• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS LOKAL UNTUK PENERAPAN ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) DI KABUPATEN SUMBAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS LOKAL UNTUK PENERAPAN ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) DI KABUPATEN SUMBAWA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS LOKAL UNTUK PENERAPAN ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) DI KABUPATEN SUMBAWA

LOCAL COMMODITY DEVELOPMENT STRATEGY FOR THE IMPLEMENTATION OF ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) IN SUMBAWA REGENCY

Ieke Wulan Ayu1*, Siti Nurwahidah2, Yadi Hartono3

1*Program studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Samawa 2,3

Program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Samawa *

Penulis korespondensi: iekewulanayu002@gmail.com ABSTRACT

Regional development with the OVOP approach can motivate rural development through community movements by utilizing the potential of local excellence as the main driver in local economic development with the aim of reducing poverty. The purpose of the study was to describe the performance of villages proposed as the implementation of OVOP in Sumbawa Regency. The study was conducted in Labangka Village, Batu Dulang Village, Pelat Village, Jotang Village, Labuhan Jambu Village, Outside Village, Juru Mapin Village, Moyo Village with a qualitative descriptive approach through observation (Field Observation), Survey (Field Survey), Interview Method ), and questionnaires. Analysis of the data used in the study is the SWOT analysis. The results of village research that are feasible as targets for the implementation of OVOP in Sumbawa Regency are Serading (Rice), Labangka (Corn), Kukin (Cow), Labuhan Sengoro (Seaweed), Tepal (Coffee). The development strategy is to improve product quality, develop competitiveness of selected products using local wisdom and skills in a directed and integrated manner for the domestic and global markets with promotion, the commitment of local governments for development, and institutional strengthening.

Keywords: Regional development, leading commodity, OVOP, Sumbawa Regency ABSTRAK

Pengembangan wilayah dengan pendekatan OVOP dapat memotivasi pembangunan pedesaan melalui gerakan masyarakat, dengan memanfaatkan potensi keunggulan lokal sebagai penggerak utama, dalam pengembangan ekonomi lokal dengan tujuan mengurangi tingkat kemiskinan. Tujuan penelitian adalah untuk mendiskripsikan performa desa yang diusulkan sebagai penerapan OVOP di Kabupaten Sumbawa. Penelitian dilaksanakan di Desa Labangka, Desa Batu Dulang, Desa Pelat, Desa Jotang, Desa Labuhan Jambu, Desa Luar, Desa Juru Mapin, Desa Moyo dengan pendekatan deskriptif kualitatif melalui observasi (field Obsevation), survei (Field Survey), wawancara (Interview Method), dan kuisioner. Analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu analisis SWOT. Hasil penelitian desa yang layak sebagai target untuk penerapan OVOP di Kabupaten Sumbawa adalah Serading (Padi), Labangka (Jagung), Kukin (Sapi), Labuhan Sengoro (Rumput laut), Tepal (Kopi). Strategi pengembangan yaitu meningkatkan kualitas produk, mengembangkan daya saing produk hasil seleksi menggunakan kearifan lokal dan keterampilan secara terarah dan terintegrasi untuk pasar domestik dan global dengan promosi, adanya komitmen pemerintah lokal untuk pembinaan, dan penguatan kelembagaan.

(2)

PENDAHULUAN

Pengembangan wilayah merupakan upaya pembangunan pada suatu wilayah bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya kelembagaan, sumber daya teknologi dan prasarana fisik secara efektif, optimal dan berkelanjutan. Sebagai bagian dari pengembangan wilayah, pembangunan bertujuan untuk memeratakan pertumbuhan wilayah dan mengurangi kesenjangan antar wilayah (Adisasmita, 2008). Namun, kesenjangan wilayah merupakan tantangan dalam membangun ekonomi daerah di era otonomi, berdampak terhadap persaingan setiap daerah dalam melaksanakan percepatan pembangunan ekonomi daerah secara terfokus. Salah satu upaya untuk mengatasi ketimpangan yaitu pengembangan pusat pertumbuhan dan produk andalannya.

