• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bandung yang memiliki luas sekitar 307.370,08 hektar. Bagian utara dari Kabupaten Bandung berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang, dan S bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Garut. Gambar 13 berikut menunjukkan peta Kabupaten Bandung. Waktu penelitian dilakukan selama sekitar tiga tahun yaitu dari tahun 2004 sampai dengan Januari 2006. 3.2. Formulasi Permasalahan

Perencanaan tata ruang sebagai bagian dari penataan ruang, dilakukan berdasarkan pendekatan kebutuhan manusia. Perencanaan tata ruang ini mengalokasikan ruang sesuai dengan kebutuhan untuk kegiatan atau sektor yang telah ditetapkan. Mengacu pada Undang-undang No 24 tahun 1992, dalam setiap perencaanaan tata ruang ditetapkan kawasan lindung sebagai kawasan yang tidak diizinkan untuk dirubah atau dibangun. Penetapan kawasan lindung ini mencerminkan bahwa penataan ruang di Indonesia sudah mempertimbangkan aspek lingkungan.

Permasalahan yang ada adalah dalam penedekatannya masih berdasarkan pendekatan kebutuhan manusia (antropocentris) belum melakukan pendekatan berdasarkan aspek sumber daya alam. Aspek sumberdaya alam yang paling vital berkaitan dengan tata ruang adalah lahan. Penggambaran lahan ditunjukkan sebagai tutupan lahan (land cover) atau penggunaan lahan (land use) adalah gambaran lain dari bentuk tata ruang. Perubahan spasial (keruangan) berdasarkan waktu merupakan informasi yang penting untuk perencanaan tata ruang ruang. Perubahan ini perlu dikaji untuk mengantisipasi ketidak patuhan masyarakat terhadap perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan.

(2)

Gambar 13 Peta Kabupaten Bandung sebagai lokasi studi kasus (Interpretasi Citra Landsat 7 ETM+ 2003)

(3)

Dalam aspek pembangunan wilayah, keberhasilan pembangunan lebih ditekankan pada aspek pembangunan manusia. Tolok ukur pembangunan manusia dengan menggunakan human development index (HDI) (UNDP 2004). Pendekatan untuk melihat keberhasilan ini masih bersifat antropocentris.

Penataan ruang yang bertujuan untuk pembangunan, masih bersifat antropocentris. Penataan ruang yang merupakan kegiatan dengan objek ruang atau lahan dan pelakunya manusia, perlu pendekatan dari kedua pihak. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dilakukan penelitian.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul Model Perubahan Penggunaan Lahan untuk Penataan Ruang dalam kerangka Pembangunan Wilayah yang Berkelanjutan (Studi Kasus Kabupaten Bandung) mengikuti beberapa tahapan penelitian. Tahapan penelitian tersebut meliputi pemodelan spasial perubahan penggunaan lahan, penghitungan indeks keberlanjutan, dan analisis prospektif dengan metode lokakarya. Tahapan penelitian tersebut digambarkan pada diagram tahapan penelitian (Gambar 14).

3.3.1. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan

Pemodelan spasial untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bandung, menggunakan program CLUE-S (Conversion of Land Use Changes and its Effect at small regional extent) version 2.3 dari Laboratory of Soil Science and Geology, Wageningen University, The Netherlands.

3.3.1.1. Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pemodelan spasial adalah citra satelit Landsat Enhanced Thematic Mapper+7 untuk wilayah Kabupaten Bandung. Data sosial ekonomi dan geo-fisik wilayah dari berbagai sumber

(4)

CLUE-S

Skenario

Simulasi

Peta penggunaan lahan di masa datang Wellbeing index Indeks keberlanjutan wilayah Kondisi sosial ekonomi & biogeofisik wilayah Analisis prospektif RTRW

Penataan Ruang dalam Kerangka Pembangunan yang Berkelanjutan

Gambar 14 Tahapan penelitian (Modifikasi dari Verburg et al 2002, Presscott-Allen 2001)

Kondisi eksisting penggunaan lahan

(5)

Kondisi ekisting penggunaan lahan Kabupaten Bandung. Kondisi eksisting penggunaan lahan Kabupaten Bandung diperoleh dari data citra satelit Landsat Enhanced Thematic Mapper+7 tahun 2003. Citra satelit tersebut diinterpretasikan menjadi peta penggunaan lahan eksisting.

