• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktek Peranc Bangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Praktek Peranc Bangunan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN ATAP

1.1. Rencana Gording

Rencana atap pada bangunan merupakan bagian yang sangat penting, mengingat fungsi dan estetika bangunan yang bersangkutan. Dalam perencanaan atap perlu dipertimbangkan lebih dulu perencanaan gording dari atap tersebut.

6

A

B2

B

B1

D

C

B3

1

L1 L1 L1

2

3

L1 L1

4

5

b b b b GN a a a a a a a a GN S G N G G G G G G G IA IA IA IA GN : GUNUNG-GUNUNG KETERANGAN : N K G S IA : GORDING C__________ : IKATAN ANGIN Ø____ : KUDA-KUDA RANGKA BAJA

: SAG-ROD Ø_____ : NOK 2C__________ K K K K S S S

Gambar 1.1 Denah rencana atap

Untuk merencanakan gording perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. a) Jarak gording mendatar untuk atap genteng atau sirap antara 1800mm sampai

maksimum 2500mm, sedang untuk atap seng atau asbes antara 1000 sampai 1300mm.

(2)

b) Bentang gording ditentukan oleh jarak antar kuda, sebaiknya jarak kuda-kuda sama dengan jarak kolom struktur. Tetapi kalau tidak memungkinkan jarak kuda-kuda diambil antara 2500mm sampai 4000mm untuk atap genteng atau sirap. Untuk atap seng atau asbes jarak kuda-kuda bisa diambil sampai 6000mm.

c) Jumlah sag-rod atau batang tarik penahan beban arah sumbu lemah gording ditentukan oleh bentang gording (jarak kuda-kuda). Jarak sag-rod ini bisa diambil maksimum 2000mm.

d) Batang ikatan angin dipasang dengan bentuk silang diantara kuda-kuda. Ikatan angin ini tidak perlu dipasang pada setiap kuda-kuda, tetapi dapat dipasang selang-seling.

e) Setelah semua hal tersebut dipertimbangkan, dibuatlah gambar denah rencana atap seperti pada contoh gambar 1.1.

Setelah denah rencana atap dibuat, kemudian direncanakan gording seperti dijelaskan gambar 1.2 berikut.

L1 L1 3 3 L1 3 L1

Beban gording arah sb-3 Beban gording arah sb-2

q sinα α P sin α q cos α P cos 2

α

3

Gambar 1.2. Rencana Gording

Beban gording :

- berat sendiri = diperkirakan = ……. kN/m’ - berat atap =

α

cos

a

x berat atap = ……. kN/m’ - berat plafon = a x berat plafon = ……. kN/m’

Dead Load (D) rencana gording q = …….. kN/m’ Beban pekerja P diambil sebesar 1,0 kN sebagai beban Live (L)

Rencana momen gording :

( )

( )

+

=

=

+

=

=

3

sin

4

1

3

sin

8

1

cos

4

1

cos

8

1

1 , 2 2 1 , 2 1 , 3 2 1 , 3

L

P

M

L

q

M

L

P

M

L

q

M

L D L D

α

α

α

α

* , 2 , 2 , 2 , 2 , 2 , 2 * , 3 , 3 , 3 , 3 , 3 , 3 besar yang pilih 6 , 1 2 , 1 4 , 1 besar yang pilih 6 , 1 2 , 1 4 , 1 U L D U D U U L D U D U M M M M M M M M M M M M ⎭ ⎬ ⎫ + = = ⎭ ⎬ ⎫ + = =

Kemudian pilih dimensi gording C, dan dari tabel profil diperoleh property penampang antara lain : I3 = Ix (mm4) ; I2 = Iy (mm4) ; W3 = Wx (mm3) dan W2 = Wy

(3)

Cek tegangan pada profil C : y U U b F W M W M f = + ≤ 2 * , 2 3 * , 3

φ

φ

, jika tidak dipenuhi pilih profil yang lain

dengan nilai φ = 0,9 untuk lentur dan geser (tabel 6.4-2 SNI 03-1729-2002)

Cek defleksi gording :

( )

( )

3 1 4 1 3 3 1 4 1 2 3 sin 48 1 3 sin 384 5 dan cos 48 1 cos 384 5 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = + = L EI P L EI q EI L P EI L q

α

α

δ

α

α

δ

1 2 2 2 3

240

1

L

+

=

δ

δ

δ

, sesuai batas lendutan maksimum (tabel 6.4-1 SNI 03-1729-2002)

Hitungan sag-rod :

Jumlah gording di bawah nok pada gambar 1.1 sejumlah n=4 baris, sehingga

gaya sag-rod terbesar ialah :

α

sin

α

2

dan

sin

3

, 1 ,

P

n

F

q

L

n

F

tD

tL

=

=

Kombinasi beban : t* , , , , ,

besar

yang

pilih

6

,

1

2

,

1

4

,

1

F

F

F

F

F

F

L t D t U t D t U t

+

=

=

(kN)

Luas batang sag-rod yang diperlukan : 2

3 *

mm

10

.

y t sr

F

F

A

φ

=

→ pilih diameter sag-rod yang dibutuhkan.