Pengembangan kawasan andalan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antar daerah melalui pengembangan kegiatan ekonomi yang diandalkan sebagai motor penggerak pengembangan wilayah. Kawasan andalan diharapkan mampu menjadi pusat dan pendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan di sekitarnya melalui pengembangan produk unggulan yang kompetitif. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengembangan Produk Unggulan Daerah adalah pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota menetapkan produk unggulan daerah dilakukan dengan mengidentifikasi dan menentukan potensi unggulan ekonomi daerah untuk ditetapkan menjadi produk unggulan daerah.

Arah kebijakan dan strategi pengembangan perdesaan sesuai dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, menekankan bahwa tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui pembangunan potensi ekonomi lokal, pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah melalui gerakan satu desa satu produk (one village one product (OVOP)) dengan memanfatkan sumberdaya akan menghasilkan satu produk yang unik sesuai khas daerah dapat meningkatkan kinerja ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat perdesaan. OVOP adalah suatu gerakan masyarakat yang secara integratif berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi dan kekayaan daerah serta salah satu pendekatan menuju klasterisasi produk unggulan yang berskala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar dapat berkembang dan mengakses pasar secara lebih luas (Ayu et al., 2017), untuk pengentasan kemiskinan (Nailufar dan Sufitrayati, 2018), karena memberikan dampak yang signifikan terhadap penghasilan (Aswari et al., 2017).

Pendekatan OVOP pertama kali diperkenalkan dan dimulai oleh masyarakat perdesaan di Oita Prefecture, Jepang pada tahun 1979, telah sangat berhasil meningkatkan pendapatan per kapita Jepang. Pemerintah Oita bermaksud untuk mempromosikan berbagai kebijakan pembangunan yang dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pengembangan sumber daya manusia, promosi produksi, manajemen keuangan dan promosi pemasaran (Amatasawtdee, 2012). Keberhasilan tersebut menjadi contoh bagi sejumlah negara untuk mengembangkan potensi daerah untuk mencegah terjadinya kerusakkan dan penurunan lokal (Ndione dan Suzuki).

Pendekatan OVOP di Indonesia, mulai digagas pada tahun 2006 oleh Kementerian Perindustrian yang kemudian ditandai dengan terbitnya Inpres No. 6/2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Peraturan Menperin No. 78/M-Ind/Per/9/2007 tentang peningkatan efektivitas pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) melalui pendekatan OVOP yang saling

(3)

mengkait untuk mendorong produk lokal industri kecil dan menengah agar mampu bersaing di pasar global (Pasaribu et al., 2011).

Membangkitkan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan dengan cara memanfaatkan potensi dan kemampuan yang ada didesa tersebut serta melibatkan para tokoh masyarakat setempat berpartisipasi dalam menentukan produk unggulan menjadi penentu keterlaksanaan OVOP dalam menumbuhkan ekonomi pedesaan (Triharini et al., 2012). Pengembangan produk yang mampu bersaing di pasar global dengan tetap menekankan pada nilai tambah lokal dan mendorong semangat menciptakan kemandirian masyarakat akan mengurangi gap kegiatan pembangunan di kota dan pedesaan dengan mengembangkan ekonomi rakyat berbasis potensi lokal. OVOP bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk lokal, membangun merek lokal, pemasaran dan meningkatkan nilai produk pada pasar (Nam, 2009).

