di situ.

Menurut hukum, setiap orang dianggap mempunyai domisili pokok, sedangkan bagi mereka yang tidak mempunyai domisili pokok, maka domisilinya dianggap berada di tempat di mana sebenarnya tinggal (Pasal l7 KUH Perdata) dimana dalam hukum domisili dibedakan menjadi (Sri Soedewi Masjchoen Sofuan, 1975 : 24 - 25): domisili yang sesungguhnya dan domisili yang dipilih. Domisili ini masih dibedakan lagi, menjadi: pertama domisili sukarela atau bebas, yang tidak tergantung atau tidak ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain, dan kedua domisili wajib atau terikat, yang ditentukan oleh hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain, misalnya: suami dengan istri; anak yang belum dewasa dengan orang tuanya atau walinya; orang yang ditaruh di bawah pengampuan dengan pengampunya.

Domisili suatu badan hukum atau sering disebut tempat kedudukan badan hukum, biasanya telah ditetapkan dalam anggaran dasarnya, Apabila dalam anggaran dasar tidak ada penetapan tentang tempat kedudukan, maka dianggap sebagai tempat kedudukan badan hukum adalah tempat di mana senyatanya badan hukum itu berada, jadi di daerah hukum bekerjanya atau berdiamnya para pengurus atau pimpinan dari pengurus. Sedangkan bagi badan hukum publik, misalnya negara atau pemerintah daerah, maka ibu kotanya dianggap sebagai tempat kedudukannya.

KB 2. OBJEK HUKUM DAN HAK

OBJEK HUKUM

Objek hukum adalah Segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan dapat menjadi sasaran dari suatu hubungan hukum. Objek hukum dapat dikuasai oleh subjek hukum, sebagai objek dari suatu hubungan hukum tentunya objek hukum itu mempunyai nilai dan harga, sehingga perlu ada penentuan siapakah yang berhak atasnya.

Biasanya objek hukum adalah berupa benda, tetapi tidaklah selalu demikian, sebab ada yang bukan berupa benda Objek hukum yang berupa benda, atau dalam kepustakaan Belanda termasuk juga dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijke wetboek), digunakan istilah zaak. Kata zaak dalam KUH Perdata mempunyai beberapa pengertian, yaitu: berarti benda atau barang (Pasal 499); berarti perbuatan hukum atau urusan (Pasal

(10)

1792); berarti kepentingan atau urusan (Pasal 1354); dan berarti kenyataan hukum atau peristiwa hukum atau hal (Pasal 1263).

Benda yang mempunyai pengertian demikian luas tersebut dapat dibedakan menjadi: 1.

2.

3.

4.

5.

a. Benda yang berujud (lichamelijke zaken), yaitu benda yang dapat diraba oleh pancaindera

b. Benda yang tidak berujud (onlichamelijke zaken), yaitu benda yang tidak dapat diraba dengan pancaindera yang berupa hak,

a. Benda yang sudah ada (tegenwoordige zaken), yaitu yang pada saat perjanjian diadakan bendanya sudah ada.

b. Benda yang masih akan ada (toekomstige zaken) yang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

1. masih akan ada yang sifatnya absolut, sebab pada waktu perjanjian diadakan bendanya memang belum ada.

2. masih akan ada yang sifatnya relatif, sebab pada saat perjanjian diadakan sebenarnya barangnya sudah ada, tetapi bagi orang-orang tertentu barang tersebut dianggap belum ada.

a. Benda yang dapat diperdagangkan (zaken in de handel). yaitu benda yang dapat diperdagangkan secara bebas oleh para warga masyarakat dengan membuat suatu perjanjian.

b. Benda yang tidak dapat diperdagangkan (zaken buiten de handel), yaitu benda yang menurut sifatnya memang tidak dapat diperdagangkan.

a. Benda yang dapat dibagi (deelbaar),yaitu benda yang dapat dibagi-bagi dalam pemenuhan prestasi.

b. Benda yang tidak dapat dibagi (ondeelbaar), yaitu benda yang tetap harus dalam satu kesatuan dan tidak dapat dibagi-bagi dalam pemenuhan prestasi.

a. Benda bergerak (roerend) dibedakan menjadi benda yang dapat dipakai habis (verbruikbaar), dan benda yang tidak dapat dipakai habis (onverbruikbaar). Benda bergerak dapat digolongkan menjadi:

1. termasuk benda bergerak karena sifatnya dapat dipindahkan

2. termasuk benda bergerak karena ketentuan undang-undang, yaitu berupa hak-hak atas benda bergerak.

b. Benda tidak bergerak (onroerend) yang dalam hal ini digolongkan menjadi: 1. termasuk benda tetap karena sifatnya tidak dapat dipindahkan;

2. termasuk benda tetap karena ketentuan undang-undang, yaitu berupa hak-hak atas benda tetap; dan

3. termasuk benda tetap karena tujuannya.