Kondisi sosial ekonomi dan geofisik wilayah Kabupaten Bandung. Kondisi sosial ekonomi wilayah Kabupaten Bandung meliputi kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, kondisi tempat tinggal dan mata pencaharian penduduk bidang pertanian. Data sosial ekonomi merupakan data dari tiga wilayah yaitu Kabupaten Bandung (BPSa 2003), Kota Bandung (BPSb 2003) dan Kota Cimahi (BPSc 2003)

Data kepadatan penduduk diperoleh dari data jumlah penduduk dari tiga wilayah yaitu Kota Bandung, Cimahi dan Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk dibagi dengan luas area kecamatan atau kota dalam hektar sehingga diperoleh angka kepadatan penduduk dengan satuan jiwa pe hektar. Data tabuler kepadatan penduduk di tiga wilayah disajikan pada Lampiran 2.

Tingkat pendidikan dilihat dari persentase penduduk di atas 10 tahun yang memiliki ijasah sekolah dasar. Tabel pada Lampiran 3 menggambarkan tingkat pendidikan masyarakat di wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kota Cimahi.

Data kondisi tempat tinggal rumah tangga dari masyarakat Kabupaten Bandung mempunyai 3 kategori yaitu milik sendiri, kontrak atau sewa dan lainnya. Data yang digunakan sebagai variabel independen adalah persentase rumah tangga yang memiliki rumah sendiri. Data dari kondisi tempat tinggal ini disajikan pada Lampiran 4.

Data penduduk dengan mata pencaharian diperoleh dari data jumlah penduduk berdasarkan 10 lapangan usaha yang meliputi pertanian, pertambangan/penggalian, industri, listrik/gas/air, konstruksi, perdagangan, angkutan & komunikasi, keuangan, jasa dan lainnya. Data yang digunakan sebagai input pemodelan adalah persentase penduduk yang berusaha di bidang pertanian yang disajikan pada Lampiran 5.

(6)

Kondisi geofisik wilayah Kabupaten Bandung. Kondisi geofisik wilayah diwakili oleh jenis tanah, geologi, ketinggian (elevasi), slope, aspek, aksesibilitas (jarak dari kota dan jarak dari jalan utama) serta iklim (jumlah curah hujan). Data kondisi geofisik wilayah diperoleh dari peta land system dan land suitability (RePPROT 1998), dan peta rupa bumi. Peta jenis tanah untuk wilayah Bandung diklasifikasikan dalam enam kelas, yang meliputi Aluvial C, Andosol C, Asosiasi, Grumosol, Kompleks dan Latosol C. Klasifikasi geologi yang ada di wilayah Kabupaten Bandung meliputi alluvium, alluvium fasies gunung api, eosen, hasil gunung api kwarter tua, hasil gunung api tak teruraikan, miosen fasies sedimen, pliosen fasies sedimen, plistosen sedimen gunung api.

Klasifikasi ketinggian merupakan rata-rata ketinggian suatu wilayah yaitu 200 meter, 350 meter, 600 meter, 850 meter, 1250 meter, 1750 meter dan 2000 meter di atas permukaan laut. Slope merupakan ukuran dari perubahan dari permukaan karena jarak, dinyatakan dalam derajat atau persen. Pada peta slope Kabupaten Bandung, satuan yang digunakan adalah derajat Klasifikasi peta slope Kabupaten Bandung ada enam kelas yaitu 0-8 derajat, 8-16 derajat, 16-24 derajat, 24-32 derajat, 32-40 derajat dan 40-48 derajat. Aspek merujuk pada arah dari wajah slope. Satuan dari aspek yaitu derajat, north ditetapkan dengan 0 derajat dan south adalah 180 derajat.

