Analisa Seakeping FPSO Dengan Sistem Tambat Turret Mooring
Berlian Arswendo Adietya1), Wisnu Wardhana2), Aries Sulisetyono3)Mahasiswa Program Master Pascasarjana FTK ITS(1) Pengajar pada Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS (2) Pengajar pada Jurusan Teknik Perkapalan FTK ITS (3)
E-mail. [email protected] (1),
Abstract
FPSO (Floating Production Storage and offloading) is a ship-shaped floating facilities that serves to receive, process, store, and distribute oil or natural gas into tanker transports. To reduce the response of moored platform in the extremely environmental conditions usually of sea is using mooring system. Of the most causes the mooring tension become large is FPSO motion while oil exploration process, by applying the Global Dynamic Response System (GDRS) the mooring tension can be improved. The Solution is to given the buoys at FPSO Riser that services as spring mechanism between FPSO and Riser.
This riset is aimed to analysis the FPSO seakeeping using turret mooring system. Tool moses is used to get the motion and ship wave drift on six degree of fredoom. The next modeling is used orcaflex were the input is the output of previews model. The last Output model is used to looking RAO tension on mooring line and
buoys configuration dimension. Analysis Response Amplitude Operators (RAO) of wave direction 00, 450,
900, 1350, 1800 the FPSO Belanak Natuna when conditionssurge, sway, heave, roll, pitch,dan yaw. Shows
that the grether the frequency the smaller the amplitude at range ω = 0,1197 rad/s until ω = 2,0944 rad/s.
Key:turret; dimensional configuration of buoys; FPSO dynamic
1. Pendahuluan
Kebutuhan manusia terhadap energi termasuk kebutuhan terhadap minyak dan gas bumi meningkat setiap tahunnya. Sebagai konsekuensi dari meningkatnya hal ini adalah meningkatnya permintaan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya laut yang baru salah satunya dengan menggunakan FPSO. Pengertian FPSO (Floating Production Storage and Offloading) adalah sebuah fasilitas terapung berbentuk kapal yang berfungsi untuk menerima, memproses, menyimpan, d a n menyalurkan minyak atau gas bumi ke tanker pengangkut. FPSO ini terdiri dari sebuah struktur pengapung berbentuk sebuah kapal (bangunan baru atau dari modifikasi kapal tanker yang dialihfungsikan) yang secara permanen di tambatkan ditempatnya beroperasi, untuk mengurangi respon dari platform yang ditambatkan di laut dalam pada lingkungan dengan kondisi ekstrim biasanya digunakan sistem mooring. Seperti Gambar 1 salah satu jenis single point mooring adalah sistem tambat external turret mooring [1].
Gambar 1 FPSO dengan Sistem Turret Mooring Eksternal (Sumber : singlebuoy.com)
Sedangkan sistem penambatan titik tunggal pada suatu bangunan lepas pantai dapat diklasifikasikan menjadi : Catenary anchor leg mooring (CALM) ;Single anchor leg mooring (SALM) ;Fixed mooring tower ;Tensioned leg mooring ;Exposed location single bouy mooring ;articulated mooring tower [2].
Pengetahuan tentang perilaku struktur terapung (floating structures) pada laut lepas adalah persyaratan dasar dalam pengembangan teknologi laut dalam yang berkelanjutan. Setiap
misalnya berbeda dengan karakteristik gerakan Tension Leg Platform (TLP) atau SPAR. Di sisi lain, laut lepas memiliki karakteristik lingkungan sendiri. Karena itu pengetahuan tentang perkiraan respon sebuah struktur pada suatu lingkungan tertentu sangatlah penting. Menurut Yilmaz et al dalam [3], dengan menghitung beban-beban lingkungan secara komprehensif akan diketahui respon dinamis FPSO. Beban lingkungan yang bekerja diantaranya adalah beban gelombang.