Di antara pembedaan macam-macam benda tersebut di atas yang mempunyai arti penting dalam bidang hukum, khususnya dalam bidang hukum perdata, adalah pembedaan benda menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak. Tetapi pada waktu sekarang, arti pentingnya pembedaan benda bergerak dan benda tetap nampak berkurang, sebab adanya perubahan perlakuan terhadap pemilikan dan peralihannya, yaitu ada benda bergerak yang peralihannya harus diikuti dengan balik nama, misalnya pada kendaraan bermotor.

Akibatnya ada beberapa benda bergerak yang terdaftar, di samping benda tetap, maka yang penting diperhatikan adalah apakah itu benda atas nama atau benda bukan atas nama. Benda atas nama adalah benda yang terdaftar dalam register,dan disebutkan atas nama yang berhak, yang untuk pemindahan dan pembebanannya disyaratkan harus didaftarkan dalam register yang bersangkutan, hal tersebut pada asasnya tidak berlaku untuk benda yang tidak

(11)

terdaftar. Hampir semua benda bergerak termasuk benda tidak atas nama, sedangkan untuk benda tetap semuanya termasuk benda yang terdaftar.

B. HUKUM DAN HAK

Hukum mengatur hubungan antar manusia, dengan menetapkan wewenang dan batasan-batasan, sehingga munculah hak dan kewajiban. Hubungan yang diatur oleh hukum disebut hubungan hukum. kaidah hukum juga bersifat umum dan normatif. Bersifat umum karena berlaku bagi setiap orang, sedang bersifat normatif karena menentukan apa yang diperintahkan untuk dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, dan apa yang boleh dilakukan. Hubungan hukum adalah hubungan yang mempunyai akibat hukum, atau hubungan yang oleh peraturan hukum dihubungkan dengan suatu akibat hukum. Pada setiap hubungan hukum terdapat hak dan kewajiban.

Dengan demikian suatu hubungan hukum mempunyai 2 (dua) segi, yaitu: pada satu segi hubungan hukum itu merupakan hak, dan pada segi lain hubungan hukum itu merupakan kewajiban. Hubungan hukum mempunyai 3 (tiga) unsur, yaitu: pertama adanya dua pihak yang saling berhadapan, yang satu sebagai orang yang berhak dan yang lain sebagai orang yang dibebani kewajiban; kedua adanya objek yang menjadi sasaran hak dan kewajiban; ketiga adanya hubungan antara orang-orang tersebut dengan objek yang bersangkutan.

Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum dan memberikan kewenangan atau peranan kepada seseorang atau pemegangnya untuk berbuat sesuatu atas apa yang menjadi objek dari haknya tersebut kepada orang lain. Setiap hak itu mempunyai 4 (empat) unsur, yaitu adanya: subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum dan perlindungan hukum (Paton, 1951 :218). Hak dan kewajiban pada hakekatnya saling terkait satu sama lain, ibarat suatu mata uang pada satu sisi merupakan hak, sedangkan pada sisi lain merupakan kewajiban.

C. MACAM-MACAM HAK

Dalam hukum, hak dapat dibedakan menjadi hak mutlak atau hak absolut dan hak relatif atau hak nisbi. Hak mutlak adalah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan Hak ini pada dasarnya dapat diperlakukan terhadap setiap orang dan setiap orang wajib menghormatinya serta tidak mengganggunya.

Hak mutlak dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: pertama hak-hak publik, yang bersumber pada hukum publik, misalnya hak negara untuk memungut pajak, untuk menjatuhkan hukuman, untuk mencabut hak milik seseorang dan selanjutnya menguasainya atau memilikinya demi kepentingan umum; kedua hak-hak asasi atau hak-hak dasar manusia, yang telah dimiliki sejak manusia dilahirkan, misalnya hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya, hak untuk membentuk keluarga, hak untuk secara bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya ketiga hak-hak keperdataan yaitu hak-hak yang bersumber pada hukum perdata, yang berupa: hak kepribadian, misalnya hak atas nama, atas kehormatan, atas kemerdekaan; hak kekeluargaan, misalnya hak matrimonial yang berupa hak bertimbal balik antara suami dan istri, hak orang tua terhadap anak-anaknya, hak perwalian, hak pengampuan; hak kebendaan, misalnya hak milik, hak pakai, hak pungut hasil.

(12)

Hak relatif adalah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang tertentu atau beberapa orang tertentu untuk menuntut kepada seseorang lain tertentu atau beberapa orang lain tertentu, agar memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu atau agar tidak melakukan sesuatu. H.F.A. Vollmar mengemukakan bahwa perolehan hak itu bisa dua sifatnya, yaitu asli atau diturunkan (1989 : e).

Memperoleh hak secara asli atau langsung (originair) artinya orang memperoleh hak yang sebelumnya tidak ada, atau bukan merupakan kelanjutan dari hak yang telah ada Memperoleh hak karena diturunkan atau tidak langsung (derivatief), artinya hak yang diperoleh tersebut sebenarnya merupakan pelanjutan hak atau peralihan hak yang sebelumnya telah ada pada orang lain.

D. HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAN HAK

Hukum berfungsi melindungi dan mengatur hak-hak yang pada dasarnya telah melekat pada setiap manusia sejak ia dilahirkan. Dengan diatur oleh hukum, maka eksistensi dan daya kerjanya menjadi lebih jelas. Dalam hal ini, hukumlah yang memberikan hak kepada seseorang untuk bertindak. Jadi kalau ditanyakan antara hak dan hukum itu lebih dahulu yang mana?