Peta jalan utama yang ada di wilayah Kabupaten di buffer sepanjang 2000 meter (atau 2 kilometer) untuk mendapatkan klasifikasi 2000-4000 meter, 4000-6000 meter, 4000-6000-8000 meter, 8000-10000 meter, 10000-12000 meter dan 12000-14000 meter. Jarak dari pusat kota merupakan salah satu kriteria dari aksesibilitas, makin dekan ke pusat kota biasanya aksesibilitas makin tinggi. Pada peta jarak dari pusat kota, titik kota Bandung menjadi pusat dari buffer dalam bentuk cincin (ring) sehingga diperoleh peta jarak dari pusat kota. Data curah hujan adalah curah hujan rata-rata tahunan. Pewilayahan curah hujan yang sama dengan menggunakan metode isohyet.

Tabel 9 menunjukkan data yang dibutuhkan untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan, sumber data dan metode yang digunakan. Variabel dalam Tabel 9 tersebut dikelompokkan kedalam variabel bebas dan tak bebas dan disajikan pada Lampiran 6. Variabel tersebut sebagai input pemodelan disajikan

(7)

pada Lampiran 7 sampai 10 sebagai peta tematik dalam bentuk raster. Lampiran 7 menunjukkan peta-peta tematik sosial wilayah. Lampiran 8 berisi peta geofisik, iklim dan aksesibilitas wilayah. Lampiran 9 menunjukan peta geologi binari. Lampiran 10 menunjukkan peta jenis tanah binari. Seluruh peta pada lampiran 7 sampai 10 ini dalam bentuk raster.

3.3.1.2. Pelaksanaan pemodelan

Peta penggunaan lahan tahun 2003 (eksisting) dikonversi ke dalam bentuk raster, kemudian setiap jenis penggunaan lahan dibuat peta binarinya. Artinya setiap peta hanya mengandung satu jenis penggunaan lahan, wilayah dengan nilai 0 berarti pada wilayah itu tidak ada jenis penggunaan lahan tersebut. Pada wilayah dengan nilai 1 berarti terdapat jenis penggunaan lahan tersebut. Setiap peta tersebut dikonversi ke bentuk teks dengan cara diekspor dari program ArcView lalu diberi nama dengan cov1_0.0 sampai dengan cov1_6.0. Data setiap jenis penggunaan lahan ini menjadi variabel terikat atau dependen (Lampiran 6). Peta penggunaan lahan disajikan dalam bentuk raster dengan ukuran sel grid 250 meter. Sehingga 1 sel grid mempunyai luas 250 meter kali 250 meter sama dengan 6250 meter persegi atau 6.25 hektar.

Peta penggunaan lahan dalam bentuk teks yang merupakan variabel tidak bebas (dependent variable) dipadankan dengan variabel bebas atau independent variable yang merupakan driving factors. Kemudian dianalisis secara statistik dengan program SPSS (Statistical Package for Social Science) dengan regresi logistik. Hasil regresi logistik ini dijadikan input data ke dalam program CLUE-S.