Pemanfaatan potensi wilayah sebagai modal dasar dalam pengembangan ekonomi perdesaan berbasis komoditas unggulan melalui pengembangan rantai nilai menjadi strategi pengembangan pusat pertumbuhan. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi permasalahan komoditas pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan dan perkebunan pada kawasan strategis serta merumuskan strategi penerapan OVOP di Kabupaten Sumbawa untuk mendorong pengembangan perdesaan yang berkelanjutan dan memiliki ketahanan ekonomi.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di wilayah kawasan strategis daerah Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat, meliputi Desa Labangka, Desa Batu Dulang, Desa Pelat, Desa Jotang, Desa Labuhan Jambu, Desa Luar, Desa Juru Mapin, Desa dari bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2018 dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan observasi (field Obsevation), survei (Field Survey), wawancara (Interview Method), dan kuisioner. Responden penelitian adalah pelaku tataniaga pemasaran produk utama, rumah tangga dan atau industri pengolah di lokasi penelitian. Pemetaan aspek pengolahan terhadap keragaan teknologi panen, pasca panen/pengolahan yang tersedia, teknologi yang diadopsi petani/rumah tangga, keberadaan dan kinerja industri pengolahan di lokasi penelitian, skala pengusahaan, sumber permodalan, bentuk produk yang dihasilkan dan permasalahan serta kendala yang dihadapi. Identifikasi kesesuaian dan kontinuitas pasokan bahan baku baik dari sisi kuantitas maupun kualitas dilakukan untuk mencermati keterkaitan sisi produksi, penanganan panen, dan pasca panen/pengolahan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu analisis deskriptif rantai nilai produk unggulan dengan mengambarkan secara garis besar tahapan input sampai pemasaran produk, identifikasi program, permasalahan, dan peluang yang ditelusuri pada setiap tahapan rantai alur produk.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi OVOP pada desa di kawasan strategis daerah Kabupaten Sumbawa

Kabupaten Sumbawa memiliki 24 kecamatan, dan hasil identifikasi produk unggulan di setiap kecamatan untuk lintas sektor menunjukkan bahwa Kabupaten Sumbawa unggul pada sektor pertanian dalam arti luas. Hasil identifikasi produk unggulan di setiap kecamatan untuk lintas sektor menunjukkan bahwa setiap produk memiliki karakteristik ekonomi lokal yang paling besar dan berada pada 2 lokasi yang berbeda, sehingga tidak dapat memberikan corak

(4)

adalah untuk membuat setiap tambon (kecamatan) berkonsentrasi pada satu jenis produk tertentu yang paling cocok untuk produksi di setiap kecamatan (Sitabutr dan Pimdee, 2017; Munir, 2017).

Produk tersebut meliputi (a) Sektor pertanian tanaman pangan, yaitu produk padi didominasi oleh Kecamatan Moyo Hilir dan Kecamatan Unter Iwes, diikuti oleh komoditi jagung yang tersebar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Utan, Kecamatan Rhee, dan Kecamatan Labangka; (b) Sektor peternakan dengan produk sapi mendominasi di dua kecamatan yaitu Kecamatan Unter Iwes dan Kecamatan Moyo Hilir; (c) Sektor perikanan dengan produk penangkapan ikan berada di Kecamatan Tarano dan Kecamatan Lab. Badas; (d) Sektor perkebunan dengan produk kopi dan kelapa berada di Kecamatan Batu Lanteh dan Kecamatan Lab. Badas. Pengembangan usaha satu jenis produk dapat menciptakan spesifikasi tertentu, sehingga lebih mudah untuk dikenali. Hasil identifikasi OVOP pada desa di kawasan strategis daerah, meliputi:

1. Padi di Desa Serading

Potensi pendukung pengembangan padi di Desa Serading: (1) Beras merupakan bahan makanan pokok; (2) Luas lahan dan iklim mendukung budidaya padi; (3) Budidaya padi dilakukan sebagian besar masyarakat yang memiliki sawah irigasi dengan frekuensi 1-2 kali; (4) Perawatan dan pemeliharaan yang cukup intensif dengan dukungan teknologi dari pemerintah daerah; (5) Merupakan salah satu produk unggulan daerah yang diperioritaskan pengembangannya; (6) Mudah mengadopsi inovasi teknologi, murah dan praktis dalam penggunaannya; (7) Usaha budidaya padi berkembang menjadi usaha bisnis yang berorientasi profit yang berkesinambungan.

Permasalahan pengembangan padi di wilayah Desa Serading: (1) Tidak ada jaminan harga saat panen; (2) Minimnya anggaran sektor pertanian; (3) Ketergantungan petani terhadap bibit dan pupuk sangat tinggi; (4) Alih fungsi lahan sawah; (5) Penggunaan pupuk anorganik tidak sesuai anjuran; (6) Kurang menggunakan alat mesin pertanian.