Hitungan sag-rod :

Untuk batang ikatan angin biasanya tidak ada hitungan yang terperinci, biasanya langsung ditentukan dengan mempertimbangkan bentang dan jarak kuda-kuda. Untuk kasus ini batang ikatan angin ditentukan φ16mm.

1.2. Rencana Beban Kuda-kuda

Untuk merencanakan beban kuda-kuda dapat dilakukan setelah dimensi gording, sag-rod dan lainnya ditentukan. Dengan melihat denah rencana atap dapat dibuat bagan kuda-kuda seperti ditunjukkan Gambar 1.3. Lebar tritisan diambil sebesar b, yang besarnya bervariasi antara 750mm sampai dengan 1250mm.

Beban-beban P1, P2 dan P3 dihitung sesuai dengan jarak gording (lebar atap

(4)

seperti berikut. Berat atap dan plafon diambil dari peraturan pembebanan yang berlaku, untuk berat sendiri kuda-kuda diperkirakan 0,50 kN/m’.

a a a a a a a a α P1 2 P P2 P2 P3 2 P 2 P P2 1 P b b

Gambar 1.3. Bagan rencana kuda-kuda

Beban P1 : - berat sendiri kuda-kuda =

2

a

x berat kuda-kuda = ……. kN

- berat gording = L1 x berat gording per-m’ = ……. kN - berat atap =

(

)

α

cos

2

1

a +

b

x L1 x berat atap = ……. kN - berat plafon =

(

a +

b

)

2

1

x L1 x berat palfon = ……. kN Beban P1 = ……. kN

Beban P2 : - berat sendiri kuda-kuda = a x berat kuda-kuda = ……. kN

- berat gording = L1 x berat gording per-m’ = ……. kN - berat atap =

α

cos

a

x L1 x berat atap = ……. kN - berat plafon = a x L1 x berat palfon = ……. kN

Beban P2 = ……. kN

Beban P3 : - berat sendiri kuda-kuda = a x berat kuda-kuda = ……. kN

- berat gording = 2 x L1 x berat gording per-m’ = ……. kN - berat atap =

α

cos

a

x L1 x berat atap = ……. kN - berat plafon = a x L1 x berat palfon = ……. kN

Beban P3 = ……. kN

Beban P1, P2 dan P3 tersebut adalah beban mati (D), beban hidup (L) diambil

sesuai ketentuan dalam Peraturan Pembeban, dalam hal ini diambil sebesar 1,0 kN pada setiap joint.

(5)

Untuk beban angin ditentukan koefisien angin tiup (Cti) dan angin isap (Cis)

sesuai dalam Peraturan Pembebanan, dan dijelaskan pada gambar 1.4. Beban angin dikerjakan pada tiap joint atas kuda-kuda seperti dijelaskan berikut.

b b 1 W α a a a a a a a a is C a a a a a a a a α Cti b b

(a) Koefisien beban angin

(b) Beban angin dari kiri pada joint

W2 W2 W2 W3 W4 W5 5 W 5 W W6 6 W W5 W5 5 W W4 W3 2 W 2 W 2 W

(c) Beban angin dari kanan pada joint a a a a a a a a α W1 b b

Gambar 1.4. Bagan rencana kuda-kuda

Beban angin dari kiri, besarnya W1, W2, W3, W4, W5 dan W6 dihitung sesuai

dengan besar tiupan angin (Qw), koefisien beban angin (Cti atau Cis), jarak gording

(lebar atap yang didukung) dan panjang gording (jarak antara kuda-kuda), yang dijelaskan seperti berikut.

Beban W1 =

(

)

α

cos

2

1

a +

b

x Cti x L1 x Qw = ……. kN Beban W2 = α cos a x C ti x L1 x Qw = ……. kN

(6)

Beban W3 = α cos 2 1 a x C ti x L1 x Qw = ……. kN Beban W4 = α cos 2 1 a x C is x L1 x Qw = ……. kN Beban W5 = α cos a x C is x L1 x Qw = ……. kN Beban W6 =

(

)

α

cos

2

1

a +

b

x C is x L1 x Qw = ……. kN

Untuk beban angin dari kanan, beban-beban W1, W2, W3, W4, W5 dan W6

arahnya dibalik seperti dijelaskan pada gambar 1.4( c).