Jawabannya tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Meskipun antara hukum dan hak dapat dibedakan, tetapi tidak berarti keduanya dapat dipisah-pisahkan satu sama lain. Keduanya mempunyai hubungan yang erat, hukum bergerak untuk mengatur hak dan sekaligus juga kewajiban. Kalau hukum sudah dijalankan, maka akan dijumpai adanya hak dan kewajiban

Suatu kepentingan sebagai sasaran dari hak, bukan hanya karena kepentingan itu dilindungi oleh hukum, tetapi juga karena adanya pengakuan terhadapnya.

Unsur-unsur hak di samping adanya: subjek hukum, objek hukum' hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban, dan perlindungan hukum, dalam hal tertentu juga mengandung kehendak dari pihak yang berhak Ada kepentingan yang dilindungi hukum, dan menimbulkan kewajiban pada pihak tertentu, tetapi hukum tidak memberi hak kepada pihak yang kepentingannya dilindungi tersebut untuk menuntut pemenuhan kewajiban.

Hubungan antara hukum dan hak dapat ditarik dengan adanya ciri-ciri yang melekat pada hak, yaitu: hak melekat pada subjek hukum; hak yang sah adalah yang dilindungi atau mendapat pengakuan dari hukum; hak menimbulkan kewajiban yang ada pada diri yang berhak sendiri atau pada orang lain; hak mengandung kehendak yang pada asasnya adalah suatu kebebasan, sedangkan kewajiban adalah beban agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu; hubungan hak pada seseorang dan kewajiban pada orang lain terjadi dengan perantaraan objek hukum; dan setiap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu peristiwa hak tersebut pada pemiliknya.

(13)

MODUL 6

PENEGAKAN HUKUM DAN PENEMUAN HUKUM

Dari sejarah perkembangan kehidupan manusia dapatlah diketahui bahwa dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, manusia memperoleh pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman tersebut menciptakan nilai-nilai, yang biasanya saling berpasangan, misalnya: nilai kepentingan pribadi berpasangan dengan nilai kepentingan sosial; nilai kelestarian berpasangan dengan nilai pembaharuan; nilai ketertiban berpasangan dengan nilai ketenteraman. Nilai-nilai tersebut ada yang positif dan ada yang negatif.

KB1. PENEGAKAN HUKUM, BUDAYA HUKUM, DAN KESADARAN HUKUM

A. PENGERTIAN PENEGAKAN HUKUM

Sistem hukum sebagai satu kesatuan mempunyai 3 (tiga) elemen, yaitu: kelembagaan (institutional), kaidah hukum (instrumental) dan subjek penegak hukum sebagai penyandang hak dan kewajiban. Elemen-elemen tersebut dalam implementasinya ditopang oleh 3 (tiga) kegiatan, yaitu: pembuatan peraturan perundang-undangan (law making), pelaksanaan hukum (law administrating) dan penegakan hukum (law adjudicating). Berkaitan dengan ketiga hal tersebut kalau dikonkritkan dan dihubungkan dengan ajaran pembagian dan pemisahan kekuasaan negara, menjadi 3 (tiga) fungsi, yaitu: (l) fungsi legislasi dan regulasi ditangani oleh organ legislatif; (2) fungsi eksekutif dan administratif ditangani oleh organ eksekutif atau birokrasi pemerintahan, dan (3) fungsi yudikatif atau yudisial ditangani oleh organ yudikatif atau birokrasi aparat penegak hukum, yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan dapat ditambah Advokat, Pemasyarakatan dan Pendidikan hukum. Bahkan dapat diperluas lagi sebagai kegiatan penunjang penegakan hukum adalah pengelolaan informasi hukum (law information management).

Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soekanto, 1983 : 2). Hukum yang wajib ditegakkan bukan hanya yang telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan, namun juga yang diyakini berlaku sebagai kewajiban hukum dalam perilaku yang teratur dalam garis yang sama. Memang kita tidak dapat memungkiri adanya pendapat bahwa penegakan hukum diartikan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan, sebagai pelaksanaan putusan-putusan hakim, sehingga yang populer istilah law enforcement. Kalau penegakan hukum hanya diartikan sempit seperti itu, justru dapat menimbulkan persoalan lain, terutama jika pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan atau pelaksanaan putusan hakim justru mengganggu kedamaian dalam hidup bermasyarakat.

Soerjono Soekanto mengkonstatir ada 5 faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum, yaitu: 1) faktor hukumnya sendiri;2) faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum; 3) faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4) faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum

(14)

tersebut berlaku atau diterapkan; dan 5) faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup (Soekanto,1983:4-5).

