• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perda RTRW 2013-2033 Fix - Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perda RTRW 2013-2033 Fix - Langkat"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH

KABUPATEN LANGKAT

Nomor : Tahun: SERI: NO:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 9 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2013 – 2033

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Langkat dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antara sektor, daerah dan masyarakat maka Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan/ atau dunia usaha;

c. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 78 ayat (4) huruf c Undang – Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional maka perlu membentuk peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat Tahun 2013 – 2033;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat Tahun 2013 – 2033.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092);

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

(2)

2

3. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);

9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Kajian Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);

11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1982 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Langkat dari Wilayah Kodya Dati II Binjai ke Kota Stabat di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Langkat (Lembaran Negara

(3)

3

Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 9);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1986 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Binjai, Kabupaten Daerah Tingkat II Langkat dan Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3323);

16. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana TataRuang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2010 nomor 118, tambahan Lembar Negara nomor 5160);

22. Peraturan Daerah Kabupaten Langkat Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Langkat (Lembaran Daerah tahun 2007 nomor 24);

23. Peraturan Daerah Kabupaten Langkat Nomor 4 Tahun 2009 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Kabupaten Langkat (Lembaran Daerah tahun 2007 nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 3);

24. Peraturan Daerah Kabupaten Langkat Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Langkat Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah tahun 2011 nomor 01);

25. Peraturan Daerah Kabupaten Langkat Nomor 11 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Langkat Tahun 2009 – 2014 (Lembaran Daerah tahun 2009 nomor 01).

(4)

4

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LANGKAT dan

BUPATI LANGKAT MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2013 – 2033

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Langkat.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Bupati adalah Bupati Langkat.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Langkat sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. 11. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum

bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

12. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruangmelalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

14. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

(5)

5

15. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

16. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

17. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

18. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

19. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah rencana struktur tata ruang wilayah yang mengatur struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten Langkat;

20. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

21. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.

22. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.

23. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

24. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 25. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya. 26. Kawasan lindung adalah kawasan dengan fungsi utama melindungi

kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

27. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

28. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. 29. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk

menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukankedalamnya.

30. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.

31. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.

32. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut.

(6)

6

33. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

34. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

35. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah.

36. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

37. Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca tambang, baik di wilayah daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budi daya maupun kawasan lindung.

38. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola secara terpadu oleh suatu lembaga atau institusi tertentu.

39. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

40. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

41. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

42. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering terjadi atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam.

43. Pengembangan Pertanian Lahan Basah adalah daerah dimana curah hujan yang terjadi selama satu tahu lebih besar dari 150 mm .

44. Pengembangan Pertanian Lahan kering atau disebut juga ladang lahan yang diperuntukkan untuk tanaman pangan dan holtikultura

45. Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi

46. Pelabuhan pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan

(7)

7 jangkauan pelayanan dalam provinsi

47. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.

48. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

49. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

50. Tujuan pengembangan adalah nilai-nilai dan kinerja yang mesti dicapai dalam pembangunan wilayah Provinsi dan kabupaten/kota berkaitan dalam kerangka visi dan misi yang telah ditetapkan.

51. Strategi pengembangan adalah langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaannya yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi wilayah Provinsi dan kabupaten/kota yang telah ditetapkan.

52. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.

BAB II

LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN DAN SUBSTANSI Bagian Kesatu

Lingkup Wilayah Perencanaan Pasal 2

(1) Ruang lingkup Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat seluas 626.329Ha meliputi seluruh wilayah administrasi kabupaten.

(2) Lingkup wilayah perencanaan merupakan daerah dengan batas yang ditentukan berdasarkan aspek administratif meliputi wilayah daratan, wilayah pesisir dan laut, perairan lainnya, serta wilayah udara dengan batas wilayah meliputi:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Malaka;

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo;

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai;

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Tenggara

(3) Lingkup wilayah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) meliputi:

1. Kecamatan Bahorok; 2. Kecamatan Sirapit; 3. Kecamatan Salapian; 4. Kecamatan Kutambaru; 5. Kecamatan Sei Bingei; 6. Kecamatan Kuala; 7. Kecamatan Selesai; 8. Kecamatan Binjai; 9. Kecamatan Stabat; 10. Kecamatan Wampu;

(8)

8 12. Kecamatan Sawit Seberang; 13. Kecamatan Padang Tualang; 14. Kecamatan Hinai;

15. Kecamatan Secanggang; 16. Kecamatan Tanjung Pura; 17. Kecamatan Gebang;

18. Kecamatan Babalan; 19. Kecamatan Sei Lepan; 20. Kecamatan Brandan Barat; 21. Kecamatan Besitang;

22. Kecamatan Pangkalan Susu; dan 23. Kecamatan Pematang Jaya.

(4) Lingkup wilayah perencanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Langkat digambarkan dalam Peta Administrasi sebagaimana tercantum dalam Album Peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Substansi

Pasal 3 Substansi RTRW Kabupaten Langkat meliputi:

a. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Langkat;

b. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Langkat yang meliputi sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana wilayah;

c. Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Langkat yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya;

d. Penetapan kawasan strategis Kabupaten Langkat yang merupakan bagian wilayah kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial budaya, dan/atau lingkungan;

e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Langkat yang terdiri dari indikasi program utama, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan dan waktu pelaksanaan;

f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Langkat yang berisi arahan peraturan zonasi kawasan, arahan ketentuan perizinan, arahan ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

BAB III

TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Tujuan Penataan Ruang Wilayah Pasal 4

Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten adalah terwujudnya langkat sebagai pusat pertanian, perkebunan, perikanan,, industri dan pariwisata di pesisir timur Sumatera Utara yang berwawasan lingkungan.

Bagian Kedua

(9)

9 Pasal 5

(1) Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Langkat meliputi kebijakan-kebijakan pengembangan yang terdiri atas :

a. peningkatan pelayanan pusat-pusat kegiatan kawasan yang merata dan berhierarki;

b. peningkatan sarana dan prasarana yang merata dan terpadu di seluruh wilayah Kabupaten Langkat;

c. pengembangan sarana dan prasarana transportasi baik darat, kereta api maupun laut yang berpotensi dan dapat dikembangkan;

d. pelestarian lingkungan dan pengembalian keseimbangan ekosistem; e. pecegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat

menimbulkan kerusakan lingkungan;

f. pengembangan kawasan budidaya baik dalam pengelolaan hutan maupun hasil-produksi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga keseimbangan dan kelestarian alam;

g. perlindungan lahan pertanian terhadap alih fungsi lahan untuk kegiatan wilayah;

h. peningkatan pengelolaan potensi daerah berbasis agribisnis, ekonomi kerakyatan dan kepariwisataan;

i. peningkatan dan pengembangan potensi yang ada di Kabupaten Langkat sehingga dapat mencakup seluruh potensi ekonomi yang ada; j. pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan

daya dukung lingkungan hidup;

k. pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;

l. pengembangan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya;

m. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan

(2) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. meningkatkan keterkaitan antar pusat-pusat kegiatan Lokal;

b. menjaga berfungsinya secara optimal pusat-pusat kegiatan yang sudah ada;

c. mengendalikan pusat-pusat kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi dan panduan rancang Kabupaten; dan

d. mendorong berfungsinya pusat-pusat kegiatan baru di Wilayah Kabupaten Langkat.