Dari bentuk kuda-kuda dan beban-beban yang telah ditentukan, kemudian dibuat model dalam 2 dimensi menggunakan soft-ware SAP2000 atau yang lain, untuk diketahui defleksi dan gaya-gaya dalamnya. Setelah defleksi di-cek terhadap syarat dalam SNI 03-1729-2002 bab 6.4.3, kemudian dibuat tabel gaya batang seperti yang dijelaskan pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Rencana gaya-gaya batang pada kuda-kuda

No

Batang Panjang (mm) DL (kN Beban LL (kN) Beban

Beban Angin Kiri Wki (kN) Beban Angin Kanan Wka (kN) 1,4DL 1,2DL + 1,6 LL 1,2DL + 1,3 Wki + 0,5 LL 1,2DL + 1,3 Wka + 0,5 LL Gaya rencana (kN) [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11) 1 2 3 4 5 6 7 dst

Tabel 1.1 tersebut merupakan kombinasi pembebanan untuk kuda-kuda sesuai SNI 03-1729-2002 bab 6.2.2. Gaya-gaya rencana pada kolom 11, diperoleh dari kombinasi yang diberikan pada kolom 7, 8, 9 dan 10, dipilih yang terbesar.

(7)

1.3. Rencana Elemen Kuda-kuda

Pada perencanaan elemen kuda-kuda ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama adalah perencanaan elemen tarik (tanda positif), dan perencanaan elemen tekan (tanda negatif).

Untuk perencanaan elemen tarik dapat digunakan persamaan (10.1.1-1) pada SNI 03-1729-2002 sebagai berikut.

y g u t A f N f = ≤ φ , dengan nilai φ = 0,9 (1-1) dan syarat kelangsingan:

r

Lk

=

λ <300 untuk elemen sekunder (1-2a) r

Lk

=

λ <240 untuk elemen primer (1-2b) dengan : ft = tegangan tarik (MPa)

Nu = gaya aksial tarik rencana (N)

Ag = luas penampang bruto profil (mm2)

λ = angka kelangsingan Lk = panjang elemen (mm)

r = jari-jari girasi minimum (mm)

Untuk perencanaan elemen tekan dapat digunakan persamaan (9.3-6) pada SNI 03-1729-2002 sebagai berikut.

y g u c f A N f = ≤ φ ω , dengan nilai φ = 0,85 (1-3) dan syarat kelangsingan:

r

Lk

=

λ <200 untuk elemen struktur tekan (1-4) nilai ω dihitung dengan persamaan (7.6-5) SNI 03-1729-2002 seperti berikut:

untuk λc < 0,25 maka ω = 1 untuk 0,25 < λc < 1,2 maka ω = c λ 67 , 0 6 , 1 43 , 1 − untuk λc > 1,2 maka ω = 1,25(λc )2 dengan nilai E f r Lk y c π λ = 1

Keterangan : fc = tegangan tarik (MPa)

Nu = gaya aksial tekan rencana (N)

Ag = luas penampang bruto profil (mm2)

λ = angka kelangsingan Lk = panjang elemen (mm)

(8)

1.4. Rencana Sambungan Elemen Kuda-kuda

Untuk perencanaan sambungan elemen kuda-kuda ada dua macam sambungan yang digunakan, ialah sambungan baut dan sambungan las. Dua macam sambungan ini dipilih karena dalam praktik banyak dijumpai. Sebenarnya disamping dua macam sambungan tersebut masih ada macam sambungan yang lain, seperti misalnya sambungan paku keling, tetapi sambungan ini untuk saat ini sudah jarang dijumpai.

Untuk merencanakan sambungan harus diikuti ketentuan dalam SNI 03-1729-2002 bab 13, khususnya bab 13.1.3, 13.1.4, 13.2 sampai 13.5. Pada bab 13.1.4 butir b).(iii) sambungan sendi pada balok sederhana harus diperhitungkan gaya geser minimum sebesar 40 kN.

Pada sambungan baut perlu diperhitungkan terhadap kegagalan geser dan kegagalan tumpu. Dari kedua hal tersebut diambil nilai yang menentukan, ialah nilai yang kecil.

