• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adolescent Behavior and Knowledge Relationship on HIV/AIDS Occur at Kalibobo Nabire Community Health Center

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Adolescent Behavior and Knowledge Relationship on HIV/AIDS Occur at Kalibobo Nabire Community Health Center"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

The Maternal & Neonatal Health Journal is an open-access journal published by Neolectura, published twice a year. Maternal & Neonatal Health Journal is a scientific publication media in the form of conceptual papers and field research related to the study of obstetrics,

reproductive health, infants, toddlers, and development. The Maternal & Neonatal Health Journal is expected to be a medium for researchers and researchers to publish scientific work and become a reference source for developing science and knowledge.

34

Adolescent Behavior and Knowledge Relationship on HIV/AIDS Occur

at Kalibobo Nabire Community Health Center

Hubungan Perilaku dan Pengetahuan Remaja terhadap Kejadian HIV/AIDS di Puskesmas Kalibobo Nabire

Hasliani*, Alfonsina Bemey

STIKes Amanah Jalan Aroepala

[email protected]

Abstract

The HIV virus has a devastating impact by attacking the human immune system. This destruction attacks the community and even the country. This attack results in Acquired Immuno-Deficiency Syndrome (AIDS) which then increases its prevalence every year. The study in this research is about the relationship between behavior and knowledge of adolescents. This study used a quantitative study with a cross-sectional design. The population was 36 adolescents aged 12-15 years and the sample was 36 people who were at risk of HID / AIDS. The sampling technique was probability sampling or random by collecting primary and secondary data which were analyzed using a chisquare test and described descriptively. The results of the study were (1) statistical test by chi-square p = 0.486, it was said that there was no difference in the behavior of adolescents at risk or not. risk of HIV / A disease IDS so that there is a significant relationship between adolescent behavior at risk of HIV / AIDS in adolescents at Kalibobo Nabire Health Center. (2) Chi-square statistical test obtained a value of p = 0.003 (α> 0.05) that there is a relationship between adolescent knowledge of the occurrence of HIV / AIDS in adolescents at the Kalibobo Nabire Health Center.

Keywords: relationships, behavior, knowledge, adolescents, HIV / AIDS, nabire Abstrak

Virus HIV membawa dampak yang sangat menghancurkan dengan cara menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.Kehancuran ini menyerang masyarakat bahkan negara.Serangan ini mengakibatkan Acquired

Immuno-Deficiency Sindrome (AIDS) yang kemudian meningkatkan prevalensinya setiap tahunnya.Studi

dalam penelitian ini mengenai hubungan perilaku dan pengetahuan remaja terhadap kejadian HIV/AIDS di Puskesmas Kalibobo Nabire.Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain potong lintang atau cross-sectional.Populasinya remaja umur 12-15 tahun yang berjumlah 36 orang dan sampelnyanya pasien remaja yang beresiko HID/AIDS dengan jumlah 36 orang.Teknik samplingnya dengan probability

sampling atau random sampling.Pengumpulan data primer dan sekunder dengan cara responden mengisi

lembar kuisioner secara langsung yang dianalisis memakai chisquare test yang digambarkan secara deskriptif.Hasil penelitian yaitu (1) Uji statistik secara chisquare test p=0,486 maka dikatakan tak ada perbedaan perilaku remaja berisiko maupun tidak berisiko pada penyakit HIV/AIDS sehingga ada hubungan yang signifikan antara perilaku remaja yang berisiko terhadap HIV/AIDS pada remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire.(2)Uji statistik secara chisquare test memperoleh nilai p=0,003(α>0.05) bahwa ada hubungan pengetahuan remaja terhadap terjadinya HIV/AIDS pada remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire. Kata kunci: hubungan, perilaku, pengetahuan, remaja, HIV/AIDS, Nabire

PENDAHULUAN

Kejadian HIV/AIDS yang ditandai dengan gejala seperti penderita merasa demam, mengalami batuk, diare secara terus menerus yang diakibatkan oleh melemahnya kekebalan tubuhnya. HIV adalah sejenis virus yang mampu cara kerjanya menyerang sistem pada kekebalan tubuh manusia hingga membuat lemah kekebalan tubuh dari penderita. Penyakit ini sangat berbahaya yang mana penularannya

(2)

35 | Maternal & Neonatal Health Journal https://journal.neolectura.com/index.php/mnhj melalui cairan tubuh akibat hubungan seksual maupun penggunaan narkoba yang disuntikkan ke dalam tubuh (Kelly, 2016).

Jumlah kematian HIV/AIDS pada remaja mengalami peningkatan secara signifikan pada tahun 2016 di seluruh dunia sebesar 3,1 juta remaja di dunia dengan HIV/AIDS. Laporan UNICEF pada tahun 2017 menyebutkan sebanyak 435.078 orang. Sedangkan data Kemenkes RI ditahun 2017 kasus AIDS setiap 300 ribu penduduk berdasarkan provinsi, terdapat 40.56% di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus AIDS adalah sebanyak 1.090 orang. Diambil dari Ditjen PP & PL Kemenkes RI (2014) yaitu angka kejadian HIV/AIDS yang termasuk tinggi pada rentang usia 20 hingga 29 tahun. Hal ini berarti HIV positif terjadi 5 sampai 10 tahun sebelum dinyatakan AIDS, yaitu usia 10 sampai 19 tahun (Depkes, 2016).