(3) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. meningkatkan pemerataan fasilitas di setiap kecamatan dengan memperhatikan jumlah dan perkembangan penduduk;

b. menciptakan sistem perhubungan yang efektif dan efisien terutama di daerah pedalaman yang ditempuh dengan jalur transportasi laut maupun darat guna meningkatkan produktivitas.

(4) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. mengembangkan pelayanan angkutan kereta api penumpang tidak hanya mencapai kota Binjai, namun dikembangkan menjadi Medan-Binjai-Stabat;

(10)

10

b. meningkatkan pembangunan jalan yang rusak berat yang meliputi seluruh kecamatan di Kabupaten Langkat;

c. meningkatkan fungsi pelabuhan Pangkalan Susu sebagai pelabuhan pengumpul serta Tanjung Pura dan Kuala Gebang sebagai pelabuhan pengumpan sesuai dengan arahan RTRWP Sumatera Utara.

(5) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas :

a. mempertahankan luasan dan meningkatkan kualitas kawasan lindung;

b. mengelola kawasan lindung untuk mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan;

c. memantapkan kawasan berfungsi lindung;

d. merehabilitasi kawasan lindung yang mengalami degradasi kualitas. (6) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas :

a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup terutama kawasan tangkapan air, sungai, danau/waduk dan mata air;

b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

c. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, atau komponen lain yang dibuang kedalamnya;

d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;

e. mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;

f. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;

g. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana.

(7) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan dalam kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, terdiri atas :

a. meningkatkan pengelolaan kawasan hutan sebagai suatu kekayaan alam sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat dengan tetap menjaga fungsi dan kemampuannya dalam melestarikan lingkungan hidup;

b. meningkatkan produksi tanaman pangan untuk mempertahankan/ memantapkan swasembada pangan di Kecamatan Bahorok, Sirapit, Sei Bingei, Kuala, Selesai, Binjai, Secanggang, Tanjung Pura dan Babalan;

c. mengembangkan perkebunan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi dan peningkatan kontribusi terhadap pembangunan sehingga dapat mengatasi berbagai masalah ekonomi, sosial, tenaga kerja, pelestarian sumber daya alam dan lingkungan;

(11)

11

pangan dan gizi Kabupaten Langkat serta meningkatkan ekspor melalui usaha budidaya perikanan tangkap di daerah pesisir Pantai Timur Kabupaten Langkat dan budidaya perikanan air tawar;

e. meningkatkan produksi ternak yang berorientasi pada peningkatan pendapatan, perluasan kesempatan kerja melalui pengembangan peternakan, efisiensi usaha dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, serta ekspor ternak pada setiap kecamatan.

(8) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terdiri atas :

a. menetapkan kawasan yang sudah dan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian pangan yang berkelanjutan; b. meningkatkan produktifitas pertanian tanaman pangan.

(9) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, terdiri atas :

a. meningkatkan keterampilan petani, pengelolaan agribisnis melalui pemberian insentif, pengembangan kawasan strategis dan komoditas unggulan;

b. memfasilitasi tumbuhkembangnya usaha kecil dan menengah untuk mengolah hasil-hasil pertanian;

c. memfasilitasi promosi usaha komoditas pertanian, usaha kecil dan menengah;

d. meningkatkan kajian dan mengelola potensi pariwisata.

(10) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, terdiri atas :

a. memperpendek hirearki fungsional dan tata kaitan ke depan dan ke belakang (backward and forward linkage) antara sektor primer, sekunder, dan tersier melalui pengembangan agropolitan untuk mewadahi agroindustri dan agrobisnis dari setiap ruang pengembangan;

b. melalui penguatan siklus produksi dalam satuan ruang yang lebih terbatas diharapkan sektor primer tidak sekedar menghasilkan bahan mentah namun juga membentuk daur pertambahan nilai untuk dinikmati masyarakat setempat serta melibatkan pelaku ekonomi lokal, maka sekaligus akan terbangun keterkaitan fungsional secara horizontal antar satuan ruang pengembangan;

c. pengembangan keterkaitan industri pertanian mulai dari hulu (produksi), distribusi dan pengolahan hilir;

d. mengembangan kepariwisataan secara menyeluruh dan terpadu baik objek wisata sejarah, budaya, alam dan bahari;

e. memberikan kemudahan perijinan bagi usaha bahan galian dan batuan, dimana perijinan dijadikan sebagai mekanisme kontrol atas operasi produksi alam di Kabupaten Langkat agar tetap memperhatikan lingkungan.

(11) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j, terdiri atas :

a. memelihara keseimbangan ekosistem disekitar kawasan strategis serta wilayah hulu yang mempengaruhinya;

b. mengembangkan potensi sumberdaya alam yang dimiliki untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Kabupaten Langkat tanpa merusak lingkungan;

c. tetap menjaga keseimbangan antara potensi yang ada dengan kelestarian alam, sehingga pemanfaatan yang dilakukan tidak merusak lingkungan.

(12)

12

(12) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k, terdiri atas :

a. mengembangkan kawasan agropolitan Kabupaten Langkat yang berkesinambungan;

b. mengembangkan kawasan-kawasan strategis ekonomi sesuai dengan daya dukung dan potensinya;

c. pengembangan pelabuhan perikanan di kawasan pantai Timur Kabupaten Langkat sesuai dengan arahan RTRWP Sumatera Utara. (13) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf l, terdiri atas :

a. merevitalisasi situs-situs peninggalan budaya di Kabupaten Langkat; b. mengembangkan potensi-potensi bidang kebudayaan dan pariwisata

dalam rangka menunjang pengembangan ekonomi wilayah.

(14) Strategi penataan ruang untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m, terdiri atas :

a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan;

b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan disekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya terbangun.