Pada kegagalan geser kuat geser rencana baut dihitung sesuai persamaan (13.2-2) dari SNI 03-1729-2002 sebagai berikut:

b b u f d r f A V1 dalam (N) (1-5) dengan : φf = faktor reduksi kekuatan untuk fraktur sebesar 0,75

r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser

r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser

fub = tegangan tarik putus baut (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir (mm2)

Pada kegagalan tumpu kuat tumpu rencana baut tergantung pada yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi terdekat dengan sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar dari 1,5 kali diameter lubang, jarak antar lubang lebih besar dari 3 kali diameter lubang, dan ada lebih dari satu baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dihitung sesuai persamaan (13.2-7) dari SNI 03-1729-2002 sebagai berikut:

u p b f d d t f R = 2,4φ dalam (N) (1-6) dengan : φf = faktor reduksi kekuatan untuk fraktur sebesar 0,75

db = diameter baut (mm)

tp = tebal pelat terkecil yang disambung (mm)

fu = tegangan tarik putus yang terendah antara baut atau pelat (MPa)

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir (mm2)

Catatan: untuk tebal tp ditentukan dengan memilih antara 2 kali tebal

siku dan 1 kali tebal pelat simpul, kemudian dipilih yang terkecil.

(9)

siku

pelat sambung/ pelat simpul

2 bidang geser baut

Gambar 1.5. Penampang geser baut

Untuk menghitung jumlah baut dipilih nilai yang terkecil antara kuat geser baut dan kuat tumpu pelat. Dari persamaan (1-5), karena pada kasus ini ada dua bidang geser, maka kuat geser baut menjadi 2Vd, dan kuat tumpu pelat pada

persamaan (1-6) tetap Rd , maka nilai 2Vd dan Rd dipilih yang terkecil, hal ini

dijelaskan pada gambar 1.5, kemudian jumlah baut dihitung dengan :

d d u b V R N n atau 2 = (1-7)

dengan : nb = jumlah baut, minimal 2 buah baut

Nu = gaya elemen yang disambung (N)

2Vd = dua kali kuat geser baut (N)

Rd = kuat tumpu pelat (N)

Jarak baut ditentukan sesuai bab 13.4 SNI 03-1729-2002, yang dijelaskan bahwa jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3 kali diameter nominal pengencang. Jarak dari tepi pelat sampai pusat pengencang harus dipenuhi seperti pada tabel 13.4-1 sesuai SNI 03-1729-2002, sedang jarak maksimum ditentukan seperti pada bab 13.4.3 dan 13.4.4 pada SNI 03-1729-2002.

Jenis sambungan las dibedakan dalam las sudut, las tumpul, las pengisi atau las tersusun. Las tumpul ialah jenis sambungan las dimana terdapat penyatuan antara las dan bahan induk sepanjang kedalaman penuh sambungan. Las sudut ialah jenis sambungan las dimana las mengisi sisi-sisi diantara dua bahan yang disambung. Las pengisi ialah jenis las sudut disekeliling lubang bulat atau selot. Untuk jelasnya dapat dilihat gambar 1.6.

(10)

l

t

w

t

t

w

(a) Las tumpul (b) Las sudut

Gambar 1.6. Macam sambungan las

Macam elektroda las (kawat las) dijelaskan pada Persyaratan Umum Bahan

Bangunan di Indonesia (PUBI-1982). Kawat las yang banyak digunakan dalam praktik adalah E420-xx dan E490-xx dalam satuan SI. Dalam satuan psi E420-xx setara dengan E60-xx, dan E490-xx setara dengan E70-xx.

Beberapa penjelasan yang penting diberikan apda tabel 1.2 dan 1.3 berikut. Tabel 1.2 Klasifikasi Elektrofa Las

Klasifikasi Jenis lapisan pengelasan *) Posisi Jenis arus **)

E420-10 Natrium, Selulosa tinggi F, H, V, OH DC+

E420-11 Kalium, Selulosa tinggi F, H, V, OH AC atau DC+ E420-12 Natrium, Titania tinggi F, H, V, OH AC atau DC− E420-13 Kalium, Titania tinggi F, H, V, OH AC atau DC+

E420-20 Oksida besi tinggi F,

H-las sudut

AC atau DC+ AC atau DC− E420-27 Oksida besi

Serbuk besi

F, H-las sudut

AC atau DC+ AC atau DC−

E490-14 Serbuk, Titania F, H, V, OH AC atau DC+

E490-15 Natrium Hydrogen rendah F, H, V, OH DC+

E490-16 Kalium Hydrogen rendah F, H, V, OH AC atau DC+ E490-18 Serbuk besi, Hydrogen rendah F, H, V, OH AC atau DC+ E490-24 Serbuk besi, Titania F, H las sudut AC atau DC+ E490-28 Serbuk besi, Hydrogen rendah F, H las sudut AC atau DC+ Diambil dari tabel 80-1 dan tabel 80-2 PUBI-1982