B. KEKUATAN BERLAKUNYA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Dilihat dari bentuknya, hukum ada yang tertulis yang terjadinya memang sengaja dibentuk, dan hukum tidak tertulis yang timbul dari pergaulan hidup yang berlakunya dan kelangsungan berlakunya tergantung kesadaran hukum masyarakat. Kekuatan berlakunya peraturan perundang-undangan, atau dalam arti luas kaidah hukum, atau menurut Pumadi Purbacaraka disebut kelakuan kaidah hukum, atau menurut Gustav Radbruch disebut Geltung des Recht, adalah berlakunya hukum secara operasional, jadi bukan tentang saat berlakunya hukum atau saat mengikatnya hukum. Purnadi Purbacaraka dengan mendasarkan pendapat Gustav Radbruch mengemukakan, bahwa dalam teori-teori hukum pada umumnya dibedakan antara tiga macam kekuatan berlakunya hukum, yaitu kekuatan berlaku secara yuridis (Juristische Geltung), kekuatan berlaku secara sosiologis (Soziologische Geltung) dan kekuatan berlaku secara filosofis (Filosofische Geltung) (Purbacaraka, 1979 :1 l3 - 120).

1. Kekuatan berlaku secara yuridis, yaitu apabila persyaratan formal untuk terbentuknya peraturan hukum telah terpenuhi.

2. Kekuatan berlaku secara sosiologis, yaitu apabila peraturan hukum mempunyai efektivitas dalam kehidupan bersama.

Kekuatan berlakunya hukum dalam masyarakat ada dua macam, yaitu:

a. menurut teori kekuasaan (Machttheorie : The Power Theory), yang pada pokoknya menyatakan, apabila daya berlakunya karena dipaksakan oleh penguasa, terlepas dari diterima ataupun tidak oleh masyarakat;

b. menurut teori pengakuan (Anerkennungstheorie : The Recognition Theory), yang pada pokoknya menyatakan, apabila ada penerimaan dan pengakuan sepenuhnya dari masyarakat.

c. Kekuatan berlaku secara filosofis, yaitu apabila peraturan hukum sesuai dengan cita-cita hukum (Rechtsidee) sebagai nilai positif yang tertinggi. Contoh di Indonesia adalah Pancasila dan tujuan Masyarakat adil dan makmur.

Sepanjang sejarah sistem hukum nasional, Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara dan sekaligus sebagai sumber dari segala sumber hukum. Peraturan hukum yang baik atau dapat berfungsi dengan baik adalah peraturan hukum yang mempunyai kekuatan berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis. Artinya peraturan itu berlaku positif, sebab ditetapkan oleh penguasa yang berwenang, berlaku dalam kenyataan dalam masyarakat, dan berlaku karena diakui kebenarannya oleh keyakinan filsafat para ilmuwan (kalau di Indonesia Pancasila dan tujuan Masyarakat adil dan makmur).

C. BUDAYA HUKUM DAN KESADARAN HUKUM

Sistem Hukum Nasional (SHN) Republik Indonesia, atau dapat juga disebut sebagai Tata Hukum Negara Republik Indonesia, adanya sejak berdirinya Negara RI pada tanggal 17 Agustus 1945. UUD 1945 adalah merupakan ketentuan hukum positif yang tertinggi di Indonesia. SHN tidak hanya terdiri dari kaidah-kaidah hukum, tetapi juga meliputi seluruh lembaga dan aparatur hukum, organisasi, mekanisme dan prosedur hukum, budaya hukum, perilaku aparat penegak hukum dan aparat pemerintah dan tentunya juga perilaku dari warga

(15)

masyarakat. Ada empat komponen atau unsur SHN, yaitu budaya hukum, materi hukum, aparatur hukum, dan sarana serta prasarana hukum yang senantiasa terdapat hubungan pengaruh mempengaruhi, sedemikian rupa, sehingga apabila salah satu komponennya tidak berfungsi, maka seluruh sistem hukumnya pun tidak akan berfungsi dengan baik.

Secara sederhana budaya hukum dapat diartikan sebagai anggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu terhadap fenomena hukum atau terhadap suatu peristiwa hukum. Tanggapan itu merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi budaya hukum menunjukkan tentang pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan tanggapan yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati masyarakat bersangkutan (Hadikusuma, I 986:5 I ).

Budaya hukum sebagai bentuk penjabaran secara konkrit dari nilai-nilai tentang hukum, mestinya harus sesuai dan mendukung apa yang menjadi tujuan hukum. Budaya hukum adalah suatu tuntutan atau permintaan tentang apa yang harus ada, atau harus dimiliki, atau yang seharusnya dilakukan.

Ismail Saleh mengatakan bahwa budaya hukum sebagai budaya nasional sedikitnya mempunyai dua wujud, yaitu:

a. wujud yang pertama sebagai budaya cita yang berfungsi sebagai tata perilaku yang mengatur, mengendalikan dan mengarahkan perilaku dan perbuatan manusia dalam semua bidang dari sistem hukum, sehingga tiap manusia yang ada dan terkait didalamnya akan berbuat baik dan benar sesuai dengan bidang tugasnya.

b. wujud kedua, budaya hukum sebagai salah satu unsur atau komponen sistem sosial yang merupakan aktivitas manusia yang sesuai dengan pola atau kaidah hukum yang berlaku.

Kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang ada, tentang hukum yang diharapkan ada dan bagaimana seharusnya ia bertindak dan bertingkah-laku menurut hukum. Kesadaran hukum merupakan faktor esensiil dari hukum yang berlaku, dan dalam penemuan hukum (oleh penegak hukum khususnya hakim, atau oleh para teoritisi dan warga masyarakat) kesadaran hukum merupakan suatu faktor yang sentral. Sesuai dengan prinsip kesadaran hukum, budaya kekuasaan harus dirubah menjadi budaya hukum. Kesadaran hukum memiliki dua dimensi, yaitu: pengetahuan hukum dan ikut serta atau berpartisipasi dalam melaksanakan atau menegakkan hukum.

D. ELEMEN PENEGAKAN HUKUM

Sebagai perlindungan kepentingan manusia, yang bertujuan kedamaian dan kesejahteraan hidup bersama, hukum haruslah dilaksanakan, dan kalau terjadi pelanggaran, hukum haruslah ditegakan. Sesuai dengan tujuan hukum, tugas hukum bukan hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga memberikan kesebandingan dalam hukum dengan memberikan hak dan kewajiban yang mampu menciptakan ketenteraman atau ketenangan dalam hidup bermasyarakat.

Penegakan hukum mencakup substansi yang lebih luas, yaitu meliputi 3 (tiga) elemen, yaitu: (l) aturan-aturan hukum, (2) kenyataan-kenyataan sosial sebagai tempat berlakunya hukum, dan (3) para pelaku penegak hukum. Penegakan hukum sebagai bentuk konkrit penerapan hukum sangat mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, kepuasan hukum, manfaat hukum, kebutuhan atau keadilan hukum secara individual atau sosial.

(16)

Dilihat dari bentuknya, aturan-aturan hukum yang tertulis yang terjadi memang sengaja dibuat oleh pembentuk peraturan perundang-undangan dan ada yang tidak tertulis yang timbul dari pergaulan hidup bersama sebagai hukum adat atau hukum kebiasaan.

Pelaku penegak hukum dalam arti luas tidak hanya mereka yang terkait atau tersangkut dalam proses peradilan, tetapi juga mereka yang berada di luar proses peradilan. Pelaku penegak hukum dalam proses peradilan adalah tergantung jenis perkara yang ditangani: dalam perkara pidana adalah Polisi, Jaksa dan Hakim; dalam perkara perdata Hakim dan para pihak yang berperkara; dalam perkara tala usaha negara adalah Hakim, Penggugat dan Pejabat Administrasi Negara. Di samping itu, dapat juga dimasukkan sebagai pelaku penegak hukum adalah Advokat.

Pelaku penegak hukum di luar proses peradilan dibedakan menjadi dua: pertama yang berasal dari pejabat administrasi negara dari keimigrasian, bea cukai, pemasyarakatan dan pejabat yang berurusan dengan soal kepegawaian; kedua pihak-pihak yang melakukan sistem penyelesaian alternatif melalui lembaga arbitrase atau lembaga mediasi yang lain.

Lingkungan penegakan hukum adalah lingkungan atau tempat berlakunya atau tempat ditegakkannya hukum. Penegakan hukum yang tepat atau benar dan adil tidak boleh hanya dilihat dari sisi penegak hukumnya dan aturan-aturan hukumnya, tetapi juga harus dilihat dari sisi atau konteks kenyataannya dalam masyarakat atau lebih mendalam lagi dilihat kesesuaiannya dengan nilai-nilai hukum dan kesadaran hukum masyarakat yang ada dan hidup dalam masyarakat tempat berlakunya atau tempat ditegakkannya hukum.

Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit) (Mertokusumo, 1985 : 130). Ketiga unsur tersebut saling bertentangan satu dengan yang lain, lebih-lebih antara unsur kepastian yang menghendaki hukum dilaksanakan seperti apa adanya dan tidak dibolehkan menyimpang, mengingat hukum memberikan perintah yang sungguh-sungguh dan tidak meragu-ragukan (lu dura sed tamen scripta) dan sampai memunculkan pameo meskipun dunia ini runtuh hukum haruslah ditegakkan (fiat justitia et pereat mundus).

Penerapan ketiga unsur penegakan hukum secara proporsional seimbang adalah sesuai dengan tujuan hukum untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan hidup bersama dalam masyarakat.

KB 2. PENEMUAN HUKUM

A. SUMBER PENEMUAN HUKUM

Melalui proses peradilan, hakim adalah sebagai penentu terakhir dari proses penegakan hukum melalui pengadilan, sehingga muncul anggapan bahwa pengadilan merupakan terminal terakhir dari suatu proses penegakan hukum. Sebagai penegak hukum dan keadilan hakim harus mampu memperhatikan dan mempertimbangkan ketiga unsur penegakan hukum secara proporsional seimbang. Atas putusan yang dijatuhkan hakim bertanggung jawab tidak hanya kepada para pihak, tetapi juga kepada masyarakat, lembaga pengadilan yang lebih tinggi, ilmu pengetahuan hukum, bahkan juga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

(17)

Hakim tidak hanya diposisikan sebagai penegak hukum, tetapi juga penegak keadilan yang benar. Dalam memutus perkara tidak cukup hanya mendasarkan pada bunyi suatu undang-undang, tetapi juga harus mempertimbangkan jiwa dan ratio legis yang mendasari undang-undang atau pasal-pasal tertentu yang akan dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan.