BAB IV

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 6 (1) Rencana struktur ruang wilayah meliputi:

a. Sistem perkotaan;

b. Sistem jaringan transportasi; c. Sistem jaringan energi;

d. Sistem jaringan telekomunikasi; e. Sistem jaringan sumber daya air; dan f. Sistem jaringan prasarana lingkungan.

(2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam Peta Struktur Ruang sebagaimana tercantum dalam Album Peta yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Rencana Sistem Perkotaan Pasal 7

(1) Kabupaten Langkat memiliki 4 (empat) tingkatan tata jenjang pusat permukiman/pusat-pusat pelayanan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, yaitu :

a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yaitu merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan yang ditetapkan dalam RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi);

(13)

13

b. PKLp, yaitu pusat kegiatan yang dipromosikan untuk dikemudian hari ditetapkan sebagai PKL (Pusat Kegiatan Lokal);

c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), yaitu merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa;

d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), yaitu merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. (2) Pusat Kegiatan Lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a

meliputi:

a. Kawasan Pangkalan Brandan; b. Kawasan Perkotaan Stabat.

(3) Pusat Kegiatan Lokal yang dipromosikan (PKLp) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Kawasan Perkotaan Kuala;

(4) Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. Kawasan Perkotaan Tanjung Pura; b. Bahorok;

c. Pangkalan Susu.

(5) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. Kecamatan Binjai; b. Wampu; c. Hinai; d. Secanggang; e. Padang Tualang; f. Sawit Seberang; g. Sei Bingei; h. Salapian; i. Selesai; j. Batang Serangan; k. Kutambaru; l. Sirapit; m. Gebang; n. Sei Lepan; o. Brandan Barat; p. Besitang; q. Pematang Jaya. Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Paragraf 1

Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Transportasi Pasal 8

(1) Sistem jaringan transportasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b meliputi:

a. Sistem jaringan transportasi darat; dan b. Sistem jaringan transportasi laut;

(2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana disebutkan pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. jaringan jalan;

(14)

14

c. jaringan angkutan barang dan penumpang.

(3) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana disebutkan pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. tatanan kepelabuhanan; dan b. alur pelayaran.

Paragraf 2

Rencana Pengembangan Sistem Pengembangan Jaringan Trasportasi Darat Pasal 9

(1) Pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a meliputi:

a. jaringan jalan nasional yang ada dalam wilayah kabupaten; dan b. jaringan jalan provinsi.

(2) Jaringan jalan nasional sebagaimana disebut pada ayat (1) huruf a meliputi jaringan jalan arteri primer, dan jalan bebas hambatan yang ada dalam wilayah kabupaten.

(3) Jaringan jalan provinsi sebagaimana disebut pada ayat (1) huruf b terdiri atas jaringan jalan kolektor primer dan jalan strategis provinsi.

(4) Jaringan jalan kolektor primer yang merupakan jaringan jalan nasional dalam wilayah provinsi disebut K-1 jaringan jalan kolektor primer yang merupakan jaringan jalan provinsi disebut K-2;

(5) Jaringan Jalan Strategis Provinsi dan Jalan Lingkar Kabupaten. Pasal 10

(1) Jaringan Jalan Arteri Primer sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi:

a. Batas Provinsi Aceh – Besitang b. Besitang – Pangkalan Brandan c. Pangkalan Brandan – Tanjung Pura d. Tanjung Pura – Batas Kota Stabat e. Jln. Zaenul Arifin (Stabat)

f. Jln. Jend. Sudirman (Stabat)

g. Batas Kota Stabat – Batas Kabupaten Deli Serdang

(2) Jaringan Jalan Bebas Hambatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) yaitu Kota Binjai – Batas Provinsi Aceh.

(3) Jaringan Jalan Provinsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) meliputi :

a. Simpang Pangkalan Susu – Pangkalan Susu b. Tanjung Pura – Namu Unggas

c. Batas Kota Binjai – Timbang Lawan

d. Simpang Durian Mulo – Batas Kabupaten Karo

(4) Jaringan Jalan strategis Provinsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) meliputi Susur Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara (Ruas Kabupaten Langkat – Kabupaten Labuhan Batu)

(5) Jaringan Jalan Lingkar Kabupaten sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) meliputi:

a. Lintas tengah yang meliputi : Kutalimbaru (Kabupaten Deli Serdang) – Sei Bingei – Kuala – Salapian – Kutambaru – Bahorok – Batang Serangan – Sawit Seberang – Sei Lepan – Besitang – Batas Provinsi Aceh;

(15)

15

Pematang Jaya – Besitang – Pangkalan Susu – Brandan Barat – Sei Lepan – Babalan – Gebang – Tanjung Pura – Secanggang – Labuhan Deli (Kabupaten Deli Serdang).

(6) Peningkatan jaringan jalan penghubung antar kecamatan dan pusat – pusat kegiatan Kabupaten Langkat.

(7) Jaringan jalan Lokal yang ditetapkan sebagai kawasan budidaya dan berorientasi ke Jaringan Jalan Arteri Primer termasuk Jaringan Jalan Lingkar Dalam dan Jalan Lingkar Luar Kota Stabat dan Kota Pangkalan Brandan

Pasal 11

Pengembangan sistem jaringan jalur Kereta Api sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf b meliputi:

a. Pemantapan jalur kereta api antar kota di wilayah Pantai Timur yang menghubungkan batas Provinsi Aceh – Besitang – Binjai – Medan – Lubuk Pakam – Tebingtinggi – Kisaran – Rantauprapat – batas Provinsi Riau.

b. Pemantapan jalur kereta api dari Kota Binjai – Kuala – Bahorok. Pasal 12

(1) Sistem angkutan terminal barang dan penumpang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c meliputi :

a. terminal tipe B di Kabupeten Langkat untuk angkutan orang dengan fasilitasnya diarahkan pada terminal Bahorok, Selesai dan Tanjung Beringin;

b. terminal tipe C terdapat di Kecamatan Stabat, Kuala, Selesai, Tanjung Pura, Pangkalan Susu dan Pangkalan Brandan yang melayani transportasi antar kecamatan di Kabupaten Langkat;

(2) Pengembangan Sistem jaringan angkutan penumpang di Kabupaten Langkat meliputi pengembangan pelayanan angkutan penumpang pada jalur susur Lintas Pantai Timur.

Paragraf 3

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 13

(1) Pengembangan tatanan kepelabuhan adalah pelabuhan laut meliputi: a. Pelabuhan Pengumpan Regional; dan

b. Pelabuhan Pengumpan Lokal.