*) F=posisi bawah tangan, V=poisi vertikal, H=posisi horisontal, OH=posisi di atas kepala

**) DC+=arus searah elektroda di positif, DC=arus searah elektroda di negatif, DC+=arus searah elektroda di positif atau negatif, AC=arus bolak-balik

(11)

Tabel 1.3 Kuat tarik dan batas ulur Elektrofa Las

Klasifikasi minimum (MPa) Kuat tarik Batas Ulur min. (MPa) (%) pada LRegangan min.

0=5d0 E420-10 436 351 22 E420-11 436 351 22 E420-12 471 387 22 E420-13 471 387 22 E420-20 436 351 22 E420-27 436 351 22 E490-14 506 422 22 E490-15 506 422 22 E490-16 506 422 22 E490-18 506 422 22 E490-24 506 422 22 E490-28 506 422 22

Diambil dari tabel 80-4 PUBI-1982

Pada sambungan profil siku terlebih dahulu ditentukan gaya yang didukung las seperti yang dijelaskan pada gambar 1.7 sebagai berikut.

2 sisi las pelat sambung/ pelat simpul siku e L Nu,1 u,2 N

garis netral profil Nu

h - ce e

c h

Gambar 1.7. Sambungan las pada profil siku

Besarnya gaya rencana untuk sambungan las ditentukan sebagai berikut :

(

)

h c h N N u e u − = 1 , (1-8a)

( )

h c N N u e u,2 = (1-8a)

dengan : Nu = gaya elemen rencana (N)

h = tinggi profil siku (mm)

ce = jarak garis netral (mm), ada pada tabel profil

Nu,1 = gaya rencana 1 (N)

(12)

Pada sambungan kuda-kuda dengan menggunakan profil siku ganda ini jenis las yang sesuai adalah las sudut. Ukuran tebal las (

t

l) minimum pada las sudut diberikan pada tabel 13.5-1, sedangkan ukuran tebal las maksimum diberikan pada bab 13.5.3.3 sesuai SNI 03-1729-2002. Panjang efektif las sudut diatur pada bab 13.5.3.5, dan jarak las sudut diatur pada bab 13.5.3.7 dan 13.5.3.8 sesuai SNI 03-1729-2002. SIKU 2L100 A SIKU 2L50 SIKU 2L60 PLAT TUMPU 10mm PLAT SIMPUL 8mm ANGKUR 2Ø16mm PLAT TUMPU 10mm

POTONGAN A

300 300 250

DETAIL DUDUKAN KUDA-KUDA

SKALA 1 : 20 200 SKALA 1 : 20 ANGKUR 2Ø16mm LAS SIKU 2L100 SIKU 2L50

(a) Detail dudukan kuda-kuda

SIKU 2L50

SIKU 2L50

DETAIL SAMBUNGAN BAUT

SKALA 1 : 10 80 80 SIKU 2L50 80 80 2 4 - 80 BAUT Ø12mm SIKU 2L50 SIKU 2L50 SIKU 2L50 25 40 25 40 25 25 25 40 25 25 2540 SKALA 1 : 10

DETAIL SAMBUNGAN LAS

(b) Detail sambungan kuda-kuda

Gambar 1.8. Contoh detail sambungan kuda-kuda siku

Kuat rencana las sudut dapat diambil sesuai persamaan 3a) dan (13.5-3b) SNI 03-1729-2002 sebagai berikut.

) 6 , 0 ( 75 , 0 l uw f u t f

R =φ → (untuk las) (1-9a) atau Ruf 0,75tl ( 0,6fu) → (untuk bahan dasar) (1-9b) dengan : R = kekuatan las (N/mm’)

(13)

φf = faktor reduksi kekuatan saat fraktur sebesar 0,75

fuw = tegangan tarik putus logam las (MPa)

fu = tegangan tarik putus logam bahan dasar (MPa)

Kekuatan sambungan las (Ru) dipilih yang terkecil antara persamaan (1-9a)

dan persamaan (1-9b), kemudian panjang efektif las Le ditentukan dengan :

u u e R N L 2 1 , = (1-10a)

Secara teori panjang las pada gaya Nu,2 adalah lebih kecil dibanding dengan

panjang las pada gaya Nu,1 , tetapi dalam praktik panjang las ini dibuat sama sebsar

Le. Hal ini adalah untuk memudahkan dalam pengawasan dan untuk menghindari

kesalahan dari tukang bajanya, misalnya terbalik.