Disebutkan bahwa pada tahun 2016 kontributor utama dari menyebarnya HIV/AIDS secara global adalah laki-laki sebanyak 75.457 dan pada tahun 2017 sebanyak 50.628.Penularannya salah satunya melalui program migrant workers.Migrant Workers atau masuknya tenaga kerja dari luar wilayah disebabkan pada saat itu kondisi ekonomi menuntut kaum pria yang berusia muda untuk bekerja di tempat yang jauh dari tempat tinggalnya maupun keluarga. Pada waktu yang bersamaan mereka juga melakukan aktivitas seks dengan PSK tanpa menggunakan pengaman (kondom) yang menyebabkan naiknya tingkat pertumbuhan HIV/AIDS di seluruh dunia secara cepat. Seperti diketahui bahwa aktivitas seksual merupakan salah satu penyebab HIV/AIDS (Weine, Bahromov, dan Mirzoev, 2016)

Berdasarkan Pengambilan Data Awal di Puskesmas Kalibobo Nabire tercatat total kasus HIV/AIDS sebanyak 26.483 jiwa di mana sekitar 500 lebih merupakan dari remaja yang berusia di kisaran 11-15 tahun, diperkirakan sekitar 220 orang perempuan dan 357 orang laki-laki, yang di antaranya ada yang telah meninggal dunia.

Penelitian sebelumnya di Mesir yang dilakukan Sayyed (2018) hanyalah untuk membandingkan apakah setiap tahun kasus HIV/AIDS akan menurun pada usia remaja dan lansia yang diduga memiliki hubungan yang cukup signifikan dengan faktor umur, jenis kelamin, maupun status perkawinan, faktor tingkat pendidikan, domisili tinggal dengan keluarganya, maupun tingkat pengetahuan diikuti sikap dalam menghadapi HIV/AIDS, dengan hitungan yaitu (P<0. 001) di mana ini merupakan perilaku yang sangat berisiko terjangkit HIV/AIDS.

Sedangkan penelitian oleh peneliti Nova Astuti Rianawati di Indonesia pada tahun 2018 di mana variabel karakteristiknya adalah sikap terhadap HIV/AIDS, menghasilkan kesimpulan bahwa memiliki hubungan variabel antara jenis kelamin serta variabel masa kuliah atau sekolah memperlihatkan hubungan yang langsung dengan kejadian HIV/AIDS.

Bersumber dari latar belakang inilah maka penulis kemudian merumuskan masalahnya menjadi “Apakah Hubungan Perilaku dan Pengetahuan Remaja terhadap Kejadian HIV/AIDS di Puskesmas Kalibobo Nabire?”

Penelitian ini pada umumnya bertujuan mengetahui Hubungan Perilaku Remaja dan Pengetahuan terhadap Kejadian HIV/AIDS pada Remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire. Sedangkan penelitian khususnya bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku remaja terhadap kejadian HIV/AIDS di Puskesmas Kalibobo Nabire. Selain itu juga untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja terhadap kejadian HIV/AIDS di Puskesmas Kalibobo Nabire.

HIV merupakan virus yang menyerang sistem pada kekebalan manusia di mana pengidap HIV positif ini menunjukkan bahwa setelah lewat tahun pertama belum tampak satu pun gejala, baik secara fisik yang kelihatannya dari luar sama dengan manusia sehat lainnya. Di saat yang hampir bersamaan, fisiknya yang tampak normal ini tidak menutup kemungkinan dia bisa saja dia sudah menularkan virusnya pada orang lain. Demikian yang dikutip dari Noorhidayah (2015), yang menurutnya membawa dampak yang sangat menghancurkan.

Sedangkan AIDS adalah sebuah kumpulan gejala dari terinfeksi HIV yang berakibat hilangnya sistem kekebalan tubuh. AIDS bukan berarti penyakit keturunan melainkan karena terinfeksi virus penyebab AIDS. AIDS ini berarti telah sampai pada fase terminal (akhir) dari infeksi HIV. Cara penularannya melalui (Kelly, 2015; Depkes, 2015; Depkes 2016):

(3)

Maternal & Neonatal Health Journal | 36 1. Penggunaan jarum suntik secara bersama-sama yang kemudian disuntikkan bersama-sama pula

memakai obat-obat golongan IV.

2. Melakukan seks anal, hubungan seks, dan seks oral dengan penderita AIDS. 3. Melaksanakan donor darah atau transfusi darah yang mengandung HIV.

4. Ibu hamil yang menurunkan virus dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin yang dikandungnya.

Dari data Depkes (2016) bahwa HIV/AIDS tidak dapat ditularkan karena: 1. Tinggal serumah dengan penderita AIDS (tanpa mengadakan hubungan seks). 2. Menyentuh penderita HIV/AIDS.