(2) Pelabuhan Pengumpan Regional sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Pangkalan Susu; b. Pangkalan Brandan; c. Tanjung Pura; dan d. Kuala Gebang

(3) Pelabuhan Pengumpan Lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Pulau Kampai; b. Pulau Sembilan; c. Tapak Kuda;

d. Kuala Serapuh; dan e. Secanggang

(16)

16

(4) Pelabuhan Pangkalan Susu direncanakan untuk ditingkatkan menjadi Pelabuhan Pengumpul

(5) Alur pelayaran meliputi alur pelayaran internasional, alur pelayaran regional, dan alur pelayaran lokal.

Bagian Keempat

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi Paragraf 1

Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Energi Pasal 14

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c meliputi:

a. penyediaan minyak dan gas bumi; b. pembangkit tenaga listrik; dan c. jaringan transmisi tenaga listrik.

(2) Pengembangan jaringan energi bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan daya energi yang seluruh wilayah dalam kapasitas dan pelayanannya guna peningkatan kualitas hidup dan mendukung aspek politik dan pertahanan negara.

Paragraf 2

Rencana Pengembangan Jaringan Energi Pasal 15

(1) Pengembangan sistem penyediaan minyak dan gas bumi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi sistem penyediaan dari Pangkalan Susu Kabupaten Langkat.

(2) Pengembangan pembangkit tenaga listrik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) huruf b meliputi:

a. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU);

b. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), Pembangkit Listrik Mikrohidro (PLTMH);

c. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG); d. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP);

e. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS); f. Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa; dan g. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas.

(3) Pengembangan Sistem jaringan transmisi listrik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c meliputi sistem jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dan Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT) yang menyebar pada wilayah Kabupaten Langkat.

(4) Peningkatan dan perawatan jaringan pipa gas bumi yang terdapat pada jalur Rantau – Besitang – Pangkalan Brandan – Wampu – Secanggang dan Belawan.

(5) Pengembangan jaringan pipa gas bumi dari Binjai – Wampu. Pasal 16

(1) Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a meliputi:

(17)

17

a. PLTU New Sumut Pangkalan Brandan Kapasitas 600 MW; b. PLTU New Sumut Sumbagut Kapasitas 400 MW;

c. PLTU Sumut – 1 Kapasitas 400 MW; dan d. PLTU Sumut – 2 Kapasitas 400 MW.

(2) Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b meliputi:

a. PLTM Wampu I di Kecamatan Kutambaru kapasitas 12 MW; dan b. PLTM Wampu II di Kecamatan Bahorok kapasitas 18 MW.

(3) Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi (PLTG) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c meliputi PLTG Brandan kapasitas 30 MW.

(4) Untuk menunjang perkembangan daerah baru perlu dibangun pembangkit listrik energi baru terbaharukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM), Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) serta Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa, Pembangkit Listrik Tenaga Biogas yang berasal dari sampah, cangkang sawit, ampas tebu dan lain - lain di daerah yang potensial.

Bagian Kelima

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 17

Pengembangan Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d meliputi:

a. pengembangan sistem jaringan terestrial kabel dan nirkabel di jaringan pusat pelayanan wilayah pantai timur;

b. pengembangan Menara Bersama Telekomunikasi di kawasan perkotaan, daerah komersil, dan areal tanpa sinyal (blankspot) jaringan wilayah perdesaan serta pulau terluar;

c. peningkatan sinergi dan integrasi prasarana jaringan telekomunikasi; dan d. pengembangan sistem telekomunikasi jaringan tanpa kabel (cell plan)

Bagian Keenam

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air Paragraf 1

Sistem dan Tujuan Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air Pasal 18

(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e meliputi:

a. jaringan sumber daya air; dan b. prasarana sumber daya air.

(2) Jaringan sumber daya air sebagaimana yang dimaksud pada 18 ayat (1) huruf a meliputi:

a. air permukaan sungai yang meliputi induk sungai, anak sungai yang bermuara ke pantai serta menuju danau;

b. badan air danau; c. kawasan rawa;

d. cekungan air tanah (CAT); dan e. sumber mata air lainnya.

(3) Prasarana sumber daya air sebagaimana yang dimaksud pada 18 ayat (1) huruf b meliputi:

(18)

18 a. prasarana irigasi;

b. prasarana air minum; dan

c. prasarana pengendalian daya rusak air.

(4) Pengembangan jaringan sumber daya air dan prasarana sumber daya air bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan, ketersediaan air baku, pengendalian banjir dan pengamanan pantai.

Paragraf 2

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 19

(1) Pengembangan jaringan sumber daya air sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a merupakan jaringan sumber daya permukaan melalui pengelolaan wilayah sungai yang ada dalam wilayah Kabupaten Langkat yaitu Wilayah Sungai Wampu Besitang, meliputi : a. DAS Wampu;

b. DAS Besitang; c. DAS Babalan; d. DAS Lepan; dan

e. DAS Batang Serangan.

(2) Pengembangan sumber daya air pada kawasan rawa sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b meliputi seluruh kawasan rawa Kabupaten Langkat;

(3) Pengembangan jaringan Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c meliputi CAT Kabupaten Langkat yang termasuk dalam CAT Regional Medan dan CAT Langsa; (4) Pengembangan sumber mata air lainnya sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (2) huruf d tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Langkat;

(5) Pengembangan jaringan sarana dan prasarana sumber daya air. Pasal 20

(1) Pengembangan sistem jaringan prasarana irigasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a meliputi:

a. Pengembangan bendung di Daerah Irigasi (DI) yang terdapat di Kabupaten Langkat; dan

b. Pengembangan saluran irigasi pertanian di DI yang terdapat di Kabupaten Langkat.

(2) Pengembangan sistem jaringan prasarana air minum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf b meliputi:

a. peningkatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang telah ada; b. pengembangan SPAM dengan sistem jaringan perpipaan melayani

kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan, kawasan pariwisata dan kawasan industri dan kawasan kegiatan budidaya lainnya;

c. pengembangan SPAM bukan jaringan pada kawasan terpencil, pesisir dan pulau kecil terluar;

d. konservasi terhadap kualitas dan kontinuitas air baku melalui keterpaduan pengaturan pengembangan SPAM dan sarana prasarana sumber daya air dan sanitasi;

e. pengembangan kelembagaan Badan Layanan Umum (BLU) SPAM;

f. Pengembangan unit Instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan sistem Saringan Pasir Cepat (SPC) untuk pengolahan Wampu; dan

(19)

19

g. Pemantapan sumur bor yang telah dibangun di beberapa kawasan di wilayah Kabupaten Langkat.