Contoh gambar kuda-kuda baja dan detail sambungan diberikan pada gambar 1.8 dan gambar 1.9.

(14)

50x5 0 x5 50x50x5 50x50x5 6 0 x6 0 x6 SK ALA 1 : 50 +8.5 00 6 0 x6 0 x6 50x 50x 5 C150x65 x20x3 50x 50x 5

RENCANA KUDA-KUDA BAJA

KUDA-KU D A KE TE RAN G A N : P L A T K O PEL TE BAL 5mm JA RAK MAKS . 500mm 50x5 0x5 50x50 x5 50x5 0x5 60 x60 x6 15 69 15 69 1 569 1569 1569 156 9 2717 50x50 x5 50x50x5 50x50x5 60 x60 x6 60x6 0x6 6 0 x6 0 x6 1 00 mm 4 mm 80 mm 4 mm PANJAN G LAS TEBAL LAS KB 60 x 6 0x6 50 x 5 0x5 8mm PROF IL PLAT SIMPU L SA MBUN GAN L AS SUD U T 2 4 - 1 0 0 2 4 8 0 50x50 x5 50 x5 0x 5 50x50 x5 50 x5 0x 5 Gambar 1.9 Contoh re ncana kuda-kuda b aja siku

(15)

PERENCANAAN TANGGA DAN PELAT

2.1. Denah Ruang Tangga

Untuk merencanakan tangga terlebih dahulu ditentukan denah ruang tangga seperti yang dijelaskan seperti pada gambar 2.1.

NAIK L1

2

3

B2 L1 2 Ltg

1

B

C

(a) Denah ruang tangga (b) Detail anak tangga

Optrede

Antrede balok

tangga

htg

Gambar 2.1 Perencanaan tangga

Untuk merencanakan ruang tangga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. a) Menentukan lebar bordes yang besarnya minimum adalah selebar tangga, jadi dalam

hal ini lebar bordes ialah setengah lebar dari L1.

b) Menentukan tinggi optrede (O) yang besarnya antara 150mm sampai 200mm, sehingga jumlah anak tangga antar lantai adalah tinggi lantai dibagi dengan O

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = O h n lt

tg . Sedapat mungkin besarnya O merupakan bilangan bulat dalam ukuran

milimeter.

c) Besarnya antrede (A) ditentukan 280mm atau 300mm, sehingga lebar tangga Ltg

adalah A O hlt ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −1 2 1

d) Sudut kemiringan tangga adalah ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = − A O 1 tan α

(16)

2.2. Rencana Beban Tangga

Untuk merencanakan beban tangga dapat dilakukan setelah dimensi ruang tangga dan sudut kemiringan tangga diperoleh, kemudian tebal pelat tangga (htg)

diperkirakan. Beban yang bekerja pada tangga dijelaskan seperti pada gambar 2.2 dan ditentukan sebagai berikut.

qtg

bd

q

Ltg L12

B1 C

Gambar 2.2. Potongan 1 tangga dan beban tangga

Beban qtg : - berat sendiri tangga =

α cos

tg

h

x berat volume beton = ……. kN/m2

- berat anak tanga = O 2

1 x berat volume beton = ……. kN/m2

- berat ubin & spesi = 0,05 x berat volume ubin = ……. kN/m2

- berat railling (diperkirakan) = 1,00 kN/m2

Beban qtg = ……. kN/m2

Beban qbd : - berat sendiri tangga = htg x berat volume beton = ……. kN/m2

- berat ubin & spesi = 0,05 x berat volume ubin = ……. kN/m2

- berat railling (diperkirakan) = 1,00 kN/m2

Beban qbd = ……. kN/m2

Setelah beban tangga ditentukan, kemudian untuk menghitung gaya-gaya rencana dapat digunakan bantuan soft-ware SAP200, atau dihitung secara manual dan kemudian digambarkan SFD, BMD seperti ditunjukkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Gambar SFD dan BMD tangga dari SAP2000

(17)

2.3. Rencana Penulangan Tangga

Untuk merencanakan penulangan tangga dilakukan setelah gaya-gaya rencana tangga, antar lain : momen dan geser dihitung. Dari gaya-gaya rencana tersebut kemudian dihitung luas tulangan tangga, dan di-cek tebal tangga (htg) terhadap gaya

geser rencana. ur LL DL u DL u M M M M M M → ⎭ ⎬ ⎫ + = = besar yang kombinasi dipilih 6 , 1 2 , 1 4 , 1 ur LL DL u DL u V V V V V V besar yang kombinasi dipilih 6 , 1 2 , 1 4 , 1 → ⎭ ⎬ ⎫ + = =

Dari Mur diperoleh luas tulangan tangga Atg dalam mm2, dan Vur digunakan untuk cek

ketebalan tangga (htg) dengan Vc > Vur . Jika Vc < Vur maka tebal tangga perlu diperbesar.