2. Jagung Desa Labangka

Potensi pendukung pengembangan jagung di Desa Labangka: (1) Luas lahan dan iklim mendukung budidaya jagung; (2) diusahakan oleh seluruh masyarakat desa dengan frekuensi 1-2 kali; (3) Mayoritas menanam jagung hibrida; (4) Perawatan dan pemeliharaan yang cukup intensip dengan dukungan teknologi dari pemerintah daerah; (5) Merupakan salah satu produk unggulan daerah yang diperioritaskan pengembangannya; (6) Usaha budidaya jagung berkembang menjadi usaha bisnis yang berorientasi profit yang berkesinambungan.

Permasalahan pengembangan jagung di wilayah Desa Labangka (1) Harga bibit dan pupuk yang tinggi untuk jagung hibrida; (2) Ketergantungan petani terhadap bibit sangat tinggi (3) Sumber air utama berasal dari hujan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman jagung dengan waktu 3-4 bulan (4) Menggunakan kembali bibit dari hasil panen sehingga produksinya rendah; (5) Kelembagaan pemasaran sama sekali belum berjalan baik (6) Kurang menggunakan alat mesin pertanian.

3. Sapi di Desa Kukin

Potensi pengembangan sapi di Desa Kukin: (1) Ketersediaan infrastruktur didukung kondisi wilayah dan potensi lahannya/ padang pengembalaan yang cukup luas; (2) Memiliki potensi pengembalaan sapi potong terbesar yang ada di Kabupaten Sumbawa ; (3) Memberi keuntungan untuk pengembangan ternak potong terutama sapi di wilayah ini; (4) Populasi sapi

(5)

Bali di Desa Kukin 0.53 persen (1.186 ekor) persen dari total populasi Kabupaten sebanyak 222.153 ekor; (5) konsentrasi peternak terampil dalam manajeman produksi dan reproduksi banyak tersedia.

Permasalahan pengembangan sapi di wilayah ini adalah (1) Ketersediaan pakan belum memadai terutama pada musim kemarau (2) Pengolahan pupuk untuk menjadi kompos/biogas sangat minim (3) Pemanfaatan budaya sapi sebagai media destinasi desa wisata budaya belum dilaksanakan (4) Belum adanya kelembagaan pemasaran untuk pejualan sapi (5) Kelembagaan kelompok tani belum terorganisasi dengan baik; (5) Modal usaha terbatas; (6) Jumlah rataan kepemilikan sapi antara 1 hingga 3 ekor.

4. Rumput Laut Desa Labuhan Sangoro

Potensi pengembangan Rumput Laut Desa Labuhan Sangoro: (1) Wilayah cocok untuk budidaya dan pengembangan komoditas rumput laut; (2) Kualitas rumput laut tergolong unggul; (3) Budidaya dan pengembangan yang intensif; (4) Masih tersedia lahan untuk perluasan produksi; (5) Kondisi perairan dengan arus tidak terlalu deras; (6) Adanya batu karang; (7) Kemauan nelayan untuk budidaya rumput laut sangat tinggi; (7) Kelembagaaan kelompok tani berjalan; (8) Ombak tidak terlalu deras; (9) Produk yang bernilai ekonomi tinggi dan produk turunannya bisa dimanfaatkan untuk produk olahan.

Permasalahan pengembangan rumput laut: (1) Bibit dibeli di luar daerah; (2) Harga jual yang tergolong masih murah, yaitu Rp7 ribu hingga Rp9 ribu /kg; (2) Petani rumput laut kurang termotivasi; Harga kurang menguntungkan petani untuk pasar ekspor; (3) Infrastruktur seperti jalan dan alat transportasi menjadi kendala besar.

3. Kopi Desa Tepal

Potensi pengembangan kopi di Desa Tepal: (1) Keberadaan komoditas sudah diusahakan secara turun temurun; (2) Mampu meningkatkan perekonomian; (3) Pengolahan produk turunan kopi, dilakukan dengan menggunakan biji kopi kering yang sudah disimpan dalam waktu yang cukup; (4) Pengolahan kopi dilakukan secara perorangan dan kelompok usaha bersama.

Permasalahan pengembangan kopi di Desa Tepal: (1) Keterbatasan pengetahuan petani terutama dalam pengolahan pasca panen, karena melakukan petik hijau); (2) Kurang bermutu dan menyebabkan petani tidak dapat menyimpan kopi dalam jangka waktu yang lama karena akan menyebabkan biji kopi berjamur; (3) Pengolahan kopi dilakukan secara tradisional; (4) Proses penjemuran dan pengupasan masih belum menggunakan alat-alat yang standar. Akibatnya biji kopi yang dihasilkan akan memiliki nilai cacat yang tinggi; (5) Faktor keamanan dan ketersedian infrastruktur terutama jalan belum memadai.

Arahan Strategi

Pengembangan potensi unggulan daerah Kabupaten Sumbawa, memerlukan penetapan strategi yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan program ke depannya. Arahan strategi yang diperoleh dari hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari inventarisasi strategi pada pertimbangan faktor internal dan eksternal di atas, bila ditekankan penelaahannya pada produk unggulan, maka strategi yang dapat ditempuh untuk pengembangan OVOP di Kabupaten Sumbawa dapat mencakup antara lain:

1) Mengembangkan produk pasar yang telah ada;

(6)

3) Menekan dan mengurangi produk tertentu yang dari hasil evaluasi masih menunjukkan kinerja stagnan atau kurang.

Tabel 1. Keadaan Faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Potensi Komoditas Unggulan Daerah Kabupaten Sumbawa

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Faktor Kekuatan (S)

1. Memiliki potensi lahan pengembangan yang relatif luas,

2. Semangat para pihak menjadikan beberapa produk/komdoti sebagai keunggulan daerah

3. Bahan baku mudah diperoleh 4. Tenaga kerja mudah diperoleh karena

umumnya berasal dari daerah setempat.

Faktor Kelemahan (W) 1. Pengelolaan belum terintegrasi 2. Pendekatan program dalam

pengembangan produk/komoditi unggulan daerah masih sektoral, tidak sinergis dan tidak berlanjut; 3. Kebijakan belum fokus dalam

mendukung pengembangan komoditi yang terintegrasi dan berkelanjutan;

4. Sistem pasar komoditi unggulan belum mendukung informasi pasar terbatas dan pemasaran sulit. Faktor Peluang (O)

1. Kebijakan nasional dan provinsi mendukung adanya pengembangan komoditi sebagai keunggulan daerah; 2. Tren permintaan terhadap

komoditi unggulan daerah meningkat

3. Harga-harga atas komoditi unggulan daerah tersebut cukup menjanjikan; 4. Dukungan pemerintah daerah

cukup baik bagi

pengembangan UMKM yang berbasis pada potensi local.

Strategi S–O

1. Pertahankan dan tingkatkan kualitas komoditi yang dihasilkan

2. Mengembangkan target pasar komoditi di Sumbawa, NTB dan di luar NTB 3. Lakukan penguatan kapasitas petani dan

parapihak dalam mendukung peningkatan produksi, pengolahan dan pemasaran komoditi

4. Tingkatkan kerjasama dengan para pihak dan manfaatkan semua sumber yang tersedia, termasuk teknologi dan hasil penelitian

.

Strategi W–O

1. Kembangkan road map dan rencana pengembangan komoditi unggulan daerah

2. Lakukan pengembangan komoditi secara terarah & terintegrasi dalam sistem produksi, pengolahan dan pemasaran

3. Lakukan kegiatan promosi yang terarah dan sistematis dalam rangka memperluas pasar

4. Tingkatkan kualitas produk dari aspek bentuk, rasa dan kemasan dengan melengkapi informasi pada label meliputi: komposisi produk,tanggal produksi dan kadaluarsa serta sertfikasi halal. Faktor Ancaman (T)

1. Pengelolaan dan pemanfaatan berlebih untuk memenuhi kebutuhan pasar dan masyarakat akan mengancam kelestarian sumberdaya lahan dan hutan.

2. Banyaknya pesaing; 3. Perubahan selera masyarakat; 4. Daya beli masyarakat

menurun

Strateg S–T

1. Mengembangkan daya saing atas komoditi

2. Fasilitasi penguatan kelembagaan usaha 3. Menstabilkan kondisi pasar dari produk

tertentu yang telah berjalan;

4. Menekan dan mengurangi produk tertentu yang dari hasil evaluasi masih menunjukkan kinerja stagnan atau kurang.

Strateg W–T

1. Mengembangkan jaringan dan kemitraan para petani dengan industri bagi pengembangan produksi, pengolahan dan pemasaran komoditi 2. Menambah variasi penjualan

produk yang sedang trend di masyarakat

3. Pengembangan produk unggulan yang bersifat padat karya; 4. Pengembangan produk unggulan

pada wilayah sesuai peruntukannya.

Kebijakan yang dapat ditempuh untuk mewujudkan strategi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:

1) Berhubungan dengan Sumber Daya Alam

a. Pengamanan status lahan produktif dari kemungkinan alih fungsi lahan dalam rangka mengamankan dan menjaga kontinuitas produksi pangan melalui kebijakan (setingkat Perda Kabupaten) tentang perlindungan lahan pertanian (tanaman pangan) berkelanjutan;

b. Optimalisasi lahan produktif dengan menerapkan teknologi dan pendekatan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (green growth and development) terutama

(7)

untuk peningkatan produksi pertanian tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, dan perkebunan;

c. Optimalisasi lahan marginal (lahan tidur atau lahan eks tambang batubara) dengan menerapkan teknologi reklamasi dan konservasi yang diarahkan untuk peningkatan tutupan vegetasi (land coverage) sehingga dapat menekan degradasi lahan dan sekaligus dimanfaatkan potensi lahannya untuk mendukung program percepatan swasembada pangan;

d. Pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan budaya yang bersifat spesifik kedaerahan dengan teknologi yang ramah lingkungan untuk mendukung program perluasan destinasi wisata (agrowisata, wisata budaya, wisata alam dan pendidikan).

2) Berhubungan dengan Sumber Daya Manusia

a. Peningkatan jumlah dan pemerataan sebaran tingkat kompetensi SDM sesuai dengan sektor unggulan desa atau kecamatan, melalui peningkatan pengetahuan/ wawasan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap/ minat (attitude) bagi unsur pemerintah khususnya para petugas/penyuluh di tingkat lapangan, dan bagi unsur masyarakat atau pelaku usaha sektor yang diunggulkan (Sekolah Lapang tertentu);

b. Peningkatan kualitas usia kerja dan pencari kerja melalui peningkatan rasio SMK : SMU, pelatihan pada bengkel-bengkel kerja industri, program magang, dan pengutamaan penggunaan tenaga kerja lokal;

c. Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan di bidang pendidikan, kesehatan, dan pendapatan/ kesejahteraan dimana pengejawantahan programnya dilakukan melalui peningkatan nilai capaian Indeks Pembangunan Manusia.

3) Berhubungan dengan Sumber Daya Modal

a. Peningkatan jumlah dan pemerataan sebaran bantuan permodalan (revolving fund) bagi masyarakat atau pelaku usaha sektor yang diunggulkan;

b. Peningkatan aksesibilitas para pelaku usaha sektor unggulan terhadap lembaga keuangan (bank dan non bank);

c. Peningkatan feasibilitas dan efisiensi dalam penggunaan modal kerja dan modal investasi.

4) Berhubungan dengan sektor hulu: Sistem Produksi (fresh product)

a. Peningkatan produktivitas dan efisiensi produksi melalui penerapan best agricultural practices sesuai komoditas unggulan dan ekstensifikasi usaha pada areal marginal yang potensial;

b. Menjaga kesinambungan pasokan produk pada pasar yang telah eksis melalui penerapan secara optimal mekanisasi kegiatan pra tanam dan kegiatan pasca panen, penyesuaian waktu tanam terhadap ketersediaan air/kondisi iklim lokal, dan perluasan jangkauan irigasi;

5) Berhubungan dengan sektor hilir: Sistem Pasca Produksi (processing and packaging) a. Peningkatan kualitas produk yang dipasarkan melalui penerapan pasca panen yang

efisien yang didukung penggunaan alat/mesin untuk pengeringan/pengolahan dan pengemasan yang lebih menarik di pasaran;

b. Peningkatan delivery dan distribusi produk yang dipasarkan melalui penerapan penggunaan temporary bulking station pada tempat-tempat yang strategis agar kualitas produk lebih cepat sampai ke konsumen dan dengan kondisi sesuai target pasar yang disasar.