Kebebasan hakim dalam memutus perkara dimaksudkan agar putusan yang dijatuhkan mencerminkan hukum yang hidup dan rasa keadilan masyarakat. Kebebasan hakim dalam memutus tidak mutlak atau tanpa batas, kebebasan tersebut dibatasi oleh Pancasila, undang-undang, kepentingan para pihak dan ketertiban umum. Patokan pertama yang harus dipegang hakim adalah undang-undang, kalau undang-undang ternyata tepat, artinya jelas, rinci, mempunyai potensi melindungi kepentingan umum atau tidak menimbulkan perkosaan dan ketidakpatutan, serta sesuai dengan peradaban dan kemanusiaan, maka undang-undang haruslah diterapkan. Sebaliknya kalau undang-undang isinya bertentangan dengan kepentingan umum, kepatutan, peradaban, dan kemanusiaan, maka hakim dibenarkan memutus bertentangan atau berbeda dengan ketentuan undang-undang, atau hakim dibenarkan melakukan tindakan cotra legem (Harahap,2005 : 860).

Dalam memutus perkara hakim mendasarkan pada ketentuan undang-undang. Sering terjadi undang-undang tidak jelas, tidak lengkap, bahkan dapat terjadi isi undang-undang yang berkaitan dengan kasus yang dihadapi saling bertentangan. Dalam memutus perkara hakim terpaksa harus melakukan penemuan hukum. Sebenarnya yang melakukan kegiatan penemuan hukum bukan hanya hakim, tetapi juga para penegak hukum yang lain dan pembentuk peraturan perundang-undangan, serta dosen atau para peneliti hukum, bahkan warga masyarakat yang sedang menghadapi kasus biasanya juga berusaha mencari apa hukumnya dalam kasus yang dihadapinya tersebut. Kalau diperbandingkan antara hakim, pembentuk peraturan perundang-undangan dan dosen atau para peneliti hukum yang melakukan penemuan hukum, hasilnya dapat dibedakan, yaitu:

 Hakim - penemuan hukumnya bersifat konfliktif, sebab berkaitan dengan peristiwa

konkrit atau konflik yang harus diselesaikan. Hasil penemuan hukumnya berupa hukum in concreto dan dapat menjadi sumber hukum; Pembentuk peraturan perundang-undangan - penemuan hukumnya bersifat preskriptif, sebab yang dihadapi peristiwa abstrak yang masih akan terjadi. Hasil penemuan hukum adalah hukum in abstracto dan merupakan sumber hukum;

 Dosen atau peneliti hukum - penemuan hukumnya bersifat teoritis. Hasil penemuan

hukumnya bukan hukum, namun sebagai doktrin dapat menjadi sumber hukum.

Ada beberapa metode penemuan hukum yang dapat digunakan oleh hakim, yaitu; (l) metode penafsiran atau interpretasi yang dikenal ada beberapa metode interpretasi; (2) metode argumentasi; dan (3) kalau dengan kedua metode penemuan hukum tersebut tidak berhasil, hakim barulah menciptakan sendiri hukumnya berdasarkan fakta positif yang telah terbukti.

B. METODE-METODE INTERPRETASI

Dalam melakukan penemuan hukum, setelah mengkonstatir peristiwa, biasanya hakim mencarikan hukumnya dalam undang-undang. Yang pertama kali dilihat hakim biasanya

(18)

adalah undang-undang, karena undang-undang bentuknya tertulis, sehingga diprioritaskan, bahkan dianggap sebagai sumber hukum yang penting dan utama dalam penemuan hukum.

Banyak metode-metode penafsiran yang dilakukan oleh seorang hakim dalam memutuskan suatu kasus, antara lain

1. Penafsiran menurut bahasa atau interpretasi gramatikal, arti atau makna ketentuan undang-undang dijelaskan menurut bahasa sehari-hari yang umum. Interpretasi gramatikal termasuk metode objektif.

2. Penafsiran otentik mengikat hakim, dan tidak termasuk metode penafsiran yang dilakukan hakim penafsiran sistematis atau logis (melihat pasal-pasal lain karena peraturan perundang-undangan adalah sebagai satu kesatuan).

3. Penafsiran historis yang dibedakan menjadi: penafsiran historis berdasarkan sejarah terjadinya undang-undang yang meneliti bagaimana proses pembentukannya; dan penafsiran historis berdasarkan sejarah hukum yang terpaksa meneliti sejarah terjadinya lembaga hukum,

4. Penafsiran teleologis atau sosiologis yang biasanya terpaksa dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan atau sudah usang, makna dalam peraturan perundang-undangan ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan atau peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan hubungan atau situasi sosial yang baru;

5. Penafsiran komparatif, ketentuan dalam peraturan perundang-undangan diperbandingkan dengan ketentuan hukum lain atau ketentuan hukum yang berlaku internasional atau yang berlaku di negara lain, metode ini biasa dilakukan dalam menyelesaikan kasus perjanjian internasional

6. Penafsiran restriktif dengan mempersempit arti suatu peraturan dengan bertitik tolak pada artinya menurut bahasa

Dari beberapa metode penafsiran yang dilakukan hakim seperti tersebut di atas, tidak ada yang penggunaannya diprioritaskan atau harus didahulukan. Penggunaan metode-metode penafsiran adalah bebas, artinya hakim bebas mau menggunakan metode yang mana dan juga bebas mau mendahulukan metode yang mana, hanya saja memang biasanya yang selalu dilakukan dan didahulukan adalah penafsiran gramatikal.