Pada umumnya respon kapal, mooring lines, bouy ,dan riser tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Offset dari mooring dipengaruhi oleh offset kapal yang dibatasi oleh beban sistem mooring. Offset mooring tergantung pada karakteristik gerakan kapal, yang mana bisa berubah disebabkan oleh gaya pengembali dan gaya redaman sistem mooring. Yang harus menjadi catatan bahwa offset kapal cukup sensitif terhadap nilai redaman mooring. Di sisi lain, nilai redaman tergantung pada amplitudo dan frekuensi gerakan kapal. Respon mooring sebagian besar non linier dengan frekuensi natural tidak sama dengan rentang frekuensi gerakan kapal [4].
Salah satu tujuan perhitungan respon dinamis struktur adalah untuk mendapatkan respon ekstrem dari sistem (gerakan ekstrem, offset mooring ekstrem, tension mooring ekstrem). Cara tradisional untuk melakukan analisa adalah dengan mengecek respon struktur untuk satu desain data lingkungan seperti gelombang signifikan 100 tahun.
2. Deskripsi Umum Mooring
Komponen pada sistem mooring ada beberapa bagian yaitu mooring line, winching, dan sistem jangkar. Berdasarkan materialnya, mooring line dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu: wire rope, chain, synthetic rope, dan kombinasi ketiganya sedangkan berdasar desainnya mooring pada struktur terapung dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu mooring permanen dan mobile mooring. Masing-masing mempunyai design life yang berbeda, mooring permanen didesain dengan periode yang lebih lama dari mobile mooring.
Kondisi pembebanan pada mooring permanen untuk fasilitas produksi minyak di lepas pantai biasanya didesain menggunakan kombinasi gelombang dengan waktu yang lebih lama. Pada saat tidak ada pembebanan eksternal terhadap kapal maka kapal akan tetap berada pada posisi setimbangnya (static equilibrium position). Tetapi jika ada gaya luar yang bekerja maka vessel akan mengalami offset sampai gaya restoring yang timbul mampu mengimbangi pembebanan luar yang terjadi [5]. Dengan kata lain jarak antara anchor dengan fairlead akan meningkat sehingga tension yang timbul di fairlead juga meningkat.Hubungan antara pembebanan dan vessel offset s e p e r t i G a m b a r 2 umumnya direpresentasikan sebagai load-excursion curve seperti Gambar 3.
Gambar 3. Kurva Load Excursion
Gambar 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Mooring Integrity
Gambar 4 di atas dapat diketahui lokasi yang perlu dilakukan inspeksi untuk menghindari kegagalan dari mooring system. Pada mooring yang terletak di dasar laut cepat mengalami abrasi atau degradasi diameter disebabkan gaya gesekan (friction force) antara tanah dengan mooring.
3. Pembebanan Mooring
Menurut Soedjono [6], beban-beban yang harus dipertimbangkan dalam analisa maupun proses perancangan bangunan lepas pantai dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok yaitu : Beban mati (dead load) ;Beban hidup (live load) ; Beban akibat kecelakaan (accidental load) ; Beban lingkungan (environmental load).
Pembebanan yang diakibatkan oleh lingkungan lebih bersifat dinamis, umumnya beban lingkungan disebabkan oleh gelombang, angin, arus, gempa bumi, dan salju. Untuk pembebanan akibat beban fatigue lebih disebabkan oleh gelombang karena bersifat siklis. Gelombang di laut riil bersifat nonlinier namun dalam perhitungan lebih banyak diasumsikan sebagai gelombang regular untuk memudahkan perhitungan. Terdapat beberapa system gelombang dengan bentangan puncak yang panjang (long crest wave) seperti Gambar 5 akan berakibat pada pembesaran atau pengurangan tinggi gelombang karena adanya superposisi, dengan demikian akan menimbulkan gelombang dengan bentangan puncak yang pendek (short crest wave). Sifat acak pada karakteristik gelombang laut dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini.