(8)

Tabel 9 Metode Pengumpulan Data Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan (Kabupaten Bandung)

Jenis data Sumber data Pengolahan data Penggunaan lahan Citra Landsat Enhanced

Thematic Mapper+7 (2003) Interpretasi citra, dan klasifikasi penggunaan lahan menjadi tujuh kelas yaitu air, hutan, lainnya, kawasan terbangun, perkebunan, pertanian lahan kering dan sawah (dalam bentuk raster) Sosial ekonomi

• Kepadatan penduduk • Tingkat pendidikan • Kondisi tempat tinggal • Penduduk dengan mata

pencaharian bidang pertanian

BPS (2003) Data tabular (BPS) digabungkan dengan data spasial (GIS) menjadi peta tematik (raster) Geofisik wilayah • Jenis tanah • Geologi • Elevasi • Slope • Aspek

• Jarak dari jalan utama • Jarak dari pusat kota • Curah hujan

Peta landsystem dan landsuitability (RePPRot 1990)

Dibuat peta tematik (raster)

Demand module

Laju perubahan penggunaan lahan

Peta penggunaan lahan 1983 (Citra Landsat Enhanced Thematic Mapper+), peta penggunaan lahan 1993 (BPN 1993, GTL 1993), peta penggunaan lahan 2003 (Citra Landsat Enhanced Thematic Mapper+7 2003)

Data time series untuk demand 1 (laju perubahan penggunaan lahan sama) dan demand 2 (laju perubahan penggunaan lahan setengahnya).

Spatial policy Departemen Kehutanan (1993) Peta tematik kawasan cagar

alam (raster) dan peta cagar alam dan kawasan lindung (raster)

Input data selanjutnya adalah matrik konversi setiap penggunaan lahan. Matrik tersebut disajikan dalam Tabel 10 berikut ini. Angka 1 menunjukkan konversi boleh terjadi sedangkan 0 adalah ketidakmungkinan terjadinya konversi. Pada baris pertama adalah matriks untuk Air, tampak bawa Air hanya akan terkonversi menjadi air lagi (nilai 1), sedangkan untuk menjadi jenis menggunaan lain tidak mungkin (nilai 0).

(9)

Tabel 10 Matriks konversi setiap penggunaan lahan (Verburg et al. 2002)

Jenis Penggunaan Lahan A H L KT Pk PLK Sw

Air (A) 1 0 0 0 0 0 0

Hutan (H) 0 1 1 1 0 1 1

Lainnya (L) 0 1 1 1 1 1 1

Kawasan Terbangun (KT) 0 0 0 1 0 0 0

Perkebunan (Pk) 0 1 1 1 1 1 1

Pertanian Lahan Kering (PLK) 0 1 1 1 0 1 1

Sawah (Sw) 0 0 0 1 0 0 1

Input selanjutnya adalah nilai stabilitas yang berkisar antara 0 sampai 1. Semakin stabil, atau tidak mudah untuk terkonversi semakin mendekati nilai 1. Penetapan stabilitas untuk pemodelan di wilayah Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut. Air, Kawasan Terbangun dan Sawah diberi nilai 1 dengan asumsi bahwa ke tiga jenis penggunaan tanah tersebut stabil. Hutan dan perkebunan diberi nilai 0.8 dan Lainnya serta pertanian lahan kering dengan nilai 0.5 (Tabel 11).

Tabel 11 Nilai stabilitas (Verburg et al. 2002)

Parameter berikutnya dalam pemodelan spasial dengan program CLUE-s adalah area restriction yang merupakan kebijakan spasial (spatial policy) yang membatasi wilayah mana yang tidak diijinkan untuk dikonversi misalnya kawasan lindung dan cagar alam. Input selanjutnya adalah demand module. Parameter spatial policy ada tiga jenis. Ketiga jenis spatial policy ini adalah tidak ada larangan; ada larangan konversi di kawasan cagar alam; dan ada larangan konversi

Jenis penggunaan lahan Nilai stabilitas

Air 1 Hutan 0.8 Lainnya 0.5

Kawasan Terbangun 1

Perkebunan 0.8

Pertanian Lahan Kering 0.5

(10)

di kawasan cagar alam dan kawasan lindung. Parameter ini disajikan dalam bentuk peta raster yang disajikan pada Lampiran 11.