C. METODE ARGUMENTASI

Konstruksi hukum adalah mengumpulkan data secara induktif, menemukan pengertian-pengertian umum melalui reduksi kemudian secara deduktif menarik kesimpulan-kesimpulan baru (Loudoe, 1985:1l2). Konstruksi hukum mempunyai tujuan membentuk hukum yang konkrit dan sekaligus dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan hukum. Konstruksi hukum yang dilakukan oleh pembentuk peraturan perundang-undangan dan dirumuskan dalam pasal-pasal atau dirumuskan sebagai bentuk penafsiran otentik dalam peraturan perundangan-perundangan tersebut mempunyai kekuatan mengikat umum.

Hakim mempunyai kewajiban memutus dan/atau menyelesaikan perkara yang diajukan, dan sama sekali tidak boleh menolak memeriksa perkara dengan dalih hukum tidak ada atau tidak mengaturnya (Pasal 16 ayat (l) UU No. 4 Tahun 2004). Untuk menyelesaikan perkara dalam hal peraturan perundang-undangan tidak mengatur, hakim dibenarkan

(19)

melakukan konstruksi hukum atau membentuk hukum in concrelo berdasarkan fakta yang ada dan pasal-pasal peraturan perundang-undangan.

Analogi atau argumentum per analogiam adalah suatu konstruksi hukum dengan menggunakan pola berpikir menerapkan suatu ketentuan undang-undang terhadap suatu peristiwa yang disengketakan yang sebenarnya tidak ada aturan hukumnya.

Cara berfikir a contrario atau argumentum a contrario, alasan yang dijadikan dasar sebenarnya sama dengan analogi, yaitu terhadap kasus yang dihadapi tidak ada aturannya dalam undang-undang, namun ada ketentuan dalam undang-undang yang mirip kalau diterapkan sebaliknya. Kalau pada analogi berdasarkan postulat keadilan bahwa peristiwa yang sama hendaknya diperlakukan sama (analog), sedangkan pada cara berfikir secara q contrario sebaliknya peristiwa yang tidak sama atau berbeda hendaknya diperlakukan tidak sama (a contrario). Konstruksi hukum yang dilakukan adalah dengan pertimbangan bahwa apabila kaidah hukum dalam undang-undang menetapkan hal-hal tertentu yang berlaku untuk peristiwa tertentu, maka berlakunya juga terbatas pada peristiwa tertentu tersebut.

Penghalusan atau penyempitan hukum atau rechtsverfijning, berbeda dengan analogi. Kalau pada analogi suatu ketentuan hukum yang bersifat khusus yang hanya berlaku untuk peristiwa yang disebutkan dalam pasal undang-undang, diperluas menjadi ketentuan yang bersifat umum sehingga dapat diterapkan terhadap peristiwa di luar atau yang tidak diatur.

Pada penyempitan hukum, ketentuan yang bersifat umum atau luas, yang berlakunya lebih luas,justru dibatasi dengan pengecualian-pengecualian yang khusus. Penyempitan hukum tidak dimaksudkan sebagai argumentasi untuk membenarkan rumusan peraturan perundang-undangan. Maksud dari penyempitan hukum agar ketentuan yang bersifat umum atau luas dapat diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciri-ciri tertentu.

D. ALIRAN-ALIRAN DALAM PENEMUAN HUKUM

Timbulnya aliran dalam penemuan hukum sebenarnya sebagai akibat gerakan kodifikasi pada abad 19. Sebelumnya sumber hukum yang pokok adalah hukum kebiasaan, tetapi berdasarkan fakta bahwa hukum kebiasaan sebagai hukum tidak tertulis sering beraneka ragam, sehingga dianggap kurang menjamin kepastian hukum, maka ada usaha untuk menyeragamkan dengan cara membuat hukum dalam susunan kodifikasi.

Adanya aliran-aliran tersebut adalah berkaitan dengan hukum yang mana yang diterima sebagai sumber hukum, yaitu:

1. Legisme

Inti dari ajaran legis mengatakan bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang; dan di luar undang-undang, tidak ada hukum. Hukum kebiasaan hanya ada apabila diperbolehkan oleh hukum undang-undang. Ajaran legis sebenarnya mulai dipropagandakan oleh mereka yang mempelajari hukum Romawi dan Katolik.

2. Begriffsjurisprudenz

Ajaran ini masih mendasarkan pada ajaran legis, namun berusaha memperbaiki kelemahan yang ada, yaitu dengan mengajarkan bahwa undang-undang memang tidak lengkap, tetapi tetap dapat memenuhi kekurangannya itu sendiri, sebab undang-undang mempunyai daya meluas. Sebagai sumber hukum adalah undang-undang dan hukum kebiasaan.