6) Berhubungan dengan sektor hilir: Pemasaran (marketing)

(8)

b. Peningkatan kualitas penyediaan informasi pasar produk unggulan melalui jaringan IT (berbasis seluler atau website) yang mudah diakses oleh para petani atau pelaku usaha; c. Peningkatan peranan kajian dan riset dalam rangka inovasi pengembangan produk agar

sesuai dengan kebutuhan konsumen (consumer oriented products);

d. Peningkatan peranan market intelligence dalam rangka perluasan penetrasi pasar baru bagi produk-produk unggulan eksisting maupun melalui produk unggulan baru; 7) Berhubungan dengan penguatan kelembagaan (organising and management)

a. Peningkatan kelembagaan di tingkat petani atau pelaku usaha melalui pelatihan dan pendamping dalam bidang pengorganisasian kelompok (administrasi kelompok, administrasi usaha, penyusunan RDK/RDKK);

b. Peningkatan kelembagaan di tingkat petani atau pelaku usaha melalui pelatihan dan pendamping dalam bidang keuangan kelompok (pembukuan sederhana, neraca ringkas, laporan keuangan bulanan, analisis kelayakan usaha sederhana);

c. Peningkatan kelembagaan di tingkat petani atau pelaku usaha melalui pelatihan dan pendamping dalam bidang pengembangan usaha kelompok (sekolah lapang, penangkar benih/ bibit unggul, PHT);

d. Peningkatan kelembagaan di tingkat petani atau pelaku usaha melalui pelatihan dan pendamping dalam bidang kerjasama kelompok (antar kelompok atau Gapoktan dalam bidang penguatan produksi, dalam bidang permodalan dengan lembaga keuangan, bidang pemasaran dengan lembaga pemasaran).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian djelaskan sebagai berikut:

1. Perangkingan produk unggulan berdasarkan lima perangkingan tertinggi pada kawasan strategis, yaitu: jagung, padi, sapi, rumput laut, kopi.

2. Strategi yang dapat ditempuh untuk pengembangan OVOP di Kabupaten Sumbawa yaitu mengembangkan produk pasar yang telah ada, menstabilkan kondisi pasar dari produk tertentu yang telah berjalan, menekan dan mengurangi produk tertentu yang dari hasil evaluasi masih menunjukkan kinerja stagnan atau kurang.

3. Kebijakan yang dapat ditempuh untuk mewujudkan strategi yang telah ditetapkan, yaitu: Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Modal, sektor hulu: Sistem Produksi (fresh product), sektor hilir: Sistem Pasca Produksi (processing and packaging, sektor hilir: Pemasaran (marketing), penguatan kelembagaan (organising and management) Saran

One Village One Product (OVOP) merupakan salah satu strategi pengembangan wilayah melalui penerapan produk unggulan pada setiap kawasan. Sangat diperlukan integrasi semua lembaga sesuai dengan kapasitasnya kedalam suatu perencanaan terfokus dengan memanfaatkan sumberdaya dan fasilitas yang tersedia dalam mengembangkan produk unggulan spesifik lokasi.

(9)

Adisasmita,R. “ Pengembangan Wilayah Konsep dan Teori.” Graha Ilmu. Yogyakarta.

Amatasawtdee, C. D. (2012). Similarity and Difference of One Village One Product (OVOP) for Rural Development Strategy in Japan and Thailand. . Japanese Studies Journal Special Issue: Regional Cooperation for Sustainable Future in Asia , 52-62.