(3) Pengembangan prasarana pengendalian daya rusak air sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf c pada alur sungai dan pantai meliputi:

a. sistem drainase dan pengendalian banjir dengan normalisasi, penguatan tebing, pembuatan kolam retensi, dan peningkatan tanggul yang telah ada;

b. sistem penanganan erosi dan longsor di aliran sungai; dan

c. sistem pengamanan abrasi pantai meliputi: pantai-pantai di pesisir timur Kabupaten Langkat

(4) Pengembangan sistem jaringan drainase dan pengendalian banjir sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) meliputi:

a. sistem jaringan drainase makro diarahkan untuk melayani suatu kawasan perkotaan yang terintegrasi dengan jaringan sumber daya air dan jaringan drainase mikro diarahkan untuk melayani kawasan permukiman bagian dari kawasan perkotaan;

b. sistem jaringan drainase dikembangkan dengan prinsip menahan sebanyak mungkin resapan air hujan ke dalam tanah secara alami dan/atau buatan di seluruh kecamatan; dan

c. penyediaan sumur-sumur resapan dan kolam retensi ditetapkan pada kawasan perkotaan dengan ruang terbuka hijau kurang dari 30% (tiga puluh persen).

Pasal 21

(1) Daerah Irigasi (DI) di Kabupaten Langkat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a meliputi:

a. DI. Namu Mbelin dengan luasan 115 Ha b. DI. Timbang Lawan dengan luasan 752 Ha c. DI. Tanjung Keriahen dengan luasan 313 Ha d. DI. Kuta Pinang dengan luasan 60 Ha

e. DI. Parit Bindu dengan luasan 300 Ha

f. DI. Kampung Mandailing dengan luasan 60 Ha g. DI. Ujung Teran dengan luasan 134 Ha

h. DI. Simpang Telu dengan luasan 60 Ha i. DI. Mambang Kuning dengan luasan 80 Ha j. DI. Lorong Pembangunan dengan luasan 575 Ha k. DI.Sisira dengan luasan 75 Ha

l. DI. Pekan Sawah dengan luasan 225 Ha m. DI. Bengaru dengan luasan 457 Ha n. DI. Kerpei dengan luasan 60 Ha

o. DI. Padang Brahrang dengan luasan 150 Ha p. DI. Sidomukti dengan luasan 120 Ha

q. DI. Mancang dengan luasan 75 Ha r. DI. Paluh Pakih dengan luasan 887 Ha s. DI. Tungkam Sakti dengan luasan 75 Ha t. DI. Tungkam Jaya dengan luasan 80 Ha u. DI. Bukit Selamat dengan luasan 75 Ha v. DI. Bengkel dengan luasan 80 Ha

w. DI. Alur Lux dengan luasan 65 Ha x. DI. Alur Gadung dengan luasan 60 Ha y. DI. Gunung Tinggi dengan luasan 115 Ha z. DI. Perhiasan dengan luasan 105 Ha

(20)

20

aa. DI. Suka Berbakti dengan luasan 122 Ha bb. DI. Besadi dengan luasan 25 Ha

cc. DI. Paya Tampak dengan luasan 40 Ha dd. DI. Sematar dengan luasan 40 Ha ee. DI. Sidomulio dengan luasan 45 Ha ff. DI. Telaga dengan luasan 35 Ha

gg. DI. Namu Sira-sira dengan luasan 3.000 Ha hh. DI. Kwala Madu dengan luasan 725 Ha

(2) Pengembangan saluran Irigasi Pertanian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b meliputi:

a. Irigasi Situngkit luas 800 Ha; b. Irigasi Sei Lepan luas 800 Ha;

c. Irigasi Sei Batang Serangan luas 4.000 Ha; d. Irigasi Sei Wampu luas 12.000 Ha; dan e. Irigasi Sidorejo luas 900 Ha.

Bagian Ketujuh

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan Paragraf 1

Pasal 22

(1) Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf f meliputi:

a. Sistem Persampahan;

b. Sistem pengelolaan Air Limbah; dan c. Sistem Penyediaan Air Bersih Wilayah.

(2) Pengembangan Jaringan Prasarana lingkungan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sanitasi lingkungan bagi kegiatan pemukiman, produksi, jasa dan kegiatan sosial ekonomi lainnya.

Paragraf 2

Sistem Persampahan Pasal 23

(1) Sistem Persampahan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a meliputi:

a. Tempat Penampungan Sementara (TPS);

b. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST); dan c. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

(2) Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebagaimana yang disebutkan pada ayat (1) huruf a meliputi seluruh unit lingkungan permukiman dan pusat – pusat kegiatan di Wilayah Kabupaten Langkat;

(3) Tempat Pengelolahan Sampah Terpadu (TPST) sebagaimana yang disebutkan pada ayat (1) huruf b disesuaikan lokasinya;

(4) Rencana pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir sampah (TPA) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. TPA Wilayah 1 direncanakan dapat menampung pembuangan sampah dari Kecamatan Brandan Barat, Pematang Jaya, Pangkalan Susu, Besitang, Sei Lepan dan Babalan;

b. TPA Wilayah 2 direncanakan dapat menampung pembuangan sampah dari Kecamatan Batang Serangan, Sawit Seberang, Padang Tualang dan Wampu;

(21)

21

Secanggang, Tanjung Pura, Gebang Hinai dan Stabat;

d. TPA Wilayah 4 direncanakan dapat menampung pembuangan sampah dari Kecamatan Kuala, Binjai, Sirapit, Bahorok, Kutambaru, Salapian, Selesai dan Sei Bingei;

e. Sedangkan untuk lokasi TPA wilayah 1, 2, 3, dan 4 dapat disesuaikan dengan daerah cakupan pelayanannya.

Paragraf 3

Sistem Pengolahan Air Limbah Pasal 24

Pengembangan pengelolaan air limbah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b meliputi :

a. sistem pembuangan air limbah perpipaan terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat pada kawasan perkotaan yang padat kegiatan, kawasan industri; b. sistem pembuangan air limbah skala kecil dan/atau setempat pada

kawasan permukiman perkotaan dikelola dalam bentuk Sistem Sanitasi Masyarakat (Sanimas); dan

c. Sistem pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya atau limbah B3 yang diarahkan pada lokasi kegiatan Industri terutama industri besar.

Paragraf 4

Sistem Penyediaan Air Bersih Wilayah Pasal 25

(1) Sistem penyediaan air bersih wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c bertujuan untuk menjamin kuantitas, kualitas, kontinuitas penyediaan air minum bagi penduduk dan kegiatan ekonomi serta meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan.

