BAB I
PENDAHULUAN
Kasus kedaruratan psikiatriak meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain : kondisi gaduh gelisah, dampak tindak kekerasan, suicide, gejala ekstra pyramidal akibat penggunaan obat, dan delirium.(1)
Tindakan kekerasan merupakan bagian dari suatu kondisi gaduh gelisah. Kondisi gaduh gelisah dapat bermanifestasi dalam tiga hal, yaitu : (1)
1. Agitasi, merupakan perilaku patologi dengan manifestasi berupa aktivitas verbal atau motorik yang bertujuan.
2. Agresif, digunakan untuk binatang dan manusia. Pada manusia dapat berbentuk agresi verbal atau fisik terhadap benda atau seseorang.
3. Kekerasan (violence), agresi fisik oleh seseorang yang bertujuan melukai orang.
Keadaan gaduh gelisah bukanlah diagnosis dalam arti kata sebenarnya, tetapi hanya menunjukan pada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom dengan sekelompok gejala tertentu. Keadaan gaduh gelisah dipakai sebagai sebutan sementara untuk suatu gambaran psikopatologi dengan ciri-ciri utama gaduh dan gelisah.(2)
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Keadaan gaduh gelisah atau agitasi adalah peningkatan aktivitas mental dan motorik seseorang sedemikian rupa sehingga sukar dikendalikan. Keadaan gaduh gelisah dapat dimasukan ke dalam golongan kedaruratan psikiatik, bukan karena frekuensinya yang cukup tinggi, akan tetapi karena keadaan ini berbahaya, baik bagi pasien sendiri maupun bagi lingkungannya, termasuk ornag-orang dan benda-benda.(2)
B. Etiologi
Keadaan gaduh gelisa merupakan manifestasi klinis salah satu jenis psikosis:(2)
1. Delirium
2. Skizofrenia katatonik 3. Gangguan skizotipal
4. Gangguan psikotipal akut dan sementara
5. Gangguan bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
C. Diagnosis dan terapi
Asesmen pada kondisi gaduh gelisa : (1) 1. Singkirkan kondisi fisik
Riwayat medik, pemeriksaan fisik, radiologi, laboratorium, bila ada indikasi tentukan status HIV atau hepatitis C.
2. Evaluasi adanya komorbiditas
Gangguan penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian antisosial atau ambang.
3. Efek samping obat Akatisia
4. Penilaian resiko
Riwayat kekerasan, ide/tindakan bunuh diri sebelumnya, akses ke senjata, catatan pengadilan tentang kriminal, isi waham/halusinasi.
1. Psikosis karena gangguan mental organik : delirium Defenisi
Pasien dengan keadaan gaduh-gelisah yang berhubungan dengan sindroma otak organik akut menunjukan kesadaran yang menurun. Sindrom ini dinamakan delirium. Istilah sindrom otak organik menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit badaniah.(2)
Penyakit badaniah ini yang menyebabkan gangguan fungsi otak itu mungkin terdapat di otak sendiri dan karenanya mengakibatkan kelainan patologik-anatomik (misalnya meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, neoplasma intracranial, dan sebagainya), atau mungkin terletak di luar otak (umpamanya tifus abdominalis, pneumonia, malaria, uremia, keracunan atropine/kecubung atau alkohol, dan sebagainya) danhanya mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosa atau keadaan gaduh gelisa, tetapi tidak ditemukan kelainan patologik-anatomik pada otak sendiri.(2)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada sindrom otak organik akut biasanya terdapat kesadaran menurun sedangkan pada sindrom otak organik menahun biasanya terdapat dementia. Akan tetapi suatu sindrom otak organik menahun (misalnya tumor otak, demensia paralitika, aterosklerosis otak, dan sebagainya) dapat saja pada suatu waktu menimbulkan psikosis atau pun keadaan gaduh gelisah. Untuk mengetahui penyebabnya secara lebih tepat, perlu sekali dilakukan evaluasi internal dan neurologis yang teliti.(2)
Epidemologi
Delirium bisa terjadi pada pasien yang menderita penyakit fisik, terutama pasien yang dirawat inap: (8)
Unit perawatan intensif bedah: 20-30% Pasien dengan luka bakar berat : sekitar 20%.
Diagnosis (3)
1. Gangguan kesadaran dan perhatian Berkabut sampai dengan koma
Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian.
2. Gangguan kognitif secara umum 3. Gangguan psikomotor
Hipo-atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu ke yang lain.
Waktu bereaksi yang lebih panjang.
Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang. Reaksi terperanjat menigkat.
4. Gangguan siklus tidur dan bangun. 5. Gangguan emosional
Depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis, atau rasa kehilangan akal.
6. Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan.
Terapi
1. Non medikamentosa(4) panduan
intervensi
Tindakan Tujuan
Reorientasi Pasang jam dinding Kalender.