Paramater selanjutnya adalah demand module. Perhitungan input ini berdasarkan pada persentase perubahan luas penggunaan lahan di wilayah Bandung (Tabel 12). Demand module merupakan perkiraan luas penggunaan lahan pada tahun dugaan berdasarkan laju perubahan penggunaan lahan sebelumnya. Sebagai input untuk pemodelan ini, telah ditetapkan dua demand, yaitu demand.in1 dan demand.in2. Kedua input ini ditunjukkan pada Lampiran 12.

Tabel 12 Persentase luas perubahan penggunaan lahan di Wilayah Kabupaten Bandung tahun 1983 sampai 2003 (Hasil analisis)

Jenis penggunaan lahan Persen perubahan per tahun

Air 0 Hutan -2,63 Lainnya +3,62

Kawasan terbangun +3,42

Perkebunan -4,46

Pertanian lahan kering +3,74

Sawah -3,79 3.3.1.3. Metode Analisis Data

Dalam pemodelan dengan CLUE-S terdapat aturan pengambilan keputusan (decision rules) untuk menentukan konversi mana yang diperbolehkan. Indikator dalam penentuan keputusan tersebut adalah stabilitas. Selang nilai stabilitas adalah 0 sampai 1, stabilitas bernilai 0 (nol) artinya sangat dinamik (mudah dikonversi) dan nilai 1 (satu) artinya stabil yaitu tak dapat dikonversi.

Regresi logistik merupakan bentuk dari regresi yang digunakan bila variabel tidak bebas (dependen) dichotomous dan variabel bebas (independen) kontinyu atau kategorial. Dichotomous mengandung arti bahwa jenis land cover tertentu dalam satu sel grid bernilai 0 atau 1. Nilai 0 berarti tidak ada sedangkan 1 berarti terdapat penggunaan lahan tersebut.

(11)

Persamaan regresi yang digunakan adalah :

β : merupakan hasil langsung dari perhitungan regresi p : peluang munculnya jenis land use dan driving factor x

Untuk menghitung pengaruh relatif dari setiap variabel terhadap penggunaan lahan, dihitung Exp (B). Exp (B) menunjukkan apakah peluang dari penggunaan lahan tertentu pada grid sel meningkat (lebih dari 1) atau menurun (lebih rendah dari 1) akibat dari satu peningkatan pada variabel bebas.

Pada perhitungan relatif influence digunakan persamaan sebagai berikut : Pengaruh relatif = Exp(B X selang), untuk B >1

Pengaruh relatif = -1/Exp(B X selang), untuk B <1 (Verburg et al. 2003)

Pengaruh relatif kemudian diurutkan sesuai dengan nilai yang tertinggi. Semakin tinggi nilainya semakin besar pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Urutan pengaruh ini merupakan input untuk alokasi, dimasukan pula secara berurutan sesuai dengan hasil perhitungan.

Setelah data siap dan lengkap sesuai program CLUE-s, kemudian di run, berdasar pada skenario yang telah ditentukan. Simulasi yang dilakukan adalah 20 tahun. Bila data yang dimasukkan sesuai dengan program maka simulasi akan berjalan. Hasil simulasi berupa data teks yang perlu dikonversi kedalam aplikasi GIS (Arc View) untuk dapat disajikan dalam bentuk spasial.

3.3.2. Penghitungan indeks keberlanjutan Kabupaten Bandung

Penghitungan indeks keberlanjutan wilayah Kabupaten Bandung dilakukan dengan menggunakan WI. Mengkaji keberlanjutan wilayah Kabupaten Bandung menggunakan metode yang digunakan oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resourses) untuk Northtern Areas Pakistan (Omar 2003) yang merupakan penyederhanaan dari metode yang digunakan dalam Wellbeing of Nations (Prescott-Allen 2001).

p

Log (--- ) = β0 + β1X1i+β2X2i +...+ βnXni 1-p

(12)

WI adalah indeks yang mengkaji dua subsistem yaitu subsistem manusia dan subsistem ekosistem. Indikator yang digunakan dalam subsistem manusia adalah: kemakmuran dan ekonomi; pengetahuan, budaya dan keahlian; infrastruktur. Indikator yang digunakan dalam subsistem ekosistem adalah: lahan, air dan flora (penggunaan sumber daya).