(2) Langkah-langkah dalam penyediaan air bersih wilayah, antara lain :

a. menambah jaringan perpipaan dalam layanan jaringan PDAM Tirta Wampu ke permukiman;

b. mengurangi/menekan kehilangan air pada jaringan air minum;

c. meningkatkan kualitas/mutu air minum, kuantitas/jumlah pasokan air minum dan kontinuitas/ keberlangsungan aliran air minum;

d. memanfaatkan sumber mata air yang ada untuk peningkatan pelayanan air minum, khususnya masyarakat di kawasan rawan kekeringan dan air minum; dan

e. memakai mesin pompa air pada kawasan rawan air minum yang tidak memiliki sumber mata air atau jauh dari sumber mata air sehingga lebih efektif dan efisien.

(3) Sistem penyediaan air bersih dipadukan dengan sistem jaringan sumber daya air, untuk menjamin ketersediaan air baku.

BAB V

RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 26 (1) Rencana Pola Ruang Wilayah meliputi :

a. kawasan lindung; dan b. kawasan budi daya.

(22)

22

(2) Penetapan kawasan lindung dilakukan dengan mengacu pada pola ruang kawasan lindung yang telah ditetapkan secara nasional sesuai dengan Peta SK Menhut 44/2005 sebagaimana tercantum dalam Album Peta merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

(3) Penetapan kawasan budidaya dilakukan dengan mengacu pada pola ruang kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis kabupaten, serta memperhatikan pola ruang kawasan budidaya provinsi dan nasional.

(4) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Kawasan hutan lindung;

b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;

c. Kawasan perlindungan setempat;

d. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; e. Kawasan rawan bencana; dan

f. Kawasan lindung geologi

(5) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi: a. Kawasan peruntukan hutan produksi;

b. Kawasan peruntukan pertanian; c. Kawasan peruntukan perkebunan; d. Kawasan peruntukan peternakan;

e. Kawasan peruntukan perikanan dan kelautan; f. Kawasan peruntukan pertambangan;

g. Kawasan peruntukan industri; h. Kawasan peruntukan pariwisata;

i. Kawasan peruntukan permukiman; dan j. kawasan peruntukan lainnya

(6) Dalam penyusunan rencana pola ruang wilayah Kabupaten, tetap menjunjung tinggi hak keperdataan yang ada, baik perseorangan maupun badan hukum.

(7) Rencana Pola Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam Peta Pola Ruang Wilayah Kabupaten Langkat sebagaimana dimaksud dalam peta skala 1 : 50.000 pada Lampiran Peta Pola Ruang yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Rencana Pengembangan Pola Ruang Kawasan Lindung Paragraf 1

Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Pasal 27

Pola ruang kawasan hutan lindung sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf a seluas kurang lebih ± 4.034 Ha disusun berdasarkan pada penetapan kawasan hutan lindung meliputi:

a. Kecamatan Tanjung Pura; b. Kecamatan Gebang;

c. Kecamatan Babalan; d. Kecamatan Sei Lepan; e. Kecamatan Brandan Barat;

(23)

23 f. Kecamatan Pangkalan Susu; dan g. Kecamatan Pematang Jaya.

Paragraf 2

Rencana Pengembangan Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 28

Pola Ruang Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf b meliputi:

a. lahan gambut; dan b. kawasan resapan air.

Paragraf 3

Rencana Pengembangan Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 29

Pengembangan Pola Ruang Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf c meliputi:

a. kawasan Pesisir pantai Kabupaten Langkat minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat terdapat pada Kecamatan Pematang Jaya, Besitang, Pangkalan Susu, Brandan Barat, Sei Lepan, Babalan, Gebang, Tanjung Pura, dan Secanggang;

b. kawasan garis sempadan sungai besar yang berada diluar perkotaan adalah 100 meter dari tepi kanan dan kiri sungai, sedangkan untuk sungai kecil adalah 50 meter dari tepi kanan dan kiri sungai;

c. garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku;

d. garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku;

e. kawasan Sekitar Mata Air ± 200 meter dari sumber mata air yang terdapat pada Kecamatan Bahorok dan Batang Serangan, dan di kecamatan lainnya yang berpotensi; dan

f. kawasan Ruang Terbuka Hijau Kota sebesar 30 % dari luas wilayah perkotaan yang tersebar di Kabupaten Langkat dengan rincian 20% Ruang Terbuka Hijau Publik dan 10% Ruang Terbuka Hijau Privat.

Paragraf 4

Rencana Pengembangan Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya

Pasal 30

Rencana pengembangan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf d meliputi: a. kawasan suaka alam di Kabupaten Langkat adalah Kawasan Suaka Marga

Satwa Langkat Timur Laut di Kecamatan Tanjung Pura dan Secanggang dengan luas ± 9.520 Ha;

b. kawasan pelestarian alam di Kabupaten Langkat adalah Kawasan Taman Nasional Gunung Lauser dengan luas ± 213.985 Ha;

c. kawasan hutan bakau atau hutan mangrove yang berada disepanjang Pesisir Pantai Timur Kabupaten Langkat khususnya pada kawasan hutan; d. kawasan cagar budaya yang merupakan peninggalan sejarah berupa Mesjid

Azizi, Makam T.Amir Hamzah dan Museum Daerah berada di Kecamatan Tanjung Pura;

(24)

24

e. kawasan cagar budaya berupa Gua Kampret, Gua Batu Rizal di Kecamatan Bahorok;

f. kawasan cagar budaya berupa Gua, Air Terjun Marike dan Air Panas Simolap Kuta Gajah berada di Kecamatan Kutambaru;

g. kawasan cagar budaya berupa Eko Wisata Tangkahan berada di Kecamatan Batang Serangan;

h. kawasan cagar budaya berupa Makam Tuan guru Besilam berada di Kecamatan Padang Tualang;

i. kawasan cagar budaya berupa Kampung Bali berada di Kecamatan Wampu; j. kawasan cagar budaya berupa Wisata Bahari di Pulau Sembilan dan

Pantai Berawe berada di Kecamatan Pangkalan Susu; dan

k. kawasan Ekosistem Esensial Jaring Halus di Kecamatan Secanggang. Paragraf 5

Rencana Pengembangan Kawasan Rawan Bencana Pasal 31

Rencana pengembangan kawasan rawan bencana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf e meliputi :

a. kawasan rawan bencana tanah longsor berada di Kecamatan Batang Serangan, Kecamatan Bahorok, Kecamatan Kutambaru dan kecamatan yang memiliki kemiringan diatas 45%; dan

b. kawasan rawan bencana banjir berada di Kecamatan Babalan, Tanjung Pura, Secanggang, Hinai, Padang Tualang, Sawit Seberang, Batang Serangan, Stabat, Wampu dan kawasan pesisir pantai.