Gambar 5 Long Crested Sea
Gambar 6 Short Crested Sea
Bending & Tension Corrosion Highest Tensions
Impact & Abrasion Bouy
Riser Wear and Fatique TLP or FPSO
Untuk menjaga unit FPSO tetap berada pada posisi yang tetap maka kebanyakan FPSO menggunakan sistem mooring yang tetap (fixed mooring system), sebagian kecil menggunakan sistem thruster dan teknologi penempatan. Sistem mooring tetap bisa berupa sistem yang permanen ataupun dapat dilepas. Kebanyakan FPSO didesain untuk ditambatkan permanen dan bertahan untuk semua kondisi lingkungan, namun ada beberapa yang didesain untuk mengantisipasi semua jenis kondisi lingkungan, ada juga yang didesain untuk dapat dilepaskan dari sistem mooring pada saat keadaan badai ataupun dari ancaman gunung es.
Jenis sistem mooring seperti Gambar 7 dari FPSO sangat bergantung pada tinggi gelombang maksimum yang terjadi, arus, angin, ukuran kapal, dan kedalaman air minimum. Karakteristik riser juga harus dianalisa karena dapat menentukan ukuran sistem mooring. Ada banyak jenis sistem yang digunakan dalam penambatan FPSO.
Gambar 7 Jenis-jenis Sistem Mooring (www.google.com)
5. Riser Pada External Turret Mooring System
Menurut Lu Huilin et al [7], Perilaku hidrodinamika aliran gas padat dalam riser meruncing adalah simulasi dengan menggunakan dua model fluida yang didasarkan pada teori kinetik butiran aliran mewakili hubungan konstitutif fase padat. Sekarang model numerik diverifikasi dengan membandingkan dengan percobaan diukur fluks massa padat, konsentrasi dan kecepatan partikel di kolom riser dihitung Hasilnya menunjukkan bahwa inti-annulus struktur aliran yang ada dalam kolom bangun dari riser dapat menghilang dalam riser meruncing. Distribusi konsentrasi partikel cenderung lebih seragam di riser runcing daripada dalam riser kolom di bawah kondisi operasi yang sama. Distribusi partikel yang seragam dapat dicapai dengan mengubah sudut miring dari riser runcing di kondisi operasi tertentu. Aliran gas-padat model deskripsi, Model numerik didasarkan pada konsep dasar interaktif gas dan padat aliran dua-fasa. Ini dua fase dapat hadir secara bersamaan dalam volume komputasi yang sama. Seperti Gambar 8 dibawah ini
7. Teori Dasar Gerak Bangunan Laut Akibat Eksitasi Gaya Gelombang
Pada dasarnya benda yang mengapung mempunyai 6 mode gerakan bebas yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu 3 mode gerakan translasional dan 3 mode gerakan rotasional. Berikut adalah keenam mode gerakan tersebut :
1. Mode gerak translasional
Surge, gerakan transversal arah sumbu x (ζ1) Sway, gerakan transversal arah sumbu y (ζ2) Heave, gerakan transversal arah sumbu z (ζ3) 2. Mode gerak rotasional
Roll, gerakan rotasional arah sumbu x (ζ4) Pitch, gerakan rotasional arah sumbu y (ζ5) Yaw, gerakan rotasional arah sumbu z (ζ6)
Definisi gerakan bangunan laut dalam enam derajat kebebasan dapat dijelaskan dengan Gambar 9 memakai konversi sumbu tangan kanan tiga gerakan translasi pada arah sumbu x,y dan z, adalah masing-masing surge (ζ1), sway (ζ2) dan heave (ζ3), sedangkan untuk gerakan rotasi terhadap ketiga sumbu adalah roll (ζ4), pitch (ζ5) dan yaw (ζ6).