(20)

3. Interessenjurisprudenz atau Freirechtsschule

Sebagai ajaran yang tidak menerima dasar-dasar pikiran Legisme dan Begriffsjurisprudenz, Interessenjurisprudenz atau dapat disebut sebagai ajaran kebebasan hakim mengatakan bahwa undang-undang tidak lengkap dan bukan merupakan satu-satu sumber hukum, masih ada sumber hukum lain tempat hakim menemukan hukumnya.

4. Soziologische rechtsshule

Ajaran ini tidak setuju dengan apa yang diajarkan oleh Interessenjurisprudenz Undang-undang haruslah dihormati, hakim memang mempunyai kebebasan dalam menyatakan hukum, tetapi kebebasan tersebut masih dalam kerangka undang-undang. Dalam memutus perkara, hakim mendasarkan pada undang-undang dan juga harus dapat dipertanggungjawabkan terhadap asas-asas keadilan, kesadaran dan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat.

5. Aliran Sistem Hukum Terbuka

Aliran sistem hukum terbuka dianggap sebagai aliran yang berlaku sekarang. Undang-undang merupakan peraturan hukum yang bersifat umum yang diciptakan oleh pembentuk undang-undang, dan tidak mungkin mampu mencakup semua kegiatan dalam kehidupan manusia. Banyak hal yang belum diatur oleh undang-undang. Dalam hal undang-undang tidak mengatur atau ada kekosongan hukum dalam undang-undang, maka kekosongan itu akan diisi oleh peradilan dengan membuat penafsiran terhadap undang-undang atau konstruksi-konstruksi hukum. Di samping ada hukum dalam undang-undang dan peradilan, juga ada hukum kebiasaan. Aliran sistem hukum terbuka mengatakan bahwa tugas hakim menciptakan hukum.

Dalam garis besarnya, kalau dihubungkan dengan tugas hakim, dapat dikelompokkan dalam ada 3 (tiga) aliran, yaitu:

1. Legisme

Sebagai aliran yang menganggap bahwa undang-undang merupakan satu-satunya sumber hukum, yurisprudensi tidak penting. Dalam mempelajari hukum, undang-undang adalah primer, sedangkan yurisprudensi adalah sekunder. Hakim tugasnya hanya menerapkan undang-undang (Wetstoepassing) dengan jalan juridisch syllogisme, yang sifatnya ligische deductie dari preposisi mayor kepada preposisi minor sehingga sampai pada conclusio.

2. Freirechtsbewegung atau aliran kebebasan hukum

Yang intinya bahwa dalam melaksanakan tugasnya hakim bebas, apakah akan mengikuti undang-undang atau tidak. Tugas hakim adalah menciptakan hukum (Rechtschepping). Dalam mempelajari hukum, yurisprudensi adalah primer, sedangkan undang-undang adalah sekunder.

3. Aliran rechtsvinding

Sebagai aliran yang mengambil jalan tengah diantara legisme dan

freirehtbewegung. Hakim memang terikat pada undang-undang, tetapi hakim juga mempunyai kebebasan. Dalam melaksanakan tugasnya hakim mempunyai keterikatan dalam kebebasan (Gebonden-Vrijheid), sebab hakim harus berusaha menyelaraskan undang-undang dengan tuntutan jaman, oleh sebab itu hakim mempunyai wewenang untuk menafsirkan undang-undang dan dibenarkan melakukan argumentasi atau komposisi dengan analogi, cara berfikir a contrario dan penghalusan hukum.

Referensi

Dokumen terkait

Bapak / Ibu Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember yang telah memberikan studi referensi keilmuan terhadap penyelesaian skripsi ini berikut semoga

Demikian Rencana Kerja SKPD Kecamatan Turi tahun 2017 disusun, diharapkan mampu melaksanakan tugas – tugas sesuai dengan tujuan dan sasaran yang

Hasil kesimpulan penelitian tersebut maka peneliti menyarankan kepada pihak puskesmas untuk meningkatakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil

Setelah dilakukan analisa perhitungan kebutuhan material kayu dan fiberglass maka didapatkan kebutuhan materialnya yaitu untuk material kayu yang dibutuhkan untuk pembuatan kapal 3

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (1) Analisis zonasi bahaya tsunami digunakan dengan pemberian skor, bobot, dan overlay parameter karakteristik

Korelasi linear yang dihasilkan antara data total kolom NO 2 citra satelit GOME 2 METOP B dengan data konsentrasi NO 2 pengukuran stasiun pemantau kualitas udara (SPKU)

Dari hasil pengamatan F1 dan F1 Resiprokal pada persilangan Anjasmoro dan Detam II, menunjukkan data yang berbeda nyata pada karakter umur berbunga, tinggi

Proses penggabungan Geometri Fraktal dengan Batik Sendang dimulai de- ngan melakukan transformasi geometri pada Segitiga Sierpinski, Koch Snowflake dan Kurva Hilbert yang menjadi