Aswari, T., A., Darumurti, A., dan Febrian K.,R. 2017. Agenda Setting Program One Village One Product (OVOP) Kabupaten Bantul. Journal of Governance And Public Policy 4(3).

Ayu, Ieke Wulan., Nurwahidah, S., Hartono, Y. Hakim, L. 2017. ” Kajian Analisis One Village One Product (OVOP) di Kabupaten Sumbawa. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Samawa. Sumbawa Besar.

Cahyani, R. R. 2013.”Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk Meningkatkan Kreativitas UMKM dan Kesejahteraan Masyarakat.” Sustainable Competitive Advantage (SCA) 3(1).

Kementerian Perindustrian. 2010. “Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product– OVOP).”Jakarta: Dirjen IKM Kementerian Perindustrian.

Munir, Badrul. 2017. Revolusi Desa. Polydoor Printika.Yogyakarta.ISBN:978-602-8487-59-7. Nailufar, F., dan Sufitrayati. 2018.” Analisis One Village One Product (OVOP) terhadap Penghasilan Tenaga Kerja Wanita di Kota Banda Aceh.” Jurnal Manajemen dan Keuangan 7(2).

Natsuda, K., Igusa, K., dan Wiboonpongse, A. 2012. One Village One Product–Rural Development Strategy in Asia: The case of OTOP in Thailand. Journal of Development. (11). https://doi.org/10.1080/02255189.2012.715082.

Nam, V. 2009.” Applicability of the OVOP Movement in Rural Tourism Development: The Case of Craft Tourism in Vietnam.” International Journal of Social and Cultural Studies, 2 ( Departmental Bulletin Paper), 93- 112.

Ndione, J., S., dan Suzuki, K. 2019. “Beyond the One Village One Product (OVOP)

Concept through Design Thinking Approach.” International Journal of Education

and Research 7 (4).

Pasaribu, Sahat M. 2011.” Pengembangan Agro-Industri Perdesaan Dengan Pendekatan One Village One Product (OVOP)”. Forum Penelitian Agro Ekonomi 29(1) :1-11.

Sitabutr, V., dan Pimdee, P. 2017. “Thai Entrepreneur and Community-Based Enterprises’ OTOP Branded Handicraft Export Performance: A SEM Analysis. “https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/2158244016684911

Triharini, Meirina, Dwinita Larasati dan R. Susanto. 2014. “Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk Mengembangkan Potensi Kerajinan Daerah: Studi Kasus: Kerajinan Gerabah di Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta”. LPPM ITB, ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 6, No. 1, 2014, 29-42.

Gambar

Tabel 1.  Keadaan  Faktor  Internal  dan  Eksternal  Pengembangan  Potensi  Komoditas  Unggulan Daerah Kabupaten Sumbawa

Referensi

Dokumen terkait

Jenis sayur dalam distribusi sayuran Wilayah perdesaan Kabupaten Bantul mampu memproduksi sayuran dataran rendah sementara kota melalui supplier Bongkaran Pasar Induk

Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang memerlukan solusi pengembangan produk. Analisis kebutuhan dilaksanakan melalui observasi, angket dan

Foreman memiliki nilai awal bitrate yang lebih besar karena seluruh frame bergerak dan pergerakannya tidak stabil, hal ini menyebabkan prediksi temporal dilakukan

Solusi dari model game theory menunjukkan strategi mana yang dapat dipilih oleh masing-masing entitas yang terlibat untuk mendapatkan nilai payoff yang

b. Faktor ekstern yakni pengaruh dari luar yang mempengaruhi si pelaku yang diperoleh dari lingkungan, keluarga, pergaulan dan pendidikan serta efek yang ditimbulkan

Seiring dengan berkembangnya kota menjadi pusat perdagangan maritim, wilayah perkotaan tumbuh ke arah barat digali sebagai saluran sudetan untuk membuang limpasan dari Kali Brantas

atau terbuka yang digunakan untuk menampung segala produk kerajinan yang akan di jual atau dipromosikan dan juga sebagai tempat untuk pertunjukan kesenian rakyat yang fungsinya

tanggapan tentang rasa tablet hisap ekstrak etanol daun sirih merah dengan. mengisi angket yang