3. Menyentuh pakaian dan barang bekas penderita. 4. Jabatan tangan.

5. Bersin dan batuk di sekitar orang. 6. Berciuman pipi atau bibir.

7. Menggunakan piring, gelas yang sama untuk makan dan minum bersama. 8. Digigit nyamuk dan serangga lain yang telah menggigit penderita HIV/AIDS. 9. Berenang di kolam renang yang sama.

Mengenai gejala-gejala HIV/AIDS, menurut Kelly (2016) bahwa:

1. Influensa, membengkaknya kelenjar limfanya, berkeringat malam hari, diare, infeksi pernapasan dan pencernaan yang berulang.

2. Infeksi jamur.

3. Terjadi limfoma non-Hodgkins. 4. Lesi kulit keunguan (sarkoma kaposi). 5. Sering infeksi.

6. Sering lupa. 7. Sulit bicara. 8. Tremor. 9. Seizure.

Ditambahkan Depkes (2016),gejala lainnya berupa: 1. Mengalami kelelahan maupun lesu.

2. Menurunnya berat badan secara drastis. 3. Diare berkepanjangan

4. Nafsu makan menurun.

5. Adanya bercak putih dilidah dan mulut penderita. 6. Kanker kulit yang bisa saja menyerang penderita. 7. Mengalami radang paru-paru.

Deteksi dini status HIV dapat dilakukan melalui upaya:

1. Upaya konseling yang merupakan proses dialog yang terjadi antara konselor dan kliennya untuk menumbuhkan motivasi serta mampunya klien untuk memahami HIV/AIDS dengan risiko yang berakibat pada dirinya, pasangan serta keluarganya maupun orang-orang di sekitarnya. Konseling ini mengutamakan pula dukungan secara psikologi, menyediakan info tentang HIV/AIDS, mengupayakan pencegahan tertular HIV/AIDS, perubahan perilaku yang lebih bertanggung jawab agar tidak menulari orang lain serta mengontrol pergaulan, menjalani pengobatan Antiretriviral atau ARV (Depkes, 2016).

2. Tes bagi antibodi melalui tes HIV yang terbuka atau tes antigen yang mendeteksi adanya virus. Tes darah ini untuk memastikan seseorang yang telah terinfeksi HIV (Depkes, 2016).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah: 1. Perilaku

Menurut Wawan dan Dewi (2015) bahwa perilaku adalah bentuk dari respons individu dari suatu stimulus atau suatu tindakan yang mudah untuk diamati yang disertai frekuensi secara spesifik, durasi waktu, tujuan yang disadari ataupun tidak. Dengan kata lain perilaku adalah kelompok faktor-faktor yang memiliki interaksi satu sama lain. Tanpa disadari terkadang interaksi tersebut lebih

(4)

37 | Maternal & Neonatal Health Journal https://journal.neolectura.com/index.php/mnhj kompleks menyebabkan manusia tidak memikirkan perilaku tertentu tersebut. Konsepnya secara biologis adalah merupakan aktivitas dari yang bersangkutan. Sehingga kedudukan perilaku manusia sesungguhnya merupakan aktivitas dari manusia tersebut. Menurut Wawan dan Dewi (2015) lagi, konsep dari hereditas atau keturunan menjadi dasar atau modal untuk melanjutkan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Adapun lingkungan menjadi kondisi atau tempat bagi berkembangnya perilaku tersebut. Bertemunya kedua faktor tersebut dalam rangka mewujudkan perilaku sebagai hasil dari proses belajar.

Skinner (dalam Wawan dan Dewi, 2015) menyebutkan yaitu perilaku adalah hasil dari stimulus dengan respons. Skinner membedakan 2 jenis respons menjadi perilaku (bagi manusia) yang merupakan seluruh kegiatan manusia, yang diamati langsung maupun yang tidak langsung secara pihak di luar manusia tersebut. Skinner turut merumuskan tentang perilaku yang menjadi respons dari seseorang terhadap rangsangan dari luar. Bersumber dari model perubahan perilaku tipe precede-proceed (model promosi kesehatan) yang perilakunya secara kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik individu maupun lingkungan. Menurut Lawrence Green dan M. Kreuter (2015) beberapa faktor yang berpotensi untuk memberi pengaruh determinan perilaku maupun lingkungan, ini diklasifikasikan sebagai predisposing factors,reinforcing factors dan enabling factors yang mempengaruhi kemungkinan perubahan perilaku dan lingkungan yang akan terjadi secara kolektif.

Menurut Kusmiran E (2016),terjadinya peralihan dari masa anak ke dewasa (disebut remaja) dapat meliputi seluruh perkembangan yang dialami. Masa remaja adalah masa persiapan dalam memasuki masa dewasa. Di masa ini kehidupan individu menjadi eksplorasi secara psikologis demi mendapatkan identitas dirinya. Transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja menjadi gerbang dimulainya pengembangan konsep diri agar lebih berbeda. Perkembangan psikis seorang remaja erat kaitannya dengan periode pubertas yang mengiringi perkembangan seksualnya. Selain perubahan secara seksual, remaja pun berubah secara fisik dan emosional yang tercermin melalui sikap maupun perilakunya. Periode remaja adalah usia di mana sedang mengalami kerentanan terhadap ancaman risiko kesehatan yang salah satunya berkaitan dengan kesehatan seksual maupun reproduksi yang salah satunya adalah ancaman HIV/AIDS.

Bila ini terjadi, maka kondisi ini akan menyebabkan remaja tersebut rentan terhadap masalah perilaku berisiko dalam penularan HIV/AIDS.HIV/AIDS dimasa remaja tak terlepas dari globalisasi yang berkembang secara pesat yang mengakibatkan adanya perubahan kehidupan sosialnya, gaya hidup yang cenderung melakukan perilaku yang berisiko misalnya hubungan seksual dengan pasangan yang berbeda-beda hingga kepada penggunaan narkoba secara bersama-sama yang memicu hubungan seksual dan gangguan kesehatan. Dalam merespons rangsangan-rangsangan yang ada, maka jenis-jenis rangsangan pun terdiri atas:

a. Respondent respons atau reflexive respons yang ditimbulkan oleh berbagai rangsangan tertentu. Rangsangan semacam ini dinamakan eliciting stimuli yang respons-responsnya relatif tetap. Umpamanya cahaya yang kuat menyebabkan mata tertutup. Respondent respons atau respondent behaviour ini mencakup juga emotional behaviour yang mana menimbulkan hal yang kurang mengenakkan bagi yang bersangkutan umpamanya menangis sedih, sakit, muka merah, tekanan darah meningkat karena marah. Sebaliknya berbagai hal yang mengenakkan dapat pula menimbulkan perilaku emosional berlebihan misalnya dalam tertawa, berjingkat-jingkat karena senang.

b. Operant respons atau instrumental respons timbul dan berkembang yang diikuti akibat rangsangan tertentu. Perangsangnya disebut reinforcing stimuli atau reinforcer yang karena rangsangan tersebut menguatkan respons yang telah dilakukan oleh organisme tersebut.Rangsangan yang seperti ini mengikuti atau menguatkan perilaku yang telah dilakukan sehingga orang akan lebih giat lagi melakukan perbuatan tersebut.

Perilaku yang berisiko terhadap HIV/AIDS meliputi faktor-faktor, yaitu: a. Umur

Pendapat Green (1990) melalui Anggreani (2015) adalah variabel demografik sebagai predisposisi bagi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, maka umur juga merupakan variabel

(5)

Maternal & Neonatal Health Journal | 38 penting dalam setiap penelitian sosial kesehatan. Seiring dengan meningkatnya penderita HIV/AIDS, maka ditemukan bahwa terdapat beberapa kelompok yang lebih rentan berperilaku seksual dan berisiko terhadap HIV/AIDS. Hal ini berkaitan erat dengan variasi perilaku berisiko berdasarkan umur. Kelompok remaja dengan umur yang masih muda dikatakan merupakan masa kritis dalam memahami perilaku kesehatan yang masih belum matang. Walaupun ada juga kelompok remaja yang telah diberi kemampuan kognitif untuk menentukan perilakunya yang sehat, tetapi ada juga remaja yang terdorong oleh hasrat dan kekuatan lain yang membuat remaja tersebut tidak berperilaku secara sehat lagi. Termasuk perilaku untuk mencoba hubungan seksual. Berbeda dengan remaja, maka kelompok dewasa dianggap kurang memiliki perilaku berisiko alias mampu mengontrol dirinya. Kelompok umur dewasa mulai mempraktikkan perilaku yang lebih sehat (Sarafino dalam Anggreani, 2015).

b. Pendidikan

Dalam menyaring informasi yang masuk, maka tingkat pendidikan sangat mempengaruhinya. Pendidikan setingkat SMA bahkan yang sarjana atau lebih memiliki kemampuan menyerap informasi yang bersifat mendidik. Semakin tinggi pendidikan maka kemampuan menyerap pesan dibidang kesehatan pun akan lebih baik. Apalagi bila tentang HIV/AIDS (Utomo, dkk. dalam Anggreani, 2015).

c. Status Pernikahan

Masih menurut Utomo, dkk. (dalam Anggreani, 2015) ialah status pernikahan seseorang ikut mengontrol yang pada prinsipnya bahwa pernikahan mendorong seseorang untuk meningkatkan hubungannya ke jenjang yang lebih melalui ikatan pernikahan. Terikat tidak hanya secara hukum agama, negara namun juga terikat dalam melakukan hubungan seksual yang berhubungan dengan fungsi reproduksi dalam menghasilkan keturunan. Meskipun ada juga yang walaupun statusnya telah menikah namun masih memilih berperilaku seksual yang berisiko dengan banyak pasangan atau bergonta-ganti pasangan.

d. Narkoba

Narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, sintetis, semi sintetis yang menurunkan kesadaran sehingga berubah menjadi tidak sadar sampai pada menimbulkan ketergantungan. Jenis dari narkoba seperti ganja, sabu, opium, morfin, heroin, ekstasi, dan lain-lain. Efeknya pun dari masing-masing dari narkoba ini sangat bervariasi. Sedangkan jenis narkoba yang berisiko terhadap HIV/AIDS secara langsung yaitu narkoba yang menggunakan jarum suntik, di mana pengguna biasanya menggunakan satu jarum suntik yang dipakai bersamaan untuk beberapa orang sehingga dapat menyebabkan penularan penyakit HIV/AIDS (BNN,2016)

e. Remaja

Berbicara tentang masa remaja, adalah periode di mana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. WHO menegaskan bahwa remaja adalah penduduk yang usianya berada dalam range 10-19 tahun. Masa seorang remaja telah mengalami kematangan secara biologis, mencari jati diri dan sifat khas remaja melalui rasa ingin tahu yang menggebu-gebu, suka akan tantangan petualangan serta cenderung berani menanggung risikonya tanpa berpikir matang. Informasi yang benar akan mudah meletakkan remaja pada kondisi yang sangat benar.

Bila remaja tersebut tidak dibekali dengan informasi yang benar mengenai proses perkembangan mental dan kesehatan remaja maka remaja tersebut akan mengalami berbagai masalah kesehatan remaja banyak terjadi seperti kekerasan, malnutrisi, obesitas, napza, trauma, penyalahgunaan alkohol, merokok dan perilaku seksual pranikah (Sarwono, 2017).

2. Pengetahuan

Pendapat Notoadmodjo (2015) bahwa pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui pancaindra yang dimiliki. Sehingga saat pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut bisa dikatakan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek tersebut. Pengetahuan terbesar seseorang dapat dikatakan diperoleh melalui

(6)

39 | Maternal & Neonatal Health Journal https://journal.neolectura.com/index.php/mnhj indra pendengaran dan indra penglihatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Ada 6 (enam) tingkat pengetahuan ialah:

a. Tahu (know) yang diartikan merupakan recall (memanggil) yang telah termemori sebelumnya yang dimulai setelah mengamati objek.

b. Memahami (comprehension) yang diartikan suatu objek bukan hanya sekedar tahu tapi naik tingkat menjadi terhadap objek tersebut bahkan mampu menyebutkan sampai pada menginterpretasikan secara benar tentang objek tersebut.

c. Mengaplikasikan atau menerapkan (application) yang diartikan bahwa bila seseorang telah memahami objek yang dimaksud maka akan mudah menggunakan atau mengaplikasikan yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Menganalisis (analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan atau memisahkan yang lalu dihubungkan antar komponen dalam masalah atau objek tersebut. Indikasi pengetahuan telah sampai pada tingkat analisis dengan kemampuan membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis) adalah merangkum atau meletakkan dasar pikiran maupun hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Sintesis dapat pula dikatakan sebagai suatu kemampuan dalam menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation) adalah yang selalu dikaitkan dengan kemampuan orang untuk menjustifikasi terhadap objek tertentu. Penilaian ini secara langsung didasarkan pada kriteria yang telah ditentukan sendiri melalui beragam norma yang berlaku dimasyarakat.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain potong lintang atau cross-sectional. Teknik samplingnya probability sampling (random sampling) dengan mengumpulkan data primer dan sekunder yang dianalisis memakai chisquare test yang digambarkan secara deskriptif. Lokasi penelitian di Puskesmas Kalibobo Nabire yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2020.Populasinya adalah seluruh remaja berjumlah 36 orang di Puskesmas Kalibobo Nabire. Demikian juga dengan sampelnya adalah berjumlah 36 orang pasien remaja yang beresiko HID/AIDS di Puskesmas Kalibobo Nabire. Kriteria inklusinya adalah pasien yang berusia 12-15 tahun yang bersedia menjadi responden. Teknik samplingnya adalah probability sampling (random sampling) dengan alasan jumlah populasi di bawah 50 orang. Pengumpulan data melalui responden secara langsung dengan mengisi lembar kuisioner. Selanjutnya peneliti memberikan penjelasan kepada responden sesuai dengan tata cara dalam aturan dan etika penelitian. Responden yang bersedia dipersilakan menyetujui lembar inform consern dengan menandatangani dan mengisi jawabannya saat itu juga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Analisis Univariat a. Distribusi frekuensi

Tabel 1. Karakteristik Pasien di Puskesmas Kalibobo Nabire

No. variabel Frekuensi (n) Presentase (%)

1. Umur 12 – 13 14 - 15 24 12 66.7 33.3 Total 36 100 2 Jenis kelamin Laki-laki perempuan 21 15 58.3 41.7

(7)

Maternal & Neonatal Health Journal | 40

Total 36 100

Sumber: Diolah (2020)

Melalui pengolahan data yang telah dilakukan maka tabel distribusi frekuensi analisa univariat dan bivariatnya dianalisis, Tabel 1 menghasilkan analisis bahwa distribusi responden yang tertinggi pada kelompok umur yaitu berumur 12-13 tahun dengan responden sebanyak 24 orang responden (66.7%) yang paling rendah merupakan kelompok remaja berumur 14-15 tahun di mana responden sebanyak 12 orang (33.3%). Pada kelompok jenis kelamin yang tertinggi pada kelompok jenis kelamin laki-laki dengan 21 responden (58.3%), sedangkan yang paling rendah adalah jenis kelamin perempuan dengan 15 responden (41.7%).

b. Variabel Penelitian Perilaku dan Pengetahuan

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan Perilaku dan Pengetahuan Responden di Puskesmas Kalibobo Nabire

No. Variabel Penelitian Frekuensi Persen (%)

1. Perilaku Tidak Berisiko Berisiko 20 16 55.6 44.4 Total 36 100 2. Pengetahuan Rendah Tinggi 15 21 41.7 58.3 Total 36 100 Sumber: Diolah (2020)

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada variabel perilaku, dari 36 responden, terdapat responden yang perilaku tidak berisiko sebanyak 20 orang responden (55.6%), hasil observasi yang merupakan jawaban responden disebutkan responden adalah perilaku merupakan penilaian dan suatu etika yang dapat mencerminkan suatu perbuatan baik atau buruknya suatu tindakan. Namun perilaku remaja yang berisiko sebanyak 16 orang responden (44.4%) sesuai dengan kuesioner yang dijawab oleh responden bahwa perilaku berisiko pada kejadian HIV/AIDS pada remaja usia 12-15 tahun ini sangatlah tidak mempunyai risiko tinggi. Sedangkan pada variabel pengetahuan, dari 36 responden, terdapat responden yang tingkat pengetahuannya rendah sejumlah 15 orang responden (41.7%), di mana ini hasil yang sesuai dari kuesioner yang telah dijawab oleh responden menyebutkan tingkat pengetahuan pada kejadian HIV/AIDS remaja usia 12-15 tahun merupakan penilaian intelektual terhadap suatu bahaya HIV/AIDS remaja usia 12-15 tahun. Namun hampir semua hasil menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan remaja yang berusia 12-15 tahun ini yang tingkat pengetahuannya tinggi sebanyak 21 responden (58.3%), di mana ini sesuai hasil kuesioner dengan jawaban oleh responden di mana tingkat pengetahuan pada kejadian HIV/AIDS pada remaja usia12-15 tahun ini adalah tingkat pengetahuannya sangat tinggi mengenai HIV/AIDS.

c. Analisis Bivariat

Tabel 3. Hubungan Perilaku dan Pengetahuan Remaja Dengan Kejadian HIV/AIDS di Puskesmas Kalibobo Nabire

Kejadian HIV/AIDS pada Remaja Usia 12-15 Tahun Perilaku Remaja Ya Tidak Total P N % N % N % Value Berisiko 11 24.6 8 28.2 19 52.8 Tidak Berisiko 14 38.9 3 8.3 17 47.2 Total 25 67.3 11 32.7 36 100.0 0.486 Pengetahuan Tinggi 20 55.6 11 30.6 31 86.2

(8)

41 | Maternal & Neonatal Health Journal https://journal.neolectura.com/index.php/mnhj

Rendah 2 5.6 3 8.3 5 13.8

Total 22 61.1 14 38.9 36 100.0 0.003

Sumber: Diolah (2020)

Dari tabel 3 pada variabel perilaku berisiko sebanyak 11 orang responden, dengan persentase yang mengalami kejadian HIV/AIDS remaja usia 12-15 tahun yang mengatakan ya sebanyak 11 orang responden (24.6%) sedangkan yang mengatakan tidak 18 orang responden (28.2%).Pada responden tidak berisiko sebanyak 17 orang responden yang persentasenya sebanyak 14 orang (38.9%) menjawab tidak sebanyak 3 orang (8.3%) yang berperilaku berisiko yang paling banyak. Sehingga dapat diartikan bahwa tingkat perilaku pada remaja mengenai HIV/AIDS tersebut sangatlah berisiko. Analisis data dengan uji statistik chi-square nilai p=0.486(α>0,05) berarti Ha telah diterima dan Ho ditolak yang dikatakan ada atau memiliki hubungan perilaku terhadap kejadian HIV/AIDS pada remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire.

Sedangkan pada pengetahuan yang tinggi sebanyak 31 responden, dengan persentase yang mengalami kejadian HIV/AIDS pada remaja usia 12-15 tahun yang mengatakan ya sebanyak 20 orang responden (55.6%),yang mengatakan tidak sebanyak 11 orang responden (30.6%).Adapun yang rendah sebanyak 5 responden, dengan persentase yang mengatakan Ya sebanyak 2 orang responden (5.6%) responden dengan jawaban tidak sebanyak 3 orang responden (8.3%).Sehingga dapat diartikan bahwa tingkat pengetahuan remaja mengenai HIV/AIDS tersebut sangatlah tinggi. Dari analisis data dengan uji statistik chi-square nilai p=0.003(α>0.05),berarti Ha telah diterima dan Ho telah ditolak yang artinya ada hubungan pengetahuan terhadap kejadian HIV/AIDS pada remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire.

Pembahasan

Hubungan perilaku remaja pada kejadian HIV/AIDS di Puskesmas Kalibobo Nabire dengan kriteria objektif berisiko dan tidak berisiko didapatkan hasil dari uji statistik chi-square p=0.486(α>0.05) yang berarti Ha telah diterima dan Ho telah ditolak. Ini menunjukkan bahwa kejadian HIV/AIDS berhubungan dengan perilaku remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire.

Menurut Muscari (2006) selama hal tersebut sesuai dengan teori anak di rumah dan di luar. Menurut Nelson (2006) juga pada dasarnya sama, mereka akan mendapatkan dukungan orang tua, baik secara rohani maupun fisik. Anak merasa takut dan cemas ketika berpisah dengan orang tua dan terhadap anggota keluarga yang tidak harmonis, yang mengindikasikan perpisahan, sehingga anak perlu diberikan support kasih sayang. Demikian juga bila anak sering di luar rumah dan bergaul dengan sembarang orang, maka akan menimbulkan risiko yang besar terhadap terjadinya HIV/AIDS.

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada perilaku remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire, hal ini terlihat bahwa di Puskesmas Kalibobo Nabire terdapat hubungan antara perilaku remaja dengan HIV/AIDS. Kejadian ini sama dengan hasil penelitian Novita (2018) di RSUD Bitung Manado bahwa perilaku remaja dapat mempengaruhi kejadian HIV/AIDS pada remaja usia 12-15 tahun. Perilaku remaja merupakan hal terpenting dalam hal buat remaja terutama kejadian HIV/AIDS dalam menentukan pergaulan dengan orang lain terutama pada seseorang yang terkena positif virus HIV.

Terjadinya hubungan antara pengetahuan remaja dengan HIV/AIDS di Puskesmas Kalibobo Nabire menunjukkan analisis data dengan uji statistik chi-square dengan nilai p=0.003(α>0.05) yang artinya Ha telah diterima dan Ho telah ditolak. Hasil ini mengatakan terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian HIV/AIDS pada remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire

Pada tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ini sangatlah penting dalam ilmu mereka dapati untuk mendapatkan ilmu yang mereka dapat dari pengetahuan mereka masing-masing. Demikian ini dapat dikatakan terdapat keseriusan antara pengetahuan dengan Kejadian HIV/AIDS pada Remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire. Bila dikaji lagi hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian HIV/AIDS pada remaja ini yang menunjukkan bahwa pengetahuan yang tinggi tentang HIV/AIDS sebesar 86% dan yang tingkat pengetahuan rendah terhadap HIV/AIDS hanya berjumlah 14%.Analisisnya hubungan tingkat pengetahuannya yang tinggi dengan HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 31 orang responden (86,3%).Sedangkan yang tingkat pengetahuan yang rendah adalah 5 orang responden (13,7%) terhadap penyakit HIV/AIDS.

(9)

Maternal & Neonatal Health Journal | 42 Diperoleh nilai p=0,003 melalui uji statistik disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi antara pengetahuan baik tinggi maupun rendah terhadap penyakit HIV/AIDS (ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan keadaan HIV/AIDS terhadap remaja). Sejalan dengan Green (dalam Bloom, 2016) bahwa pengetahuan merupakan faktor penting dalam kehidupan sehari-hari seseorang, termasuk saat menghadapi sebuah persoalan kesehatan. Akan tetapi di sini tidak memenuhi syarat perubahan perilaku dan peningkatan pengetahuan tidak pasti menyebabkan perubahan tindakan. Keluarga, masyarakat yang taat dengan aturan maupun norma di dalamnya, akan menjadi benteng pertama untuk mengatasi perilaku seksual yang menyimpang maupun tidak terkontrol pada remaja.

Notoatmodjo (dalam Mutia, 2015) mengungkapkan bahwa pengetahuan itu mempunyai enam tingkatan seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Remaja yang disertai info yang cukup tetapi perilakunya justru berisiko kemungkinan dikarenakan tingkat pengetahuan yang dimilikinya baru mencapai tahap tahu (know) sehingga belum mampu mendorong remaja tersebut untuk tidak melakukan perilaku seksual yang memicu kejadian HIV/AIDS padanya. Didukung dengan penelitian Anggreani (2016) yang dilakukan di Jakarta Timur yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian terinfeksi HIV/AIDS. Remaja yang telah sampai pada tahap evaluasi adalah remaja yang telah mampu menilai mana yang baik dan yang tidak baik untuknya. Meskipun lingkungan pergaulannya tidak tertutup kemungkinan ada yang melakukan perilaku seksual, namun dengan dasar pengetahuan yang tinggi serta dukungan agama, keluarga, lingkungan, serta masyarakat yang baik, remaja tersebut akan mudah mengakomodasi dirinya menjadi pribadi yang baik pula.

PENUTUP

Perilaku remaja dan tingkat pengetahuan berhubungan dengan kejadian HIV/AIDS pada remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire. Hal ini sesuai dengan hasil analisis perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire yang menghasilkan p=0,486. Tidak ada perbedaan perilaku berisiko dan tidak berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS atau disebut ada hubungan yang signifikan antara perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Perilaku yang baik yaitu 52%. Sedangkan hasil analisis penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian HIV/AIDS pada remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire menyebutkan analisis data dengan uji statistik chi-square, diperoleh nilai p=0,003(α>0,05) yang berarti Ha telah diterima dan Ho telah ditolak yang berarti ada pengetahuan berhubungan dengan kejadian HIV/AIDS pada remaja di Puskesmas Kalibobo Nabire.

DAFTAR PUSTAKA

Angreani, S. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko Terinfeksi BNN. (2015). Model Advokasi Program P4GN Bidang Pencegahan. Direktorat Advokasi Deputi

Bidang pencegahan Badan Narkotika Nasional, 2011. Jakarta: BNN. Daly, T. and Dickson, K. (2015). Biological hazards. Nursing Standard 3, 43-46.

Depkes RI. (2016). Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary Counseling and Testing). Jakarta: Depkes, Pusat Promosi kesehatan.

Depkes, RI. (2016). Pedoman Penyuluhan AIDS Menurut Agama Islam. Jakarta: Depkes.

El-Sayyed. N, Kabbash. A, and El-Gueniedy. M. (2016). Knowledge, Attitude and Practices of Egyptian Industrial and Tourist Workers Towards HIV/AIDS. Eastern Mediterranean Health Journal, Vol. 14, No. 5.

Green et al. (n.d.). Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik. Proyek Pengembangan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI; Hamer et al. (2016). Knowledge and Use of Measures to Reduce Health Risks by Corporate Expatriate

Employees in Western Ghana. Journal of Travel Medicine, Volume 15, Issue 4. 237–242; HIV/AIDS pada Supir dan Kernet Truk Jarak Jauh di Jakarta Timur tahun 2015. Skripsi. Jakarta: FKM UI.

(10)

43 | Maternal & Neonatal Health Journal https://journal.neolectura.com/index.php/mnhj ILO. (2016). Kaidah ILO tentang HIV/AIDS di Tempat Kerja.

Kelly F.Gary. (2015). Sexuality Today. Clarkson University.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Kepmenkes RI nom 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen kesehatan Dan Keselamatan Kerja(K3) Di Rumah Sakit.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Keputusan Menteri Kesehatan NO.369/Menkes/SK/III/2017 tentang Standar Profesi Bidan.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Keputusan Menteri Kesehatan NO.938/Menkes/VIII/2017 tentang Standar Asuhan kebidanan.

Notoadmodjo. (2015). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Notoadmodjo. (2016). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Ramli, S. (2016). Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3. Jakarta: Dian Rakyat. Ramli, S. (2016). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian

Rakyat.

Rianawati, N. A. (2016). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Berisiko Terhadap HIV/AIDS pada Mahasiswa Indekost Belum Menikah di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016. Skripsi. Depok: FKM UI.

Stanhope, M dan Knollmueler, R.N. (2015). Keperawatan Komunitas & Kesehatan Rumah. Penerbit Buku Kedokteran.

Wawan, A. dan Dewi, M. (2017). Teori dan Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

Weine. S, Bahromov. M dan Mirzoev. A.(2016).Unprotected Tajik Male Migrant Workers in Moscow at Risk for HIV/AIDS. J Immigrant Minority Health 10. 461–468;

Referensi

Dokumen terkait

Tidak adanya hubungan bisa terjadi karena responden kurang mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan tentang HIV &amp; AIDS dari tokoh penting baginya seperti

Ada kaitannya antara usia dengan tingkat pengetahuan, penelitian Wijaya, Cindy (2009), menyimpulkan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan pencegahan HIV/AIDS adalah

Sedangkan dari tingkat pendidikan tampak bahwa persentase remaja dengan pengetahuan HIV dan AIDS dengan katagori baik pada remaja dengan pendidikan di atas SMP sebesar 58,6 persen

HIV/AIDS di UPTD Puskesmas Kota Atambua berdasarkan karakteristik jenis kelamin kasus HIV/AIDS tertinggi terjadi pada responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwasanya peranan pemangku adat yang berisiko sehingga dapat mengakibatkan kejadian HIV/AIDS pada kasus sebanyak 60,7 % sementara pada

Hasil Penelitian didapatkan Uji Chi Square terhadap pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS dengan pencegahan HIV/AIDS mendapatkan p value 0,009 (&lt; 0,05) yang

Pengetahuan Siswa tentang HIV/AIDS setelah dilakukan Penyuluhan Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden tentang HIV/AIDS setelah

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan,peneliti mengambil kesimpulan bahwa ada hubungan pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS dengan terjadinya