Paragraf 6

Rencana Pengembangan Kawasan Lindung Geologi Pasal 32

Rencana pengembangan kawasan Lindung geologi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) huruf f merupakan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah atau imbuhan air tanah yang meliputi:

a. CAT Medan dan CAT Langsa yang sebahagian luasannya terdapat di Kabupaten Langkat; dan

b. Kawasan imbuhan CAT Medan dan CAT Langkat berpotensi sebagai sumber mata air.

Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan Pola Kawasan Budi Daya Paragraf 1

Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 33

(1) Rencana pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) huruf a meliputi: a. hutan produksi terbatas; dan

b. hutan produksi tetap.

(2) hutan produksi terbatas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki luasan 56.141 Ha yang terdapat pada:

a. Kecamatan Bahorok; b. Kecamatan Salapian;

(25)

25 c. Kecamatan Kutambaru;

d. Kecamatan Sei Bingei; e. Kecamatan Kuala;

f. Kecamatan Batang Serangan; g. Kecamatan Sawit Seberang; h. Kecamatan Sei Lepan; i. Kecamatan Brandan Barat; j. Kecamatan Besitang;

k. Kecamatan Pangkalan Susu; dan l. Kecamatan Pematang Jaya.

(3) hutan produksi tetap sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b memiliki luasan 39.453 Ha yang terdapat pada:

a. Kecamatan Secanggang; b. Kecamatan Tanjung Pura; c. Kecamatan Gebang;

d. Kecamatan Babalan; e. Kecamatan Sei Lepan; f. Kecamatan Brandan Barat; g. Kecamatan Besitang;

h. Kecamatan Pangkalan Susu; dan i. Kecamatan Pematang Jaya;

Paragraf 2

Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 34

(1) Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertanian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) huruf b meliputi:

a. pertanian lahan basah; b. pertanian lahan kering; dan

(2) Kawasan pertanian lahan basah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa sawah dan rawa memiliki Luas ± 49. 293 Ha meliputi:

a. Kecamatan Bahorok; b. Kecamatan Binjai; c. Kecamatan Sei Bingei; d. Kecamatan Kuala; e. Kecamatan Salapian; f. Kecamatan Selesai; g. Kecamatan Stabat; h. Kecamatan Secanggang; i. Kecamatan Hinai; j. Kecamatan Besitang; k. Kecamatan Wampu;

l. Kecamatan Padang Tualang; m. Kecamatan Sei Lepan;

n. Kecamatan Tanjung Pura; o. Kecamatan Gebang;

p. Kecamatan Babalan;

q. Kecamatan Brandan Barat; r. Kecamatan Batang Serangan; s. Kecamatan Sirapit;

t. Kecamatan Pangkalan Susu; dan u. Kecamatan Pematang Jaya.

(26)

26

(3) kawasan pertanian lahan kering sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah tanaman pangan dan hortikultura meliputi;

a. Kecamatan Besitang; b. Kecamatan Bahorok; c. Kecamatan Hinai;

d. Kecamatan Tanjung Pura; e. Kecamatan Sei Bingei; f. Kecamatan Binjai; g. Kecamatan Selesai; h. Kecamatan Wampu; dan i. Kecamatan Secanggang.

Paragraf 3

Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Perkebunan Pasal 35

(1) Pola ruang kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) huruf c seluas kurang lebih ± 202.485 Ha terdiri dari berbagai komoditas perkebunan.

(2) Pengembangan kawasan perkebunan tersebar di seluruh kecamatan.

(3) Lahan perkebunan komoditas yang meliputi kelapa sawit, cokelat, tembakau, karet, kelapa, tebu, nilam dan kopi.

Paragraf 4

Rencana Pengembangan Kawasan Peternakan Pasal 36

(1) Pola ruang kawasan peternakan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) huruf d meliputi kawasan budidaya khusus peternakan yang terintegrasi dengan kawasan peruntukan pertanian dan perkebunan.

(2) Pengembangan kawasan peternakan meliputi: a. peternakan hewan besar;

b. peternakan hewan kecil; dan c. peternakan unggas.

(3) Arahan sentra produksi peternakan hewan besar sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah sapi potong dan kerbau meliputi: a. Kecamatan Sei Bingei;

b. Kecamatan Kuala; c. Kecamatan Selesai; d. Kecamatan Binjai e. Kecamatan Wampu;

f. Kecamatan Batang Serangan; g. Kecamatan Sawit Seberang; h. Kecamatan Padang Tualang; i. Kecamatan Hinai;

j. Kecamatan Secanggang; k. Kecamatan Pematang Jaya; l. Kecamatan Stabat;

m. Kecamatan Bahorok; dan n. Kecamatan Sirapit

(4) Arahan sentra produksi Peternakan hewan kecil sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah domba, kambing, dan babi meliputi:

(27)

27 a. Kecamatan Selesai;

b. Kecamatan Binjai; c. Kecamatan Hinai; d. Kecamatan Wampu;

e. Kecamatan Padang Tualang; f. Kecamatan Sawit Seberang; g. Kecamatan Tanjung Pura; h. Kecamatan Sei Bingei; i. Kecamatan Kuala; dan j. Kecamatan Gebang.

(5) Arahan sentra produksi Peternakan unggas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah ayam dan itik meliputi:

a. Kecamatan Binjai; b. Kecamatan Selesai; c. Kecamatan Kuala; d. Kecamatan Salapian;

e. Kecamatan Tanjung Pura; dan f. Kecamatan Secanggang.

Paragraf 5

Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Perikanan dan Kelautan Pasal 37

(1) Pola ruang kawasan peruntukan perikanan dan kelautan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) huruf e meliputi:

a. Kawasan perikanan budidaya; dan b. Kawasan perikanan tangkap.

(2) Pengembangan kawasan budidaya perikanan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. pengembangan perikanan laut dan budidaya (tambak), diarahkan di Kecamatan Pematang Jaya, Pangkalan Susu, Tanjung Pura, Brandan Barat, Sei Lepan, Gebang, Besitang, Babalan, dan Kecamatan Secanggang; dan

b. perikanan air tawar berupa kolam potensial dikembangkan di seluruh kecamatan di Kabupaten Langkat, sedangkan perikanan air tawar berupa mina padi potensial dikembangkan di lahan sawah beririgasi di Kabupaten Langkat.