Ruangan yang terang Kunjungan sesering mungkin.
Beri nama/tanda pada ruangan, kamar, barang pribadi. Memilihkan orientasi. Memulihka n siklus tidur Padamkan lampu.
Minum susu hangat atau herbal.
Musik yang tenang Pemijatan (massage)
punggung.
Hindari tidur diluar jam tidur.
Mobilisasi Latihan lingkup gerak sendi.
Mobilitas bertahap.
Batas penggunaan restrain.
Pulihnya mobilitas.
Penglihatan Kenakan kacamata Menyediakan bencana dengan huruf berukuran besar. Meningkatkan kemampuan penglihatan. Pendengara n
Bersikan serumen prop alat bantu dengar.
Meningkatkan kemampuan pendengaran. Rehidrasi Diagnosis dini rehidrasi
tingkatkan asupan cairan oral kalau perlu per infuse.
BUN/Cr <18
Halusinasi Jauhkan dari benda-benda yang berbahaya.
Barang-barang seminimal mungkin.
Tidak melukai diri sendiri dan orang lain.
2. Farmakoterapi
Antipsikotik berpotensi tinggi merupakan pilihan utama. Zat ini mempunyai efek antikolinergik yang sedikit dan jarang menentukan ambang kejang dibandingkan dengan antipsikotika yang berpotensi rendah. Haloperidol (Haldol) 2-5 mg IM dapat diulang setelah 30 menit bila dosis pertama tidak efektif. Antipsikotik lebih jarang mempengaruhi fungsi kognitif pasien dibandingkan dengan benzodiazepine. Namun demekian, pasien yang sedang mengalami
sindrom putus zat alkohol atau hipnotika-sedatif lebih baik diobati dengan benzodiazepine.(7)
Benzodiazepine-sebagai contoh, lorazepam (Ativan) 1-2 mg per oral, IM atau IV lambat dan diulang setelah 1 jam seperlunya-dapat juga digunakan untuk kondisi agitatif bila antipsikotik merupakan kontraindikasi. Bila beberapa dosis antipsikotik tidak efektif, lorazepam dapat ditambah.(7)
Insomnia sebaiknya diatasi dengan golongan benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh pendek atau menengah seperti lorazepam 1-2 mg sebelum saat tidur. .(1)
Jika delirium ada hubungannya dengan nyeri yang sangat atau sesak nafas, jangan ragu-ragu untuk memberikan opioid karena dapat mengatasi nyeri dan dapat membuat tidur.(1)
2. Skizofrenia dan gangguan skizotipal Definisi
Bila kesadaran tidak menurun, maka biasanya keadaan gaduh gelisah itu merupakan manifestasi suatu psikosis dari kelompok ini, yaitu psikosis yang tidak berhubungan atau sampai sekarang belum diketahui dengan pasti adanya hubungan dengan suatu penyakit badaniah seperti pada gangguan mental organik.(2)
Skizofrenia merupakan psikosis yang paling sering didapat di Negara kita. Secara muda dapat dikatakan bahwa bila kesadaran tidak menurun dan terdapat inkoherensi serta afek-emosi yang inadequate, tanpa frustasi atau konflik yang jelas maka hal ini biasanya suatu skizofrenia. Diagnosa kita diperkuat bila kelihatan juga tidak ada perpaduan (disharmoni) antara berbagai aspek kepribadian seperti proses pikir, afek – emosi, psikomotorik dan kemauan (kepribadian yang retak, terpecah –
belah atau bercabang = schizo; jiwa = phren), yaitu yang menigkat, tetapi yang lain menurun. Pokok gangguan terletak pada proses pikir.(2)
Dari berbagai jenis skizofrenia akut dan skizofrenia keadaan gelisah ialah episode skizofrenia akut dan skizofrenia jenis gaduh-gelisah katatonik. Di samping psikomotor yang meningkat, pasien menunjukan inkoherensi dan afek-emosi yang inadequate. Proses berpikir sama sekali tidak realistic lagi. (2)
Epidemiologi
Angka prevalensi terakhir di amerika serikat dan seluruh dunia adalah 1%.(9) insiden skizofrenia adalah antara 15 sampai 30 kasus baru per 100.000 popilasi pertahun. Terdapat risiko seumur hidup terjadinya skizofrenia sekitar 1 % pada populasi umum. Usia awitan biasanya antara 15- 45 tahun, dengan usia awitan rerata lebih dini pada laki-laki dari pada perempuan.(8)
Diagnosis
Diagnosis skizofrenia secara umum.(3) Gangguan isi pikir
Waham (dikendalikan,dipengaruhi,dan pasrah)
Halusiniasi auditorik (berkomentar,mendiskusikan perihal pasien) Waham-waham menetap
Arus pikir yang terputus Gaduh gelisah
Apatis, menarik diri dari pergaulan sosia.
Telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih.
Terapi
1) Skizofrenia
Skizofrenia diobati dengan antipsikotik (AP). Obat ini dibagi dalam dua kelompok. Antipsikotika generasi satu (konvensional/tipikal), dan Antipsikotika generasi dua (atipikal).(1) Penggolongan obat AP tipikal dan atipikal : (5)
A. Tipikal
a) Phenotiazine
Rantai piperazine (Prephenazine) Rantai piperidine (thioridazine) b) Butyrophenone (haloperidol) c) Diphenyl-butylpiperidine (pemizode) B. Atipikal a) Benzamide (sulpiride) b) Dibenzodiazepine (clozapin) c) Benzisoxazole (resperidone) 2) Gangguan skizotipal
Terapi pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a. Farmakoterapi
Medikasi antipsikotik berguna untuk mengatasi gagasan mengenai diri sendiri, waham, dan gejala lain dari gangguan dan dapat digunakan bersama – sama dengan psikoterapi. Hasil yang positif telah dilaporkan dengan haloperidol. Antidepresan digunakan jika ditemukan suatu komponen depresif dari kepribadian.(6)
b. Psikoterapi
Pikiran yang aneh dan ganjil dari pasien gangguan kepribadian skizotipal harus ditangani dengan hati-hati. Beberapa pasien terlibat dalam pemujaan, praktek religius yang aneh dan okulitis. Ahli terapi tidak boleh menertawakan aktivitas tersebut atau mengadili kepercayaan atau aktivitas mereka. (6)
3. Gangguan psikotik akut dan sementara Defenisi
Gangguan ini timbul tidak lama sesudah terjadi steress psikologik yang dirasakan hebat sekali oleh individu. Stress ini disebabkan oleh suatu frustasi atau konflik dari dalam ataupun dari luar individu yang mendadak dan jelas. Umpamanya dengan tiba-tiba kehilangan seorang yang dicintainya, kegagalan, kerugian dan bencana. Gangguan psikotik akut yang biasanya disertai keadaan gaduh gelisah adalah gaduh-gelisah reaktif dan kebingungan reaktif.(2)
Epidemologi
Lebih sering terjadi pada usia muda (20-30-an) daripada pasien tua. Sering terjadi pada pasien golongan sosioekonomi rendah, dan mereka yang mengalami musibah atau perubahan budaya yang nyata.(6)
Diagnosis
Pedoman Diagnostik (3)
Urutan prioritas yang dipakai ialah :
o Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang, gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode prodromal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas yang menentukan seluruh kelompok;
o Adanya sindrom yang khas (berupa “polimorfik” = beraneka-ragam dan berubah cepat, gejala skizofrenia yang khas).
o Adanya stress akut yang berkaitan (tidak selalu ada, sehingga dispesifikasi dengan karakter ke 5; .x0 = tanpa penyerta stress akut; .x1=dengan penyerta stress akut).
Kesulitan atau problem yang berkepanjangan tidak boleh dimasukkan sebagai summber stress dalam konteks ini. o Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung. Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria
episode manic (F30.-) atau episode depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala efektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.
Tidak ada penyebab organic, seperti trauma kapitis, delirium, atau demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunakan alkohol atau obat-obatan.
Terapi
Penanganan gangguan psikotik akut dan sementara dengan terapi farmakoterapi dan psikoterapi.
a. Farmakoterapi
Dua golongan utama obat yang dipertimbangkan diberi dalam pengobatan gangguan psikotik singkat adalah obat-obat antipsikotik dan ansiolitik. Bila obat anti psikotik yang dipilih, obat antipsikotik potensi tinggi atau atipikal seperti haloperidol (haldol) atau risperidon (Risperdal) dapat digunakan. Sebagai alternatif, ansiolitik seperti benzodiazepin dapat digunakan pada pengobatan psikosis jangka pendek. Obat-obat tersebut dapat efektif untuk waktu singkat dan disertai afek simpang yang lebih sedikit daripada obat antipsikotik. Pada kasus jarang, benzodiazepine menyebabkan peningkatan agitasi dan, yang lebih jarang, bangkitkan kejang akibat keadaan putus zat. Klinis harus menghindari penggunaan jangka panjang setiap obat pada
pengobatan gangguan tersebut. Jika diperlukan rumatan, seorang klinis dapat memikirkan ulang diagnosis. (6)
b. Psikoterapi
Meskipun rawat inap dan farmakoterapi cenderung mengendalikan situasi jangka pendek, bagian pengobatan yang sulit adalah integrasi psikologis pengalaman (dan kemungkinan trauma pemicu, jika ada) ke dalam kehidupan pasien dan keluarganya. Psikoterapi digunakan untuk memberikan kesempatan membahas stresor dan episode psikotik. Eksplorasi dan perkembangan strategi koping dan topik utama psikoterapi. Masalah terkait meliputi membantu pasien menangani rasa harga dirinya yang hilang dan mendapatkan kembali rasa percaya diri. Setiap strategi pengobatan didasarkan pada penigkatan, ketrampilan menyelesaikan masalh, sementara memperkuat struktur ego melalui psikoterapi tampaknya merupakan cara yang paling efektif. Keterlibatan keluarga dalam proses pengobatan mungkin penting untuk mendapatkan keberhasilan. (6)