Tabel 13 Penentuan skor untuk indikator dalam perhitungan Wellbeing Index (Omar 2003, Prescott-Allen 2001)

Band Skala tertinggi Nilai dari indikator (A) Nilai dari indikator (B)

Good 100 Nilai terbaik Nilai terburuk

OK 80 Medium 60 Poor 40 Bad 20

Base 0 Nilai terburuk Nilai terbaik

Cara perhitungan dengan indikator kondisi A adalah: {[(nilai indikator aktual-nilai indikator base): (nilai indikator diatasnya-nilai indikator dibawahnya)]X20} nilai dibawahnya dari band dalam skala barometer tersebut. Cara perhitungan dengan indikator kondisi B adalah: Nilai skala diatas aktual dalam skala barometer - {[(nilai indikator aktual-nilai indikator base):(nilai indikator diatasnya-nilai indikator dibawahnya)]X20}

Tabel 14 Standar nilai dari Wellbeing/Stress Index (WSI) (Omar 2003, Prescott-Allen 2001)

Band Skala tertinggi Rasio human wellbeing terhadap ecosystem stress (WSI)

Good 100 8.0 OK 80 4.0 Medium 60 2.0 Poor 40 1.0 Bad 20 0.5 Base 0 0

(13)

3.3.3. Analisis Prospektif untuk Penataan Ruang dalam Kerangka Pembangunan Wilayah yang Berkelanjutan

3.3.3.1. Metode pengumpulan data

Data yang digunakan dalam analisis prospektif adalah pendapat pakar dan stakeholder yang terlibat dalam penataan ruang dalam kerangka pembangunan wilayah berkelanjutan. Pakar dan stakeholder meliputi pejabat dinas dan instansi yang terkait di lingkungan Kabupaten Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan wawancara serta secara langsung dan melalui lokakarya.

Analisis prospektif dilaksanakan dengan metode lokakarya untuk menentukan kriteria/ faktor sampai membangun skenario. Analisis prospektif dengan metode lokakarya ini terdiri dari enam langkah atau tahap pekerjaan meliputi: menerangkan tujuan studi, identifikasi faktor-faktor, analisis pengaruh antar faktor, membuat keadaan suatu faktor, membangun dan memilih skenario dan implikasi skenario.

Tahap pertama: menentukan faktor-faktor yang terlibat dalam sistem penataan ruang yang berkelanjutan. Sebagai bahan informasi untuk peserta adalah hasil pemodelan spasial dan indeks keberlanjutan pembangunan wilayah Kabupaten Bandung.

Tahap kedua: menentukan pengaruh antar faktor. Masing-masing peserta memberikan nilai pengaruh antar faktor. Bila tidak ada pengaruh diberi nilai nol dan bila pengaruh antar faktor kecil nilainya satu, pengaruhnya sedang diberi nilai dua dan bila antar pengaruhnya kuat diberi nilai tiga (Gambar 15).

(14)

3.3.3.2. Metode Analisis Data

Analisis data pada analisis prospektif menggunakan sofware Analisis Prospektif. Data yang telah diperoleh dari peserta kemudian dimasukkan ke dalam software analisis prospektif. Hasilnya adalah faktor kunci yang merupakan faktor dengan tingkat pengaruh dan ketergantungan yang tinggi. Berdasarkan faktor kunci yang tepilih disusun keadaan yang mungkin terjadi pada setiap faktor. Selanjutnya adalah penyusunan skenario berdasarkan keadaan yang mungkin terjadi. Ada pengaruh ? tidak 0 ada Kuat 3 tidak sedang 2 kecil 1