Contoh gambar penulangan tangga diberikan seperti gambar 2.4. berikut.

DETAIL PENULANGAN TANGGA (POT. 1-1)

SKALA 1 : 20

3400

G TEBAL PLAT TANGGA 130mm

P8 150 P8-200 D13-300 P8-200 D13-150 650 150 ±0.000 D13-150 150 150 1000 P8-200 D13-150 150 70 200 150 P8-200 D13-150 P8-200 D13-150 -1.800 300 300 150 150 150 300 300 P6-200 D13-300 300 300 300 BALOK BORDES +1.050 D13-150 P8-200 D13-300 P8-200 1300 LANTAI KERJA

Gambar 2.4. Contoh gambar penulanagan tangga

Pondasi tangga direncanakan dengan mempertimbangkan daya dukung ijin tanah. Untuk merencanakan dimensi pondasi tangga dapat dilakukan langkah berikut. Beban tangga pada pondasi adalah:

(18)

- beban mati (DL) tangga pada dukungan B1 = ………. kN/m’ - beban hidup (LL) tangga pada dukungan B1 = ………. kN/m’ - beban dinding/sloof tangga = btg x d x

γ

beton = ………. kN/m’ +

Beban Qtg = ……….... kN/m’ hpondasi tg Q B e B2 2 B ( e) d muka tanah btg B Qtg max min

(a) Beban tangga (b) Tegangan pada tanah Gambar 2.5. Beban pondasi tangga dan tegangan tanah

Tegangan tanah ijin dikurangi dengan berat tanah dan berat sendiri pondasi akan diperoleh tegangan tanah neto seperti berikut:

(

pondasi

)

(

ah

)

pondasi

(

beton

)

ah

neto σ d h γ h γ

σ = tan − − tan − (2-1)

Lebar pondasi tangga (=B) diperkirakan, dan panjang tegak lurus bidang gambar dianggap 1 satuan panjang (1 meter), kemudian di-cek tegangan pada tanah yang terjadi:

neto tg tg B e Q B Q σ σmax = +6 (2 )≤ (2-2a) dan min = −6 (2 )≥0 B e Q B Qtg tg σ (2-2b)

Untuk merencanakan penulangan pelat pondasi tangga, dihitung tegangan terfaktor sebagai berikut:

- beban mati (DL) tangga pada dukungan B1 x 1,2 = ………. kN/m’ - beban hidup (LL) tangga pada dukungan B1 x 1,6 = ………. kN/m’ - beban dinding/sloof tangga = btg x d x

γ

betonx 1,2 = ………. kN/m’ +

Beban Qutg = ……….... kN/m’

Selanjutnya dihitung tegangan max dan min seperti pada persamaan (2-2a) dan (2-2b), dengan menggantikan Qtg dengan Qutg. Momen dan geser rencana pada pelat

pondasi dihitung sebagai berikut:

(

)

2 min max 2 1 2 2 2 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = u u tg u e b B M σ σ dan

(

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + = u u tg u e b B V 2 1 2 2 min max σ σ

Selanjutnya dapat direncanakan tulangan pelat pondasi dari Mu, dan cek ketebalan pelat

(19)

2.4. Rencana Pelat Lantai

Untuk merencanakan pelat lantai terlebih dahulu ditentukan denah rencana pelat lantai, lengkap dengan balok-balok anak. Sebagai contoh diberikan pada gambar 2.6. Dari denah rencana pelat tersebut kemudian direncanakan pembebanan pelat seperti ditunjukkan pada tabel 2.1.

L1 L1 6 4 5 L1 L1 1 2 3 L1 D C B2 B B1 A B3 A B C C A C B A C B A C B A

Gambar 2.6. Denah rencana pelat lantai

Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pelat ini adalah menentukan tebal pelat yang akan direncanakan. Bab 11.5 pada SNI 03-2847-2002 menjelaskan tentang lendutan dan tebal minimum balok dan pelat, sedang pada bab 15 dijelaskan tentang perencanan pelat dua arah.

Untuk menggambar penulangan pelat, sebaiknya tidak terlalu banyak variasi macam penulangan pelat. Hal ini untuk memudahkan dalam praktik, disamping juga untuk memudahkan pengawasan di lapangan. Secara teori memang bisa saja macam penulangan pelat terdiri dari banyak variasi, dengan maksud untuk menghemat baja tulangan yang digunakan. Namun hal tersebut dalam praktiknya justru akan mempersulit pemasangan dan juga menyulitkan dalam pengawasannya.

Pada gambar 2.7 dan 2.8 diberikan contoh gambar penulangan pelat, dengan dua alternatif untuk dipilih. Pada gambar tersebut dianggap variasi tulangan tipe A, B dan C pada gambar 2.6 disamakan. Walaupun sebenarnya tulangan pelat tipe A dan C jarak

(20)

tulangannya lebih besar secara teori daripada pelat tipe B, tetapi dalam praktik dibuat sama, untuk memudahkan dalam pelaksanaan.

Tabel 2.1 Contoh pembebanan pada masing-masing fungsi pelat

Fungsi Macam Tebal B. Vol B. Mati, D B.Mati Plat B.Hidup, L Wu=1,2D+1,6L

Plat Pembebanan mm kN/m3 kN/m2 kN/m2 kN/m2 kN/m2

1. Beban sendiri 100 24 2,400

Atap 2. Beban pasir - - -

3. Beban ubin + spesi - - -

4. Beban plafon - - 0,180

5. Lain-lain -> finishing (wp) 20 21 0,420

Total 3,00 0,600 1,000 5,200

1. Beban sendiri 120 24 2,880

Lantai 2. Beban pasir 50 18 0,900

3. Beban ubin + spesi 50 21 1,050

4. Beban plafon - - 0,180

5. Lain-lain

Total 5,010 2,130 2,50 10,012

Tabel 2.2 Contoh analisis penulangan pelat

Ly Koef. Mu Vu φ Vc A Dipasang Tipe

Plat

Kondisi

Tumpuan Lx Arah 0,001x kN.m kN kN mm2 T. Pokok mm2 T.Bagi

Atap A 1,7 Mlx Mtx 59 1) 59 0,940 0,940 4,550 44,7 2) 200 3) φ 8-200 250 φ 6-200 Wu= 5,200k N/m2 Ly = 3000 Lx = 1750 ht = 120mm Mly Mty 36 36 0,573 0,573 200 φ 8-200 250 φ 6-200 Lantai B 2,0 Mlx Mtx 62 62 5,587 5.587 15,018 55,9 298 φ 8-150 333 φ 6-200 Wu= 10,012 kN/m2 Ly = 6000 Lx = 3000 ht = 120mm Mly Mty 35 35 3,154 3,154 240 φ 8-150 333 φ 6-200 Lantai C 1,5 Mlx Mtx 56 56 2,243 2,243 10,012 55,9 240 φ 8-150 333 φ 6-200 Wu= 10,012 kN/m2 Ly =3000 Lx = 2000 ht = 120mm Mly Mty 37 37 1,482 1,482 240 φ 8-150 333 φ 6-200

1) Koefisien momen diambil dari Peraturan Beton Indonesia (PBI) tahun 1971 untuk pelat dengan tumpuan monolit di ke-empat sisi

(21)

P6-200 P6-200 P6 -20 0 P6 -2 0 0 P6 -2 00 P6 -2 00 P6-200 P6-200 P6-200 P8 -1 5 0 P8-150 P8 -1 50 P8 -15 0 P8 -15 0 P8 -15 0 5 6 40 00 40 00 3000 6000 3000 B C D A 4 P8-150 P8-150 P8 -1 50 P8-150 P8 -1 50 P8 -1 50 P8 -1 50 P6 -20 0 P6 -200 P8-150 h = 120 mm

Gambar 2.7. Contoh gambar penulangan pelat lantai alternatif 1

4 P8-30 0 P8 -300 P8 -150 P8-150 P8-15 0 P8-300 P8-300 P8-300 P8-300 P8-300 P8-300 P8-300 P8-300 P8-30 0 P8-30 0 P8-30 0 P8-30 0 P8 -300 P8-30 0 P6-200 P6-200 P6-200 P6-20 0 P6 -200 P6-200 P6-20 0 P6-200 P6-200 A B C D 3000 6000 3000 400 0 400 0 6 5 h = 120 mm P8-15 0 P8 -300 P8 -300

Gambar

Gambar 1.1 Denah rencana atap
Gambar 1.2. Rencana Gording
Gambar 1.3. Bagan rencana kuda-kuda
Gambar 1.4. Bagan rencana kuda-kuda
+7

Referensi

Dokumen terkait