4. Psikosis afektif Bipolar, Episode kini manik dengan gejala psikotik Definisi
Psikosisbipolar termasuk dalam kelompok psikosa afektif karena pokok ganggunnya terletak pada afek-emosi. Tidak jelas ada frustasi atau konflik yang menimbulkan gangguan mental ini. Belum ditemukan juga penyakit badaniah yang dianggap berhubungan dengan psikosa bipolar, biarpun penelitian menunjuk kearah itu. tidak ditemukan juga disharmoni atau keretakan kepribadian seperti pada skizofrenia; pada jenis depresi
ataupun mania, bila aspek afek-emosinya menurun, maka aspek yang lain juga menurun, dan sebaliknya.(2)
Pada psikosa bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata yang sebenarnya, tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-loncat atau melayang. Ia merasa gembira luar biasa (efori), segala hal diaggap mudah saja. Psikomotorik menigkat, banyak sekali berbicara (logorea) dan sering ia lekas tersinggung dan marah.(2)
Epidemologi
Prevelensi titik gangguan bipolar di Negara-negara barat adalah antara 0,4 dan 1% pada populasi umum. Usia awitan rerata adalah sekitar pertengahan 20 tahun. Dapat mulai terjadi pertama kali pada usia tua. Gangguan bipolar diketahui lebih sering terjadi pada golongan sosial atas. (8)
Diagnosis
Untuk mendiagnosis pasti (3)
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik (F30.2) dan,
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran dimasa lampau.
Terapi
Terapi pada mania akut gangguan bipolar.(1) Farmakoterapi :
Lini I Resperidon, litium, olanzapin dan lain-lain.
Lini II Karbamazepin.
Lini III Haloperidol
Psikososial :
Jika pasien menjadi saasaran ekspresi emosi yang tinggi, keluarga harus ditemui dan diberi tahu mengenai perlunya mengurangi komentar
kritis untuk mengurangi kemungkinan relaps. Terapi keluarga dapat ditawarkan. Masalah perkawinan/marital dapat ditangani dengan terapi marital. Sifat gangguan bipolar sebaiknya dijelaskan pada keluarga, serta pasien bila ia sehat, dan perlunya meneruskan pengobatan profilaktik sebaiknya ditekankan.(8)
BAB III KESIMPULAN
1. Gaduh gelisa merupakan salah satu dari kegawat daruratan dalam bidang psikiatri, sehingga perlu penanganan secepatnya.
2. Penyebab gaduh gelisah terdapat lima macam yakni : a. Psikosis (fungsional maupun organik)
Organik : delirium
Fungsional /mental psikotik : skizofrenia katatonik, gangguan skizotipal, Gangguan psikotipal akut dan sementara, dan Gangguan bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik 3. Penanganan gaduh gelisah bisa melalui farmakoterapi maupun psikoterapi,
psikoterapi. Psikoterapi dilakukan seperti empati. Farmakoterapi pada orang dewasa 5-10 mg haloperidol oral maupun IM dan diulangi dalam 20-30 menit sampai pasien menjadi tenang.
1. Elvira, D.S., Hadisukanto G., editor. Kusmadewi I., Siste K., penulis. Buku Ajar Psikiatri, Edisi Kedua, Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014, hal 223-367.
2. Maramis, W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
3. Maslim, R., Penulis. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III Dan DSM-5, Edisi ke 2, Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, 2013, hal 46-49,56,62.
4. American Psychiatri Associatio. Practice guideline for the treatmen of patients with delirium. Am J Psychiatry. May 1999;156(5 Suppl):1-20.
5. Maslim, R., penulis. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotik. Edisi 2014, Jakarta; hal 10.
6. Muttaqin, H., Sihombing, R.N., editor. Sadock, B.J., Sadock, V.A., penulis. Kaplan Dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi kedua. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 2014. Hal 180-181.
7. Cancro, R., James, C.Y., Chou, M.D., editor. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., penulis. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta. 1998. hal 210-214.
8. Muttaqin, H., Dany, F., editor. Puri, B.K., Laking, P.J., Treasaden, I.H., penulis. Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. Jakarta. 2011. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. hal 96-179.
9. Guzza, B., Richeimer, S., Siegel, D.J., editor. Arias, M., penulis. Buku Saku Psikiatri. Jakarta. 1997. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. hal 114-117.