(3) Pengembangan kawasan perikanan tangkap di Kabupaten Langkat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. perikanan tangkap di laut diarahkan pada jalur penangkapan ikan 0 – 4 mil dari garis pantai di Kecamatan Pematang Jaya, Pangkalan Susu, Tanjung Pura, Brandan Barat, Sei Lepan, Gebang, Besitang, Babalan, dan Kecamatan Secanggang;

b. perikanan tangkap di perairan umum diarahkan di Kecamatan Kutambaru, Sei Bingei, Bahorok, Salapian, Kuala, Selesai, Padang Tualang, Stabat, Wampu, Hinai dan Tanjung Pura; dan

c. pengembangan perikanan terpadu melaui konsep minapolitan dipusatkan di Kecamatan Pangkalan Susu dan didukung oleh desa-desa pesisir.

(4) Pengembangan kawasan peruntukan perikanan dilakukan di wilayah yang memiliki potensi dan sesuai untuk pengembangan perikanan dan kelautan meliputi :

(28)

28

a. Kawasan agromarinepolitan meliputi kawasan pantai timur Kabupaten Langkat

b. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) untuk mendukung kegiatan perikanan tangkap meliputi PPI Pangkalan Susu, PPI Pangkalan Brandan dan PPI Kuala Gebang.

(5) untuk pengembangan perumahan nelayan diarahkan di Kecamatan Brandan Barat, Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Babalan dan Pangkalan Susu.

Paragraf 6

Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 38

(1) Kawasan peruntukan pertambangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) huruf f, meliputi:

a. pertambangan rakyat; dan b. pertambangan besar

(2) Kawasan pertambangan rakyat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : Pertambangan batuan berada di Kecamatan Kutambaru, Bahorok, Salapian, Kuala, Sirapit, Selesai, Sei Bingei, Wampu, Batang Serangan, Sawit Seberang, Pangkalan Susu dan Brandan Barat.

(3) Kawasan pertambangan besar sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. pertambangan minyak dan gas bumi berada di Pangkalan Susu, Brandan Barat, Sei Lepan, Babalan, Hinai, Padang Tualang, Secanggang dan Binjai;

b. tambang panas bumi; c. tambang batu bara; dan

d. tambang air tanah CAT Medan.

Pasal 39 (1) Potensi bahan tambang adalah :

a. jenis bahan galian di Kecamatan Bahorok berupa fospat, kaolin, sirtu/batuan, pasir, lempung/tanah liat, batu gamping/batu kapur, tanah urug, dan batubara;

b. jenis bahan galian di Kecamatan Salapian berupa lempung/tanah liat, batu gamping/batu kapur, sirtu/batuan, tanah urug, dan kalsit;

c. jenis bahan galian di Kecamatan Kutambaru berupa lempung/tanah liat, batu gamping/batu kapur, sirtu/batuan dan kalsit;

d. jenis bahan galian di Kecamatan Kuala berupa lempung/tanah liat, batu gamping/batu kapur, sirtu/batuan, tanah urug, dan pasir;

e. jenis bahan galian di Kecamatan Sirapit berupa sirtu/batuan, tanah urug, dan pasir;

f. jenis bahan galian di Kecamatan Sei Bingei berupa lempung/tanah liat, batu gamping/batu kapur, sirtu/batuan, tanah urug, dan pasir;

g. jenis bahan galian di Kecamatan Selesai berupa sirtu/batuan, tanah urug, dan pasir;

h. jenis bahan galian di Kecamatan Binjai berupa sirtu/batuan, tanah urug, dan pasir;

i. jenis bahan galian di Kecamatan Stabat berupa sirtu/batuan, tanah urug, dan pasir;

(29)

29

j. jenis bahan galian di Kecamatan Wampu berupa sirtu/batuan, pasir dan tanah urug;

k. jenis bahan galian di Kecamatan Secanggang berupa feldspar, pasir laut dan tanah urug;

l. jenis bahan galian di Kecamatan Hinai berupa kulit kerang dan tanah urug;

m. jenis bahan galian di Kecamatan Padang Tualang berupa gambut, tanah urug, sirtu/batuan dan pasir;

n. jenis bahan galian di Kecamatan Batang Serangan berupa batubara, emas, tanah urug, sirtu/batuan dan pasir;

o. jenis bahan galian di Kecamatan Sawit Seberang berupa emas, tanah urug, sirtu/batuan dan pasir;

p. jenis bahan galian di Kecamatan Tanjung Pura berupa feldspar, tanah urug, sirtu/batuan dan pasir;

q. jenis bahan galian di Kecamatan Gebang berupa kuarsa, pasir laut dan tanah urug;

r. jenis bahan galian di Kecamatan Babalan berupa pasir laut dan tanah urug;

s. jenis bahan galian di Kecamatan Brandan Barat berupa oker, batu setengah mulia, tanah urug, sirtu/batuan dan pasir;

t. jenis bahan galian di Kecamatan Sei Lepan berupa tanah urug;

u. jenis bahan galian di Kecamatan Besitang berupa bentonit tanah urug, sirtu/batuan dan pasir;

v. jenis bahan galian di Kecamatan Pangkalan Susu berupa pasir kuarsa, pasir laut, feldspar, tanah urug, sirtu/batuan dan pasir;

w. jenis bahan galian di Kecamatan Pematang Jaya berupa pasir pasir laut, feldspar, tanah urug; dan

x. terdapatnya pertambangan minyak dan gas bumi yang masih berpotensi di Kabupaten Langkat.

(2) Potensi bahan tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui tahapan eksplorasi dan operasi produksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Paragraf 7

Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri Pasal 40

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) huruf g, diarahkan kepada :

a. pengembangan industri yang memiliki hubungan dan keterkaitan erat dengan sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan pariwisata;

b. memperluas lapangan kerja, kesempatan berusaha dan meningkatkan volume ekspor;

c. peningkatan kualitas produksi dan daya saing;

d. menciptakan iklim usaha yang tetap untuk mendorong investasi lokal. (2) Kawasan peruntukan industri, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan :

a. industri kecil dapat diarahkan diseluruh kecamatan;

Referensi

Dokumen terkait

(1) Perizinan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf b merupakan acuan dan dasar bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan

(1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b, merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang sesuai rencana struktur

(1) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 huruf b, merupakan acuan bagi Pemerintah Provinsi yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada 43 ayat (7) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang

(1) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf b, merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang dengan

(1) Perizinan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang

(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang