• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE KOPRESIPITASI, LIQUID- MIXING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE KOPRESIPITASI, LIQUID- MIXING"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS MULTIFEROIK BiFeO

3

DENGAN METODE KOPRESIPITASI,

LIQUID-MIXING DAN SOLID-STATE REACTION MENGGUNAKAN Fe2O3

HASIL

SINTESIS DARI PASIR BESI

Retno Asih, Darminto, Malik Anjelh Baqiya*

*Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 60111 Indonesia

Retno@physics.its.ac.id

ABSTRAK

Sintesis multiferoik BiFeO3 telah dilakukan dengan metode kopresipitasi, wet-mixing, dan

metode solid-state reaction menggunakan Fe2O3 yang merupakan hasil sintesis dari pasir besi.

Dalam penelitian ini digunakan variasi suhu kalsinasi, proses pemanasan langsung dan bertahap serta variasi holding time. Hasil sintesis dikarakterisasi dengan XRD (X-ray Difraction) dan DTA-TGA (Thermogravimetri-Differential Thermal Analysis). Fasa BiFeO3 dapat disintesis dengan

menggunakan Fe2O3 hasil sintesis dari pasir besi melalui metode kopresipitasi, liquid-mixing dan

solid-state reaction. Dekomposisi fasa BiFeO3 menjadi fasa sekunder BFO meningkat dengan

meningkatnya suhu kalsinasi dan holding time. Ukuran kristal BiFeO3 hasil sintesis dengan ketiga

metode tersebut berkisar 23 nm hingga 136 nm.

Kata Kunci : Multiferoik BiFeO3, kopresipitasi, wet-mixing, solid-state reaction

I. PENDAHULUAN

Multiferoik merupakan sebuah material yang mempunyai dua atau lebih sifat yaitu sifat listrik, magnet dan elastis dalam satu material. Dalam prakteknya, multiferoik sering sebagai material (anti)ferromagnetik sekaligus ferroelektrik dalam satu fase “fero” yang sama. BiFeO3 merupakan bahan multiferoik

yang berpotensi diaplikasikan sebagai magnetoelektrik dalam suhu ruang karena memiliki sifat ferroelektrik dan anti-ferromagnetik pada temperatur Curie dan temperatur Neel cukup tinggi yaitu 810oC dan

375oC. Akan tetapi aplikasi praktis dalam pemanfaatan multiferoik BiFeO3 masih

terkendala untuk mendapatkan fase tunggal BiFeO3. Hal ini terjadi karena permasalahan

yang timbul dari non-stoikiometri sehingga menimbulkan pengotor [1]. Fase pengotor seperti Bi2O3, Bi2Fe4O9 (mullite) dan

Bi25FeO39 (sillenite) adalah fase yang biasa

terbentuk selama sintesis. Fase ini mengubah stoikiometri dan menciptakan kekosongan oksigen. Selain itu oksida besi yang muncul selama pemrosesan dapat menghasilkan kebocoran arus yang tidak diinginkan untuk penggunaan praktis. Sintesis fase murni BFO agak sulit karena sifat termodinamik dan kinetika dari sistem Bi2O3-Fe2O3. Nanopowder

BFO dapat disintesis dengan wet chemical

method seperti sol-gel [2], auto combustion

[3], solvothemal [4] dan kopresipitasi [5] dan reaksi solid-state [6]. Tujuan dari setiap

metode tersebut adalah untuk mendapatkan BiFeO3 dengan kemurnian tinggi pada suhu

terendah dengan metode yang sederhana untuk menekan biaya sehingga efektif untuk aplikasi industri [7].

Pasir besi merupakan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Penggunaan pasir besi dalam penelitian telah berhasil disintesa menjadi ferrofluid, Fe2O3, Fe3O4 [8],

bahkan telah digunakan dalam sintesa nano-multiferoik BiFeO3[9][10]. Akan tetapi belum

berhasil diperoleh fase tunggal BiFeO3,

sehingga diperlukan analisis lebih lanjut untuk mensintesis multiferoik BiFeO3dari pasir besi

dengan mengatur proses heat treatment [9]. Hal tersebut yang menjadi latar belakang penelitian sintesis multiferoik BiFeO3

menggunakan variasi temperatur kalsinasi dan

holding time dengan tujuan mengetahui

pengaruh kalsinasi dalam sintesis multiferoik BiFeO3 melalui metode kopresipitasi,

liquid-mixing dan proses pencampuran solid-state

dengan raw material Fe2O3 yang disintesis

dari pasir besi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut definisi yang dikemukakan oleh Schmid, bahan multiferoik adalah bahan yang menggabungkan dua atau lebih fase ferroik seperti feroelastisitas, feroelektrik, feromagnetik dan ferotoroidisitas. Sebagian penelitian difokuskan pada bahan yang menggabungkan sifat magnetik dan

(2)

feroelektrik. Oleh karena itu, istilah multiferoik sering identik dengan bahan ferroelektrik-magnetik [11]. Sifat magnetik dihasilkan oleh adanya interaksi pertukaran antar dipol magnetik yang berasal dari kulit orbital terisi elektron. Sifat elektrik terjadi akibat adanya dipol listrik lokal. Sifat elastis merupakan sifat hasil perpindahan atom karena strain. Terjadinya simultan magnet dan listrik sangat menarik karena menggabungkan sifat yang bisa dimanfaatkan untuk penyimpanan informasi, pengolahan, dan transmisi. Bismuth-ferit (BiFeO3) merupakan

multiferoik magnetoelektrik yang menunjukan koeksistensi feroelektrik dan antiferomagnetik pada suhu kamar [12]. BiFeO3 menunjukan

polarisasi listrik pada suhu dibawah Tc~1120

K dan sifat magnetik pada suhu dibawah TN~640 K. Karena memiliki Tc yang tinggi

inilah, BiFeO3 secara fungsionalitas akan lebih meningkat [13].

Pada suhu ruang, bismuth ferit memiliki struktur perovskit rhombohedral dengan grup ruang R3c. Ion–ion Bi dan O secara bersama membentuk bangunan cubic close packing dengan ion Fe menempati posisi interstitial oktahedron. Struktur kubik perovskit dari BiFeO3dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 [a] Struktur Kubik Perovskit BiFeO3R3c [11] dan [b] Perovskit

Rhombohedral R3c [14]

Distorsi yang lebih dikenal dan memungkinkan untuk terjadinya distorsi ini yaitu menjadi stuktur rhombohedral dengan space group R 3 c. Bentuk strukturnya ditunjukkan pada Gambar 2.1[b]. Ukuran atom yang bertindak sebagai kation akan mempengaruhi bentuk distorsi kristal. Misalnya ukuran atara kation A dan kation B tidak bertaut terlalu jauh maka bentuk kristalnya cenderung berbentuk kubik , namun jika ukuran kation berbeda jauh maka cenderung berbenduk rhombohedral.

Diagram fasa Bi2O3-Fe2O3 dapat

dijadikan sebagai acuan/referensi dalam melakukan sintesis multiferoik BiFeO3.

Gambar 2 merupakan diagram fasa Bi2O3

-Fe2O3. Berdasarkan diagram tersebut fasa

α-BiFeO3 terbentuk pada saat konsentrasi Bi2O3

50% dan Fe2O3 50% yang disintering pada

suhu 825oC dan fasa β-BiFeO

3terbentuk pada

suhu sinter di atas 825oC dan di bawah 925oC

[15].

Gambar 2 Diagram fasa BiFeO3 [16]

BiFeO3 biasanya disiapkan dari Bi2O3 dan

Fe2O3dengan perbandingan mol 1:1, dan pada

suhu tinggi dapat terurai kembali ke bahan-bahan awal menurut persamaan:

2 → + (1)

III. METODE PENELITIAN

Sintesis BiFeO3 dilakukan dengan

metode kopresipitasi, liquid-mixing dan

solid-state reaction. Fe2O3 yang merupakan hasil

sintesis dari pasir besi digunakan sebagai raw

material dalam sintesis multiferoik. Sintesis

Fe3O4 dilakukan dengan metode kopresipitasi

dari pasir besi. Fe3O4 selanjutnya di kalsinasi

pada suhu 800oC selama 2 jam sehingga terbentuk fasa Fe2O3. Penggunaan Fe2O3

mengalami kendala ketika sintesis dengan metode kopresipitasi dan liquid-mixing. Hal ini dikarenakan Fe2O3 merupakan fasa stabil

sehingga Fe2O3 tersebut di kopresiptasi ulang

membentuk fasa Fe2O3.H2O yang cenderung

mudah larut dalam pelarut HCl atau HNO3.

Metode kopresipitasi dilakukan dengan melarutkan raw material kedalam HCl kemudian mengendapkan dengan NH4OH.

Serbuk hasil sintesis dengan metode kopresipitasi ini selanjutnya dilakukan heat

treatment pada suhu 750oC dengan variasi holding time. Holding time dilakukan secara

(3)

pemanasan bertahap selama 2(1+1) jam, 4(2+2) jam, 6(3+3) jam dan 6(2+2+2) jam. Pemanasan pada suhu 750oC dengan waktu penahanan 2 jam sampai 3 jam dapat membentuk fasa BiFeO3[9].

Metode liquid-mixing dilakukan

dengan raw material Fe2O3 dan serbuk Fe.

Pelarutan raw material kedalam HNO3

menghasilkan larutan Ferrit Nitrat Fe(NO ) dan Bismuth Nitrat Bi(NO ) . Kedua larutan distirrer dengan kecepatan dan suhu konstan yaitu 500 rpm 50oC sampai

larutan mengerak. Serbuk hasil sintesis diuji DTA-TGA (Thermogravimetri-Differential

Thermal Analysis) untuk mengetahui perilaku

sampel serbuk ketika dipanaskan. Heat

treatment dilakukan pada suhu 550oC, 600oC,

650oC, 700oC dan 750oC selama 1 jam. Selain

itu dilakukan variasi holding time.

Metode Solid-State Reaction

dilakukan dengan mencampurkan serbuk Bi2O3 aldrich (99,99%) dengan serbuk Fe2O3

hasil sintesis (93,96%) dengan medium aceton. Selanjutnya serbuk di kompaksi 6MPa. Pellet yang terbentuk disinter pada suhu 880oC

selama 480 sekon dengan kecepatan pemanasan 10oC/menit. Semua sampel

dikarakterisasi dengan X-Ray Diffractometer.

IV. ANALISA DATA DAN

PEMBAHASAN

Pasir besi yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan Fe2O3 berasal dari

pesisir Blitar, yaitu lokasi pada jarak 50 meter dari pantai Jolosutro Blitar. Gambar 3 menunjukkan pola difraksi sinar-X dari pasir besi.

Gambar 3. Pola Difraksi Sinar-X (λ=0,154056 nm) Pasir Besi Pantai Jolosutro Blitar

Pengujian XRF (X-ray Fluorescence) dilakukan untuk mendapatkan data kuantitatif kandungan unsur-unsur dalam pasir besi. Berdasarkan data XRF diketahui bahwa pasir

besi Pantai Jolosutro mengandung unsur besi (Fe) sebanyak 88,29% [20]. Pasir besi ini selanjutnya diekstraksi dan digunakan sebagai bahan dasar sintesis Fe2O3.

Tabel 1 Identifikasi fasa dari pasir besi 50 Blitar [20]

Fasa Fraksi Volum (%)

Magnetite (Fe3O4) 26,9%

Hematite (Fe2O3) 39,3%

Nikel Zinc Iron Oxide

[(Ni,Zn)Fe2O4] 33,78%

Hasil DTA/TGA dari sampel serbuk BiFeO3 yang disintesis dengan metode liquid

mixing dari Fe2O3.H2O ditunjukan pada

Gambar 4. Kurva DTA yang memberikan informasi tentang aliran panas (heat flow) yang terjadi pada serbuk serta kaitannya dengan reaksi eksoterm dan endoterm. Sedangkan kurva berwarna hitam merupakan kurva TGA yang memberikan informasi tentang pengurangan massa (weight loss) dari sampel yang dipanaskan dengan kecepatan 10oC per menit dari suhu ruang sampai suhu

1100oC. Massa awal serbuk sebesar 16,8136

gram. Massa sampel yang digunakan dalam uji DTA/TGA ini tidak boleh lebih dari 20 gram. Kurva TGA dan turunan kurva ditunjukan Gambar 5 untuk melihat weight loss selama pemanasan.

Weight loss sekitar 30% terjadi dalam

rentang suhu 113,25oC–501,78oC. Hal ini

mengindikasikan penguapan air (25-150oC),

dekomposisi urea (150-400 oC) dan

dekomposisi nitrat (400-470 oC) [17]. Setelah

suhu tersebut penurunan massa sangat kecil atau bisa dikatakan setelah suhu tersebut reaksi yang terjadi masih stabil. Terjadinya kehilangan massa pada serbuk dapat diindikasikan terjadinya transformasi fasa dengan pelepasan ikatan kimia. Pelepasan ikatan kimia ini berkaitan dengan terpisahnya atom sehingga menjadikan massa atom relatif (Mr) berubah. Selain itu weight loss juga bisa mengindikasikan penguapan garam-garam impuritas pada sampel.

Hasil uji DTA/TGA

tersebut selanjutnya dijadikan acuan suhu

kalsinasi

dengan

membandingkannya

terhadap diagram fasa dan referensi dari

jurnal. Suhu kalsinasi untuk sampel yang

disintesis dengan metode liquid mixing

yaitu 550

o

C, 600

o

C, 650

o

C, 700

o

C dan

750

o

C dengan holding time 1 jam.

(4)

Gambar 4 Kurva analisis DTA/TGA sampel serbuk yang disintesis dengan metode liquid

mixing

Gambar 5 Kurva TGA dan turunan pertama dari kurva pada sampel BiFeO3 yang disintesis dengan metode liquid mixing

Proses perubahan fasa hematit dimulai ketika Fe2+ dan Fe3+ dalam magnetit

dipanaskan sampai titik kritisnya (585 K) maka Fe2+ yang lebih tidak stabil dari pada

Fe3+ mengalami oksidasi menjadi Fe3+ dan

berdifusi sehingga terbentuk Fe2O3. Pada suhu

yang konstan misalkan 600° C, terjadi difusi antar partikel pada batas butir sehingga grain yang terbentuk semakin besar. Pola XRD dari Fe3O4 yang telah dikalsinasi pada suhu 800oC

selama 2 jam ditunjukan pada Gambar 4.6. Fasa hematite (Fe2O3) yang terbentuk 93,96%.

Gambar 6 Pola XRD Fe2O3yang disintesis

dari pasir besi Pantai Jolosutro, Blitar Fe2O3 digunakan sebagai bahan dasar

sintesis BiFeO3. Akan tetapi Fe2O3 ini sukar

larut dalam pelarut HCl maupun HNO3 ketika

sintesis BiFeO3 dengan metode kopresipitasi

dan liquid mixing sehingga akan

mempengaruhi perbandingan mol Fe:Bi dalam perhitungan stoikiometri. Untuk itu dilakukan kopresipitasi ulang dari Fe2O3 yang telah

disintesis. Hasil kopresipitasi ini menghasilkan Fe2O3.H2O yang mudah larut dalam pelarut

HNO3 dan HCl. Pola difraksi dari Fe2O3.H2O

ditunjukan pada Gambar 7 .

Gambar 7 Pola difraksi Fe2O3yang di

kopresipitasi ulang  Metode Kopresipitasi

Fase BiFeO3 sudah mulai terbentuk

dengan proses kalsinasi pada suhu 750oC.

Akan tetapi fraksi volum fasa BiFeO3 masih

kecil. Terdapat fasa-fasa sekunder BFO yang terbentuk seperti Bi46Fe2O72 dan Bi2Fe4O9.

Fraksi volum BiFeO3 meningkat dengan

meningkatnya holding time untuk pemanasan langsung. Fasa sekunder BFO terbentuk ketika

holding time 2 dan 3 jam dan fraksi volumnya

turut bertambah dengan kenaikan holding time sebagaimana BiFeO3. Adanya pengotor

Bi2Fe4O9dan Bi46Fe2O72terbentuk ketika suhu

dan oksigen tidak dikontrol secara akurat selama kristalisasi dari fasa BFO yang menyebabkan kinetika fasa formasi selalu menyebabkan tahapan impuritas lain di sistem Bi-Fe-O [18].

BiFeO3 mengalami dekomposisi fasa

selama holding time berlangsung sehingga komposisinya berubah. Bardasarkan hasil penelitiannya, komposisi BiFeO3 akan

menurun sedangkan komposisi Bi2Fe4O9 dan

Bi25FeO39 akan meningkat seiring

meningkatnya holding time. Ketika holding

time lebih dari 2 jam, fasa BiFeO3 mengalami

dekomposisi menjadi fasa Bi2Fe4O9 dan

Bi25FeO39 menurut persamaan reaksi [17]:

(5)

Gambar 8 Pola difraksi sampel yang di kalsinasi dengan variasi holding time

Gambar 9 Pola difraksi sampel pada pemanasan bertahap

Dalam penelitian ini menunjukan bahwa pemanasan bertahap dengan kelipatan lama pemanasan konstan (misalkan bertahap setiap 2 jam) mampu memberikan komposisi

fasa BiFeO3 lebih baik dari pada pemanasan

langsung. Akan tetapi harus memperhatikan dekomposisi BiFeO3. Holding time

berkaitan dengan pemberian kesempatan bagi atom-atom untuk menyusun diri membentuk fasa yang lebih stabil. Fraksi volum fasa BiFeO3 hasil sintesis dengan metode

kopresipitasi ditunjukan pada Tabel 2. Tabel 2 Fasa yang terbentuk pada sintesis

dengan metode kopresipitasi

No Perlakuan Fraksi volum BiFeO (%) 1 Tanpa pemanasan -2 750oC_1 jam 9,8 3 750oC_2 jam 13,9 4 750oC_3 jam 24 5 750oC_2(1+1)jam 26,4

Gambar 8 Pola difraksi sampel yang di

holding time

Gambar 9 Pola difraksi sampel pada pemanasan bertahap

Dalam penelitian ini menunjukan bahwa pemanasan bertahap dengan kelipatan lama pemanasan konstan (misalkan bertahap setiap 2 jam) mampu memberikan komposisi jumlah lebih baik dari pada pemanasan langsung. Akan tetapi harus memperhatikan

Holding time ini

berkaitan dengan pemberian kesempatan bagi atom untuk menyusun diri membentuk fasa yang lebih stabil. Fraksi volum fasa hasil sintesis dengan metode kopresipitasi ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 Fasa yang terbentuk pada sintesis dengan metode kopresipitasi

Fraksi volum BiFeO3 Fraksi volum BFO (%) -9,8 15,6 24,8 42,8 6 750oC_4(2+2) jam 7 750oC_6(3+3) jam 8 750oC_6(2+2+2) jam  Metode Liquid-Mixing

Metode liquid mixing

mencampurkan larutan Bismuth Nitrat [Bi(NO3)3] dan Ferrit Nitrat [Fe(NO

diperoleh dengan melarutkan Bi dalam asam nitrat HNO pada temperatur konstan 50

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan Ferrit Nitrat [Fe(NO3)3] merupakan Fe

yang telah di kopresipitasi ulang sehingga dapat terlarut sempurna dalam HNO

Sedikit pengotor Bi

pada sampel yang dikalsinasi pada suhu 700oC, yang disebabkan oleh dekomposisi fase

BiFeO3 pada suhu tinggi

Bi2Fe4O9 terbentuk pada pemanasan diatas

675oC [19]. Untuk mendapatkan fasa BiFeO yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan pemanasan pada suhu rendah dan pemanasan cepat (~1jam) sehingga meminimalisisr terbentuknya fasa sekunder Bi

Bi25FeO39. Walaupun begitu, fas

yang terbentuk pada suhu rendah ini merupakan fasa yang metastabil sehingga harus dihindari untuk perlakuan panas yang terlalu lama [17].

Gambar 10 Pola difraksi sampel yang dikalsinasi dengan variasi suhu selama 1 jam

Berdasarkan identifikasi f yang disintesis dengan metode dengan bahan dasar Fe2O

pasir besi berhasil membentuk fasa BFO dengan kemurnian tinggi

ditemukan impuritas berupa komponen Bi maupun Fe2O3. Fraksi volum fasa

37,1 55,3

33,9 49,6

22,3 71

liquid mixing dilakukan dengan

mencampurkan larutan Bismuth Nitrat ] dan Ferrit Nitrat [Fe(NO3)3] yang

diperoleh dengan melarutkan Bi2O3dan Fe2O3

dalam asam nitrat HNO3, sampai mengerak

pada temperatur konstan 50oC. Fe

2O3 yang

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan ] merupakan Fe2O3

telah di kopresipitasi ulang sehingga dapat terlarut sempurna dalam HNO3.

Sedikit pengotor Bi2Fe4O9 ditemukan

pada sampel yang dikalsinasi pada suhu C, yang disebabkan oleh dekomposisi fase pada suhu tinggi [17]. Fase kedua, pada pemanasan diatas . Untuk mendapatkan fasa BiFeO3

yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan pemanasan pada suhu rendah dan pemanasan cepat (~1jam) sehingga meminimalisisr terbentuknya fasa sekunder Bi2Fe4O9 dan

. Walaupun begitu, fasa BiFeO3

yang terbentuk pada suhu rendah ini merupakan fasa yang metastabil sehingga harus dihindari untuk perlakuan panas yang

Pola difraksi sampel yang dikalsinasi dengan variasi suhu selama 1 jam

Berdasarkan identifikasi fasa, sampel yang disintesis dengan metode liquid mixing

O3 hasil sintesis dari

pasir besi berhasil membentuk fasa BFO dengan kemurnian tinggi (Tabel 3). Tidak ditemukan impuritas berupa komponen Bi2O3

(6)

tertinggi diperoleh ketika sampel di kalsinasi pada suhu 550oC selama 1 jam. Fasa sekunder

BFO yang terbentuk menyertai pembentukan BiFeO3 adalah Bi2Fe4O9 dan Bi

Komposisi fasa BiFeO3 semakin berkurang

dengan semakin meningkatnya suhu kalsin Sebaliknya komposisi fasa sekunder BFO semakin bertambah dengan meningkatnya suhu kalsinasi. Hal ini dikarenakan pada suhu tinggi, BiFeO3 mengalami dekomposisi

menjadi fasa sekunder Bi Bi25FeO40.

Tabel 3 Fraksi volume fase BiFeO sampel yang disintesis dengan metode

mixing dari Fe2O3 No Perlakuan Fraksi volum BiFeO 3(%) Fase lain 1 550_1jamoC 41,8 Bi2Fe4O9(26,9%) Bi25FeO40(24,1%) 2 600_1jamoC 32,9 Bi2Fe4O9(30,3%) Bi25FeO40(32,8%) 3 650_1jamoC 29,6 Bi2Fe4O9(30%) Bi25FeO40(40,1%) 4 700_1jamoC 12,8 Bi2Fe4O9(35,4%) Bi25FeO40(49,6%) 5 750_1jamoC 5,3 Bi25FeO40(85,1%) 6 750_2jamoC 5 Bi25FeO40(84,3%) Bi, Fe2O3

Gambar 11 Perubahan komposisi BFO sebagai fungsi suhu kalsinasi

Perubahan komposisi fasa BiFeO fasa sekunder BFO sebagai fungsi kenaikan suhu kalsinasi disajikan pada gambar 11. tertinggi diperoleh ketika sampel di kalsinasi

C selama 1 jam. Fasa sekunder BFO yang terbentuk menyertai pembentukan dan Bi25FeO40.

semakin berkurang dengan semakin meningkatnya suhu kalsinasi. Sebaliknya komposisi fasa sekunder BFO semakin bertambah dengan meningkatnya suhu kalsinasi. Hal ini dikarenakan pada suhu mengalami dekomposisi menjadi fasa sekunder Bi2Fe4O9 dan

Fraksi volume fase BiFeO3pada

yang disintesis dengan metode liquid

Fase lain Fraksi volum BFO (%) (26,9%) (24,1%) 92,8 (30,3%) (32,8%) 96 (30%) (40,1%) 99,7 (35,4%) (49,6%) 97,8 (85,1%) 90,4 (84,3%) Bi, Fe2O3 89,3

Gambar 11 Perubahan komposisi BFO sebagai fungsi suhu kalsinasi

komposisi fasa BiFeO3 dan

fasa sekunder BFO sebagai fungsi kenaikan sajikan pada gambar 11.

Metode liquid mixing

dengan bahan dasar serbuk Fe murni sebagai perbandingan. Berbeda dengan

dari Fe2O3, ketika di kal

rendah 550oC terbentuk fasa Bi

Bi2O3 ini tidak terbentuk kembali ketika

kalsinasi pada suhu diatas 600

650oC telah terbentuk fasa BFO 100%. Fasa

sekunder BFO yang terbentuk yaitu Bi dan Bi25FeO40.

Gambar 12 Pengaruh variasi suhu kalsinasi dari sampel yang disintesis dari Fe Tabel 4 Fraksi volume fase BiFeO3 pada sampel yang disintesis dengan metode

mixing dari serbuk Fe

Perlaku an Fraksi Volum BiFeO3(%) Fasa lain Tanpa Pemana san 3,6 NHBi42NOO Bi25FeO 550oC_ 1jam 50,7 Bi2Fe Bi25FeO Bi2O 600oC_ 1jam 47,1 Bi2Fe Bi25FeO Bi2O 650oC_ 1jam 37,4 Bi2Fe Bi25FeO 750oC_ 3jam 42,6 Bi2Fe Bi25FeO

Pola difraksi menunjukan bahwa intensitas puncak fasa BiFeO

dengan semakin tingginya suhu kalsinasi sedangkan fasa sekunder semakin bertambah.

liquid mixing juga dilakukan

dengan bahan dasar serbuk Fe murni sebagai perbandingan. Berbeda dengan liquid mixing , ketika di kalsinasi pada suhu C terbentuk fasa Bi2O3. Komponen

ini tidak terbentuk kembali ketika kalsinasi pada suhu diatas 600oC. Pada suhu

C telah terbentuk fasa BFO 100%. Fasa sekunder BFO yang terbentuk yaitu Bi2Fe4O9

12 Pengaruh variasi suhu kalsinasi dari sampel yang disintesis dari Fe Tabel 4 Fraksi volume fase BiFeO3 pada sampel yang disintesis dengan metode liquid

dari serbuk Fe

Fasa lain Volum Fraksi BFO(%) O3, Fe2O3, NO3, Fe, Bi, FeO40(8,1%) 11,7 Fe4O9(2,9%) FeO40(8,6%) O3(37,7%) 62,3 Fe4O9(2,5%) FeO40(5,5%) O3(44,5%) 55,1 Fe4O9(9,5%) FeO40(53,1%) 100 Fe4O9(7,9%) FeO40(49,5%) 100

Pola difraksi menunjukan bahwa intensitas puncak fasa BiFeO3 menurun

dengan semakin tingginya suhu kalsinasi sedangkan fasa sekunder semakin bertambah.

(7)

Hal ini mengindikasikan adanya dekomposisi fasa BiFeO3pada suhu tinggi [17].

 Metode Solid-State Reaction

Metode solid-state reaction dilakukan dengan mencampurkan Bi2O3aldrich (99,99%)

dengan Fe2O3 hasil sintesis dari pasir besi

(93,96%) dengan medium aseton. Proses peletisasi dilakukan pada tekanan 6 MPa kemudian disintering pada suhu 880oC selama

480 sekon. Sampel dibentuk pelet dengan tujuan untuk memperkecil jarak antar partikel sehingga mempercepat distribusi panas selama sintering yang akan mempercepat reaksi maupun transformasi fasa.

Pembentukan fase tunggal BiFeO3

terjadi ketika Bi2O3menjadi fase cair bereaksi

dengan Fe2O3. Titik leleh Bi2O3 pada suhu

825oC. Oleh karena itu sintering dengan laju

pemanasan yang cepat dengan waktu singkat pada suhu 880oC menjadi acuan untuk

menghindari hilangnya Bi, pemisahan Fe2O3

dan menghindari terbentuknya impuritas [6]. Dalam proses solid-state, BiFeO3 tidak

menunjukan aktivitas sintering yang baik. Pada suhu 675-830oC, BiFeO

3 mengalami

dekomposisi menjadi Bi2Fe4O9 secara

perlahan-lahan, diatas 830oC BiFeO

3 menjadi

Bi2Fe4O9 sedangkan dibawah 675oC, BiFeO3

memiliki densitas yang rendah [13].

Gambar 13 Pola difraksi dari sampel yang disintesis dengan metode solid-state reaction Metode solid-state reaction juga belum berhasil mensintesis fasa tunggal BiFeO3.

Berdasarkan analisis kuantitatif terhadap hasil XRD diperoleh fraksi volum BFO sebesar 80,6% dengan komposisi BiFeO3 36,9%

sedangkan komposisi fasa sekunder Bi2Fe4O9

sebesar 36,5% serta Bi46Fe2O72 sebesar 7,3%

dengan fasa-fasa impuritas Bi2O3dan Fe2O3.

Analisis ukuran kristal dilakukan dengan menggunakan persamaan Debye-Scherrer dengan software Fityk. Ukuran kristal BiFeO3

meningkat dengan meningkatnya suhu kalsinasi. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan kristal pada temperatur tinggi. BiFeO3 yang disintesis dengan metode

solid-state reaction memiliki ukuran 66 nm.

Sedangkan sintesis dengan metode kopresipitasi dengan holding time 4(2+2)jam menunjukan ukuran kristal BiFeO3 sebesar

111 nm. Hasil analisis ukutan kristal BiFeO3

disajikan pada Tabel 5

=

( )

(3)

Tabel 5 Analisis ukuran kristal BiFeO3dengan

program Fityk.

Metode Perlakuan Ukuran (nm)

Fraksi Volum BiFeO3(%) Liquid Mixing_Fe2O3 550oC_1jam 23 41,8 600oC_1jam 28 32,9 650oC_1jam 32 29,6 700oC_1jam 40 12,8 750oC_1jam 41 5,3 Liquid Mixing_Fe 550oC_1jam 70 50,7 600oC_1jam 81 47,1 650oC_1jam 136 37,4 Solid-State Reaction 880 oC_480 s 66 36,9 Kopresipitasi 750oC_4(2+2) jam 111 37,1 V. KESIMPULAN

1. Fasa BiFeO3 dapat disintesis dengan

metode kopresipitasi, wet mixing dan

solid-state reaction menggunakan Fe2O3

hasil sintesis dari pasir besi Pantai Jolosutro, Blitar.

2. Metode, suhu dan holding time selama proses pemananasan sangat berpengaruh terhadap fasa BiFeO3. Pada sintesis

dengan metode kopresipitasi, pemanasan bertahap 2 sampai 3 jam lebih efektif

* BiFeO3

º Bi2Fe4O9

(8)

untuk membentuk fasa BFO dan meminimalkan impuritas. Pemanasan pada suhu rendah 550oC dengan waktu

penahanan singkat (selama 1 jam) memberikan fraksi volum BiFeO3terbesar

50,7% dan menghindari reaksi dekomposisi BiFeO3 menjadi fasa

sekunder BFO ketika sintesis dengan metode wet-mixing. Metode solid-state

reaction berhasil membentuk fasa BiFeO3

dengan sintering pada suhu tinggi 880oC

dan holding time singkat 480 sekon. 3. Ukuran kristal BiFeO3 yang disintesis

dengan ketiga metode tersebut dalam rentang 23-136 nm. Ukuran kristal meningkat dengan meningkatnya suhu kalsinasi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] K. Sen, et al.,” Dispersion studies of La

substitution on dielectric and ferroelectric properties of multiferroic BiFeO3 ceramic”, Ceram. Int. (2011),

doi:10.1016/j.ceramint.2011.06.059

[2] Yuan et al ,(2006), “Preparation and

Multi-properties of Insulated Single-phase BiFeO3 ceramics”, Solid State

Communications . Vol.138 ,p.76–81. [3] J. Yang et al. / Journal of Alloys and

Compounds 509 (2011) 9271– 9277

“Factors controlling pure-phase magnetic BiFeO3 powders synthesized by solution combustion”

doi:10.1016/j.jallcom.2011.07.023

[4] De-Chang Jia et al ,(2009), “Structure And

Multiferroic Properties Of BiFeO3 Powders”, Journal of the European

Ceramic Society,Vol.29,p.3099–3103 [5] Hua et al.,(2010),”Factors Controlling

Pure-Phase Multiferroic BiFeO3Powders Synthesized by Chemical Co-precipitation”,Journal of Alloys and

Compounds Vol.509,p.2192-2197

[6] Pradhan et al.(2005).” Magnetic and

Electrical Properties of Single-phase Multiferroic BiFeO3”.Journal of Applied

Physics 97,093903(2005)

[7] M.Y. Shami, et al., J. Alloys Compd.

(2011),doi:10.1016/j.jallcom.2011.08.063

[8] Gufron, Muhammad.2009.”Pengaruh

Suhu dan Waktu Pemanasan terhadap Pembentukan Nanokomposit Fe3O4/Fe2O3.Instutut Teknologi Sepuluh

Nopember:Surabaya

[9] Fitriyah,Nurul.(2011).”Sintesis Bahan

Multiferoik BiFeO3 dengan Metode Kopresipitasi”.Institut Taknologi Sepuluh

Nopember;Surabaya

[10]Retnowati,DwiYuli.2011.”Karakterisa-si

Sifat Magnet dan Listrik Bahan Multiferoik BiFeO3”.Institut Teknologi

Sepuluh Nopember: Surabaya

[11] Picozzi,Silvia and Claude Ederer.2009.”First Principles Studies of

Multiferroic Materials”.Journal

Physics:Condens Matter

21(2009)303201(18pp)

[12] P. Sen, A. Dey, A.K. Mukhopadhyay, S.K. Bandyopadhyay,A.K. Himanshu,

“Nanoindentation Behaviour of Nano

BiFeO3, Ceramics

International(2010)”, doi: 10.1016/j.

ceramint. 2011.09.011

[13] Hua Dai,Zhong, Yukikuni Akhisige. 2011.”BiFeO3 ceramics synthesized by

spark plasma sintering”. http://

dx.doi.org/10.1016/j.ceramint.2011.05.0 20

[14] Levy Mark,(2005),”Crystal Structure

and Defect Property Predictions in Ceramic Materials”, Department of

Materials Imperial College of Science,Technology and Medicine : London

[15] Palai et al.,( 2008), “ Physics”,Rev.B-7,Vol. 014110.

[16] Lu,J.2011.”Phase Equilibrium of Bi2O3 -Fe2O3 pseudo-binary system and growth of BiFeO3 Single Crystal”.Journal of Crystal Growth

318(2011)936-941

[17] Carvalho, P.B. Tavares,(2008),"Synthesis

and Thermodynamic Stability of Multiferroic BiFeO3",Materials Letters

62 (2008) 3984–3986

[18] Kuk, Jong Kim. Et al.2005.Sol-gel

synthesis and properties of Multiferroic BiFeO3.Material

Letters,59, pp.4006-4009

[19] J.L. Mukherjee, F.F.Y. Wang, “Kinetics

of solid state reaction of Bi2O3 and Fe2O3”, Journal of the American

Ceramic Society 54 (1971) 32–34. [20] Arifani,Mariya.2012.”Identifikasi dan

Karakterisasi Pasir Besi di Pantai Selatan Kabupaten Blitar.Institut

Referensi

Dokumen terkait

Kesetimbangan untuk konsentrasi awal yang tinggi juga akan terjadi lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi rendah pada kondisi pH sama. Sedangkan, konsentrasi solut di fasa

Untuk mendapatkan hasil yang optimal telah dipelajari beberapa parameter pengukuran seperti: pengaruh komposisi fasa gerak (metanol:air), volume injeksi sampel, laju

Dalam proses ekstraksi, unsur Zr berada dalam fasa organik, untuk mendapatkan Zr dalam fasa cair maka perlu dilakukan proses stripping sehingga diperoleh larutan Zr

Gambar 6 menunjukkan pengaruh waktu pemanasan terhadap kadar vitamin C untuk berbagai suhu pemanasan pada pembuatan pasta tomat didapat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan,

pada proses pemanasan langsung pada MAE, pemanasan akan kontak langsung dengan matriks sampel dengan lebih cepat sehingga dengan temperatur yang lebih rendah pada

Gambar 6 menunjukkan pengaruh waktu pemanasan terhadap kadar vitamin C untuk berbagai suhu pemanasan pada pembuatan pasta tomat didapat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan,

Penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu rendah,

Untuk mengetahui pengaruh suhu pemanasan dan waktu pemanasan terhadap kadar asam lemak bebas 1.4 Manfaat Penelitian Agar mengetahui dari suhu dan waktu pemanasan dalam stabilisasi