Gambar 15 Diagram penentuan skor pengaruh antar faktor

Variabel Penentu INPUT Variabel Penghubung STAKES Variabel Autonomous UNUSED Variabel Terikat OUTPUT Pengaruh Ketergantungan Pengaruh rata-rata Ketergantungan rata-rata

Gambar 16 Grafik tingkat ketergantungan dan pengaruh untuk posisi faktor-faktor pada analisis prospektif (Godet et al. 1999)

(15)

3.4. Definisi Operasional

1. Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model digunakan bila bekerja dengan pengganti tersebut lebih mudah dibandingkan dengan sistem aktual (Eriyatno 1999). 2. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang, berazaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum (Undang-undang No 24 tahun 1992)

3. Ruang (space) dalam ilmu geografi di definisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata 1986).

4. Berkelanjutan (sustainable) merupakan penterjemahan dari kata sustainable yang berasal dari terminologi sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Istilah pembangunan berkelanjutan dipopulerkan oleh World Commission on Environment Development (The Brundtland Commission) pada tahun 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu konsep upaya pemenuhan kebutuhan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemanfaatan sumberdaya tanpa mengurangi potensi generasi yang akan datang untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut. Oleh karena itu konsep pembangunan berkelanjutan adalah pertukaran (trade off) antara generasi kini dengan generasi mendatang dalam pemanfaatan sumberdaya guna peningkatan kesejahteraan (Munasinghe 1993, Grunkermeyer & Moss 1999).

5. Conversion of Land Use and its Effect at small regional extent atau CLUE-S terdiri dari dua modul, yaitu modul non-spatial demand dan prosedur alokasi spasial. Modul non spasial menghitung perubahan area untuk seluruh jenis land use pada level agregat. Pada modul non spasial, permintaan (demand) ini diterjemahkan pada perubahan land use pada lokasi-lokasi wilayah penelitian dengan berdasar sistem raster (Veldkamp et.al. 2001)

6. Analisis Prospektif merupakan suatu cara atau pendekatan untuk menganalisis beragam kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan berdasarkan situasi saat ini (Godet 2000).

Gambar

Gambar 13  Peta Kabupaten Bandung sebagai lokasi studi kasus (Interpretasi  Citra Landsat 7 ETM+ 2003)
Gambar 14  Tahapan penelitian (Modifikasi dari Verburg et al 2002,  Presscott-Allen 2001)
Tabel 9 Metode Pengumpulan Data Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan  (Kabupaten Bandung)
Tabel 10 Matriks konversi setiap penggunaan lahan (Verburg et al. 2002)  Jenis Penggunaan Lahan  A H L KT Pk PLK Sw
+4

Referensi

Dokumen terkait

Karakter privat lebih dominan dibentuk dalam proses kaderisasi dan ukhuwah, (2) Proses pembinaan karakter publik pada dasarnya melalui kegiatan yang sama dengan

Stvarno kazalo k-ta prema diferenca, 28 šibko ločene množice, 56 algoritem 5 × 5, 71 alternirajoča projekcija, 55 bazne funkcije, 15 centri, 17 funkcija tanke plošče, 19, 21,

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstender F dengan pH 7.7 memberikan hasil yang terbaik dengan lama penyimpanan sel sperma selama lima hari dimana hingga

Departemen pemasaran manajer pemasaran menggunakan data biaya untuk membuat hasil produksi yang bermutu dengan harga bersaing agar dapat menarik pelanggan dan melihat produk yang

Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai adalah (1) untuk mengetahui miskonsepsi apa yang ada pada mahasiswa kaitannya dengan bilangan real, selanjutnya

inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain,

Tulisan ini menganalisa perubahan yang terjadi pada Majalah Liberty Di Surabaya Tahun 1987-1993, Dari Majalah Wanita Ke Majalah

berjudul “Studi Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan Selat Malaka Kecamatan Medan Belawan Provinsi