Gambar 9 Tanda untuk Displacement Translasi dan Rotasi
Dari keenam gerakan osilasi tersebut hanya 3 gerakan saja yang bersifat osilasi murni yaitu: Heaving, Pitching, dan Rolling. Hal ini disebabkan karena ketiga macam gerakan tersebut bekerja dibawah gaya atau momen pengembali. Sedangkan Untuk gerakan Surging, yawing, swaying. Kecuali ada gaya atau momen pengembali yang bekerja dalam arah yang berlainan dengan gerakan tersebut. Dalam kenyataannya ke enam gerakan tersebut bekerja bersama-sama, jadi setiap satu macam gerakan tidaklah berdiri sendiri. Bila suatu struktur bergerak secara bebas, maka ke enam gerakan tersebut. Terjadi bersama – sama dan struktur apung tersebut memiliki enam derajat kebebasan.
Kalau suatu struktur bekerja secara osilasi naik dan turun gaya yang bekerja secara periodik dan dalam waktu tertentu,maka gerakan ini cenderung tidak teratur, gerakan ini dinamakan osilasi transit tetapi karena adanya redaman, ketidak aturan ini akan hilang menjadi osilasi steady-state. gerakan ini dinamakan gaya osilasi dimana tergantung amplitudo dan gaya eksitasi [8].
8. Analisa Hasil Dan Pembahasan
kondisi surge, sway, heave, roll, pitch,dan yaw, sebagai Gambar 10, 11, 12 ,13, dan 14 berikut :
Gambar 10 Grafik RAO Pada arah Gelombang 00
Analisa RAO pada arah Gelombang 00 dari Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin besar frekuensi gelombang maka semakin kecil amplitudonya. Dimana pada kondisi Surge dan heave saat frekuensi kecil menunjukkan respon amplitudo yang besar, tetapi berbanding terbalik dengan kondisi pitch ,frekuensi bertambah maka menimbulkan respon amplitudo semakin besar yang puncaknya pada ω = 0,4333 rad/s. Sedangkan Sway, Roll, dan Yaw tidak mengalami respon amplitudo yang signifikan.
Gambar 11 Grafik RAO Pada arah Gelombang 450
Analisa RAO pada arah gelombang 450 dari Gambar 11 menunjukkan bahwa gerakan surge ,sway, dan heave mempunyai trend gerakan sama yaitu pada saat frekuensi gelombang kecil respon amplitudonya besar ω = 0,1197 rad/s. Dimana Gerakan Roll dan pitch responnya bertambah dengan puncak roll ω = 0,4189 rad/s dan pitch ω = 0,5712 rad/s. Sedangkan Yaw tidak begitu significant tetapi sempat mengalami puncak respon saat ω = 0,4654 rad/s.
‐0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 1 2 3 Amplitu d o (m/m ) Frekuensi (rad/s)
Grafik RAO Arah 0
Surge Arah 0 Sway Arah 0 Heave Arah 0 Roll Arah 0 Pitch Arha 0 Yaw Arah 0 ‐1 0 1 2 3 4 5 6 ‐1 0 1 2 3 Amplit udo (m/m) Frekuensi (rad/s)Grafik RAO Arah 45
Surge Arah 45 Sway Arah 45 Heave Arah 45 Roll Arah 45 Pitch Arah 45 Yaw Arah 45Gambar 12 Grafik RAO Pada arah Gelombang 900
Analisa RAO pada arah gelombang 900 dari Gambar 12 menunjukkan bahwa untuk gerakan surge, pitch, dan yaw tidak mengalami gerakan significant. Pada gerakan sway dan heave pada frekuensi kecil respon amplitudo besar, tetapi heave mempunyai puncak ω = 0,5464 rad/s. Sedangkan gerakan roll respon bertambah besar dan mempunyai puncak terbesar saat ω = 0,4189 rad/s.
Gambar 13 Grafik RAO Pada arah Gelombang 1350
Analisa RAO pada arah gelombang 1350 Gambar 13 mempunyai trend sama dengan RAO arah gelombang 45 yaitu menunjukkan bahwa gerakan surge ,sway, dan heave mempunyai trend gerakan sama pada saat frekuensi gelombang kecil respon amplitudonya besar ω = 0,1197 rad/s. Dimana Gerakan Roll dan pitch responnya bertambah dengan puncak roll ω = 0,4189 rad/s dan pitch ω = 0,5712 rad/s. Sedangkan Yaw tidak begitu significant tetapi sempat mengalami puncak respon saat ω = 0,5027 rad/s. ‐1 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 Amp litud o (m/m) Frekuensi (rad/s)
Grafik RAO Arah 90
Surge Arah 90 Sway Arah 90 Heave Arah 90 Roll Arah 90 Pitch Arah 90 Yaw Arah 90 ‐1 0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 Amplit udo (m/m) Frekuensi (rad/s)Grafik RAO Arah 135
Surge Arah 135 Sway Arah 135 Heave Arah 135 Roll Arah 135 Pitch Arah 135 Yaw Arah 135Gambar 14 Grafik RAO Pada arah Gelombang 1800
Analisa RAO pada arah gelombang 1800 Gambar 14 menunjukkan bahwa semakin besar frekuensi
gelombang maka semakin kecil amplitudonya. Dimana pada kondisi Surge dan heave saat frekuensi kecil menunjukkan respon amplitudo yang besar, tetapi berbanding terbalik dengan kondisi pitch ,frekuensi bertambah maka menimbulkan respon amplitudo semakin besar yang puncaknya pada ω = 0,4333 rad/s. Sedangkan Sway, Roll, dan Yaw tidak mengalami respon amplitudo yang signifikan.
9. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan dari kajian awal ini, yaitu: • Analisa RAO pada arah gelombang 00, 450, 900, 1350, 1800 pada FPSO Belanak
Natuna kondisi surge, sway, heave, roll, pitch,dan yaw menunjukkan bahwa semakin besar frekuensi maka semakin kecil respon amplitudonya. Pada range ω = 0,1197 rad/s sampai ω = 2,0944 rad/s.
• Analisa RAO mempunyai trend yang sama untuk arah gelombang 00
dan 1800, serta arah gelombang 450 dan 1350. Sedangkan untuk arah gelombang 900 mempunyai
karakteristik sendiri.
• Khusus untuk gerakan roll mempunyai puncak terbesar saat arah gelombang 450
, 900, 1350 yaitu sebesar ω = 0,4189 rad/s. Sedangkan arah gelombang 00 dan 1800 heave puncaknya terbesar ω = 0,4333 rad/s.
Daftar Pustaka
[1] API RP 2SK ,Recommended Practice for Design and Analysis of Station Keeping Systems for Floating Structures, Washington DC.1996.
[2] Bungawardani, Analisa Perilaku Dinamis FPSO Dengan Sistem External Turret Mooring, Intitute Technology Sepuluh Nopember Teknologi Kelautan, Indonesia.2007 [3] Chakrabarti ,Hydrodynamics of Offshore Structures, Computational Mechanics
Publications Southampton, Boston, USA.1987.
[4] Health and Safety Executive ,Floating Production System Mooring Integrity, Noble Denton Europe.2006
[5] Aryawan , Hydrodynamics of Floating Offshore Structures, Lloyd's Register EMEA – Aberdeen.2005.
[6] Soedjono, J. J., Diktat Mata kuliah Konstruksi Bangunan Laut II, Jurusan Teknik Kelautan ITS, Surabaya.1998
[7] Lu Huilin at all , Numerical Simulation of gas-solid flow in tapered risers, sciencedirect, 169, 89–98, Harbin Intitute of technology, China.2006
[8] De Fretes ,Analisa Perilaku Sistem Penambatan Bagan Penangkap Ikan, Intitute Technology Sepuluh Nopember Teknologi Kelautan, Indonesia.2001
‐0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 1 2 3 Amp litud o (m /m) Frekuensi (rad/s)